Pengaruh Umur Tanaman Terhadap Produktivitas Kelapa Sawit (Elaeis Guineensis) (Studi Kasus: Perkebunan Rakyat di Kecamatan Pegajahan, Kabupaten Serdang Bedagai)

(1)

No. Responden Luas Lahan Lama Bertani Tahun

3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13

1 2 12 13 32 39 45 56 59 63 67 68.5 69

2 1 4 6 15.5

3 1 4 7 16.25

4 1.5 7 11.25 25.5 29.25 35.25 42.38

5 1 6 6.5 16.5 19.25

6 1.5 8 11.25 24.38 27.38 34.5 42 44.25

7 1 6 6 15 18.25 23.4

8 2.5 11 21.25 41.25 48.13 60 73.75 77.5 83.75 86.25 88.13

9 1 5 7.5 16.5 19.5

10 1 5 6 15.25 18.25

11 1.5 9 9.75 23.25 27.38 33 41.25 43.5 46.5

12 1 5 6.25 14.5 18.5

13 2 12 14.5 34 39 48 58 61 66 68 70.5 70

14 1 5 7 16.25 19.5

15 1 4 6.25 15.5

16 1.5 11 11.25 24.75 29.25 34.5 41.25 45.75 46.88 49.5 51.75

17 1 4 7.25 16.5

18 2 13 12 30.5 37 44 55 58 63 64 67 66 64.5

19 1.5 8 12.38 24.75 29.25 36 42.75 47.25

20 1.5 13 12 23.25 27.75 33.75 40.5 43.5 46.5 48 49.5 49.5 48.75

21 1 7 7.5 17.5 20.5 24 29

22 1 6 6.5 15 18.5 22

23 2 7 13 31 38.5 46 56.5

24 2.5 13 17.5 40 48.13 56.25 70 76.25 81.25 83.75 86.25 85 83.75

25 1 4 5.5 15.5

26 1 5 6.5 14.5 18.25

27 1 5 7 16.25 19.5

28 1 6 6.5 14.25 18.5 22

29 1 4 7 16

30 1 4 8 17


(2)

Lampiran 2. Hasil Run SPSS Regression

Variables Entered/Removeda

Model

Variables Entered

Variables

Removed Method

1 Umurb . Enter

a. Dependent Variable: Produktivitas b. All requested variables entered.

Model Summary

Model R R Square

Adjusted R Square

Std. Error of the Estimate

1 .869a .755 .753 11.33696

a. Predictors: (Constant), Umur

ANOVAa

Model Sum of Squares df Mean Square F Sig.

1 Regression

Residual Total

59339.747 1 59339.747 461.692 .000b

19279.008 150 128.527

78618.755 151

a. Dependent Variable: Produktivitas b. Predictors: (Constant), Umur

Coefficientsa

Model

Unstandardized Coefficients

Standardized Coefficients

t Sig.

B Std. Error Beta

1 (Constant)

Umur

-7.904 2.201 -3.591 .000

7.177 .334 .869 21.487 .000


(3)

DAFTAR PUSTAKA

Anonimousa. 2014. kemenperin.go.id/artikel/494/Prospek-Dan-Permasalahan-

Industri-Sawit

Anonimousb. 2014.

http://blog.cifor.org/17819/berkas-fakta-indonesia-pimpin-produksi-minyak-sawit-dunia#.VB9GwRadvIU

Bangun, Wilson. 2007. Teori Ekonomi Mikro. Bandung: Refika Aditama

Buana, L. Siahaan, D dan Adiputra S. 2003. Teknologi Pengolahan Kelapa Sawit.

Medan Pusat Penelitian Kelapa Sawit

Cohen, L. et. al. 2007. Research Methods in Education. Sixth Edition). New York;

Routledge

Fauzi, Y., Y. E. Widyastuti, I. Satyawibawa, dan R. Hartono. 2004. Kelapa Sawit: Budi Daya, Pemanfaatan, Hasil dan Limbah, Analisis Usaha dan Pemasaran. Penebar Swadaya, Jakarta.

Ghozali, Imam. 2009. Aplikasi Analisis Multivariate Dengan Program SPSS,

Edisi Keempat, Penerbit Universitas Diponegoro

Griffin, R.C. 2006. Technical Methode of Analyst. New York : Mc.Graw Hill.

Hartmann, H. T., W. J. Flocker, and A. M. Kofranek. 1981. Plant Science: Growth, Development, and Utilization of Cultivated Plants. Prentice Hall, inc., New Jersey.

Kheong, C. K., B. R. Hewitt, H.Y. Chu, K. T. Joseph, and N. Williams. 1969. Modern Agriculture for Tropical Schools. Oxford University Press, Singapore.


(4)

Nazir, M. 1998. Metode Penelitian. Jakarta : Ghali Indonesia

Rajanaidu, N., M. J. Lawrence, and S. C. Ooi. 1981. International Conference: The Oil Palm Agriculture Indonesia The Eighies. Palm Oil Research Institude Of Malaysia, Kuala Lumpur.

Risza, Suyatno. 1994. Kelapa Sawit : Upaya peningkatan produktivitas.

Yogyakarta : Kanisius

Sugiyono. 2009. Metode Penelitian Kualitatif dan R&D, Penerbit Alfabeta,

Bandung

Sukirno, Sadono. 2005. Mikroekonomi:Teori Pengantar, Edisi Ketiga. Jakarta:

Raja Grafindo Persada

Pahan, I. 2010 Kelapa Sawit : Manajemen Agribisnis dari Hulu hingga Hilir.

Penebar Swadaya, Jakarta, Indonesia.

Ponten, M Naibaho.1998. Teknologi Pengolahan Kelapa Sawit. Pusat Penelitian

Kelapa Sawit . Medan

Whitney, F. L. 1960. The Elements of Resert Asian Eds. Osaka: Overseas Book


(5)

3.1 Metode Penentuan Daerah Penelitian

Penentuan daerah penelitian menggunakan metode purposive. Metode

purposive adalah penentuan lokasi dilakukan secara sengaja dengan

mempertimbangkan tujuan dari penelitian. Desa Pegajahan, Kecamatan Pegajahan, Kabupaten Serdang Bedagai dipilih karena memiliki komposisi kepemilikan perkebunan yang bervariasi, yaitu perkebunan rakyat, perkebunan swasta dan juga perkebunan BUMN, sehingga dianggap menarik oleh penulis.

3.2 Jenis dan Sumber Data

Jenis data yang digunakan pada penelitian ini adalah data primer yang berupa hasil dari wawancara kepada responden pemilik perkebunan kelapa sawit rakyat. Data sekunder didapat dari instansi-instansi pemerintahan yang terkait dengan penelitian ini seperti, BPS, Dinas Perkebunan Sumateran Utara dan Dinas Perkebunan dan Kehutanan Serdang Bedagai.

3.3 Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data dilakukan dengan metode survey atau wawancara secara langsung kepada petani pemilik perkebunan kelapa sawit rakyat. Metode survei adalah pengumpulan data primer dengan melakukan tanya jawab dengan responden. Jenis pertanyaan ini menggunakan pertanyaan yang terstruktur. Pertanyaan yang terstruktur adalah pertanyaan yang dibuat dengan sedemikian rupa sehingga responden dibatasi dalam memberi jawaban kepada beberapa alternative saja atau kepada satu jawaban saja. Responden yang diambil


(6)

adalah responden yang dianggap memenuhi kebutuhan untuk mencapai tujuan penelitian.

3.4. Metode Penentuan Sampel

Dalam penentuan besar sampel peneliti menggunakan metode quota

sampling. Teknik quota sampling adalah teknik pengambilan sampel dengan cara

menetapkan jumlah tertentu sebagai target yang harus dipenuhi dalam pengambilan sampel dari populasi (khususnya yang tidak terhingga atau tidak jelas), kemudian dengan patokan jumlah tersebut peneliti mengambil sampel secara sembarang asal memenuhi persyaratan sebagai sampel dari populasi tersebut.

Pada quota sampling banyaknya sampel yang ditetapkan itu hanya sekedar perkiraan akan relatif memadai untuk mendapatkan data yang diperlukan yang diperkirakan dapat mencerminkan populasinya, tidak bisa diperhitungkan secara tegas proporsinya dari populasi, karena jumlah anggota populasi tidak diketahui secara pasti tadi. Quota sampling pasti, karenanya, nonrandom sampling. Dalam hal ini peneliti menentukan besarnya sampel sebanyak 30 orang. Menurut Cohen, et al, (2007) semakin besar sampel dari besarnya populasi yang ada adalah semakin baik, akan tetapi ada jumlah batas minimal yang harus diambil peneliti yaitu sebanyak 30 sampel. Setara dengan pernyatan Cohen (2007), Baley dalam Mahmud (2011) menyatakan bahwa penelitian yang menggunakan analisis data statistik ukuran sampel paling minimum adalah 30.


(7)

3.5. Metode Analisis Data

Masalah dalam penelitian iniakan dianalisis menggunakan analisis regresi linier hal ini dilakukan karena fungsi produksi akan mencapai titik optimum dan akan mengalami penurunan produksi di waktu tertentu sehingga dibutuhkan analisis regresi linier.

Analisis Regresi

Analisis ini menurut Sugiyono (200) digunakan oleh peneliti bila peneliti bermaksud meramalkan bagaimana keadaan (naik turunnya) variabel dependen (kriterium), bila ada satu variabel independen sebagai prediktor dimanipulasi (dinaik turunkan nilanya). Persamaan yang diperoleh dari regresi sederhana adalah

Y = a + b X

Y : Subjek nilai dalam variabel terikat yang diprediksikan a : Nilai Konstan

b : Angka arah koefisien regresi

X : Subjek pada variabel bebas yang mempunyai nilai tertentu.

Untuk memperoleh hasil perhitungan Regresi, dapat dilakukan dengan tiga cari yaitu perhitungan manual, menggunakan fungsi pada MS. Excel, atau menggunakan Software Statistik dalam penelitian ini akan digunakan SPSS 17. Asumsi yang diperlukan untuk analisis ini adalah uji normalitas. Uji normalitas diperlukan untuk mengetahui apakah data yang terkumpul dari setiap variabel dependen dan independen atau keduanya mempunyai distribusi normal atau tidak. Model regresi yang baik adalah yang mendekati normal (Imam Ghozali,2009).


(8)

Untuk melihat model regresi normal atau tidak, dilakukan analisis grafik dengan melihat normal probability report plot´ yang membandingkan

antara distribusi kumulatif dari data sesungguhnya dengan distribusi normal. Distribusi normal akan membentuk satu garis lurus diagonal dan ploting data akan dibandingkan dengan garis diagonal. Jika distribusi data normal, maka garis yang menggantikan data sesungguhnya akan mengikuti garis diagonalnya (Imam Ghozali, 2009).

Menurut Kurniawan (2008) regresi linier adalah metode statistika yang digunakan untuk membentuk model hubungan antara variabel terikat (dependen; respon; Y) dengan satu atau lebih variabel bebas (independen, prediktor, X). Apabila banyaknya variabel bebas hanya ada satu, disebut sebagai regresi linier sederhana, sedangkan apabila terdapat lebih dari 1 variabel bebas, disebut sebagai regresi linier berganda. Analisis regresi setidak-tidaknya memiliki 3 kegunaan, yaitu untuk tujuan deskripsi dari fenomena data atau kasus yang sedang diteliti, untuk tujuan kontrol, serta untuk tujuan prediksi.

Menurut Nawari (2010), analisis regresi adalah suatu metode sederhana untuk melakukan investigasi tentang hubungan fungsional di antara beberapa variabel. Hubungan antara beberapa variabel tersebut diwujudkan dalam suatu model matematis. Model regresi, variabel dibedakan menjadi dua bagian, yaitu variabel respons (response) atau biasa juga disebut variabel bergantung (dependent variable) serta variabel explonary atau bisa juga disebut variabel penduga (predictor variable) atau disebut juga variabel bebas (independent variable).


(9)

Analisis regresi merupakan bagian integral dalam peramalan. Maksud dari peramalan adalah berdasarkan data yang diolah dengan cara statistik yang kemudian menarik sebuah kesimpulan. Analisis regresi digunakan untuk mengetahui sampai sejauh mana suatu variabel berpengaruh pada variabel lainnya atau beberapa variabel lainnya (Sunyoto, 2007).

Menurut Setyawan (2010), model regresi linier sederhana merupakan sebuah metode statistika untuk melakukan identifikasi pengaruh satu variabel (X) bebas terhadap 1 variabel terikat (Y). Konsep dasar regresi berkenaan dengan dan sebagai upaya menjawab pertanyaan seberapa besar pengaruh satu variabel X terhadap satu variabel Y. Variabel bebas dan terikat harus memiliki hubungan yang fungsional atas dasar logika, teori maupun dugaan terhadap observasi tertentu yang valid dijadikan sebagai acuan.

Persamaan dalam analisis regresi dapat menggambarkan sebuah garis regresi. Semakin dekat dengan jarak antara data dengan titik yang terletak pada garis regresi, berarti prediksi kita semakin baik. Jarak antara data sesungguhnya dengan garis regresi dikuadratkan dan dijumlahkan, itulah sebabnya analisis regresi juga dikenal dengan analisis Ordinary Least Square (Winarmo, 2007).

3.6 Definisi Dan Batasan Operesional

Untuk menghindari kesalahpahaman atas pengertian dan penafsiran penelitian ini maka penulis membuat defenisi dan batasan operasional sebagai berikut :


(10)

3.6.1 Defenisi

1. Tanaman kelapa sawit yang dianalisis adalah seluruh tanaman menghasilkan kelapa sawit ataupun TBS.

2. Luas areal adalah luas areal tanaman menghasilkan kelapa sawit yang diusahakan perkebunan selama satu tahun yang dinyatakan dalam hektar. 3. Produktivitas adalah perbandingan antara output (Tanda Buah Segar) dengan

input produksi (Lahan).

4. Fungsi produksi adalah menggambarkan hubungan teknis yang merubah input (sumber) menjadi output (hasil).

3.6.2 Batasan Operasional

1. Daerah penelitian adalah Kecamatan Pegajahan. 2. Penelitian dilaksanakan pada tahun 2014.


(11)

4.1. Wilayah Kecamatan Pegajahan

Kecamatan pegajahan merupakan salah satu kecamatan di Kabupaten Serdang Bedagai yang memiliki luas ± 93,12 Km2, sebagian besar merupakan daratan rendah. Kecamatan Pegajahan memiliki 12 Desa dan 1 kelurahan. Kecamatan Pegajahan mempunyai batas wilayah sebagai berikut :

Sebelah Utara : Kecamatan Perbaungan Sebelah Selatan : Kecamatan Serba Jadi Sebelah Timur : Kecamatan Sei Rampah

Sebelah Barat : Kecamatan Galang (Kabupaten Deli Serdang) Jarak tempuh dari Kecamatan Pegajahan ke pusat Pemerintahan Kabupaten Serdang Bedagai adalah sekitar 30 Km, sedangkan jarak tempuh ke Propinsi sekitar 54 Km. Kecamatan Pegajahan terdiri dari atas 12 desa/kelurahan dengan persebaran luas yang dapat dilihat pada Tabel 3:

Tabel 3. Luas Kecamatan Pegajahan Menurut Desa/Kelurahan Tahun 2013

No Desa Luas Desa No Desa Luas

1 Tanjung Putus 18,22 8 Petuaran Hulu 0,25

2 Sennah 1,03 9 Petuaran Hilir 4,31

3 Pondok Tengah 9,48 10 Lestari Dadi 2,33

4 Sukasari 5,85 11 Bengabing 13,41

5 Bingkat 5,4 12 Jatimulyo 3,18

6 Pegajahan 8,06 13 Karang Anyar 1,84

7 Melati Kebun 19,76 Total 93,12


(12)

Dapat dilihat Desa Melati Kebun merupakan desa yang paling luas di Kecamatan Pegajahan dengan luas 19,76 km2 melingkupi 21,22 % luas Kecamatan Pegajahan sedangkan desa yang memiliki luas paling rendah yakni Desa Petuaran Hulu dengan luas 0,25 km. Berikut peta Kecamatan Pegajahan :

Gambar 3 Peta Kecamatan Pegajahan 4.2 Keadaan Kependudukan Kecamatan Pegajahan

Jumlah penduduk Kecamatan Pegajahan pada tahun 2013 adalah sebanyak 29.299 jiwa dan 6.886 Kepala rumah tangga yang tersebar di seluruh wilayah Kecamatan Pegajahan.

Penduduk Kecamatan Pegajahan Menurut Jumlah Kepala Rumah Tangga

Keadaan penduduk kecamatan Pegajahan terbagi 13 desa / kelurahan, jumlah penduduk terbanyak di Kecamatan Pegajahan pada tahun 2013 yaitu di Desa Bingkat dengan jumlah penduduk 6.104 jiwa dan 1.375 Kepala keluarga yakni 20,8% dari jumlah seluruh penduduk di Kecamatan Pegajahan sedangkan jumlah penduduk terkecil yaitu Desa Sennah dengan jumlah penduduk 654 atau hanya 2,2 % dari jumlah penduduk Kecamatan Pegajahan.


(13)

Penduduk Kecamatan Pegajahan Menurut Umur

Keadaan penduduk Kecamatan Pegajahan terdiri 5 kelompok umur, yaitu kelompok umur 17–59 yaitu 16.39 (55,08%) sedangkan kelompok umur terkecil yaitu kelompok umur 0-5 proporsi 9,06%. Hal ini menandakan bahwa penduduk di Kecamatan Pegajahan sebagian besar adalah usia pekerja.

Penduduk Kecamatan Pegajahan Menurut Pekerjaan

Pada paparan sebelumnya dapat dilihat bahwa penduduk Kecamatan Pegajahan 16.139 Jiwa atau 55,08% Penduduk Kecamatan Pegajahan merupakan usia angkatan kerja. Dapat dilihat tabel dibawah ini bahwa penduduk pegajahan paling banyak bermata pencarian di pertanian yakni sebanyak 3.722 jiwa (25,28%) kemudian penduduk yang bekerja sebagai buruh sebesar 23,20% dan penduduk Kecamatan Pegajahan sedikit yang bekerja sebagai ABRI/POLRI yakni sebesar 0,24%.

4.3 Sarana dan Prasarana di Kecamatan Pegajahan

Sarana dan prasarana merupakan faktor penting yang menunjang keberhasilan pelaksanaan pembangunan. Sarana yang merupakan segala sesuatu yang dipakai sebagai alat untuk mencapai maksud atau tujuan. Sedangkan prasarana yang merupakan barang atau benda yang tidak bergerak yang menunjang pelaksanaan pembangunan. Sarana dan prasarana di Kecamatan Pegajahan di mana sarana dan prasarana di Kecamatan Pegajahan meliputi sarana dan prasarana bidang peribadatan,


(14)

pendidikan dan kesehatan. Berdasarkan tabel jika dibandingkan dengan jumlah penduduk Kecamatan Pegajahan maka Sarana dan prasarana di Kecamatan Pegajahan masih belum memadai untuk seluruh penduduk di Kecamatan Pegajahan, sementara peran sarana dan prasarana sangat memengaruhi perkembangan masyarakat dalam melakukan kegiatannya.


(15)

5.1. Pengaruh Umur Tanaman Terhadap Produktivitas Kelapa Sawit

Dalam Pembudidayaan Tanaman Kelapa sawit, tanaman ini memerlukan penyinaran 5-7 jam perhari dengan suhu ideal adalah 22 – 230 (optimum 270). Kelapa Sawit menghendaki curah hujan 1.250 mm/tahun sampai 3000 mm/tahun. Bila terjadi bulan kering, maka pertumbuhan tanaman akan terganggu. Kekeringan menyebabkan penurunan produksi yang signifikan karena tanaman akan lebih banyak memproduksi bunga jantan.

Pengelompokan Kelapa Sawit berdasarkan umur yang berhubungan dengan Randemen Minyak, Produksi, Perbandingan Bunga Jantan dan Bunga Betina, dll. Dan adapun pengelompokannya adalah sebagai berikut: - Muda :3 -8 tahun

- Remaja :9-13 tahun - Dewasa :14-20 tahun - Tua : > 20 tahun

Pembengkakan pangkal batang terjadi karena Internodia (ruas batang) dalam masa pertumbuhan awal tidak memanjang, sehingga pangkal-pangkal pelepah daun yang tebal berdesakan. Bonggol batang yang besar ini membantu memperkokoh posisi pohon pada tanah agar dapat berdiri tegak. Ujung batang (apex) berbentuk kerucut (conical)

diselimuti oleh daun – daun muda yang masih kecil dan lembut dan terdapat meristem batang (apical meristem).


(16)

Buah kelapa sawit adalah jenis buah keras (drupe) menempel dan

bergerombol pada tandan buah. Jumlah pertandan dapat mencapai 1.600 buah berbentuk lonjong atau membulat dengan panjang 2-3 cm dan berat per buah sampai 30-40 gram. Bagian-bagian buah terdiri atas:

- Kulit Buah ( Exocarp) - Daging Buah ( Mesocarp) - Cangkang ( Endocarp) - Inti (Kernel)

Tahapan -tahapan Pematangan Buah Kelapa sawit, adalah sebagai berikut: delapan minggu setelah penyerbukan, buah kecil-kecil berisi cairan/liquid, 10 minggu setelah itu jadi seperti agar-agar/ gelatineous dan jumlah lemak sangat sedikit yaitu sebagai minyak protoplasma. Penimbunan minyak yang lambat sampai 12-13 minggu dan tidak akan mengeras hingga 15 minggu. Penimbunan terbesar terjadi di minggu 14 – 16. Sebelum pematangan berat kering berkurang hinga 3-5 kali dan kadar lemak 70-75 %.

Dalam budidaya kelapa sawit panen merupakan salah satu kegiatan penting dan merupakan saat-saat yang ditunggu oleh pemilik kebun, karena saat panen adalah indikator akan dimulainya pengembalian inventasi yang telah ditanamkan dalam budidaya. Melalui pemanenan yang dikelola dengan baik akan diperoleh produksi yang tinggi dengan mutu yang baik dan tanaman mampu bertahan dalam umur yang panjang. Berbeda dengan tanaman semusim, pemanenan kelapa sawit hanya akan mengambil bagian yang paling bernilai ekonomi tinggi yaitu tandan buah yang menghasilkan minyak kelapa sawit dan inti kelapa sawit dan tetap


(17)

membiarkan tanaman berproduksi secara terus menerus sampai batas umur ekonomisnya habis.

Secara umum batas umur ekonomis kelapa sawit berkisar 25 tahun, dan dapat berkurang bergantung dari tingkat pemeliharaan yang dilakukan termasuk cara pemananen. Pemanen kelapa sawit yang salah akan mengakibatkan rendahnya produksi dan pendeknya umur ekonomis, oleh karena itu pemanenan harus dilakukan dengan tepat agar tanaman tetap berproduksi baik dan diperoleh mutu yang baik. Selain itu setelah panen harus segera dilakukan penanganan pasca panen menginggat tandan buah kelapa sawit akan cepat mengalami penurunan mutu dalam waktu 24 jam setelah panen. Pertanyaan yang pertama kali muncul dalam benak pemilik kebun kepala sawit adalah kapan panen pertama/perdana dilakukan agar segera diperoleh hasil (baca uang) dan tidak merusak tanaman kelapa sawit.

Penentuan panen pertama secara umum dilakukan berdasarkan umur tanaman dan dikoreksi melalui performa tanaman. Hal ini bermakna meskipun tanaman telah memiliki umur yang cukup untuk menghasilkan tandan buah sawit, tetapi bilamana performa tanaman, khususnya bonggol dan ukuran tandan buah terlaku kecil (kurang ari 3 kg) maka umur pertama panen di tunda dengan membuang bunga dan bakal buah yang ada. Kelapa Sawit sudah mulai berbunga, tetapi tandan buah segar yang dihasilkan belum mencapai 3 kg sehingga tanaman belum dapat dikategorikan sebagai tanaman menghasilkan. Bilamana performa/ penampilan bonggol batang belum cukup kekar tetapi sudah


(18)

berbunga, maka pada tanaman tersebut harus diablasi yaitu pembuangan bunga untuk membuang tandan kecil (kurang dari 3 kg) pada tanaman baru berbuah dan untuk mendorong pertumbuhan tanaman agar diperoleh pertumbuhan tanaman yang seragam.

Secara normal kelapa sawit yang tumbuh subur sudah dapat menghasilkan buah serta siap dipanen pertama pada umur sekitar 3,5 tahun jika dihitung mulai dari penanaman biji kecambah di pembibitan. Namun jika dihitung mulai penanaman di lapangan maka tanaman berbuah dan siap panen pada umur 2,5 tahun. Buah terbentuk setelah terjadi penyerbukan dan pembuahan. Waktu yang diperlukan mulai dari penyerbukan sampai buah matang dan siap panen kurang lebih 5-6 bulan. Saat buah mulai masak, kandungan minyak dalam daging buah (mesokarp) meningkat cepat. Hal ini disebabkan adanya proses konversi karbohidrat menjadi lemak dalam buah. Dalam memanen, perlu diperhatikan beberapa ketentuan umum agar buah yang dihasilkan baik mutunya, sehingga minyak yang dihasilkan juga bermutu baik.

Tingkat produktivitas tanaman kelapa sawit akan meningkat secara tajam dari umur 3 – 7 tahun (peridode tanaman muda, young),dan mencapai tingkat produksi maksimal pada umur sekitar 15 tahun(periode tanaman remaja, prime), dan mulai menurun secara gradual pada periode tanaman tua (old) sampai saat menjelang peremajaan (replanting). Pembangunan PKS dan penentuan kapasitasnya sangat ditentukan oleh profil produksi dan persentase penyebaran produksi dalam 1 tahun. Dalam perkebunan kelapa sawit dikenal adanya bulan produksi puncak (peak months), yaitu bulan-bulan pada saat produksi TBS dalam 1 bulan dapat mencapai 10-13% dari produksi 1 tahun.


(19)

Suatu areal tanaman belum menghasilkan (TBM) dapat disebut sebagai tanaman menghasilkan (TM) dan dapat dipanen apabila 60% atau lebih buahnya telah matang panen. Selain itu tanaman telah berumur ± 31 bulan, berat janjangan (tandan) telah mencapai 3 kg atau lebih, penyebaran panen telah mencapai 1:5 , yaitu setiap 5 pohon terdapat 1 tandan buah yang matang panen. Kebun yang memenuhi persyaratan tersebut dapat mulai dipanen dan disebut dengan kebun tanaman menghasilkan atau TM.

Tabel 4. Produktivitas Tandan Buah Segar Kelapa Sawit Berdasarkan Umur Tanaman

Umur Produktivitas Umur Produktivitas

S1 S2 S3 S1 S2 S3

3 6.0 5.0 4.0 15 32.0 30.0 28.5

4 16.0 14.0 12.0 16 30.5 28.5 27.0

5 19.0 17.0 15.0 17 29.0 27.5 26.0

6 23.0 21.0 19.0 18 28.0 27.0 25.0

7 28.0 26.0 23.0 19 27.0 26.0 24.0

8 32.0 28.0 26.0 20 26.0 25.0 23.0

9 34.0 30.0 27.0 21 25.5 24.0 22.0

10 35.0 31.0 28.0 22 25.0 23.0 21.0

11 35.0 32.0 29.0 23 24.0 22.0 20.0

12 35.0 32.0 30.0 24 23.0 21.5 19.5

13 34.0 32.0 30.0 25 22.5 21.0 19.5

14 33.0 31.0 29.5 Rata-rata 27.1 25.0 23.0

Dari tabel diatas dapat dilihat bahwasanya pada tanaman kelapa sawit selain dipengaruhi oleh umur tanaman namun juga dipengaruhi oleh kesesuaian lahan. Setiap kesesuaian lahan tersebut terbagi dari 3 jenis kesesuaian lahan. yaitu S1, S2 dan S3 yang dimana lahan yang terbaik adalah klasifikasi lahan S1. Klasifikasi jenis lahan S1 merupakan suatu hal yang paling cocok terhadap kelapa sawit karena dari penelitian yang


(20)

terdahulu lahan dengan klasifikasi S1 ini memiliki hasil produktivitas yang tertinggi.

Produktivitas kelapa sawit akan mengalami penurunan produksi ketika sudah berumur 13 tahun umur tanam sehingga pada tahun-tahun seperti ini petani harus lebih memberikan pupuk-pupuk agar kelapa sawit masih tetap dapat berproduksi secara optimal walaupun mengalami penurunan. Dengan memberikan pupuk dengan konsentrasi tertentu diharapkan dapat meningkatkan produktivitas dari kelapa sawit tersebut.

Gambar 4. Rata-rata Produktivitas (Ton/Ha) di Perkebunan Rakyat Kecamatan Pegajahan

Dari gambar grafik di atas dapat diterangkan bahwasanya produktivitas tandan buah segar kelapa sawit masih terus meningkat hingga ketitik optimum yaitu 12 tahun. Pada saat tanaman kelapa sawit berumur 13 tahun sudah terjadi penurunan produktivitas namun penurunan tersebut kecil sehingga pada umur tanaman 13 tahun petani sudah harus memberikan treatment lebih kepada

tanaman seperti pemberian pupuk agar mampu menghambat penurunan produktivitasnya dari tahun ke tahun.


(21)

Untuk pemaparan mengenai analisis pengaruh umur tanaman terhadap produktivitas kelapa sawit akan dijelaskan dengan menggunakan output dari SPSS 23. Data yang diolah melalui SPSS ini merupakan data primer dari hasil wawancara dengan petani rakyat di Kecamatan Pegajahan.

Model yang dihasilkan dari regresi linier sederhana adalah sebagai berikut Y = −7,904 + 7,177 X

Dimana:

Y : Produktivitas kelapa sawit (ton/ha) X : Umur tanaman (tahun)

Dari model regresi yang disajikan tersebut dapat di interpretasikan bahwasanya setiap kenaikan satu-satuan tahun akan meningkatkan sebesar 7,177 ton/ha produktivitas dari TBS kelapa sawit.

Dari hasil analisis regresi menggunakan SPSS 23 adalah seperti tabel dibawah ini :

Tabel 5. Kriteria Uji Analisis Regresi Linier Sederhana. Kriteria Value

Nilai R 0.869

R Square 75%

Sig. 0.001

Data Primer diolah

Dari tabel diatas dapat dijelaskan bahwasanya terdapat pengaruh yang sangat erat diantara umur tanaman kelapa sawit terhadap produktivitas tandan buah segar kelapa sawit. Hal ini tergambar dari besarnya nilai R yang hampir mendekati 1. Tinggi rendahnya produktivitas


(22)

TBS per hektar suatu kebun tergantung dari komposisi umur tanaman yang ada di kebun tersebut. Semakin luas komposisi umur tanaman yang ada di kebun tersebut remaja dan renta, semakin rendah pula produktivitas per hektarnya. Semakin banyak tanaman yang dewasa dan terruna semakin tinggi pula produktivitas per hektarnya. Komposisi umur tanaman ini setiap tahun berubah sehingga juga berpengaruh terhadap pencapaian produktivitas per hektar per tahunnya. Hal ini dapat dijelaskan sebagai berikut :

Tanaman kelapa sawit biasanya dibagi atas 6 kelompok umur, yakni : a. TBM 0-3 tahun – muda (belum menghasilkan)

b. TM 3-4 tahun – remaja (produksi/Ha; sangat rendah) c. TM 5-12 – teruna (produksi/Ha; mengarah naik) d. TM 12-20 tahun – dewasa (poduksi/Ha; posisi puncak) e. TM 21-25 tahun – tua (produksi/ha; mengarah turun) f. TM 26 Tahun – renta (produksi/ha; sangat rendah)

Upaya-upaya yang dilakukan untuk mengatasi pengaruh umur pada tanaman kelapa sawit adalah sebagai berikut:

a. Untuk mempertahankan posisi produktivitas per hektar yang tinggi sebaiknya tidak menunda-nunda peremajaan. Jika tanaman sudah mencapai umur 26 tahun tergolong renta produksinya sudah sangat menurun, sulit dipanen, pohon terlalu tinggi dan varietasnya bukan D x P, maka sebaiknya segera diremajakan.

b. Percepatan peremajaan harus dilakukan apabila kepadatan (populasi) per hektar sudah jauh berkurang karena pokok sudah banyak yang mati, misalnya karena ganoderma dan lain-lain, sehingga produktivitas per hektarnya sangat


(23)

rendah dan secara ekonomis tidak menguntungkan atau telah mencapai titik impas (BEP) (Risza, 1994)

Dari nilai R square yang dihasilkan menggunakan analisis regresi linier sederhana tersebut, sebesar 75% variable umur tanaman mampu menjelaskan pengaruh terhadap produktivitas kelapa sawit sedangkan sisanya sebesar 25% dapat dijelaskan dengan menggunakan variabel-variabel yang tidak tercantum pada model.

Selain itu melihat hasil dari nilai signifikansi ANOVA yang nilainya lebih kecil dibandingkan tingkat alfa yang digunakan yaitu 0.05 sehingga dapat ditarik kesimpulan bahwasanya pengaruh dari umur tanaman sangat signifikan terhadap produktivitas TBS kelapa sawit atau secara statistic dari hasil tersebut dapat disimpulkan tolak H0 yaitu dan terima H1 yaitu ada pengaruh yang nyata antara umur tanaman kelapa sawit terhadap produktivitas TBS kelapa sawit.


(24)

6.1. Kesimpulan

1. Pengaruh umur tanaman sangat signifikan terhadap produktivitas TBS (Tandan Buah Segar) kelapa sawit.

2. Tinggi rendahnya produktivitas TBS (Tandan Buah Segar) per hektar suatu kebun tergantung dari komposisi umur tanaman yang ada. 3. Semakin luas komposisi umur tanaman remaja dan renta, semakin rendah

pula produktivitas per hektarnya.

4. Semakin banyak tanaman dewasa dan teruna semakin tinggi pula produktivitas per hektarnya.

6.2. Saran

1. Kepada pemerintah

Pemerintah diharapkan dapat menstabilkan harga TBS (Tandan Buah Segar) agar para petani kelapa sawit tidak mengalami kerugian yang terlalu signifikan apabila terjadi penurunan harga di pasaran.

2. Kepada petani

Petani perkebunan kelapa sawit rakyat seharusnya sudah merencanakan untuk replanting bagi tanaman kelapa sawit yang telah melewati masa

produktifnya. Selain itu, petani juga seharusnya menggunakan pupuk sesuai dengan kadar yang telah ditentukan.


(25)

3. Kepada peneliti selanjutnya

Peneliti selanjutnya diharapkan dapat meneliti tentang daya saing produk yang dihasilkan perkebunan rakyat dibandingkan dengan yang dihasilkan perusahaan BUMN ataupun swasta berdasarkan umur tanamannya.


(26)

2.1. Tinjauan Pustaka

Kelapa sawit pertama kali diperkenalkan di Indonesia oleh pemerintah Belanda pada tahun 1848, saat itu ada 4 batang bibit kelapa sawit yang dibawa dari Mamitius dan Amsterdam lalu ditanam di kebun Raya Bogor. Pada tahun 1911, kelapa sawit mulai diusahakan dan dibudidayakan secara komersial. Perintis usaha perkebunan kelapa sawit di Indonesia adalah Adrien Hallet (orang Belgia). Bididaya yang dilakukannya diikuti oleh K.Schadt yang menandai lahirnya perkebunan kelapa sawit di Indonesia mulai berkembang. Perkebunan kelapa sawit pertama berlokasi di Pantai Timur Sumatera (Deli) dan Aceh. Luas areal perkebunan mencapai 5.123 Ha.

Pada tahun 1919 mengekspor minyak sawit sebesar 576 ton dan pada tahun 1923 mengekspor minyak inti sawit sebesar 850 ton. Pada masa pendudukan Belanda, perkebunan kelapa sawit maju pesat sampai bisa menggeser dominasi ekspor Negara Afrika waktu itu. Memasuki masa pendudukan Jepang, perkembangan kelapa sawit mengalami kemunduran. Lahan perkebunan mengalami penyusutan sebesar 16% dari total luas lahan yang ada sehingga produksi minyak sawitpun di Indonesia hanya mencapai 56.000 ton pada tahun 1948 / 1949, pada hal pada tahun 1940 Indonesia mengekspor 250.000 ton minyak sawit.

Tanaman kelapa sawit (Elaeis guineensis) berasal dari Afrika barat,

merupakan tanaman penghasil utama minyak nabati yang mempunyai produktivitas lebih tinggi dibandingkan tanaman penghasil minyak nabati


(27)

lainnya. Kelapa sawit pertama kali diperkenalkan di Indonesia oleh pemerintah Belanda pada tahun 1848. Saat itu ada 4 batang bibit kelapa sawit yang ditanam di Kebun Raya bogor (Botanical Garden) Bogor, dua berasal dari Bourbon (Mauritius) dan dua lainnya dari Hortus Botanicus, Amsterdam (Belanda). Awalnya tanaman kelapa sawit dibudidayakan sebagai tanaman hias, sedangkan pembudidayaan tanaman untuk tujuan komersial baru dimulai pada tahun 1911.

Perintis usaha perkebunan kelapa sawit di Indonesia adalah Adrien Hallet (orang Belgia), kemudian budidaya yang dilakukannya diikuti oleh K.Schadt yang menandai lahirnya perkebunan kelapa sawit di Indonesia mulai berkembang. Perkebunan kelapa sawit pertama berlokasi di Pantai Timur Sumatera (Deli) dan Aceh. Luas areal perkebunan mencapai 5.123 Ha.

Pada masa pendudukan Belanda, perkebunan kelapa sawit maju pesat sampai bisa menggeser dominasi ekspor Negara Afrika waktu itu. Memasuki masa pendudukan Jepang, perkembangan kelapa sawit mengalami kemunduran. Lahan perkebunan mengalami penyusutan sebesar 16% dari total luas lahan yang ada sehingga produksi minyak sawitpun di Indonesia hanya mencapai 56.000 ton pada tahun 1948 / 1949, pada hal pada tahun 1940 Indonesia mengekspor 250.000 ton minyak sawit.

Pada tahun 1957, setelah Belanda dan Jepang meninggalkan Indonesia, pemerintah mengambil alih perkebunan (dengan alasan politik dan keamanan). Untuk mengamankan jalannya produksi, pemerintah meletakkan perwira militer di setiap jenjang manejemen perkebunan. Pemerintah juga membentuk BUMIL (Buruh Militer) yang merupakan kerja sama antara buruh perkebunan dan militer. Perubahan manejemen dalam perkebunan dan kondisi sosial


(28)

politik serta keamanan dalam negeri yang tidak kondusif, menyebabkan produksi kelapa sawit menurun dan posisi Indonesia sebagai pemasok minyak sawit dunia terbesar tergeser oleh Malaysia.

Pada masa pemerintahan Orde Baru, pembangunan perkebunan diarahkan dalam rangka menciptakan kesempatan keja, meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan sektor penghasil devisa Negara. Pemerintah terus mendorong pembukaan lahan baru untuk perkebunan. Sampai pada tahun 1980, luas lahan mencapai 294.560 Ha dengan produksi CPO (Crude Palm Oil) sebesar 721.172 ton. Sejak itu lahan perkebunan kelapa sawit Indonesia berkembang pesat terutama perkebunan rakyat. Hal ini didukung oleh kebijakan Pemerintah yang melaksanakan program Perusahaan Inti Rakyat Perkebunan (PIR – BUN).

Luas areal tanaman kelapa sawit terus berkembang dengan pesat di Indonesia. Hal ini menunjukkan meningkatnya permintaan akan produk olahannya. Ekspor minyak sawit (CPO) Indonesia antara lain ke Belanda, India, Cina, Malaysia dan Jerman, sedangkan untuk produk minyak inti sawit (PKO) lebih banyak diekspor ke Belanda, Amerika Serikat dan Brasil.

Sumber daya alam yang mendukung, sarana produksi yang tersedia, kemudahan yang diberikan pemerintah dan harga minyak sawit yang cukup baik telah terbukti mampu meningkatkan pendapatan perkebunan dibeberapa daerah. Peningkatan produksi ini juga telah mendorong ekspor untuk menambah devisa. Sehingga menempatkan Indonesia sebagai Negara penghasil minyak sawit terbesar kedua setelah Malaysia.

Perkebunan terdiri dari unit kebun yang luasnya bervariasi. Bagi kebun yang baru, satu unit terdiri dari 6.000 ha tanaman + 1 unit pabrik berkapasitas


(29)

olah 30 ton TBS /jam atau 12.000 ha tanaman + 1 unit pabrik berkapasitas olah 60 ton TBS/jam. Beberapa kebun tergabung dalam satu grup perusahaan.

Berdasarkan pada hal tersebut maka kebun kelapa sawit di Indonesia akan memiliki lebih dari 200 kebun yang tersebar pada 16 provinsi. Tiap perusahaan menerapkan masing-masing sistem manajemen, namun pada dasarnya akan sama karena kegiatan-kegiatannya hampir serupa. Perkebunan kelapa sawit di Indonesia dikembangkan dalam program seperti system PTP, PIR (kebun inti + kebun plasma), PIR transmigrasi, P2WK, Koperasi, PBS dan pemilikan pribadi. Harapan ini didasarkan atas meningkatnya jumlah penduduk, meningkatnya pendapatan per kapita serta meningkatnya konsumsi dalam negeri baik untuk pangan dan industry serta suksesnya penelitian penggunaan minyak sawit sebagai pengganti industry barang yang masih memakai minyak bumi maupun sebagai sumber energy. Kita optimis agribisnis kelapa sawit dimasa depan masih cerah (Adalahin,1994).

Kelapa sawit (Elaeis Guineensis) termasuk golongan tumbuhan

palma. Sawit menjadi populer setelah Revolusi Industri pada akhir abad ke-19 yang menyebabkan permintaan minyak nabati untuk bahan pangan dan industri sabun menjadi tinggi. Kelapa sawit di Indonesia diintroduksi pertama kali oleh Kebun Raya pada tahun 1884 dari Mauritius (Afrika). Saat itu Johannes Elyas Teysmann yang menjabat sebagai Direktur Kebun Raya. Hasil introduksi ini berkembang dan merupakan induk dari perkebunan kelapa sawit di Asia Tenggara. Pohon induk ini telah mati pada 15 Oktober 1989, tapi anakannya bisa dilihat di Kebun Raya Bogor. Kelapa sawit di Indonesia baru diusahakan sebagai tanaman komersial pada tahun 1912 dan ekspor minyak sawit pertama


(30)

dilakukan pada tahun 1919. Perkebunan kelapa sawit pertama dibangun di Tanahitam, Hulu Sumatera Utara oleh Schadt seorang Jerman pada tahun 1911.

Kelapa sawit termasuk tanaman keras (tahunan) yang mulai menghasilkan pada umur 3 tahun dengan umur produktif hingga 25 – 30 tahun dan tingginya dapat mencapai 24 meter. Bunga dan buahnya berupa tandan, bercabang banyak. Buahnya kecil, bila masak berwarna merah kehitaman. Daging buahnya padat. Daging dan kulit buahnya mengandung minyak. Minyaknya itu digunakan sebagai bahan minyak goreng, sabun, dan lilin. Ampasnya dimanfaatkan untuk makanan ternak. Ampas yang disebut bungkil itu digunakan sebagai salah satu bahan pembuatan makanan ayam. Tempurungnya digunakan sebagai bahan bakar dan arang. Kelapa sawit berkembang biak dengan biji, tumbuh di daerah tropis, pada ketinggian 0-500 meter di atas permukaan laut. Kelapa sawit menyukai tanah yang subur, di tempat terbuka dengan kelembaban tinggi. Kelembaban tinggi itu antara lain ditentukan oleh adanya curah hujan yang tinggi, sekitar 2000-2500 mm setahun.

Produksi utama kelapa sawit adalah Tandan buah segar. Tandan buah segar dapat diolah menjadi biji sawit, daging buah, dan pakan ternak. Biji sawit diolah kembali menjadi bahan bakar, briket, minyak goreng, salad oil,

pakan ternak dan tempurung arang. Daging buah dapat menjadi minyak sawit, sebagai bahan baku margarine, minyak kasar (minyak makan), suldge, sabun dan bahan pakan ternak. Minyak sawit (CPO) dapat juga digunakan sebagai bahan bakar nabati (biofuel) pengganti bahan bakar minyak fosil, sehingga potensi pengunaan CPO akan terus meningkat pada masa yang akan datang. Hal


(31)

ini menunjukan kelapa sawit mempunyai nilai investasi yang baik untuk dikembangkan (Pahan, 2006).

2.2. Landasan Teori 2.2.1. Faktor Produksi

Faktor produksi adalah sumber daya yang digunakan dalam sebuah proses produksi barang dan jasa. Pada awalnya, faktor produksi dibagi menjadi 4 kelompok, yaitu tenaga kerja, modal, sumber daya alam, dan kewirausahaan. Perkembangannya, faktor sumber daya alam diperluas cakupannya menjadi seluruh benda tangible, baik langsung dari alam maupun tidak, yang digunakan oleh perusahaan, yang kemudian disebut sebagai faktor fisik (physical

resources). Selain itu, beberapa ahli juga menganggap sumber daya informasi

sebagai sebuah faktor produksi mengingat semakin pentingnya peran informasi di era globalisasi ini.(Griffin R, 2006) .

Faktor produksi fisik ialah semua kekayaan yang terdapat di alam semesta dan barang mentah lainnya yang dapat digunakan dalam proses produksi. Faktor yang termasuk di dalamnya adalah tanah, air, dan bahan mentah (raw material). Secara total, saat ini ada 5 hal yang dianggap sebagai faktor

produksi, yaitu tenaga kerja (labor), modal (capital), sumber daya fisik (physical resources), kewirausahaan (entrepreneurship), dan sumber daya informasi

(information resources).

Berdasarkan sumbernya, modal dapat dibagi menjadi dua: modal sendiri dan modal asing. Modal sendiri adalah modal yang berasal dari dalam perusahaan sendiri. Misalnya setoran dari pemilik perusahaan. Sementara itu,


(32)

modal asing adalah modal yang bersumber dari luar perusahaan. Misalnya modal yang berupa pinjaman bank.

Berdasarkan bentuknya, modal dibagi menjadi modal konkret dan modal abstrak. Modal konkret adalah modal yang dapat dilihat secara nyata dalam proses produksi. Misalnya mesin, gedung, mobil, dan peralatan. Sedangkan yang dimaksud dengan modal abstrak adalah modal yang tidak memiliki bentuk nyata, tetapi mempunyai nilai bagi perusahaan. Misalnya hak paten, nama baik, dan hak merek.Berdasarkan pemilikannya, modal dibagi menjadi modal individu dan modal masyarakat. Modal individu adalah modal yang sumbernya dari perorangan dan hasilnya menjadi sumber pendapatan bagi pemiliknya.

Contohnya adalah rumah pribadi yang disewakan atau bunga tabungan di bank. Sedangkan yang dimaksud dengan modal masyarakat adalah modal yang dimiliki oleh pemerintah dan digunakan ukt kepentingan umum dalam proses produksi. Contohnya adalah rumah sakit umum milik pemerintah, jalan, jembatan, atau pelabuhan.

Terakhir, modal dibagi berdasarkan sifatnya: modal tetap dan modal lancar. Modal tetap adalah jenis modal yang dapat digunakan secara berulang- ulang. Misalnya mesin-mesin dan bangunan pabrik. Sementara itu, yang dimaksud dengan modal lancar adalah modal yang habus digunakan dalam satu kali proses produksi. Misalnya, bahan-bahan baku.

Tenaga kerja

Tenaga kerja merupakan faktor produksi insani yang secara langsung maupun tidak langsung menjalankan kegiatan produksi. Faktor produksi tenaga kerja juga dikategorikan sebagai faktor produksi asli. Dalam faktor


(33)

produksi tenaga kerja, terkandung unsur fisik, pikiran, serta kemampuan yang dimiliki oleh tenaga kerja. Oleh karena itu, tenaga kerja dapat dikelompokan berdasarkan kualitas (kemampuan dan keahlian) dan berdasarkan sifat kerjanya.

Berdasarkan kualitasnya, tenaga kerja dapat dibagi menjadi tenaga kerja terdidik, tenaga kerja terampil, dan tenaga kerja tidak terdidik dan tidak terlatih. Tenaga kerja terdidik adalah tenaga kerja yang memerlukan pendidikan tertentu sehingga memiliki keahlian di bidangnya, misalnya dokter, insinyur, akuntan, dan ahli hukum.

Tenaga kerja terampil adalah tenaga kerja yang memerlukan kursus atau latihan bidang-bidang keterampilan tertentu sehingga terampil di bidangnya. Misalnya tukang listrik, montir, tukang las, dan sopir. Sementara itu, tenaga kerja tidak terdidik dan tidak terlatih adalah tenaga kerja yang tidak membutuhkan pendidikan dan latihan dalam menjalankan pekerjaannya. Misalnya tukang sapu, pemulung, dan lain-lain.

Berdasarkan sifat kerjanya, tenaga kerja dibagi menjadi tenaga kerja rohani dan tenaga kerja jasmani. Tenaga kerja rohani adalah tenaga kerja yang menggunakan pikiran, rasa, dan karsa. Misalnya guru, editor, konsultan, dan pengacara. Sementara itu, tenaga kerja jasmani adalah tenaga kerja yang menggunakan kekuatan fisik dalam kegiatan produksi. Misalnya tukang las, pengayuh becak, dan sopir.

2.2.2. Faktor Produksi Kelapa Sawit

Ada tiga faktor yang mempengaruhi pertumbuhan dan produktivitas tanaman kelapa sawit, yakni faktor lingkungan, bahan tanaman, dan


(34)

tindakan kultur teknis. Tentu saja ketiganya saling terkait dan mempengaruhi satu sama lain.

Ketiga faktor berikut, yaitu lingkungan, bahan tanaman, dan tindakan kultur teknis, begitu sangat dominan dalam mempengaruhi kesuksesan membudidayakan tanaman kelapa sawit yang hasilnya berupa minyak sawit mentah (CPO) sekarang menjadi andalan ekspor nonmigas Indonesia.

Mengutip buku Seri Budi Daya Kelapa Sawit karangan Suyatno Risza, bahwa faktor lingkungan itu mencakup iklim, tanah dan topografi. Iklim yang paling banyak diamati pada tanaman berkaitan dengan curah hujan karena tanaman sawit memang rakus akan air.

Curah hujan yang dikehendaki adalah 2.000 – 2.500 mm per tahun dan merata sepanjang tahun tanpa bulan kemarau panjang. Kekurangan atau kelebihan curah hujan akan berpengaruh terhadap pertumbuhan dan produktivitas sawit.

Musim kemarau panjang dapat mengancam terjadinya penurunan produksi. Memang, sinar matahari dapat mendorong pembentukan bunga, pertumbuhan vegetatif dan produksi buah. Tapi penyinaran matahari yang lama (kemarau) akan mempengaruhi tingginya suhu dan mempengaruhi pembungaan dan kematangan buah.Pengetahuan tentang iklim hendaknya dipahami dengan baik. Hal ini diperlukan untuk mendukung berbagai kegiatan lapangan seperti pembukaanlahan baru, jadwal penanaman, pemupukan, upaya pengawetan tanah dan sebagainya.

Adapun tanah berkaitan dengan sifat fisik dan kimia setiap jenis tanah yang berbeda-beda. Karenanya tingkat produksi setiap jenis tanah juga


(35)

berbeda. Bagi tanaman sawit sifat fisik tanah lebih penting daripada sifat kesuburan kimiawinya, karena kekurangan unsur hara dapat diatasi dengan pemupukan.

Jenis-jenis tanah di mana tanaman sawit dapat tumbuh adalah tanah Podsolik Coklat, Podsolik Kuning, Podsolik Coklat Kekuningan, Podsolik Merah Kuning, Hidromorfik Kelabu, Alluvial, Regosol, Gley Humik, Organosol (tanah gambut). Tanah Podsolik Merah Kuning paling cocok untuk sawit. Sedangkan Podsolik Kuning kurang bagus karena miskin hara terutama fosfat dan magnesium.

Kedua, faktor bahan tanaman. Keberhasilan usaha perkebunan sawit antara lain juga dipengaruhi faktor bahan tanaman yang memiliki sifat-sifat unggul. Bibit unggul akan menjamin pertumbuhan yang baik dan tingkat produktivitas tinggi bila dilaksanakan secara optimal.

Pada bahan tanaman sawit ini dibedakan atas dua bagian, yakni Vegetatif dan Generatif. Bagian vegetatif tanaman sawit meliputi akar, batang dan daun. Tanaman sawit berakar serabut yang terdiri atas akar primer, sekunder, tertier dan kuartier. Akar primer umumnya tumbuh ke bawah, sedangkan akar sekunder, tertier dan kuartier arah tumbuhnya mendatar dan ke bawah.

Produksi Kelapa Sawit banyak petani yang mengeluh karena Produksi Kelapa sawit yang dimiliki mengalami penurunan dan petani tersebut tidak mengetahui mengapa hal tersebut terjadi. Produksi kelapa sawit yang sangat rendah sebenarnya sangat dapat dijelaskan secara agronomi mengapa hal tersebut dialami oleh petani kelapa sawit. Petani sebenarnya ddapat menjelaskan


(36)

kenapa penurunan produksi kelapa sawit yang dimilikinya jika peka dengan sawit yang dimilikinya.

Yan dkk (2002) pertumbuhan dan produktifitas kelapa sawit dipangaruhi oleh banyak faktor, baik faktor dari luar meupun dari tanaman kelapa sawit itu sendiri. Faktor-faktor tersebut pada dasarnya dapat dibedakan menjadi faktor lingkungan, genetis dan faktor teknis agronomis. Dalam menunjang pertumbuhan dan proses produksi kelapa sawit, faktor tersebut saling terkait dan mempengaruhi satu sam lain. Untuk mencapai produksi kelapa sawit yang maksimal, diharapkan ketiga faktor tersebut selalu dalam keadaan optimal.

Menurut Ponten (1998) bahwa tanaman kelapa sawit sudah mulai menghasilkan pada umur 20-30 bulan. Buah yang pertama keluar masih dinyatakan dengan buah pasir artinya belum dapat diolah dalam pabrik karena masih mangandung minyak yang rendah. Buah kelapa sawit yang normal berukuran 12-18 gr/butir yang duduk pada bulir. Setiap bulir berisi sekitar 10-18 bulir tergantung pada kesempurnaan penyerbukan. Bulir-bulir ini menyusun tandan buah yang berbobot rata-rata 20-30 kg/tandan. TBS inilah yang dipanen dan diolah di PKS.

Menurut Fauzi (2002) bahwa pada dasarnya ada dua macam olahan utama TBS dipabrik, yaitu minyak sawit yang merupakan hasil pengolahan daging buah dan minyak inti sawit yang dihasilkan dari ekstraksi inti sawit. Minyak nabati yang dihasilkan dari pengolahan buah kelapa sawit berupa minyak sawit mentah (CPO) yang berwarna kuning dan minyak inti sawit (PKO) yang tidak berwarna (jernih). CPO atau KPO banyak digunakan sebagai bahan baku industri pangan (minyak goreng dan margarin), industri sabun ( bahan panghasil busa), industri


(37)

baja (bahan pelumas), industri tekstil, kosmetik dan sebagai bahan bakar alternatif ( minyak diesel) (Buana, 2003).

Adapun penyebab produksi kelapa sawit rendah adalah dapat dijelaskan sebagai berikut ini :

1. Bibit yang digunakan palsu

Bibit adalah salah satu faktor utama penentu produksi kelapa sawit. Pihak produsen benih sudah menentukan tren produksi dari benih tersebut. seringkali petani menanam benih kelapa sawit palsu akibatnya petani mengalami produksi kelapa sawit yang rendah sepanjang tanaman itu ditanam. Hal inilah salah satu faktor penyebab rendahya produksi kelapa sawit. Sebagai contoh jika kita menggunakan bibit asli Topaz akan memperoleh hasil 35,6 Ton per hektar tiga tahun setelah tanam.

2. Pemupukan

Faktor kedua yang sangat menentukan produksi kelapa sawit adalah pemupukan. Pemupukan ini sangat menentukan produksi kelapa sawit yang akan diperoleh. Jika pemupukan tidak dilakukan dengan benar maka produuksi yang dihasilkan akan sangat rendah.

3. Kondisi Gulma

Faktor ketiga yang menentukan produksi kelapa sawit adalah kondisi gulma. Kondisi gulma yang terkontrol tidak akan mempengaruhi produksi kelapa sawit karena tingkat persaingan unsur hara dengan tanaman tidak berpengaruhtetapi jika kondisi gulma kelas A dan B sangat banyak atau dominan diperkebunan kelapa sawit maka produksi yang dihasilkan akan menurun.


(38)

4. Cara Panen

Cara panen juga mempengaruhi produksi kelapa sawit, dimana jika petani sering memanen buah mentah maka tanaman kelapa sawit akan mengalami stress akibantya produksi yang dihasilkan akan mengalami penurunan di tahun berikutnya.

5. Tunasan

Tunasan yang terlambat akan menyebabkan loses buah yang banyak sehingga produksi kelapa sawit akan menurun, oleh karena itu untuk mendapatkan produksi kelapa sawit yang maksimal diperlukan penunasan yang sesuai aturan.

6. Kondisi cuaca

Kelapa sawit adalah tanaman yang membutuhkan air dalam jumlah yang banyak oleh karena itu kondisi cuaca sangat menentukan tren produksi kelapa sawit. Jika curah air rendah maka produksi akan menurun sedangkan jika curah hujan tinggi maka produksi kelapa sawit akan meningkat.

2.2.3. Teori Produksi

Fungsi produksi adalah hubungan diantara faktor-faktor produksi dan tingkat produksi yang diciptakannya dinamakan fungsi produksi. Faktor-faktor produksi seperti yang telah dijelaskan dapat dibedakan kepada empat golongan yaitu: tenaga kerja, tanah, modal dan keahlian keusahawaan. Didalam teori ekonomi, didalam menganalisis mengenai produksi selalu dimisalkan bahwa tiga faktor produksi yang belakangan dinyatakan (tanah, modal dan keahlian keusahawanan) adalah tetap jumlahnya (Sukirno. 2005).


(39)

Fungsi produksi menejelaskan hubungan antara faktor-faktor produksi dengan hasil produksi. Faktor produksi dikenal dengan istilah input, sedangakn hasil produksi disebut dengan output. Hubungan kedua variabel (input dan output) tersebut dapat dinyatakan dalam bentuk persamaan, sebagai berikut: Q = f (K,L,N, dan T) Q adalah output, sedangkan K,L,R, dan Tmerupakan input. Input K adalah jumlah modal, L adalah jumlah tenaga kerja, N adalah sumber daya alam, dan T adalahs teknologi. Besernya jumlah output yang dihasilkan tergantung dari penggunaan input-input tersebut. Jumlah output dapat ditingkatkan dengan cara meningkatkan penggunaan jumlah input K,L dan N atau meningkatkan teknologi. Untuk memperoleh hasil yang efisien, produsen dapat melakukan pilihan penggunaan input yang lebih efisien (Bangun. 2007).

Fungsi produksi dengan satu input menjelaskan hubungan antara jumlah output dengan satu input. Kalau output itu adalah tenaga kerja, maka fungsi produksi disini menjelaskan hubungan antara Output dengan jumalh tenaga kerja, dimisalkan input-input yang lain tetap. Dengan perkataan lain, jumlah output ditentukan oleh jumlah tenaga kerja yang digunakan. Secara sistematis hubungan kedua variable tersebut adalah sebagai berikut: Q = f (L) Dalam teori produksi ada beberapa konsep yang perlu diketahui antara lain, produksi totoal (total product/TP), Produk rata-rata (Average Product/AP), dan produk marjinal (Marjinal Product/MP) .

1. Produk Total Pruduk total adalah jumlah produk yang dihasilkan dengan menggunakan input (tenaga kerja)

2. Produk rata-rata Produk rata-ratas (AP) adalah rata-rata produk yang dihasilkan setiap input (tenaga kerja). Dengan demikian produk


(40)

rata-rata merupakan hasil bagi antara total produk (TP) dengan jumlah tenaga kerja (L). Dengan menggunakans rumus produksi rata-rata adalah sebagai berikut: AP = TP/L

3. Produk Marjinal Produk marjinal (MP) adalah tambahan jumlah produk yang diakibatkan oleh tambahan satu unit input (tenaga kerja) yang digunakan. Dengan demikian, produk marjinal merupakan perbandingan antara perubahan produk total dengan perusahaan jumlah tenaga kerja yang digunakan. Dengan menggunakan rumus produk marjinal adalah sebagai berikut: MP= DTP/DL

2.2.4. Law of Diminishing Return

The Law of Diminishing Return dikemukakan oleh seorang ahli ekonomi

dari Inggris, David Richardo (1772-1823). David mengemukakan bahwa, jika kita menambah terus-menerus salah satu unit input dalam jumlah yang sama, sedangkan input yang lain tetap, maka mula-mula akan terjadi tambahan output yang lebih dari proporsional (increasing return), tapi pada titik tertentu hasil lebih yang kita peroleh akan semakin berkurang (diminshing return).Law of

diminishing returns adalah sebuah hukum dalam ekonomi yang menjelaskan

tentang proporsi input yang tepat untuk mendapatkan output maksimal. Teori ini menjelaskan bahwa ketika input yang kita miliki melebihi kapasitas produksi dari input, maka return (pendapatan) kita akan semakin menurun. Terdapat tiga

tingkat dalam teori ini, yaitu fase increasing return (pendapatan yang

meningkat), fase kedua dimana pendapatan tetap meningkat tapi pada intensitas yang lebih rendah dan fase ketiga adalah diminishing returns.


(41)

Gambar 1. Kurva Law of Diminishing Returns

Keterangan: TP = Total Produksi

AP = Average Product (Produksi Rata-rata) MP = Marginal Product

2.3. Penelitian Terdahulu

Faktor penentu produksi TBS kelapa sawit yang digunakan untuk mengetahui pengaruhnya terhadap produksi TBS meliputi: faktor jumlah pupuk, curah hujan, tenaga kerja, umur tanaman, dan kondisi lahan. Hasil analisis pada


(42)

komponen-komponen produksi memperlihatkan komponen produksi yang memiliki pengaruh terhadap produksi TBS adalah antara jumlah bunga betina per pohon dengan komponen jumlah janjang per pohon yang dilihat dari hasil uji korelasinya memiliki hubungan yang nyata, searah dan sangat erat.

Faktor penentu produksi yang memberikan pengaruh terbaik terhadap produksi TBS kelapa sawit secara berturut-turut adalah faktor tenaga kerja, kondisi lahan, umur tanaman, pupuk dan curah hujan. Nilai koefisien determinasi (R2) yang dihasilkan dalam analisis adalah sebesar 98.2% yang diartikan bahwa 98.2% variasi variabel dependen dapat diterangkan oleh variabel independen (jumlah pupuk, curah hujan, dan tenaga kerja) yang terdapat di dalam model.

2.4. Kerangka Pemikiran

Ketersediaan input yang dimiliki oleh sebuah perkebunan akan mempengaruhi produktivitas dari tanaman kelapa sawit yang dimiliki perkebunan tersebut. Dimana dalam hal ini jika sebuah perusahaan memiliki kemudahaan dalam mendapatkan input produksi maka akan memberikan dampak yang positif bagi produktivitas tanaman kelapa sawit tersebut. Selanjutnya umur tanaman termasuk dalam suatu hal yang mempengaruhi produktivitas TBS dari kelapa sawit sehingga perlu dilakukan penelitian yang lebih mendalam agar mengetahui seberapa besar pengaruh umur tanaman terhadap produktivitas kelapa sawit.


(43)

Secara skematis, kerangka pemikiran dapat digambarkan sebagai berikut :

Umur Tanaman Kelapa Sawit

Faktor Input Produksi Kelapa Sawit

Produki Kelapa

Sawit

Produktivitas Kelapa Sawit ( TBS) Keterangan :

= Menyatakan pengaruh

Gambar 2. Kerangka Pemikiran Pengaruh Umur Tanaman Terhadap Produktivitas Kelapa Sawit (Elaeis guineensis)

2.5 Hipotesis Penelitian

Berdasarkan identifikasi masalah, tinjauan pustaka, landasan teori, dan kerangka pemikiran, hipotesis dalam penelitian ini adalah Umur tanaman memiliki pengaruh yang positif terhdap produktivitas kelapa sawit.


(44)

1.1. Latar Belakang

Kelapa sawit, berasal dari daerah tropis di Amerika Barat yang penting sebagai suatu sumber minyak nabati. Kelapa sawit tumbuh sepanjang pantai barat Afrika dari Gambia ke Angola. Kelapa sawit juga ditanami sampai batas tertentu di tengah daerah hutan hujan di Kongo, Kenya, Indonesia, dan Malaysia. Ada sedikit penanaman di negara Amerika Tengah dan Selatan (Hartmann, et. al., 1981).

Penanaman dan pemilihan kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq) dimulai

sekitar tahun 1920 di Afrika dan Asia (Malaysia dan Sumatera) ketika jenisnya mulai dimanfaatkan untuk minyak nabati secara komersial. Bagaimanapun, dasar keturunan berdasarkan populasi penanaman telah diseimbangkan secara lebih sempit dan memberikan beberapa generasi dalam pembiakannya dan tekanan yang terpilih. Berbagai populasi mempunyai kemampuan saat ini menjangkau derajat tinggi keseragaman. Seluruh dunia, keturunannya diperoleh mula-mula dari empat pohon di Bogor digunakan sebagai induk betina dari material penanaman komersil dan pada suatu palma yang digunakan sebagai induk jantan yang menekankan hal keturunan yang sempit dari kelapa sawit yang sekarang dikembangkan (Rajanaidu, et. al., 1981).

Kelapa sawit tumbuh sebagian besar di pantai barat Malaysia Barat, pada lahan yang sama untuk kelapa. Kelapa sawit juga tumbuh di beberapa lahan dekat pulau yang telah ditemukan cocok untuk kelapa sawit. Kelapa sawit tidak


(45)

dapat menguntungkan jika tumbuh di semua lahan tetapi hanya pada lahan yang subur.

Tanah subur ini termasuk tanah subur di pantai barat. Keuntungan kelapa sawit yang bertumbuh dapat sangat tinggi lebih banyak dibanding kelapa. Satu masalah dalam pertumbuhan kelapa sawit adalah bahwa suatu pabrik sangat mahal diperlukan untuk menyiapkan minyak itu. Kelapa sawit menghasilkan dua jenis minyak:

1. Minyak berwarna kemerahan yang berasal dari bagian luar dari buah, umumnya dikenal dengan minyak sawit, dan

2. Minyak tidak berwarna atau pucat yang mirip minyak kelapa sawit yang berasal dari inti atau bagian pusat dari buah yang dikenal sebagai minyak biji-bijian (Kheong, et. al., 1969).

Perkembangan perkebunan kelapa sawit berkembang dengan pesat. Tidak dapat dipungkiri, prospek industri kelapa sawit kini semakin cerah baik di pasar dalam negeri maupun di pasar dunia. Sektor ini akan semakin strategis karena berpeluang besar untuk lebih berperan menjadi motor pertumbuhan ekonomi nasional dan menyerap tenaga.

Di dalam negeri, kebijakan pemerintah mengembangkan bahan bakar nabati (BBN) sebagai altenatif bahan bakar minyak (BBM) memberi peluang besar bagi industri kelapa sawit untuk lebih berkembang. Sesuai dengan target pemerintah, pada 2010 mendatang sekitar 10% dari kebutuhan bahan bakar dalam negeri akan disuplai dengan BBN, dimana 7% diantara berbasis minyak sawit atau dikenal sebagai biodiesel. Untuk itu diperlukan tambahan pasokan atau peningkatan produksi kelapa sawit dalam jumlah besar.


(46)

Proyek ini mendapat sambutan positif. Beberapa waktu lalu telah ditandatangani 60 kesepakatan bersama antara berbagai pihak. Sampai tahun 2010, nilai proyek pengembangan BBN akan mencapai US$ 9 miliar-US$ 10 miliar yang disertai dana perbankan kurang lebih Rp 34 triliun. Tenaga kerja yang terserap diperkirakan mencapai 3,5 juta orang.

Sementara itu di pasar dunia dalam 10 tahun terakhir, penggunaan atau konsumsi minyak sawit tumbuh sekitar rata-rata 8%-9% per tahun. Ke depan, laju pertumbuhan ini diperkirakan akan terus bertahan, bahkan tidak tertutup kemungkinan meningkat sejalan dengan trend penggunaan bahan bakar alternatif berbasis minyak nabati atau BBN seperti biodiesel.

Pertumbuhan penggunaan minyak sawit itu dipicu oleh peningkatan jumlah penduduk dunia dan semakin berkembangnya tren pemakaian bahan dasar oleochemical pada industri makanan, industri shortening, farmasi

(kosmetik). Trend ini berkembang karena produk yang menggunakan bahan baku kelapa sawit lebih berdaya saing dibandingkan minyak nabati dengan bahan baku lainnya.

Berdasarkan data dari Oil World, tren penggunaan komoditi berbasis

minyak kelapa sawit di pasar global terus meningkat dari waktu ke waktu mengalahkan industri berbasis komoditas vegetable oil lainnya seperti minyak gandum, minyak jagung, minyak kelapa.

Sejak 2004 penggunaan komoditi minyak kelapa sawit telah menduduki posisi tertinggi dalam pasar vegetable oil dunia yaitu mencapai sekitar 30 juta ton dengan pertumbuhan rata-rata 8% per tahun, mengalahkan komoditi minyak kedelai sekitar 25 juta ton dengan pertumbuhan rata-rata 3,8% per tahun.


(47)

Komoditi lainnya yang banyak digunakan adalah minyak bunga matahari yaitu sekitar 11,5 juta ton dengan pertumbuhan rata-rata 2,2% per tahun.

Dengan ketersediaan lahan dan iklim yang mendukung, Indonesia berpeluang besar untuk memanfaatkan trend tersebut. Sejumlah kalangan (pengamat dan pelaku dunia usaha) optimis, Indonesia mampu menguasai dan menjadi pemain nomor satu di pasar industri kelapa sawit dunia yang kini dikuasasi oleh Malaysia. Saat ini saja Indonesia sudah menguasai 37% pasar dunia, sementara Malaysia sebesar 42%. Diperkirakan, dalam dua tahun ke depan pangsa pasar Indonesia akan dapat melampaui pangsa pasar Malaysia.

Namun di sisi lain, banyak kalangan yang meragukan apakah Indonesia mampu mengoptimalkan daya saingnya untuk memperoleh nilai tambah (added

value) yang maksimal bagi pembangunan ekonomi nasional. Ini tidak terlepas

dari kenyataan, sebagian besar produk kelapa sawit nasional masih diperdagangkan dalam bentuk CPO atau minyak goreng, belum masuk ke dalam tahap industri yang mempunyai nilai tambah besar seperti industri bio surfactant (Anonimousa. 2014).

Tingginya permintaan minyak sawit makan di India, Cina dan di dalam negeri membuat Indonesia menjadi produsen teratas minyak sawit mentah, demikian menurut statistik yang digabungkan ilmuwan di Center for

International Forestry Research (CIFOR).

Dalam beberapa tahun terakhir, sektor perkebunan dan pengolahan minyak sawit memegang peran kunci bagi ekonomi Indonesia. Meningkatnya permintaan bagi minyak makan secara domestik dan internasional menciptakan kondisi Indonesia menjadi pemimpin dunia dalam wilayah kumulatif perkebunan


(48)

dan produksi minyak sawit mentah (Crude Palm Oil/CPO). Pada 2011,

perkebunan minyak sawit mencakup 7,8 juta hektar di Indonesia, termasuk 6,1 juta ha perkebunan produktif yang tengah dipanen. Pada 2010, perkebunan-perkebunan ini menghasilkan 22 juta ton CPO, sementara pada 2011 menghasilkan 23,5 ton.

Memasuki 2020, Indonesia berencana menggandakan produksi CPO menjadi 40 juta ton per tahun dan memperluas portfolio perkebunan dengan

menambah 4 juta hektar. Tingginya permintaan minyak makan dari negara ekonomi berkembang di Asia seperti India dan China serta tingginya tingkat konsumsi domestik menjadi kekuatan pendorong utama di balik pertumbuhan ini.. Sekitar separuh produksi CPO Indonesia diekspor dalam bentuk belum diolah. Sebagian besar sisanya diproses menjadi minyak goreng dan sekitar separuhnya juga diekspor, demikian menurut Bank Dunia. Sisanya dikonsumsi di dalam negeri.

Sekitar 75 persen perusahaan perkebunan dan produksi CPO berlokasi di Sumatera dan Kalimantan, wilayah di Indonesia dengan sejarah panjang pengembangan minyak sawit, baik perkebunan yang beroperasi dalam skala besar maupun skala kecil. Hampir separuh dari seluruh wilayah perkebunan dikelola oleh usaha kecil dan diyakini bahwa operasi usaha kecil berkontribusi secara signifikan terhadap perluasan perkebunan minyak sawit beberapa tahun terakhir. (Anonimousb.2014)

Perkembangan industri pengolahan kelapa sawit di wilayah Sumatera Utara saat ini meningkat dengan sangat cepat. Perkembangan antar industri pabrik kelapa sawit ini memunculkan persaingan yang sangat


(49)

kompetitif antar perusahaan. Secara umum kondisi perkebunan kelapa sawit di Provinsi Sumatera Utara cukup berkembang dengan baik. Hal ini terbukti dengan terus bertambahnya areal perkebunan baik perkebunan rakyat, swasta asing, maupun nasional dan perkebunan negara (PTPN).

Luas tanaman dan produksi kelapa sawit berdasarkan pengelolaan tahun 2008-2012 seperti terlihat pada Tabel 1.

Berdasarkan data yang disajikan di atas, diperoleh gambaran bahwa terjadi fluktuasi perkembangan areal dan produksi perkebunan kelapa sawit di Provinsi Sumatera Utara. Berdasarkan data tersebut, secara umum terjadi peningkatan luas areal perkebunan. Perkembangan luas areal perkebunan sawit yang dikelola oleh rakyat mengalami peningkatan dari 379.853 ha pada tahun 2008 menjadi 405.921,08 ha pada tahun 2012 (naik 6,86 %), PTPN mengalami peningkatan dari 299.604 ha pada tahun 2008 menjadi 306.393,62


(50)

ha pada tahun 2012 (naik 3,88 %). Perkebunan Besar Swasta Nasional dari 237.462 ha pada tahun 2008 menjadi 248.500,45 ha pada tahun 2012 (naik 4,65 %), dan Perkebunan Besar Swasta Asing meningkat dari 106.948 ha pada tahun 2008 menjadi 115.202,57 ha pada tahun 2012 (naik 7,72 %).

Berdasarkan Tabel 1, dapat dilihat secara umum produksi kelapa sawit berupa tandan buah segar (TBS) juga mengalami peningkatan baik perkebunan rakyat, PTPN, perkebunan besar swasa nasional (PBSN) dan perkebunan besar swasta asing (PBSA) dari tahun 2008 hingga 2012. Dari data tahun 2008 sampai 2012, peningkatan produksi untuk perkebunan rakyat sebesar 9,8 %, PTPN sebesar 15,3 %, PBSN sebesar 4,14 %, dan PBSA sebesar 6,95 %.

Dengan perkembangan luas lahan dan produktivitas lahan kelapa sawit di Sumatera Utara ini tidak terlepas dari kualitas tanaman, umur tanaman dan seluruh faktor input yang digunakan dalam setiap perkebunan kelapa sawit. Namun pada kenyataanya masih terdapat perkebunan kelapa sawit rakyat yang kesulitan dalam meningkatkan produktivitas perkebunan kelapa sawitnya. Sehingga perkebunan tersebut belum dapat memproduksi TBS secara optimal.


(51)

Tabel 2. Luas Tanam dan Produksi Kelapa Sawit Berdasarkan Kabupaten/ Kota Tahun 2009-2013

Sumber: Dinas Perkebunan Provinsi Sumatera Utara, 2009-2013

Tinggi rendahnya produktivitas TBS per hektar suatu kebun tergantung dari komposisi umur tanaman yang ada di kebun tersebut. Semakin luas komposisi umur tanaman remaja dan renta, semakin rendah pula produktivitas per hektarnya. Semakin banyak tanaman dewasa dan teruna semakin tinggi pula produktivitas per hektarnya. (Risza, 1994)

No Kabupaten/Kota

Luas Tanaman / Area (ha)

Produksi TBS Production Bunch of Palm (ton) TBM Not Yet Productive TM Productive TTM Unproductive Jumlah Total

1 Nias 2 140,00 2 915,50 31,50 5 087,00 54022,71

2 Mandailing Natal 4 092,27 11 079,28 7,24 15 178,79 203597,33

3 Tapanuli Selatan - - - - -

4 Tapanuli Tengah 1 478,50 1 561,00 13,00 3 052,50 25 385,00

5 Tapanuli Utara 20,00 6,69 14,25 40,94 30,32

6 Toba Samosir 139,50 475,32 19,80 634,62 3281,14

7 Labuhanbatu 2 066,00 31 455,00 25,00 33 546,00 439159,09

8 Asahan 10 611,20 60 356,00 1 079,19 72 046,39 1 015

9 Simalungun 2 489,22 24 992,67 3,10 27 484,99 508 970,15

10 Dairi 40,00 112,00 - 152,00 967,00

11 Karo 217,00 558,00 - 775,00 6 597,64

12 Deli Serdang 3 158,65 10 784,05 119,00 14 061,70 175 472,36

13 Langkat 3 802,00 38 012,60 345,00 42 159,60 598 073,30

14 Nias Selatan 335,00 - - 335,00 -

15 Humbang Hasundutan 93,00 130,00 33,00 256,00 335,00

16 Pakpak Bharat 479,00 830,00 177,60 1 486,60 3 199,09

17 Samosir - - - - -

18 Serdang Bedagai 2 537,76 9 681,98 16,50 12 236,24 149 926,41

19 Batu Bara 2 061,00 6 186,50 376,00 8 623,50 89 431,82

20 Padang Lawas Utara 8 384,00 16 816,00 20,00 25 220,00 273 389,50

21 Padang Lawas Selatan 6 750,93 27 313,99 167,55 34 232,47 415 240,23 22 Labuhanbatu Selatan 2 032,00 39 420,00 520,00 41 972,00 608 975,27

23 LabuhanBatu Utara 5 623,00 60 983,00 612,00 67 218,00 857 323,91

24 Nias Utara - - - - -

25 Nias Barat - - - - -

Kota/City


(52)

1.2. Identifikasi Masalah

1. Bagaimana pengaruh dari umur tanaman terhadap produktivitas TBS (Tandan Buah Segar) perkebunan kelapa sawit rakyat di Kecamatan Pegajahan, Kabupaten Serdang Bedagai?

1.3. Tujuan Penelitian

1. Menganalisis pengaruh umur tanaman terhadap produksi TBS (Tandan Buah Segar) perkebunan kelapa sawit rakyat di Kecamatan Pegajahan, Kabupaten Serdang Bedagai.

1.4. Manfaat Penelitian

1. Sebagai bahan masukan bagi pengambil kebijakan terkait dengan upaya peningkatan produksi Tandan Buah Segar (TBS).

2. Sebagai bahan masukan bagi pemerintah dan instansi-instansi terkait dalam melaksanakan penelitian yang berkelanjutan.

3. Sebagai bahan informasi dan referensi bagi pihak-pihak yang membutuhkan dalam melakukan penelitian, khususnya penelitian mengenai perkebunan kelapa sawit.

1.5. Keaslian Penelitian

1. Model Penelitian : Dalam penelitian ini digunakan berbagai macam metode analisis yaitu, analisis regresi linear untuk menjelaskan pengaruh umur tanaman terhadap produksi TBS.


(53)

2. Variabel Penelitian : Dalam penelitian ini yang menjadi variabel penelitian atau fokus penelitian meliputi luas kebun dan lama bertani.

3. Besar Sampel : Sampel penelitian adalah petani sawit perkebunan rakyat sebanyak 30 orang.

4. Waktu Penelitian : Penelitian dilakukan pada tahun 2014.

5. Lokasi penelitian : Penelitian dilakukan di Kecamatan Pegajahan, Kabupaten Serdang Bedagai.


(54)

ABSTRAK

NORMAN S.H TAMPUBOLON (100304146) dengan judul “PENGARUH UMUR TANAMAN TERHADAP PRODUKTIVITAS KELAPA SAWIT (Elaeis guineensis) (STUDI KASUS: PERKEBUNAN RAKYAT DI

KECAMATAN PEGAJAHAN, KABUPATEN SERDANG BEDAGAI)”.

Penelitian ini dibimbing oleh Bapak Prof. Dr. Ir. Kelin Tarigan, M.S sebagai Ketua Komisi Pembimbing dan Bapak Ir. Sinar Indra Kesuma, M.Si sebagai Anggota Komisi Pembimbing.

Perkembangan luas lahan dan produktivitas lahan kelapa sawit di Sumatera Utara ini tidak terlepas dari kualitas tanaman, umur tanaman dan seluruh faktor input yang digunakan dalam setiap perkebunan kelapa sawit. Namun pada kenyataanya masih terdapat perkebunan kelapa sawit rakyat yang kesulitan dalam meningkatkan produktivitas perkebunan kelapa sawitnya. Sehingga perkebunan tersebut belum dapat memproduksi TBS (Tandan Buah Segar) secara optimal. Tujuan utama penelitian ini adalah untuk menganalisis pengaruh umur tanaman terhadap produksi TBS (Tandan Buah Segar) perkebunan kelapa sawit rakyat di Kecamatan Pegajahan, Kabupaten Serdang Bedagai.

Metode yang digunakan untuk penentuan daerah penelitian adalah dengan cara

purposive methode. Metode yang digunakan untuk penentuan sampel adalah metode quota sampling. Pengumpulan data dilakukan dengan metode survey dan wawancara langsung kepada para petani pemilik perkebunan kelapa sawit rakyat. Masalah dalam penelitian ini akan dianalisis menggunakan analisis regresi linier hal ini dilakukan karena fungsi produksi akan mencapai titik optimum dan akan mengalami penurunan produksi di waktu tertentu sehingga dibutuhkan analisis regresi linier.

Hasil penelitian yang telah dibahas sebelumnya dapat ditarik kesimpulan bahwasanya umur tanaman berpengaruh secara nyata terhadap produktivitas tandan buah segar kelapa sawit. Tinggi rendahnya produktivitas TBS (Tandan Buah Segar) per hektar suatu kebun tergantung dari komposisi umur tanaman yang ada di kebun tersebut. Semakin luas komposisi umur tanaman remaja dan renta, semakin rendah pula produktivitas per hektarnya. Semakin banyak tanaman dewasa dan teruna semakin tinggi pula produktivitas per hektarnya.

Kata Kunci: Pengaruh Umur Tanaman, Tandan Buah Segar, Produktivitas, Analisis Regresi Linier


(55)

ABSTRACT

NORMAN S.H TAMPUBOLON (100304146) with the thesis title "THE AGE EFFECT ON PRODUCTIVITY OF PLANT OIL PALM (Elaeis guineensis)

(CASE STUDY: PLANTATION PEOPLE IN KECAMATAN

PEGAJAHAN, KABUPATEN SERDANG BEDAGAI)". The research led by Mr. Prof. Dr. Ir. Kelin Tarin, M.S and Mr. Ir. Sinar Indra Kesuma, M.Si as a Member.

Development of the land area and productivity of oil palm plantations in North Sumatra is inseparable from the quality of the plants, plant age and all factors of the inputs used in any oil palm plantations. But the fact is there are still palm plantations is the difficulty in improving the productivity of oil palm plantations. So that these plantations have not been able to produce FFB (fresh fruit bunches) optimally.

The main objective of this study was to analyze the effect of age of the plant to the production of FFB (fresh fruit bunches) palm plantations in Kecamatan Pegajahan, Kabupaten Serdang Bedagai. The method used for the determination of the research area was the purposive method. The method used for sampling is quota sampling method. The data collection was conducted using surveys and interviews directly to farmers owner palm plantations. The problem in this research will be analyzed using linear regression analysis this was done because the production function will reach its optimum level and will decline in the production of a certain time so it takes a linear regression analysis. From the research that has been discussed before it can be deduced that the age of the plant significantly affect the productivity of oil palm FFB (fresh fruit bunches). High and low productivity of FFB (fresh fruit bunches) per hectare a garden depends on the age composition of the existing plants in the garden. The wider the age composition of juvenile plants and frail, the lower the productivity per hectare. The more mature plants and cadet higher the productivity per hectare.

Keywords: Effect of Plant Age, FFB (Fresh Fruit Bunches), Productivity, Linear Regression Analysis


(56)

PRODUKTIVITAS KELAPA SAWIT (Elaeis guineensis)

(STUDI KASUS: PERKEBUNAN RAKYAT DI KECAMATAN PEGAJAHAN, KABUPATEN SERDANG BEDAGAI)

SKRIPSI

OLEH:

NORMAN S.H TAMPUBOLON 100304146

AGRIBISNIS

PROGRAM STUDI AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2016


(57)

PENGARUH UMUR TANAMAN TERHADAP PRODUKTIVITAS KELAPA SAWIT (Elaeis guineensis)

(STUDI KASUS: PERKEBUNAN RAKYAT DI KECAMATAN PEGAJAHAN, KABUPATEN SERDANG BEDAGAI)

SKRIPSI

NORMAN S.H TAMPUBOLON 100304146

AGRIBISNIS

Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Mendapatkan Gelar Sarjana Pertanian diProgram Studi Agribisnis, Fakultas Pertanian, Universitas

Sumatera Utara

Disetujui oleh : Komisi Pembimbing

Ketua Komisi Pembimbing Anggota Komisi Pembimbing

(Prof. Dr. Ir. Kelin Tarigan, M. S) (Ir. Sinar Indra Kesuma, M.Si) NIP. 194608021973011001 NIP. 196509261993031002

PROGRAM STUDI AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2016


(58)

ABSTRAK

NORMAN S.H TAMPUBOLON (100304146) dengan judul “PENGARUH UMUR TANAMAN TERHADAP PRODUKTIVITAS KELAPA SAWIT (Elaeis guineensis) (STUDI KASUS: PERKEBUNAN RAKYAT DI

KECAMATAN PEGAJAHAN, KABUPATEN SERDANG BEDAGAI)”.

Penelitian ini dibimbing oleh Bapak Prof. Dr. Ir. Kelin Tarigan, M.S sebagai Ketua Komisi Pembimbing dan Bapak Ir. Sinar Indra Kesuma, M.Si sebagai Anggota Komisi Pembimbing.

Perkembangan luas lahan dan produktivitas lahan kelapa sawit di Sumatera Utara ini tidak terlepas dari kualitas tanaman, umur tanaman dan seluruh faktor input yang digunakan dalam setiap perkebunan kelapa sawit. Namun pada kenyataanya masih terdapat perkebunan kelapa sawit rakyat yang kesulitan dalam meningkatkan produktivitas perkebunan kelapa sawitnya. Sehingga perkebunan tersebut belum dapat memproduksi TBS (Tandan Buah Segar) secara optimal. Tujuan utama penelitian ini adalah untuk menganalisis pengaruh umur tanaman terhadap produksi TBS (Tandan Buah Segar) perkebunan kelapa sawit rakyat di Kecamatan Pegajahan, Kabupaten Serdang Bedagai.

Metode yang digunakan untuk penentuan daerah penelitian adalah dengan cara

purposive methode. Metode yang digunakan untuk penentuan sampel adalah metode quota sampling. Pengumpulan data dilakukan dengan metode survey dan wawancara langsung kepada para petani pemilik perkebunan kelapa sawit rakyat. Masalah dalam penelitian ini akan dianalisis menggunakan analisis regresi linier hal ini dilakukan karena fungsi produksi akan mencapai titik optimum dan akan mengalami penurunan produksi di waktu tertentu sehingga dibutuhkan analisis regresi linier.

Hasil penelitian yang telah dibahas sebelumnya dapat ditarik kesimpulan bahwasanya umur tanaman berpengaruh secara nyata terhadap produktivitas tandan buah segar kelapa sawit. Tinggi rendahnya produktivitas TBS (Tandan Buah Segar) per hektar suatu kebun tergantung dari komposisi umur tanaman yang ada di kebun tersebut. Semakin luas komposisi umur tanaman remaja dan renta, semakin rendah pula produktivitas per hektarnya. Semakin banyak tanaman dewasa dan teruna semakin tinggi pula produktivitas per hektarnya.

Kata Kunci: Pengaruh Umur Tanaman, Tandan Buah Segar, Produktivitas, Analisis Regresi Linier


(1)

7. Seluruh Staf Akademik dan Pegawai Tata Usaha Agribisnis, Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara yang telah membantu seluruh proses administrasi perkuliahan.

8. Ayahanda Ir. Ronald M Tampubolon dan Ibunda Suprati NR Siagian serta Adinda Patrisia M.E Tampubolon, Medelin S.N Tampubolon, Piter H.D Tampubolon serta keluarga besar penulis yang telah memberikan kasih sayang, doa, dukungan, dan motivasi kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik.

9. Teman-teman khususnya Benedicta Claudia Seafry S.H, Muhammad Khaliki S.P, Pebri Hardiansyah Pohan, Irna Fitri Melani S.P, Rizky Hermawan Pulungan S.P, Husna Fadhillah S.P, Rahmat Wijaya S.P, Aziz Adriansyah S.P, Zulfikar Damanik S.P, yang telah memberikan bantuan, motivasi, dan semangat kepada penulis selama penyelesaian skripsi ini serta seluruh teman-teman agribisnis angkatan 2010 yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu. 10.Responden-responden penelitian skripsi ini dan semua orang serta instansi

terkait yang telah membantu memperlancar pengerjaan penelitian ini sampai akhir.

Penulis menyadari skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, penulis menerima kritik dan saran yang bersifat membangun untuk menyempurnakan skripsi ini. Akhir kata penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi kita semua. Terima kasih.

Medan, Juni 2016


(2)

vi

DAFTAR ISI

ABSTRAK ... i

RIWAYAT HIDUP ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR GAMBAR ... ix

DAFTAR LAMPIRAN ... x

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Identifikasi Masalah ... 9

1.3 Tujuan Penelitian ... 9

1.4 Manfaat Penelitian ... 9

1.5 Keaslian Penelitian ... 9

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Pustaka ... 11

2.2 Landasan Teori... 16

2.2.1 Faktor Produksi ... 16

2.2.2 Faktor Produksi Kelapa Sawit ... 18

2.2.3 Teori Produksi ... 23

2.2.4 Law of Deminishing Return ... 25

2.3 Penelitian Terdahulu ... 26

2.4 Kerangka Pemikiran ... 27

2.5 Hipotesis Penelitian ... 28

BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Metode Penentuan Daerah Penelitian ... 29

3.2 Jenis dan Sumber Data ... 29

3.3 Metode Pengumpulan Data ... 29

3.4 Metode Penentuan Sampel ... 30

3.5 Metode Analisis Data ... 31


(3)

3.6.1 Definisi ... 34 3.6.2 Batasan Operasional ... 34 BAB IV DESKRIPSI WILAYAH

4.1 Wilayah Kecamatan Pegajahan ... 35 4.2 Keadaan Kependudukan Kecamatan Pegajahan ... 36 4.3 Sarana dan Prasarana di Kecamatan Pegajahan... 37 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1 Pengaruh Umur Tanaman Terhadap Produktivitas Kelapa Sawit ... 39 BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan ... 48 6.2 Saran... 48 DAFTAR PUSTAKA


(4)

viii

DAFTAR TABEL

Tabel Judul Hal

1 Luas Areal Tanaman dan Produksi Kelapa Sawit di Sumatera Utara Berdasarkan Pengelolaan Tahun 2008-

6 2012

2 Luas Tanam dan Produksi Kelapa Sawit Berdasarkan 8 Kabupaten/Kota Tahun 2009-2013

3 Luas Kecamatan Pegajahan Menurut Desa/Kelurahan 35 Tahun 2013

4 Produktivitas Tandan Buah Segar Kelapa Sawit 43 2 Berdasarkan Umur Tanaman


(5)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Judul Hal

1 Kurva Law of Diminishing Returns 26

2 Kerangka Pemikiran Pengaruh Umur Tanaman Terhadap Produktivitas Kelapa Sawit (Elaeis guineensis)

28

3 Peta Kecamatan Pegajahan 36

4 Rata-rata Produktivitas (Ton/Ha) di Perkebunan Rakyat Kecamatan Pegajahan


(6)

x

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Judul

1 Data Primer diolah 2 Hasil Run SPSS


Dokumen yang terkait

Studi Sebaran Akar Tanaman Kelapa Sawit(Elaeis guineensis Jacq.) Pada Lahan Gambut Di Perkebunan PT. Hari Sawit Jaya Kabupaten Labuhan Batu

6 87 123

Studi Karakteristik Ganoderma Boninense Pat. Pada Tanaman Kelapa Sawit (Elaeis Guineensis Jacq) Di Lahan Gambut

9 86 83

Studi keanekaragaman serangga di Pertanaman Kelapa Sawit (Elaeis guineenis Jack.) di PTPN III, Huta Padang, Kabupaten Asahan

2 51 76

Model pendugaan cadangan karbon pada kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq.) umur 5 tahun di perkebunan kelapa sawit PT. Putri Hijau, Kabupaten Langkat.

6 77 76

Pengaruh Umur Tanaman Terhadap Produktivitas Kelapa Sawit (Elaeis Guineensis) (Studi Kasus: Perkebunan Rakyat di Kecamatan Pegajahan, Kabupaten Serdang Bedagai)

0 0 12

Pengaruh Umur Tanaman Terhadap Produktivitas Kelapa Sawit (Elaeis Guineensis) (Studi Kasus: Perkebunan Rakyat di Kecamatan Pegajahan, Kabupaten Serdang Bedagai)

0 0 2

Pengaruh Umur Tanaman Terhadap Produktivitas Kelapa Sawit (Elaeis Guineensis) (Studi Kasus: Perkebunan Rakyat di Kecamatan Pegajahan, Kabupaten Serdang Bedagai)

0 0 10

Pengaruh Umur Tanaman Terhadap Produktivitas Kelapa Sawit (Elaeis Guineensis) (Studi Kasus: Perkebunan Rakyat di Kecamatan Pegajahan, Kabupaten Serdang Bedagai)

0 0 18

Pengaruh Umur Tanaman Terhadap Produktivitas Kelapa Sawit (Elaeis Guineensis) (Studi Kasus: Perkebunan Rakyat di Kecamatan Pegajahan, Kabupaten Serdang Bedagai)

0 0 2

Pengaruh Umur Tanaman Terhadap Produktivitas Kelapa Sawit (Elaeis Guineensis) (Studi Kasus: Perkebunan Rakyat di Kecamatan Pegajahan, Kabupaten Serdang Bedagai)

0 0 2