Pendahuluan Ijin Diluar Ketentuan

I. Pendahuluan

Kelapa sawit merupakan komoditas perkebunan utama di Indonesia. Sampai tahun 2014, luas perkebunan kelapa sawit mencapai 13,5 juta hektar atau 7 dari total luas daratan Indonesia. Luasnya tanah dan besarnya investasi yang dialokasikan untuk pengembangan perkebunan kelapa sawit, belum diimbangi dengan mekanisme pengelolaan dan pengawasan yang baik. Kondisi ini menyebabkan terjadi berbagai kerusakan, pelanggaran dan dugaan korupsi dalam business process komoditas ini. Selain itu, masifikasi pengembangan perkebunan kelapa sawit menyebabkan terjadi ketimpangan penguasaan tanah di Indonesia. Kajian lembaga Transformasi Untuk Keadilan Indonesia TUK Indonesia dan Profundo pada tahun 2013, menemukan bahwa tanah seluas 5,1 juta hektar di kuasai oleh 25 grup perusahaan perkebunan kelapa sawit yang hanya dimiliki oleh 30 keluarga. Jumlah tersebut merupakan 38 dari total luasan areal yang di peruntukkan bagi pengembangan perkebunan sawit di Indonesia. Sampai dengan Desember 2014, luas perkebunan kelapa sawit di Kalimantan Barat mencapai 5.387.610,41 hektar dengan 550 perusahaan. Jumlah dan luasan ini terdiri dari 28 perusahaan dengan luas 270.526,27 hektar dalam status Informasi Lahan IL, 44 perusahaan dengan luas 344.704,00 ha dengan status izin Lokasi IL, 323 perusahaan dengan luas 3.842.764,44 hektar dengan status Izin Usaha Perkebunan IUP dan 155 perusahaan mendapatkan izin Hak Guna Usaha HGU seluas 929.615,70 hektar. 2 Sumber: Data Dinas Perkebunan Provinsi Kalbar Desember , di 2014 olah oleh Walhi Kalimantan Barat 20 40 60 80 100 120 Mempawah Kubu Raya Singkawang Sambas Bengkayang Landak Sanggau Sekadau Sintang Melawi Kapuas Hulu Ketapang Kayong Utara Tabel 1. Sebaran dan Luas Perkebunan Kelapa Sawit Kalimantan Barat Info Lahan Izin L IUP HGU

II. Praktek Gelap Perizinan a. Penyalahgunaan wewenang dalam proses perizinan

Koalisi Masyarakat Sipil Kalimantan Barat Desember 2014, perkebunan mengindikasikan terjadi penyalahgunaan kelapa sawit di Kalimantan wewenang pejabat daerah dalam Barat seluas 5.387.610,41 hektar dengan 550 pemberian izin investasi perkebunan perusahaan. Terdiri dari 28 kelapa sawit untuk tujuan eksistensi dan perusahaa; luas 270.526,27 logistic politik penguasa lokal dan tokoh hektar status Informasi Lahan politik. Dugaan tersebut berdasarkan pada IL, 44 perusahaan; luas 344.704,00 ha status izin meningkatnya jumlah izin baru perkebunan Lokasi IL, 323 perusahaan; pada momentum menjelang dan pasca luas 3.842.764,44 hektar status pemilihan kepala daerah. Kebutuhan dana Izin Usaha Perkebunan IUP dan 155 perusahaan berizin politik perebutan kepala daerah tersebut di Hak Guna Usaha HGU seluas dapat dari investor dan perusahaan 929.615,70 hektar. dengan kompensasi penerbitan izin baru ataupun peningkatan status izin yang sudah ada sebelumnya. Dugaan pelanggaran maupun penyalahgunaan kewenangan kepala daerah tersebut tidak hanya dalam Yasir Anshari, anak bupati Ketapang pemberian izin kepada perusahaan 2000-2010 memiliki 16 perusahaan besar dengan motif logistik perkebunan dan pertambangan. Pada kepentingan politik daerah, tahun 2010 menjual PT. Lanang pelanggaran juga dilakukan dengan Bersatu kepada PT. Harita saat mencalonkan diri sebagai Bupati pemberian kemudahan izin kepada Ketapang periode 2010-2015 keluarga maupun kroni-kroninya yang tidak memiliki kemampuan dan sumber daya yang memadai.

b. Praktik suap, gratifikasi dan pemerasan dalam pemberian izin

Tertangkapnya Bupati Buol Amran Batalipu pada 26 Juni 2012 menjelaskan begitu terang benderangnya praktek suap dalam pengurusan perizinan perkebunan Kelapa Sawit. Berbagai bentuk dan jenis praktek suap, gratifikasi dan pemerasan yang sama juga terjadi di Kalimantan Barat. Indikasi terjadinya 3 praktek tersebut bisa dilihat di banyak perusahaan perkebunan kelapa sawit yang belum memiliki kelengkapan prosedur dan dokumen adminstrasi tetapi kemudian bisa mendapatkan kenaikan status perizinan ataupun mendapatkan izin baru. Investigasi yang dilakukan oleh Perkumpulan Sawit Watch pada tahun 2013 memperkuat dugaan terjadinya praktek suap dalam proses pemberian izin perkebunan kelapa sawit tersebut, khususnya mengurus perizinan di luar izin Hak Guna Usaha HGU. Perusahaan perkebunan Kelapa Sawit harus menyediakan dana mencapai Rp. 32 milyar untuk seluruh biaya legal maupun illegal dalam pengurusan izin. Biaya tersebut terdiri dari semua proses dan tahapan pengurusan izin dari level kabupaten Bupati, provinsi Gubernur dan sampai ke Kementerian terkait. Dalam temuan investigasi tersebut, untuk pengurusan Hak Guna Usaha HGU, perusahaan harus mengeluarkan biaya tersendiri.

c. Manipulasi dalam peningkatan status izin dan penerbitan Hak Guna Usaha HGU

Proses peningkatan status izin dan pengurusan Hak Guna Usaha GHU juga tidak luput dari praktek suap dan PT Sintang Raya dalam membebaskan manipulasi. Koalisi Masyarakat lahan hanya diwakili perangkat desa Sipil Kalimantan Barat tanpa melibatkan masyarakat. Praktek menemukan praktek manipulasi manipulasi tersebut yang menjadikan 5 dilakukan sejak sosialisasi orang masyarak desa olak‐olak hingga ganti rugi terhadap lahan kecamatan kubu kab. Kubu Raya yang diatasnya sudah terlebih gugatannya dimenangkan oleh PTUN dahulu ada haknya. Manipulasi hingga Mahkamah Agung karena tanah dilakukan agar kelengkapan sertifikat yang belum dibebaskan masuk administrasi dapat tercapai HGU PT Sintang. Hal serupa terjadi di sehingga masa berlaku izinnya Desa Sungai Iruk Kec. Sungai Raya dapat ditingkatkan. Salah satu Kepulauan Kab. Bengkayang 84 buah contohnya adalah di lapangan sertifikat dengan luas 300 Ha yang belum terjadi pelepasan hak belum dibebaskan masuk kepada pemegang hak sebelumnya. Namun dalam dokumen laporan untuk kelengkapan administrasinya, status sudah Fakta lain adalah sampai dengan Desember 2014, jumlah luas izin perkebunan kelapa sawit di Kalimantan Barat adalah 4.457.994,71 hektar dan 395 perusahaan, sementara realisasi tanam baru mencapai 1.044.196,34 hektar dan Hak Guna Usaha HGU hanya dimiliki oleh 155 perusahaan dengan luas 929.615,70 hektar. Rendahnya progres penanaman dan 4 dilepaskan. 8 1 1 9 Tabel 2. Perbandingan luas perizinan dan realisasi penanaman Perkebunan kelapa sawit di Kalimantan Barat 201 4 luas izin realisasi tanam pembangunan kebun yang hanya 19,36 bila dibanding dengan luasan perizinan mengkonfirmasi fakta bahwa telah terjadi praktek manipulasi administrasi dalam memberikan izin perkebunan kelapa sawit. Selain itu, fakta ini menjelaskan lemahnya pengawasan, kontrol dan tanggungjawab negara terhadap tujuan pengajuan izin perkebunan yang hanya dimanfaatkan untuk melakukan penebangan dan pengambilan kayu saja.

d. Pemegang izin abai atas kewajiban kemitraan 20 dengan masyarakat

Peraturan Menteri Pertanian Nomor 26 Tahun 2007, mewajibkan seluruh perusahaan perkebunan pemegang izin membangunkan 20 dari luas izinnya untuk kebun kemitraan masyarakat. Pada prakteknya, di lapangan banyak perusahaan yang sengaja tidak membangunkan kebun kemitraan sampai perusahaan tersebut sudah memiliki HGU dan bahkan setelah memasuki masa panen. Praktek-praktek abai dengan tidak merealisasikan kebun plasma dan kemitraan kepada masyarakat ini telah menimbulkan banyak konflik di dalam area perkebunan kelapa sawit di Kalimantan Barat.

III. Ijin Diluar Ketentuan

Berdasarkan temuan Koalisi Masyarakat Sipil Kalimantan Barat, terjadi banyak Konflik Masyarakat Desa Batu cacat prosedur dalam mendapatkan Izin Daya Ketapang VS PT. Swadaya Usaha Perkebunan IUP seperti yang di Mukti Prakarsa SMP: atur di dalam Permentan No. 26 Tahun Pangkal permasalahan dari kriminalisasi 2007 dan Permentan No. 98 Tahun warga ini adalah tuntutan kebun plasma 2013. oleh warga atas 1088,33 ha hutan milik masyarakat yang dilepaskan oleh Pemda Beberapa temuan pelanggaran adalah kab Ketapang selaku pemberi izin konsesi sebagai berikut: kepada perusahaan. menyebabkan Yohanes Singkul dan Aksi atas tuntutan ini 1 IUP diterbitkan sebelum Izin AnyunProses persidangan kemudian hanya ditangkap oleh pihak kepolisian. Lingkungan diterbitkan mengadili sangkaan penganiayaan dan 2 IUP beroperasi di dalam kawasan membawa senjata tajam saat insiden hutan kericuhan di kantor perusahaan PT. First Resources pada 26 Oktober PT. SMP 3 IUP diterbitkan sebelum 2013. Tanpa mampu memberi solusi dari mendapatkan Izin Pelepasan tuntutan masyarakat tersebut. Kawasan Hutan IPKH 4 IUP diterbitkan di lokasi yang sudah dibebani hak lainnya Temuan Koalisi Masyarakat Sipil Kalimantan Barat di kabupaten Kapuas Hulu, 7 perusahaan perkebunan sawit di bawah perusahaan Group Sinar Mas mendapatkan IUP tanpa Izin Lingkungan, tapi hanya mendapatkan Putusan Kelayakan Lingkungan yang diterbitkan oleh Bupati Kapuas Hulu. Berdasarkan UU 32 Tahun 2009 dan PP No. 27 Tahun 2012 tentang Izin Lingkungan menjelaskan bahwa Izin Lingkungan hanya bisa diterbitkan oleh Komisi Penilai Amdal Propinsi. Ini menunjukkan telah terjadi persengkongkolan dan penyimpangan dalam pelaksanaan kewajiban pemilik usaha perkebunan. Disamping pelanggaran dalam proses penerbitan Izin Usaha Perkebunan IUP, 7 Perusahaan Perkebunan Kelapa Koalisi juga menemukan bahwa ada Sawit tersebut adalah : 5 penerbitan HGU dilakukan pada saat 1. PT. Anugerah Makmur Sejati status lahan belum “clear and clean”. 2. PT. Kartika Prima Cipta Mengacu pada Permenag No. 9 Tahun 3. PT. Paramitra Internusa Pratama 1999 tentang Pemberian dan 4. PT. Primanusa Mitraserasi 5. PT. Buana Tunas Sejahtera Pembatalan Hak Atas Tanah, Permenag 6. PT. Sentra Karya Manunggal No. 22 Tahun 1999 tentang Izin Lokasi, 7. PT. Duta Nusa Lestari PP No. 40 Tahun 1996 tentang HGU, HGB, dan Hak Pakai Atas Tanah. Fakta ini bisa ditemukan di Kabupaten Kubu Raya yang melibatkan PT. Sintang Raya.

IV. Potensi Kerugian Negara