BAB II PERTIMBANGAN PERLUNYA PENGATURAN DIVESTASI SAHAM ASING DALAM KEGIATAN PENANAMAN MODAL ASING DI INDONESIA A. Sejarah Pengaturan Penanaman Modal Asing di Bidang Pertambangan Minerba 1. Istilah dan Pengertian Kontrak Karya - Perimbangan Kepentingan Pe

BAB II PERTIMBANGAN PERLUNYA PENGATURAN DIVESTASI SAHAM ASING DALAM KEGIATAN PENANAMAN MODAL ASING DI INDONESIA A. Sejarah Pengaturan Penanaman Modal Asing di Bidang Pertambangan Minerba

1. Istilah dan Pengertian Kontrak Karya

  Istilah kontrak karya merupakan terjemahan dari bahasa Inggris , yaitu kata contract of work. Dalam Pasal 10 UU No 11 Tahun 1967 tentang Ketentuan- ketentuan Pokok Pertambangan Umum, istilah ini lazim digunakan adalah perjanjian karya. Dalam hukum Australia yang digunakan adalah kontrak karya, istilah yang digunakan adalah indenture, friendchise agreement, state agreement

   or goverment agreement .

  Dalam Pasal 1 Keputusan Menteri Pertambangan dan Energi Nomor 1409.K/201/M.PE/1996 tentang Tata Cara Pengajuan Pemrosesan Pemberian Kuasa Pertambangan, Izin Prinsip, Kontrak Karya dan Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batu Bara telah ditentukan pengertian kontrak karya.

  Kontrak Karya (KK) adalah suatu perjanjian antara Pemerintah Republik Indonesia dengan perusahaan swasta asing atau patungan antara asing dengan nasional (dalam rangka PMA) untuk pengusahaan mineral dengan berpedoman kepada Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing

23 Sony Rospita. Tidak Aneh Bila Sistem Kontrak Pertambangan Lebih Disukai PMA.

  (Jakarta: Raja Grafindo Persada. 2009). hal 3.

24 Pertambangan Umum.

  Dalam definisi ini kontrak karya dikonstruksikan sebagai sebuah perjanjian.Subjek perjanjian itu adalah Pemerintah Indonesia dengan perusahaan swasta asing atau joint venture antara perusahaan asing dan perusahaan nasional.Objeknya adalah pengusahaan mineral. Pedoman yang digunakan dalam implementasi kontrak karya adalah Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing serta Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1967 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Pertambangan Umum.

  Definisi lain dari kontrak karya, dapat di baca dalam Pasal 1 angka 1 Keputusan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Tahun 2004Nomor 1614 tentang Pedoman Pemrosesan Permohonan Kontrak Karya dan Perjanjian Pengusahaan Pertambangan Batu Bara dalam Rangka Penanaman Modal Asing. Dalam ketentuan itu, disebutkan pengertian kontrak karya.

  Kontrak karya atau KK adalah perjanjian antara Pemerintah Indonesia dengan pengusahaan berbadan hukum Indonesia dalam rangka penanaman modal asing untuk melaksanakan usaha pertambangan bahan galian, tidak termasuk minyak bumi, gas alam, panas bumi, radio aktif, dan batu bara.

  Ismail Suny mengartikan kontrak karya sebagai berikut: “kerja sama modal asing dalam bentuk kontrak karya (contract of work) terjadi apabila penanaman modal asing membentuk satu badan hukum Indonesia dan badan 24 Pasal 1 KeputusanMenteriPertambangandanEnergiNomor 1409.K/201/M.PE/1996

  tentang Tata Cara PengajuanPemrosesanPemberianKuasaPertambangan, IzinPrinsip, KontrakKaryadanPerjanjianKaryaPengusahaanPertambanganBatu Bara.

   mempergunakan modal nasional”.

  Definisi ini ada kesamaan dengan definisi yang dikemukakan oleh Sri Woelan Aziz. Ia mengartikan kontrak karya adalah: “suatu kerja sama dimana pihak asing membentuk suatu badan hukum Indonesia ini bekerja sama dengan badan hukum Indonesia yang menggunakan modal nasional”.

  Kedua pandangan di atas melihat bahwa badan hukum asing yang bergerak dalam bidang kontrak karya harus melakukan kerja sama dengan badan hukum Indonesia yang menggunakan modal nasional. Namun, didalam peraturan perundang-undangan tidak mengharuskan kerja sama dengan badan hukum Indonesia dalam pelaksanaan kontrak karya. Pertanyaannya sekarang bagaimana dengan kontrak karya yang seluruh modalnya dari pihak asing, seperti halnya PT Freeport Indonesia. Sumber pembiayaan perusahaan ini 100 % dari pihak asing, dan perusahaan ini tidak bekerja sama dengan modal domestik.

  Dengan demikian, definisi kontrak karya di atas perlu dilengkapi dan disempurnakan yaitu dengan kontrak karya adalah: “suatu perjanjian yang dibuat antara Pemerintah Indonesia dengan kontrakror asing semata-mata dan/atau merupakan patungan antara badan hukum domestik untuk melakukan kegiatan eksplorasi maupun eksploitasi dalam bidang pertambangan umum, sesuai dengan

   jangka waktu yang disepakati oleh kedua belah pihak”.

  Definisi ini merupakan definisi yang lengkap karena di dalam kontrak karya tidak hanya mengatur hubungan hukum antara para pihak, namun juga 25 26 Salim, Op. Cit, hal 128.

  hal 129. unsur-unsur yang melekat dalam kontrak karya, yaitu: a. adanya kontraktual, yaitu perjanjian yang dibuat oleh para pihak, b. adanya subjek hukum, yaitu Pemerintah Indonesia/pemerintah daerah

  (provinsi/kabupaten/kota) dengan kontraktor asing semata-mata dan/atau golongan antara pihak asing dengan pihak Indonesia, c. adanya objek, yaitu eksplorasi dan eksploitasi, d. dalam bidang pertambangan umum, dan

   e.

  adanya jangka waktu di dalam kontrak.

  Dengan adanya Keputusan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral 1614 Nomor 2004 tentang Pedoman Pemrosesan Permohonan Kontrak Karya dan Perjanjian Pengusahaan Pertambangan Batu Bara dalam Rangka Penanaman Modal Asing, maka pemerintah daerah, tidak lagi menjadi salah satu pihak dalam kontrak karya, sedangkan para pihaknya adalah Pemerintah Indonesia, yang diwakili oleh Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral dengan badan hukum Indonesia

  Jangka waktu berlakunya kontrak karya tergantung kepada jenis kegiatan yang dilakukan oleh perusahaan pertambangan. Jangka waktu berlakunya kegiatan eksploitasi adalah tiga puluh tahun. Jangka waktu itu juga dapat diperpanjang.

  27 hal 130.

2. Sejarah Perkembangan Kontrak Karya

  Sistem kontrak dalam dunia pertambangan Indonesia telah dikenal sejak masa penjajahan Hindia Belanda, khususnya ketika mineral dan logam mulai menjadi komoditas yang menggiurkan. Melalui Indische Mijnwet 1899, Hindia Belanda mendeklarasikan penguasaan mereka atas mineral dan logam di perut bumi Nusantara. Sejak saat itu, perbaikan kebijakan dilakukan, antara lain tahun 1910 dan 1918, juga dilengkapi dengan Mijnordonnantie (Ordonansi Pertambangan) pada tahun 1906. Perbaikan pada 1910 menambahkan pula Pasal 5a Indische Mijnwet, yang menjadi dasar bagi perjanjian yang sering disebut “5a

   contract”.

  Inti ketentuan Pasal 5a Indische Mijnwet (IMW) adalah sebagai berikut: a. Pemerintah Hindia Belanda mempunyai kewenangan untuk melakukan penyelidikan dan eksploitasi.

  b.

  Penyelidikan dan eksploitasi itu dapat dilakukan sendiri dan mengadakan kontrak dengan perusahaan minyak dalam bentuk kontrak 5a atau lazim disebut dengan sistem konsesi.

  Sistem konsesi merupakan sistem di mana di dalam pengelolaan pertambangan umum kepada perusahaan pertambangan tidak hanya diberikan kuasa pertambangan, tetapi diberikan hak menguasai hak atas tanah. Jadi, hak yang dimiliki oleh perusahaan pertambangan adalah kuasa pertambangan dan hak atas tanah.

  28 .hal 131. kontraktor diberikan keleluasaan untuk mengelola minyak dan gas bumi, mulai dari eksplorasi, produksi hingga penjualan minyak dan gas bumi. Pemerintah sama sekali tidak terlibat di dalam manajemen operasi pertambangan, termasuk dalam menjual minyak bumi yang dihasilkan. Jika berhasil, kontraktor hanya membayar royalti, sejumlah pajak dan bonus kepada Pemerintah. Dalam Indische

  (1899), royalti kepada Pemerintah ditetapkan sebesar 4 persen dari

  Mijnwet

  produksi kotor dan kontraktor diwajibkan membayar pajak tanah untuk setiap hektar lahan konsesi.

  Prinsip-prinsip kerjasama di dalam sistem konsesi secara umum adalah sebagai berikut. Pertama, kepemilikan sumber daya minyak dan gas bumi dihasilkan berada di tangan kontraktor (mineral right). Kedua, kontraktor diberi wewenang penuh dalam mengelola operasi pertambangan (mining right). Ketiga, dalam batas-batas tertentu, kepemilikan aset berada di tangan kontraktor. Ke empat, negara mendapatkan sejumlah royalti yang dihitung dari pendapatan kotor.

  Kelima, kontraktor diwajibkan membayar pajak tanah dan pajak penghasilan dari penghasilan bersih, sedangkan kontrak karya (contract of work) diterapkan dengan terbitnya UU No 37 Prp tahun 1960 tentang Pertambangan, sekaligus mengakhiri berlakunya Indische Mijnwet (1899). Tidak seperti model konsesi, model kontrak karya ini hanya berlaku dalam periode yang relatif singkat, antara tahun 1960 – 1963. Dalam kontrak karya, kontraktor diberi kuasa pertambangan,

   , atau pembagian keuntungan antara Pemerintah dan kontraktor. profit sharing

  Kontrak karya sedikitnya memuat lima ketentuan pokok. Pertama, setiap perusahaan minyak harus bertindak menjadi salah satu kontraktor perusahaan negara: Pertamina dan Permigan. Kontraktor yang sebelumnya tunduk pada sistem konsesi sebagaimana diatur dalam Indische Mijnwet (1899) harus melepaskan hak konsesinya. Kedua, perusahaan yang sudah beroperasi sebelumnya diberikan masa kontrak dua puluh tahun untuk melanjutkan eksploitasi di daerah konsesi yang lama. Mereka juga diberikan ijin untuk menyelidiki dan mengembangkan daerah baru yang berdampingan dengan daerah konsesi yang lama, dengan jangka waktu kontrak tiga puluh tahun. Ketiga, fasilitas pemasaran dan distribusi diserahkan kepada perusahaan negara yang mengontrak dalam jangka waktu lima tahun dengan harga yang telah disetujui bersama. Perusahaan asing setuju menyerahkan hasil minyak kepada organisasi distribusi dengan harga pokok ditambah US$ 0,1 per barel. Keempat, fasilitas kilang akan diserahkan kepada Indonesia dalam waktu sepuluh sampai lima belas tahun dengan nilai yang disetujui bersama. Perusahaan asing bersedia memasok minyak mentah untuk kilang-kilang tersebut dengan harga dasar pokok ditambah US$ 0,2 per barel untuk jangka waktu tertentu dan dalam jumlah hingga 25 persen dari minyak mentah lapangan minyak di Indonesia. Kelima, split antara Pemerintah dan kontraktor asing sebesar 60:40. Pemerintah akan menerima

   (diakses pada 25 Juli 2014 pukul 17:43).

   oleh kontraktor asing.

  Pada awal kemerdekaan Indonesia hingga akhir kekuasaan Orde Lama, sistem kontrak pertambangan tidak berkembang. Bahkan pemerintah Soekarno mengeluarkan kebijakan nasionalisasi modal asing sehingga membatalkan semua kontrak pertambangan yang pernah ada. Pada masa pemerintahan Soeharto, kontrak karya di bidang pertambangan umum mengalami perkembangan yang cukup significant. Investasi di bidang pertambangan dimulai sejak diundangkannya Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing dan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1967 tentang Ketentuan- ketentuan Pokok Pertambangan.

  Empat bulan setelah Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing yang diundangkan bulan Januari 1967, pemerintah pada bulan April menandatangani kontrak pertambangan pertama dengan Freeport McMoran dari Amerika. Kontrak tersebut dikenal dengan sebutan kontrak karya generasi I. Akibatnya warna Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1967 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Pertambangan sangat kental dipengaruhi oleh kepentingan investor asing. Pasal 8 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing menyatakan dengan eksplisit bahwa: “penanaman modal asing di bidang pertambangan didasarkan atas suatu kerja sama dengan pemerintah atas dasar kontrak karya atau bentuk lain sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku” 30 Casdira. Perkembangan Model Pengelolaan Migas.

   (diakses pada 16 Juni 2014 WIB).

  Ketentuan-ketentuan Pokok Pertambangan disebut dengan eksplisit bahwa: “menteri dapat menunjuk pihak lain sebagai kontraktor untuk pekerjaan yang belum mampu dikerjakan sendiri. Pemerintah mengawasi pekerjaan tersebut sedangkan perjanjiannya harus disetujui dahulu oleh pemerintah dengan berkonsultasi dengan DPR”.

  Model awal kontrak karya bukanlah konsep yang dirancang Pemerintah Indonesia, melainkan hasil rancangan PT Freeport Indonesia. Awalnya Menteri Pertambangan Indonesia menawarkan kepada Freeport konsep “bagi hasil” berdasarkan petunjuk pelaksanaan kontrak perminyakan asing yang disiapkan pada waktu Pemerintahan Soekarno. Freeport menyatakan kontrak seperti itu hanya menarik untuk perminyakan yang dapat menghasilkan dengan cepat, tetapi tidak untuk pertambangan tembaga yang memerlukan investasi besar dan waktu lama untuk sampai pada tahap produksi. Ahli hukum, Freeport Bob Duke, menyiapkan sebuah dokumen yang didasarkan pada model “kontrak karya” yang

   pernah digunakan Indonesia sebelum diberlakukan “kontrak bagi hasil”.

  Secara singkat kontrak karya mengambil jalan tengah antara model konsesi pada zaman kolonial Belanda di mana kontraktor asing mendapat hak penuh terhadap mineral dan tanah, dengan model kontrak bagi hasil di mana

31 Frans. Freeport.

  

   diakses pada 23 Juli 2014 pukul 23:00 WIB). dalam waktu singkat seluruh operasi menjadi milik negara.

  Sejak Tahun 1967, kontrak karya yang dikenal pengusaha asing sebagai mengalami perubahan. Setiap perubahan dijadikan dasar sebutan

  contract of work

  bagi generasi kontrak.Oleh karena itu, dikenal kontrak karya generasi I hingga generasi VII. Padahal tidak ada perbedaan mendasar antara generasi I dengan lainnya kecuali kewajiban keuangan yang harus dipenuhi pada pemerintah.

3. Landasan Hukum Kontrak Karya

  Kegiatan usaha pertambangan merupakan kegiatan yang syarat dengan investasi. Tanpa adanya investasi yang besar, usaha pertambangan umum tidak mungkin akan dapat dilakukan secara besar-besaran. Oleh karena itu, peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang kontrak karya dapat dilihat dan

  

  dibaca pada berbagai peraturan perundang-undangan berikut ini: Undang- Undang Nomor 1 Tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing Jo Undang- Undang Nomor 11 Tahun 1970 tentang Perubahan dan Tambahan Undang- Undang Nomor 1 Tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing.

  Ketentuan – ketentuan yang berkaitan dengan kontrak karya dapat dibaca dalam Pasal 8 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing, yang berbunyi sebagai berikut; 1.

  Penanaman modal asing di bidang pertambangan didasarkan pada suatu kerja sama dengan pemerintah atas dasar kontrak karya atau bentuk lain 32 sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

  hal 134. Sistem kerja sama atas dasar kontrak karya atau dalam bentuk lain dapat dilaksanakan dalam bidang-bidang usaha lain yang akan ditentukan oleh pemerintah. Apabila diperhatikan ketentuan ini, kerja sama dalam bidang pertambangan dapat dilakukan dalam bentuk kontrak karya ,dan lainnya.

1. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1968 tentang Penanaman Modal Dalam

  Negeri Jo Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1970 tentang Perubahan dan Tambahan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1968 tentang Penanaman Modal Dalam Negeri.

  2. Pasal 10 Undang- Undang Nomor 11 Tahun 1967 tentang Ketentuan- Ketentuan Pokok Pertambangan, yang berbunyi sebagai berikut: a. Menteri dapat menunjuk pihak lain sebagai kontraktor apabila diperlukan untuk melaksanakan pekerjaan-pekerjaan yang belum atau tidak dilaksanakan sendiri oleh Pemerintah atau Perusahaan Negara yang bersangkutan selaku pemegang kuasa pertambangan.

  b.

  Dalam mengadakan perjanjian karya dengan kontraktor seperti yang dimaksud dalam ayat (1) pasal ini Instansi Pemerintah atau Perusahaan Negara harus berpegang pada pedoman-pedoman, petunjuk-petunjuk dan syarat-syarat yang diberikan oleh menteri.

  c.

  Perjanjian karya tersebut dalam ayat (2) pasal ini mulai berlaku sesudah disahkan oleh pemerintah setelah berkonsultasi dengan DPR apabila menyangkut eksploitasi golongan A sepanjang mengenai bahan-bahan perjanjian kerjanya berbentuk penanaman modal asing.

4. Prosedur dan Syarat-syarat Permohonan Kontrak Karya

  Setiap perusahaan pertambangan yang ingin memperoleh kontrak karya, harus mengajukan permohonan kontrak karya dalam rangka penanaman modal asing kepada pejabat yang berwenang. Pejabat berwenang menandatangani kontrak karya adalah Bupati/Walikota, Gubernur dan Menteri Energi Sumber Daya Mineral. Penandatanganan kontrak karya oleh pejabat ini disesuaikan dengan kewenangannya. Apabila wilayah kontrak yang dimohon berada dalam wilayah kabupaten, pejabat yang berwenang menandatangani kontrak karya adalah bupati/walikota, jika di dua kota/kabupaten yang berbeda maka yang menandatangani adalah gubernur. Sementara itu, apabila wilayah pertambangan yang dimohon berada di dua wilayah provinsi yang berbeda, yang berwenang menandatanganinya adalah Menteri Energi Sumber Daya Mineral dengan

   pemohon.

  Prosedur permohonan kontrak karya pada wilayah kewenangan bupati/walikota, disajikan sebagai berikut: i.

  Permohonan diajukan kepada bupati/walikota ,di dalam Keputusan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 1453 K/29/MEM/2000 tentang Pedoman Teknis Penyelenggaraan Tugas Pemerintahan di Bidang Pertambangan Umum, telah ditentukan contoh format permohonan 33 kontrak karya yang diajukan kepada bupati/walikota, , hal 142.

  Bupati/walikota memberikan persetujuan prinsip, iii. Bupati/walikota melakukan konsultasi kepda DPRD kabupaten/kota

  (standar kontrak disusun oleh pemerintah), iv. Permohonan rekomendasi ke Dinas Penanaman Modal, v. Dinas Penanaman modal memberikan rekomendasi, dan vi.

  Bupati/walikota bersama pemohon menandatangani kontrak.

  Kontrak yang ditandatangani tersebut ditembuskan kepada provinsi dan Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral. Prosedur permohonan kontrak karya pada wilayah gubernur disajikan sebagai berikut: a. Permohonan diajukan ke gubernur

  Format permohonan untuk mengajukan permohonan kontrak karya kepada gubernur adalah sama dengan format permohonan yang diajukan kepada bupati/walikota. 1)

  Gubernur memberikan persetujuan, 2)

  Gubernur melakukan konsultasi kepada DPRD provinsi (standar kontrak disusun oleh pemerintah), 3)

  Permohonan rekomendasi ke BMKMD, 4)

  DPRD provinsi memberikan rekomendasi, 5)

  BKPMD memberikan rekomendasi, 6)

  Gubernur bersama pemohon menandatangani kontrak, dan 7)

  Kontrak ditembuskan kepada kabupaten/kota dan Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral. menandatangani kontrak karya, namun substansi kontrak karya disiapkan oleh pemerintah. Ini menunjukan bahwa pemerintah pusat belum sepenuhnya menyerahkan kewenangan itu kepada pemerintah daerah. Di samping itu, pemerintah daerah belum mempunyai pengalaman yang cukup dalam penyusunan substansi kontrak karya.

  Apabila substansi kontrak karya diserahkan kepada pemerintah daerah untuk menyusunnya, maka memerlukan waktu yang lama dan biaya yang besra.

  Sementara investor menginginkan supaya kontrak karya dapat ditandatangani dalam waktu yang relatif cepat. Karena ditandatanganinya kontrak itu, investor dapat melaksanakan kegiatan eksplorasi terhadap sumber daya alam tambang.

5. Pejabat Yang Berwenang Menandatangani Kontrak Karya

  Setiap orang atau badan hukum asing dan atau campuran antara badan hukum asing dengan badan hukum Indonesia yang ingin menanamkan modalnya di bidang pertambangan umum harus memenuhi prosedur dan syarat-syarat yang telah ditentukan oleh Pemerintah Indonesia, sebagaimana yang telah dipaparkan di atas.

  Penanaman modal asing di bidang pertambangan umum dilaksanakan dalam bentuk kontrak karya. Kontrak karya tersebut ditandatangani oleh Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral dan para pihak. Sejak bergulirnya otonomi daerah, kewenangan pemerintah pusat dalam menandatangani kontrak karya ini telah berkurang karena saat ini kewenangan untuk menandatangani kontrak karya diserahkan kepada pemerintah daerah, baik itu pemerintah provinsi, maupun

   menandatangani kontrak karya dilaksanakan mulai tanggal 1 Januari 2001.

  Sejak ditandatangani oleh para pihak, maka sejak saat itulah kontrak karya terjadi. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa momentum terjadinya kontrak karya adalah pada saat telah ditandatanganinya kontrak karya tersebut oleh kedua belah pihak. Dan sejak saat itulah timbul hak dan kewajiban para pihak.

6. Bentuk dan Substansi Kontrak Karya

  Bentuk kontrak karya yang dibuat antara Pemerintah Indonesia dengan perusahaan penanam modal asing atau patungan antara perusahaan asing dengan perusahaan domestik untuk melakukan kegiatan di bidang pertambangan umum adalah berbentuk tertulis. Substansi kontrak karya tersebut disiapkan oleh Pemerintah Republik Indonesia yaitu Departemen Pertambangan dan Energi dengan calon penanam modal. Namun, pada saat kontrak karya generasi I yang dibuat pada tahun 1967 antara Pemerintah Indonesia dengan PT Freeport Indonesia, substansi kontrak karya telah dibuat dan disiapkan oleh PT Freeport Indonesia, di mana pada saat itu, yang menyiapkan adalah Bob Duke. Konsep kontrak karya yang disiapkan oleh Bob Duke didasarkan pada perjanjian karya yang pernah digunakan di Indonesia sebelum diberlakukan kontrak Production di bidang minyak dan gas bumi. Ini disebabkan Pemerintah Indonesia

  Sharing

  belum mempunyai pengalaman dalam penyusunan kontrak karya sehingga kedudukan PT Freeport Indonesia lebih tinggi kedudukannya dibandingkan 34 Pasal 17 Keputusan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 1453

  K/29/MEM/2000 tentang Pedoman Teknis Penyelenggaraan Tugas Pemerintah di Bidang Pertambangan Umum . mendatangkan investor asing sebanyak-banyaknya ke Indonesia. Ini disebabkan Pemerintah Indonesia membutuhkan modal dalam rangka pelaksanaan

   pembangunan nasional.

  Penentuan substansi kontrak ditentukan oleh pemerintah pusat semata- mata, sedangkan pemerintah daerah tidak diikutsertakan dalam perumusan substansi kontrak karya. Ini disebabkan pada saat kontrak karya dibuat pada tahun 1986 sistem ketatanegaraan bersifat sentralistis, artinya segala sesuatu hal ditentukan oleh pusat. Namun, sejak tahun 1999 yaitu dengan diundangkannya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah, maka telah menjadi desentralistis, artinya adalah berbagai urusan pemerintah diserahkan kepada daerah, kecuali yang tidak diserahkan kepada daerah adalah masalah luar negeri, hankam, pengadilan dan agama.

  Pada era otonomi daerah ini, pejabat yang berwenang menandatangani kontrak karya adalah menteri/gubernur dan bupati/walikota dengan pemohon.

  Pemerintah kabupaten/kota berwenang untuk menandatangani kontrak karya dengan perusahaan pertambangan apabila lokasi usaha pertambangan itu berada di dalam kabupaten/kota yang bersangkutan. Sementara itu, pemerintah provinsi 35 berwenang menandatangani kontrak karya dengan perusahaan pertambangan

  Trias Palupi Kurnianingrum. Kajian Hukum Atas Divestasi Saham Bidang Pertambangan di Indonesia ( studi kasus PT. NEWMONT dan PT FREEPORT INDONESIA).

   diakses pada 12 Juni 2014). sedangkan kedua kabupaten/kota tidak melakukan kerja sama antar keduanya..sedangkan pemerintah pusat hanya berwenang untuk menandatangai kontrak karya dengan perusahaan pertambangan, apabila lokasi usaha pertambangan itu berada pada dua provinsi dan kedua provinsi tidak mengadakan kerja sama antara keduanya.

  Walaupun pemerintah kabupaten/kota dan pemerintah provinsi diberikan kewenangan untuk menandatangani kontrak karya dengan pemohon, namun substansi kontrak karya itu telah disipakan oleh pemerintah pusat, dalam hal ini Mneteri Energi dan Sumber Daya Mineral. Tujuan pembakuan kontrak karya ini adalah untuk mempermudah pemerintah kabupaten/kota maupun pemerintah provinsi dalam menandatangani kontrak karya. Penyiapan kontrak karya itu disipakan oleh pemerintah kabupaten/kota maupun pemerintah provinsi, maka memerlukan waktu yang lama atau panjang. Namun,dengan adanya substansi kontrak karya, pemerintah kabupaten/kota maupun pemerintah provinsi tidak dapat lagi menambah pasal-pasal yang penting tentang itu, seperti misalnya tentang pemilikan saham pemerintah daerah.

  B.

  

Pengaturan Penanaman Modal Asing di Bidang Pertambangan Minerba

  Terbitnya Undang-Undang No 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (UU Minerba) memberikan arah baru kebijakan pertambangan mineral dan batubara Indonesia ke depan, termasuk dalam hal pengaturan Domestic Market Obligation (DMO), kebijakan produksi mineral dan dan benar. “Arah baru tersebut dalam rangka pengoptimalan manfaat pertambangan bagi pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan rakyat,” ujar Dirjen Minerbapabum Bambang Setiawan dalam seminar “Peranan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara Dalam Pertumbuhan Ekonomi” di Hotel

36 Kartika Chandra, Jakarta (25/2) . Dirjen Minerba menjelaskan, walaupun

  seringkali aktivitas pertambangan menjadi sorotan masyarakat, pertambangan telah memberikan kontribusi dalam pembangunan nasional. Kontribusi tersebut diantaranya penerimaan negara tahun 2009 tidak kurang dari Rp 51 triliun yang disumbangkan sebagai penerimaan langsung dari sub sektor pertambangan umum yang terdiri dari Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) sekitar Rp 15 triliun dan sisanya dari penerimaan pajak; sektor investasi tahun 2009 sekitar US$ 1,8 miliar terutama dari perusahan Kontrak Karya (KK), Perjanjian Kerja Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B) dan BUMN; penyerapan tenaga kerja langsung dari perusahaan pertambangan; neraca perdagangan melalui ekspor komoditi mineral dan batubara; serta kontribusi bagi pembangunan daerah yang bersumber dari dana bagi hasil royalti pertambangan dan dana pengembangan

   masyarakat (community development) dari perusahaan KK, PKP2B dan BUMN.

   diakses pada 30 Juli 2014 pikul 21:00 WIB). (diakses pada 30 Juli 2014 pukul 23:30 WIB). pelaku usaha pertambangan, memfasilitasi para pelaku usaha khususnya di bidang pertambangan dalam memberikan masukan untuk peraturan pelaksanaan UU Minerba dan memotivasi para pelaku usaha untuk meningkatkan investasi di bidang pertambangan. Melalui seminar ini diharapkan para pelaku usaha di bidang pertambangan memperoleh penjelasan terkait dengan UU Minerba dan peraturan pelaksananya sehingga dapat meningkatkan investasinya di bidang pertambangan sebagai salah satu pendukung pembangunan nasional.

  Pada sesi seminar pertama, Direktur Pembinaan Program Mineral, Batubara dan Panas Bumi Kementerian ESDM Sukma Saleh Hasibuan, memaparkan 2 Peraturan Pemerintah (PP) yang sudah terbit pada tanggal 1 Februari 2010 sebagai peraturan pelaksana UU Minerba yaitu PP No 22 Tahun 2010 tentang Wilayah Pertambangan dan PP No 23 Tahun 2010 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara. Pembicara lain, Amir Faisol dari PT Bukit Asam (Persero) Tbk memaparkan Potensi Pengembangan Usaha Pertambangan Batubara, dan Wicipto Setiadi dari Kementerian Hukum dan HAM memaparkan Harmonisasi Peraturan Perundang- undangan Mineral dan Batubara. (Laporan: Parlindungan Sitinjak, Direktorat

   Jenderal Minerbapabum, Kementerian ESDM).

   (diakses pada 30 Juli 2014 pukul 23:45 WIB). umum memicu berbagai permasalahan klasik, antara lain kerusakan lingkungan, konflik ekonomi dan sosial dengan masyarakat sekitar, dan sebagainya. Fenomena ini menggugah pemerintah mengambil langkah untuk menyelamatkan aset-aset strategis tersebut, melalui divestasi saham asing. Pemerintah telah merespons permasalahan pertambangan, batu bara dan mineral dengan mengeluarkan peraturan tentang kewajiban divestasi saham. Upaya itu merupakan langkah yang tepat, dan diharapkan Indonesia dapat mengoptimalkan pengelolaan aset-aset strategis dan memperluas lapangan kerja sehingga dapat meningkatkan kemakmuran dan kesejahteraan rakyat.

  Namun ada beberapa hal yang harus dilakukan dalam divestasi saham perusahaan asing, baik dalam pertambangan, energi, batu bara, dan mineral.

  Divestasi saham sebaiknya dilakukan secara fair dan transparan. Dikhawatirkan jika dicampuri kepentingan politik, divestasi saham tidak memberikan manfaat bagi kepentingan masyarakat.

  Sangat mungkin terjadi kepemilikan semu atau silent ownership, artinya nama pemiliknya Indonesia tetapi pemilik riilnya orang asing. Perlu menyiapkan SDM yang cerdas, kreatif, serta kompeten dalam pengelolaan pertambangan,

   mineral, energi, dan batubara .

   diakses pada 30 Juli 2014 pukul 20:09). diatur dengan jelas bagaimana tata cara penanaman modal oleh investasi asing di

   Indonesia mengenai hak dan kewajiban yang harus dipenuhi oleh investor.

C. Pertimbangan Perlunya Pengaturan Divestasi Saham Asing dalam Kegiatan PMA di Indonesia

  Perlunya pengaturan divestasi saham asing di Indonesia adalah karena, yaitu:

  1. Kepemilikan asing yang bersifat mayoritas atas aset-aset strategis secara umum memicu berbagai permasalahan klasik, antara lain kerusakan lingkungan, konflik ekonomi dan sosial dengan masyarakat sekitar, dan sebagainya. Fenomena ini menggugah pemerintah mengambil langkah untuk menyelamatkan aset-aset strategis tersebut, melalui divestasi saham asing. Pemerintah telah merespons permasalahan pertambangan, batu bara dan mineral dengan mengeluarkan peraturan tentang kewajiban divestasi saham. Upaya itu merupakan langkah yang tepat, dan diharapkan Indonesia dapat mengoptimalkan pengelolaan aset-aset strategis dan memperluas lapangan kerja sehingga dapat meningkatkan kemakmuran dan kesejahteraan rakyat.

  Divestasi saham merupakan pengalihan atau penjualan saham-saham yang dulu dimiliki pihak asing, diwajibkan menyerahkan kepemilikannya kepada Indonesia dengan porsi minimal 51%. Peraturan divestasi tertuang dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 24 Tahun 2012 yang merupakan Perubahan

  

diakses pada 23 Juli 2014 pukul 23:34 WIB). Pertambangan Mineral dan Batu Bara yang saat itu hanya mewajibkan divestasi sebesar 20%.

  Pembicaraan tentang divestasi saham khususnya di bidang pertambangan, mulai ramai dibicarakan sejak kasus sengketa divestasi saham antara Pemerintah Indonesia dengan PT. Freeport Indonesia dan PT. Newmont Nusa Tenggara. Belum ada istilah baku mengenai divestasi saham, namun ada juga yang menggunakan istilah indonesianisasi. Indonesianisasi tidak hanya berarti pengalihan keuntungan, tetapi lebih penting lagi adalah pengalihan kontrol terhadap jalannya perusahaan. Keuntungan yang diperoleh dari Indonesianisasi ini adalah memperoleh dividen dari perusahaan asing. Sementara itu, apabila saham yang dimiliki mitra lokal merupakan saham mayoritas, mitra lokal dapat mengendalikan jalannya perusahaan tersebut sehingga jajaran direksi dapat ditempatkan oleh orang-orang lokal.

  2. Divestasi saham merupakan salah satu instrumen hukum dalam melakukan pengalihan saham dari penanaman modal asing atau investor asing kepada Pemerintah Indonesia, atau warga negara Indonesia, atau badan hukum Indonesia. Divestasi tidak hanya dapat dilakukan oleh badan hukum privat seperti perseroan terbatas, firma, CV, tetapi dapat juga dilakukan oleh badan hukum publik seperti negara, provinsi, kabupaten atau kota. Dalam melakukan transaksi yang bersifat privat, badan hukum publik diwakili oleh Badan Usaha Milik Negara (BUMN) atau Badan Usaha Milik Daerah (BUMD). Menurut Flickinger, terdapat dua alasan dilakukannya divestasi oleh perusahaan yaitu:

  Meningkatkan efisiensi; dan 2. Peningkatan pengelolaan investasi.

  Fokus divestasi adalah mengarah pada peningkatan efisiensi investasi dengan mengurangi kemungkinan untuk menyimpang alokasi investasi dalam perusahaan. Sementara Abdul Moin, menyajikan secara sistematis tentang alasan-alasan dilakukannya divestasi, yakni: Divestasi secara sukarela, merupakan pengalihan saham atau aset yang dilakukan atas kehendak atau kemauan sendiri dari perusahaan yang bersangkutan. Alasan-alasan divestasi

  

  yang dilakukan secara sukarela meliputi 1. kembali ke kompetensi inti (core competence); 2. menghindari sinergi yang negatif; 3. tidak menguntungkan secara ekonomis; 4. kesulitan keuangan; 5. perubahan strategi perusahaan; 6. memperoleh tambahan dana; 7. mendapatkan uang kas dengan segera; 8. alasan individu pemegang saham; dan 9. terpaksa.

  3. Perlunya divestasi diatur adalah agar tercapainya tujuan utama dari pembangunan yaitu meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Dimana dengan adanya divestasi maka kekayaan alam atau aset yang dimiliki oleh Indonesia tetap memberikan dampak yang baik untuk kesejahteraan masyarakat tanpa 41 Miru, Ahmadi, Hukum Kontrak & Perancangan Kontrak, Jakarta : PT Rajagrafindo Persada, 2007, hal 23. memberikan keuntungan yang lebih besar untuk Indonesia dan agar investor tunduk terhadap Undang-Undang yang ada di Indonesia mengenai investasi

   saham asing.

  42 https://www.google.co.id/search?q=Dirjen+Minerba+menjelaskan,+walaupun+seringka li+aktivitas+pertambangan+menjadi+sorotan+masyarakat,+pertambangan+telah+memberikan+ko

ntribusi+dalam+pembangunan+nasional.+Kontribusi+tersebut+diantaranya+penerimaan+negara+t

ahun+2009+tidak+kurang+dari+Rp+51+triliun+yang+disumbangkan+sebagai+penerimaan+langs ung+dari+subsektor+pertambangan+umum+yang+terdiri+dari+Penerimaan+Negara+Bukan+Paja

k+%28PNBP%29+sekitar+Rp+15+triliun+dan+sisanya+dari+penerimaan+pajak%3B+sektor+inve

stasi+tahun+2009+sekitar+US%24+1,8+miliar+terutama+dari+perusahan+Kontrak+Karya+%28K

K%29,+Perjanjian+Kerja+Pengusahaan+Pertambangan+Batubara+%28PKP2B%29+dan+BUMN

%3B+penyerapan+tenaga+kerja+langsung+dari+perusahaan+pertambangan%3B+neraca+perdaga

ngan+melalui+ekspor+komoditi+mineral+dan+batubara%3B+serta+kontribusi+bagi+pembanguna

n+daerah+yang+bersumber+dari+dana+bagi+hasil+royalti+pertambangan+dan+dana+pengemban

gan+masyarakat+%28community+development%29+dari+perusahaan+KK,+PKP2B+dan+BUMN

&ie=utf-8&oe=utf-8&rls=org.mozilla:id:official&client=firefox- a&channel=fflb&gws_rd=cr&ei=rOn9U9LcOI2yuATEv4DADQ. (dikases pada 23 Juli 2014 pukul 20:23 WIB)

Dokumen yang terkait

BAB II PENGATURAN TENTANG PENYIARAN DI INDONESIA BERDASARKAN UNDANG – UNDANG PENYIARAN NOMOR 32 TAHUN 2002 TENTANG PENYIARAN A. Peraturan Perundang-Undangan tentang Perizinan Bagi Lembaga Penyiaran - Prosedur Perolehan Perizinan Penyiaran Radio Swasta Lok

0 0 7

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Prosedur Perolehan Perizinan Penyiaran Radio Swasta Lokal Berdasarkan Undang-Undang Penyiaran Nomor 32 Tahun 2002 Tentang Penyiaran (Studi Pada Radio Most Fm Medan)

0 0 14

Ulangan I Ulangan II Ulangan III U

0 1 17

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN - Analisis Pola Konsumsi Pangan Non Beras Sumber Karbohidrat Di Kecamatan Medan Tuntungan

0 0 12

1 BAB I PENDAHULUAN - Revitalisasi Permainan Rakyat Melayu Deli : Kajian Folklor

0 3 10

Kecernaan Bahan Kering dan Bahan Organik Ransum yang Mengandung Pelepah Daun Kelapa Sawit dengan Perlakuan Fisik, Kimia, Biologis dan Kombinasinya Pada Domba

0 1 13

Kecernaan Bahan Kering dan Bahan Organik Ransum yang Mengandung Pelepah Daun Kelapa Sawit dengan Perlakuan Fisik, Kimia, Biologis dan Kombinasinya Pada Domba

0 1 12

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Oleokimia - Sintesis Metil Ester Asam Lemak Dari Minyak Inti Sawit Menggunakan Katalis Kalsium Oksida (Cao)

0 0 17

BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Peramalan (Forceasting) 2.1.1 Pengertian Peramalan - Analisis Kelayakan Rencana Pembukaan Showroom Mobil Oleh Pt. Istana Deli Kejayaan (Idk2) Berdasarkan Ramalan Permintaan Di Banda Aceh

0 0 14

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Perlindungan Hukum Dan Tanggung Jawab Negara Malaysia Terhadap Penumpang Pesawat Mh 370 Ditinjau Dari Hukum Internasional

0 0 21