menjelaskan, pada
saat akan
melakukan pembelian
saham tersebut, yang menjadi salah satu
pertimbangan dari
Pemerintah Indonesia
sehingga berminat
membeli saham PT. NNT adalah adanya kesempatan besar bagi
Negara Pemerintah
untuk mengembalikan lagi kekuasaannya
di sektor pertambangan. Era dan Sito
juga menjelaskan
bahwa tindakan yang dilakukan tidak
hanya sekedar pembelian saham, tapi bagi pemerintah hal ini adalah
tindakan penyelamatan aset negara yang seharusnya dikuasai oleh
negara dan dimanfaatkan sebesar- besarnya
untuk kemakmuran
rakyat.
10
Namun, pada akhirnya divestasi tidak dapat dilakukan
walaupun proses negosiasi sudah sampai pada tahap final, karena
adanya sengketa antar Lembaga Kemenkeu dan Komisi IX DPR
RI.
Mengenai tujuan
dari kewajiban divestasi juga ditegaskan
dalam Surat Putusan Mahkamah Konstitusi MK dengan Surat
Nomor 2SKLN-X2012 atas Kasus Pelaksanaan Divestasi PT NNT
oleh Pusat Investasi Pemerintah PIP
antara penggugat
yaitu Presiden
bersama-sama dengan
Kemenkeu, dan tergugat yaitu Komisi IX DPR, dalam dalil
pemohon huruf C angka 22, adalah sebagai berikut :
“Pelaksanaan pembelian
saham divestasi PT NNT merupakan
keputusan Pemohon
yang sejatinya
ditujukanuntuk memberikan
manfaat seluas-luasnya bagi rakyat
Indonesia
untuk mewujudkan
tujuan
10
Wawancara dengan Staff Pusat Investasi Pemerintah pada tanggal 23 Februari 2015.
bernegara dalam
Pembukaan UUD
1945, yaitu
“memajukan kesejahteraan umum” dan
dalam
rangka melaksanakan
amanat Pasal 33 ayat 2 dan ayat
3 UUD 1945 mengenai penguasaan
negara atas
cabang-cabang produksi
yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup
orang banyak dan mengenai penguasaan bumi, air, dan
kekayaan
alam yang
terkandung di dalamnya oleh negara untuk dipergunakan
sebesar-besarnya bagi
kemakmuran rakyat.” Selanjutnya pertimbangan MK
dalam putusannya di angka 3.20, disebutkan :
“Menimbang bahwa MK dapat memahami maksud
Presiden
melakukan pembelian saham PT. NNT
dalam rangka pelaksanaan Pasal 33 ayat 3 UUD 1945,
yaitu
dalam rangka
penguasaan negara
atas bumi dan air dan kekayaan
alam yang terkandung di dalamnya untuk sebesar-
besarnya
kemakmuran rakyat.
……..” Berdasarkan Surat Putusan
MK tersebut, maka dapat diketahui secara jelas, bahwa tujuan dari
divestasi adalah
untuk mengembalikan kekuasaan negara
dalam penguasaan sumber daya mineral seperti yang dinyatakan
dalam Pasal 33 ayat 3 UUD 1945. Oleh karena itu, menurut Surat
Putusan
MK tersebut.
tepat dikatakan
gagasan kewajiban
divestasi di sektor pertambangan minerba sebagai instrumen hukum
pelaksana kehendak Pasal 33 UUD 1945.
Namun di sisi lain, banyak kritikan terhadap jumlah besaran
kewajiban divestasi. Seperti yang ditentukan oleh Pasal 97 dalam PP
No. 77 Tahun 2014 tentang Pedoman Pelaksanaan Kegiatan
Pertambangan
Mineral dan
Batubara. Pembedaan
terhadap besaran kewajiban divestasi pada
dasarnya mencederai tujuan dari kewajiban divestasi itu sendiri.
Tujuan divestasi yang sejatinya, untuk mengembalikan kekuasaan
negara tidak lagi dapat tercapai secara
total. Seperti
yang disebutkan dalam surat putusan MK
Nomor 058-059-060-063PUU-
II2004 dan Nomor 008PUU- III2005
Mengenai Pengujian
Undang-Undang Sumber Daya Air, Undang-Undang KetenagaListrikan
dan UU Migas menfasirkan “hak menguasai negara” bukan dalam
makna negara memiliki saja, tetapi lebih kepada pengertian bahwa
negara
dapat merumuskan
kebijakan
beleid
, melakukan pengaturan
regelendaad,
melakukan pengurusan
bestuursdaad,
melakukan pengelolaan
behersdaad,
dan melakukan
pengawasan
toezichtoundendaad.
Senada dengan putusan MK tersebut, Bagir Manan merumuskan
cakupan pengertian dikuasai oleh negara atau hak penguasaan negara,
sebagai berikut:
a. Penguasaan
semacam pemilikan oleh negara,
artinya negara melalui Pemerintah adalah satu-
satunya pemegang
wewenang untuk
menentukan hak
wewenang atasnya,
termasuk di sini bumi, air, dan
kekayaan yang
terkandung di dalamnya. b.
Mengatur dan mengawasi penggunaan
dan pemanfaatan.
c. Penyertaan modal dan
dalam bentuk perusahaan negara untuk usaha-usaha
tertentu.
11
Berdasarkan hal
tersebut, makna penguasaan negara tidak
hanya sebatas
pemilikian penyertaan modal dalam bisnis
pertambangan. Akan tetapi, makna penguasaan negara adalah bahwa
kepemilikan saham Indonesia atas asing harusnya lebih dominan.
Dengan
adanya dominansi
kepemilikan saham, maka negara dapat mempengaruhi kebijakan-
kebijakan bisnis
pertambangan tersebut untuk digiring ke arah
yang membawa
kemakmuran rakyat.
Akan tetapi,
apabila Indonesia tidak memiliki saham
mayoritasdominan, maka
kekuasaan negara tetap tidak dapat dilaksanakan secara total, dan
divestasi tersebut
hanya memberikan
dampak terhadap
peningkatan penerimaan negara. Berdasarkan uraian di atas,
maka dapat dilihat dengan jelas bahwa kewajiban divestasi saham
di sektor pertambangan merupakan langkah
yang tepat
untuk mengembalikan kekuasaan negara.
Divestasi menjadi cara “teraman” bagi negara untuk melakukan
nasionalisasi demi pengembalian kekuasaan
negara di
sektor pertambangan. Dikatakan demikian
karena kewajiban divestasi yang dilakukan secara bertahap, dengan
jumlah besaran tertentu, dan adanya
„
fairness
‟ antara pemerintah dan
11
Bagir Manan, 1995, Pertumbuhan dan Perkembangan Konstitusi Suatu Negara,
Mandar Maju, Bandung, hlm. 12.