Keaslian Penulisan Tinjauan Kepustakaan 1. Pengertian Tindak Pidana

2. Dapat memberikan masukan kepada lembaga-lembaga terkait dalam pengambilan kebijakan terhadap tindak pidana korupsi di Indonesia baik lembaga Legislatif, Eksekutif dan Yudikatif agar diperoleh solusi dalam mengefektifkan pemberantasan tindak pidana korupsi.

D. Keaslian Penulisan

Untuk mengetahui keaslian penulisan skripsi berjudul “Penerapan Unsur “Dapat Merugikan Keuangan Negara atau Perekonomian Negara” Dalam Tindak Pidana Korupsi Sebagaimana Dimaksud Dalam Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Pasca Putusan MK No. 003PUU-IV2006 ”, terlebih dahulu penulis melakukan penelusuran terhadap berbagai judul skripsi yang tercatat di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara. Perpustakaan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara melalui surat tertanggal 13 Oktober 2015 terlampir menyatakan bahwa tidak ada judul yang sama. Penulis juga telah melakukan berbagai upaya penelusuran namun tidak judul skripsi yang sama dengan judul skripsi ini. Karya imiah ini disusun berdasarkan literatur yang diperoleh dari perpustakaan dan dari media massa baik media cetak maupun media elektronik serta dari penelitian-penelitian yang telah ada terdahulu. Skripsi ini merupakan hasil karya yang belum pernah diangkat oleh mahsiswa sebelumnya. Hal ini dapat dibuktikan berdasarkan data terdaftar di kesekretariatan departemen hukum pidana maupaun penelusuran melalui internet secara nasional. Universitas Sumatera Utara

E. Tinjauan Kepustakaan 1. Pengertian Tindak Pidana

Istilah “peristiwa pidana” atau “tindak Pidana” adalah sebagai terjemahan dari istilah bahasa Belanda “Strafbaar Feit” atau “Delict”. Dalam bahasa I ndonesia disamping istilah “peristiwa pidana” untuk terjemahan stafbaar feit” atau “delict” itu sebagaimana yang dipakai oleh Mr. R. Tresna dan E. Utercht dikenal istilah lain seperti: a. Tindak pidana Undang-undang Nomor 3 tahun 1971 tentang Pemberantasan Tindak Pidana korupsi. b. Perbuatan pidana Prof. Mulyatmo, Pidato Dies Natalis Universitas Gajah Mada VI tahun 19955 di Yogyakarta. c. Pelanggaran pidana Mr. M. H Tirtaamidjaya, Pokok Pokok Hukum Pidana, Penerbit Pasco, Jakarta, 1955. 19 Selain itu dalam buku K. Wantjik Saleh dikenal juga istilah “perbuatan yang dapat dihukum”, “Perbuatan yang boleh dihukum” dan “peristiwa pidana”. Jadi dengan “tindak pidana”ada 6 istilah yang tercipta dalam bahasa hukum kita untuk menterjemahkan istilah “straf feit” atau “delict”. 20 Namun dari berbagai istilah tersebut, “tindak pidana” dapat dikatakan berupa istilah resmi dalam perundang-undangan pidana Indonesia. Dalam hampir seluruh perundang- undangan menggunakan istilah tindak pidana. Ahli hukum yang mengunakan 19 C.S.T Kansil, Christine S.T Kansil, Pokok-Pokok Hukum Pidana, PT Pradnya Paramita, Jakarta, 2004, hlm. 36-37. 20 K. Wantijk Saleh, Tindak Pidana Korupsi, PT Ichtiar Baru, Jakarta, 1974, hlm. 9. Universitas Sumatera Utara istilah tindak pidana adalah Wirjono Prodjodikoro dalam bukunya yang berjudul Tindak Pidana tertentu di Indonesia. 21 Moeljatno menggunakan istilah perbuatan pidana, yang didefenisikan sebagai berikut: “perbuatan pidana adalah perbuatan yang dilarang oleh suatu aturan hukum larangan mana disertai ancaman sanksi berupa pidana tertentu, bagi barang siapa melanggar larangan tersebut”. 22 Pompe merumuskan bahwa suatu strafbaar feit itu sebenarnya adalah tidak lain daripada suatu “tindakan yang menurut sesuatu rumusan undang-undang telah dinyatakan sebagai tindakan yang dapat dihukum” Lamintang: 174 23 . R. Tresna menyatakan walaupun sangat sulit untuk merumuskan ataupun memberi defenisi yang tepat perihal peristiwa pidana namun juga beliau menarik suat u defenisi yang menyatakan bahwa, “peristiwa pidana itu adalah suatu perbuatan atau rangkaian perbuatan manusia, yang bertentangan dengan undang-undang atau peraturan perundang-undangan lainnya, terhadap perbuatan mana diadakan tindakan penghukuman”. Dapat dilihat bahwa rumusan itu tidak memasukkan unsuranasir yang berkaitan dengan pelakunya. Selanjutnya beliau mengatakan bahwa dalam peristiwa pidana itu mempunyai syarat-syarat antara lain: 1. harus ada suatu perbuatan manusia; 2. perbuatan itu harus sesuai dengan apa yang dilukiskan didalam ketentuan hukum; 21 Adami Chazawi, Pelajaran Hukum Pidana, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2002, hlm. 67-68. 22 Ibid, hlm. 71. 23 Ibid, hlm. 72. Universitas Sumatera Utara 3. harus terbukti adanya “dosa” pada orang yang berbuat, yaitu orangnya harus dapat dipertanggungjawabkan; 4. perbuatan itu harus berlawanan dengan hukum; 5. terhadap perbuatan itu harus tersedia ancaman hukumannya dalam undang-undang. Sementara itu aliran monisme memandang sebaliknya konkret, yaitu strafbaar feit tidak dapat dipisahkan dengan orangnya, selalu dibayangkan bahwa dalam strafbaar feit selalu adanya si pembuat orangnya yang dipidana. Oleh karena itu, unsur-unsur mengenai diri orangnya tidak dipisah dengan unsur mengenai perbuatan. Artinya semuanya menjadi unsur tidak pidana. Unsur tindak pidana pada perbuatan dengan syarat dipidana pada orang tidak dipisah sebagaimana paham dualisme. Sebagaimana diketahui pada kenyataannya : 1. dalam rumusan tindak pidana mengikuti istilah undang-undang tertentu, ada rumusan yang mencantumkan tentang unsur-unsur mengenai diri pelaku misalnya sengaja: pasal 338, 406 dan lain-lain tetapi banyak rumusan yang lain tidak dicantumkan; 2. sedangkan mengenai kemampuan bertanggung jawab, tidak pernah dicantumkan dalam semua rumusan tindak pidana. 24 Namun pandangan Moeljatno tentang merumuskan suatu tindak pidana, yang terpenting adalah adanya suatu perbuatan yang dilarang oleh suatu aturan hukum, larangan yang mana disertai sanksi. 24 Ibid, hlm. 76-77. Universitas Sumatera Utara

2. PengertianTindak Pidana Khusus

Hukum pidana di Indonesia terbagi dua yaitu hukum pidana umum dan hukum pidana khusus. Secara defenitif hukum pidana umum dapat diartikan sebagai perundang-undangan pidana yang berlaku umum, yang tercantum dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana KUHP serta semua perundang-undangan yang mengubah dan menambah KUHP.Adapun hukum pidana khusus, dimaknai sebagai perundang-undangan di bidang tertentu yang memiliki sanksi pidana atau tindak pidana yang diatur dalam perundang-undangan khusus di luar KUHP, baik perundang-undangan pidana maupun yaang bukan pidana tetapi memiliki sanksi pidana ketentuan menyimpang dari KUHP. Rochmat Soemitro 1991, sebagaimana dikutip dalam kamus hukum.com, mendefenisikan tindak pidana khusus sebagai tindak pidana yang diatur tersendiri dalam undang-undang khusus, yang memberikan peraturan khusus tentang tata cara penyidikannya, tuntutannya, pemeriksaannya, mapun sanksinya yang menyimpang dari ketentuan yang dimuat dalam KUHP. 25 Menurut Andi Hamzah, peraturan hukum yang tercantum di luar KUHP dapat disebut undang-undang pidana tersendiri atau dapat juga disebut hukum pidana di luar kodifikasi atau nonkodifikasi. H. J. A Nolte membuat disertasi di Universitas Utrecht, Belanda pada tahaun 1949, berjudul het strafrecht in de afzonderlijke wetten,yang jika dibahasa indonesi akan akan menjadi “hukum pidana dalam undang-undang tersendiri. 26 Di Indonesia kini berkembang dengan subur undang-undang tersendiri di luar KUHP, seperti Undang-Undang Tindak Pidana Ekonomi, Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, dan 25 Aziz Syamsuddin, Tindak Pidana Khusus, Sinar Grafika, Jakarta, 2011, hlm. 30 26 Ibid, hlm. 8. Universitas Sumatera Utara banyak perundang-undangan administrasi yang bersanksi pidana, dengan ancaman pidananya sangat berat dari 10 tahun, 15 tahun, sampai seumur hidup bahkan ada pidana mati UU Psikotoprika, UU Perbankan, UU Lingkungan Hidup a. Latar Belakang Pengaturan Tindak Pidana Khusus Suatu hal yang nyata, perkembangan kriminalitas dalam masyarakat telah mendorong lahirnya Undang-Undang Tindak Pidana Khusus, yaitu Undang- Undang Hukum pidana yang diatur di luar KUHP. Kedudukan Undang-Undang Hukum Pidana Khusus dalam sistem hukum pidana adalah pelengkap dari hukum pidana yang dikodifikasi dalam KUHP. Mengapa dalam sistem hukum pidana Indonesia dapat timbul pengaturan hukum pidana kebijakan kriminalisasi khusus atau peraturan tersendiri di luar KUHP? Jawabannya, karena KUHP sendiri menyatakan tentang kemungkinan adannya perundang-undangan pidana di luar KUHP sebagaimana dapat disimpulkan dari ketentuan pasal 103 KUHP yang berbunyi: “ketentuan-ketentuan dalam Bab I sampai Bab VIII buku ini juga berlaku bagi perbuatan-perbuatan yang oleh ketentuan perundang-undangan yang lain diancam dengan pidana, kecuali jika oleh undang- undang ditentukan lain” Pasal 103 KUHP sering disebut atau diistilahkan sebagai pasal jembatan bagi peraturan perundang-undangan yang mengatur hukum pidana di luar KUHP. Pasal ini menjembatani bahwa segala istilahpengertian yang berada dalam Bab I- VIII buku satu KUHP dapat digunakan apabila tidak diatur lain dalam undang- undang atau aturan-aturan yang mengatur tentang hukum pidana di luar KUHP. Misalnya tentang percobaan dalam tindak pidana korupsi UU No. 31 Tahun 1999 jo UU No. 20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, Universitas Sumatera Utara disingkat UU PTPK. Undang-Undang PTPK tindak mengatur secara jelas apa yang yang dimaksut dengan percobaan dalam tindak pidana korupsi, oleh karena itu dapat digunakan pasal 53 KUHP tentang percobaan. Andi Hamzah menyatakan bahwa di Indonesia dapat timbul undang- undang tersendiri di luar KUHP kerena ada dua faktor. Pertama, adanya ketentuan pasal 103 KUHP yang memungkinkan pemberlakuan ketentuan pidana dan sanksinya terhadap suatu perbuatan pidana yang ditentukan di luar KUHP, kecuali ditentukan lain oleh undang-undang. Kedua,adanya pasal 1-85 KUHP Buku I tentang ketentuan umum yang memungkinkan penerapan aturan pidana umum bagi perbuatan-perbuatan pidana yang ditentukan di luar KUHP,kecuali perbuatan tersebut menyimpang. Namun hal yang perlu digarisbawahi adalah, penyimpangan-penyimpangan dalam Undang-undang atau peraturan-peraturan khusus tersebut terhadap ketentuan Umum KUHP. Selebihnya, yang tidak meyimpang dengan sendirinya tetap berlaku ketentuan umum KUHP, bedasarkan asas lex specialis derogate legi generali ketentuan yang besifat umum mengesampingkan ketentuan yang bersifat umum. Jadi selama tidak ada ketentuan khusus berlakulah ketentuan umum itu. 27 b. Ruang lingkup dan tujuan pengaturan tindak pidana khusus Subjek hukum tindak pidana khusus diperluas, tidak saja meliputi orang pribadi melainkan juga badan hukum. Sedangkan dari aspek pemidanaan, dilihat dari pola perumusan ataupun pola ancaman sanksi, hukum tindak pidana khusus 27 Ibid, hlm. 10-11. Universitas Sumatera Utara menyangkut 3 tiga permasalahan, yakni tindak pidana, pertanggungjawaban pidana, serta pidana dan pemidanaannya. Di dalam law Online Lybrary dipaparkan juga tentang ruang lingkup hukum tindak pidana khusus yang dikatakan tidak bersifat tetap, tetapi dapat berubah tergantung dengan apakah ada penyimpangan atau menetapkan sendiri ketentuan khusus dari undang-undang pidana yang mengatur substansi tertentu. Sebagai contoh UU No. 9 Tahun 1976 tentang Tindak Pidana Narkotika merupakan tindak pidana khusus. Setelah UU tersebut dicabut dan diganti dengan UU No. 22 Tahun 1997 sekarang UU No. 35 Tahun 2009 tidak lagi menjadi bagian dari hukum tindak pidana khusus. 28 Sementara itu tujuan pengaturan tindak pidana yang bersifat khusus adalah untuk mengisi kekurangan ataupun kekosongan hukum yang tidak tercakup pengaturannya dalam KUHP. Pengaturan secara spesifik tindak pidana khusus akan memaksimalkan pemberantasan tindak pidana sehingga dapat mencapai efektifitas pelaksanaan hukum itu sendiri.

3. Defenisi Konseptual Tentang Makna Korupsi

Istilah korupsi berasal dari satu kata dalam bahasa Latin yakni corruptio atau corruptus yang disalin ke berbagai bahasa. Misalnya disalin dalam bahasa Inggris menjadi corruption atau corrupt dalam bahasa Prancis menjadi corruption dan dalam bahasa Belanda disalin menjadi istilah coruptie. Agaknya dari bahasa Belanda itulah lahir kata korupsi dalam bahasa Indonesia Andi Hamzah, 1999. Coruptie yang juga disalin menjadi corruptien dalam bahasa Belanda itu 28 Ibid, hlm.12. Universitas Sumatera Utara mengandung arti perbuatan korup, penyuapan Wijowasito, 1999:128. Secara harafiah istilah tersebut berarti segala macam perbuatan tidak baik, seperti yang dikatakan Andi Hamzah sebagai kebusukan, keburukan, kebejatan, ketidakjujuran, dapat disuap, tidak bermoral, penyimpangan dari kesucian, kata- kata atau ucapan yang menghina atau menfitnah. 29 Selain itu, dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia KBBI disebutkan bahwa yang dimaksud dengan korupsi adalah “peyelewengan atau penggelapan uang negara atau perusahaan, dan sebagainya untuk keuntungan pribadi atau orang lain”. 30 Demikian juga dijelaskan dalam Lexion Webster Dictionary menyebutkan bahwa “corupted, putrid, infected or debated, dishonest or venal, influence by bribery, vitiated by errors or alternation as a text or a worb”.perbuatan korup, busuk, yang terinfeksi atau diperdebatkan, tidak jujur atau ringan, dipengaruhi oleh suap. 31 Dalam terminologi sosial dan politik, korupsi adalah kejahatan yang luar biasa extra ordinary crime. Perbuatan korupsi adalah suatu tindak pidana , dan tergolong rumpun pidana khusus ius singulare, ius speciale atau bijzonder strafrecht. Robert Klitgaard mengajukan rumus sederhana untuk memahami korupsi, yaki: C = D + M – ACorruption = Discretion + Monopoli – Accountability. 32 Melalui rumus yang demikian Klitgaard mentakrifkan korupsi sebagai tindakan yang mengandung unsur melawan hukummelanggar hukum dan menyalahgunakan kewenangan abuse of power, serta merugikan 29 Adami Chazawi, Hukum Pidana Materil dan Formil Korupsi di Indonesia, Bayumedia Publishing, Malang, 2002, hlm. 1-2. 30 Kamus Besar Bahasa Indonesia KBBI. 31 https:googleweblight.com. wordpress.com20150909unsur-potensi-yang-merugikan- perekonomian negara-dalam-tindak-pidana-korupsi-di-indonesia diakses pada tanggal 20 maret 2016. 32 http:www.hukumpedia.combchairkorupsi-politikdiaksespada tanggal 26 April 2016. Universitas Sumatera Utara keuangankekayaanperekonomian negara, dan juga memperkaya diri sendiriorang lainkorporasi. Kartini Kartono memberi batasan korupsi sebagi tingkah laku individu yang menggunakan wewenang dan jabatan untuk keuntungan pribadi, merugikan kepentingan umum dan negara. Korupsi merupakan gejala salah pakai dan salah urus dari kekuasaan, untuk memperkaya diri sendiri. Selain jenis korupsi konvensional yang secara tegas diatur dalam UU PTPK atau yang sepadan dengan terminologi korupsi dari Klitgaard di atas, sesungguhnya masih ada terminologi korupsi nonkovensional, yakni state capture corruption.Korupsi jenis ini tergolong super destruktif dan berskala negara. Inti dari korupsi jenis adalah akomodasi keserakahan korporat oleh sebuah negara yang para elitnya tunduk sepenuhnya pada kekuatan korporasi. Dikatakan state capture corruptionkarena mencakup elemen pokok kekuasaan sebuah negara, yang bukan sekedar executive capture, atau legislative capture, atau judicative capture corruption, tetapi state capture atau state bijacked corruption. Singkat kata, state capture corruption adalah korupsi yang dilakukan oleh pemerintah yang sedang berkuasa karena ketertundukannya pada koorporasi asing, yang pada hakekatnya berkait erat dengan kejahatan kooporasi corporate crime. Pengertian tindak pidana korupsi menurut UU Nomor 31 Tahun 1999 dan UU Nomor20 Tahun 2001, itu dapat dibedakan dari 2 segi, yaitu korupsi aktif dan korupsi pasif. Dari segi aktif maksutnya pelaku korupsi tersebut langsung melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau korporasi dengan melakukan penyalahgunaan kewenangan, kesempatan, atau sarana. Sedangkan tindak pidana yang bersifat pasif yaitu menerima pemberian atau janji Universitas Sumatera Utara karena berbuat atau tidak berbuat sesuatu dalam jabatannya yang bertentangan dengan kewajibannya. 33 Adapun yang dimaksud dengan korupsi aktif adalah : 1. secara melawan hukum memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan atau perekonomian negara; 2. dengan tujuan, menyalahgunakan kewenangan,kesempatan atau sarana karena jabatn atau kedudukannya; 3. memberi hadiah atau janjidengan mengingat kekuasaan atau wewenang pada jabatan atau kedudukannya; 4. percobaan, pembantuan atau permufakatan jahat; 5. memberi atau menjanjikan sesuatudengan maksud supaya berbuat atau tidak berbuat; 6. memberi sesuatu yang bertentangan dengan kewjibannya; 7. memberi janji; 8. sengaja membiarkan perbuatan curang; 9. sengaja menggelapkan uang atau surat berharga. Sedangkan korupsi pasif, antara lain adalah: 1. menerima pemberian atau janji karena berbuat atau tidak berbuat; 2. menerimapenyerahan atau keperluan dengan membiarkan perbuatan curang; 3. menerima pemberian hadiah atau janji; 33 Darwan Prins, Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 2002, hlm.2, sebagaimana dikutip oleh tesis Junita Sitorus, kewenangan BPKP dengan Kejaksaan dalam Penentuan Unsur Kerugian Keuangan Negara Terhadap Tindak Pidana Korupsi, 2010, hlm.42. Universitas Sumatera Utara 4. adanya hadiah atau janji diberikan untuk menggerakkan agar melakukan sesuatu; 5. menerima gratifikasi yang diberikan berhubungan denganjabatannya. 34

4. Defenisi Keuangan Negara dan Perekonomian Negara a. Defenisi Keuangan Negara

Negara Kesatuan Republik Indonesia NKRI menyelenggarakan pemerintahan negara dan pembangunan nasional untuk mencapai masyarakat yang adil, makmur, dan sejahtera berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 UUD 1945. Dalam rangka melaksanakan tujuan tersebut, negara menyelenggarakan fungsi pemerintahan dalam berbagai bidang, sehingga berkonsekuensi pada timbulnya hak dan kewajiban, termasuk berkaitan dengan keuangan negara. Pemahaman tentang keuangan negara terlebih dahulu dimulai dengan mengetahui pengertian keuangan negara. Terdapat cukup banyak variasi pengertian keuangan negara, tergantung pada aksentuasi terhadap suatu pokok persoalan dalam pemberian defenisi dari para ahli di bidang keuangan negara. Berikut akan ditunjukkan pengertian keuangan negara menurut para ahli, antara lain adalah:  Pengertian keuangan negara menurut M. Ichwan Menurut M. Ichwan keuangan negara adalah rencana kegiatan secara kuantitatif dengan angka-angka diantaranya diwujudkan dalam jumlah mata uang, yang dijalankan untuk masa mendatang, lazimnya 1 satu tahun mendatang. 34 M. Satria, Jurnal Hukum,Tindak Pidana Korupsi Dalam Perspektif Normatif, hlm. 8 Universitas Sumatera Utara  Pengertian keuangan negara menurut Geodhart Menurut Geodhart keuangan negara adalah keseluruhan undang-undang yang diterapkan secara periodik yang memberikan kekuasaan pemerintah untuk melaksanakan pengeluaran mengenai periode tertentu dan menunjukkan alat pembiayaan yang diperlukan untuk menutup pengeluaran tersebut. Unsur-unsur keuangan negara menurut Geodhart meliputi: a. Periodik b. Pemerintah sebagai pelaksana anggaran c. Pelaksanaan anggaran mencakup 2 dua wewenang, yaitu: wewenang pengeluaran dan wewenang untuk menggali sumber-sumber pembiayaan untuk menutup pengeluaran-pengeluaran yang bersangkutan. d. Bentuk anggaran negara adalah berupa satu undang-undang. 35 Menurut Glenn. A. Welschbuget adalah suatu bentuk statement dari rencana dan kebijaksanaan manajemen yang dipakai dalam suatu periode tertentu sebagai petunjuk atau blue print di dalam periode itu.  Pengertian keuangan negara menurut Van Der Kemp Keuangan negara adalah semua hak yang dapat dinilai dengan uang, demikian pula segala sesuatu baik berupa uang ataupun barang yang dapat dijadikan milik negaraberkaitan dengan hak-hak tersebut. 36  Pengertian keuangan negara menurut M. Subagio Keuangan negara adalah semua hak dan kewajiban negara yang dapat dinilai dengan uang, demikian pula segala sesuatu baik berupa uang ataupun barang 35 Riwan Tjandra, Hukum Keuangan Negara, PT Gramedia, Jakarta, 2013, hlm. 1. 36 Ibid, hlm. 2. Universitas Sumatera Utara yang dapat dijadikan milik negara berhubungan dengan pelaksanaan hak dan kewajiban itu. 37 Hak negara meliputi: a. Hak menciptakan uang b. Hak mendatangkan hasil c. Hak melakukan pungutan d. Hak meminjam e. Hak memaksa Kewajiban negara meliputi: a. Menyelenggarakan tugas negara demi kepentingan masyarakat b. Membayar hak-hak tagihan pihak ketiga Namun, secara gramatikal, 38 menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia keuangan negara mempunyai arti segala sesuatu yang berkaitan dengan seluk- beluk uang negara atau tentang hal yang berkaitan dengan penggunaan uang oleh negara. Secara nalar hukum, berbicara mengenai keuangan negara maka bahasannya akan ditujukan kepada negara sebagai subjek hukum, yaitu negara sebagai badan hukum publik.

b. Defenisi Perekonomian Negara

Menurut Wikipedia, Perekonomian negara adalah sebuah sistem yang digunakan oleh suatu negara untuk mengalokasikan sumber daya yang dimilikinyabaik kepada individu maupun organisasi di negara tersebut. Perbedaan mendasar antara sebuah sistem ekonomi dengan sistem ekonomi lainnya adalah bagaimana cara sistem itu mengatur faktor produksinya. Dalam beberapa sistem, 37 M. Subagio, Hukum Keuangan Negara R.I, CV Rajawali, Jakarta, 1991, hlm. 11. 38 Kamus Besar Bahasa Indoensia, http:pusatbahasa.diknas.go.id, diakses pada tanggal 21 Februari 2016. Universitas Sumatera Utara seorang individu boleh memiliki semua faktor produksi. Sementara dalam sistem lainnya, semua faktor tersebut dipegang oleh pemerintah. 39 Beberapa ahli memberikan defenisi mengenai perekonomian negara diantaranya sebagai berikut: 40 Menurut Chester A bernard perekonomiam negara adalah suatu sistem yang pada dasarnya adalah organisasi besar. Pada sistem tersebut terjadi ikatan antara subjek dengan subjek, atau subjek dengan objek. Defenisi ini juga dapat disimpulkan bahwa menjadi suatu sistem yang dikelola secara terpadu dan berbaur. Namun masing-masing bagian di dalamnya tetap memiliki karakteristik dan ciri-ciri tersendiri, sehingga bagian-bagian yang tergabung mudah dibedakan. Menurut Dumairyperekonomian negara merupakan suatu bentuk sistem yang berfungsi untuk mengatur serta menjalin kerjasama dalam bidang ekonomi, melakukan hubungan manusia dan kelembagaan. Dumairy menambahkan pedapatnya bahwa perekonomian merupakan hal yang terjadi pada suatu tatanan kehidupan, tidak harus bediri tunggal, melainkan harus berdasarkan falsafah, ideologi, serta tradisi masyarakat yang berkembang secara turun temurun di suatu tempat. Defenisi yang hampir serupa, menurut L. James Haveryperekonomian adalah suatu sistem yang berguna untuk membuat rangkaian komponen antara suatu dengan yang lainnyadalam suatu prosedur logis dan rasional, guna mencapai tujuan tertentu yang telah disepakati bersama. Ia juga menambahkan bahwa kesatuan adalah hal yang mutlak terjadi dalam sistem perekonomian 39 https:id.m.wikipedia.orgwikiSistem_perekonomian, diakses pada tanggal 25 Februari 2016. 40 http:www.bimbie.comdefinisi-perekonomian-indonesia.htm, diakses pada tanggal 26 April 2016. Universitas Sumatera Utara Menurut Jhon Mc. Manamamemberikan defenisi perekonomian adalah sebuah konsep yang menggabungkan seluruh fungsi-fungsi kedalam satu kesatuan organik dengan tujuan mencapai hasil yang efektif dan efesien dari kegiatan yang dilakukan. Menurut Edgar F. Huse dan James L. Bowdict perekonomian merupakan suatu sistem atau rangkaian yang saling terkait dan bergantung satu sama lainnya, sehingga timbul hubungan timbal balik dan pengaruh dari hubungan tersebut dalam arti kata satu bagian mempengaruhi bagian yang lain secara keseluruhan. Dengan demikian dapat dipahami bahwa makna perekonomian negara adalah suatu sistem usaha bersama berdasarkan asas kekeluargaan ataupun usaha masyarakat secara mandiri yang didasarkan pada kebijakan pemerintah yang bertujuan memberikan manfaat, kemakmuran, dan kesejahteraan kepada seluruh kehidupan rakyat.

F. Metode Penelitian

Dokumen yang terkait

Eksistensi Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Menurut Undang-Undang Nomor 46 Tahun 2009 Tentang Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Terhadap Pemberantasan Korupsi (Studi Putusan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Semarang Di Semarang)

0 34 179

PENEGAKAN...HUKUM....PIDANA…TERHADAP ..TINDAK.. .PIDANA GRATIFIKASI. MENURUT. UNDANG.UNDANG NOMOR 31 TAHUN 1999 JO UNDANG .UNDANG .NOMOR 20 TAHUN 2001 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI

0 5 21

PUTUSAN ULTRA PETITA DALAM PERKARA NOMOR 003/PUU-IV/2006 PERIHAL PENGUJIAN UNDANG-UNDANG NOMOR 31 TAHUN 1999 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI TERHADAP UNDANG-UNDANG DASAR 1945.

0 0 17

Undang Undang Nomor 31 Republik Indonesia Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi

0 0 1

Undang-Undang Nomor 31 Republik Indonesia Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi

0 0 29

PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 31 TAHUN 1999 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI

0 0 15

Putusan Bebas Terhadap UDdalam Kasus Tindak Pidana Korupsi Ditinjau dari Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Juncto Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi - Ubaya Repository

0 0 9

PENGGALIAN PUTUSAN HAKIM: PENERAPAN UNSUR MEMPERKAYA DANATAU MENGUNTUNGKAN DALAM UNDANG- UNDANG TINDAK PIDANA KORUPSI DIKAITKAN DENGAN PUTUSAN PEMIDANAAN TINDAK PIDANA KORUPSI

0 0 10

Pembuktian Terbalik Oleh Jaksa Penuntut Umum Dalam Perkara Tindak Pidana Korupsi Berdasarkan Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Jo. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi

0 0 14

REFORMULASI PENGERTIAN UNSUR YANG DAPAT MERUGIKAN KEUANGAN NEGARA ATAU PEREKONOMIAN NEGARA DALAM TINDAK PIDANA KORUPSI

0 0 19