Undang-undang Pestisida PENGELOLAAN HAMA TERPADU PHT

1. Silvikultur

Dasar dari cara pengendalian ini adalah membina keseimbangan hayati yang ada di dalam hutan dan menjauhkan tindakan-tindakan yang dapat menggoncang atau merusak keseimbangan tersebut, atau dengan kata lain merupakan usaha menciptakan tegakan hutan yang tidak disukai hama. Usaha usaha ini dapat dilakukan antara lain dengan cara mengatur komposisi tegakan, kerapatan, kesehatan pohon, umur tegakan, memilih pohon yang resisten terhadap hama melalui teknik-teknik penyilangan dan rekayasa genetika, perbaikan pola tanam, rotasi tanaman, menjaga sanitasi, penyiangan tanaman, dan penanaman tanaman perangkap.

2. Fisik Mekanik.

Cara pengendalian ini merupakan cara yang paling lama telah digunakan manusia dan biasanya berbentuk suatu cara yang sederhana. Cara-cara tersebut antara lain mengubah suhu, kadar air, merusak habitat hama, melindungi objek serangan hama, dan penangkapan dengan tangan atau perangkap.

3. Biologi

Merupakan taktik pengendalian hama dengan memanfaatkan musuh alami agensia hayati. Guna mengendalikan hama tertentu, ke dalam ekosistem tanaman dilepaskan organisme-organisme pengontrol hama berupa predator, parasitoid, parasit, patogen dan agensia antagonis. Predator adalah binatang yang memburu dan memakan atau menghisap cairan tubuh serangga hama untuk keperluan hidupnya. Contohnya, berbagai jenis laba-laba yang dapat memangsa hama wereng coklat. Parasitoid adalah serangga yang hidup sebagai parasit di dalam tubuh serangga hama serangga inang selama masa pradewasa masa larva, contohnya Diadegma semiclausum, parasit terhadap ulat daun kubis. Patogen adalah mikroorganisme yang dapat menyebabkan infeksi dan menimbulkan penyakit terhadap serangga hama, disebut juga mikroorganisme entomopatogen. Sedangkan agensia antagonis adalah mikroorganisme yang mengintervensi atau menghambat pertumbuhan patogen penyebab penyakit pada tumbuhan. Teknik biologi dapat juga dilakukan dengan pengendalian tingkah laku serangga hama untuk berkembang biak, sehingga jumlah hama dapat diperkecil melalui pengalihan perhatiannya dengan menggunakan sex pheromon. Pengendalian dapat juga dilakukan secara genetik terutama berlangsung lewat manipulasi genetik, misalnya sterilisasi buatan terhadap sekelompok serangga hama, sehingga pada generasi berikutnya populasi hama tersebut akan turun lewat teknik seperti “Male Sterile” yang sudah banyak dikenal.

4. Undang-undang

Cara ini dilakukan dengan tujuan mencegah menjalarnya suatu hama atau mencegah masuknya hama ke suatu daerah dari daerah lain, dengan cara membuat peraturan-peraturan atau undang-undang, misalnya memberlakukan karantina di pelabuhan-pelabuhan laut dan udara.

5. Pestisida

Penerapan pestisida hanya digunakan apabila dari hasil pengamatan yang dilakukan ternyata populasi hama telah melampaui ambang pengendalian, sementara teknik pengendalian hama lain yang telah dilakukan tidak mampu lagi menghalangi peningkatan populasi hama di atas batas ambang ekonominya. Melalui penerapan PHT penggunaan pestisida dilakukan dengan pertimbangan yang lebih rasional, sehingga resiko terhadap lingkungan hidup dan kesehatan dapat dibatasi. Tujuan penerapan PHT menurut Sumardi 2008 adalah untuk: meningkatkan keuntungan bersih tanaman, meningkatkan kualitas lingkungan, peningkatan pandangan dan persepsi masyarakat. Menurut Abadi 2005 sesuai dengan UU No.12 tahun 1992, tentang Sistem Budidaya Tanaman dan PP No. 6 tahun 1995 tentang perlindungan tanaman, bahwa perlindungan tanaman dilaksanakan dengan menerapkan sistem Pengendalian Hama Terpadu yang pelaksanaannya menjadi tanggung jawab pemilik tanaman dengan bimbingan pemerintah. Dalam hal ini dikembangkan 4 prinsip PHT yaitu: a budidaya tanaman sehat, b pelestarian musuh alami, c pengamatan agroekosistem secara rutin, dan d pemilik tanaman menjadi ahli dan manajer PHT di tanamannya. 37 I Komang Surata Neotermes tectonae Damm pada hutan tanaman jati di Timor Menurut Sumardi 2008 komponen-komponen kunci dalam penerapan pengelolaan hama terpadu adalah : a. Identifikasi yang tepat tentang jenis penyebab dan tingkat perkembangan yang menyebabkan kerusakan. Ini merupakan landasan dari keputusan lain. b. Pemahaman dinamika hamapenyakit tanaman, dengan penekanan diarahkan untuk menggali informasi lengkap tentang biologi penyebab agar dapat menilai risiko potensial dan menentukan cara pengelolaan yang paling baik. c. Merencanakan strategi-strategi pencegahan sebagai strategi pilihan. Penelusuran sejarah lapangan dan semua aspek sistem produksi hutan harus dibuat untuk menentukan apakah hutan dapat dimanipulasi untuk mencegah populasi hama penyakit agar tidak melampui ambang kerusakan ekonomi. d. Pemantauan, meliputi penilaian secara periodik faktor pengendali hayati e. Perumusan keputusan dari evaluasi informasi dari pemantauan untuk menilai keuntungan ekonomi yang relevan versus risiko-risiko tindakan pengendalian hama penyakit f. Pemilihan taktik pengendalian yang optimal untuk mengatasi masalah dan meminimalkan risiko ekonomi, kesehatan dan kerusakan lingkungan. g. Pelaksanaan pengendalian setelah pilihan cara ditentukan dan itu harus dilaksanakan tepat waktu, dengan tepat dan lengkap. h. Evaluasi, dilakukan untuk menindak lanjuti tindakan pengendalian.

IV. SERANGAN HAMA PADA TANAMAN JATI DI TIMOR 1. Jenis Hama