KESIMPULAN Penerapan Unsur "Dapat Merugikan Keuangan Negara atau Perekonomian Negara" dalam Tindak Pidana Korupsi sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang nomor 31 thn 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Pasca Putusan MK NO. 003/PUU-IV/2006

BAB IV PENUTUP

A. KESIMPULAN

1. Pengaturan tentang perumusan unsur dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara dalam dinamika hukum pidana korupsi di Indonesia adalah: a. Dalam hukum positif di Indonesia tentang rumusan merugikan keuangan negara atau perekonomian negara sudah dikenal sejak lama, yaitu sejak Peraturan Penguasa Militer Nomor Prt PM061957 tentang Pemberantasan Korupsi. Namun dalam peraturan ini, korupsi masih diartikan sebagai bahwa suatu perbuatan-perbuatan yang merugikan keuangan dan perekonomian negara. Rumusan atau batasan perbuatan korupsi dalam peraturan ini adalah tiap perbuatan yang dilakukan oleh siapapun juga baik untuk kepentingan sendiri, untuk kepentingan orang lain, atau untuk kepentingan suatu badan yang langsung ataupun tidak langsung meyebabkan kerugian keuangan atau perekonomian negara. Sementara pada delik jabatan tidak dicantumkan adanya unsur merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, namun hanya dirumusakan bahwa tiap perbuatan yang dilakukan oleh seorang pejabat yang menerima gaji atau upah dari suatu badan yang menerima bantuan dari keuangan negara atau daerah, yang dengan menggunakan kesempatan atau kewenangan atau Universitas Sumatera Utara kekuasaan yang diberikan kepadanya oleh jabatan langsung atau tidak langsung membawa keuntungan keuangan atau meterial baginya, tentu hal ini berbeda dengan rumusan delik korupsi sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. b. Unsur “dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara” adalah salah satu unsur yang harus dipenuhi dalam mengungkap terjadinya tindak pidana korupsi, unsur tersebut meupakan suatu delik formil yang memiliki dua pengertian yaitu yang bersifat potential loss berpotensi akan terjadi dan actual loss kerugian nyata terjadi. c. Unsur “dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara” adalah unsur yang bersifat alternatif. Kerugian keuangan negara meliputi segala sesuatu yang dapat dinilai dengan uang sementara kerugian perekonomian negara adalah kerugian atas rusaknya suatu sistem perekonomian, hal tersebut mencermikan ruang lingkup yang berbeda sehingga dapat didakwakan secara alternatif. 2. Telah ditemukan adanya problematika dalam praktik penerapan unsur dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara dalam penanganan perkara tindak pidana korupsi antara lain: a. Ambiguitas tafsir terjadi pada hampir semua unsur Pasal 2 maupun Pasal 3 UU PTPK utamanya tafsir unsur “dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara”. Universitas Sumatera Utara b. Kekurang jelasan rumusan maupun penjelasan unsur “dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara”. c. Kerancuan mengenai ruang lingkup keuangan negara. d. Perbedaan pemahaman tentang konsep kerugian negara terlihat dalam Pasal 1 angka 15 Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2006 tentang Badan Pemeriksa Keuangan, menjelaskan kerugian negara daerah adalah kekurangan uang, surat berharga, dan barang, yang nyata dan pasti jumlahnya, sebagai akibat perbuatan melawan hukum baik sengaja maupun lalai. Sementara BPKP menilai bahwa dalam kerugian keuangan kekayaan negara, suatu kerugian negara tidak hanya yang bersifat riil, tetapi juga yang bersifat potensial yaitu yang belum terjadi seperti adanya pendapatan negara yang akan diterima hal ini serupa dengan konsep kerugian negara dalam UU PTPK. Selain itu juga konsep kerugian negara menurut UU PTPK tidak sama persis dengan kerugian menurut hukum perdata, artinya kerugian yang dapat dituntut ganti rugi dalam perkara korupsi hanyalah kerugian yang benar-benar telah terjadi. Kerugian negara dalam konteks hukum pidana khususnya pada tindak pidana korupsi masih juga belum mencerminkan asas kepastian hukum. Namun Berdasarkan asas lex posteriori derogate lege priori, maka tafsir kerugian negaradaerah yang sah adalah berdasarkan UU No. 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara, bukan yang tercantum dalam pasal 2 ayat Universitas Sumatera Utara 1 dan pasal 3 UU No. 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. e. Langkah-langkah maupun moteode dalam menghitung kerugian keuangan negara pada dasarnya belum dipolakan secara seragam dan belum diatur dalam perundang-undangan secara jelas dan terperinci. Hal ini disebabkan sangat beragamnya modus operandi kasus tindak pidana korupsi yang terjadi. Namun demikian, auditor dapat menempuh hal-hal sebagai berikut; 1.Mengidentifikasi penyimpangan yang terjadi, 2. Mengidentifikasi transaksi, 3. Mengidentifikasi, Mengumpulkan, Verifikasi, dan Analisis Bukti, 4. Menghitung Jumlah Kerugian Keuangan Negara.

B. SARAN

Dokumen yang terkait

Eksistensi Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Menurut Undang-Undang Nomor 46 Tahun 2009 Tentang Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Terhadap Pemberantasan Korupsi (Studi Putusan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Semarang Di Semarang)

0 34 179

PENEGAKAN...HUKUM....PIDANA…TERHADAP ..TINDAK.. .PIDANA GRATIFIKASI. MENURUT. UNDANG.UNDANG NOMOR 31 TAHUN 1999 JO UNDANG .UNDANG .NOMOR 20 TAHUN 2001 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI

0 5 21

PUTUSAN ULTRA PETITA DALAM PERKARA NOMOR 003/PUU-IV/2006 PERIHAL PENGUJIAN UNDANG-UNDANG NOMOR 31 TAHUN 1999 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI TERHADAP UNDANG-UNDANG DASAR 1945.

0 0 17

Undang Undang Nomor 31 Republik Indonesia Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi

0 0 1

Undang-Undang Nomor 31 Republik Indonesia Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi

0 0 29

PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 31 TAHUN 1999 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI

0 0 15

Putusan Bebas Terhadap UDdalam Kasus Tindak Pidana Korupsi Ditinjau dari Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Juncto Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi - Ubaya Repository

0 0 9

PENGGALIAN PUTUSAN HAKIM: PENERAPAN UNSUR MEMPERKAYA DANATAU MENGUNTUNGKAN DALAM UNDANG- UNDANG TINDAK PIDANA KORUPSI DIKAITKAN DENGAN PUTUSAN PEMIDANAAN TINDAK PIDANA KORUPSI

0 0 10

Pembuktian Terbalik Oleh Jaksa Penuntut Umum Dalam Perkara Tindak Pidana Korupsi Berdasarkan Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Jo. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi

0 0 14

REFORMULASI PENGERTIAN UNSUR YANG DAPAT MERUGIKAN KEUANGAN NEGARA ATAU PEREKONOMIAN NEGARA DALAM TINDAK PIDANA KORUPSI

0 0 19