Analisis Tinggi Muka Air Dan Daerah Genangan Banjir Rob Muara Sungai Deli Menggunakan Software Hec-Ras

(1)

Kamiana, I.M. 2011. Teknik Perhitugan Debit Rencana Bangunan Air. Garah Ilmu, Yogyakarta.

Kirpich, T.P. 1940. Time of concentration of small agricultural watersheds. Jurnal Civil Engineering.

Limantara, Lily Montarcih. 2010. Hidrologi Praktis. Lubuk Agung. Bandung. Nugroho, Septriono Hari. 2014. Prediksi Luas Genangan Pasang Surut (ROB)

Berdasarkan Analisis Data Spasi Data di Kota Semarang. Jurnal UPT Balai Konservasi Biota Laut Ambon, Pusat Penelitian Oseanografi, LIPI. Ambon. Permen PU No. 63/PRT/1993 Tentang Garis Sepadan Sungai, Daerah Manfaat

Sungai, Daerah Penguasaan Sungai Dan Bekas Sungai.

PT. Pemetar Argeo Consultant. 2014. S.I.D. Pengendalian Banjir ROB (pasang) Belawan Kota Medan. Laporan Hidrologi dan Hidrometri. Medan.

Sjarief. 2005. Konsep Pengelolaan Sumber Daya Air. Andi. Jakarta

Subarkah, Imam. 1980. Hidrologi Untuk Perencanaan Bangunan Air. Idea Dharma, Bandung.

Suripin, Dr. Ir. M. Eng. 2004, Sistem Drainase Perkotaan Yang Berkelanjutan. Andi. Yogyakarta

Triatmojo, Bambang. 1995. Hidrolika II. Beta Offset. Yogyakarta. Triatmodjo, Bambang. 2008. Teknik Pantai. Beta Offset. Yogyakarta.

Triatmodjo, Bambang. 2012. Perencanaan Bangunan Pantai. Beta Offset. Yogyakarta

Wibawa, Efi Aryanta. 2002, Studi Naiknya Muka Air Laut Di Kawasan Pesisir Semarang. Jurnal Mahasiswa Teknik Kelautan, ITS. Semarang.


(2)

41 METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Lokasi Penelitian

Peninjauan lokasi di mulai pada Semester B tahun ajaran 2014-2015 dan dilaksanakan dimuara sungai deli dan secara geografis terletak 04° 13′LU 98° 14

BT (040 13’ 30” LU dan 980 144775 ‘’ BT). Tanggul berada pada daerah

pemukiman warga yang tidak terawat dan pada beberapa daerah tanggul telah berubah fungsi menjadi bagian dari bangunan rumah warga. Pada gambar 3.1 dapat dilihat kondisi tanggul pada muara sungai Deli.


(3)

Gambar 3.2 Lokasi Penelitian

3.2 Metode Penelitian

Dalam tugas akhir ini metode penelitian yang di gunakan ialah metode kuantitatif. Data yang akan dipakai adalah data sekunder dan data primer, kemudian data-data tersebut dianalisis berdasarkan analisis hidrologi dan analisis hidrolika.

Kegunaan data curah hujan pada analisa hidrologi meliputi perhitungan curah hujan maksimum suatu wilayah. Perhitungan nilai intensitas hujan daerah serta perhitungan debit banjir dan pasang surut dipengaruhi oleh iklim yang berupa kelembaban udara, besarnya nilai evaporasi akibat lamanya penyinaran sinar matahari, kondisi permukaan tanah dan jenis vegetasi yang terdapat


(4)

didalamnya, gaya gravitasi bulan terhadap pasang surut laut. Keseluruhan faktor diatas dapat memberikan gambaran terhadap banjir rob di muara Sungai Deli.

Tahapan-tahapan penelitian dapat dilihat pada Gambar 3.3 berikut ini:

Gambar 3.3 Tahapan Penelitian Tugas Akhir Sekunder

- Data Curah Hujan - Tata Guna Lahan - Data pasang surut

- Long Section dan Cross Section - Data Bathimetri

-Penyediaan Data Survey Lokasi

Analisis Pasang Surut

Kesimpulan dan Saran

Analisis Hidrologi

- Curah Hujan

- Debit Banjir Prediksi tinggi muka air

banjir ROB dan daerah genangan dengan HEC-RAS

Analisis Tinggi Muka Air Dan Daerah Genangan Banjir Rob Muara Sungai Deli Menggunakan Software HEC-RAS


(5)

3.3 Jadwal Penelitian

No Kegiatan

Bulan

ke-1 2 3 4

1 Pengajuan judul

2 Penyusunan proposal

3 Evaluasi proposal

4 Pelaksanaan penelitian

5

Pengolahan data, analisis dan penyusunan laporan 6 Seminar hasil penelitian

Tahapan penelitian dilakukan sesuai urutan di bawah ini

1. Survey Lokasi

Pertama yang di lakukan dalam penilitian ini adalah survey lokasi, guna untuk mngetahui kondisi dan topografi lokasi penelitian. Data yang didapat di lapangan disebut data primer dan data yang mendukung penelitian disebut data sekunder.


(6)

2. Penyediaan data

Dalam penyediaan data, ada dua data penting yang harus di dapatkan yaitu:

• Data Primer adalah data yang diperoleh dengan pengamatan dan pengukuran di lapangan.Secara umum pengertian data primer adalah data yang diperoleh dari sumber pertama/sumber data atau data yang dikumpulkan peneliti secara langsung melalui obyek penelitian

• Data sekunder adalah data yang mendukung penelitian dan memberikan gambaran umum tentang hal-hal yang mencakup penelitian. Pengumpulan data sekunder didapatkan melalui instansi-instansi yang terkait dalam permasalahan ini, seperti jurnal, buku literatur, internet dan data-data yang digunakan. Secara umum pengertian data sekunder adalah data yang diperoleh dari pihak kedua, data ini biasanya sudah dalam keadaan diolah.

3. Perhitungan curah hujan.

Disini menghitung curah hujan rata-rata dan menganalisa curah hujan rencana dengan menggunakan analisa frekuensi Metode Distribusi Normal, Distribusi Log Normal, Distribusi Log Person III dan Distribusi Gumbel. Selanjutnya intensitas curah hujan rencana dihitung menggunakan persamaan Distribusi Log Person III .

4. Perhitungan debit banjir

Untuk perhitungan debit banjir rencana ada beberapa cara, dan disini saya menghitung dengan menggunakan rumus HSS Nakayasu


(7)

5. Perhitungan pasang surut.

Untuk perhitungan pasang surut ada beberapa cara, dan disini saya menghitung dengan menggunakan rumus metode Admiralty.

6. Perediksi tinggi muka air banjir ROB dan daerah genangan dengan software HEC-RAS.

7. Setelah data sekunder dianalisis, maka langkah berikutnya yaitu mengevaluasi masing-masing nilai yang dihasilkan dari analisis data sekunder dan memprediksi tinggi muka air banjir ROB dan daerah genangan dengan HEC-RAS.

8. Kesimpulan dan saran

Penarikan kesimpulan dapat dilakukan setelah hasil pengolahan data diperoleh, ditambah dengan uraian dan informasi yang diperoleh di lapangan.

3.4 Variabel yang diamati

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Data curah hujan dari stasiun curah hujan dengan rentang waktu pengamatan selama 10 tahun terakhir yang dapat di peroleh dari Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika Kota Medan.

2. Data contour muara sungai Deli dari Balai Wilayah Sungai Sumatera II 3. Data pasang surut laut dari PT.Pelindo I Belawan


(8)

47

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 1-Dec-13 2,3 2,0 1,6 1,1 0,8 0,7 0,7 0,9 1,3 1,6 1,9 2,1 2,1 1,8 1,5 1,2 0,9 0,7 0,8 1,1 1,5 2,0 2,4 2,6 2-Dec-13 2,5 2,3 1,9 1,4 0,9 0,6 0,5 0,6 0,9 1,4 1,8 2,1 2,2 2,1 1,8 1,4 1,0 0,8 0,7 0,9 1,2 1,7 2,2 2,5 3-Dec-13 2,7 2,6 2,2 1,7 1,1 0,7 0,4 0,4 0,6 1,0 1,5 1,9 2,2 2,3 2,1 1,7 1,3 0,9 0,7 0,7 1,0 1,4 1,9 2,3 4-Dec-13 2,6 2,7 2,5 2,0 1,5 0,9 0,5 0,3 0,4 0,7 1,2 1,7 2,1 2,3 2,3 2,0 1,6 1,2 0,9 0,7 0,8 1,1 1,6 2,0 5-Dec-13 2,5 2,7 2,6 2,3 1,8 1,3 0,7 0,4 0,3 0,4 0,8 1,3 1,8 2,2 2,3 2,2 1,9 1,5 1,1 0,9 0,8 0,9 1,3 1,7 6-Dec-13 2,2 2,5 2,6 2,5 2,1 1,6 1,1 0,6 0,4 0,3 0,6 1,0 1,5 1,9 2,2 2,3 2,2 1,9 1,5 1,1 0,9 0,9 1,1 1,4 7-Dec-13 1,8 2,2 2,4 2,5 2,3 1,9 1,4 1,0 0,6 0,4 0,5 0,7 1,1 1,6 1,9 2,2 2,2 2,1 1,8 1,5 1,2 1,0 1,0 1,2 8-Dec-13 1,5 1,9 2,1 2,3 2,3 2,1 1,7 1,3 0,9 0,6 0,5 0,6 0,9 1,2 1,6 1,9 2,1 2,1 2,0 1,8 1,5 1,3 1,1 1,1 9-Dec-13 1,3 1,5 1,8 2,0 2,1 2,1 1,9 1,6 1,3 0,9 0,7 0,7 0,8 1,0 1,3 1,6 1,9 2,1 2,1 2,0 1,8 1,6 1,4 1,2 10-Dec-13 1,2 1,3 1,5 1,7 1,9 1,9 1,9 1,8 1,6 1,3 1,0 0,9 0,8 0,9 1,1 1,3 1,6 1,9 2,0 2,1 2,0 1,8 1,6 1,5 11-Dec-13 1,3 1,2 1,3 1,4 1,5 1,7 1,8 1,8 1,7 1,6 1,4 1,1 1,0 0,9 0,9 1,1 1,3 1,6 1,8 2,0 2,1 2,1 1,9 1,7 12-Dec-13 1,5 1,3 1,2 1,2 1,2 1,4 1,5 1,7 1,8 1,7 1,6 1,5 1,2 1,1 1,0 1,0 1,1 1,3 1,6 1,9 2,1 2,2 2,2 2,0 13-Dec-13 1,8 1,5 1,2 1,1 1,0 1,1 1,2 1,5 1,7 1,8 1,8 1,7 1,5 1,3 1,1 1,0 1,0 1,1 1,3 1,6 1,9 2,2 2,3 2,2 14-Dec-13 2,0 1,7 1,4 1,1 0,9 0,9 1,0 1,2 1,4 1,7 1,9 1,9 1,8 1,6 1,3 1,1 1,0 1,0 1,1 1,4 1,7 2,1 2,3 2,3 15-Dec-13 2,2 2,0 1,6 1,2 0,9 0,8 0,8 0,9 1,2 1,5 1,8 1,9 1,9 1,8 1,6 1,3 1,0 0,9 1,0 1,2 1,5 1,9 2,2 2,4 16-Dec-13 2,4 2,2 1,8 1,4 1,0 0,7 0,6 0,7 0,9 1,3 1,6 1,9 2,0 2,0 1,8 1,5 1,2 1,0 0,9 1,1 1,3 1,7 2,1 2,3 17-Dec-13 2,4 2,3 2,1 1,6 1,2 0,8 0,6 0,6 0,7 1,1 1,4 1,8 2,0 2,1 1,9 1,7 1,4 1,1 1,0 1,0 1,2 1,5 1,9 2,2 18-Dec-13 2,4 2,4 2,2 1,9 1,4 1,0 0,7 0,5 0,6 0,9 1,2 1,6 1,9 2,1 2,0 1,9 1,6 1,3 1,0 1,0 1,1 1,3 1,7 2,1 19-Dec-13 2,3 2,4 2,3 2,0 1,6 1,2 0,8 0,5 0,5 0,7 1,0 1,4 1,8 2,0 2,1 2,0 1,7 1,4 1,2 1,0 1,0 1,2 1,5 1,9 20-Dec-13 2,2 2,4 2,4 2,2 1,8 1,4 0,9 0,6 0,5 0,6 0,9 1,2 1,6 1,9 2,1 2,1 1,9 1,6 1,3 1,1 1,0 1,1 1,4 1,7 21-Dec-13 2,0 2,3 2,4 2,3 2,0 1,6 1,1 0,8 0,6 0,6 0,7 1,1 1,4 1,8 2,0 2,1 2,0 1,8 1,5 1,2 1,1 1,1 1,2 1,5 22-Dec-13 1,8 2,1 2,3 2,3 2,1 1,7 1,3 1,0 0,7 0,6 0,7 0,9 1,2 1,6 1,9 2,1 2,1 1,9 1,7 1,4 1,2 1,1 1,2 1,4 23-Dec-13 1,6 1,9 2,1 2,2 2,1 1,9 1,6 1,2 0,9 0,7 0,7 0,8 1,1 1,4 1,7 2,0 2,0 2,0 1,8 1,6 1,4 1,2 1,2 1,3 24-Dec-13 1,4 1,7 1,9 2,0 2,1 2,0 1,7 1,4 1,1 0,9 0,7 0,8 0,9 1,2 1,5 1,8 2,0 2,0 2,0 1,8 1,6 1,4 1,3 1,2 25-Dec-13 1,3 1,5 1,7 1,8 1,9 1,9 1,8 1,6 1,4 1,1 0,9 0,8 0,9 1,1 1,3 1,6 1,8 2,0 2,0 2,0 1,8 1,6 1,5 1,3 26-Dec-13 1,3 1,3 1,4 1,6 1,7 1,8 1,8 1,7 1,6 1,4 1,2 1,0 0,9 1,0 1,1 1,3 1,6 1,8 2,0 2,0 2,0 1,9 1,7 1,5 27-Dec-13 1,3 1,2 1,2 1,3 1,4 1,5 1,7 1,7 1,7 1,6 1,4 1,3 1,1 1,0 1,0 1,1 1,3 1,6 1,8 2,0 2,1 2,1 2,0 1,8 28-Dec-13 1,5 1,3 1,1 1,1 1,1 1,2 1,4 1,6 1,7 1,8 1,7 1,5 1,4 1,2 1,0 1,0 1,1 1,3 1,6 1,9 2,1 2,2 2,2 2,1 29-Dec-13 1,8 1,5 1,2 1,0 0,9 0,9 1,1 1,3 1,6 1,8 1,9 1,8 1,7 1,4 1,2 1,0 0,9 1,0 1,3 1,6 1,9 2,2 2,4 2,3 30-Dec-13 2,1 1,8 1,4 1,0 0,8 0,7 0,8 1,0 1,3 1,7 1,9 2,0 1,9 1,7 1,4 1,1 0,9 0,9 1,0 1,3 1,7 2,1 2,4 2,5 31-Dec-13 2,4 2,1 1,7 1,3 0,8 0,6 0,5 0,7 1,0 1,4 1,8 2,1 2,1 2,0 1,8 1,4 1,1 0,8 0,8 1,0 1,4 1,8 2,2 2,5

Waktu ( jam ) Tanggal

BAB IV

ANALISA PEMBAHASAN

4.1 Perhitungan Pasang Surut dengan Metode Admiralty

Pengamatan pasang surut di perairan Belawan Deli dilakukan pada tanggal 1 – 30 Desember 2013. Perhitungan pasang surut menggunakan metode Admiralty, untuk mencari harga amplitudo (A) dan beda fase (g0) dari data pengamatan selama 30 piantan (hari pengamatan) dan mean sea level (S0) yang

sudah terkoreksi.

Tabel 4.1 Data pasang surut di S. Deli 01 Desember – 31 Desember 2013

Hasil pasang surut dianalisis dengan menggunakan metode Admiralty disajikan pada grafik-grafik berikut:


(9)

4

8

, December 02, 2013 , December 03, 2013 , December 04, 2013 , December 05, 2013 , December 06, 2013 , December 07, 2013 , December 08, 2013 , December 09, 2013 , December 10, 2013 , December 11, 2013 , December 12, 2013 , December 13, 2013 , December 14, 2013 , December 15, 2013 , December 16, 2013 , December 17, 2013 , December 18, 2013 , December 19, 2013 , December 20, 2013 , December 21, 2013 , December 22, 2013 , December 23, 2013 , December 24, 2013 , December 25, 2013 , December 26, 2013 , December 27, 2013 , December 28, 2013 , December 29, 2013 , December 30, 2013 , December 31, 2013

W a k tu G ra fi k Pa s a n g Su ru t G am b a r 4. 1 G ra fik P as a n g S ur u t de n ga n m e n ggu n aka n M et ode A dm ir al ty n g pa sa n g d i S u n ga i D e li 2. 35 m et er . K o n st itue n p as ut da n tip e pa sut d i si in i a d a la h s e b aga i b er ikut : S o = 1 ,501 A m p lit udo M 2 = 359, 72 cm ; B eda F as e = 0, 614 A m p lit udo S 2 = 38, 54 c m ; B eda F as e = 0, 298 A m p lit udo N 2 = 350, 60 c m ; B eda F as e = 0, 119 A m p lit udo K 1 = 332, 03 c m ; B eda F as e = 0, 204 A m p lit udo M 4 = 358, 50c m ; B eda F as e = 0, 004


(10)

Amplitudo O1 = 259,47 cm ; Beda Fase = 0,059

Amplitudo P1 = 332,03 cm ; Beda Fase = 0,075

Amplitudo K2 = 38,54 cm ; Beda Fase = 0,084

Amplitudo MS4 = 228,23 cm ; Beda Fase = 0,004

F = 0.425

Jenis pasut mixed, semidiurnal

Hasil analisis muka air penting untuk masing-masing lokasi disajikan pada tabel-tabel berikut:

Tabel 4.2 Elevasi muka air pasang di Sungai Deli

Elevasi

Bacaan Pelischall (cm)

Beda Tinggi (m)

Elevasi Kedaratan (m) Highest Water Spring

(HWS) 270 240 1,44

Mean High Water

Spring (MHWS) 230 200 1,0 Mean High Water

Level (MHWL) 180 150 0,5 Mean Sea Level

(MSL) 150 120 0,2

Mean Low Water

Spring (MLWS) 120 90 -0,1 MEAN Low Water

Level (MLWL) 60 30 -0,7

Lowest Water Spring

(LWS) 30 0 -1

Gambar 4.2

Pengikatan Peilschaal

Bacaan Peilschall (cm) Bacaan Alat Theodolite (m)


(11)

4.2 Perhitungan Curah Hujan Kawasan DAS Deli

Perhitungan data curah hujan kawasan bertujuan untuk mengetahui curah hujan yang terjadidi Daerah Aliran Sungai Deli yangdimulai dari hulu sampai hilir (Gambar 4.3).


(12)

Dari perhitungan luas area dengan menggunakan metode Polygon Thiessen yang dibagi menjadi 3 daerah diatas dapat dijelaskan pada berikut (Tabel 4.3).

Tabel 4.3 Luas Areal Pengaruh Stasiun Hujan Daerah Aliran Sungai Deli

No. Nama Stasiun Penakar Curah Hujan Luas Areal

1 Stasiun Belawan 33,8969 Km2 2 Stasiun Pancur Batu 44,4934 Km2 3 Stasiun Patumbak 271,6097 Km2

Luas Total 350 Km2

Sumber hasil perhitungan

Tabel 4.4 Data Curah Hujan Bulanan dan Harian Maksimum Stasiun Belawan

Sumber: Data Sekunder, BMKG Sampali

Tahun Jan

(mm) Feb (mm) Mar (mm) Apr (mm) May (mm) Jun (mm) Jul (mm) Aug (mm) Sep (mm) Oct (mm) Nov (mm) Dec (mm) Harian maksimum (mm)

2003 212 66 24 144 227 88 354 58 171 336 176 215 354 2004 51 47 179 53 80 164 221 114 363 304 230 121 363 2005 68 12 38 51 154 97 122 353 186 339 364 295 364 2006 155 48 110 296 262 438 258 378 253 309 158 548 548 2007 282 54 49 106 84 112 201 200 331 375 553 255 553 2008 22 17 341 101 84 137 427 158 423 431 352 480 480 2009 74 34 108 30 68 48 72 92 87 57 96 36 108 2010 84 18 35 83 49 193 217 125 147 220 232 258 258 2011 132 8 147 169 131 139 132 166 185 266 181 372 372 2012 145 71 162 112 321 38 93 90 207 152 192 108 321


(13)

Tabel 4.5 Data Curah Hujan Bulanan dan Harian Maksimum Stasiun Pancur Batu

Sumber: Data Sekunder, BMKG Sampali

Tabel 4.6 Data Curah Hujan Bulanan dan Harian Maksimum Stasiun Patumbak

Tahun Jan

(mm) Feb (mm) Mar (mm) Apr (mm) May (mm) Jun (mm) Jul (mm) Aug (mm) Sep (mm) Oct (mm) Nov (mm) Dec (mm) Harian Maksimum (mm)

2003 48 95 58 65 53 70 102 81 96 73 68 108 108 2004 82 79 55 73 51 42 39 56 80 64 64 77 82 2005 69 86 63 85 46 96 112 82 53 72 105 88 112 2006 13 20 38 29 38 21 27 20 40 37 30 16 40 2007 109 144 136 161 113 126 91 146 111 106 126 110 161 2008 104 113 101 103 93 105 109 77 86 71 88 107 113 2009 40 39 42 27 50 29 42 45 25 30 34 28 50 2010 57 36 27 46 74 62 77 98 95 65 73 46 98 2011 72 53 55 82 75 29 59 56 43 55 26 21 82 2012 66 80 103 105 69 56 70 82 89 103 46 59 105

Sumber: Data Sekunder, BMKG Sampali

Tahun Jan

(mm) Feb (mm) Mar (mm) Apr (mm) May (mm) Jun (mm) Jul (mm) Aug (mm) Sep (mm) Oct (mm) Nov (mm) Dec (mm) Harian Maksimum (mm)

2003 145 295 115 162 203 228 188 218 235 245 165 153 295 2004 60 53 143 148 120 115 170 130 190 120 75 165 190 2005 475 75 150 125 188 135 105 103 89 115 50 199 475 2006 73 398 95 140 140 294 123 95 160 223 243 210 398 2007 90 100 33 78 150 82 112 115 150 548 283 283 548 2008 163 98 105 165 128 115 83 130 208 155 143 135 208 2009 95 188 387 252 450 232 148 316 358 479 313 190 479 2010 395 13 288 115 169 164 207 158 73 205 481 193 481 2011 114 15 153 93 190 233 224 282 195 486 285 291 486 2012 153 138 136 297 474 83 272 217 257 323 328 195 474


(14)

Kemudian data-data diatas diinput ke dalam rumus metode Polygon Thiessen.

i i n

i R A A

R A R A R A

R 1 1 2 2 3 3 

dimana:

Ri = Curah Hujan Maksimum tiap stasiun (mm) Ai = Luas Area Stasiun (km2)

A = Total Luas Area Stasiun (km2)

Contoh perhitungan :

i i n

i R A A

R A R A R A

R 1 1 2 2 3 3 

R = ( 33.8969x354) + ( 44.4934x295) + ( 271.6097x108)

350

R = ( 11999.5026) + ( 13125.553) + ( 29333.8476)

350

R = 54458.9032

350


(15)

Dengan metode Polygon Thiessen maka didapat rangking daripada curah hujan regional maksimum (Tabel 4.7).

Tabel 4.7 Perhitungan Curah Hujan Regional Harian Maksimum DAS Deli

No. Tahun

Curah Hujan Harian Maksimum

RH max

(mm) (RHmax)

(mm) Belawan

(mm)

Pancur Batu (mm)

Patumbak (mm)

1 2003 354 295 108 155.6

2 2004 363 190 82 122.94

3 2005 364 475 112 182.55

4 2006 548 398 40 134.71

5 2007 553 548 161 248.16

6 2008 480 208 113 160.62

7 2009 108 479 50 110.15

8 2010 258 481 98 162.18

9 2011 372 486 82 161.44

10 2012 321 474 105 172.83


(16)

4.3 Perhitungan Koefisien Pengaliran DAS Deli

Lokasi Studi

Gambar 4.4 Peta Rencana Tata Ruang Kota Medan (BAPPEDA PEMPROVSU,2010)


(17)

Tabel 4.8 Zona Penggunaan Lahan DAS Deli No Zona Penggunaan Lahan Luas Area (ha)

1 Air Danau/ Situ 1,61 2 Air Empang 179,06 3 Air Rawa 3730,23 4 Air Tawar Sungai 950,40 5 Budaya Lainnya 204,41 6 Hutan Rimba 15152,87 7 Pasir/ Bukit Pasir Darat 9,02 8 Pasir/ Bukit Pasir Laut 253,08 9 Perkebunan/ Kebun 15800,61 10 Permukiman & Tempat

Kegiatan 10475,44

11 Sawah 9149,64

12 Semak Belukar/ Alang Alang 8422,29 13 Tegalan/ Ladang 2811,50

Sumber : Analisa data dan peta RBI Medan

Koefisien limpasan merupakan variabel yang paling menentukan debit banjir. Pemilihan harga C yang tepat memerlukan pengalaman hidrologi yang luas. Faktor utama yang memepengaruhi C adalah laju infiltrasi tanah atau persentase lahan kedap air, kemiringan lahan, tanaman penutup tanah, dan intensitas hujan. Koefisien limpasan juga tergantung pada sifat dan kondisi tanah. Laju infiltrasi menurun pada hujan yang terus-menerus dan juga dipengaruhi oleh kondisi kejenuhan air sebelumnya. Faktor lain yang mempengaruhi nilai C yaitu air tanah, derajat kepadatan tanah, porositas tanah dan simpanan depresi (Suripin,2004).


(18)

Tabel 4.9 Nilai Koefisien Pengaliran di DAS Deli No Zona Penggunaan Lahan Koefisien

Limpasan ©

Luasan Area

(ha) C x A 1 Air danau/situ 0,15 1,61 0,2415 2 Air empang 0,15 179,06 26,859 3 Air rawa 0,15 3730,23 559,5345 4 Air tawar sungai 0,15 950,4 142,56 5 Budidaya lainnya 0,2 204,41 40,882 6 Hutan rimba 0,05 15152,87 757,6435 7 Pasir/bukit pasir darat 0,2 9,02 1,804 8 Pasir/bukit pasir laut 0,2 253,08 50,616 9 Perkebunan/kebun 0,4 15800,61 6320,244 10 Permukiman dan tempat kegiatan 0,9 10475,44 9427,896 11 Sawah 0,15 9149,64 1372,446 12 Semak belukar/alang-alang 0,2 8422,29 1684,458 13 Tegalan/ladang 0,2 2811,50 5362,3

Total 91140,16 25747,4845

Sumber: Hasil Perhitungan

Crerat a = ,

, = 0,282517357 = 0,28

Dari hasil perhitungan diatas maka nilai koefisien limpasan 0.28 ini dapat diartikan bahwa air hujan yang turun akan melimpas ke permukaan dan mengalir menuju daerah hilir (Tabel 4.7).Hal ini sesuai dengan pernyataan Kodoatie dan Syarief (2005), yang menyatakan bahwa angka koefisien aliran permukaan itu merupakan salah satu indikator untuk menentukan kondisi fisik suatu DAS. Nilai C berkisar antara 0 - 1. Nilai C = 0 menunjukkan bahwa semua air hujan terinterepsi dan terinfiltrasi ke dalam tanah dan sebaliknya untuk C = 1 menunjukkan bahwa semua air hujan mengalir sebagai aliran permukaan (run off).


(19)

Perubahan tata guna lahan yang terjadi secara langsung mempengaruhi debit puncak yang terjadi pada suatu DAS.

4.4 Perhitungan Frekuensi Curah Hujan Kala Ulang DAS Deli

Penentuan pola distribusi atau sebaran hujan dilakukan dengan menganalisa data curah hujan harian maksimum yang diperoleh dengan menggunakan analisis frekuensi. Untuk menentukan jenis sebaran yang akan digunakan dalam menetapkan periode ulang/returny (analisa frekuensi) maka dicari parameter statistik dari data curah hujan wilayah baik secara normal maupun secara logaritmatik.

Langkah yang ditempuh adalah dengan menggunakan data-data mulai dari terkecil sampai terbesar. Dari hasil analisis diperoleh nilai untuk masing-masing parameter statisik. Untuk menganalisis probabilitas curah hujan biasanya dipakai beberapa macam distribusi yaitu: (A) Distribusi Normal, (B) Log Normal, (C)Log Pearson Type III, (D)Gumbel.

Tabel 4.10 Rangking Curah Hujan Regional Harian Maksimum DAS Deli No. Urut Tahun RHmax

(mm) 1 2007 248,16 2 2005 182,552 3 2012 172,828 4 2010 162,184 5 2011 161,444 6 2008 160,62 7 2003 155,597 8 2006 134,709 9 2004 122,944 10 2009 110,153


(20)

4.4.1 Metode Distribusi Gumbel

Hasil perhitungan curah hujan rata – rata dengan metode distribusi Gumbel dapat dilihat pada Tabel 4.11

Tabel 4.11 Analisa Curah Hujan Rencana dengan Distribusi Gumbel No Curah hujan (mm) Xi (XiX) (Xi X)2

1 248.162 87.042 7576.347 2 182.552 21.432 459.351 3 172.828 11.709 137.093 4 162.184 1.065 1.134 5 161.444 0.325 0.105 6 160.620 -0.499 0.249 7 155.597 -5.522 30.497 8 134.709 -26.410 697.487 9 122.944 -38.176 1457.372 10 110.153 -50.966 2597.524 Jumlah 1611.1193 12957.160

X 161.119

S 37.493 Sumber: Hasil Perhitungan

Dari data-data diatas didapat: X = . = 161.119mm


(21)

Dari tabel 2.4 dan tabel 2.6 untuk n = 10

n

n

Y 0, 4952 S 0,94

 

Untuk periode ulang (T) 2 tahun

TR

Y 0,3668

TR n n

Y Y 0.3668 0.4952

K 0,137

S 0,94

 

  

= X + K. S = 161.119 + (−0.137x37.943) = 155.936mm

Di bawah ini merupakan tabel 4.10 yang berisikan data analisa curah hujan rencana dengan Distribusi Gumbel. Nilai YTR diperoleh dari tabel 2.4 Yn

dari tabel 2.3, dan Sn diperoleh dari tabel 2.5 seperti yang tertera di bawah ini.

Tabel 4.12 Analisa Curah Hujan Rencana dengan Distribusi Gumbel No

Periode ulang (T)

tahun

YTR Yn Sn X S K Curah hujan (XT) 1 2 0,3668 0,4952 0,94 161.119 37.943 -0,137 155.936

2 5 1,5004 0,4952 0,94 161.119 37.943 1,069 201.694

3 10 2,2510 0,4952 0,94 161.119 37.943 1,868 231.992

4 25 2,9709 0,4952 0,94 161.119 37.943 2,877 270.271

5 50 3,9028 0,4952 0,94 161.119 37.943 3,625 298.667

6 100 4,6012 0,4952 0,94 161.119 37.943 4,368 326.858 Sumber: Hasil Perhitungan


(22)

4.4.2 Metode Distribusi Log Pearson Tipe III

Hasil perhitungan curah hujan rata – rata dengan metode distribusi Log Pearson Type III dapat dilihat pada Tabel 4.13.

Tabel 4.13 Analisa Curah Hujan dengan Distribusi Log Pearson III No Curah hujan (mm) Xi Log Xi Log(Xi X) Log(XiX)2 Log(XiX)3

1 248.1615 2.39 0.198 0.039 0.0077

2 182.5518 2.26 0.064 0.004 0.0003

3 172.828 2.24 0.041 0.002 0.0001

4 162.1842 2.21 0.013 0.000 0.0000

5 161.4441 2.21 0.011 0.000 0.0000

6 160.6201 2.21 0.009 0.000 0.0000

7 155.5969 2.19 -0.005 0.000 0.0000

8 134.7093 2.13 -0.068 0.005 -0.0003

9 122.9438 2.09 -0.107 0.012 -0.0012

10 110.1534 2.04 -0.155 0.024 -0.0037

Jumlah 21.97 0.085 0.003

X 2.19707

S 0,097

G 0.418

Sumber: Hasil Perhitungan

Dari data-data diatas didapat: X = . = 2.197mm

Standar deviasi: = ( ) = . = 0.097 Koefisien kemencengan: 0.418 0.097 x 8 x 9 0.003 x 10

G 3

 

3

n 1 i 3 i S 2 N 1 N X Log X Log N G       


(23)

Selanjutnya pada analisa curah hujan rencana dengan distribusi Log Pearson III diperlukan nilai K yang diperoleh dari tabel 2.6seperti yang terdapat pada tabel 4.14 dibawah ini.

Tabel 4.14 Hasil Perhitungan dengan Metode Log Pearson Tipe III No Periode ulang (T)

tahun K

Log X

Log S

Log XT

Curah hujan ( XT) (mm) 1 2 0,116 2.197 0.097 2.208 161.530 2 5 0,857 2.197 0.097 2.208 161.484 3 10 1.183 2.197 0.097 2.312 205.258 4 25 1.488 2.197 0.097 2.342 219.791 5 50 1.663 2.197 0.097 2.359 228.589 6 100 1.806 2.197 0.097 2.373 236.040 Sumber: Hasil Perhitungan

Berikut hasil analisa curah hujan rencana dengan Distribusi Log Person III:

Log X

T

=

T = 2 tahun

Log X2 = 2.197 + (0.116× 0,097)

Log X2 = 2.208

X2 = 161.530 mm

Log X

T

=

T = 5 tahun

Log X2 = 2.197 + (0,857× 0,097)

Log X2 = 2.208

X3 = 161.484 mm

T

LogX (K S)

T


(24)

Log X

T

=

T = 10 tahun

Log X3 = 2.197+ (1.183× 0,097)

Log X3= 2.312

X3 = 205.258 mm

Log X

T

=

T = 25 tahun

Log X4 = 2.197+ (1.488× 0,097)

Log X4= 2.342

X4 = 219.791mm

Log X

T

=

T = 50 tahun

Log X5 = 2.197+ (1.663× 0,097)

Log X5= 2.359

X5 = 228.589 mm

Log X

T

=

T = 100 tahun

Log X6 = 2.197+ (1.806× 0,097)

Log X6= 2.373

X6 = 236.040 mm

T

LogX (K S)

T

LogX (K S)

T

LogX (K S)

T


(25)

4.4.3 Metode Distribusi Normal

Hasil perhitungan curah hujan rata – rata dengan metode distribusi Normal dapat dilihat pada Tabel 4.15.

Tabel 4.15 Analisa Curah Hujan Metode Distribusi Normal

Sumber: Hasil Perhitungan

Dari data-data diatas didapat: 161.119mm 10

1611.19 X 

Standar deviasi:

1 10

160 . 12957

 37.943

No Curah hujan (mm) Xi

1 248.162 87.042 7576.347 2 182.552 21.432 459.351 3 172.828 11.709 137.093 4 162.184 1.065 1.134 5 161.444 0.325 0.105 6 160.620 -0.499 0.249 7 155.597 -5.522 30.497 8 134.709 -26.410 697.487 9 122.944 -38.176 1457.372 10 110.153 -50.966 2597.524 Jumlah 1611.19 12957.160

X 161.119

S 37.943

i

(X X) (XiX)2

1 n

X) (X S

2 i

  


(26)

Selanjutnya pada analisa curah hujan rencana dengan distribusi normal diperlukan nilai KT (variabel reduksi) yang diperoleh dari tabel 2.1 untuk menentukan analisa curah hujan rencana dengan Distribusi Normal seperti pada tabel 4.16 dibawah ini.

Tabel 4.16 Analisa Curah Hujan Metode Distribusi Normal

No Periode ulang (T) tahun

KT (X) S Curah Hujan (XT)

(mm) 1 2 0,00 161.119 37.943 161.119 2 5 0,84 161.119 37.943 192.992 3 10 1,28 161.119 37.943 209.687 4 25 1,71 161.119 37.943 223.346 5 50 2,05 161.119 37.943 238.903 6 100 2,33 161.119 37.943 249.527 Sumber: Hasil Perhitungan

Berikut hasil analisa curah hujan rencana dengan Distribusi Normal:

 Untuk periode ulang (T) 2 tahun

XT X(KTS)

= 161.119+ (0 x 37.943) =161.119mm

 Untuk periode ulang (T) 5 tahun

XT X(KTS)


(27)

4.4.4 Metode Distribusi Log Normal

Hasil perhitungan curah hujan rata – rata dengan metode distribusi Log Normal dapat dilihat pada Tabel 4.17.

Tabel 4.17 AnalisaCurah Hujan dengan Metode Distribusi Log Normal No Curah hujan (mm) Xi Log Xi 2

i

(Log X Log X)

1 248.1615 2.395 7576.347 0.039

2 182.5518 2.261 459.351 0.004

3 172.828 2.238 137.093 0.002

4 162.1842 2.210 1.134 0.000

5 161.4441 2.208 0.105 0.000

6 160.6201 2.206 0.249 0.000

7 155.5969 2.192 30.497 0.000

8 134.7093 2.129 697.487 0.005

9 122.9438 2.090 1457.372 0.012

10 110.1534 2.042 2597.524 0.024

Jumlah 1611.19 21.971 12957.160 0.085

X 161.119

S 37.943

Sumber: Hasil Perhitungan

Dari data-data diatas didapat : 161.119mm 10

1611.19 X 

Standar deviasi :

1 10 160 . 12957 

 37.943

Tabel 4.18 Analisa Curah Hujan dengan Metode Distribusi Log Normal No Periode ulang

(T) tahun KT LogX Log S Log XT

Curah hujan ( XT) (mm)

1 2 0 2.197 0.097 2.197 157.423

2 5 0,84 2.197 0.097 2.279 190.059

3 10 1,24 2.197 0.097 2.322 209.773

4 25 1,71 2.197 0.097 2.363 230.925

5 50 2,05 2.197 0.097 2.397 249.318 6 100 2,33 2.197 0.097 2.424 265.477 Sumber: Hasil Perhitungan

(XiX)2

1 n X) (X S 2 i   


(28)

Berikut adalah hasil analisa curah hujan rencana dengan Distribusi Log Normal:

Log X

T

=

T = 2 tahun

Log X2 = 2.197+ (0 × 0.097)

Log X2 = 2.197

X2 = 157.423 mm

Log X

T

=

T = 5 tahun

Log X2 = 2.197+ (0,84 × 0.097)

Log X2 = 2.279

X2 = 190.059 mm

Log X

T

=

T = 10 tahun

Log X2 = 2.197+ (1,24 × 0.097)

Log X2 = 2.322

X2 = 209.773 mm

Log X

T

=

T = 25 tahun

Log X2 = 2.197+ (1,71 × 0.097)

Log X2 = 2.363

X2 = 230.925 mm

Log X

T

=

T = 50 tahun

Log X2 = 2.197+ (2,05× 0.097)

Log X2 = 2.397

X2= 249.318 mm

T

LogX (K S)

T

LogX (K S)

T

LogX (K S)

T

LogX (K S)

T


(29)

0 50 100 150 200 250 300 350 400

0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100

norm al log normal log pearson gumbel

Log X

T

=

T = 100 tahun

Log X2 = 2.197+ (2,33× 0.097)

Log X2 = 2.424

X2 = 265.477mm

Hasil resume perhitungan frekuensi curah hujan kala ulang Das Deli dapat di lihat pada Tabel 4.19.

Tabel 4.19 Resume Perhitungan Frekuensi Curah Hujan Kala Ulang DAS Deli

PERIODE ULANG (Tahun) CURAH HUJAN NORMAL (mm) LOG NORMAL (mm) LOG PEARSON T III (mm) GUMBEL (mm)

100 249.527 265.477 236.040 326.858 50 238.903 249.318 228.589 298.667 25 223.346 230.925 219.791 270.271 15 214.240 218.415 210.008 241.679 10 209.687 209.773 205.258 231.992 5 192.992 190.059 161.484 201.694 2 161.119 157.423 161.530 155.936

Sumber: Hasil Perhitungan

Grafik resume frekuensi curah hujan kala ulang DAS Deli dapat dilihat pada Gambar 4.5.

Gambar 4.5 Grafik Resume Frekuensi Curah Hujan Kala Ulang DAS Deli

Sumber: Hasil Perhitungan T


(30)

Dari grafik dan perhitungan di atas maka dapat disimpulkan bahwa untuk menghitung curah hujan kala ulang digunakan Metode Gumbel karena memiliki curah hujan yang maksimum. Agar data tersebut dapat digunakan maka, perlu di uji kecocokannya dengan menggunakan Metode Smirnov-Kolmogorof.

4.5 Analisa Hidrologi

4.5.1 Analisa Frekuensi Curah Hujan

Frekuensi hujan adalah besarnya kemungkinan suatu besaran hujan disamai atau dilampaui.Analisa frekuensi diperlukan seri data hujan yang diperoleh dari penakar hujan, baik yang manual maupun otomatis. Analisa frekuensi ini didasarkan pada sifat statistik data kejadian yang telah lalu untuk memperoleh probabilitas besaran hujan di masa yang akan datang. Dengan anggapan bahwa sifat statistik kejadian hujan yang akan datang masih sama dengan sifat statistik kejadian hujan masa lalu. Analisa frekuensi curah hujan diperlukan untuk menentukan jenis sebaran (distribusi).Berikut analisa frekuensi curah hujan pada tabel 4.20.

Tabel 4.20 Analisa Frekuensi Curah Hujan No. Xi

1 248.162 87.042 7576.347 659461.965 57401027.957 2 182.552 21.432 459.351 9845.029 211003.353 3 172.828 11.709 137.093 1605.181 18794.551 4 162.184 1.065 1.134 1.208 1.286 5 161.444 0.325 0.105 0.034 0.011 6 160.620 -0.499 0.249 -0.124 0.062 7 155.597 -5.522 30.497 -168.420 930.087 8 134.709 -26.410 697.487 -18420.626 486488.412 9 122.944 -38.176 1457.372 -55635.975 2123933.625 10 110.153 -50.966 2597.524 -132385.156 6747129.658 Total 1611.193 12957.160 464303.116 66989309.001 23339954,065 Rata-rata 161.1193

Sumber: Hasil Perhitungan x

xi  (xi x)2 3

)


(31)

Dari hasil perhitungan diatas selanjutnya ditentukan jenis sebaran yang sesuai, dalam penentuan jenis sebaran diperlukan faktor-faktor sebagai berikut: 1. Koefesien Kemencengan (Cs)

3 n 1 i 3 i s S 2) (n 1) (n X X n C    

 1.181 37.943 x 8 x 9 01 66989309.0 x 10

Cs3

2. Koefesien Kurtosis (Ck)

4 n 1 i 4 i 2 k S 3) -(n 2) (n 1) (n X X n C    

 6.413 37.943 x 7 x 8 x 9 65 23339954.0 x 10 C 4 2

s  

3. Koefesien Variasi (Cv)

0.235 161.119

37.943 Cv  

4.5.2 Jenis Distribusi

Untuk menentukan jenis sebaran yang akan digunakan, maka parameter statistik data curah hujan wilayah diperiksa terhadap beberapa jenis sebaran sebagai berikut :

1. Distribusi Gumbel 2. Distribusi Log Normal 3. Distribusi Log Pearson III 4. Distribusi Normal

X S Cv


(32)

Berikut ini adalah tabel 4.21 yaitu perbandingan syarat-syarat distribusi dan hasil perhitungan analisa frekuensi hujan.

Tabel 4.21 Uji parameter statistik untuk menentukanjenis sebaran

Jenis Sebaran Syarat Hasil Perhitungan Perbandingan

Cs Ck Cs Ck Cs Ck

Normal (Gauss) 0 3 1.181 6.413 Tidak Memenuhi Tidak Memenuhi

Log Normal 0,763 3 1.181 6.413 Tidak Memenuhi Tidak Memenuhi

Log Pearson III ≠ 0 ≠ 0 1.181 6.413 Memenuhi Memenuhi

Gumbel < 1,139 <5,4002 1.181 6.413 Tidak Memenuhi Tidak Memenuhi

Sumber: Bambang Triadmojo, 2008: 250

Berdasarkan tabel 4.21, maka distribusi Log Pearson III dapat digunakan sebagai metode perhitungan curah hujan rancangan.Berdasarkan analisis frekuensi yang dilakukan pada data curah hujan harian maksimum diperoleh bahwa jenis distribusi yang paling cocok dengan sebaran data curah hujan harian maksimum di daerah aliran air adalah distribusi Log Pearson III.

4.5.3 Uji Sebaran Smirnov-Kolmogorov

Uji kecocokan Smirnov-Kolmogorov sering juga disebut uji kecocokan non parametrik (non parametric test), karena pengujiannya tidak menggunakan fungsi distribusi tertentu.Adapun hasil perhitungan uji Smirnov-Kolmogorov dapat dilihat pada tabel 4.22 berikut ini:


(33)

No Tahun Curah Hujan (mm)

Xi

M P(X) m N 1

 P ( X ) X

X X k

S

 P '(X) m

N 1

 P '( X ) D  P ( X  ) P '(X )

1 2011 248.162 1 0,091 0,909 2.399 0,111 0,889 0,020

2 2003 182.552 2 0,182 0,818 1.214 0,222 0,778 0,040

3 2007 172.828 3 0,273 0,727 1.038 0,333 0,667 0,061

4 2010 162.184 4 0,364 0,636 0.846 0,444 0,556 0,081 5 2008 161.444 5 0,455 0,545 0.832 0,556 0,444 0,101

6 2005 160.620 6 0,545 0,455 0.817 0,667 0,333 0,121 7 2004 155.597 7 0,636 0,364 0.726 0,778 0,222 0,141

8 2009 134.709 8 0,727 0,273 0.349 0,889 0,111 0,162 9 2006 122.944 9 0,818 0,182 0.136 1,000 0,000 0,182 10 2012 110.153 10 0,909 0,091 -0.095 1,111 -0,111 0,202


(34)

Dmax = 0,202

Dari table 4.23 kritis Smirnov-Kolmogorov didapat Dcr (0,05) = 0,41 Dmax < Dcr

0,202 < 0,41 (memenuhi syarat)

Tabel 4.23 Nilai D kritis untuk Uji Keselarasan Smirnov-Kolmogorov Jumlah

data α derajat kepercayaan N 0,2 0,1 0,05 0,01

5 0,45 0,51 0,56 0,67 10 0,32 0,37 0,41 0,49 15 0,27 0,3 0,34 0,4 20 0,23 0,26 0,29 0,36 25 0,21 0,24 0,27 0,32 30 0,19 0,22 0,24 0,29 35 0,18 0,2 0,23 0,27 40 0,17 0,19 0,21 0,25 45 0,16 0,18 0,2 0,24 50 0,15 0,17 0,19 0,23 n>50 1,07/n 1,22/n 1,36/n 1,63/n


(35)

4.6 Perhitungan Intensitas Hujan Jam-jaman

Waktu yang diperlukan oleh hujan yang jatuh untuk mengalir dari titik terjauh sampai ketempat keluarnya (titik control) disebut dengan waktu konsentrasi suatu daerah aliran dimana setelah tanah menjadi jenuh dan tekanan kecil terpenuhi. Dalam hal ini diasumsikan bahwa jika durasi hujan sama dengan waktu konsentrasi maka setiap bagian daerah aliran secara serentak telah menyumbangkan aliran terhadap titik control.

Intensitas hujan adalah tinggi atau kedalaman air hujan persatuan waktu. Sifat umum hujan adalah semakin singkat hujan berlangsung, intensitasnya cendrung makin tinggi dan makin besarperiode ulangnya makin jauh pula intensitasnya.

Hubungan antara intensitas hujan, lamanya hujan dan frekuensi hujan biasanya dinyatakan dalam lengkung Intensitas Durasi Frekuensi (IDF) yaitu

intensity, duration, frequency Cureve. Diperlukan data hujan jangka pendek misalnya 5 menit, 10 menit, 30 menit, 60 menit dan jam-jaman untuk membentuk lengkung IDF. Data hujan jenis ini hanya dapat diperoleh dari stasiun penangkar otomatis, selanjutnya berdasarkan hujan jangka pendek tersebut lengkung IDF dapat dibuat. Berikut ini adalah contoh perhitungan untuk intensitas curah hujan.

Intensitas Curah Hujan 10 tahun:

I = R

24 (

24

t )

/

I = 161,381

24 (

24


(36)

R24 = perhitungan Frekuensi Curah Hujan ( Tabel 4.18 )

Tc = Nilai waktu konsentrasi hujan dalam satuan Jam

Untuk curah hujan rencana yang diperkirakan untuk 10 tahunan, sehingga didapatlah analisa perhitungan intensitas dan waktu konsentrasi pada tabel 4.24 berikut ini.

Tabel 4.24 Perhitungan Analisa Intensitas Curah Hujan

No T t I (mm/jam)

(menit) (jam) R5 R10 R25 R50 R100

1 5 0,083 365.132 419.981 489.277 540.684 591.719

2 10 0,167 230.180 264.757 308.441 340.849 373.021

3 20 0,333 145.042 166.830 194.357 214.778 235.050

4 30 0,500 110.711 127.341 148.352 163.939 179.413

5 40 0,667 91.404 105.135 122.481 135.350 148.126

6 50 0,833 78.786 90.621 105.573 116.666 127.678

7 60 1,000 69.776 80.257 93.499 103.323 113.076

8 70 1,167 62.966 72.425 84.375 93.240 102.041

9 80 1,333 57.610 66.265 77.198 85.309 93.361

10 90 1,500 53.263 61.264 71.373 78.872 86.316

11 100 1,667 49.655 57.114 66.538 73.529 80.469

12 110 1,833 46.600 53.601 62.445 69.005 75.519

13 120 2,000 43.976 50.582 58.928 65.120 71.266

14 130 2,167 41.693 47.956 55.868 61.738 67.566

15 140 2,333 39.686 45.647 53.179 58.766 64.313

16 150 2,500 37.903 43.597 50.790 56.127 61.424

17 160 2,667 36.309 36.309 48.654 53.766 58.841

18 170 2,833 34.872 34.872 46.728 51.638 56.512

19 180 3,000 33.569 38.612 44.983 49.709 54.401


(37)

4.7 Debit Banjir Rancangan Metode Hidrograf Satuan Sintetik NakayasuSungai Deli

Berdasarkan Peraturan Daerah Provinsi Sumatera Utara No. 5 Tahun 1995 tentang garis sempadan sungai yang juga merupakan penjabaran dari Peraturan Pemerintah No.35 Tahun 1991 dan Peraturan Menteri No. 63 tahun 1993, ketentuan batas-batas daerah sempadan sungai adalah seperti pada (Gambar 4.5).

Bunyi Peraturan Pemerintah No. 35 Tahun 1991, sebagai berikut :

a) Bahwa sungai sebagai sumber air sangat penting fungsinya dalam pemenuhankebutuhan masyarakat dan meningkatkan pembangunan nasional;

b) bahwa sehubungan dengan hal tersebut dan sebagai pelaksanaan ketentuan Undang - undang Nomor 11 Tahun 1974 tentang Pengairan,dalam rangka pemanfaatan dan pelestarian sungai dipandang perlu melakukan pengaturan mengenai sungai yang meliputi perlindungan, pengembangan, penggunaan dan pengendalian sungai dengan Peraturan Pemerintah;

Bunyi Peraturan Menteri No. 63 tahun 1993, sebagai berikut :

a) Bahwa sebagai salah satu sumber air mempunyai fungsi yang sangat penting bagi kehidupan dan penghidupan masyarakat, perlu dijaga kelestarian dan kelangsungan fungsinya dengan mengamankan daerah sekitarnya.

b) Bahwa berdasarkan pasal 4, pasal 5 dan pasal 6 Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 1991 tentang Sungai, dalam rangka penguasaan Menteri yang bertanggungjawab di bidang pengairan diberi wewenang untuk mengatur lebih lanjut hal-hal yangmenyangkut penetapan garis sempadan sungai, pengelolaan dan pemanfaatan lahanpada daerah manfaat sungai, penguasaan sungai dan bekas sungai.

c) Bahwa sehubungan dengan hal tersebut dan pelaksanaan Peraturan PemerintahNomor 35 Taun 1991 perlu ditetapkan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum TentangGaris Sempadan Sungai, Daerah Manfaat Sungai, Daerah Penguasaan Sungai danBekas Sungai.


(38)

(39)

4.7.1 Hidrograf Satuan Nakayasu

Hidrograf satuan sintetis (HSS) Nakayasu adalah metode yang berasal dari Jepang. Adapun parameter yang dibutuhkan dalam menghitung HSS Nakayasu dapat dilihat pada tabel 4.25 berikut ini :

Tabel 4.25 Parameter Untuk Menghitung HSS Nakayasu Parameter Nilai Satuan Keterangan Luas DAS (A) 350 km2 Dari BWS Panjang Sungai (L) 55 Km Dari BWS Koefisien Pengaliran (C) 0,28 - Untuk pengaliran biasa

Hujan Satuan (Ro) 1 mm Curah hujan spesifik

Sumber: Perhitungan dan alnalisa data

Tabel 4.26 Hujan Efektif Daerah Pengaliran t (Jam) Hujan (mm/jam)

1 113,076

2 71,266

3 54,401

Sumber: Perhitungan intensitas hujan jam-jaman

Dari parameter-parameter diatas selanjutnya kita akan menhitung hidrograf satuan dengan contoh perhitungan kala ulang 100 tahun sebagai berikut :

1.Menghitung waktu konsentrasi hujan

Untuk panjang sungai L > 15 km maka, tg = 0,40 + 0,058.L tg = 0,40 + 0,058(55) = 3,59 jam


(40)

ambil tr = 0,75tg maka, tr = 0,75(3,59) = 2,693 jam

2.Menghitung waktu (time lag) dari permulaan hujan sampai puncak banjir Tp = tg+0,8tr = 3,59+0,8(2,693) = 5,744 jam

3. Menghitung waktu penurunan debit Ambil nilai

= 2, untuk pengaliran biasa T0,3 =

tg = 2 x 3,59 = 7,18 jam

4. Menghitung debit maksimum

5. Menghitung kurva naik dan kurva turun hidrograf a. Kurva naik

1. , maka

Rumus kurva naik maka,

( Persamaan kurva naik)

3

c.A.Ro 0, 28(350)(1)

Qp = = = 3, 058 m / det

3, 6(0, 3T + Tp ) 3, 6[(0, 3)(5, 744) + (7,18)] 0,3

0t < Tp

Tp t < 5, 744

2,4 Q = Q .(t / T )t p p

2,4 Q = 3, 0576.(t / 5, 744)t


(41)

b. Kurva turun

1.Kurva turun pertama , maka

Rumus kurva turun maka, (Persamaan kurva turun 1) 2.Kurva turun kedua

, maka

Rumus kurva turun maka,

(Persamaan kurva turun 2) 3.Kurva turun ketiga

, maka

Rumus kurva turun maka,

(Persamaan kurva turun 3) Tp t < (T + Tp )

0,3

Tp t < 12, 924

t-Tp T

0,3 Q 1 = Qp.0,3t

7,18 t-5,744 Q 1 = 3, 058.0, 3t

0,3 ( 0,3 1,5 0,3)

p p

TT  t TTT

12,924 t 23, 694

0 ,3 0 ,3 (0,5 ) 1,5 2 .0,3 p

t T T

T t Q Qp    t-[5,744+(0,5(7,18)] 1,5(7,18) Q 2 = 3, 058(0, 3)t

0,3 0,3

( p 1, 5 )

tTTT

23, 694 t 0 ,3 0,3 (1,5 ) 1,5 3 .0,3 p

t T T

T t Q Qp    t-(5,744)+[1,5(7,18)] 1,5(7,18) Q 3 = 3, 058(0,3)t


(42)

Kemudian hasil perhitungan hidrograf satuan sintetik nakayasu dapat dilihat pada tabel 4.27 berikut ini:

Tabel 4.27 Tabel Hasil Perhitungan HSS Nakayasu

Waktu (Jam)

Debit hidrograf

(m3/det)

Debit Total (m3/det)

Q5 Q10 Q25 Q50 Q100 0 0,000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 1 0,046 3.259 3.742 4.352 4.804 5.254 2 0,243 19.229 32.046 37.294 41.187 31.011 3 0,643 95.402 109.636 127.620 140.961 154.205 4 1,283 190.287 218.679 254.548 281.159 307.576 5 2,192 325.082 373.586 434.865 480.325 525.456 5,744 3,058 453.502 521.167 606.654 670.073 733.032 6 2,929 434.447 499.268 581.163 641.917 702.231 7 2,477 367.377 422.192 491.444 542.818 593.821 8 2,095 310.662 357.014 415.575 459.018 502.147 9 1,771 262.702 301.898 351.419 388.156 424.626 10 1,498 222.146 255.292 297.167 328.232 359.073 11 1,267 187.852 215.880 251.291 277.560 303.639 12 1,071 158.851 182.553 212.497 234.711 256.764 12,924 0,917 136.051 156.350 181.996 201.022 219.909 13 0,910 134.900 155.027 180.456 199.321 218.049 14 0,813 120.632 138.631 161.370 178.239 194.987 15 0,727 107.873 123.968 144.302 159.388 174.363 16 0,650 96.463 110.856 129.040 142.529 155.921 17 0,582 86.261 99.131 115.392 127.454 139.430 18 0,520 77.137 88.646 103.187 113.974 124.683 19 0,465 68.978 79.270 92.273 101.919 111.495 20 0,416 61.683 70.886 82.514 91.139 99.703 21 0,372 55.159 63.389 73.786 81.500 89.157 22 0,333 49.325 56.684 65.982 72.880 79.728 23 0,297 44.108 50.689 59.003 65.172 71.295 23,694 0,275 40.820 46.905 54.599 60.313 65.973 24 0,119 17.676 20.313 23.645 26.117 28.571


(43)

Gambar 4.7 Grafik Debit Hidrograf Satuan Sintetik Nakayasu

0.000 0.500 1.000 1.500 2.000 2.500 3.000 3.500

0 5 10 15 20 25 30

Debit Hidrograf

Debit Hidrograf

Q (m3/detik)


(44)

Gambar 4.8 Grafik Debit Banjir dengan Metode Nakayasu

0 100 200 300 400 500 600 700 800

0 5 10 15 20 25 30

Q 5 Q 10 Q 25 Q 50 Q 100


(45)

4.8 Debit Banjir DAS Sungai Deli

Untuk menganalisa tinggi muka air banjir, maka sebelumnya perlu diperhitungkan debit banjir sungai yang berasal dari hulu yang mengalir ke muara Sungai Deli. Debit banjir diperhitungkan menurut periode kala ulang, Q25, Q50 dan

Q100 tahun. Pada perhitungan debit banjir digunakan dengan metode HSS

Nakayasu, dikarenakan untuk perhitungan tinggi muka air banjir menggunakan

HEC-RAS dibutuhkan data debit dengan waktu jam-jaman.

Tabel 4.28 Debit Banjir HSS Nakayasu DAS Sungai Deli Log Pearson III

Sumber: Hasil Perhitungan

Hilir

Jam Debit Q 5 Q 10 Q 25 Q 50 Q 100 0 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 1 0.046 3.259 3.742 4.352 4.804 5.254 2 0.243 19.229 32.046 37.294 41.187 31.011 3 0.643 95.402 109.636 127.620 140.961 154.205 4 1.283 190.287 218.679 254.548 281.159 307.576 5 2.192 325.082 373.586 434.865 480.325 525.456 6 3.058 453.502 521.167 606.654 670.073 733.032 7 2.929 434.447 499.268 581.163 641.917 702.231 8 2.477 367.377 422.192 491.444 542.818 593.821 9 2.095 310.662 357.014 415.575 459.018 502.147 10 1.771 262.702 301.898 351.419 388.156 424.626 11 1.498 222.146 255.292 297.167 328.232 359.073 12 1.267 187.852 215.880 251.291 277.560 303.639 13 1.071 158.851 182.553 212.497 234.711 256.764 14 0.917 136.051 156.350 181.996 201.022 219.909 15 0.910 134.900 155.027 180.456 199.321 218.049 16 0.813 120.632 138.631 161.370 178.239 194.987 17 0.727 107.873 123.968 144.302 159.388 174.363 18 0.650 96.463 110.856 129.040 142.529 155.921 19 0.582 86.261 99.131 115.392 127.454 139.430 20 0.520 77.137 88.646 103.187 113.974 124.683 21 0.465 68.978 79.270 92.273 101.919 111.495 22 0.416 61.683 70.886 82.514 91.139 99.703 23 0.372 55.159 63.389 73.786 81.500 89.157 24 0.333 49.325 56.684 65.982 72.880 79.728


(46)

Debit banjir diambil dengan kombinasi HSS Nakayasu dengan Log Pearson III dikarenakan debit banjir dengan kombinasi tersebut berada diantara debit banjir maksimum dan debit banjir minimum, jadi diambil data debit banjir kombinasi HSS Nakayasu dengan Log Pearson III.

4.8.1 Tinggi Pasang Surut Muara Deli

Perhitungan tinggi pasang surut di Muara Sungai Deli dilakukan dengan metode admiralty pada Analisa Hidrometri. Hasil perhitungan digunakan untuk mengetahui ketinggian elevasi pasang tertinggi yang terjadi di muara Sungai Deli. Adapun hasil tinggi pasang surut di muara Sungai Deli akan ditampilkan pada Tabel 4.29

Tabel 4.29 Elevasi Pasang Surut Muara Sungai Deli

Dari hasil perhitungan pasang tertinggi yang terjadi di muara Sungai Deli berada pada bacaan 270 cm = 2.7 m dari dasar peilschall. Hasil pengukuran dengan alat theodolite menunjukan elevasi pada daratan berada pada 1.2 m yang

Elevasi

Bacaan Pelischall (cm)

Beda Tinggi (m)

Elevasi Kedaratan (m) Highest Water Spring

(HWS) 270 240 1,44

Mean High Water

Spring (MHWS) 230 200 1,0 Mean High Water

Level (MHWL) 180 150 0,5 Mean Sea Level

(MSL) 150 120 0,2

Mean Low Water

Spring (MLWS) 120 90 -0,1 MEAN Low Water

Level (MLWL) 60 30 -0,7

Lowest Water Spring


(47)

menunjukan bacaan 250 cm = 2.5 m pada peilschall, berarti ketinggian pasang tertinggi dari daratan 1.4 m.

4.8.2 Pengukuran Penampang Muara Sungai Deli

Penampang memanjang dan melintang muara Sungai Deli dilakukan dengan menggunakan alat echosounder. Pengukuran dilakukan untuk mengetahui kedalaman eksisting muara Sungai Deli baik itu kedalaman pada penampang memanjang maupun melintang. Pengukuran memanjang muara sungai dilakukan dengan jarak antar tampang per 100 meter dan penampang melintang dengan jarak antar tampang per 25-60 meter. Adapun hasil pengukuran dapat dilihat pada (Gambar4.9)


(48)

(49)

Gambar 4.10 Penampang Memanjang Maksimum Q100 Muara Sungai Deli Elevasi Muka Air Banjir Setinggi 3 m


(50)

Gambar 4.11 Penampang Melintang Maksimum Q100 Muara Sungai Deli Tinggi Banjir 1.8 m dari elevasi jalan


(51)

4.8.3 Tinggi Muka Air Banjir Muara Sungai Deli Dengan HEC-RAS

HEC-RAS merupakan suatu perangkat program lunak (Software) yang dapat menganalisa tinggi muka air banjir. Dalam menganalisa diperlukan data-data seperti debit banjir, penampang melintang dan memanjang sungai serta elevasi kedalaman eksisting sungai. Adapun hasil perhitungan tinggi muka air banjir di Muara Sungai Deli dengan debit banjir Q100 tahun akan ditampilkan

pada Gambar 4.12


(52)

Gambar 4.13 Kondisi Banjir Penampang Muara Deli dengan Q100 tahun

Dari Gambar 4.13 dapat dilihat ketinggian elevasi pada daratan 1.2 meter sedangkan elevasi banjir mencapai 3 meter. Sehingga ketinggian banjir pada muara Sungai Deli mencapai 1,8 meter.

Gambar 4.14 Kondisi Banjir Penampang Muara Deli dengan Q50 tahun

Tinggi Muka Air Banjir


(53)

Dari Gambar 4.14 dapat dilihat ketinggian elevasi pada daratan 1.2 meter sedangkan elevasi banjir mencapai 2,7 meter. Sehingga ketinggian banjir pada muara Sungai Deli mencapai 1,5 meter.

Gambar 4.15 Kondisi Banjir Penampang Muara Deli dengan Q25 tahun

Dari Gambar 4.15 dapat dilihat ketinggian elevasi pada daratan 1.2 meter sedangkan elevasi banjir mencapai 1.6 meter. Sehingga ketinggian banjir pada muara Sungai Deli mencapai 0.4 meter.

Berdasarkan analisa HEC-RAS dengan debit banjir periode ulang Q25, Q50

dan Q100 tahun dengan analisa pasang tertinggi di muara Sungai Deli, maka

diperoleh elevasi muka air banjir dan tinggi banjir.


(54)

Tabel 4.30 Resume Tinggi Banjir ROB DAS Sungai Deli dengan Debit Banjir Periode Kala Ulang

Debit Banjir Periode Ulang

Elevasi Muka Air Banjir (+)

H1 (m)

Elevasi Jalan (+) H2 (m)

Tinggi Banjir h (m)

Q25 1.6 1.2 0.4

Q50 2.7 1.2 1.5

Q100 3 1.2 1.8

Keterangan: Elevasi jalan diambil rata-rata dari hasil pengukuran +1.2 meter.

4.9. Analisa Daerah Genangan Banjir ROB Muara Sungai Deli

Dari hasil analisa dengan menggunakan software hecrass diperoleh daerah genangan banjir menerut periode kala ulangnya.Luas daerah genangan banjir dapat dihitung dengan menggunakan bantuan software autocad. Adapun hasil analisa luas daerah genangan banjir menurut periode kala ulangnya ditampilkan sebagaiberikut:

1. Untuk periode kala ulang Q25 adalah 1.200.970,19 m2 2. Untuk periode kala ulang Q50 adalah 8.988.025,22 m2 3. Untuk periode kala ulang Q100 adalah 9.463.059,968 m2


(55)

97

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil perhitungan dan analisis didapat kesimpulan sebagai berikut:

1. Pengaruh debit banjir terhadap pasang surut dimuara Sungai Deli dapat meningkatkan elevasi muka air dan menimbulkan daerah genangan banjir ROB disekitar daerah muara Sungai Deli.

2. Dengan menggunakan metode Hidrograf satuan sintetik nakayasu didapat debit banjir dimuara sungai deli menurut periode ulang yaitu:

 Periode Ulang Q25debit banjir maksimum = 606,654 m3/det  Periode Ulang Q50debit banjir maksimum = 670,073 m3/det  Periode Ulang Q100debit banjir maksimum =733,032 m3/det 3. Dengan menggunakan Software HEC-RAS diperoleh tinggi muka air

banjir ROB dan daerah genangan banjir adalah;  Periode Ulang Q25 = 0,4 m

 Periode Ulang Q50 = 1,5 m  Periode Ulang Q100 = 1,8 m 4. Luas genangan banjir ROB adalah

 Periode Ulang Q25 = 1.200.970,19 m2  Periode Ulang Q50 = 8.988.025,22 m2  Periode Ulang Q100 = 9.463.059,968 m2


(56)

5.2 Saran

Dari beberapa kesimpulan diatas dapat dikemukakan saran-saran sebagai berikut:

1. Perlu dilakukan normalisasi dipenampang Sungai Deli terutama dibagian tengah dan hilir (muara) sungai.

2. Perlu direncanakan suatu program ataupun metode yang memberikan informasi mengenai mitigasi banjir ROB yang bertujuan untuk mengurangi kerugian terhadap masyarakat disekitar muara Sungai Deli.

3. Perlu direncanakannya studi lebih lanjut mengenai penanganan masalah banjir ROB (pasang) di muara Sungai Deli dengan menggunakan data-data yang terbaru.


(57)

4

2.1 Hidrologi

Air di bumi ini mengulangi terus menerus sirkulasi – penguapan, presipitasi dan pengaliran keluar (outflow). Air menguap ke udara dari permukaan tanah dan laut, berubah menjadi awan sesudah melalui beberapa proses dan kemudian jatuh sebagai hujan atau salju ke permukaan laut atau daratan. Sebelum tiba ke permukaan bumi sebagian langsung menguap ke udara dan sebagian tiba ke permukaan bumi. Tidak semua bagian hujan yang jatuh ke permukaan bumi mencapai permukaan tanah. Sebagian akan tertahan oleh tumbuh-tumbuhan di mana sebagian akan menguap dan sebagian lagi akan jatuh atau mengalir melalui dahan-dahan ke permukaan tanah. Gambar 2.1 berikut merupakan gambar siklus hidrologi.

Gambar 2.1 Siklus Hidrologi. ( Sumber: Limantara, Lily Montarcih. 2010.


(58)

2.2 Banjir ROB

Banjir ROB adalah nama lain dari banjir air laut. Lebih tepatnya adalah jenis banjir yang diakibatkan pasang surutnya air laut. Wilayah yang tergenang air laut ini adalah mean sea level atau permukaan yang jauh lebih rendah dari titik laut. Sama seperti banjir lainnya, banjir Rob ini juga membahayakan pemukiman manusia.

Penyebab Terjadinya Banjir ROB antara lain:

1. Penyebab utama Banjir ROB adalah Gravitasi, baik itu gravitasi bulan atau matahari atas Bumi. Gravitasi ini mempegaruhi tinggi dan rendahnya kenaikan air lautan.

2. Banjir ROB disebabkan kapasitas air di lautan bertambah dalam jumlah massif oleh karena mencairnya es.

3. Penyebab selanjutnya adalah karena terjadi penurunan pada permukaan tanah. Hal ini bisa dipicu dua hal yakni tidak kuatnya tanah menopang bagunan yang berdiri di atasnya dan juga karena penggunaan air tanah yang terlalu banyak dan menciptakan ruang kosong dalam tanah.

4. Penyebab selanjutnya adalah karean tekanan udara di wilayah pantai cukup rendah. Hal ini, dalam kondisi tertentu, bisa membuat air laut menyembul.

5. Banjir ROB juga bisa terjadi karena adanya sejumlah fenomena seperti air laut yang saling berinteraksi, bada tropis atau juga swell atau gelombang yang muncul dari jarak yang jauh.


(59)

6. Tambahan penyebab lain datang dari aktivis LSM, mereka berpendapat rusaknya vegetasi di kawasan leuser turut menjadi penyebab terjadinya Banjir Rob.

Dampak Banjir ROB antara lain :

1. Banjir karena pasang air laut (ROB) ini telah memberikan dampak negatif terhadap kawasan permukiman pesisir. Selain merubah lingkungan, banjir Rob juga memberi tekanan batin pada masyarakat.

2. Banjir ROB bisa merusak infrastruktur di lingkungan masyarakat. Misalnya saja kayu yang cepat lapuk karena terus-menerus tergenang air. 3. Banjir akibat pasang air laut (ROB) juga berdampak pada rusaknya sarana

dan prasarana lingkungan seperti air bersih. Air laut akan bercampur dengan air tawar. Hal ini akan membuat masyarakat kesulitan mendapat air bersih.

4. Banjir ROB juga mengganggu sistem persampahan, drainase, dan juga sanitasi. Air yang bercampur dengan sampah tentu tak baik.

5. Apabila berlangsung cukup lama, maka banjir ROB akan membawa pada penurunan kualitas kesehatan masyarakat di wilayah tersebut.

2.3 Pasang Surut

Pasang surut air laut adalah suatu gejala fisik yang selalu berulang dengan periode tertentu dan pengaruhnya dapat dirasakan sampai jauh masuk ke arah hulu dari muara sungai. Pasang surut terjadi karena adanya gerakan dari benda benda angkasa yaitu rotasi bumi pada sumbunya, peredaran bulan mengelilingi bumi dan peredaran bulan mengelilingi matahari. Gerakan tersebut berlangsung dengan


(60)

teratur mengikuti suatu garis edar dan periode yang tertentu. Pengaruh dari benda angkasa yang lainnya sangat kecil dan tidak perlu diperhitungkan.

Meskipun ukuran bulan lebih kecil dari matahari, gaya tarik gravitasi bulan dua kali lebih besar daripada gaya tarik matahari dalam membangkitkan pasang surut laut karena jarak bulan lebih dekat daripada jarak matahari ke bumi. Gaya tarik gravitasi menarik air laut ke arah bulan dan matahari dan menghasilkan dua tonjolan (bulge) pasang surut gravitasional di laut. Lintang dari tonjolan pasang surut ditentukan oleh deklinasi, sudut antara sumbu rotasi bumi dan bidang orbital bulan dan matahari. Periode pasang surut adalah waktu antara puncak atau lembah gelombang ke puncak atau lembah gelombang berikutnya. Harga periode pasang surut bervariasi antara 12 jam 25 menit hingga 24 jam 50 menit.

Terdapat tiga tipe dasar pasang surut yang didasarkan pada periode dan keteraturannya, yaitu pasang surut harian (diurnal), tengah harian (semi diurnal) dan campuran (mixed tides). Dalam sebulan, variasi harian dari rentang pasang surut berubah secara sistematis terhadap siklus bulan. Rentang pasang surut juga bergantung pada bentuk perairan dan konfigurasi lantai samudera. Tipe pasang surut suatu perairan tertentu dapat ditentukan oleh perbandingan antara amplitudo unsur-unsur pasang surut utama dengan unsur-unsur pasang surut ganda yang dikenal dengan bilangan Formazhl (Komar, 1998)

F = 1 + 1

2 + 2………( 2.1)

Dimana:

F : bilangan Formazhl

K1 dan O1 : konstanta pasang surut harian utama M2 dan S2 : konstanta pasang surut ganda utama Maka jika nilai F berada diantara:


(61)

0 - 0.25 : pasut bertipe ganda

0.26 – 1.5 : pasut tipe campuran dengan tipe ganda lebih menonjol 1.5 – 3.0 : pasut tipe campuran dengan tipe tunggal lebih menonjol

Gambar 2.2 Bagan alir perhitungan dan peramalan perilaku pasang surut laut. (sumber: PT. Pemetar Argeo Consultant. 2014. S.I.D. Pengendalian Banjir ROB (pasang) Belawan Kota Medan. Laporan Hidrologi dan Hidrometri. Medan).

2.3.1 Metode Analisa Pasang Surut

Metode analisa pasang surut ada 3 macam yang pertama adalah metode harmonik yaitu yang mendasarkan perhitungannya pada hubungan antara waktu air tinggi dan waktu air rendah dengan fase bulan dan berbagai parameter astronomis lainnya. Metode yang kedua adalah metode respons yang dikemukakan Munk dan Cartwright dimana metode ini banyak digunakan oleh beberapa lembaga pasang surut di beberapa negara. Kelebihan metode ini dapat menganalisa pasang surut baik di laut dangkal maupun laut dalam. Untuk menganalisa laut dangkal, metode ini hanya berlaku bagi gelombang linier saja,


(62)

sedangkan analisa laut dalam digunakan metode hidrodinamika. Metode yang ketiga adalah metode harmonik dimana variasi tinggi air laut sebagai superposisi dari sejumlah gelombang komponen harmonik pasang surut yang kecepatan sudut dan fasenya dapat dihitung berdasarkan parameter astronomis. Berikut ini beberapa metode analisa harmonik pasang surut, antara lain:

a. Metode Admiralty

Pada metode Admiralty data pasang surut yang ada yang digunakan untuk menghitungkonstanta harmonik Ck dan φk

( ) = + ∑ cos ( + ) ………. (2.2)

Dimana :

So : tinggi muka air laut rerata Ck : amplitudo komponen ke k

фk : fase komponen ke k, pada saat t=0

ωk : frekuensi komponen ke k t : waktu

nilai Ck dan фk tidak dapat langsung ditentukan, tetapi harus dikoreksi terlebih dahulu dengan koreksi nodal karena amplitudo dan fase tersebut merupakan amplitudo dan fase sesaat dari masing-masing komponen.

b. Metode Least Square

Metode least square merupakan metode perhitungan pasang surut dimana metode ini berusaha membuat garis yang mempunyai jumlah selisis (jarak vertikal) antara data dengan regresi yang terkecil. Pada prinsipnya metode least square meminimumkan persamaan elevasi pasut, sehingga diperoleh persamaan simultan. Kemudian, persamaan simultan tersebut diselesaikan dengan metode


(63)

numerik sehingga diperoleh konstanta pasut. Analisa dari metode least square faung adalah menentukan apa dan berapa jumlah parameter yang ingin diketahui. Pada umumnya, jika data yang diperlukan untuk mengetahui tipe dan datum pasang surut diperlukan 9 konstanta harmonis yang biasa digunakan. Cukup aman untuk mengasumsikan bahwa konstanta yang sama mendominasi sifat pasang surut pada lokasi yang baru sama seperti pada lokasi yang sebelumnya untuk daerah geografis yang sama.Secara umum persamaan numerik pasang surut untuk menentukan besarnya konstanta harmonis dirumuskan sebagai berikut:

( ) = + ∑ cos + ∑ sin ) ………. ( 2.3)

Dimana:

η(tn ) : elevasi pasang surut sebagai fungsi waktu Ak dan Bk : konstanta harmonic

k : jumlah konstituen yang harus ditentukan

ωk :

Tk : periode komponen ke k tn : waktu pengamatan tiap jam

C. Metode Fourier

Amplitudo dan fasa konstanta harmonik dari analisa fourier dapat dituliskan sebagai berikut:

C(x,t)=∑ ( x) e + C−k( x) e ………( 2.4)


(64)

Dimana:

Ck(x) dan φk (x) adalah amplitudo dan fasa konstanta harmonic. C-k dan φ-k adalah conjugate kompleksnya.

Dasar dari analisa harmonik adalah hukum Laplace, gelombang komponen pasut setimbang selama penjalarannya akan mendapatkan respon dari laut yang dilewatinya sehingga amplitudonya akan mengalami perubahan dan fasanya mengalami keterlambatan namun frekuensi (kecepatan sudut) masing-masing komponen senantiasa tetap. Jadi variasi tinggi muka air laut di suatu tempat dapat dinyatakan sebagai superposisi dari berbagai gelombang komponen harmonik pasang surut.

2.4 Curah Hujan

Data curah hujan yang tercatat diproses berdasarkan areal yang mendapatkan hujan sehingga didapat tinggi curah hujan rata-rata dan kemudian diramalkan besarnya curah hujan pada periode tertentu. Berikut dijabarkan tentang cara menentukan tinggi curah hujan arel. Dengan melakukan penakaran atau pecatatan hujan, kita hanya mendapat curah hujan di suatu titik tertentu (point rainfall). Jika di dalam suatu areal terdapat beberapa alat penakar atau pencatat curah hujan, maka dapat diambil nilai rata-rata untuk mendapatkan nilai curah hujan areal.

Ada 3 macam cara yang berbeda dalam menentukan tinggi curah hujan rata-rata pada areal tertentu dari angka-angka curah hujan di beberapa titik pos penakar atau pencatat.


(65)

1. Rata-rata aljabar

Tinggi rata-rata curah hujan didapatkan dengan mengambil nilai rata-rata hitung (arithmatic mean) pengukuran hujan di pos penakar-penakar hujan di dalam areal studi.

d = … = ∑ ………...……… (2.6)

Dimana:

d : tinggi curah hujan rata-rata,

d1, d2 . . . dn : tinggi curah hujan pada pos penakar 1, 2, . . . , n,

n : banyak pos penakaran.

Cara ini akan memberikan hasil yang dapat dipercaya jika pos-pos penakarnya ditempatkan secara merata di areal tersebut, dan hasil penakaran masing-masing pos penakar tidak menyimpang jauh dari nilai rata-rata seluruh pos di seluruh areal.

2. Cara Poligon Thiessen

Cara ini berdasarkan rata-rata timbang (weighted average). Masing-masing penakar mempunyai daerah pengaruh yang dibentuk dengan menggambarkan garis-garis sumbu tegak lurus terhadap garis penghubung di antara dua buah pos penakar. Gambar 2.3 menunjukkan contoh posisi stasiun 1, 2, dan 3 dari skema poligon Thiessen dalam Daerah Aliran Sungai (DAS).


(66)

Gambar 2.3 Poligon Thiessen pada DAS.( Sumber: Limantara, Lily Montarcih. 2010. Hidrologi Praktis. Lubuk Agung. Bandung).

Curah hujan pada suatu daerah dapat dihitung dengan persamaan berikut:

………..(2.7)

………..(2.8)

Dimana:

d : tinggi curah hujan rerata daerah (mm). dn : hujan pada pos penakar hujan (mm).

An : luas daerah pengaruh pos penakar hujan (km2).

A : luas total DAS (km2).

n 2 1 n n 2 2 1 1 A ... A A d . A ... d . A d . A d        A d . A ... d . A d . A


(67)

2.4.1 Distribusi Frekuensi Curah Hujan

Untuk menganalisis probabilitas curah hujan biasanya dipakai beberapa macam distribusi yaitu:

A. Distribusi Normal B. Log Normal C. Gumbel

D.Log Pearson Type III

A. Distribusi Normal

Distribusi normal atau kurva normal disebut pula distribusi Gauss. Untuk analisa frekuensi curah hujan menggunakan metode distribusi Normal, dengan persamaan sebagai berikut:

XT = X + k.Sx ………...(2.9)

Dimana:

XT : Variate yang diekstrapolasikan, yaitu besarnya curah

hujan rencana untuk periode ulang T tahun.

X : Harga rata–rata dari data

n X

n

1 i

K : Variabel reduksi

Sx : Standard Deviasi

1 n

X X

n

1 i n

1 2 i

 


(68)

Tabel 2.1 Nilai Variabel Reduksi Gauss

No Periode Ulang, T (tahun) Peluang KT

1 1,001 0,999 -3,05

2 1,005 0,995 -2,58

3 1,010 0,990 -2,33

4 1,050 0,950 -1,64

5 1,110 0,900 -1,28

6 1,250 0,800 -0,84

7 1,330 0,750 -0,67

8 1,430 0,700 -0,52

9 1,670 0,600 -0,25

10 2,000 0,500 0

11 2,500 0,400 0,25

12 3,330 0,300 0,52

13 4,000 0,250 0,67

14 5,000 0,200 0,84

15 10,000 0,100 1,28

16 20,000 0,050 1,64

17 50,000 0,020 2,05

18 100,000 0,010 2,33

19 200,000 0,005 2,58

20 500,000 0,002 2,88

21 1,000,000 0,001 3,09

( Sumber: Buku sistem drainase perkotaan yang berkelanjutan hal 37, Suripin 2004 Yogyakarta)

B. Distribusi Log Normal

Untuk analisa frekuensi curah hujan menggunakan metode distribusi Log Normal, dengan persamaan sebagai berikut:

Log XT = Log X + k.Sx Log X ………..(2.10)

Dimana:

Log XT : Variate yang diekstrapolasikan, yaitu besarnya curah hujan

rancangan untuk periode ulang T tahun.

Log X : Harga rata – rata dari data

n ) (X log

n

1

i


(69)

SxLog X : Standard Deviasi 1 n ) X Log (LogX n 1 i n 1 2 i   

K : Variabel reduksi

Tabel 2.2 Nilai K untuk Distribusi Log Normal

No Periode Ulang, T (tahun) Peluang KT

1 1,001 0,999 -3,05

2 1,005 0,995 -2,58

3 1,010 0,990 -2,33

4 1,050 0,950 -1,64

5 1,110 0,900 -1,28

6 1,250 0,800 -0,84

7 1,330 0,750 -0,67

8 1,430 0,700 -0,52

9 1,670 0,600 -0,25

10 2,000 0,500 0

11 2,500 0,400 0,25

12 3,330 0,300 0,52

13 4,000 0,250 0,67

14 5,000 0,200 0,84

15 10,000 0,100 1,28

16 20,000 0,050 1,64

17 50,000 0,020 2,05

18 100,000 0,010 2,33

19 200,000 0,005 2,58

20 500,000 0,002 2,88

21 1,000,000 0,001 3,09

( Sumber: Buku sistem drainase perkotaan yang berkelanjutan hal 37,

Suripin 2004 Yogyakarta ) C. Distribusi Gumbel

Untuk analisa frekuensi curah hujan menggunakan metode E.J. Gumbel, dengan persamaan sebagai berikut:

XT = X + K.Sx ……….(2.11)

Dimana:


(70)

curah hujan rencana untuk periode ulang T (tahun).

X : Harga rata – rata dari data

n X n 1 i

Sx : Standard Deviasi

1 n X X n 1 i n 1 2 i   

K : Variabel reduksi.

Untuk menghitung variabel reduksi E.J. Gumbel mengambil harga:

K n n T S Y Y   ……….(2.12) Dimana:

YT : Reduced variate sebagai fungsi dari periode ulang T

Yn : Reduced mean sebagai fungsi dari banyak data (N)

Sn : Reduced standard deviation sebagai fungsi dari banyak data N

Tabel 2.3 Standar Deviasi (Yn) untuk Distribusi Gumbel

No 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9

10 0,4952 0,4996 0,5035 0,5070 0,5100 0,5128 0,5157 0,5181 0,5202 0,5220 20 0,5236 0,5252 0,5268 0,5283 0,5296 0,5309 0,5320 0,5332 0,5343 0,535 30 0,5362 0,5371 0,5380 0,5388 0,5396 0,5403 0,5410 0,5418 0,5424 0,5346

40 0,5436 0,5442 0,5448 0,5453 0,5458 0,5463 0,5468 0,473 0,5477 0,5481

50 0,5486 0,5489 0,5493 0,5497 0,5501 0,5504 0,5508 0,5511 0,5515 0,5518 60 0,5521 0,5524 0,5527 0,5530 0,5533 0,5535 0,5538 0,5540 0,5543 0,5545 70 0,5548 0,5550 0,5552 0,5555 0,5557 0,5559 0,5561 0,5563 0,5565 0,5567 80 0,5569 0,5570 0,5572 0,5574 0,5576 0,5578 0,5580 0,5581 0,5583 0,5585 90 0,5586 0,5587 0,5589 0,5591 0,5592 0,5593 0,5595 0,5596 0,5598 0,5599 100 0,5600 0,5602 0,5603 0,5604 0,5606 0,5607 0,5608 0,5609 0,5510 0,5611 ( Sumber: Buku sistem drainase perkotaan yang berkelanjutan hal 51, Suripin 2004


(71)

Tabel 2.4 Reduksi Variat (YTR) sebagai fungsi periode ulang Gumbel

( Sumber: Buku sistem drainase perkotaan yang berkelanjutan hal 52, Suripin 2004 Yogyakarta ) .

Tabel 2.5 Reduksi Standard Deviasi (Sn) untuk Distribusi Gumbel

(Sumber: Buku sistem drainase perkotaan yang berkelanjutan hal 52, Suripin 2004 Yogyakarta )

Periode Ulang

( TR ) Reduced Variate ( YTR ) Periode Ulang ( TR ) Reduce Variate ( YTR )

(Tahun) (Tahun) (Tahun) (Tahun)

2 0.3668 100 4.6012

5 1.5004 200 5.2969

10 2.251 250 5.5206

20 2.9709 500 6.2149

25 3.1993 1000 6.9087

50 3.9028 5000 8.5188

75 4.3117 10000 9.2121

No 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9

10 0.94 0,96 0,99 1,00 1,020 1,03 1,04 1,049 1,049 1,056 20 1,06 1,06 1,07 1,08 1,08 1,091 1,09 1,10 1,104 1,108 30 1,11 1,11 1,11 1,12 1,12 1,28 1,13 1,13 1,136 1,138 40 1,14 1,14 1,14 1,14 1,14 1,151 1,15 1,15 1,157 1,159 50 1,10 1,16 1,10 1,16 1,16 1,168 1,16 1,17 1,172 1,173 60 1,17 1,17 1,17 1,17 1,17 1,180 1,18 1,18 1,183 1,184 70 1,18 1,18 1,18 1,18 1,18 1,189 1,19 1,19 1,192 1,193 80 1,19 1,19 1,19 1,19 1,19 1,97 1,19 1,19 1,199 1,200 90 1,20 1,20 1,20 1,20 1,20 1,203 1,20 1,20 1,205 1,206 10 1,20 1,20 1,20 1,20 1,20 1,208 1,20 1,20 1,209 1,209


(72)

D. Distribusi Log Person III

Untuk analisa frekuensi curah hujan menggunakan metode Log Person Type III, dengan persamaan sebagai berikut:

Log XT = Logx + Ktr. S1………...(2.13)

Dimana:

Log XT : Variate diekstrapolasikan, yaitu besarnya curah hujan

rancangan untuk periode ulang T tahun.

Log X : Harga rata – rata dari data, LogX

n X Log n 1 i i

S1 : Standard Deviasi, S1 =

1 n X Log X Log n 1 i 2 i  

dengan periode ulang T.

3 i n 1 i 3 i S . ) 2 n ( ) 1 n ( X Log X Log . n Cs    

 Dimana :


(1)

ix

Tabel 4.9 Nilai Koefisien Pengaliran di DAS Deli... 57

Tabel 4.10 Rangking Curah Hujan Regional Harian Maksimum DAS Deli…….. 58

Tabel 4.11 Analisa Curah Hujan Rencana dengan Distribusi Gumbel ... 59

Tabel 4.12 Analisa Curah Hujan Rencana dengan Distribusi Gumbel ... 60

Tabel 4.13 Analisa Curah Hujan dengan Distribusi Log Pearson III ... 61

Tabel 4.14 Hasil Perhitungan dengan Metode Log Pearson Tipe III ... 62

Tabel 4.15 Analisa Curah Hujan Metode Distribusi Normal ... 64

Tabel 4.16 Analisa Curah Hujan Metode Distribusi Normal ... 65

Tabel 4.17 Analisa Curah Hujan dengan Metode Distribusi Log Normal ... 66

Tabel 4.18 Analisa Curah Hujan dengan Metode Distribusi Log Normal ... 66

Tabel 4.19 Resume Perhitungan Frekuensi Curah Hujan Kala Ulang DAS Deli .. 68

Tabel 4.20 Analisa Frekuensi Curah Hujan ... 69

Tabel 4.21 Uji parameter statistik untuk menentukanjenis sebaran 2014... 71

Tabel 4.22 Perhitungan Uji Smirnov Kolmogorov... 72

Tabel 4.23 Nilai D kritis untuk Uji Keselarasan Smirnov-Kolmogorov ... 73

Tabel 4.24Perhitungan Analisa Intensitas Curah Hujan ... 75

Tabel 4.25 Parameter Untuk Menghitung HSS Nakayasu ... 78

Tabel 4.26 Hujan Efektif Daerah Pengaliran ... 78

Tabel 4.27 Tabel Hasil Perhitungan HSS Nakayasu ... 81

Tabel 4.28 Debit Banjir HSS Nakayasu DAS Sungai Deli Log Pearson III……… 84

Tabel 4.29 Elevasi Pasang Surut Muara Sungai Deli……….... 85

Tabel 4.30 Resume Tinggi Banjir Rob DAS Sungai Deli dengan Debit Banjir Periode Kala Ulang………. 93


(2)

x

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 2.1 Siklus Hidrologi ... 4

Gambar 2.2 Bagan alir perhitungan dan perilaku pasang surut laut ... 8

Gambar 2.3 Polygon Thiessen pada DAS ... 13

Gambar 2.4 Hidrograf Satuan Sintetik Nakayasu ... 31

Gambar 2.5 Tampilan Menu Utama HEC-RAS 4.0 ... 36

Gambar 2.6Tampilan menu geometri data ………... 36

Gambar 2.7Menu Cross Section Pada Geometri Data………. 37

Gambar 2.8 Tampilan Data Cross Section ………... 38

Gambar 2.9Unsteady Data dimasukkan data debit banjir hasil perhitungan HSS Nakayasu……….. 39

Gambar 2.10Unsteady Data dimasukkan data hasil perhitungan Metode Admiralty………. 39

Gambar 2.11 Tampilan Compute Data Unsteady Flow Analysis………. 40

Gambar 3.1 Lokasi Penelitian ... 41

Gambar 3.2 Lokasi Penelitian ... 42

Gambar 3.3 Tahapan Penelitian Tugas Akhir ... 43

Gambar 4.1 Grafik Pasang Surut dengan menggunakan Metode Admiralty ... 48


(3)

xi

Gambar 4.3 Polygon Thiessen DAS Deli ... 50

Gambar 4.4 Peta Rencana Tata Ruang Kota Medan ... 55

Gambar 4.5 Grafik Resume Frekuensi Curah Hujan Kala Ulang DAS Deli ... 68

Gambar 4.6 Batas-Batas Daerah Sempadan Sungai ... 77

Gambar 4.7 Grafik Debit Hidrograf Satuan Sintetik Nakayasu ... 82

Gambar 4.8 Grafik Debit Banjir dengan Metode Nakayasu ... 83

Gambar 4.9 Elevasi Penampang Memanjang dan Melintang Muara Sungai Deli... 87

Gambar 4.10 Penampang Memanjang Maksimum Q100 Muara Sungai Deli……… 88

Gambar 4.11Penampang Melintang Maksimum Q100 Muara Sungai Deli………... 89

Gambar 4.12 Kondisi Banjir Muara Sungai Deli dengan Q100 tahun……….90

Gambar 4.13 Kondisi Banjir Penampang Muara Deli dengan Q100 tahun……….... 91

Gambar 4.14 Kondisi Banjir Penampang Muara Deli dengan Q50 tahun…………. 91


(4)

xii

DAFTAR NOTASI

η(tn ) = elevasi pasang surut sebagai fungsi waktu фk = fase komponen ke k, pada saat t=0

ωk = frekuensi komponen ke k

An = luas daerah pengaruh pos penakar hujan (km2) A = Luas daerah aliran (km2)

Ak dan Bk = konstanta harmonic C = Koefisien pengaliran Cs = Koefisien kemencengan

Ck(x) dan φk (x) = amplitudo dan fasa konstanta harmonic C-kdan φ-k = conjugate kompleksnya

Ck = amplitudo komponen ke k

D = tinggi curah hujan rerata daerah (mm) dn = hujan pada pos penakar hujan (mm) d = tinggi curah hujan rata-rata,

d1, d2 . . . dn = tinggi curah hujan pada pos penakar 1, 2, . . . , n, DK = derajat kebebasan

F = Faktor konversi = 0,278

F = bilangan Formazhl

I = Intensitas hujan selama waktu konsentrasi (mm/jam). I = kemiringan permukaan air sungai


(5)

xiii I = panjang busur lingkaran galiner (m)

i = Nomor urut data setelah diurut dari besar ke kecil

JK = jumlah kelas K = Variabel reduksi

K = jumlah konstituen yang harus ditentukan K1 dan O1 = konstanta pasang surut harian utama

L = Panjang saluran utama dari hulu sampai penguras dalam km Ls = Panjang lintasan aliran di dalam salura/sungai (m)

Log X = Harga rata – rata dari data Log XT = Variate diekstrapolasikan

M2 dan S2 = konstanta pasang surut ganda utama

n = Angka kekasaranManning

n = Jumlah data

n = banyak pos penakaran. P = faktor keterikatan

R24 = Curah hujan maksimum dalam 24 jam (mm)

S = Kemiringan rata-rata saluran utama dalam m/m

Sn = Reduced standard deviation sebagai fungsi dari banyak data N So = tinggi muka air laut rerata

Sx = Standard Deviasi

t = waktu


(6)

xiv (t0) = Inlet time

(td) = Conduit time

Tk = periode komponen ke k tn = waktu pengamatan tiap jam

W = teganganolehgayaberatirisan vertical persatuanlebar (t/m) X = Harga rata – rata dari data

XT = Variate yang diekstrapolasikan X = Harga rata–rata dari data

YT = Reduced variate sebagai fungsi dari periode ulang T Yn = Reduced mean sebagai fungsi dari banyak data (N)