bakteri yang sangat tahan panas masih terdapat di dalam kaleng dapat tumbuh dan berkembangbiak di dalamnya dan menyebabkan kebusukan.
b. Pendinginan dan Pembekuan Umumnya bakteri, kapang, dan kamir tumbuh baik pada kisaran suhu antara 16 sampai 37°C. Bakteri psikrofilik dapat tumbuh di
bawah suhu ini sampai 0°C, yaitu pada titik beku air atau di bawahnya. Meskipun demikian, di bawah suhu 10°C pertumbuhan bakteri akan semakin lambat dengan semakin rendahnya suhu. Pada saat air dalam bahan pangan membeku seluruhnya, maka tidak
ada lagi pembelahan sel bakteri. Akan tetapi harus diperhatikan bahwa di dalam sebagian bahan pangan, air tidak membeku sampai pada suhu -9.5°C atau di bawahnya karena adanya gula, garam, asam, dan senyawa terlarut lainnya yang dapat menurunkan titik
beku air. Lambatnya pertumbuhan mikroba pada suhu yang lebih rendah ini menjadi dasar dari proses pendinginan dan pembekuan dalam
pengawetan pangan. Satu hal yang penting yang harus diingat adalah bahwa pendinginan dan pembekuan tidak mampu membunuh semua mikroba. Oleh
karena itu pada saat dicairkan kembali thawing, sel mikroba yang tahan terhadap suhu rendah akan mulai aktif kembali dan dapat menimbulkan masalah kebusukan pada bahan pangan yang bcrsangkutan.
c. Pengeringan
Pertumbuhan mikroba yang baik umumnya pada saat kandungan air sekitar 80 air. Air ini diperoleh dari bahan pangan tempat tumbuhnya. Jika air yang terdapat dalam bahan pangan tersebut dihilangkan, maka tidak ada lagi air yang dapat digunakan untuk
tumbuhnya, sehingga mikroba tidak dapat tumbuh dan berkembangbiak. Bakteri dan kamir umumnya membutuhkan air relatif lebih banyak untuk pertumbuhannya dibandingkan dengan kapang. Kapang
sering ditemukan tumbuh pada pangan setengah basah di mana bakteri dan kamir sulit tumbuh. Sebagai contoh pada buah-buahan kering atau roti, umumnya kapang masih dapat tumbuh dengan subur. Oleh karena mikroba sangat membutuhkan air untuk
pertumbuhannya, maka menurunkan kadar air bahan pangan dengan cara pengeringan merupakan metode pengawetan yang efektif terhadap serangan mikroba. Pengeringan pangan ini dapat dilakukan dengan berbagai cara, misalnya dengan penjemuran di bawah
sinar matahari atau dengan pengeringan buatan menggunakan alat pengering. Seperti halnya pada pembekuan, pengeringan baik parsial maupun penuh tidak membunuh semua mikroba yang ada dalam bahan
pangan yang dikeringkan tersebut. Meskipun bakteri tidak dapat tumbuh pada pangan kering, tetapi jika pangan kering tersebut dibasahkan kembali, maka pertumbuhan mikroba akan kembali terjadi, kecuali jika pangan tersebut segera dikonsumsi atau segera
disimpan pada suhu rendah.
d. Pemberian Asam
Asam pada konsentrasi yang cukup dapat menyebabkan kerusakan protein, yang disebut denaturasi. Oleh karena sel mikroba terbentuk dari protein, maka pemberian asam pada bahan pangan dapat menghambat pertumbuhannya. Sebagian mikroba lebih peka
terhadap asam dari mikroba lainnya, sehingga asam yang dihasilkan oleh sejenis mikroba dalam suatu proses fermentasi akan menghambat pertumbuhan jenis mikroba lainnya dalam bahan pangan tersebut.
Asam dapat juga dengan sengaja ditambahkan dalam bentuk senyawa kimia seperti asam sitrat dan asam fosfat ke dalam minuman. Perlu diperhatikan bahwa umumnya derajat keasaman pada bahan pangan yang dapat diterima secara organoleptik umumnya tidak
pernah cukup untuk menghambat pertumbuhan mikroba secara keseluruhan. Oleh karena itu selalu ada proses pengawetan tambahan terhadap bahan-bahan pangan sejenis ini.
Kombinasi pemberian asam dengan pemanasan memberikan pengaruh pemusnahan mikroba yang lebih tinggi. Sebagai contoh, bahan pangan yang mempunyaii pH lebih rendah umumnya membutuhkan waktu sterilisasi yang relatif lebih singlkat pada suhu
yang sama dibandingkan dengan bahan pangan yang mempunyai pH lebih tinggi.
e. Pemberian Gula dan Garani