Kondisi Perumahan Keberlanjutan Program Co-Fish Project Setelah Masa Proyek Habis

124 6.2 Kondisi Sosial-Ekonomi Masyarakat Nelayan 6.2.1 Perubahan Sosial-Ekonomi Sebelum dan Setelah Co-Fish Project Pelaksanaan Co-Fish Project di Kabupaten Bengkalis diharapkan dapat memberikan dampak yang positif terhadap kondisi sosial-ekonomi masyarakat nelayan. Untuk itu perlu dilihat bagaimana keadaan masyarakat nelayan akibat dari pelaksanaannya. Keadaan tersebut dalam pembahasan ini dilihat melalui keadaan sosial-ekonomi masyarakat nelayan sebelum dan setelah proyek yang didasarkan atas: 1 Kondisi perumahan, 2 Fasilitas perumahan, 3 Fasilitas jenis armada penangkapan ikan, 3 jenis pekerjaan selain dari sektor perikanan tangkap, dan 4 Tingkat pendapatan pada rumah tangga keluarga nelayan yang dilihat pada kondisi setelah Co-Fish Project. Sebelum memasuki pembahasan lebih lanjut, kondisi masyarakat nelayan sebelum dan setelah Co-Fish Project hanya bertumpu pada mata pencaharian sebagai nelayan di sektor perikanan tangkap. Jadi perubahan sosial-ekonomi yang terjadi antara sebelum dan setelah Co-Fish Project pada masyarakat nelayan tidak dipengaruhi oleh mata pencaharian lain dan hanya bersumber pada mata pencaharian sebagai nelayan di sektor perikanan tangkap. Meskipun ada mata pencaharian lain sifatnya hanya sebagai mata pencaharian sampingan yang tidak merupakan mata pencaharian sebagai penopang untuk memenuhi kebutuhan nelayan dan keluarga.

6.2.1.1 Kondisi Perumahan

Kondisi perumahan dalam pembahasan ini dibagi 3 tiga yaitu: kondisi perumahan semi permanen, tidak permanen dan permanen Tabel 31. Sebelum adanya Co-Fish Project kondisi perumahan nelayan lebih didominasi semi permanen, yaitu sebesar 70,3 persen, tidak permanen 14,2 persen dan permanen 15,5 persen. Setelah Co-Fish Project terjadi perubahan pada kondisi perumahan nelayan, tetapi tidak menunjukkan perubahan yang besar, dimana kondisi 125 perumahan semi permanen hanya menurun menjadi 68,4 persen, perumahan tidak permanen menjadi 11,6 persen dan peningkatan pada perumahan permanen menjadi 20,0 persen. Sedikitnya terjadi peningkatan kondisi perumahan antara sebelum dan setelah Co-Fish Project dilatarbelakangi masih tidak terpenuhinya kebutuhan masyarakat untuk meningkatkan kesejahteraannya, terutama dikarenakan produksi perikanan yang rendah. Sehingga hasil yang didapat cenderung diperuntukkan hanya untuk memenuhi kebutuhan konsumsi dibanding dengan kebutuhan yang lain. Kondisi masyarakat nelayan tersebut sesuai dengan pendapat Mulyadi 2005 dalam penelitiannya tentang potret keluarga nelayan di Provinsi Riau bahwa sebagian besar jumlah pendapatan oleh keluarga nelayan hanya diperuntukkan memenuhi kebutuhan pangan. Kondisi ini mengakibatkan nelayan minim sekali memikirkan kebutuhan-kebutuhan lain seperti keadaan tempat tinggal, pendidikan anak dan kebutuhan-kebutuhan lainnya. Tabel 31 Kondisi perumahan nelayan sebelum dan setelah Co-Fish Project Kondisi Perumahan Sebelum Setelah Persentase Semi Permanen 70,3 68,4 Tidak Permanen 14,2 11,6 Permanen 15,5 20,0 Total 100,0 100,0 Sumber: Diolah dari data survey 2006 6.2.1.2 Fasilitas Perumahan Kondisi perumahan berhubungan erat dengan kondisi fasilitas perumahan, dimana ditunjukkan membaiknya kondisi perumahan akan selalu diikuti membaik pula kondisi fasilitas perumahan tersebut. Kondisi fasilitas perumahan yang dilihat dalam pembahasan ini terdiri dari ketersediaan bahan bakar yang digunakan untuk memasak, kepemilikan atas sarana hiburan dan transportasi, ketersediaan sarana MCK, serta ketersediaan sarana listrik. Pada ketersediaan bahan bakar yang dimiliki rumah tangga nelayan, yaitu hanya bersumber dari kayu minyak tanah kompor. Pada kedua jenis bahan bakar yang dilihat, menunjukkan penggunaan bahan bakar kayu lebih dominan pada rumah tangga nelayan Tabel 32. Tidak terjadi peningkatan penggunaan bahan bakar yang berarti pada rumah tangga nelayan. Dimana penggunaan bahan bakar kayu lebih dominan digunakan pada rumah tangga antara sebelum dan Co-Fish 126 Project . Kondisi di lapangan menunjukkan sulitnya masyarakat merubah penggunaan bahan bakar dari yang biasa digunakan kayu dikarenakan rendahnya kemampuan masyarakat untuk memperoleh pilihan yang lain karena himpitan ekonomi. Hal ini terjadi karena salah satu penyebabnya krisis ekonomi yang berkepanjangan dan meningkatnya harga jual BBM dan gas. Tabel 32 Ketersediaan bahan bakar pada rumah tangga nelayan sebelum dan setelah Co-Fish Project Bahan Bakar Masak Sebelum Setelah Persentase Minyak Tanah 3,9 5,8 Kayu 96,1 94,2 Total 100,0 100,0 Sumber: Diolah dari data survey 2006 Fasilitas rumah tangga nelayan yang lain dilihat adalah kepemilikan sarana hiburan dan transportasi. Pada pembahasan ini hanya ditujukan pada kepemilikan sarana televisi dan kepemilikan kendaraan sepeda dan sepeda motor Tabel 33. Terjadinya perubahan pada kepemilikan sarana televisi, kendaraan sepeda dan sepeda motor bagi rumah tangga nelayan. Sebelum Co-Fish Project kepemilikan terhadap sarana televisi sebesar 25,8 persen, sepeda 9,0 persen, dan kepemilikan terhadap sepeda motor 15,5 persen. Setelah Co-Fish Project menunjukkan adanya peningkatan, kepemilikan terhadap sarana televisi menjadi 67,4 persen, kendaraan sepeda 12,4 persen dan kepemilikan terhadap sepeda motor menjadi 20,2 persen. Peningkatan akan sarana tersebut dilatarbelakangi semakin meningkatnya kebutuhan masyarakat terhadap media komunikasi dan sarana transportasi untuk keperluan hidup sehari-hari. Dari kondisi yang ada, kepemilikan televisi dan sepeda motor adalah sarana yang menjadi kebanggaan bagi para nelayan dan keluarga. Meningkatnya kepemilikan terhadap sarana transportasi tersebut dikarenakan mudahnya akses untuk mendapatkan kredit dengan uang muka yang relatif rendah. Namun demikian, pembayaran cicilan per bulan yang dirasa sangat memberatkan sementara penghasilan sebagai nelayan sangat tidak menentu. Kondisi mengakibatkan meskipun ada kemudahan akses kredit, namun para nelayan tetap memilih untuk memenuhi kebutuhan lain yang lebih penting bila dibandingkan untuk memiliki sarana transportasi. 127 Tabel 33 Kepemilikan sarana hiburan dan transportasi rumah tangga nelayan sebelum dan setelah Co-Fish Project Sarana Hiburan dan Transportasi Sebelum Setelah Persentase TV 25,8 67,4 Sepeda 9,0 12,4 Sepeda Motor 15,5 20,2 Tidak Memiliki Sarana 49,7 0,0 Total 100,0 100,0 Sumber: Diolah dari data survey 2006 Fasilitas perumahan yang lain yang dimiliki rumah tangga nelayan adalah dilihat pada ketersediaan MCK. Karena salah satu ciri-ciri rumah tangga yang sehat adalah membaiknya kondisi sarana MCK yang ada pada rumah tangga tersebut. Dilihat pada kepemilikan MCK yang ada, pada umumnya rumah tangga nelayan telah memiliki sarana MCK, namun ketersediaan sarana tersebut hanya dibedakan bangunannya berada pada dalam atau di luar rumah. Keberadaan sarana MCK berhubungan erat dengan kondisi rumah, dimana keberadaan sarana MCK yang bangunannya terdapat di dalam rumah pada umumnya terdapat pada rumah permanen Tabel 34. Pada kondisi sebelum dan setelah Co-Fish Project menunjukkan tidak adanya perubahan ketersediaan pada fasilitas MCK pada rumah tangga nelayan. Tabel 34 Ketersediaan fasilitas MCK rumah tangga nelayan sebelum dan setelah Co-Fish Project Fasilitas MCK Sebelum Setelah Persentase Luar 93,5 93,5 Dalam 6,5 6,5 Total 100,0 100,0 Sumber: Diolah dari data survey 2006 Masyarakat nelayan yang pada umumnya tinggal desa-desa sangat mendambakan terpenuhinya fasilitas penerangan listrik terutama dari PLN. 128 Ketersediaan sarana penerangan yang biasa digunakan rumah tangga nelayan bersumber dari tenaga diesel, PLN dan petromak lampu minyak tanah. Pada kondisi sebelum dan setelah Co-Fish Project, menunjukkan adanya penurunan penggunaan penerangan listrik berumber dari tenaga diesel dan petromak, dan meningkat terhadap penggunaan listrik bersumber dari tenaga PLN Tabel 35. sebelum Co-Fish Project ketersediaan sarana penerangan lebih dominan pada penggunaan petromak yaitu sebesar 61,3 persen dan diesel sebesar 33,5 persen. Sedangkan penggunaan PLN hanya 5,2 persen. Setelah Co-Fish Project ketersediaan fasilitas penerangan listrik dengan PLN lebih tinggi yaitu 72,9 persen. Sedangkan terjadi penurunan pada penggunaan diesel menjadi 12,3 persen, dan petromak menjadi 14,8 persen. Penggunaan PLN yang besar dibandingkan dengan sumber yang lain dikarenakan sudah adanya program listrik masuk desa dari pemerintah pada tahun 2000 sehingga dengan program tersebut penggunaan PLN sudah merata sebelum Co-Fish Project selesai. Tabel 35 Pemanfaatan fasilitas penerangan listrik rumah tangga nelayan sebelum dan setelah Co-Fish Project Pemanfaatan Fasilitas Listrik Sebelum Setelah Persentase Diesel 33,5 12,3 PLN 5,2 72,9 Petromak 61,3 14,8 Total 100,0 100,0 Sumber: Diolah dari data survey 2006

6.2.1.3 Jenis Armada Penangkapan Ikan