Studi Eksperimental Pengaruh Variasi Posisi Penyemprotan dan Jarak Nosel Terhadap Waktu Pemadaman pada Sistem Pemadaman Kabut Air.

(1)

ii

STUDI EKSPERIMENTAL PENGAR UH VARIASI POSISI PEN YEMPROTAN DAN JARAK NOSEL TERHADAP WAKTU

PEMADAMAN PADA SISTEM PEMADAMAN KABUT AIR

Tesis untuk Memperoleh Gelar Magister pada Program Magister, Program Studi Teknik Mesin,

Program Pascasarjana Universitas Udayana

I Gusti Ngurah Bagus Mahendra Putra NIM 1491961002

PROGRAM MAGISTER

PROGRAM STUDI TEKNIK MESIN

PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS UDAYANA

DENPASAR


(2)

Lembar Pengesahan

TESIS INI TELAH DISETUJUI

PADA TANGGAL : 9 JUNI 2016

Mengetahui

Pembimbing II,

I Wayan Widhiada, ST, MT, Ph.D NIP. 19681119 199412 1 002 Pembimbing I,

Ainul Ghurri, ST, MT, Ph.D NIP. 19711225 199703 1 003

Ketua Program Studi Teknik Mesin Program Pascasarjana

Universitas Udayana

Prof. Dr. Ir. I Gusti Bagus Wijaya Kusuma NIP. 19700607 199303 1 001

Direktur Program Pascasarjana

Universitas Udayana

Prof. Dr. dr. A. A. Raka Sudewi, Sp.S (K) NIP. 19590215 198510 2 001


(3)

iv

Tesis Ini Telah Diuji Pada Tanggal 9 Juni 2016

Panitia Penguji Tesis

Berdasarkan SK Rektor Universitas Udayana No : 2546/UN 14.4/HK/2016

Tanggal : 09 Juni 2016

Ketua : Ainul Ghurri, ST, MT, Ph.D

Sekretaris : I Wayan Widhiada, ST, M.Sc, Ph.D Anggota :

1.Prof. Dr. Ir. I Gusti Bagus Wijaya Kusuma 2.Dr. Ir. I Ketut Gede Wirawan, MT


(4)

SURAT PERNYATAAN BEBAS PLAGIAT

NAMA : I GUSTI NGURAH BAGUS MAHENDRA PUTRA

NIM : 1491961002

PROGRAM STUDI : PASCASARJANA TEKNIK MESIN UNIVERSITAS UDAYANA

JUDUL TESIS : STUDI EKSPERIMENTAL PENGARUH VARIASI POSISI PENYEMPROTAN DAN JARAK NOSEL TERHADAP WAKTU PEMADAMAN PADA SISTEM PEMADAMAN KABUT AIR

Dengan ini menyatakan bahwa karya ilmiah Tesis ini bebas plagiat. Apabila dikemudian hari terbukti terdapat plagiat dalam karya ilmiah ini, maka saya bersedia menerima sangsi sesuai Peraturan Mendiknas RI No.17 Tahun 2010 dan peraturan Perundang – undangan yang berlaku.

Denpasar, 9 Juni 2016 Yang menyatakan


(5)

vi

UCAPAN TERIMA KASIH

Pertama-tama perkenankanlah penulis memanjatkan puji syukur ke hadapan Ida Sang Hyang Widhi Wasa/ Tuhan Yang Maha Esa, karena hanya atas asung wara nugraha-Nya/kurnia-Nya, thesis ini dapat diselesaikan.

Pada kesempatan ini perkenankanlah penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Ainul Ghurri, ST, MT, Ph.D, pembimbing I yang dengan penuh perhatian telah memberikan dorongan, semangat, bimbingan, dan saran selama penulis mengikuti program magister, khususnya dalam penyelesa ian thesis ini. Terima kasih sebesar-besarnya pula penulis sampaikan kepada I Wayan Widhiada, ST, M.Sc, Ph.D, Pembimbing II yang dengan penuh kesabaran telah memberikan bimbingan dan saran kepada penulis.

Ucapan yang sama juga ditujukan kepada Rektor Universitas Udayana Prof. Dr. Dr. Ketut Suastika, Sp.PD KEMD atas kesempatan dan fasilitas yang diberikan kepada penulis untuk mengikuti dan menyelesaikan pendidikan Program Magister di Universitas Udayana. Ucapan terima kasih ini juga ditujukan kepada Direktur Program Pascasarjana Universitas Udayana yang dijabat oleh Prof. Dr. dr. A.A. Raka Sudewi, Sp.S (K) atas kesempatan yang diberikan kepada penulis untuk menjadi mahasiswa Program Magister pada Program Pascasarjana Universitas Udayana. Tidak lupa penulis ucapkan terima kasih kepada Prof. Dr. Ir. Ngakan Putu Suardana, Dekan Fakultas Teknik Universitas Udayana atas ijin yang diberikan kepada penulis untuk mengikuti pendidikan program Magister. Pada kesempatan ini, penulis juga menyampaikan rasa terima kasih k epadar Prof. Dr. Ir. I Gusti Bagus Wijaya Kusuma, selaku Ketua Jurusan Program Pascasarjana Teknik Mesin. Ucapan terima kasih penulis sampaikan pula kepada para penguji thesis, yaitu Prof. Dr. Ir. I Gusti Bagus Wijaya Kusuma, Dr. Ir. I Ketut Gede Wirawan, MT., Dr. Ir. I Ketut Suarsana, MT., yang telah memberikan masukan, saran, sanggahan, dan koreksi sehingga thesis ini dapat terwujud seperti ini.

Pada kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang tulus disertai penghargaan kepada seluruh guru-guru yang telah membimbing penulis, mulai dari sekolah dasar sampai perguruan tinggi. Juga penulis ucapkan terima kasih kepada Ayah dan Ibu yang telah mengasuh dan membesarkan penulis, memberikan dasar-dasar berpikir logik dan suasana demokratis sehingga tercipta lahan yang baik untuk berkembangnya kreativitas. Akhirnya penulis sampaikan terima kasih kepada istri tercinta Yunita Siswanti, serta anak-anak Gus Satria, Gek Indi, dan Gus Tristan tersayang, yang dengan penuh pengorbanan telah memberikan kepada penulis kesempatan untuk lebih berkonsentrasi menyelesaikan thesis ini.

Semoga Ida Sang Hyang Widhi Wasa/ Tuhan Yang Mahaesa selalu melimpahkan rahmat-Nya kepada semua pihak yang telah membantu pelaksanaan dan penyelesaian thesis ini, serta kepada penulis sekeluarga.


(6)

ABSTRAK

STUDI EKSPERIMENTAL PENGAR UH VARIASI POSISI PEN YEMPROTAN DAN JARAK NOSEL TERHADAP WAKTU

PEMADAMAN PADA SISTEM PEMADAMAN KABUT AIR

Dewasa ini sistem pemadaman api berbasis air yang lebih hemat dalam konsumsinya telah dikembangkan. Para peneliti dari berbagai negara sudah mulai membuat sebuah sistem pemadaman berbasis kabut air untuk menggantikan sistem pemadam konvensional. Sistem ini memilik i keuntungan karena lebih hemat air dan efektif dalam mengurangi energi panas yang merupaka n salah satu unsur penting dalam suatu reaksi pembakaran. Penggunaan sistem pemadaman kabut air sangat tergantung pada posisi api, posisi nosel dan distribusi semprotan. Jarak dan posisi semprotan dari kabut air akan mempengaruhi cakupan dan momentum spray untuk menembus api.

Penelitian ini menguji model pemadaman menggunakan kabut air yang dihasilkan dari sebuah tabung pressure vessel berkapasitas 20 liter yang diberikan tekanan kerja 4 bar. Api dihasilkan dari bahan bakar alkohol dalam wadah cawan berdiameter 7 cm dan tinggi 5 cm. Variasi jarak semprotan nosel dilakukan pada jarak 20 cm, 25 cm, dan 30 cm dan variasi posisi penyemprotan dari arah atas dan samping api.

Visual kabut air yang dihasilkan, dianalisa dengan menggunakan program Image J untuk memastikan ukuran butiran di bawah 1 mm (1000 µm). Hasil yang diperoleh memperlihatkan bahwa kabut air yang dihasilkan cukup efektif untuk memadamkan api. Waktu pemadaman sangat dipengaruhi oleh panjang semprotan, ukuran diameter droplet kabut air dan besarnya sudut semprotan kabut air. Jarak semprotan nosel akan mempengaruhi luas cakupan semprotan dan kekuatan penetrasi kabut air ke dalam permukaan api. Cakupan semprotan kabut air yang efektif menutupi sistem kebakaran akan mampu membuat waktu pemadaman menjadi lebih cepat. Posisi semprotan dari atas dan dengan jarak 20 cm menghasilkan cakupan penyemprotan kabut air yang efektif untuk menutupi sistem kebakaran dari pengaruh luar. Waktu pemadaman yang singkat akan mengurangi konsumsi air yang digunakan untuk memadamkan api. Hasil pengujian dengan sistem pemadaman berbasis kabut air akan lebih efektif apabila dilakukan dengan jarak yang lebih dekat dengan sumber api dan dengan posisi penyemprotan dari arah atas sumber api.

Kata Kunci : kabut air, image J, jarak semprotan, posisi semprotan, waktu pemadaman, konsumsi air


(7)

viii ABSTRACT

EXPERIMENTAL STUD Y ON EFFECT OF VARIATION SPR AYING POSITION AND DISTANCE NOZZLE FOR TIME OF EXTINCTION AT

WATER MIST SUPPR ESSION SYSTEM

Water-based fire extinguishing system was developed for more efficient in their consumption. Researchers from different countries have already started to develop water mist systems for replace the conventional sistem. This system is having an advantage because more efficient and effective in reducing the heat energy. Water mist suppression system is highly dependent on the position of the fire, the position of the nozzle and spray distribution. Distance and position spray of water mist will affect the scope and momentum to penetrate the fire.

The water mist is generated by a tube pressure vessel with a capacity of 20 liters and given working pressure of 4 bar. Fire is resulting from alcohol in a container with diameter of 7 cm and a height of 5 cm. Variation of distance spray nozzle is carried out at 20 cm, 25 cm and 30 cm and variation of spraying position from above and beside the fire.

Visual of water mist analize by Image J to ensure droplet diameter below 1 mm (1000 µm). The results of the test showed that water mist produced quite effective to extinguish the fire. Exthinguishing time is very influence by spray distance, droplet diameter, and spray coverage of water mist. Distance of spray nozzle affects scope and power of penetration water mist into the surface fire. Spray coverage of water mist that effective covering fire system will make exthinguishing time more faster. Suppression position from above and at a distance of 20 cm resulted spray coverage of water mist that effective covering fire system from outside influence. The faster exthinguishing time will reduce water consumption that use for suppressed fire. Results of testing with water mist suppression system will be more effective if it is done at a short distance to the fire source and the position of spraying from above the fire source.

Keywords: water mist, Image J, spray distance, spray position, suppression time, water consumption


(8)

RINGKASAN

Kota Denpasar sebagaimana tipikal kota besar lainnya mempunyai potensi rawan bencana kebakaran. Pada Tahun 2013, dari 106 kejadian kebakaran yang terjadi, air PDAM yang digunakan untuk memadamkan api mencapai 1.405.200 liter. Dewasa ini telah dikembangkan sistem pemadaman api berbasis kabut air yang lebih hemat dalam konsumsinya. Sistem ini memilik i keuntungan karena lebih hemat air dan efektif dalam mengurangi energi panas yang merupakan salah satu unsur dalam segitiga api.

Untuk menguji keefektifan sistem pemadaman berbasis kabut air dilakukan pengujian dengan menggunakan sebuah tabung berkapasitas 20 liter yang difungsikan sebagai sebuah pressure vessel dan nosel kabut air dengan diameter orifice 0.3 mm sebagai outlet keluaran kabut air. Tekanan kerja yang diberikan pada pressure vessel adalah 4 Bar. Api yang dipadamkan dihasilkan dari bahan bakar cair (alkohol) yang ditampung dalam wadah berdiameter 7 cm dan tinggi 5 cm (kebakaran bertipe pool fire). Distribusi temperatur pada api diukur dengan tiga termokopel bertipe K. Sebelum dilakukan pemadaman api, terlebih dahulu droplet air yang dihasilkan oleh sistem dianalisa dengan menggunakan kamera Canon EOS 60D dan program Image J. Analisa ini dilakukan untuk memastikan bahwa ukuran droplet air yang dihasilkan oleh sistem kabut air pada pengujian memenuhi kriteria untuk disebut sebagai kabut (mist) berukuran dibawah 1 mm (1000 µm). Apabila droplet yang dihasilkan sudah memenuhi kreteria kabut air, kemudian dilakukan pengujian pemadaman api dengan variasi jarak semprotan 20 cm, 25 cm, dan 30 cm dan posisi penyemprotan dari atas dan samping api. Parameter yang. diukur dalam pengujian adalah masing – masing temperatur pada termokopel, waktu yang diperlukan untuk pemadaman, dan volume air yang digunakan untuk pemadaman

Data yang di dapat dari pengamatan kamera pada penelitian adalah visual api dari waktu ke waktu, sudut semprotan (Ɵ), jumlah butiran (n) dan distribusi ukuran diameter dari butiran / droplet (D) yang terjadi pada kabut air. Untuk dapat menemukan nilai – nilai dari karakter semprotan tersebut di atas, data mentah yang didapat dari visual kamera diolah dengan menggunak an program Image J.

Dari data pengujian didapat hasil karakteristik pool fire yang terjadi pada kebakaran alkohol. Data karakteristik pool fire yang diperoleh a ntara lain : laju

pembakaran bahan bakar (ṁ”) , laju produksi kalor (HRR), tinggi nyala api (Hf)

dan waktu nyala api (tb). Hasil perhitungan secara teoritis akan dijadikan sebagai acuan pembanding dengan hasil yang didapat dalam pengujian. Data pengujian lain yang didapat berupa distribusi temperatur pada saat api menyala. Waktu yang diperlukan untuk memadamkan api dengan tiga variasi perlakuan jarak semprotan dan dua variasi posisi penyemprotan dicatat untuk mendapatkan data awal buat menganalisa. Hasil pengujian yang didapat adalah semakin jauh jarak nosel (jarak semprot), semakin lama waktu yang d ibutuhkan sistem pemadam kabut air untuk memadamkan api. Pemadaman api dengan metode penyemprotan kabut air pada jarak 30 cm dari atas (vertikal) ataupun dari arah samping (horisontal) memerlukan waktu yang paling lama dibandingkan dengan jarak penyemprota n


(9)

x

25 cm dan 20 cm. Penyemprotan dengan jarak 30 cm dari atas memerlukan waktu 1932 detik (32,2 menit) sedangkan penyemprotan dari arah samping memerlukan waktu 2046 detik (34,1 menit). Sedangkan pada penyemprotan dari jarak 25 cm memerlukan waktu pemadaman yang lebih singkat, dimana dari posisi atas waktu pemadamannya 1450 detik (24,16 menit) dan dari posisi samping 1570 detik (26,17 menit). Waktu pemadaman tercepat terjadi saat jarak nosel 20 cm, dimana penyemprotan dari atas memerlukan waktu pemadaman 810 detik (13,5 menit) dan dari arah samping 830 detik (14 menit). Jarak semprotan nosel mempengaruhi luas cakupan spray dan kekuatan penetrasi kabut air ke dalam permukaan api. Kabut air yang disemprotkan akan membentuk pola kerucut sampai batas tertentu dan setelah itu akan mengalami perlambatan dan akan jatuh bebas tanpa pengaruh tekanan nosel lagi. Semakin jauh jarak semprotan juga mengakibatkan faktor eksternal seperti kecepatan angin ikut mempengaruhi sebaran kabut air. Posisi penyemprotan dari arah atas memerlukan waktu pemadaman yang lebih cepat dibandingkan dengan dari posisi samping. Semprotan kabut air dari arah atas menghasilkan cakupan kabut air (spray coverage) yang cukup besar untuk menutupi seluruh permukaan api. Cakupan semprotan yang besar akan lebih efektif untuk memadamkan api diatas permukaan pool fire. Sedangkan semprotan kabut air dari arah samping menghasilkan cakupan kabut air yang tidak cukup efektif untuk menutupi seluruh permukaan api. Ini disebabkan karena kabut air yang disemprotkan tetap memiliki momentum yang cukup untuk menembus api dan mencapai permukaan bahan bakar.

Sedangkan volume air yang digunakan untuk memadamkan api dari jarak semprotan nosel 30 cm (posisi atas) memerlukan rata-rata air 3,76 liter sedangkan dari posisi samping 3,97 liter. Pada jarak 25 cm air yang terpakai adalah 3,03 liter (posisi atas) dan 3,43 liter (posisi samping). Sedangkan dari jarak 20 cm hanya memerlukan air sebanyak 2,47 liter (posisi atas) dan 2,67 liter untuk posisi samping. Makin jauh jarak nosel ke api, waktu yang dibutuhkan untuk memadamkannya juga menjadi makin lama. Semakin lama waktu yang dibutuhkan untuk memadamkan api, semakin banyak air yang dipakai sistem.

Dengan melihat hasil pengujian tersebut dengan kondisi parameter sesuai dengan kondisi pengujian, sistem pemadaman berbasis kabut air akan lebih efektif apabila dilakukan dengan jarak yang lebih dekat dengan sumber api. Posisi penyemprotan yang lebih maksimal adalah penyemprotan dari arah atas sumber api.


(10)

DAFTAR ISI

Halaman

SAMPUL DALAM ... i

LEMBAR PERSETUJUAN... iii

PENETAPAN PANITIA PENGUJI... iv

SURAT PERNYATAAN... v

UCAPAN TERIMAKASIH... vi

ABSTRAK... . vii

ABSTRACT... viii

RINGKASAN... ix

DAFTAR ISI... xi

DAFTAR TABEL... xiv

DAFTAR GAMBAR... xv

DAFTAR ARTI SIMBOL... xvii

DAFTAR ARTI SINGKATAN... xviii

DAFTAR LAMPIRAN ... xix

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Perumusan Masalah... 4

1.3 Tujuan Penelitian ... 4

1.4 Manfaat Penelitian ... 5

1.6 Batasan Masalah ... 6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 7

2.1 Api dan Proses Pembakaran ... 7

2.2 Pool Fire ... 9

2.2.1 Laju Pelepasan Massa Pembakaran dan Produksi Kalor Pool Fire... 10

2.2.2 Waktu Nyala Api... 14


(11)

xii

2.3 Sistem Kabut Air (Water Mist System)... 15

2.3.1 Pengertian Sistem Kabut Air... 15

2.3.2 Mekanisme Pemadaman dari Sistem Kabut Air... 17

2.4 Nosel dan Sistem Injeksi... 19

2.4.1 Jenis Nosel Berdasarkan Mekanisme Kerjanya... 20

2.4.1.1. Nosel Single Fluid ... 20

2.4.1.2. Nosel Twin Fluid ... 21

2.5 Dasar – Dasar dari Spray... 24

2.5.1 Pembuatan Spray Droplet dan Distribusi Ukuran Droplet... 25

2.6 Pemadaman Api pada Pool Fire... 27

2.6.1 Interaksi Kabut Air dengan Pool Fire dan Karakteristik Api. 27

2.6.2 Interaksi antara Kabut Air dengan Api ... 27

2.6.3 Interaksi antara Kabut Air dengan Bahan Bak ar Panas... 28

2.6.4 Momentum Kabut Air... 29

2.6.5 Mekanisme Transport ... 30

2.7 Penelitian – penelitian sebelumnya... 31

BAB III KERANGKA BERPIKIR, KONSEP DAN HIPOTESIS... 33

3.1 Kerangka Berpikir ... 33

3.2 Konsep ... 34

3.3 Hipotesis... 35

BAB IV METODE PENELITIAN ... 37

4.1 Rancangan Penelitian... 37

4.1.1 Spesifikasi Pressure Vessel ... 37

4.1.2 Spesifikasi Nosel... 38

4.1.3 Spesifikasi Kamera... 38

4.1.4 Spesifikasi Termokopel ... 40

4.2 Ruang Lingkup Penelitian... 41

4.3 Variabel Penelitian ... 41

4.3.1 Variabel Bebas... 41


(12)

4.3.3 Variabel Terkontrol... 42

4.4 Bahan dan Instrumen Penelitian ... 42

4.5 Prosedur Penelitian ... 43

4.6 Analisis Data ... 46

BAB V DATA PENELITIAN... 47

5.1 Karakteristik Pool Fire... 47

5.1.1 Laju Pembakaran Bahan Bakar dan Laju Produksi Kalor... 47

5.1.2 Tinggi Nyala Api... 47

5.1.3 Waktu Nyala Api... 48

5.1.4 Pengujian Karakteristik Water Mist... 49

5.2 Pengolahan Data... 50

5.2.1 Data sudut semprotan kabut air... 50

5.2.2 Data distribusi butiran (droplet) ... 51

5.2.3 Data Hasil Pemadaman Api... 54

5.2.3.1. Data distribusi temperatur api... 54

5.2.3.2. Data volume air untuk pemadaman api... 62

BAB VI PEMBAHASAN ... 64

6.1 Analisa Pengaruh Variasi Jarak Semprotan Nosel Sistem Kabut Air... 64

6.2 Analisa Pengaruh Variasi Posisi Penyemprotan Sistem Kabut Air.. 67

6.3 Analisa Performa Pemadaman Jenis Pool Fire dengan Memakai Sistem Kabut Air ... 68

BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN... 71

7.1 Kesimpulan... 71

7.2 Saran... 72

DAFTAR PUSTAKA ... 74


(13)

xiv

DAFTAR TABEL

Halaman 2.1. Pool burning thermochemical dan Empirical Constant untuk

berbagai jenis bahan bakar organik... 13 5.1. Data distribusi butiran semprotan kabut air dari atas... 53 5.2. Data distribusi butiran semprotan kabut air dari arah samping... 53 5.3. Perbandingan waktu pemadaman dilihat dari variasi jarak

semprotan dan posisi nosel... 55 5.4. Volume air yang dihabiskan untuk pemadaman api... 62


(14)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

2.1. Elemen segitiga api ... 7

2.2. Proses perubahan bahan bakar padat menjadi uap... 8

2.3. Presentasi skematik dari permukaan yang terbakar... 11

2.4. Klasifikasi dari semprotan air berdasarkan ukuran distribusi droplet... 17

2.5. Jenis nosel single fluid... 21

2.6. Jenis nosel twin fluid nosel... 22

2.7. Skema ilustrasi nosel untuk pemadam kebakaran... 23

2.8. Pembentukan droplet air... 26

2.9. Model Pool fire sederhana... 28

2.10. Kecepatan terminal untuk partikel sferis terisolasi di udara stasioner. 30

4.1. Pressure Vessel... 38

4.2. Nosel single fluid... 38

4.3. Camera Casio Exillim ZR 1500... 39

4.4. Camera Canon DSLR EOS 60 D... 39

4.5. Termokopel type K... 40

4.6. Skema instalasi pengujian... 40

4.7. Flowchat penelitian... 45

5.1. Visual nyala api pool fire... 48

5.2. Visual kabut air yang disemprotkan sistem dari arah atas... 49

5.3. Visual kabut air yang disemprotkan sistem dari arah samping... 50

5.4. Pengukuran sudut semprotan kabut air penyemprotan dari atas... 50

5.5. Pengukuran sudut semprotan kabut air penyemprotan dari samping... 51

5.6. Hasil olah data kabut air semprotan atas dengan menggunakan program Image J... 52

5.7. Hasil olah data kabut air semprotan samping dengan menggunakan program Image J ... 52

5.8. Visual api saat pemadaman pada posisi jarak nosel 20 cm di atas api... 55

5.9. Visual api saat pemadaman pada posisi jarak nosel 25 cm di atas api... 56


(15)

xvi

5.11 Visual api saat pemadaman pada posisi jarak nosel 20 cm di samping

kanan api... 57 5.12 Visual api saat pemadaman pada posisi jarak nosel 25 cm di samping

kanan api... 58 5.13. Visual api saat pemadaman pada posisi jarak nosel 30 cm di samping

kanan api... 58 5.14 Perbandingan visual api antara penyemprotan atas dengan

penyemprotan samping saat pemadaman pada posisi jarak nosel 30 cm. 59 5.15. Grafik hubungan waktu pemadaman terhadap te mperatur pada jarak

Penyemprotan nosel 30 cm dari atas... 58 5.16 Grafik hubungan antara jarak nosel terhadap waktu pemadaman... 61 5.17 Hubungan antara jarak nosel dengan volume air ya ng dihabiskan untuk


(16)

DAFTAR ARTI SIMBOL

% : persentase

0 :

derajat cm : centi meter D : diameter butiran

m : meter

ṁ” : laju pembakaran

QF” : heat flux supplai dari api QL” : panas yang hilang

LV : panas yang dibutuhkan untuk menghasilkan material combustible q : laju pelepasan panas

∆hc : effective heat of combustion

ṁ ∞” : asymptotic mass burning rate Kβ : empirical constant

A : luas permukaan

H : hidrogen

k : konstanta

α : sudut

ρ : density

l : panjang

d : diameter

Δ : perubahan kondisi : sudut semprotan : kecepatan


(17)

xviii

DAFTAR ARTI SINGKATAN

BPBD : Badan Penanggulangan Bencana Daerah PDAM : Perusahaan Daerah Air Minum

APAR : Alat Pemadam Api Ringan

NFPA : National Fire Protection Association API : American petroleum institute

HRR : Heat Release Rate

HS : High Speed

HD : High Definition


(18)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1 Distribusi temperatur posisi penyemprotan atas ... 75

Lampiran 2 Distribusi temperatur posisi penyemprotan samping... 77

Lampiran 3 Foto -foto penelitian ... 79

Lampiran 4 Image J Kabut atas 1... 80

Lampiran 5 Image J Kabut atas 2 ... 85

Lampiran 6 Image J Kabut atas 3... 87

Lampiran 7 Image J Kabut samping 1... 91

Lampiran 8 Image J Kabut samping 2... 94


(19)

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Kota Denpasar sebagaimana kota - kota besar di Indonesia juga mempunyai masalah yang sama di bidang kebencanaan. Bencana yang kerap timbul di kota besar Indonesia antara lain : banjir, puting beliung, dan kebakaran pemukiman. Kota Denpasar sebagai daerah rawan bencana kebakaran mempunyai 16 lokasi rawan bencana yang tersebar di 4 kecamatan (BPBD, 2013). Berdasarkan data tahun 2013, jumlah kejadian kebakaran yang terjadi di Kota Denpasar sebanyak 106 kejadian dengan kejadian paling banyak ada pada bangunan perumahan dengan 57 kejadian dan menimbulkan kerugian material sekitar Rp. 14.436.500.000,-

BPBD Kota Denpasar sebagai garda terdepan dalam penanganan bencana kebakaran di Kota Denpasar telah melakukan berbagai macam upaya untuk mengurangi dampak yang ditimbulkan dalam bencana kebakaran. Upaya yang dilakukan, difokuskan pada bidang pencegahan dan penanggulangan dampak kebakaran yang terjadi. Air PDAM yang digunakan BPBD Kota Denpasar untuk memadamkan kejadian kebakaran sepanjang tahun 2013 sebanyak 1.405.200 liter atau 13.526 liter/kejadian (BPBD, 2013). Untuk mengurangi penggunaan air yang sedemikian besar, maka tindakan pencegahanlah yang harus lebih ditingkatkan.


(20)

2

Salah satu tindakan pencegahan yang bisa dilakukan adalah dengan meningkatkan sistem proteksi kebakaran. Kebakaran dapat dikendalikan dengan dua sistem, yaitu : sistem proteksi aktif dan sistem proteksi pasif. Sistem proteksi aktif merupakan sistem perlindungan dengan menangani api secara langsung melalui sarana aktif yang terdapat pada bangunan. Sistem proteksi aktif dimulai dari sistem pendeteksi kebakaran dengan memakai : smoke detector, heat detector, dan fire alarm. Sedangkan sistem proteksi pasif merupakan sistem perlindungan terhadap kebakaran yang sistem kerjanya melalui sarana pasif yang terdapat dalam bangunan. Caranya antara lain dengan meningkatkan kinerja bahan bangunan, struktur bangunan, pengontrolan dan penyediaan fasilitas pendukung penyelamatan terhadap bahaya api dan kebakaran.

Penggunaan sistem proteksi aktif sudah banyak dilakukan untuk memperkecil bahaya yang ditimbulkan oleh kebakaran. Pemakaian springkler dan alat pemadam api ringan (APAR) sudah lazim ditemui di bangunan – bangunan. Penggunaan sistem proteksi aktif seperti itu ternyata tidak menjamin bahwa sistem tersebut tidak memiliki kekurangan. Seperti pada pemakaian springkler, yang sering memiliki kelemahan pada sistem pengeluaran airnya yang terlalu banyak, sehingga rentan merusak peralatan elektronik yang terkena semprotannya. Sedangkan APAR sendiri memiliki kelemahan pada pemakaian zat yang digunakan dalam APAR seperti : halon dan serbuk kimia kering yang tidak ramah lingkungan. Saat ini telah dikembangkan pemakaian kabut air (water mist) untuk pemadaman semua kelas api. Sistem pemadaman api dengan memakai kabut air memiliki keuntungan karena efektif dan ramah lingkungan. Perubahan phase dari


(21)

3

air ke kabut sangat efektif dalam mengurangi energi panas dan jika kabut yang dihasilkan banyak, bisa bermanfaat dalam mengurangi konsentrasi oksigen di atmosfer.

Performa pemadaman dengan kabut air sangat tergantung pada posisi api, lokasi nosel dan distribusi dari pola spray (Bannister dkk., 2001). Jarak antara nosel dengan api akan mempengaruhi cakupan spray kabut air yang mengenai bidang api. Luasan bidang semprotan kabut air yang dihasilkan oleh nosel akan sulit untuk memadamkan api yang memiliki kapasitas besar sehingga posisi nosel dan cara penyemprotan akan menjadi salah satu pertimbangan dalam keefektifan mekanisme pemadaman api dengan kabut air.

Beberapa penelitian terdahulu yang melakukan penelitian mengenai karakteristik kabut air dalam fungsinya sebagai media pemadam api telah banyak dilakukan. Sistem pemadaman api berbasis kabut air dengan diameter droplet 290 µm pada tekanan 13.6 bar menghasilkan hasil yang positif untuk mencegah timbulnya api pada peralatan elektrik (Zhigang dkk., 2007). Sistem kabut air pada tekanan 0.6 MPa juga sangat efektif untuk memadamkan kebakaran pada tumpahan minyak panas dan mencegah timbulnya api baru (J.Qin dkk., 2004). Api tipe premixed flame juga dapat dipadamkan dengan sistem pemadaman berbasis kabut air dengan droplet air yang mempunyai Sauter Mean Diameter (SMD) 69,93 µm. Makin kecil ukuran droplet kabut air juga akan menambah keefektifan pemadaman api (Windanarko dkk, 2008).

Penelitian ini akan dilakukan untuk melihat pengaruh posisi penyemprotan dan jarak nosel terhadap bahan bakar yang terbakar pada kasus kebakaran pool


(22)

4

fire dengan menggunakan sistem pemadaman kabut air. Pengujian dilakukan dengan menggunakan sistem pemadaman kabut air yang menghasilkan droplet kabut air berukuran di bawah 1 mm (1000 µm) yang akan dilihat terlebih dahulu karakteristiknya dengan menggunakan high speed camera. Kabut air yang dihasilkan itu nantinya akan digunakan untuk memadamkan kebakaran yang timbul dari alkohol yang terbakar dalam sebuah wadah. Keefektifan pemadaman dengan sistem kabut air akan dilihat dari waktu yang digunakan dan banyaknya air yang terpakai. Pengujian keefektifan sistem kabut air ini akan dilakukan dengan berbagai variasi, mulai dari variasi posisi penyemprotan dan variasi jarak nosel terhadap bahan yang terbakar yaitu sejauh 20 cm, 25 cm dan 30 cm.

1.2. Perumusan Masalah

Dalam thesis ini akan dilakukan study eksperiment untuk mengetahui : 1. Bagaimanakah keefektifan penggunaan kabut air untuk

pemadaman api berbahan bakar cair?

2. Bagaimanakah keefektifan pemadaman api dengan sistem kabut air divariasikan dengan variasi jarak penyemprotan terhadap bahan yang terbakar ?

3. Bagaimanakah keefektifan pemadaman api dengan sistem kabut air divariasikan dengan variasi posisi penyemprotan nosel terhadap bahan yang terbakar ?


(23)

5

1.3. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan diadakan penelitian ini adalah :

1. Menganalisa karakteristik pembakaran berbahan bakar cair (pool fire) berupa laju pembakaran, laju produksi kalor (heat release rate) teoritis, tinggi api dan temperatur nyala untuk pembakaran alkohol

2. Menganalisa pengaruh variasi jarak semprotan nosel sistem kabut air pada pembakaran bahan bakar alkohol

3. Menganalisa pengaruh variasi posisi penyemprotan sistem berbasis kabut air terhadap pembakaran bahan bakar alkohol

4. Menganalisa performa pemadaman jenis pool fire dengan memakai sistem kabut air. Performa pemadaman berkaitan dengan waktu pemadaman dengan variasi posisi penyemprotan dan variasi jarak semprotan nosel terhadap api.

1.4. Manfaat Penelitian

Manfaat yang didapat dengan adanya penelitian ini adalah :

1. Untuk dapat mengetahui pengaruh variasi jarak semprotan kabut air dan posisi penyemprotan kabut air terhadap pemadaman api pada suatu kasus kebakaran dalam sebuah ruangan

2. Dapat digunakan sebagai tambahan referensi bagi para masyarakat secara umum dan khususnya bagi pelaku lapangan (team fire brigade) dalam mengaplikasikan cara pemadaman api dengan menggunakan sistem kabut air.


(24)

6

3. Dapat digunakan sebagai acuan pengembangan sistem pemadaman dengan metode kabut air

1.5. Batasan Masalah

Agar dalam penulisan karya tulis ini dapat terarah dan mencapai sasaran yang diinginkan, maka permasalahan dibatasi sebagai berik ut :

1. Penelitian ini membahas sistem pemadaman api dengan menggunakan metode kabut air (water mist), dikhususkan membahas karakteristik kabut air dengan ukuran droplet air yang dihasilkan dibawah 1 mm (1000 µm) 2. Bahan bakar yang digunakan adalah alkohol

3. Ukuran wadah bahan bakar memiliki diameter 7 cm dengan tinggi 5 cm 4. Nosel yang digunakan adalah dalam penelitian ini adalah nosel yang biasa

dipakai untuk melembabkan dan menjaga temperatur lingkungan tanaman dalam rumah kaca

5. Tidak dilakukan perhitungan terhadap pressure drop dari sistem pemipaan, mekanisme penyalaan api dan karakteristik spray

6. Tidak dilakukan perhitungan dan analisa spesifik terhadap karakteristik dan proses terbentuknya spray

7. Tidak dilakukan perhitungan terhadap pengaruh temperatur dan kelembaban relatif udara luar terhadap sistem pemadaman.


(25)

7

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Api dan Proses Pembakaran

Api yang timbul akibat proses pembakaran dimana terjadi oksidasi dan reaksi kimia kompleks antara oksigen, bahan bakar, dan panas akan disertai dengan munculnya asap dan gas sisa hasil pembakaran sepe rti karbon dioksida dan air (Gottuk dkk., 2002). Sedangkan bahan bakar adalah semua zat yang dapat melepaskan energi ketika dioksidasi. Bahan bakar dapat berbentuk fase padat, cair dan gas. Oksigen, bahan bakar, sumber – sumber ignition, dan reaksi – reaksi kimia yang terjadi merupakan elemen primer dari api. Kesetimbangan api akan terganggu apabila salah satu dari elemen penting tersebut mulai tidak seimbang.

Gambar 2.1 Elemen segitiga api

Dari gambar 2.1 dapat dilihat bahwa nyala api sangat memerlukan oksigen dan bahan bakar. Oleh sebab itu, api akan terus menyala sesuai dengan reaksi oksidasi yang terjadi sampai bahan bakar habis. Komponen sebelum reaksi dalam


(26)

8

suatu reaksi pembakaran adalah reaktan (bahan bakar + oksidator) dan komponen setelah reaksi pembakaran adalah produk pembakaran dan panas.

Pembakaran dapat diklasifikasikan menjadi dua jenis yaitu pembakaran jenis flaming dan smouldering. Jenis pembakaran smouldering merupakan bentuk kebakaran yang terjadi tanpa adanya nyala api, pergerakannya lambat, dan temperatur yang rendah disertai dengan perambatan panas ketika oksigen mengenai permukaan bahan bakar pada fase kondensasi. Sedangkan jenis pembakaran flaming merupakan pembakaran yang disertai dengan nyala api, pergerakannya cepat, dan temperatur yang tinggi.

Pembakaran jenis flaming menghasilkan api yang merupakan sebuah fenomena yang terjadi dalam fase gas. Bahan bakar dalam fase padat atau cair harus terlebih dahulu mengalami perubahan fase menjadi fase gas untuk dapat terbakar. Dalam gambar 2.2 terdapat beberapa mekanisme dari proses perubahan wujud benda yang memiliki fase padat lalu berubah ke fase cair kemudian menjadi fase gas.

Gambar 2.2


(27)

9

2.2 Pool Fire

Pool fire merupakan suatu pembakaran yang terjadi diatas kolam horizontal yang bahan bakarnya berasal dari penguapan bahan bakar cair, dimana momentum awalnya sangat rendah atau sama dengan nol. Nyala api dari pool fire sangat tergantung pada besarnya luas permukaan bahan bakar (diameter pool fire). Selain itu, nyala api juga bergantung pada banyaknya bahan bakar yang telah mencapai titik mampu bakar yang tersedia dalam suatu pool fire. Dalam suatu pool fire, aliran pada pembakaran bahan bakar dapat dibedakan menjadi tiga, yaitu (Drysdale, 2003) :

1. Untuk ukuran diameter pool fire kurang dari 0,03 m (D ˂ 0,03 m) maka api akan laminar

2. Untuk ukuran diameter pool fire yang lebih dari 1 m (D > 1 m) maka api akan turbulent

3. Apabila ukuran diameter pool fire berada pada nilai antara 0,03 m sampai

1 m (0,03 m ˂ D ˂ 1 m) maka aliran api akan berada pada transisi antara

aliran laminar dan aliran turbulent

Penyebaran panas secara radiasi akan mendominasi pada permukaan bahan bakar dengan ukuran diameter pool fire yang besar. Sedangkan diameter pool fire yang berukuran kecil akan didominasi oleh penyebaran panas pada permukaan bahan bakar secara konveksi (Gottuk dkk., 2002)

Pool fire adalah api yang terbakar secara difusi dari penguapan cairan bahan bakar dengan momentum bahan bakarnya yang sangat renda h. Api yang terbakar dari bahan jenis ini sangat sulit dipadamkan dan dapat menimbulkan


(28)

10

dampak kerugian yang sangat besar. Pool fire termasuk ke dalam kelas kebakaran B, dan untuk memadamkannya saat ini banyak digunakan bubuk kimia kering (dry powder) yang biasanya banyak terkandung dalam APAR (fire exthinguiser). Pemadaman jenis ini tidak dapat menggunakan media air, karena sifat air yang tidak bisa larut dalam minyak, sehingga menyebabkan api bukannya menjadi padam tapi malah menyebar. Karakteristik pool fire dapat dilihat pada laju pembakaran bahan bakar, laju produksi kalor, tinggi nyala api dan temperatur nyala.

2.2.1 Laju Pelepasan Massa Pembakaran dan Produksi Kalor Pool fire Pada suatu pool fire, api yang dihasilkan dari proses pencampuran bahan bakar dan oksigen dengan sumber panas yang cukup akan mempertahankan nyala api apabila kesetimbangan elemen api tidak terganggu. Hal ini diakibatkan oleh adanya penguapan dan terjadinya suatu reaksi kimia bahan bakar cair akibat panas yang ditimbulkan oleh nyala api. Seperti yang terlihat pada Gambar 2.3, dimana nyala api mempertahankan fase penguapan yang terjadi dan terjadi reaksi kimia yang dapat menghasilkan material combustible dengan fase gas yang siap untuk dibakar. Material combustible yang dihasilkan oleh reaksi kimia pada fase penguapan bahan bakar akan mempertahankan nyala api


(29)

11

Gambar 2.3

Presentasi skematik dari pemukaan yang terbakar

Dalam suatu penyebaran nyala api seperti gambar diatas, laju pembakaran akan sama dengan laju suplai gas combustible bahan bakar, dimana laju pembakarannya ( ṁ” ) dapat ditulis secara umum dengan persamaan (Babrauska, 2002) :

Lv Q Q

mF" L" ... (2.1)

Keterangan :

QF” : heat flux supplai dari api (kW/m2)

QL” : panas yang hilang atau heat flux dari permukaan bahan bakar

LV : panas yang dibutuhkan untuk menghasilkan material combustible dalam fase gas (kJ/kg) atau untuk bahan bakar cair yang merupakan panas latent dari penguapan bahan bakar.


(30)

12

Babrauskas (2002) merumuskan suatu persamaan untuk mengetahui besarnya heat release rate pada risiko api yang berasal dari pembakaran pool fire dengan diameter lebih kecil dari 0.2 meter (D < 0.2 m) yaitu:

q = ∆hc ṁ”∞ (1 – e-KβD) x A ... (2.2) Keterangan :

q : laju pelepasan panas(heat release rate) pool fire (kW) Δhc : effective heat of combustion (kJ/kg)

ṁ∞ : asymptotic mass burning rate for large fire diameter (kg/m2 s) Kβ : empirical constant (konstanta ditunjukkan pada Tabel 2.2 untuk

beberapa jenis bahan bakar) A : luas permukaan bahan bakar (m2)

Untuk besarnya mass burning rate pada suatu pool fire maka dapat digunakan persamaan :

ṁ” = ṁ”∞ (1 – e(-KβD)) ... (2.3) Keterangan :


(31)

13

Tabel 2.1.

Pool burning themochemical dan Empirical Constant untuk berbagai jenis bahan bakar organik

Material Mass Loss

Rate ṁ” (kg/m2-sec)

Heat of Combustion

∆Hc eff (kJ/kg)

Density ρ (kg/m3)

Empirical Constant

kβ (m-1) Cryogenics

Liquid H2

LNG (mostly CH4) LPG (mostly C3H8)

0.017 0.078 0.099 12,000 50,000 46,000 70 415 585 6.1 1.1 1.4 Alcohols Methanol (CH3OH) Ethanol (C2H5OH)

0.017 0.015 20,000 26,800 796 794 100 ** 100 ** Simple Organic Fuels

Butane (C4H10) Benzene (C6H6) Hexane (C6H14) Heptane (C7H16) Xylene (C8H10) Acetone (C3H8O) Dioxane (C4H8O2) Diethyl Ether (C4H10O)

0.078 0.085 0.074 0.101 0.090 0.041 0.018 0.085 45,700 40,100 44,700 44,600 40,800 25,600 26,200 34,200 573 674 650 675 870 791 1,035 714 2.7 2.7 1.9 1.1 1.4 1.9 5.4 0.7 Petroleum Products Benzine Gasoline Kerosene JP-4 JP-5 Transformer Oil,hydrocarbon Fuel Oil, heavy

Crude Oil 0.048 0.055 0.039 0.051 0.054 0.039 0.035 0.022-0.0.045 44,700 43,700 43,200 43,500 43,000 46,400 39,700 42,500-42,700 740 740 820 760 810 760 940-1,000 830-880 3.6 2.1 3.5 3.6 1.6 0.7 1.7 2.5 Solids Polimethylmethacrylate (C6H8O2)2

Polypropylene (C3H6)2 Polystyrene (C8H8)2 0.020 0.018 0.034 24,900 43,200 39,700 1,184 905 1,050 3.3 100 ** 100 ** Miscellaneous


(32)

14

2.2.2. Waktu Nyala Api

Laju pembakaran suatu bahan bakar bergantung pada bentuk dan senyawa kimia pembentuk bahan bakar tersebut. Bentuk dari suatu bahan bakar akan berpengaruh terhadap laju pembakaran. Faktor utama yang sangat penting adalah luas permukaan bahan bakar terhadap rasio massa dari bahan bakar yaitu luasnya permukaan bahan bakar yang dapat terbakar dibandingkan dengan massa total dari bahan bakar.

Pengukuran terhadap waktu pembakaran merupakan suatu cara untuk menentukan bahaya yang ditimbulkan oleh kebakaran dalam ruangan. Lamanya waktu pembakaran dari suatu bahan bakar dalam ruangan dapat diperkirakan dengan melihat banyaknya material yang mungkin terbakar dan udara dalam ruangan yang terbakar. Ketika bahan bakar cair terbakar maka api akan berkembang sesuai dengan laju pelepasan massa dan panas dari produk pembakaran. Diameter pool fire yang merupakan luas permukaan bahan bakar akan mempengaruhi laju pelepasan massa dari bahan bakar. Dalam suatu analisis dimana dua buah bakar cair dengan volume dan jenis yang sama terbakar, bahan bakar cair dengan permukaan diameter yang lebih kecil akan terbakar dalam waktu yang lebih lama dibandingkan dengan bahan bakar cair diameter yang lebih besar. Massa dari material yang terbakar persatuan waktu dapat d iperkirakan dengan menggunakan waktu pembakaran bahan bakar, dimana :

v D

V tb

. 4

2


(33)

15

Keterangan :

V : volume bahan bakar cair (m3) D : diameter pool fire (m)

v : laju pembakaran / regression rate (ms-1)

Bahan bakar cair yang terbakar dan bahan bakar yang dipakai dalam proses pembakaran akan berkurang seiring dengan laju pembakaran (regression rate) yang didefinisikan sebagai loss volumetric dari bahan bakar cair per satuan luas area dalam satuan waktu seperti pada persamaan :

fuel m v

 ... (2.5) Keterangan :

ṁ” μ mass burning rate pool (kgm-2s-1)

ρ

fuel : massa jenis bahan bakar (kgm-3) 2.2.3 Tinggi Nyala Api

Untuk mengetahui tinggi nyala api dari pool fire dapat menggunakan rumus :

Hf = (0.235 Q2/5) – 1.02 D (Method Of Hesketad) ... (2.6)

Keterangan :

Q : laju produksi kalor (KW) D : diameter dari pool fire 2.3 Sistem Kabut Air (Water Mist Systems) 2.3.1 Pengertian Sistem Kabut Air

Isu paling penting dalam kebakaran adalah sumber air yang kadang sulit diperoleh. Maka upaya untuk mengurangi jumlah air yang dibutuhkan adalah


(34)

16

dengan cara membuat air menjadi kabut. Sistem kabut air mempunyai prinsip kerja seperti itu yaitu memanfaatkan air dengan cara membuat air tersebut menjadi sangat halus. Semakin halus permukaan butiran air yang dihasilkan, akan meningkatkan luas permukaan air. Jika luas permukaan air meningkat, maka air akan sulit melakukan penetrasi ke dalam permukaan yang terbakar. Dengan kata lain, kabut air akan mengambil kalor pembakaran tanpa membasahi material yang terbakar. Ini membuat api dapat padam dan resiko letupan dapat dikurangi. Inilah salah satu keunggulan sistem kabut air dibandingkan menggunakan sistem air biasa. Sistem kabut air tidak membutuhkan bahan kimia tambahan, namun membutuhkan tekanan yang besar untuk menghasilkan kabut air.

Sebuah sistem kabut air adalah air berbasis sistem pemadam kebakaran otomatis. Kabut air adalah penyemprotan halus dengan 99 persen dari volume air yang terkandung dalam tetesan air kurang dari satu milimeter (1.000 mikron) dalam diameter (NFPA 750 standard). Air dibagi menjadi tetesan sangat halus menciptakan luas permukaan lebih besar dari tetesan standar yang dipancarkan dari sistem sprinkler. Air kabut tetesan sistem dapat 20 kali lebih kecil dan memiliki luas permukaan 400 kali lebih besar dari tetesan air sistem sprinkler. Sejumlah air akan berubah menjadi uap, atau biasa disebut sebagai panas laten penguapan. Hal ini secara drastis dapat mengurangi tingkat pembakaran. Uap juga akan menempati volume yang jauh lebih besar daripada jika tetesan itu dalam bentuk cair. Uap juga akan menggusur oksigen dari zona api, sehingga satu elemen penting dalam segitiga api akan bisa dihilangkan. Kabut air akan membuang panas dari sumber bahan bakar bahkan setelah api telah dipadamkan.


(35)

17

Hal ini dapat mencegah api menyala kembali. Sistem ini juga menyerap panas dan menyebarkan radiasi, mengurangi jumlah energi yang diproyeksikan ke bahan bakar. Sistem kabut air juga dapat menyaring uap korosif dan beracun seperti karbon monoksida yang dihasilkan oleh bahan-bahan seperti kayu, plastik, dan cairan yang mudah terbakar.

Mawhinney dan Salomon (1997) mengklasifikasikan sistem water mist berdasarkan distribusi yang disajikan dalam bentuk pembagian persen volume comulatif yang membedakan antara droplet yang kasar dan halus. Dari gambar 2.4 menunjukkan bahwa, untuk semprotan kelas 1, dimana volume yang terkandung dalam tetesan kurang dari 200 µm. Kelas 2 dan 3 didefenisikan dengan cara yang sama. Dalam aplikasinya, kelas 1 dan kelas 2 cocok untuk pemadaman kebakaran pada pool fire atau pemadaman api dimana percikan bahan bakar harus dihindari.

Gambar 2.4


(36)

18

2.3.2 Mekanisme Pemadaman dari Sistem Kabut Air

Mekanisme utama dalam pemadaman nyala api dengan sistem kabut air : 1. Pendinginan fase gas

Air memiliki panas laten yang sangat besar (2270 kJ/kg). Penguapan air memiliki spesifik panas yang paling tinggi diantara gas yang ada di atmosfer. Penguapan air akan mengurangi temperatur udara lingkungan. Apabila penguapan air terjadi dekat dengan nyala api maka akan dapat mengganggu dinamika api. Pada bahan bakar padat dan cair, hal ini merupakan suatu reaksi panas dari api yang disebabkan ole h volatilasi bahan bakar. Pengurangan temperatur juga akan menyebabkan pengurangan jelaga yang dihasilkan pada proses pembakaran.

2. Pengurangan oksigen dan pengurangan penguapan material

Pengurangan oksigen dapat terjadi secara lokal dan menyeluruh pada suatu sistem. Pengurangan oksigen pada daerah lokal terjadi ketika droplet air masuk ke dalam reaksi pembakaran. Uap yang dihasilkan oleh droplet air akan mengganggu masuknya oksigen ke dalam suatu reaksi pembakaran sehingga mengganggu kesetimbangan api.

3. Pendinginan permukaan bahan bakar

Droplet air yang masuk ke permukaan suatu bahan bakar padat yang terbakar akan mendinginkan permukaan bahan bakar tersebut. Hal ini mengurangi laju volatilasi bahan bakar dan menghalangi penyebaran api.


(37)

19

2.4 Nosel dan Sistem Injeksi

Nosel (atau atomisers) digunakan untuk memecah aliran kontinu cair menjadi spray atau tetesan. Nosel banyak digunakan dalam berbagai aplikasi seperti : injeksi bahan bakar pada mesin diesel, turbin gas dan roket, penyemprotan tanaman, dan pendinginan permukaan cairan bahan bakar. Fungsi dasar dari nosel adalah:

1. Pengendalian aliran dari liquid 2. Atomisasi liquid menjadi butiran 3. Penyebaran tetesan dalam pola tertentu 4. Meningkatkan luas permukaan dari liquid 5. Membangkitkan momentum hidrolik

Berbagai aplikasi dan fungsi yang luas telah memunculkan berbagai desain untuk nosel sehingga tersedia secara komersial. Nosel harus mampu menghasilkan semprotan dengan kualitas yang baik, disesuaikan dengan kebutuhan dan bisa bekerja pada berbagai maca m laju aliran flow rate. Nosel yang biasanya digunakan salah satunya adalah jenis single fluid. Berbagai aplikasi dan fungsi yang luas telah memunculkan berbagai desain untuk nosel sehingga tersedia secara komersial. Dalam aplikasi seperti cat semprot, keseragaman dari spray yang dihasilkan adalah hal yang terpenting, beda halnya dengan kebutuhan spray untuk tanaman pertanian, ukuran tetesan kecil harus dihindari karena dapat hanyut oleh angin. Sehingga perlu untuk mengetahui agar nosel mampu menghasilkan semprotan dengan kualitas yang baik, disesuaikan dengan


(38)

20

kebutuhan dan bisa bekerja pada berbagai macam laju aliran flow rate (Santangelo dkk., 2008)

Nosel yang biasanya digunakan salah satunya adalah jenis single fluid, di mana energi kinetik dari fluida dimanfaatkan untuk breakup atau ada yang menggunakan secondary fluid (udara biasanya dikompresi) untuk mempercepat proses breakup. Umumnya proses breakup terjadi setelah liquid meninggalkan nosel sebagai hasilnya terjadi aerodinamis drag atau ketidakstabilan hidrodinamik. Peran nosel hanya untuk menghasilkan sebuah jet liquid dengan turbulensi dan profil kecepatan untuk mencapai breakup sesuai dengan yang diperlukan. Karakteristik spray yang dihasilkan oleh nosel tertentu bervariasi tergantung tekanan operasi yang diberikan.

2.4.1 Jenis Nosel Berdasarkan Mekanisme Kerjanya 2.4.1.1 Nosel Single-Fluid

Single fluid dikenal juga sebagai simpleks atau jenis Hidrolik. Spray yang dihasilkan dipengaruhi oleh tekanan air yang diberikan. Pada tekanan tinggi, hubungan antara ukuran droplet dan tekanan akan menjadi lebih kompleks. Biasanya terjadi penurunan diameter secara signifikan dengan meningkatnya tekanan (De Stefano dkk., 2008)


(39)

21

Gambar 2.5. Jenis Nosel Single fluid Beberapa jenis nosel untuk single fluid :

a) Hollow cone–single fluid: Tejadi gerakan berputar yang diinduksi kedalam dalam liquid di dalam nosel yang memproduksi spray, di mana sebagian besar tetesan terkonsentrasi di tepi luar.

b) Full cone–single fluid: Spray terdistribusi lebih homogen dimana tetesan didistribusikan secara melingkar.

c) Flat spray–single fluid : Menghasilkan seperti lembar spray dengan distribusi yang relatif seragam, yang sangat cocok digunakan untuk melindungi peralatan dalam rongga sempit.

2.4.1.2 Nosel Twin Fluid

Twin-fluid mist nosel memproduksi kabut dengan dibantu oleh udara, juga dikenal sebagai udara atomising, duplex atau nosel pneumatik. Biasanya nitrogen dicampur dengan air pada bagian chamber sehingga menghasilkan kabut yang


(40)

22

lebih halus, yang kemudian dikeluarkan melalui outlet tunggal atau ganda. Yang efektif pada twin-fluid adalah atomisasi bisa terjadi pada tekanan operasi yang rendah (5-6 bar) jika dibandingkan dengan nosel jenis single fluid. Maka umumnya ukuran dari droplet yang dihasilkan oleh twin-fluid lebih kecil atau lebih halus, gambar 2.6 menunjukan contoh dari nosel twin fluid.

Gambar 2.6 Jenis Nosel Twin fluid


(41)

23

Gambar 2.7

Skema ilustrasi nosel untuk pemadam kebakaran

Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap peforma spray nosel (Mawhinney dkk., 1997) :

a) Tekanan operasi : Tekanan yang digunakan pada saat melakukan eksperimental, biasanya tekanan terukur yang ada pada pressure gauge.


(42)

24

b) Viskositas Fluida : Viskositas dinamik liquid yang menolak perubahan bentuk atau susunan unsur- unsur pada saat aliran. Viskositas dari fluida merupakan faktor utama yang mempengaruhi pembentukan pola spray dan, sudut spray dan kapasitas.

c) Temperatur fluida: Meskipun temperatur fluida tidak menyebabkan perubahan lansung terhadap kinerja spray nosel, namun sering mempengaruhi viskositas, permukaan ketegangan, dan gravitasi spesifik sehingga parameter tersebut mempengaruhi kinerja terhadap spray nosel. d) Tegangan Permukaan (Surface tension) : Permukaan liquid cenderung

dianggap memiliki pengaruh yang paling kecil, dalam hal ini, seperti membran yang diberi tarikan. Setiap bagian dari permukaan liquid memberikan ketegangan pada bagian yang berdekatan atau pada benda lainnya yang berada dalam kontak liquid tersebut. Tegangan permukaan yang lebih tinggi dapat mengurangi sudut spray, terutama pada hollow cone dan flat fan spray.

2.5 Dasar-dasar dari Spray

Konsep injeksi liquid yang melewati lubang kecil pada phenomena pembentukan spray terbukti merupakan proses yang sangat kompleks. Meskipun analisis pembentukan spray memiliki disiplin ilmu sendiri, memahami beberapa aspek fisiknya merupakan suatu pembelajaran yang berharga. Dalam pembahasan ini akan dijelaskan tentang dasar-dasar spray secara umum, seperti kondisi pembentukan spray, pembentukan tetesan dan kondisi pemisahan droplet. Namun


(43)

25

dalam penelitian ini akan dibahas lebih khusus pada spray untuk water mist yang menggunakan air sebagai fluidanya.

2.5.1 Pembuatan Spray Droplet dan Distribusi Ukuran Droplet Air

Ada tiga cara untuk membuat spray droplet dalam suatu sistem kabut air, yaitu :

1. Impingiment nosel 2. Twin fluid nosel 3. Pressure jet nosel

Dalam penelitian ini, cara yang akan digunakan untuk membentuk spray droplet adalah dengan nosel pressure jet. Pembentukan spray droplet langsung dari aliran turbulen jet melalui penyemprotan air (break up). Terdapat dua cara utama dalam penyemprotan air (break-up) yaitu : bag break up dan stripping break-up (Xiao dkk., 2011). Dalam bag break- up, satu droplet akan terpisah menjadi dua atau lebih droplet baru dengan ukuran masing- masing droplet yang hampir sama. Sedangkan dalam stripping break- up, droplet dengan ukuran kecil akan terpisah dari permukaan droplet dengan ukuran yang lebih besar.

Terdapat empat cara untuk membuat spray droplet dari jet air, yaitu (Hart, 2005) :

1) Dengan cara Rayleigh rezim breakup : droplet air akan terbentuk jauh dari ujung nosel dengan diameter droplet yang dihasilkan lebih besar daripada diameter orifice nosel


(44)

26



Dengan cara First wind-induced break-up : suatu cara pembentukan droplet air dimana droplet yang dibentuk memiliki ukuran yang hampir sama dengan ukuran diameter orifice nosel



Dengan cara Second wind-induced break up : suatu cara pembentukan droplet dimana droplet air terjadi dekat di bawah aliran sekitar nosel dan diameter droplet yang dihasilkan lebih kecil daripada diameter orifice nosel.



Dengan cara Atomization: pembentukan droplet air yang dimulai dari orifice nosel tempat keluar droplet yang disebabkan oleh ukuran dan tekanan yang diberikan pada air. Diameter droplet air yang dihasilkan lebih kecil dibandingkan dengan diameter orifice nosel

Dibawah ini merupakan beberapa rezim atau kondisi pada proses breakup

Gambar 2.8

Pembentukan droplet air (a) Rayleigh break-up, (b) First wind-induce break up, (c) Second wind-induce break-up, (d) Atomisasi


(45)

27

Dalam suatu pembentukkan spray droplet, terdapat tiga kategori tekanan yang digunakan, yaitu :

1. Low pressure water mist system, dimana tekanan sistem yang digunakan kurang atau sama dengan 12.5 bar (P ˂ 12.5 bar)

2. Medium pressure water mist system, dimana tekanan sistem yang digunakan antara 12.5 sampai dengan 35 bar (12.5 ˂ P ˂ 35 bar) 3. High pressure water mist system, dimana tekanan sistem yang

digunakan lebih besar atau sama dengan 35 bar (P > 35 bar) 2.6 Pemadaman api pada pool fire

2.6.1 Inte raksi kabut airdengan pool fire dan karakte ristik api

Karakteristik nyala api pool fire berbeda untuk jenis bahan bakar yang berbeda. Oleh karena itu, model pool fire dipelajari untuk analisis karakteristik api. Penelitian sebelumnya (Jones dkk., 1995; Liu dkk, 2000; Richard dkk, 2002) menunjukkan bahwa, zona uap yang kaya bahan bakar berada pada dasar pool fire. Xiao (2011) menggambarkan pool fire yang disederhanakan seperti model seperti ditampilkan di Gambar 2.9. Uap bahan bakar akan terkonveksi ketika air aliran jet kabut air mulai jatuh pada permukaan api. Uap bahan bakar akan tetap terbakar dan terkonveksi ketika disemprot oleh jet kabut air, dan bisa menyebabkan api membesar.

2.6.2 Inte raksi antara kabut air dengan api

Aliran jet kabut air mulai berpengaruh pada api setelah dilakukan penyemprotan, diawali dengan terjadinya penurunan ketinggian nyala api terlebih dahulu. Kemudian kabut air akan mencapai inti uap bahan bakar dan membuat


(46)

28

bahan bakar uap terkonveksi. Seperti dalam penelitian W. W. Bannister dkk (2001), pemadaman dengan kabut air untuk bahan bakar akan mempengaruhi titik flash point. Oleh karena itu, uap bahan bakar akan terbakar seperti dalam proses difusi dan membentuk api membesar seperti bola. Difusi uap bahan bakar yang disebabkan oleh aliran jet kabut air merupakan faktor kunci untuk kabut air yang menghasilkan bahan bakar uap difusi. Airan dari jet kabut air dengan momentum yang cukup, akan mendorong uap bahan bakar keluar dari polanya, dan menyebabkan api akan terekspansi.

Gambar 2.9. Model pool fire sederhana 2.6.3. Inte raksi antara kabut airdengan bahan bakar panas

Interaksi antara kabut air dan bahan bakar panas merupakan masalah yang penting dan kompleks. Bannister dkk (2001) menyatakan bahwa efek azeotropik dapat meningkatkan intensitas api dan berfungsi untuk mengekspansi api. Aplikasi kabut air pada bahan bakar yang tidak larut dalam air akan menghasilkan tingkat peningkatan penguapan bahan bakar, dan meningkatkan intens itas api. Oleh karena itu, setelah kabut air mencapai permukaan bahan bakar, campuran


(47)

29

dua cairan akan terbentuk. Sementara, campuran air dan bahan bakar akan berkontribusi pada tekanan uap keseluruhan campuran. Artinya, tekanan uap total

P

m



P

0A



P

0B . Dimana

P

0A mengacu pada tekanan uap jenuh air murni, dan

P

0B mengacu pada tekanan uap jenuh bahan bakar. Cairan mendidih ketika

tekanan uap menjadi sama dengan tekanan eksternal (101,325 KPa). Oleh karena itu, campuran dari cairan bercampur dan mendidih pada suhu lebih rendah dari titik didih dari salah satu cairan murni. Tekanan uap gabungan akan mencapai tekanan eksternal sebelum tekanan uap dari salah satu komponen individu dapat mencapainya. Ini berarti bahwa campuran akan mendidih pada suhu yang kura ng dari titik didih dari masing – masing cairan murni.

Dalam pool fire, campuran yang memiliki titik didih yang lebih rendah terbentuk setelah kabut air mencapai permukaan bahan bakar, dan temperatur dari permukaan cairan akan lebih tinggi dari titik didih campuran tersebut, kemudian bahan bakar akan mendidih dan menjadi uap.

2.6.4 Momentum kabut air

Eksperimental mengungkapkan bahwa momentum dari kabut air sangat berpengaruh terhadap efektifitas pamadaman api pool fire. Aliran jet kabut air mencapai mencapai inti bahan bakar kaya uap dan mendorong uap bahan bakar keluar dari polanya. Sangat penting untuk menyadari bahwa momentum kabut air yang dibahas di sini adalah momentum kabut air di daerah inti bahan bakar yang kaya uap. Di sisi lain, jika kecepatan awal kabut air sama, sementara jarak dari nosel ke permukaan bahan bakar pendek, maka momentum kabut air akan meningkat.


(48)

30

2.6.5 Mekanisme trans port

Sebuah aspek penting dari perilaku kabut air yang tidak terkait dengan mekanisme pemadaman adalah kemampuan tra nsport dan tersebar melalui udara. Untuk tetesan diameter kecil, besar drag aerodinamis relatif besar untuk gravitasi dan inersia. Sebagai contoh, kecepatan terminal tetesan air kira-kira sebanding dengan kuadrat diameter (lihat Gambar 2.10) dan karenanya jauh lebih rendah untuk tetesan kabut (d=100 m) daripada tetesan water mist dengan (d=1000 m). Hal ini memungkinkan kabut untuk tetap di udara untuk jangka waktu yang lama. Selanjutnya pengaruh aliran udara jauh lebih berpengaruh pada tetesan yang kecil. Hal ini memungkinkan arus konveksi membawa tetesan ke arah api dan membuat turbulensi di udara menyebar pada seluruh volume.

Gambar 2.10.


(49)

31

2.7 Penelitian – penelitian sebelumnya

Beberapa penelitian - penelitian tentang sistem pemadaman kabut air yang telah dilakukan sebelumnya, antara lain :

1. M. Windanarko Siamullah, dkk. melakukan penelitian pemadaman api tipe premixed flame dengan kabut air yang memiliki ukuran droplet 40,21 µm, 53,33 µm, dan 69,93 µm. Hasil penelitian yang didapatkan adalah semakin kecil ukuran droplet air maka semakin efektif untuk memadamkan api. 2. J.Qin, dkk. (2004) melakukan penelitian pemadaman api pada kebakaran

tumpahan minyak dengan sistem kabut air yang beroperasi pada tekanan kerja 0,2 s/d 0,6 Mpa dalam sebuah cone calorimeter. Hasil yang didapat adalah sistem ini efektif untuk memadamkan api

3. Z. Liu, dkk. (2005) melakukan penelitian pengunaan sistem kabut air dengan discharge pressure 689 KPa dan 414 KPa untuk memadamkan kebakaran pada kebakaran tumpahan minyak berjenis pool fire. Hasil yang didapat adalah sistem kabut air sangat efektif untuk memadamkan kebakaran jenis ini.

4. A. Jones, dkk. (1995), melakukan review beberapa penelitian pemadaman api berbasis kabut air pada kebakaran listrik. Tekanan kerja yang digunakan 2 s/d 100 bar. Hasil yang diperoleh adalah sistem ini cukup efektif dan aman dalam pemadaman kebakaran peralatan listrik.

5. Zhigang Liu,dkk. (2007), melakukan penelitian untuk menguji keefektifan sistem kabut air pada kebakaran pool fire. Discharge pressure yang digunakan adalah 414 s/d 863 kPa dengan diameter droplet di bawah 250


(50)

32

µm. Hasil yang didapat adalah dengan diameter droplet yang lebih kecil sistem menjadi makin efektif

6. Mawhinney, dkk. (1997), menguji keefektifan sistem kabut air dengan menggunakan nosel tipe twin fluid untuk pemadaman api pool fire dengan diameter droplet dibawah 100 µm dengan hasil yang cukup memuaskan. 7. Li Zheng, dkk (2011), menguji pemadaman kebakara n dengan

menggunakan eksplosive kabut air pada kebakaran hutan. Sistem ini juga ternyata bermanfaat dalam memadamkan kebakaran hutan


(1)

Dalam suatu pembentukkan spray droplet, terdapat tiga kategori tekanan yang digunakan, yaitu :

1. Low pressure water mist system, dimana tekanan sistem yang digunakan kurang atau sama dengan 12.5 bar (P ˂ 12.5 bar)

2. Medium pressure water mist system, dimana tekanan sistem yang digunakan antara 12.5 sampai dengan 35 bar (12.5 ˂ P ˂ 35 bar) 3. High pressure water mist system, dimana tekanan sistem yang

digunakan lebih besar atau sama dengan 35 bar (P > 35 bar)

2.6 Pemadaman api pada pool fire

2.6.1 Inte raksi kabut airdengan pool fire dan karakte ristik api

Karakteristik nyala api pool fire berbeda untuk jenis bahan bakar yang berbeda. Oleh karena itu, model pool fire dipelajari untuk analisis karakteristik api. Penelitian sebelumnya (Jones dkk., 1995; Liu dkk, 2000; Richard dkk, 2002) menunjukkan bahwa, zona uap yang kaya bahan bakar berada pada dasar pool fire. Xiao (2011) menggambarkan pool fire yang disederhanakan seperti model seperti ditampilkan di Gambar 2.9. Uap bahan bakar akan terkonveksi ketika air aliran jet kabut air mulai jatuh pada permukaan api. Uap bahan bakar akan tetap terbakar dan terkonveksi ketika disemprot oleh jet kabut air, dan bisa menyebabkan api membesar.

2.6.2 Inte raksi antara kabut air dengan api

Aliran jet kabut air mulai berpengaruh pada api setelah dilakukan penyemprotan, diawali dengan terjadinya penurunan ketinggian nyala api terlebih dahulu. Kemudian kabut air akan mencapai inti uap bahan bakar dan membuat


(2)

bahan bakar uap terkonveksi. Seperti dalam penelitian W. W. Bannister dkk (2001), pemadaman dengan kabut air untuk bahan bakar akan mempengaruhi titik flash point. Oleh karena itu, uap bahan bakar akan terbakar seperti dalam proses difusi dan membentuk api membesar seperti bola. Difusi uap bahan bakar yang disebabkan oleh aliran jet kabut air merupakan faktor kunci untuk kabut air yang menghasilkan bahan bakar uap difusi. Airan dari jet kabut air dengan momentum yang cukup, akan mendorong uap bahan bakar keluar dari polanya, dan menyebabkan api akan terekspansi.

Gambar 2.9. Model pool fire sederhana 2.6.3. Inte raksi antara kabut airdengan bahan bakar panas

Interaksi antara kabut air dan bahan bakar panas merupakan masalah yang penting dan kompleks. Bannister dkk (2001) menyatakan bahwa efek azeotropik dapat meningkatkan intensitas api dan berfungsi untuk mengekspansi api. Aplikasi kabut air pada bahan bakar yang tidak larut dalam air akan menghasilkan tingkat peningkatan penguapan bahan bakar, dan meningkatkan intens itas api. Oleh karena itu, setelah kabut air mencapai permukaan bahan bakar, campuran


(3)

dua cairan akan terbentuk. Sementara, campuran air dan bahan bakar akan berkontribusi pada tekanan uap keseluruhan campuran. Artinya, tekanan uap total

P

m



P

0A



P

0B . Dimana P0A mengacu pada tekanan uap jenuh air murni, dan

P

0B mengacu pada tekanan uap jenuh bahan bakar. Cairan mendidih ketika tekanan uap menjadi sama dengan tekanan eksternal (101,325 KPa). Oleh karena itu, campuran dari cairan bercampur dan mendidih pada suhu lebih rendah dari titik didih dari salah satu cairan murni. Tekanan uap gabungan akan mencapai tekanan eksternal sebelum tekanan uap dari salah satu komponen individu dapat mencapainya. Ini berarti bahwa campuran akan mendidih pada suhu yang kura ng dari titik didih dari masing – masing cairan murni.

Dalam pool fire, campuran yang memiliki titik didih yang lebih rendah terbentuk setelah kabut air mencapai permukaan bahan bakar, dan temperatur dari permukaan cairan akan lebih tinggi dari titik didih campuran tersebut, kemudian bahan bakar akan mendidih dan menjadi uap.

2.6.4 Momentum kabut air

Eksperimental mengungkapkan bahwa momentum dari kabut air sangat berpengaruh terhadap efektifitas pamadaman api pool fire. Aliran jet kabut air mencapai mencapai inti bahan bakar kaya uap dan mendorong uap bahan bakar keluar dari polanya. Sangat penting untuk menyadari bahwa momentum kabut air yang dibahas di sini adalah momentum kabut air di daerah inti bahan bakar yang kaya uap. Di sisi lain, jika kecepatan awal kabut air sama, sementara jarak dari nosel ke permukaan bahan bakar pendek, maka momentum kabut air akan meningkat.


(4)

2.6.5 Mekanisme trans port

Sebuah aspek penting dari perilaku kabut air yang tidak terkait dengan mekanisme pemadaman adalah kemampuan tra nsport dan tersebar melalui udara. Untuk tetesan diameter kecil, besar drag aerodinamis relatif besar untuk gravitasi dan inersia. Sebagai contoh, kecepatan terminal tetesan air kira-kira sebanding dengan kuadrat diameter (lihat Gambar 2.10) dan karenanya jauh lebih rendah untuk tetesan kabut (d=100 m) daripada tetesan water mist dengan (d=1000 m). Hal ini memungkinkan kabut untuk tetap di udara untuk jangka waktu yang lama. Selanjutnya pengaruh aliran udara jauh lebih berpengaruh pada tetesan yang kecil. Hal ini memungkinkan arus konveksi membawa tetesan ke arah api dan membuat turbulensi di udara menyebar pada seluruh volume.

Gambar 2.10.


(5)

2.7 Penelitian – penelitian sebelumnya

Beberapa penelitian - penelitian tentang sistem pemadaman kabut air yang

telah dilakukan sebelumnya, antara lain :

1. M. Windanarko Siamullah, dkk. melakukan penelitian pemadaman api tipe premixed flame dengan kabut air yang memiliki ukuran droplet 40,21 µm, 53,33 µm, dan 69,93 µm. Hasil penelitian yang didapatkan adalah semakin kecil ukuran droplet air maka semakin efektif untuk memadamkan api. 2. J.Qin, dkk. (2004) melakukan penelitian pemadaman api pada kebakaran

tumpahan minyak dengan sistem kabut air yang beroperasi pada tekanan kerja 0,2 s/d 0,6 Mpa dalam sebuah cone calorimeter. Hasil yang didapat adalah sistem ini efektif untuk memadamkan api

3. Z. Liu, dkk. (2005) melakukan penelitian pengunaan sistem kabut air dengan discharge pressure 689 KPa dan 414 KPa untuk memadamkan kebakaran pada kebakaran tumpahan minyak berjenis pool fire. Hasil yang didapat adalah sistem kabut air sangat efektif untuk memadamkan kebakaran jenis ini.

4. A. Jones, dkk. (1995), melakukan review beberapa penelitian pemadaman api berbasis kabut air pada kebakaran listrik. Tekanan kerja yang digunakan 2 s/d 100 bar. Hasil yang diperoleh adalah sistem ini cukup efektif dan aman dalam pemadaman kebakaran peralatan listrik.

5. Zhigang Liu,dkk. (2007), melakukan penelitian untuk menguji keefektifan sistem kabut air pada kebakaran pool fire. Discharge pressure yang digunakan adalah 414 s/d 863 kPa dengan diameter droplet di bawah 250


(6)

µm. Hasil yang didapat adalah dengan diameter droplet yang lebih kecil sistem menjadi makin efektif

6. Mawhinney, dkk. (1997), menguji keefektifan sistem kabut air dengan menggunakan nosel tipe twin fluid untuk pemadaman api pool fire dengan diameter droplet dibawah 100 µm dengan hasil yang cukup memuaskan. 7. Li Zheng, dkk (2011), menguji pemadaman kebakara n dengan

menggunakan eksplosive kabut air pada kebakaran hutan. Sistem ini juga ternyata bermanfaat dalam memadamkan kebakaran hutan