2. Dapat  memberikan  masukan  kepada  lembaga-lembaga  terkait
dalam  pengambilan  kebijakan  terhadap  tindak  pidana  korupsi  di Indonesia  baik  lembaga  Legislatif,  Eksekutif  dan  Yudikatif  agar
diperoleh  solusi  dalam  mengefektifkan  pemberantasan  tindak pidana korupsi.
D.  Keaslian Penulisan
Untuk mengetahui keaslian penulisan skripsi berjudul
“Penerapan Unsur “Dapat  Merugikan  Keuangan  Negara  atau  Perekonomian  Negara”  Dalam
Tindak  Pidana  Korupsi  Sebagaimana  Dimaksud  Dalam  Undang-Undang Nomor  31  Tahun  1999  Tentang  Pemberantasan  Tindak  Pidana  Korupsi
Pasca Putusan MK No. 003PUU-IV2006 ”, terlebih dahulu penulis melakukan
penelusuran  terhadap  berbagai  judul  skripsi  yang  tercatat  di  Fakultas  Hukum Universitas Sumatera Utara.
Perpustakaan  Fakultas  Hukum  Universitas  Sumatera  Utara  melalui  surat tertanggal  13  Oktober  2015  terlampir  menyatakan  bahwa  tidak  ada  judul  yang
sama.  Penulis    juga  telah  melakukan  berbagai  upaya  penelusuran  namun  tidak judul  skripsi  yang  sama  dengan  judul  skripsi  ini.  Karya  imiah  ini  disusun
berdasarkan literatur yang diperoleh dari perpustakaan dan dari media massa baik media  cetak  maupun  media  elektronik  serta  dari  penelitian-penelitian  yang  telah
ada terdahulu. Skripsi ini merupakan hasil karya yang belum pernah diangkat oleh mahsiswa  sebelumnya.  Hal  ini  dapat  dibuktikan  berdasarkan  data  terdaftar  di
kesekretariatan  departemen hukum pidana maupaun penelusuran melalui internet secara nasional.
Universitas Sumatera Utara
E.  Tinjauan Kepustakaan 1.  Pengertian Tindak Pidana
Istilah “peristiwa pidana” atau “tindak Pidana” adalah sebagai terjemahan dari  istilah  bahasa  Belanda  “Strafbaar  Feit”  atau  “Delict”.  Dalam  bahasa
I ndonesia  disamping  istilah  “peristiwa  pidana”  untuk  terjemahan  stafbaar  feit”
atau “delict” itu sebagaimana yang dipakai oleh Mr. R. Tresna dan E. Utercht dikenal istilah lain seperti:
a. Tindak  pidana  Undang-undang  Nomor  3  tahun  1971  tentang
Pemberantasan Tindak Pidana korupsi.
b. Perbuatan pidana Prof. Mulyatmo, Pidato Dies Natalis Universitas Gajah
Mada VI tahun 19955 di Yogyakarta.
c. Pelanggaran  pidana  Mr.  M.  H  Tirtaamidjaya,  Pokok  Pokok  Hukum
Pidana, Penerbit Pasco, Jakarta, 1955.
19
Selain  itu  dalam  buku  K.  Wantjik  Saleh  dikenal  juga  istilah  “perbuatan yang dapat dihukum”, “Perbuatan yang boleh dihukum” dan “peristiwa pidana”.
Jadi dengan “tindak pidana”ada 6 istilah yang tercipta dalam bahasa hukum kita untuk  menterjemahkan  istilah
“straf  feit”  atau  “delict”.
20
Namun  dari  berbagai istilah  tersebut,    “tindak  pidana”  dapat  dikatakan    berupa  istilah  resmi  dalam
perundang-undangan  pidana  Indonesia.  Dalam  hampir  seluruh  perundang- undangan  menggunakan  istilah  tindak  pidana.  Ahli  hukum  yang  mengunakan
19
C.S.T  Kansil,  Christine  S.T  Kansil,  Pokok-Pokok  Hukum  Pidana,  PT  Pradnya Paramita, Jakarta, 2004, hlm. 36-37.
20
K. Wantijk Saleh, Tindak Pidana Korupsi, PT Ichtiar Baru, Jakarta, 1974, hlm. 9.
Universitas Sumatera Utara
istilah tindak pidana adalah Wirjono Prodjodikoro dalam bukunya yang berjudul Tindak Pidana tertentu di Indonesia.
21
Moeljatno  menggunakan  istilah  perbuatan  pidana,  yang  didefenisikan sebagai  berikut:
“perbuatan  pidana  adalah  perbuatan  yang  dilarang  oleh  suatu aturan hukum larangan mana disertai ancaman  sanksi berupa pidana tertentu,
bagi barang siapa melanggar larangan tersebut”.
22
Pompe  merumuskan  bahwa suatu  strafbaar  feit  itu  sebenarnya  adalah  tidak  lain  daripada  suatu
“tindakan yang  menurut  sesuatu  rumusan  undang-undang  telah  dinyatakan  sebagai
tindakan yang dapat dihukum” Lamintang: 174
23
. R.  Tresna  menyatakan  walaupun  sangat  sulit  untuk  merumuskan  ataupun
memberi defenisi yang tepat perihal peristiwa pidana namun juga beliau menarik suat
u  defenisi  yang  menyatakan  bahwa,  “peristiwa  pidana  itu  adalah  suatu perbuatan  atau  rangkaian  perbuatan  manusia,  yang  bertentangan  dengan
undang-undang  atau  peraturan  perundang-undangan  lainnya,  terhadap perbuatan mana diadakan tindakan penghukuman”. Dapat dilihat bahwa rumusan
itu tidak memasukkan unsuranasir yang berkaitan dengan pelakunya. Selanjutnya beliau  mengatakan  bahwa  dalam  peristiwa  pidana  itu  mempunyai  syarat-syarat
antara lain: 1.
harus ada suatu perbuatan manusia; 2.
perbuatan itu harus sesuai dengan apa yang dilukiskan didalam ketentuan hukum;
21
Adami  Chazawi,  Pelajaran Hukum Pidana,  PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2002, hlm. 67-68.
22
Ibid, hlm. 71.
23
Ibid, hlm. 72.
Universitas Sumatera Utara
3. harus  terbukti  adanya  “dosa”  pada  orang  yang  berbuat,  yaitu  orangnya
harus dapat dipertanggungjawabkan; 4.
perbuatan itu harus berlawanan dengan hukum; 5.
terhadap  perbuatan  itu  harus  tersedia  ancaman  hukumannya  dalam undang-undang.
Sementara  itu  aliran  monisme  memandang  sebaliknya  konkret,  yaitu strafbaar feit tidak dapat dipisahkan dengan orangnya, selalu dibayangkan bahwa
dalam  strafbaar  feit  selalu  adanya  si  pembuat  orangnya  yang  dipidana.  Oleh karena  itu,  unsur-unsur  mengenai  diri  orangnya  tidak  dipisah  dengan  unsur
mengenai perbuatan. Artinya semuanya menjadi unsur tidak pidana. Unsur tindak pidana  pada  perbuatan  dengan  syarat  dipidana  pada  orang  tidak  dipisah
sebagaimana paham dualisme. Sebagaimana diketahui pada kenyataannya :
1. dalam rumusan tindak pidana mengikuti istilah undang-undang tertentu,
ada  rumusan  yang  mencantumkan  tentang  unsur-unsur  mengenai  diri pelaku  misalnya  sengaja:  pasal  338,  406  dan  lain-lain  tetapi  banyak
rumusan yang lain tidak dicantumkan; 2.
sedangkan  mengenai  kemampuan  bertanggung  jawab,  tidak  pernah dicantumkan dalam semua rumusan tindak pidana.
24
Namun  pandangan  Moeljatno  tentang  merumuskan  suatu  tindak  pidana,  yang terpenting adalah adanya suatu perbuatan yang dilarang oleh suatu aturan hukum,
larangan yang mana disertai sanksi.
24
Ibid, hlm. 76-77.
Universitas Sumatera Utara
2.  PengertianTindak Pidana Khusus
Hukum  pidana  di  Indonesia  terbagi  dua  yaitu  hukum  pidana  umum  dan hukum  pidana  khusus.  Secara  defenitif  hukum  pidana  umum  dapat  diartikan
sebagai  perundang-undangan  pidana  yang  berlaku  umum,  yang  tercantum  dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana KUHP serta semua perundang-undangan
yang  mengubah  dan  menambah  KUHP.Adapun  hukum  pidana  khusus,  dimaknai sebagai perundang-undangan di bidang tertentu yang memiliki sanksi pidana atau
tindak pidana yang diatur dalam perundang-undangan khusus di luar KUHP, baik perundang-undangan  pidana  maupun  yaang  bukan  pidana  tetapi  memiliki  sanksi
pidana ketentuan menyimpang dari KUHP.
Rochmat Soemitro 1991, sebagaimana dikutip dalam kamus hukum.com, mendefenisikan tindak pidana khusus sebagai tindak pidana yang diatur tersendiri
dalam  undang-undang  khusus,  yang  memberikan  peraturan  khusus  tentang  tata cara  penyidikannya,  tuntutannya,  pemeriksaannya,  mapun  sanksinya  yang
menyimpang dari ketentuan yang dimuat dalam KUHP.
25
Menurut  Andi  Hamzah,  peraturan  hukum  yang  tercantum  di  luar  KUHP dapat  disebut  undang-undang  pidana  tersendiri  atau  dapat  juga  disebut  hukum
pidana  di  luar  kodifikasi  atau  nonkodifikasi.  H.  J.  A  Nolte  membuat  disertasi  di Universitas  Utrecht,  Belanda  pada  tahaun  1949,  berjudul  het  strafrecht  in  de
afzonderlijke  wetten,yang  jika  dibahasa  indonesi akan  akan  menjadi  “hukum
pidana  dalam  undang-undang  tersendiri.
26
Di  Indonesia  kini  berkembang  dengan subur  undang-undang  tersendiri  di  luar  KUHP,  seperti  Undang-Undang  Tindak
Pidana  Ekonomi,  Undang-Undang  Pemberantasan  Tindak  Pidana  Korupsi,  dan
25
Aziz Syamsuddin, Tindak Pidana Khusus, Sinar Grafika, Jakarta, 2011, hlm. 30
26
Ibid, hlm. 8.
Universitas Sumatera Utara
banyak perundang-undangan administrasi yang bersanksi pidana, dengan ancaman pidananya sangat berat dari 10 tahun, 15 tahun, sampai seumur hidup bahkan ada
pidana mati UU Psikotoprika, UU Perbankan, UU Lingkungan Hidup
a. Latar Belakang Pengaturan Tindak Pidana Khusus
Suatu hal yang nyata, perkembangan kriminalitas dalam masyarakat telah mendorong  lahirnya  Undang-Undang  Tindak  Pidana  Khusus,  yaitu  Undang-
Undang  Hukum  pidana  yang  diatur  di  luar  KUHP.  Kedudukan  Undang-Undang Hukum Pidana Khusus dalam sistem hukum pidana adalah pelengkap dari hukum
pidana  yang  dikodifikasi  dalam  KUHP.  Mengapa  dalam  sistem  hukum  pidana Indonesia dapat timbul pengaturan hukum pidana kebijakan kriminalisasi khusus
atau  peraturan  tersendiri  di  luar  KUHP?  Jawabannya,  karena  KUHP  sendiri menyatakan  tentang  kemungkinan  adannya  perundang-undangan  pidana  di  luar
KUHP  sebagaimana  dapat  disimpulkan  dari  ketentuan  pasal  103  KUHP  yang berbunyi:  “ketentuan-ketentuan  dalam  Bab  I  sampai  Bab  VIII  buku  ini  juga
berlaku  bagi perbuatan-perbuatan yang oleh ketentuan perundang-undangan yang lain diancam dengan pidana, kecuali jika oleh undang-
undang ditentukan lain” Pasal  103  KUHP  sering  disebut  atau  diistilahkan  sebagai  pasal  jembatan
bagi peraturan perundang-undangan yang mengatur hukum pidana di luar KUHP. Pasal ini menjembatani bahwa segala istilahpengertian yang berada dalam Bab I-
VIII  buku  satu  KUHP  dapat  digunakan  apabila  tidak  diatur  lain  dalam  undang- undang  atau  aturan-aturan  yang  mengatur  tentang  hukum  pidana  di  luar  KUHP.
Misalnya tentang percobaan dalam tindak pidana korupsi UU No. 31 Tahun 1999 jo  UU  No.  20  Tahun  2001  Tentang    Pemberantasan  Tindak  Pidana  Korupsi,
Universitas Sumatera Utara
disingkat  UU  PTPK.  Undang-Undang  PTPK  tindak  mengatur  secara  jelas  apa yang  yang dimaksut dengan percobaan dalam tindak pidana korupsi, oleh karena
itu dapat digunakan pasal 53 KUHP tentang percobaan. Andi  Hamzah  menyatakan  bahwa  di  Indonesia  dapat  timbul  undang-
undang  tersendiri  di  luar  KUHP  kerena  ada  dua  faktor.  Pertama,  adanya ketentuan pasal 103 KUHP yang memungkinkan pemberlakuan ketentuan pidana
dan  sanksinya  terhadap  suatu  perbuatan  pidana  yang  ditentukan  di  luar  KUHP, kecuali  ditentukan  lain  oleh  undang-undang.  Kedua,adanya  pasal  1-85  KUHP
Buku  I  tentang  ketentuan  umum  yang  memungkinkan  penerapan aturan  pidana umum  bagi  perbuatan-perbuatan  pidana  yang  ditentukan  di  luar  KUHP,kecuali
perbuatan  tersebut  menyimpang.  Namun  hal  yang  perlu  digarisbawahi  adalah, penyimpangan-penyimpangan  dalam  Undang-undang  atau  peraturan-peraturan
khusus  tersebut  terhadap  ketentuan  Umum  KUHP.    Selebihnya,  yang  tidak meyimpang dengan sendirinya tetap berlaku ketentuan umum KUHP, bedasarkan
asas  lex  specialis  derogate  legi  generali  ketentuan  yang  besifat  umum mengesampingkan  ketentuan  yang  bersifat  umum.  Jadi  selama  tidak  ada
ketentuan khusus berlakulah ketentuan umum itu.
27
b. Ruang lingkup dan tujuan pengaturan tindak pidana khusus
Subjek  hukum  tindak  pidana  khusus  diperluas,  tidak  saja  meliputi  orang pribadi  melainkan  juga  badan  hukum.  Sedangkan  dari aspek  pemidanaan,  dilihat
dari  pola  perumusan ataupun  pola  ancaman  sanksi,  hukum  tindak  pidana  khusus
27
Ibid, hlm. 10-11.
Universitas Sumatera Utara
menyangkut  3  tiga  permasalahan,  yakni  tindak  pidana,  pertanggungjawaban pidana, serta pidana dan pemidanaannya.
Di  dalam  law  Online  Lybrary  dipaparkan  juga  tentang  ruang  lingkup hukum  tindak  pidana  khusus  yang  dikatakan  tidak  bersifat  tetap,  tetapi  dapat
berubah  tergantung  dengan  apakah  ada  penyimpangan  atau  menetapkan  sendiri ketentuan  khusus  dari  undang-undang  pidana  yang  mengatur  substansi  tertentu.
Sebagai  contoh  UU  No.  9  Tahun  1976  tentang  Tindak  Pidana  Narkotika merupakan tindak pidana khusus. Setelah UU tersebut dicabut dan diganti dengan
UU  No.  22  Tahun  1997  sekarang  UU  No.  35  Tahun  2009  tidak  lagi  menjadi bagian dari hukum tindak pidana khusus.
28
Sementara itu tujuan pengaturan tindak pidana yang bersifat khusus adalah untuk  mengisi  kekurangan  ataupun  kekosongan  hukum  yang  tidak  tercakup
pengaturannya  dalam  KUHP.  Pengaturan  secara  spesifik  tindak  pidana  khusus akan  memaksimalkan  pemberantasan  tindak  pidana  sehingga  dapat  mencapai
efektifitas pelaksanaan hukum itu sendiri.
3.  Defenisi Konseptual Tentang Makna Korupsi
Istilah  korupsi  berasal  dari  satu  kata  dalam  bahasa  Latin  yakni  corruptio atau  corruptus  yang  disalin  ke  berbagai  bahasa.  Misalnya  disalin  dalam  bahasa
Inggris menjadi corruption atau corrupt dalam bahasa Prancis menjadi corruption dan dalam bahasa Belanda disalin menjadi istilah  coruptie. Agaknya dari bahasa
Belanda itulah lahir  kata korupsi dalam bahasa Indonesia Andi Hamzah, 1999. Coruptie  yang  juga  disalin  menjadi  corruptien  dalam  bahasa  Belanda  itu
28
Ibid, hlm.12.
Universitas Sumatera Utara
mengandung  arti  perbuatan  korup,  penyuapan  Wijowasito,  1999:128.  Secara harafiah  istilah  tersebut  berarti  segala  macam  perbuatan  tidak  baik,  seperti  yang
dikatakan Andi
Hamzah sebagai
kebusukan, keburukan,
kebejatan, ketidakjujuran,  dapat  disuap,  tidak  bermoral,  penyimpangan  dari  kesucian,  kata-
kata atau ucapan yang menghina atau menfitnah.
29
Selain  itu,  dalam  Kamus  Besar  Bahasa  Indonesia  KBBI  disebutkan bahwa  yang  dimaksud
dengan  korupsi  adalah  “peyelewengan  atau  penggelapan uang  negara  atau  perusahaan,  dan  sebagainya  untuk  keuntungan  pribadi  atau
orang  lain”.
30
Demikian  juga  dijelaskan  dalam  Lexion  Webster  Dictionary menyebutkan  bahwa
“corupted, putrid, infected or debated, dishonest or venal, influence  by  bribery,  vitiated  by  errors  or  alternation  as  a  text  or  a
worb”.perbuatan  korup,  busuk,  yang  terinfeksi  atau  diperdebatkan,  tidak  jujur atau ringan, dipengaruhi oleh suap.
31
Dalam  terminologi  sosial  dan  politik,  korupsi  adalah  kejahatan  yang  luar biasa extra ordinary crime. Perbuatan korupsi adalah suatu tindak pidana , dan
tergolong  rumpun  pidana  khusus  ius  singulare,  ius  speciale  atau  bijzonder strafrecht.  Robert  Klitgaard  mengajukan  rumus  sederhana  untuk  memahami
korupsi,  yaki:  C  =  D  +  M –  ACorruption  =  Discretion  +  Monopoli  –
Accountability.
32
Melalui  rumus  yang  demikian  Klitgaard  mentakrifkan  korupsi sebagai tindakan yang mengandung unsur melawan hukummelanggar hukum dan
menyalahgunakan kewenangan
abuse of
power, serta merugikan
29
Adami Chazawi, Hukum Pidana Materil dan Formil Korupsi di Indonesia, Bayumedia Publishing, Malang, 2002, hlm. 1-2.
30
Kamus Besar Bahasa Indonesia KBBI.
31
https:googleweblight.com. wordpress.com20150909unsur-potensi-yang-merugikan- perekonomian  negara-dalam-tindak-pidana-korupsi-di-indonesia  diakses  pada  tanggal  20  maret
2016.
32
http:www.hukumpedia.combchairkorupsi-politikdiaksespada tanggal 26 April 2016.
Universitas Sumatera Utara
keuangankekayaanperekonomian negara,
dan juga
memperkaya diri
sendiriorang  lainkorporasi.  Kartini  Kartono  memberi  batasan  korupsi  sebagi tingkah  laku  individu  yang  menggunakan  wewenang  dan  jabatan  untuk
keuntungan  pribadi,  merugikan  kepentingan  umum  dan  negara.  Korupsi merupakan gejala salah pakai dan salah urus dari kekuasaan, untuk memperkaya
diri sendiri. Selain  jenis  korupsi  konvensional  yang  secara  tegas  diatur  dalam  UU
PTPK  atau  yang  sepadan  dengan  terminologi  korupsi  dari  Klitgaard  di  atas, sesungguhnya masih ada terminologi korupsi nonkovensional, yakni state capture
corruption.Korupsi  jenis  ini  tergolong  super  destruktif  dan  berskala  negara.  Inti dari  korupsi  jenis  adalah  akomodasi  keserakahan  korporat  oleh  sebuah  negara
yang  para  elitnya  tunduk  sepenuhnya  pada  kekuatan  korporasi.  Dikatakan  state capture  corruptionkarena  mencakup  elemen  pokok  kekuasaan  sebuah  negara,
yang  bukan  sekedar  executive  capture,  atau  legislative  capture,  atau  judicative capture  corruption,  tetapi  state  capture  atau  state  bijacked  corruption.  Singkat
kata,  state  capture  corruption  adalah  korupsi  yang  dilakukan  oleh  pemerintah yang sedang berkuasa karena ketertundukannya pada koorporasi asing, yang pada
hakekatnya berkait erat dengan kejahatan kooporasi corporate crime. Pengertian tindak pidana korupsi menurut UU Nomor 31 Tahun 1999 dan
UU Nomor20 Tahun 2001, itu dapat dibedakan dari 2 segi, yaitu korupsi aktif dan korupsi  pasif.  Dari  segi  aktif  maksutnya  pelaku  korupsi  tersebut  langsung
melakukan  perbuatan  memperkaya  diri  sendiri  atau  orang  lain  atau  korporasi dengan  melakukan  penyalahgunaan  kewenangan,  kesempatan,  atau  sarana.
Sedangkan tindak pidana yang bersifat pasif yaitu menerima pemberian atau janji
Universitas Sumatera Utara
karena  berbuat  atau  tidak  berbuat  sesuatu  dalam  jabatannya  yang  bertentangan dengan kewajibannya.
33
Adapun yang dimaksud dengan korupsi aktif adalah :
1. secara melawan hukum memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu
korporasi yang dapat merugikan keuangan atau perekonomian negara; 2.
dengan  tujuan,  menyalahgunakan    kewenangan,kesempatan  atau  sarana karena jabatn atau kedudukannya;
3. memberi  hadiah  atau  janjidengan  mengingat  kekuasaan  atau  wewenang
pada jabatan atau kedudukannya; 4.
percobaan, pembantuan atau permufakatan jahat; 5.
memberi  atau  menjanjikan  sesuatudengan  maksud  supaya  berbuat  atau tidak berbuat;
6. memberi sesuatu yang bertentangan dengan kewjibannya;
7. memberi janji;
8. sengaja membiarkan perbuatan curang;
9. sengaja menggelapkan uang atau surat berharga.
Sedangkan korupsi pasif, antara lain adalah:
1. menerima pemberian atau janji karena berbuat atau tidak berbuat;
2. menerimapenyerahan  atau  keperluan  dengan  membiarkan  perbuatan
curang; 3.
menerima pemberian hadiah atau janji;
33
Darwan  Prins,  Pemberantasan  Tindak  Pidana  Korupsi,  PT.  Citra  Aditya  Bakti, Bandung, 2002, hlm.2, sebagaimana dikutip oleh tesis Junita Sitorus,  kewenangan BPKP dengan
Kejaksaan  dalam  Penentuan  Unsur  Kerugian  Keuangan  Negara  Terhadap  Tindak  Pidana Korupsi, 2010, hlm.42.
Universitas Sumatera Utara
4. adanya  hadiah  atau  janji  diberikan  untuk  menggerakkan  agar  melakukan
sesuatu; 5.
menerima gratifikasi yang diberikan berhubungan denganjabatannya.
34
4.  Defenisi Keuangan Negara dan Perekonomian Negara a.  Defenisi Keuangan Negara
Negara  Kesatuan  Republik  Indonesia  NKRI  menyelenggarakan pemerintahan  negara  dan  pembangunan  nasional  untuk  mencapai  masyarakat
yang  adil,  makmur,  dan  sejahtera  berdasarkan  Pancasila  dan  Undang-Undang Dasar  Negara  Republik  Indonesia  Tahun  1945  UUD  1945.  Dalam  rangka
melaksanakan  tujuan  tersebut,  negara  menyelenggarakan  fungsi  pemerintahan dalam  berbagai  bidang,  sehingga  berkonsekuensi  pada  timbulnya  hak  dan
kewajiban, termasuk berkaitan dengan keuangan negara. Pemahaman  tentang  keuangan  negara  terlebih  dahulu  dimulai  dengan
mengetahui  pengertian  keuangan  negara.  Terdapat  cukup  banyak  variasi pengertian  keuangan  negara,  tergantung  pada  aksentuasi  terhadap  suatu  pokok
persoalan  dalam  pemberian  defenisi  dari  para  ahli  di  bidang  keuangan  negara. Berikut  akan  ditunjukkan  pengertian  keuangan  negara  menurut  para  ahli,  antara
lain adalah:
  Pengertian keuangan negara menurut M. Ichwan Menurut M. Ichwan keuangan negara adalah rencana kegiatan secara kuantitatif
dengan  angka-angka  diantaranya  diwujudkan  dalam  jumlah  mata  uang,  yang dijalankan untuk masa mendatang, lazimnya 1 satu tahun mendatang.
34
M. Satria, Jurnal Hukum,Tindak Pidana Korupsi Dalam Perspektif Normatif, hlm. 8
Universitas Sumatera Utara
  Pengertian keuangan negara menurut Geodhart Menurut  Geodhart  keuangan  negara  adalah  keseluruhan  undang-undang  yang
diterapkan  secara  periodik  yang  memberikan  kekuasaan  pemerintah  untuk melaksanakan  pengeluaran  mengenai  periode  tertentu  dan  menunjukkan  alat
pembiayaan  yang  diperlukan  untuk  menutup  pengeluaran  tersebut.  Unsur-unsur keuangan negara menurut Geodhart meliputi:
a. Periodik
b. Pemerintah sebagai pelaksana anggaran
c. Pelaksanaan  anggaran  mencakup  2  dua  wewenang,  yaitu:  wewenang
pengeluaran  dan  wewenang  untuk  menggali  sumber-sumber  pembiayaan untuk menutup pengeluaran-pengeluaran yang bersangkutan.
d. Bentuk anggaran negara adalah berupa satu undang-undang.
35
Menurut Glenn. A. Welschbuget adalah suatu bentuk statement dari rencana dan
kebijaksanaan  manajemen  yang  dipakai  dalam  suatu  periode  tertentu  sebagai petunjuk atau blue print di dalam periode itu.
  Pengertian keuangan negara menurut Van Der Kemp
Keuangan  negara  adalah  semua  hak  yang  dapat  dinilai  dengan  uang,  demikian pula
segala  sesuatu  baik  berupa  uang  ataupun  barang  yang  dapat  dijadikan  milik negaraberkaitan dengan hak-hak tersebut.
36
  Pengertian keuangan negara menurut M. Subagio
Keuangan  negara  adalah  semua  hak  dan  kewajiban  negara  yang  dapat  dinilai dengan  uang,  demikian  pula  segala  sesuatu  baik  berupa  uang  ataupun  barang
35
Riwan Tjandra, Hukum Keuangan Negara, PT Gramedia, Jakarta, 2013, hlm. 1.
36
Ibid, hlm. 2.
Universitas Sumatera Utara
yang  dapat  dijadikan  milik  negara  berhubungan  dengan  pelaksanaan  hak  dan kewajiban itu.
37
Hak negara meliputi: a.
Hak menciptakan uang b.
Hak mendatangkan hasil c.
Hak melakukan pungutan d.
Hak meminjam e.
Hak memaksa Kewajiban negara meliputi:
a. Menyelenggarakan tugas negara demi kepentingan masyarakat
b. Membayar hak-hak tagihan pihak ketiga
Namun,  secara  gramatikal,
38
menurut  Kamus  Besar  Bahasa  Indonesia keuangan  negara  mempunyai  arti  segala  sesuatu  yang  berkaitan  dengan  seluk-
beluk uang negara atau tentang hal yang berkaitan dengan penggunaan  uang oleh negara.  Secara  nalar  hukum,  berbicara  mengenai  keuangan  negara  maka
bahasannya  akan  ditujukan  kepada  negara  sebagai  subjek  hukum,  yaitu  negara sebagai badan hukum publik.
b.  Defenisi Perekonomian Negara
Menurut  Wikipedia,  Perekonomian  negara  adalah  sebuah  sistem  yang digunakan  oleh  suatu  negara  untuk  mengalokasikan  sumber  daya  yang
dimilikinyabaik kepada individu maupun organisasi di negara tersebut. Perbedaan mendasar  antara  sebuah  sistem  ekonomi  dengan  sistem  ekonomi  lainnya  adalah
bagaimana cara sistem itu mengatur faktor produksinya. Dalam beberapa sistem,
37
M. Subagio, Hukum Keuangan Negara R.I, CV Rajawali, Jakarta, 1991, hlm. 11.
38
Kamus Besar Bahasa Indoensia,  http:pusatbahasa.diknas.go.id, diakses pada tanggal 21 Februari 2016.
Universitas Sumatera Utara
seorang individu boleh memiliki semua faktor produksi. Sementara dalam sistem lainnya, semua faktor tersebut dipegang oleh pemerintah.
39
Beberapa  ahli  memberikan  defenisi  mengenai  perekonomian  negara diantaranya sebagai berikut:
40
Menurut Chester A bernard perekonomiam negara adalah suatu sistem
yang  pada  dasarnya  adalah  organisasi  besar.  Pada  sistem  tersebut  terjadi  ikatan antara  subjek  dengan  subjek,  atau  subjek  dengan  objek.  Defenisi  ini  juga  dapat
disimpulkan  bahwa  menjadi  suatu  sistem  yang  dikelola  secara  terpadu  dan berbaur.  Namun  masing-masing  bagian  di  dalamnya  tetap  memiliki  karakteristik
dan ciri-ciri tersendiri, sehingga bagian-bagian yang tergabung mudah dibedakan.
Menurut Dumairyperekonomian negara merupakan suatu bentuk sistem
yang berfungsi untuk mengatur serta menjalin kerjasama dalam bidang ekonomi, melakukan  hubungan  manusia  dan  kelembagaan.  Dumairy  menambahkan
pedapatnya  bahwa  perekonomian merupakan  hal  yang  terjadi  pada  suatu  tatanan kehidupan,  tidak  harus  bediri  tunggal,  melainkan  harus  berdasarkan  falsafah,
ideologi, serta tradisi masyarakat yang berkembang secara turun temurun di suatu tempat.
Defenisi  yang  hampir  serupa,  menurut  L.  James  Haveryperekonomian
adalah  suatu  sistem  yang  berguna  untuk  membuat  rangkaian  komponen  antara suatu dengan yang lainnyadalam suatu prosedur logis dan rasional, guna mencapai
tujuan  tertentu  yang  telah  disepakati  bersama.  Ia  juga  menambahkan  bahwa kesatuan adalah hal yang mutlak terjadi dalam sistem perekonomian
39
https:id.m.wikipedia.orgwikiSistem_perekonomian,  diakses  pada  tanggal  25 Februari 2016.
40
http:www.bimbie.comdefinisi-perekonomian-indonesia.htm, diakses pada tanggal 26 April 2016.
Universitas Sumatera Utara
Menurut Jhon Mc. Manamamemberikan defenisi perekonomian adalah
sebuah konsep yang menggabungkan seluruh fungsi-fungsi kedalam satu kesatuan organik dengan tujuan mencapai hasil yang efektif dan efesien dari kegiatan yang
dilakukan.  Menurut  Edgar    F.  Huse  dan  James  L.  Bowdict  perekonomian
merupakan  suatu  sistem  atau  rangkaian  yang  saling  terkait  dan  bergantung  satu sama  lainnya,  sehingga  timbul  hubungan  timbal  balik  dan  pengaruh  dari
hubungan  tersebut  dalam  arti  kata  satu  bagian  mempengaruhi  bagian  yang  lain secara keseluruhan.
Dengan  demikian  dapat  dipahami  bahwa  makna  perekonomian  negara adalah suatu sistem usaha bersama  berdasarkan asas kekeluargaan ataupun usaha
masyarakat  secara  mandiri  yang  didasarkan  pada  kebijakan  pemerintah  yang bertujuan  memberikan  manfaat,  kemakmuran,  dan  kesejahteraan  kepada  seluruh
kehidupan rakyat.
F.  Metode Penelitian