Pengendalian Secara Silvikultur PENERAPAN PHT UNTUK PENGENDALIAN HAMA INGER INGER

41 I Komang Surata

1. Pengendalian Secara Silvikultur

Usaha pengendalian secara teknis silvikultur dapat dilakukan dengan penjarangan secara teratur dan kontinu Tarumingkeng, 1973. Usaha-usaha pengendalian ini telah dilakukan sebelum penggunaan insektisida menjangkau sektor kehutanan. Keuntungan dari pengendalian ini adalah mudah dilakukan di lapangan serta biayanya tidak mahal. Sedangkan kelemahanya adalah karena tanda serangan inger-inger masih baru koloni muda sukar dideteksi serta pelaksanaan penjarangan pohon-pohon yang sebetulnya telah mengalami serangan baru tidak ikut dijarangi, sehingga memungkinkan inger-inger masih tetap hidup. Mengingat di Hafit tingkat serangannya termasuk sedang-tinggi yaitu 12,96- 31,92 atau rata rata 23,78 persen, maka untuk mengendalikan serangan hama ini perlu dilakukan penjarangan keras yaitu penjarangan yang dilakukan terhadap seluruh pohon-pohon yang terserang hama. Akibatnya dalam penjarangan ini terutama pada tegakan yang terserang berat akan terjadi penebangan di atas ketentuan jumlah pohon yang diperkenankan menurut pedoman teknik penjarangan hutan tanaman jati. Teknik penjarangan sanitasi ini dilakukan sebagai berikut: a. Penjarangan dilakukan sebelum masa penerbangan imago sulung yaitu sebelum musim penghujan. b. Jumlah pohon yang diperkenankan ditebang berdasarkan data hasil inventarisasi dari sejumlah pohon yang sakitterserang c. Dalam tindakan penjarangan keras ini dilakukan secara hati-hati agar pohon-pohon sehat yang tertinggal tidak cacat dari tendesan pohon yang ditebang, karena hal tersebut akan mengakibatkan cacat yang berupa patah cabang, luka batang dan sebagainya. Pohon yang cacat ini akan menjadi pintu masuk bagi hama inger-inger. d. Seluruh kayu hasil penjarangan harus dikeluarkan jauh dari areal tanaman jati dan selanjutnya di tempat penimbunan akhir di luar areal tanaman kayunya disortir dipotong. Kayu yang masih baik dan tidak ada hamanya dimanfaatkan sebagai kayu pertukangan. Kayu yang rusak, hamanya dimusnahkan dan selanjutnya kayu yang tidak cacat bisa dimanfaatkan sebagai kayu bakar atau kerajinan. e. Selanjutnya setelah dilakukan penjarangan keras, maka dimasa mendatang perlu dilakukan pemeliharaan lanjutan berupa penjarangan secara teratur sesuai petunjuk teknis penjarangan hutan jati. f. Tanaman jati yang di sekitarnya belum terserang atau terserang ringan maka harus dilakukan penjarangan secara teratur sesuai dengan pedoman teknik penjarangan. Untuk tegakan yang terserang ringan penjarangan diutamakan pohon-pohon yang sakit yang tidak mungkin lagi berkembang Pertimbangan melakukan penjarangan sanitasi terhadap pohon yang terserang pohon yang sakit karena pohon yang sakit merupakan sumber infeksi, dengan demikian dianjurkan agar supaya semua pohon yang terserang ditebang saja sehingga mengurangi sumber infeksi. Penebangan atau penjarangan yang dilakukan tentunya akan menimbulkan kerugian seperti merusak penutupan tajuk, akan tetapi kerugian yang diakibatkan oleh kerusakan penutupan tajuk relatif masih lebih kecil bila dibandingkan dengan besarnya kerugian yang diakibatkan oleh serangan inger-inger terhadap seluruh tegakan. Akibat penjarangan keras berarti lebih banyak pohon-pohon terserang ditebang sehingga mengakibatkan populasi sebaran pohon menjadi tidak merata dan akan ada tempat-tempat yang kosong. Kondisi ini akan menyebabkan percabangan pohon jati lebih banyak. Tarumengkeng 1973 berpendapat bahwa penutupan tajuk harus tetap terjamin, penjangan keras dapat menimbulkan kualitas kayu tegakan tinggal membuat terbentuknya percabangan pohon akan lebih banyak dan juga merangsang pertumbuhan tunas-tunas bawah. Oleh karena itu pada lokasi yang kosong perlu ditanami dengan jenis-jenis pohon yang cepat tumbuh yang cocok tumbuh di sekitar di bawah tegakan jati. Penjarangan juga akan memperbaiki vigor tegakan yang ditinggalkan karena berkurangnya jumlah pohon, ruang tumbuh bagi tiap pohon bertambah luas, persaingan di dalam dan di atas tanah berkurang. Kondisi ini akan meningkatkan riap pertumbuhan diameter batang meningkat dan berarti mempertinggi kualitas kayu. Meluasnya serangan hama yang terjadi di Hafit disebabkan oleh pemeliharaan hutan yang kurang baik. Penjarangan baru sekali dilakukan, jarak tanam yang semula 2 m x 3 m menjadi 4,3 m x 4,3 m, dan ini dinilai tidak teratur. Menurut Perhutani 1997 penjarangan yang dilakukan dengan seksama dan teratur akan menekan perkembangan inger-inger sampai pada tingkat yang tidak berarti. Sebagai contoh, persentase Neotermes tectonae Damm pada hutan tanaman jati di Timor 42 Tekno Hutan Tanaman serangan inger inger di Pasuruan yang dulunya mengkawatirkan, maka sejak tahun 1960 sampai sekarang hanya terdapat pada tingkat yang minimum karena pelaksanaan penjarangan dan pemeliharaan dilaksanakan secara teratur.

2. Pengendalian Secara Biologi