1
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Kota Denpasar sebagaimana kota - kota besar di Indonesia juga mempunyai masalah yang sama di bidang kebencanaan. Bencana yang kerap
timbul di kota besar Indonesia antara lain : banjir, puting beliung, dan kebakaran pemukiman. Kota Denpasar sebagai daerah rawan bencana kebakaran mempunyai
16 lokasi rawan bencana yang tersebar di 4 kecamatan BPBD, 2013. Berdasarkan data tahun 2013, jumlah kejadian kebakaran yang terjadi di Kota
Denpasar sebanyak 106 kejadian dengan kejadian paling banyak ada pada bangunan perumahan dengan 57 kejadian dan menimbulkan kerugian material
sekitar Rp. 14.436.500.000,- BPBD Kota Denpasar sebagai garda terdepan dalam penanganan bencana
kebakaran di Kota Denpasar telah melakukan berbagai macam upaya untuk mengurangi dampak yang ditimbulkan dalam bencana kebakaran. Upaya yang
dilakukan, difokuskan pada bidang pencegahan dan penanggulangan dampak kebakaran yang terjadi. Air PDAM yang digunakan BPBD Kota Denpasar untuk
memadamkan kejadian kebakaran sepanjang tahun 2013 sebanyak 1.405.200 liter atau 13.526 literkejadian BPBD, 2013. Untuk mengurangi penggunaan air
yang sedemikian besar, maka tindakan pencegahanlah yang harus lebih ditingkatkan.
2
Salah satu tindakan pencegahan yang bisa dilakukan adalah dengan meningkatkan sistem proteksi kebakaran. Kebakaran dapat dikendalikan dengan
dua sistem, yaitu : sistem proteksi aktif dan sistem proteksi pasif. Sistem proteksi aktif merupakan sistem perlindungan dengan menangani api secara langsung
melalui sarana aktif yang terdapat pada bangunan. Sistem proteksi aktif dimulai dari sistem pendeteksi kebakaran dengan memakai : smoke detector, heat
detector, dan fire alarm. Sedangkan sistem proteksi pasif merupakan sistem perlindungan terhadap kebakaran yang sistem kerjanya melalui sarana pasif yang
terdapat dalam bangunan. Caranya antara lain dengan meningkatkan kinerja bahan bangunan, struktur bangunan, pengontrolan dan penyediaan fasilitas pendukung
penyelamatan terhadap bahaya api dan kebakaran. Penggunaan sistem proteksi aktif sudah banyak dilakukan untuk
memperkecil bahaya yang ditimbulkan oleh kebakaran. Pemakaian springkler dan alat pemadam api ringan APAR sudah lazim ditemui di bangunan
– bangunan. Penggunaan sistem proteksi aktif seperti itu ternyata tidak menjamin bahwa
sistem tersebut tidak memiliki kekurangan. Seperti pada pemakaian springkler, yang sering memiliki kelemahan pada sistem pengeluaran airnya yang terlalu
banyak, sehingga rentan merusak peralatan elektronik yang terkena semprotannya. Sedangkan APAR sendiri memiliki kelemahan pada pemakaian zat yang
digunakan dalam APAR seperti : halon dan serbuk kimia kering yang tidak ramah lingkungan. Saat ini telah dikembangkan pemakaian kabut air water mist untuk
pemadaman semua kelas api. Sistem pemadaman api dengan memakai kabut air memiliki keuntungan karena efektif dan ramah lingkungan. Perubahan phase dari
3
air ke kabut sangat efektif dalam mengurangi energi panas dan jika kabut yang dihasilkan banyak, bisa bermanfaat dalam mengurangi konsentrasi oksigen di
atmosfer. Performa pemadaman dengan kabut air sangat tergantung pada posisi api,
lokasi nosel dan distribusi dari pola spray Bannister dkk., 2001. Jarak antara nosel dengan api akan mempengaruhi cakupan spray kabut air yang mengenai
bidang api. Luasan bidang semprotan kabut air yang dihasilkan oleh nosel akan sulit untuk memadamkan api yang memiliki kapasitas besar sehingga posisi nosel
dan cara penyemprotan akan menjadi salah satu pertimbangan dalam keefektifan mekanisme pemadaman api dengan kabut air.
Beberapa penelitian terdahulu yang melakukan penelitian mengenai karakteristik kabut air dalam fungsinya sebagai media pemadam api telah banyak
dilakukan. Sistem pemadaman api berbasis kabut air dengan diameter droplet 290 µm pada tekanan 13.6 bar menghasilkan hasil yang positif untuk mencegah
timbulnya api pada peralatan elektrik Zhigang dkk., 2007. Sistem kabut air pada tekanan 0.6 MPa juga sangat efektif untuk memadamkan kebakaran pada
tumpahan minyak panas dan mencegah timbulnya api baru J.Qin dkk., 2004. Api tipe premixed flame juga dapat dipadamkan dengan sistem pemadaman
berbasis kabut air dengan droplet air yang mempunyai Sauter Mean Diameter SMD 69,93 µm. Makin kecil ukuran droplet kabut air juga akan menambah
keefektifan pemadaman api Windanarko dkk, 2008. Penelitian ini akan dilakukan untuk melihat pengaruh posisi penyemprotan
dan jarak nosel terhadap bahan bakar yang terbakar pada kasus kebakaran pool
4
fire dengan menggunakan sistem pemadaman kabut air. Pengujian dilakukan dengan menggunakan sistem pemadaman kabut air yang menghasilkan droplet
kabut air berukuran di bawah 1 mm 1000 µm yang akan dilihat terlebih dahulu karakteristiknya dengan menggunakan high speed camera. Kabut air yang
dihasilkan itu nantinya akan digunakan untuk memadamkan kebakaran yang timbul dari alkohol yang terbakar dalam sebuah wadah. Keefektifan pemadaman
dengan sistem kabut air akan dilihat dari waktu yang digunakan dan banyaknya air yang terpakai. Pengujian keefektifan sistem kabut air ini akan dilakukan
dengan berbagai variasi, mulai dari variasi posisi penyemprotan dan variasi jarak nosel terhadap bahan yang terbakar yaitu sejauh 20 cm, 25 cm dan 30 cm.
1.2. Perumusan Masalah