EFEK MODEL PEMBELAJARAN INQUIRY TRAINING DAN KEMAMPUAN BERPIKIR LOGIS TERHADAP KETERAMPILAN PROSES SAINS SISWA.

(1)

EFEK MODEL PEMBELAJARAN INQUIRY TRAINING DAN

KEMAMPUAN BERPIKIR LOGIS TERHADAP

KETERAMPILAN PROSES SAINS SISWA

T E S I S

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Magister Pendidikan

Program Studi Pendidikan Fisika

Oleh:

SITI AMINAH

NIM. 8136176039

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN FISIKA

PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS NEGERI MEDAN

MEDAN


(2)

(3)

(4)

(5)

ABSTRAK

SITI AMINAH. Efek Model Pembelajaran Inquiry Training dan Kemampuan Berpikir Logis Terhadap Keterampilan Proses Sains Siswa. Tesis. Medan : Program Pascasarjana Universitas Negeri Medan, 2015.

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis keterampilan proses sains siswa yang diajarkan dengan model pembelajaran inquiry training lebih baik dari siswa yang diajarkan dengan pembelajaran konvensional, menganalisis keterampilan proses sains siswa yang memiliki kemampuan berpikir logis diatas rata-rata lebih baik dari siswa yang memiliki kemampuan berpikir logis dibawah rata-rata dan menganalisis interaksi antara model pembelajaran dan keterampilan berpikir logis siswa dalam mempengaruhi keterampilan proses sains siswa.

Penelitian ini merupakan penelitian quasi eksperimen. Populasi dalam penelitian ini adalah siswa kelas X SMA Negeri 1 Tambangan Kabupaten Mandailing Natal. Pemilihan sampel dalam penelitian ini dilakukan dengan teknik cluster random class. Instrumen yang digunakan terdiri dari : (1) tes keterampilan proses sains (2) tes kemampuan berpikir logis siswa. Adapun tes yang digunakan untuk memperoleh data adalah dalam bentuk uraian . Data dalam penelitian ini dianalisis dengan menggunakan analisi ANAVA dua jalur.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa keterampilan proses sains siswa yang diajarkan dengan model pembelajaran inquiry training lebih baik dari siswa yang diajarkan dengan pembelajaran konvensional, keterampilan proses sains siswa yang memiliki kemampuan berpikir logis diatas rata-rata lebih baik dari siswa yang memiliki kemampuan berpikir logis dibawah rata-rata dan terdapat interaksi antara model pembelajaran dan keterampilan berpikir logis siswa dalam mempengaruhi keterampilan proses sains siswa


(6)

ABSTRACT

SITI AMINAH. The Effect of Inquiry Training Learning Model and The Logical Thinking Ability on Science Process Skill of Students. A Thesis. Medan : Postgraduate School State University of Medan, 2015.

The purpose of this research was to analyze science process skill of students taught by training inquiry learning model better than taught by conventional learning, science process skill of students who have the logical thinking ability above the average better than students who have the logical thinking ability below the average and analyze interaction between learning model and the logical thinking ability of students in influencing the science process skill of students. The research type was quasi experiment. The population was students Class X SMA Negeri 1 Tambangan Kabupaten Mandailing Natal. The cluster random class technique was used in choosing the research sample. The instruments were consists of: (1) the test of science process skill (2) the test of logical thinking ability of students. The used test to obtain the data was essay test. The data in this research was analyzed by using the two ways ANAVA analysis.

The research result showed that science process skill of students taught by training inquiry learning model was better than students taught by conventional learning, Science Process Skill of students who have the logical thinking ability above the average was better than students who have the logical thinking ability below the average, and there was interaction between learning model and logical thinking ability of students in influencing the science process skill of students.


(7)

KATA PENGANTAR

Pertama sekali penulis mengucapkan puji dan Syukur Alhamdulillah ke hadirat Allah Subhanawata’ala Tuhan yang Maha Esa atas Rahmat, Hidayah dan Inayah-Nya sehingga tesis yang berjudul Efek Model Pembelajaran Inquiry

Training Dan Kemampuan Berpikir Logis Terhadap Keterampilan Proses

Sains Siswadapat diselesaikan dengan segala keterbatasannya. Selanjutnya salawat dan salam disampaikan ke hadirat Nabi Muhammad SAW, sebagai Rasul pilihan dengan harapan semoga kita mendapat syafaat-Nya di hari kemudian.

Sudah barang tentu, penulis tesis ini tidak akan terwujud disebabkan berbagai kelemahan yang penulis miliki, oleh sebab itu pada kesempatan ini penulis tidak lupa mengucapkan terima kasih atas bimbingan dan bantuan dari berbagai pihak, terutama kepada Prof. Dr. Nurdin Bukit, M.Si sebagai pembimbing I, Ibu Dr. Derlina, M.Si sebagai Pembimbing II, Bapak Prof. Dr. Sahyar, M.S, M.M sebagai ketua Program Studi Pendidikan Fisika Program Pascasarjana Universitas Negeri Medan (UNIMED), sekaligus sebagai narasumber dan penguji, Prof. Dr. Mara Bangun Harahap, MS sebagai narasumber dan penguji, Bapak Dr. Karya Sinulingga, M.Si sebagai narasumber dan penguji, Bapak Prof Dr. H. Abdul Muin Sibuea, M.Pd sebagai Direktur Program Pascasarjana Unimed, Bapak Prof. Dr. Syawal Gultom, M. Si sebagai Rektor Universitas Negeri Medan.

Penulis juga mengucapkan terimakasih kepada Bapak Zainal Abidin, S.Pd sebagai guru mata pelajaran Fisika SMA Negeri 1 Tambangan, Bapak Ahmad Yani, S.Pd sebagai PKS Kurikulum SMA Negeri 1 Tambangan yang telah mengizinkan penulis melakukan penelitian di SMA Negeri 1 Tambangan, dan Seluruh Civitas Akademika Program Studi Pendidikan Fisika Pascasarjana UNIMED yang telah banyak memberikan dorongan sehingga siapnya penelitian ini.

Akhirnya terimakasih dan tesis ini saya persembahkan kepada suami saya tercinta Pargugunan Lubis, S.Pd, anak- anak saya tercinta Rojulan Ilham Habibi Lubis, Rizki Jumat Ramadhan Lubis, dan Safri Anugrah Lubis, yang tulus


(8)

memberi motivasi dan selalu mendoakan penulis selama ini, dan juga kepada seluruh teman teman di kelas Dik Fisika Kelas B-1 2013 (Aplia, Albina, Alex, Dewi Purnama Sari, Erna Pardede, Erni Sitinjak, Fitri Mawaddah, Irsan Brutu, Bapak Israel, Meri Pandia, Merliana Sinaga, Nesty P Nababan, Noveriyanti, Ricca Fitria, Rumentauli, Ruth Purnama Sari, Sri Mila, Sudirman, Yunisa) dan juga Dik Fis Reguler 2013 (Helena, Lia, Rouli, Hifni, Dini, Agus, Berkat, Febriani Hastini, Rameyanti) dan minta maaf kepada mereka yang mungkin selama pendidikan hak-hak mereka sering terabaikan dan terlupakan.

Medan Juli 2015 Penulis,

SITI AMINAH


(9)

DAFTAR ISI

ABSTRAK ... i

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR TABEL ... vii

DAFTAR GAMBAR ... viii

DAFTAR LAMPIRAN ... ix

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Identifikasi Masalah ... 6

1.3. Batasan Masalah... 7

1.4. Rumusan Masalah ... 7

1.5. Tujuan Penelitian ... 8

1.6. Manfaat Penelitian ... 8

1.7. Defenisi Operasional ... 9

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 11

2.1. Kerangka Teoritis ... 11

2.1.1. Pengertian Belajar ... 11

2.1.2. Model Pembelajaran... 12

2.1.3. Model Pembelajaran Inquiry Training ... 14

2.1.4. Pembelajaran Konvensional ... 27

2.1.5. Kemampuan Berpikir Logis ... 29

2.1.6. Keterampilan Proses Sains ... 36

2.1.7. Penelitian Yang Relevan ... 40

2.2. Kerangka Konseptual ... 42

2.2.1. Keterampilan Proses Siswa dengan Model Pembelajaran Inquiry Training lebih baik dari Pembelajaran Konvensional ... 42

2.2.2. Keterampilan Proses Sains Siswa Yang Memiliki Kemampuan Berpikir Logis di atas Rata-rata Lebih Baik dari Siswa yang Memiliki Kemampuan Berpikir Logis dibawah rata-rata ... 44

2.2.3. Terjadi Interaksi Antara Model Pembelajaran Inquiry Training dengan Kemampuan berpikir Logis terhadap Keterampilan Proses Sains Siswa ... 46

2.3. Hipotesis Penelitian ... 48

BAB III METODE PENELITIAN ... 49

3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 49

3.2. Populasi dan Sampel Penelitian ... 49

3.3. Variabel Penelitian ... 49

3.4. Jenis dan Desain Penelituian ... 49


(10)

3.6 Teknik Pengumpulan Data ... 53

3.6.1. Tes Kemampuan Berpikir Logis ... 54

3.6.2. Tes Keterampilan Proses Sains ... 55

3.7. Analisis Butir Soal ... 56

3.7.1. Validitas Isi ... 56

3.7.2. Validasi Butir Soal ... 56

3.7.3. Reliabilitas Tes ... 58

3.7.4. Indeks Kesukaran ... 59

3.7.5. Daya Pembeda ... 60

3.8. Teknik Analisis Data ... 61

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 68

4.1. Hasil Penelitian ... 68

4.1.1. Deskripsi Data Pretes Keterampilan Proses Sains, Data Kemampuan Berpikir Logis dan Data Postes ... 68

4.1.1.1 Analisis Data Tes Awal (Pretes) ... 68

4.1.1.2 Analisis Nilai Kemampuan Berpikir Logis Siswa ... 71

4.1.1.3 Analisis Data Tes Akhir (Postes) ... 72

4.1.2. Pengujian Persyaratan Analisis ... 73

4.1.2.1 Uji Normalitas Data ... 73

4.1.2.2 Homogenitas Data ... 74

4.1.3. Pengujian Hipotesis Penelitian ... 74

4.2. Pembahasan ... 85

4.2.1. Keterampilan Proses Sains dengan Model Pembelajaran Inqury Training Lebih Baik dari Pembelajaran Konvensional ... 85

4.2.2. Keterampilan Proses Sains Siswa yang Memiliki Kemampuan Berpikir Logis Diatas Rata-Rata Lebih Baik dari Siswa Yang Memiliki Kemampuan Berpikir Logis Dibawah Rata-rata ... 87

4.2.3. Interaksi Antara Model Pembelajaran Inqury Training dan Konvensional dengan Kemampuan Berpikir Logis Siswa Untuk Meningkatkan Keterampilan Proses Sains Siswa .. 88

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 90

5.1. Kesimpulan ... 90

5.2. Saran ... 90


(11)

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Fase-Fase Model Pembelajaran Inquiry Training 19 Tabel 2.2 Indikator dan Sub Indikator Keterampilan Proses Sains 38 Tabel 2.3. Penelitian Tentang Model Pembelajaran Inquiry Training 40 Tabel 3.1. Rancangan Desain Penelitian 50 Tabel 3.2. Desain Penelitian ANAVA 50 Tabel 3.3. Kisi – Kisi Tes Kemampuan Berpikir Logis 54 Tabel 3.4. Kisi – Kisi Keterampilan Proses Sains 55 Tabel 3.5. Kesimpulan Pengujian Validitas Ramalan Instrumen Penelitian 58 Tabel 3.6. Derajat Reliabilitas 59 Tabel 3.7. Kriteria Interpretasi Indeks Kesukaran 60 Tabel 3.8. Kriteria Interpretasi Daya Pembeda 61 Tabel 3.9. Analisis Varians ( Anava) Dua Jalur 66 Tabel 4.1. Ringkasan Data Pretes Kelompok Sampel 68 Tabel 4.2. Normalitas Distribusi Tes Awal (Pretes) Keterampilan Proses

Sains Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol 69 Tabel 4.3. Homogenitas Dua Varians Tes Awal (Pretes) Keterampilan

Proses Sains Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol 69 Tabel 4.4 Uji-t Tes Awal (Pretes) Kelas Eksperimen dan Kontrol 71 Tabel 4.5 Hasil Tes Kemampuan Berpikir Logis Siswa 72 Tabel 4.6 Nilai Maksimum, Nilai Minimum, Rerata dan Simpangan

Baku Tes Akhir (Postes) Keterampilan Proses Sains 73 Tabel 4.7 Ringkasan Hasil Pengujian Normalitas Data Postes 74 Tabel 4.8 Hasil Pengujian Homogenitas 74 Tabel 4.9 Rangkuman Hasil Data Penelitian 75

Tabel 4.10 Hasil Uji Anava 75


(12)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Dampak Model Pembelajaran Inquiry Training ………. 22 Gambar 2.2 Konstruksi Pengetahuan menurut Konstruktivisme ………... 25 Gambar 3.1 Diagram Alur Prosedur Penelitian ………. 53 Gambar 4.1 Hubungan Nilai Keterampilan Proses Sains Terhadap

Model Pembelajaran ……….. 78

Gambar 4.2 Hubungan Nilai Keterampilan Proses Sains Siswa Terhadap Model Pembelajaran Berdasarkan Tingkat Kemampuan

Berpikir Logis ……… 79

Gambar 4.3 Interaksi antara Model Pembelajaran dan Tingkat Kemampuan Berpikir Logis Siswa Terhadap Hasil


(13)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran 1……… 95

Lampiran 2 Bahan Ajar Pertemuan 1……….………... 102

Lampiran 3 Lembar Kerja Siswa Pertemuan 1 ………. 110

Lampiran 4 Evaluasi Pertemuan 1 ………..….. 115

Lampiran 5 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran 2……… 116

Lampiran 6 Bahan Ajar Pertemuan 2……….………... 123

Lampiran 7 Lembar Kerja Siswa Pertemuan 2 ………. 127

Lampiran 8 Evaluasi Pertemuan 2 ………..….. 130

Lampiran 9 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran 3 …..……… 131

Lampiran 10 Bahan Ajar Pertemuan 4……….………... 137

Lampiran 11 Lembar Kerja Siswa Pertemuan 5 ………. 140

Lampiran 12 Evaluasi Pertemuan 6 ………..….. 142

Lampiran 13 Tes Kemampuan Berpikir Logis ……….……….. 137

Lampiran 14 Tes Uji Kemampuan Belajar Yang Mencakup Keterampilan Proses Sains ……….. 147

Lampiran 15 Lembar Validasi Tes Keterampilan Proses Sains ………... 157

Lampiran 16 Hasil Uji Validitas Instrumen ……….. 160

Lampiran 17 Uji Reliabilitas Instrumen ……… …………... 162


(14)

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Mata pelajaran fisika pada umumnya dikenal sebagai mata pelajaran yang “ditakuti” dan tidak disukai siswa. Kecenderungan ini biasanya berawal dari pengalaman belajar mereka, dimana mereka menemukan kenyataan bahwa pelajaran fisika adalah pelajaran „berat‟ dan serius yang tidak jauh dari persoalan konsep, pemahaman konsep, penyelesaian soal-soal yang rumit melalui pendekatan matematis ( Purwanto, 2012: 133).

Permasalahan yang sering dihadapi dalam pembelajaran fisika adalah lemahnya proses pembelajaran di kelas. Siswa lebih banyak dituntut dalam menghafal rumus-rumus fisika dan menyelesaikan soal-soal fisika. Lemahnya proses pembelajaran ini mengakibatkan siswa menjadi pasif dan mengalami kesulitan dalam mengembangkan kemampuan berpikirnya.

Kemampuan pemahaman konsep juga merupakan syarat mutlak dalam mencapai keberhasilan belajar fisika. Hal ini menunjukkan bahwa pelajaran fisika bukanlah pelajaran hafalan tetapi lebih menuntut pemahaman konsep bahkan aplikasi konsep tersebut. Kemampuan berpikir logis memerankan peranan penting dalam pemahaman dan pembelajaran konsep abstrak dalam sains dan untuk memperoleh hasil belajar yang lebih baik. Penelitian yang telah dilakukan menunjukkan bahwa ada hubungan antara kemampuan berpikir formal dengan hasil belajar siswa dalam biologi, kimia, dan fisika.


(15)

2

yang berupa fakta-fakta, konsep-konsep, atau prinsip-prinsip saja tetapi juga merupakan suatu proses penemuan. Fisika adalah salah satu mata pelajaran dalam rumpun sains yang dapat mengembangkan kemampuan berpikir analitis induktif dan deduktif dalam menyeslesaiakan masalah yang berkaitan dengan peristiwa alam sekitar, baik secara kualitatif maupun kuantitatif dengan menggunakan matematika, serta dapat mengembangkan pengetahuan, keterampilan dan sikap percaya diri. Kenyataan yang dijumpai di lapangan adalah proses pembelajaran masih berpusat pada guru. Inilah yang kemudian menghambat keterampilan proses sains siswa. Siswa tidak difasilitasi dalam mengembangkan keterampilannya dalam proses sains. Padahal tujuan pembelajaran Fisika sangat menekankan keterampilan proses sains. Keterampilan proses sains sangatlah diperlukan oleh siswa untuk menyelesaikan permasalahan fisika kontekstual (Sani, 2012 : 25).

Rendahnya keterampilan proses sains siswa mengakibatkan rendahnya hasil belajar fisika siswa. Berdasarkan angket studi pendahuluan di SMA Negeri 1 Tambangan terhadap kelas X didapatkan 13,33 % siswa memperoleh nilai diantara 0 sampai 20, sebanyak 20,00 % siswa memperoleh nilai diantara 21 sampai 40, sebanyak 26,67 % siswa memperoleh nilai diantara 41 sampai 60 dan sebanyak 26,67 % siswa memperoleh nilai diantara 61 sampai 80 serta 13,33 % yang memperoleh nilai 81 sampai 90 dan 0 % yang memperoleh nilai 91 sampai 100. Jika hasil ini dibandingkan dengan batas Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM ) di SMA Negeri I Tambangan yang bernilai 70, maka siswa yang dinyatakan tepat berada dan diatas dari KKM hanyalah 40 % dari jumlah siswa dan sebanyak 60 % dibawah KKM.


(16)

3

Berdasarkan studi pendahuluan juga, ternyata rendahnya hasil belajar siswa disebabkan tidak tertariknya siswa pada pembelajaran fisika. Hasil angket yang diberikan pada siswa ternyata hanya 6,7 % siswa yang menyatakan mata pelajaran fisika sebagai mata pelajaran kegemarannya. Mata pelajaran kegemaran siswa tersebut yang menonjol antara lain adalah Pendidikan Seni dan Penjas, masing-masing 16,67%. Menyusul mata pelajaran Bahasa Indonesia, Bahasa Inggris dan Biologi yang masing- masing dengan persentase 13,33% dan untuk mata pelajaran Kimia dan Matematika sebanyak 10%.

Salah satu penyebab kurang tertariknya siswa pada pelajaran fisika adalah pembelajaran yang dilakukan oleh guru. Model pembelajaran yang cenderung digunakan adalah pembelajaran konvensional yang dilakukan dengan metode ceramah yang diselingi dengan metode tanya jawab. Guru hanya menyajikan materi kemudian dijelaskan kepada siswa tanpa ada pembuktian secara praktek. Artinya antara teori dengan praktek belum terintegrasi. Siswa cenderung bersikap passif, hanya lebih banyak sebagai pendengar, keaktifan siswa hanya terlihat dalam mengerjakan soal-soal fisika saja. Hal ini membuat siswa kurang termotivasi dan pembelajaran fisika kurang bermakna. Inilah yang membawa efek negatif terhadap hasil belajar fisika siswa yang masih kurang memuaskan.

Suatu pembelajaran pada umumnya akan lebih efektif apabila diselenggarakan oleh pembelajaran pemrosesan informasi. Hal ini dikarenakan model-model pemrosesan informasi menekan pada bagaimana seseorang berpikir dan bagaimana dampaknya terhadap cara-cara mengolah informasi. Salah satu


(17)

4

aktif belajar menemukan penyelesaian masalah. Inquiry training memberi kesempatan kepada peserta didik untuk mengembangkan keingintahuannya dan melakukan eksplorasi menyelidiki suatu fenomena.

Vaishnav ( 2013 : 216 ) dalam penelitiannya menyimpulkan bahwa model pembelajaran inquiry training secara signifikan efektif dalam peningkatan hasil belajar kognitif dan afektif serta mengkontribusi sikap peserta didik dibandingkan pendekatan tradisional.

Tujuan belajar menggunakan model pembelajaran inquiry training adalah mengembangkan kemampuan peserta didik dalam berpikir logis dan keterampilan intelektual dalam mencari jawaban untuk suatu permasalahan (Sani, 2013: 116). Belajar dengan melakukan penyelidikan adalah sebagai suatu proses umum yang dilakukan manusia untuk mencari atau memahami informasi. Model pembelajaran inquiry training merupakan suatu rangkaian kegiatan belajar yang melibatkan secara maksimal seluruh kemampuan siswa untuk mencari dan menyelidiki secara sistematis, kritis, logis, analitis, sehingga mereka dapat merumuskan sendiri penemuannya dengan penuh percaya diri.

Ciri-ciri pembelajaran inquiry adalah 1) keterlibatan siswa secara maksimal dalam proses kegiatan belajar, 2) mengembangkan sikap percaya diri pada siswa tentang apa yang ditemukan pada proses pembelajaran, dan 3) mengembangkan kemampuan intelektual sebagai bagian dari proses mental (Hosnan, 2014: 341). Siswa tidak hanya dituntut untuk menguasai materi pelajaran saja, akan tetapi siswa dapat menggunakan potensi yang dimilikinya. Siswa yang hanya menguasai pelajaran belum tentu dapat mengembangkan kemampuan berpikir secara optimal, akan tetapi siswa akan dapat


(18)

5

mengembangkan kemampuan berpikirnya manakala ia menguasai materi pelajaran.

Fakta menunjukkan bahwa pembelajaran di SMA Negeri I Tambangan memperlihatkan hasil belajar siswa rata-rata belum mencapai standar ketuntasan belajar sekolah. Siswa belum mengembangkan kemampuan berpikir logis saat kegiatan pembelajaran berlangsung. Hal ini terlihat ketika siswa diberi permasalahan fisika berupa soal-soal latihan siswa hanya terpaku pada satu persamaan yang ada.

Selain faktor pembelajaran yang terfokus kepada metode, media, strategi dan model pembelajaran yang digunakan, faktor lain yang mempengaruhi hasil belajar fisika siswa itu sendiri berkaitan dengan kemampuan penalaran atau kemampuan berpikir logis. Kemampuan berpikir logis merupakan salah satu kemampuan penalaran yang sangat penting dalam pemecahan soal-soal fisika.

Berpikir logis adalah suatu proses menalar tentang suatu objek dengan cara menghubungkan serangkaian pendapat untuk sampai pada sebuah kesimpulan menurut aturan-aturan logika (Rukiyati, 2014: 128). Hal ini menunjukkan bahwa kemampuan berpikir logis yang memuat kemampuan berpikir deduktif maupun kemampuan berpikir induktif merupakan salah satu penyebab rendahnya hasil belajar siswa dalam menyelesaikan permasalahan fisika. Oleh karena itu kemampuan berpikir logis akan sangat bermanfaat bagi siswa dalam menyelesaikan setiap permasalahan yang dihadapinya baik masalah-masalah akademis maupun masalah-masalah dalam kehidupan sehari-hari.


(19)

6

berpikir logis siswa. Berkaitan dengan uraian fenomena tentang rendahnya hasil belajar fisika siswa maka diketahui bahwa karakteristik siswa yaitu kemampuan berpikir logis memiliki pengaruh dalam hasil belajar siswa sehingga karakteristik tersebut perlu mendapat perhatian dalam menentukan dan menerapkan suatu model pembelajaran.

Berdasarkan latar belakang diatas, maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang: “Efek Model Pembelajaran Inquiry Training dan

Kemampuan Berpikir Logis terhadap Keterampilan Proses Sains Siswa “.

1.2. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas, maka dapat diidentifikasi masalah yang relevan dengan penelitian ini sebagai berikut:

1. Keterampilan proses sains cukup rendah, hal ini ditandai dengan rendahnya hasil belajar fisika siswa.

2. Siswa kurang tertarik pada pelajaran fisika.

3. Model pembelajaran yang digunakan oleh guru lebih banyak yang menggunakan pembelajaran konvensional.

4. Belum maksimalnya pembelajaran dengan eksperimen.

5. Kurangnya fasilitas sekolah yang mendukung pembelajaran seperti alat laboratorium.

6. Penggunaan model pembelajaran fisika yang digunakan belum dapat mengembangkan kemampuan berpikir logis siswa.


(20)

7

1.3. Batasan Masalah

Memperjelas ruang lingkup masalah yang akan diteliti, maka perlu dijelaskan batasan masalah dalam penelitian ini, yaitu :

1. Model pembelajaran yang digunakan adalah model pembelajaran inquiry training dan pembelajaran konvensional.

2. Variabel moderator dalam penelitian ini adalah kemampuan berpikir logis siswa.

3. Hasil yang diamati adalah keterampilan proses sains sebagai variabel terikat yang terlihat dari hasil belajar siswa.

1.4. Rumusan Masalah

Berdasarkan batasan masalah diatas, maka yang menjadi rumusan masalah dalam penelitian ini adalah:

1. Apakah keterampilan proses sains siswa yang diajarkan dengan model pembelajaran inquiry training lebih baik dari siswa yang diajarkan dengan pembelajaran konvensional?

2. Apakah keterampilan proses sains siswa yang memiliki kemampuan berpikir logis diatas rata- rata lebih baik dari siswa yang memiliki kemampuan berpikir logis dibawah rata - rata?

3. Apakah ada interaksi antara model pembelajaran dengan kemampuan berpikir logis siswa dalam meningkatkan keterampilan proses sains siswa?


(21)

8

1.5. Tujuan Penelitian

Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan adapun tujuan dari penelitian ini adalah :

1. Untuk menganalisa keterampilan proses sains siswa yang diajarkan dengan model pembelajaran inquiry training lebih baik dari siswa yang diajarkan dengan pembelajaran konvensional.

2. Untuk menganalisa keterampilan proses sains siswa yang memiliki kemampuan berpikir logis diatas rata – rata lebih baik dari siswa yang memiliki kemampuan berpikir logis di bawah rata - rata.

3. Untuk menganalisa interaksi antara model pembelajaran dengan kemampuan berpikir logis siswa dalam meningkatkan keterampilan proses sains siswa.

1.6. Manfaat Penelitian

Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah : 1. Manfaat Teoritis

Bagi pendidikan bermanfaat untuk memberikan inspirasi dalam mengembangkan model- model pembelajaran kreatif dan inovatif untuk meningkatkan keterampilan proses saina siswa.

2. Manfaat Praktis

a. Untuk guru, sebagai informasi untuk menerapkan model pembelajaran inquiry training.

b. Untuk siswa, meningkatkan minat belajar siswa pada pelajaran fisika sekaligus dapat mengembangkan kemampuan berpikir logis siswa yang pada akhirnya meningkatkan keterampilan proses sains siswa.


(22)

9

c. Untuk sekolah, sebagai informasi untuk menerapkan model pembelajaran yang lebih kreatif dan inovatif.

1.7. Defenisi Operasional

Defenisi operasional yang digunakan pada penelitian ini adalah : 1. Model Pembelajaran Inquiry Training

Model pembelajaran Inquiry Training merupakan model pembelajaran yang melibatkan peserta didik aktif belajar menemukan penyelesaian masalah. Inquiry training memberi kesempatan kepada peserta didik untuk mengembangkan keingintahuannya dan melakukan eksplorasi menyelidki suatu fenomena. Fase-fase pada model pembelajaran inquiry training adalah: 1) penyajian masalah pada siswa; 2) pengumpulan data untuk verifikasi; 3) pengumpulan data dalam eksperimen; 4) Organisasi, perumusan dan penjelasan; 5 ) menganalisis proses inquiry.

2. Kemampuan berpikir logis

Kemampuan berpikir logis pada penelitian ini adalah kemampuan untuk menemukan suatu kebenaran berdasarkan aturan, pola atau logika tertentu sehingga diperoleh kebenaran secara rasional. Kemampuan berfikir logis yang terdiri dari kemampuan berfikir logis tinggi dan kemampuan berfikir logis rendah dilihat dari tiga aspek yaitu kemampuan berasimilasi, kemampuan berakomodasi dan kemampuan ekuilibrium.

3. Keterampilan Proses Sains


(23)

10

ilmuwan berhasil menemukan sesuatu yang baru. Indikator Keterampilan Proses Sains meliputi : (1) melakukan pengamatan (observasi), (2) inferensi, (3) mengajukan pertanyaan, (4) menafsirkan hasil pengamatan (Interpretasi), (5) mengelompokkan (klasifikasi), (6) meramalkan (prediksi), (7) berkomunikasi, (8) membuat hipotesis, (9) merencanakan percobaan atau penyelidikan, (10) menerapkan konsep atau prinsip dan (11) keterampilan menyimpulkan


(24)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

1. Keterampilan proses sains siswa yang diajarkan dengan model pembelajaran Inquiry Training lebih baik dari siswa yang diajarkan dengan pembelajaran konvensional. Nilai rata-rata postes untuk kelas kontrol sebesar 62,28 dan nilai rata-rata untuk kelas eksperimen sebesar 74,56.

2. Keterampilan proses sains siswa yang memiliki kemampuan berpikir logis diatas rata-rata lebih baik dari siswa yang memiliki kemampuan berpikir logis dibawah rata-rata. Rata-rata keterampilan proses sains kelompok siswa pada tingkat kemampuan berpikir logis diatas rata- rata sebesar 72,08 sedangkan rata-rata keterampilan proses sains kelompok siswa pada tingkat kemampuan berpikir logis dibawah rata-rata sebesar 64,76.

3. Terdapat interaksi antara model pembelajaran dan kemampuan berpikir logis dalam mempengaruhi keterampilan proses sains siswa. Model pembelajaran Inquiry Training lebih baik diterapkan pada siswa yang memiliki kemampuan berpikir logis diatas rata-rata.

5.2. Saran


(25)

91

penggunaan model inquiry training ini merupakan suatu alternatif untuk meningkatkan keterampilan proses sains siswa.

2. Berdasarkan temuan pada peneliti, penggunaan model pembelajaran inquiry training ini hendaknya menggunakan perlengkapan laboratorium yang memadai.

3. Untuk peneliti selanjutnya apabila ingin menggunakan model pembelajaran inquiry training sebaiknya pada siswa yang memiliki kemampuan berpikir logis diatas rata-rata.


(26)

DAFTAR PUSTAKA

Abdi, A. 2014. The Effect of Inquiry-based Learning Method on Students Academic Achievement in Science Course. Universal Journal of Educational Research 2(1): 37- 41

Anderson, Lorin W, David, R Krathwhol. 2010. Kerangka Landasan Untuk Pembelajaran, Pengajaran dan Assesmen, Yogyakarta : Pustaka Belajar. Arikunto, S. 2009. Prosedur Penelitian suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: Rineka

Cipta.

Azizah, A. 2012. Inquiry Training Untuk Meningkatkan Keterampilan Meneliti Mahasiswa. Unnes Science Education Journal 1 (1) : 1 – 11

Dimyati dan Mudjiono. 2013. Strategi Pembelajaran. Jakarta : Rineka Cipta. Fitriyani, A.2014. Soal – Soal Tersulit dalam TPA. Tangerang : Lembar Pustaka

Indonesia.

Gunarto, D. 2014. Panduan Resmi Tes TPA OTO Bappenas. Jakarta : Bintang Wahyu.

Gusnita, R, P, Syahrul dan Erizal, G. 2012. Hubungan Kemampuan Berpikir Logis dengan Kemampuan Menulis Karangan Argumentasi Siswa SMA Negeri 1 Rao Pasaman. Jurnal Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 1(1) : 1-10

Hewit. 2004. Conceptual Physics, Newtork : Pearson Addison Wesley.

Hosnan. 2014. Pendekatan Saintifik dan Kontekstual Dalam Pembelajaran Abad 21. Bogor : Ghalia Indonesia.

Joyce, B. Weil, M dan Calhoun E. 2009. Models of Teaching Model- Model Pengajaran. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Karyono, Palupi dan Suharyanto. 2009. Fisika Untuk SMA / MA Kelas X. Jakarta : Departemen Pendidikan Nasional.

Matthew dan Kenneath. 2013. A Study on The Efefects Of Guided Inquiry TeachingMethod on Students Achievement In Logic. International Researchers, 2 (1) : 1-15


(27)

93

Purwanto, A. 2012. Kemampuan berpikir logis siswa SMA Negeri 8 kota Bengkulu dengan menerapkan model inkuiri terbimbing dalam pembelajaran fisika. Jurnal Exacta 1(1) : 1-8

Ranjabar. 2014. Dasar – Dasar Logika. Bandung : Alfabeta.

Rukiyati, Andriani, L dan Rohman, A. 2014. Epistemologi dan Logika. Yogyakarta: Aswaja.

Sani, R, A. 2013. Inovasi Pembelajaran. Jakarta : Bumi Aksara.

( 2012 ). Pengembangan Laboratorium Fisika. Medan : Unimed Press.

Sanjaya, W. 2014. Strategi Pembelajaran. Jakarta : Rineka Cipta.

Saripuddin, A. 2006. Advance Learning Physics 1 B. Bandung : Grafindo.

Slameto. 2010. Belajar dan Faktor- Faktor Yang Mempengaruhinya. Jakarta : Rineka Cipta.

Suliyanah. 2004. Suhu dan Kalor. Jakarta : Direktorat Pendidikan Dasar dan Menengah Depdiknas.

Sudjana, 2005. Metode Statistika, Bandung : Tarsito.

Sunardi. 2013. Fisika Untuk SMA/ MA Kelas X. Bandung : Yrama Widya. Supiyanto. 2007. Fisika Kelas X. Jakarta : Erlangga.

Tati Setiawati, Juwaedah, A dan Karpin. 2012. Penerapan model pembelajaran inquiry training untuk meningkatkan hasil belajar mata kuliah praktek industri pada program studi tata boga. Jurnal Penelitian Pendidikan , 13(1) : 1-10

Trisno, Yusuf, K dan Marungkil P. 2012. Pengaruh Model Pembelajaran Inquiry Training Terhadap Hasil Belajar Pada Pokok Bahasan Kalor Siswa SMP N 9 Palu. Jurnal Pendidikan Fisika Tadulako, 2 (1) : 14 - 20

Trna, J. 2012. Implementation of inquiry based science education in science teacher training. Journal of educational and instructional studies in the world .

Uno. 2012. Orientasi Baru Dalam Psikologi Pembelajaran. Jakarta : Bumi aksara. Usdiyana, D. Meningkatkan Kemampuan Berpikir Logis Siswa SMP melalui Pembelajaran Matematika Realistik. Jurnal Pengajaran MIPA, 13 (1) : 1-8


(28)

94

Vaishnav, R, S. 2013. Effectiveness of Inquiry Training Model for Teaching Science. Scholary Research Journal For Interdisiplinary Studies, 1(1) : 1-16

Wayan, K. 2012. Statistika. Universitas Pendidikan Ganesha : Singaraja. Winkel, 2004. Psikologi Pengajaran. Yogyakarta : Media Abadi.


(1)

10

ilmuwan berhasil menemukan sesuatu yang baru. Indikator Keterampilan Proses Sains meliputi : (1) melakukan pengamatan (observasi), (2) inferensi, (3) mengajukan pertanyaan, (4) menafsirkan hasil pengamatan (Interpretasi), (5) mengelompokkan (klasifikasi), (6) meramalkan (prediksi), (7) berkomunikasi, (8) membuat hipotesis, (9) merencanakan percobaan atau penyelidikan, (10) menerapkan konsep atau prinsip dan (11) keterampilan menyimpulkan


(2)

90 BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

1. Keterampilan proses sains siswa yang diajarkan dengan model pembelajaran Inquiry Training lebih baik dari siswa yang diajarkan dengan pembelajaran konvensional. Nilai rata-rata postes untuk kelas kontrol sebesar 62,28 dan nilai rata-rata untuk kelas eksperimen sebesar 74,56.

2. Keterampilan proses sains siswa yang memiliki kemampuan berpikir logis diatas rata-rata lebih baik dari siswa yang memiliki kemampuan berpikir logis dibawah rata-rata. Rata-rata keterampilan proses sains kelompok siswa pada tingkat kemampuan berpikir logis diatas rata- rata sebesar 72,08 sedangkan rata-rata keterampilan proses sains kelompok siswa pada tingkat kemampuan berpikir logis dibawah rata-rata sebesar 64,76.

3. Terdapat interaksi antara model pembelajaran dan kemampuan berpikir logis dalam mempengaruhi keterampilan proses sains siswa. Model pembelajaran Inquiry Training lebih baik diterapkan pada siswa yang memiliki kemampuan berpikir logis diatas rata-rata.

5.2. Saran

1. Model pembelajaran inquiry training menghasilkan efek terhadap keterampilan proses sains siswa, sehingga dapat dinyatakan bahwa


(3)

91

penggunaan model inquiry training ini merupakan suatu alternatif untuk meningkatkan keterampilan proses sains siswa.

2. Berdasarkan temuan pada peneliti, penggunaan model pembelajaran inquiry training ini hendaknya menggunakan perlengkapan laboratorium yang memadai.

3. Untuk peneliti selanjutnya apabila ingin menggunakan model pembelajaran inquiry training sebaiknya pada siswa yang memiliki kemampuan berpikir


(4)

92

Abdi, A. 2014. The Effect of Inquiry-based Learning Method on Students Academic Achievement in Science Course. Universal Journal of Educational Research 2(1): 37- 41

Anderson, Lorin W, David, R Krathwhol. 2010. Kerangka Landasan Untuk Pembelajaran, Pengajaran dan Assesmen, Yogyakarta : Pustaka Belajar. Arikunto, S. 2009. Prosedur Penelitian suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: Rineka

Cipta.

Azizah, A. 2012. Inquiry Training Untuk Meningkatkan Keterampilan Meneliti Mahasiswa. Unnes Science Education Journal 1 (1) : 1 – 11

Dimyati dan Mudjiono. 2013. Strategi Pembelajaran. Jakarta : Rineka Cipta. Fitriyani, A.2014. Soal – Soal Tersulit dalam TPA. Tangerang : Lembar Pustaka

Indonesia.

Gunarto, D. 2014. Panduan Resmi Tes TPA OTO Bappenas. Jakarta : Bintang Wahyu.

Gusnita, R, P, Syahrul dan Erizal, G. 2012. Hubungan Kemampuan Berpikir Logis dengan Kemampuan Menulis Karangan Argumentasi Siswa SMA Negeri 1 Rao Pasaman. Jurnal Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 1(1) : 1-10

Hewit. 2004. Conceptual Physics, Newtork : Pearson Addison Wesley.

Hosnan. 2014. Pendekatan Saintifik dan Kontekstual Dalam Pembelajaran Abad 21. Bogor : Ghalia Indonesia.

Joyce, B. Weil, M dan Calhoun E. 2009. Models of Teaching Model- Model Pengajaran. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Karyono, Palupi dan Suharyanto. 2009. Fisika Untuk SMA / MA Kelas X. Jakarta : Departemen Pendidikan Nasional.

Matthew dan Kenneath. 2013. A Study on The Efefects Of Guided Inquiry TeachingMethod on Students Achievement In Logic. International Researchers, 2 (1) : 1-15

Mulyasa, E. 2005. Menjadi Guru Profesional Menciptakan Pembelajaran Kreatif Menyenangkan, Bandung : P.T. Remaja Rosdakarya.


(5)

93

Purwanto, A. 2012. Kemampuan berpikir logis siswa SMA Negeri 8 kota Bengkulu dengan menerapkan model inkuiri terbimbing dalam pembelajaran fisika. Jurnal Exacta 1(1) : 1-8

Ranjabar. 2014. Dasar – Dasar Logika. Bandung : Alfabeta.

Rukiyati, Andriani, L dan Rohman, A. 2014. Epistemologi dan Logika. Yogyakarta: Aswaja.

Sani, R, A. 2013. Inovasi Pembelajaran. Jakarta : Bumi Aksara.

( 2012 ). Pengembangan Laboratorium Fisika. Medan : Unimed Press.

Sanjaya, W. 2014. Strategi Pembelajaran. Jakarta : Rineka Cipta.

Saripuddin, A. 2006. Advance Learning Physics 1 B. Bandung : Grafindo.

Slameto. 2010. Belajar dan Faktor- Faktor Yang Mempengaruhinya. Jakarta : Rineka Cipta.

Suliyanah. 2004. Suhu dan Kalor. Jakarta : Direktorat Pendidikan Dasar dan Menengah Depdiknas.

Sudjana, 2005. Metode Statistika, Bandung : Tarsito.

Sunardi. 2013. Fisika Untuk SMA/ MA Kelas X. Bandung : Yrama Widya. Supiyanto. 2007. Fisika Kelas X. Jakarta : Erlangga.

Tati Setiawati, Juwaedah, A dan Karpin. 2012. Penerapan model pembelajaran inquiry training untuk meningkatkan hasil belajar mata kuliah praktek industri pada program studi tata boga. Jurnal Penelitian Pendidikan , 13(1) : 1-10

Trisno, Yusuf, K dan Marungkil P. 2012. Pengaruh Model Pembelajaran Inquiry Training Terhadap Hasil Belajar Pada Pokok Bahasan Kalor Siswa SMP N 9 Palu. Jurnal Pendidikan Fisika Tadulako, 2 (1) : 14 - 20

Trna, J. 2012. Implementation of inquiry based science education in science teacher training. Journal of educational and instructional studies in the world .


(6)

Vaishnav, R, S. 2013. Effectiveness of Inquiry Training Model for Teaching Science. Scholary Research Journal For Interdisiplinary Studies, 1(1) : 1-16

Wayan, K. 2012. Statistika. Universitas Pendidikan Ganesha : Singaraja. Winkel, 2004. Psikologi Pengajaran. Yogyakarta : Media Abadi.