PENGARUH KONSENTRASI BORON TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI DUA VARIETAS MENTIMUN (Cucumis Sativus L) YANG DITANAM SECARA HIDROPONIK

(1)

ABSTRAK

PENGARUH KONSENTRASI BORON TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI DUA VARIETAS MENTIMUN (Cucumis Sativus L)

YANG DITANAM SECARA HIDROPONIK Oleh

Annisa Rahmasuri

Mentimun merupakan salah satu jenis sayuran buah yang sangat potensial

dikembangkan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat yang semakin meningkat. Salah satu upaya untuk meningkatkan persediaan mentimun yaitu dengan

menerapkan sistem hidroponik. Konsentrasi boron dalam budidaya mentimun dengan sistem hidroponik di dataran rendah belum diketahui, padahal boron merupakan salah satu unsur hara mikro yang sangat penting untuk pertumbhan mentimun. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemberian boron (B) terhadap dua varietas mentimun yang ditanam secara hidroponik.

Penelitian ini dilaksanakan di Rumah Kaca Fakultas Pertanian Universitas Lampung pada bulan September 2012 – Januari 2013. Penelitian ini

menggunakan Rancangan Acak Kelompok Lengkap (rakl) pola faktorial yang terdiri dari 2 faktor. Faktor pertama adalah perlakuan konsentrasi boron (B) yaitu : b1 = 0,10 ppm, b2 = 0,25 ppm, b3 = 0,40 ppm, b4 = 0,55 ppm, dan b5 =

0,70 ppm. Faktor kedua adalah varietas tanaman mentimun (V), yaitu v1 =


(2)

Bartlett dan kemenambahan data diuji dengan uji Tuckey. Jika asumsi terpenuhi, data dianalisis ragam dan dilanjutkan dengan uji ortogonal kontras pada taraf 5 %.

Hasil penelitian menunjukkan (1) bahwa Pada kisaran konsentrasi boron (B) dari 0,1 sampai 0,7 ppm tidak berpengaruh terhadap pertumbuhan dan produksi kedua varietas mentimun (Roman dan Soarer). (2 Mentimun varietas Soarer lebih baik daripada varietas Roman dalam hal jumlah bunga betina dan jumlah buah. Rata-rata buah varietas Soarer yaitu 6 buah sedangkan varietas Roman yaitu tiga buah. (3) Interaksi antara varietas mentimun dan konsentrasi boron pengaruhnya tidak nyata terhadap semua variabel, baik variabel pertumbuhan vegetatif maupun komponen generatif.


(3)

(4)

PENGARUH KONSENTRASI BORON TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI DUA VARIETAS MENTIMUN (Cucumis Sativus L)

YANG DITANAM SECARA HIDROPONIK

(Skripsi)

Oleh Annisa Rahmasuri

FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG 2014


(5)

vii

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1 Kemasan Varietas Roman dan Varietas Soarer. ... 24

2 Penyemaian Benih Mentimun. ... 27

3 Penyiraman Tanaman Mentimun dan Pemasangan Lanjaran. ... 29

4 Bunga Jantan. ... 32

5 Bunga Betina Varietas Roman dan Varietas Soarer. ……. ... 32

6 Tata letak percobaan. . ... 46

7 Pengaruh konsentrasi boron (B) pada buah mentimun varietas Roman. ... 78

8 Pengaruh konsentrasi boron (B) pada buah mentimun varietas Soarer. ... 78

9 Perbandingan konsentrasi boron (B) pada panjang buah mentimun varietas Roman dan Soarer. ... 79

10 Perbandingan konsentrasi boron (B) pada tebal daging buah mentimun varietas Roman dan Soarer terhadap. ….. ... 79

11 Tanaman Mentimun setelah pindah tanam (a) dan Pemasangan lanjaran (b). ... 80

12 Buah mentimun mulai terbentuk sekitar 1 minggu setelah bunga mekar. Bintil lebih halus dan kulit buah berwarna hijau muda (a) dan Bintil lebih timbul dan warna kulit buah berwarna hijau lebih tua (b). ... 80

13 Tanaman mentimun di dalam rumah kaca (a) dan Insektisida yang digunakan yaitu Reagent (b). ... 81

14 Tanaman terserang penyakit tepung (a) dan hama kutu putih (b). ... 81


(6)

iii

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL. ... v

DAFTAR GAMBAR. ... vii

I. PENDAHULUAN. ... 1

1.1 Latar Belakang. ... 1

1.2 Tujuan Penelitian. ... 4

1.3 Landasan Teori. ... 4

1.4 Kerangka Pemikiran. ... 7

1.5 Hipotesis. ... 8

II. TINJAUAN PUSTAKA. ... 9

2.1 Tanaman Mentimun. ... 9

2.2 Tanaman Mentimun Varietas Roman dan Soarer. ... 12

2.3 Syarat Tumbuh. ... 14

2.4 Boron (B). ... 15

2.5 Hidroponik. ... 18

2.6 Media Tanam. ... 22

III. BAHAN DAN METODEPENELITIAN. ... 23

3.1 Tempat dan Waktu Penelitian. ... 23

3.2 Bahan dan Alat. ... 23

3.3 Metode Penelitian dan Analisis Data. ... 25

3.4 Pelaksanaan penelitian. ... 25

3.4.1 Persiapan Media Tanam. ... 25

3.4.2Pembuatan Formulasi Pupuk. ... 26

3.4.3 PenyemaianBenih Mentimun. ... 27

3.4.4 Pindah Tanam. ... 28

3.4.5 PerawatanTanaman. ... 28

3.4.6Pengaplikasian Boron (B). ... 30

3.4.7 Panen. ... 31


(7)

iv

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. ... 35

4.1 Hasil Penelitian. ... 35

4.1.1Variabel Pertumbuhan. ... 36

4.1.2Komponen Produksi. ... 36

4.2 Pembahasan. ... 39

V. KESIMPULAN DAN SARAN. ... 43

4.1 Kesimpulan. ... 43

4.2 Saran. ... 43

PUSTAKA ACUAN. ... 45

LAMPIRAN. ... 48


(8)

v

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1 Kebutuhan unsur hara pada tanaman mentimun. ... 16

2 Formula dasar larutan hara untuk pertanaman secara hidroponik untuk 1000 liter larutan hara. ... 26

3 Rekapitulasi pengaruh varietas dan pemberian boron pada semua variabel. ... 34

4 Pengaruh varietas dan konsentrasi boron pada variabel vegetatif tanaman mentimun. ... 36

5 Pengaruh varietas dan konsentrasi boron pada variabel generatif tanaman mentimun. ... 37

6 Data pengamatan panjang tanaman mentimun. ... 49

7 Data pengamatan panjang tanaman mentimun dengan menggunakan transformasi akar. ... 49

8 Uji homogenitas ragam data panjang tanaman mentimun. ... 50

9 Sidik ragam panjang tanaman mentimun. ... 50

10 Uji polinomial ortogonal untuk panjang tanaman mentimun. ... 51

11 Data pengamatan jumlah daun tanaman mentimun. ... 51

12 Data pengamatan jumlah daun tanaman mentimun dengan menggunakan transformasi akar. ... 52

13 Uji homogenitas ragam data jumlah daun tanaman mentimun. ... 52

14 Sidik ragam jumlah daun tanaman mentimun. ... 53

15 Uji polinomial ortogonal untuk jumlah daun tanaman mentimun. ... 53


(9)

vi

16 Data pengamatan jumlah bunga jantan . ... 54

17 Data pengamatan jumlah bunga jantan dengan menggunakan transformasi akar. ... 54

18 Uji homogenitas ragam data jumlah bunga jantan. ... 55

19 Sidik ragam jumlah bunga jantan. ... 55

20 Uji polinomial ortogonal untuk jumlah bunga jantan. ... 56

21 Data pengamatan jumlah bunga betina. ... 56

22 Data pengamatan jumlah bunga betina dengan menggunakan transformasi akar. ... 57

23 Uji homogenitas ragam data jumlah bunga betina. ... 57

24 Sidik ragam jumlah bunga betina. ... 58

25 Uji polinomial ortogonal untuk jumlah bunga betina. . ... 58

26 Data pengamatan jumlah buah. ... 59

27 Data pengamatan jumlah buah dengan menggunakan transformasi akar. ... 59

28 Uji homogenitas ragam data jumlah buah. ... 60

29 Sidik ragam jumlah buah. ... 60

30 Uji polinomial ortogonal jumlah buah. ... 61

31 Data pengamatan panjang buah mentimun. ... 61

32 Data pengamatan panjang buah dengan menggunakan transformasi akar. ... 62

33 Uji homogenitas ragam data panjang buah mentimun. ... 62

34 Sidik ragam panjang buah mentimun. ... 63

35 Uji polinomial ortogonal untuk panjang buah mentimun. ... 63

36 Data pengamatan diameter buah mentimun. ... 64

37 Data pengamatan diameter buah dengan menggunakan transformasi akar. ... 64


(10)

vii

38 Uji homogenitas ragam data diameter buah mentimun. ... 65

39 Sidik ragam diameter buah mentimun. ... 65

40 Uji polinomial ortogonal untuk diameter buah mentimun. ... 66

41 Data pengamatan tebal daging buah mentimun. ... 66

42 Data pengamatan tebal daging buah dengan menggunakan transformasi akar. ... 67

43 Uji homogenitas ragam data tebal daging buah mentimun. ... 67

44 Sidik ragam tebal daging buah mentimun. ... 68

45 Uji polinomial ortogonal untuk tebal daging buah mentimun. ... 68

46 Data pengamatan bobot buah mentimun. ... 69

47 Data pengamatan bobot buah dengan menggunakan transformasi akar. ... 69

48 Uji homogenitas ragam data bobot buah mentimun. ... 70

49 Sidik ragam bobot buah mentimun. ... 70

50 Uji polinomial ortogonal untuk bobot buah mentimun. ... 71

51 Data pengamatan bobot kering tanaman mentimun ... 71

52 Data pengamatan bobot kering dengan menggunakan transformasi akar. ... 72

53 Uji homogenitas ragam data bobot kering tanaman mentimun. ... 72

54 Sidik ragam bobot kering tanaman mentimun. ... 73

55 Uji polinomial ortogonal untuk bobot kering tanaman mentimun. ... 73

56 Data pengamatan produksi mentimun ... 74

57 Data pengamatan produksi mentimun dengan menggunakan transformasi akar. ... 74

58 Uji homogenitas ragam data produksi mentimun. ... 75


(11)

viii 60 Uji polinomial ortogonal untuk produksi mentimun. ... 76


(12)

(13)

(14)

Jadi apa yang Anda harus lakukan saat Anda membuat kesalahan:

Terima pukulannya, ambil pelajarannya, dan bergerak maju. Ini adalah

cara yang paling sehat dalam menghadapi sebuah persoalan.

(Ronald reagen)

Ilmu dan kemudahan itu ibarat dua sahabat dan

dua saudara sekandung.

(La Tahzan)

Siapa yang menginginkan dunia harus dengan ilmu,

siapa yang menginginkan akhirat harus dengan ilmu,

siapa yang menginginkan keduanya harus dengan ilmu.


(15)

Persembahan

Kupersembahkan karyaku ini kepada Ayahanda dan Ibundaku

tersayang, kepada adik dan kakak serta keluargaku tercinta, yang

senantiasa mencurahkan cinta dan kasih sayangnya kepada penulis.

Semoga kita selalu dalam lindungan-Nya. Amin.

Serta

Almamater tercinta

Fakultas Pertanian


(16)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Krui, Lampung Barat pada tanggal 17 Juni 1990 dari pasangan Drs. Tasmanuddin dan Dra. Siti Aida Maryati, yang merupakan anak keempat dari enam bersaudara.

Penulis menyelesaikan pendidikan di bangku kanak-kanak di TK Al-Muawannah, SDN 2 Teladan Rawalaut, MTs N I Tanjungkarang, dan SMA N 10 Bandar Lampung.

Penulis mengikuti KKN (kuliah Kerja Nyata) pada bulan Juli-Agustus 2011 di Desa Sritejo Kencono, Kota Gajah Kabupaten Lampung Tengah dan mengikuti PU (Praktik Umum) pada bulan Januari-Februari 2012 di Gerai Bunga Lyora Nursery, Way Halim Bandar Lampung.

Selama menjadi mahasiswa, penulis mengikuti organisasi universitas KOPMA (Koperasi Mahasiswa) aktif sebagai anggota dan penulis menjabat sebagai Kepala Bidang Administrasi periode 2011-2012.


(17)

i

SANWACANA

Puji syukur ke hadirat Allah SWT atas rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Pengaruh Konsentrasi Boron terhadap Pertumbuhan dan Produksi Dua Varietas Mentimun(Cucumis Sativus L) yang Ditanam secara Hidroponik”, sebagai salah satu syarat untuk mencapai gelar Sarjana Pertanian pada Program Studi Agroteknologi Fakultas Pertanian Universitas Lampung.

Dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih kepada:

1. Ir. Yohannes Cahya Ginting, M.P., selaku dosen pembimbing pertama yang telah meluangkan waktu dan memberikan bimbingan serta dukungan yang telah diberikan kepada penulis.

2. Ir. Azlina Heryati Bakrie M.S., selaku dosen pebimbing kedua yang telah memberikan perhatiannya kepada penulis.

3. Ir. Rugayah, M.S., selaku dosen penguji yang telah memberikan waktu dan kesempatannya pada penulis.

4. Prof. Dr. Ali Kabul Mahi, M. S., selaku Pembimbing Akademik yang tak bosan meluangkan waktunya kepada penulis.

5. Dr. Ir. Kuswanta Futas Hidayat, M.P., selaku Ketua Jurusan Agroteknologi Fakultas Pertanian Universitas Lampung serta Penguji atas bantuan, bimbingan, dan saran-saran serta nasehat yang telah diberikan.


(18)

ii 6. Prof. Dr. Ir. Wan Abbas Zakaria, M.S., selaku Dekan Fakultas Pertanian

Universitas Lampung.

7. Seluruh dosen Program Studi Agroteknologi Fakultas Pertanian atas ilmu dan pengetahuan serta pengalaman yang berharga yang telah diberikan selama penulis menempuh pendidikan di Fakultas Pertanian Universitas Lampung. 8. Keluargaku tersayang : bapak, ibu, adik, kakak dan seluruh keluarga yang

tidak dapat diucapkan satu per satu atas curahan doa, kasih sayang, dan senantiasa memberikan semangat yang tiada hentinya.

9. Teman-teman angkatan 2008 dan keluarga besar Program Studi

Agroteknologi serta pihak-pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu.

Akhir kata, penulis menyadari bahwa penyusunan skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, akan tetapi sedikit harapan semoga skripsi ini dapat berguna dan bermanfaat bagi kita semua. Aamiin.

Bandar Lampung, Juli 2013 Penulis


(19)

1

I. PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Tanaman mentimun (Cucumis sativa L) termasuk dalam tanaman merambat yang merupakan salah satu jenis tanaman sayuran dari keluarga Cucurbitaceae. Pembudidayaan mentimun meluas ke seluruh dunia, baik di daerah beriklim panas (tropis) maupun sedang (sub-tropis). Di Indonesia tanaman mentimun banyak ditanam di dataran rendah (Wijoyo, 2012).

Buah mentimun memiliki bermacam-macam manfaat dalam kehidupan sehari-hari, antara lain sebagai bahan makanan, bahan untuk obat-obatan dan bahan kosmetik. Nilai gizi mentimun cukup baik karena sayuran buah ini merupakan sumber mineral dan vitamin. Buah mentimun mengandung zat-zat saponin, protein, lemak, kalsium, fosfor, besi, belerang, vitamin A, B1, dan C. Mentimun mentah bersifat menurunkan panas badan, juga meningkatkan stamina.

Kandungan 100 g mentimun terdiri dari 15 kalori, 0,8 g protein, 0,19 g pati, 3 g karbohidrat, 30 mg fosfor, 0,5 mg besi, 0,02 g tianin, 0,05g riboflavin, 14 mg asam (Sumpena, 2001).

Prospek budidaya mentimun (Cucumis sativus L) di Indonesia sangat baik karena mentimun banyak digemari oleh masyarakat. Permintaan terhadap komoditas ini dalam jumlah besar dan berkesinambungan. Kebutuhan buah mentimun ini akan meningkat terus sejalan dengan kenaikan jumlah penduduk, kenaikan taraf hidup


(20)

2

masyarakat, tingkat pendidikan masyarakat dan semakin tingginya kesadaran masyarakat terhadap pentingnya nilai gizi (Wijoyo, 2012).

Peningkatan jumlah penduduk di Indonesia maupun dunia berdampak pada peningkatkan jumlah permintaan sayuran, termasuk mentimun salah satu upaya untuk meningkatkan persediaannya yaitu dengan meningkatkan produksi mentimun melalui teknik budidaya secara hidroponik.

Mentimun merupakan salah satu jenis sayuran buah yang sangat potensial dikembangkan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat yang semakin meningkat pada tahun-tahun mendatang. Dengan melihat potensi pada buah mentimun, maka pengembangan mentimun memiliki peluang bisnis yang sangat cerah. Kuatnya pasaran mentimun juga dapat dilihat dari pertumbuhan dan

perkembangan perusahaan industri pengolahan mentimun menjadi berbagai bentuk produk olahan, misalnya acar, asinan, jus dan lain-lain (Hariswasono, 2011).

Produksi mentimun di Indonesia masih rendah padahal potensinya cukup tinggi. Kebanyakan para petani mentimun di Indonesia masih menganggap bertanam mentimun adalah usaha sampingan, sehingga penanganannya pun masih belum optimal. Produksi tanaman mentimun secara nasional masih rendah, yaitu hanya 10 ton per hektar, sedangkan potensi hasil tanaman mentimun dapat mencapai 49 ton per hektar. Hal ini karena selama ini sistem usaha tani mentimun belum dilakukan secara intensif (Idris, 2004).


(21)

3

Budidaya mentimun, khususnya mentimun Jepang umumnya dilakukan dengan sistem hidroponik media padat. Budidaya mentimun ini baru berkembang di wilayah Jawa Barat pada daerah ketinggian di atas 800 mdpl. Konsentrasi hara pada larutan hara untuk sistem hidroponik sangat kritis, terutama untuk unsur hara mikro. Salah satu unsur hara mikro yang banyak mendapat perhatian dalam budidaya mentimun sistem hidroponik adalah unsur boron.

Unsur boron dibutuhkan dalam jumlah sedikit, tetapi harus tersedia untuk pertumbuhan tanaman. Boron adalah unsur hara yang bersifat immobile. Boron merupakan salah satu unsur mikro yang belum menjadi perhatian dalam budidaya mentimun, padahal boron penting dalam pembentukan dinding sel, pembentukan buah, pembentukan titik tumbuh dan penting dalam penyerbukan (Masbied, 2011). Menurut Haifa (2011) unsur boron yang dibutuhkan dalam tanaman adalah 0,3 ppm.

Berdasarkan latar belakang dan masalah, perlu dilakukan suatu penelitian untuk menjawab permasalahan yang dirumuskan dalam pernyataan, sebagai berikut:

1. Berapakah konsentrasi boron yang terbaik bagi pertumbuhan dan produksi mentimun?

2. Apakah varietas lokal lebih baik daripada varietas introduksi?

3. Apakah terdapat pengaruh interaksi antara konsentrasi boron dan varietas mentimun yang digunakan pada pertumbuhan dan produksi tanaman mentimun?


(22)

4

1.2Tujuan

Berdasarkan identifikasi dan perumusan masalah, tujuan penelitian ini dirumuskan sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui konsentrasi boron terbaik bagi pertumbuhan dan produksi dua varietas mentimun.

2. Untuk mengetahui apakah varietas lokal lebih baik daripada varietas introduksi.

3. Untuk mengetahui pengaruh interaksi antara varietas yang digunakan dan konsentrasi boron (B) yang diberikan pada pertumbuhan dan produksi tanaman mentimun.

1.3LandasanTeori

Mentimun merupakan tanaman indeterminit, artinya pertumbuhan vegetatifnya terjadi secara terus menerus setelah berbunga (Anonim, 2011). Dengan

karakteristik demikian maka mentimun akan membutuhkan boron untuk tetap mempertahankan pertumbuhan pucuk dan menghasilkan bunga secara terus menerus. Boron berperan penting dalam sintesis salah satu dasar pembentukan RNA pada pembentukan sel. Boron bersifat tidak mobile, maka sekali berada di suatu tempat, boron tidak dapat dipindah-pindahkan (Sutiyoso, 2003).

Boron memiliki dua fungsi fisiologis utama yang bermanfaat bagi tanaman. Fungsi pertama, boron bisa membentuk ester dengan sukrosa sehingga sukrosa yang merupakan bentuk gula terlarut dalam tubuh tanaman lebih mudah diangkut dari tempat fotosintesis ke tempat pengisian buah. Proses tersebut menyebabkan buah akan terasa lebih manis dengan aroma yang khas. Fungsi fisiologis kedua,


(23)

5

yakni boron memudahkan pengikatan molekul glukosa dan fruktosa menjadi selulosa untuk mempertebal dinding sel. Sehingga, tanaman pun menjadi lebih tahan terhadap serangan hama dan penyakit (Gusyana, 2011).

Selain itu, boron berperan pembentukan titik tumbuh dan penting dalam penyerbukan. Gejala kekurangan dapat dilihat pada daun dengan tanda-tanda yang mengering dan kurus, ujung daun menjadi coklat, tanaman kekurangan boron dapat menyebabkan kelopak bunga menjadi pecah (calyx splinting), pertumbuhan rata-rata tanaman merosot, pertumbuhan kerdil dengan ruas-ruas yang pendek dan dapat juga berhenti pertumbuhannya, batang dari tanaman kaku menjadi pecah-pecah/retak (Masbied, 2011).

Kemampuan untuk tumbuh dan berproduksi suatu tanaman sangat ditentukan oleh varietas. Varietas mentimun hibrida memiliki banyak keunggulan komparatif bila dibandingkan dengan mentimun lokal, karena ia memiliki karakteristik yang khusus dan istimewa. Mentimun hibrida dikembangkan melalui pemuliaan tanaman yang melibatkan keragaman genetik dan pemilihan sifat-sifat yang khas sesuai dengan selera konsumen. Pemuliaan tanaman tersebut mencakup

pemilihan sifat-sifat yang baik dan unggul, baik dalam penampilan tanaman maupun potensi hasil dan kualitas hasilnya (Zul, 2009).

Di antara varietas mentimun hibrida yang beredar di pasaran dunia, baru beberapa varietas saja yang ditanam oleh para petani di berbagai daerah di Indonesia. Saat ini yang paling dominan beredar adalah varietas mentimun hibrida asal Jepang. Berbagai mentimun hibrida ini, umumnya ditanam di dataran sedang sampai tinggi antara 1.000-1.200 m dpl, sedangkan sentra produsen mentimun yang


(24)

6

tersebar di berbagai daerah umumnya menanam varietas mentimun hibrida lokal. Secara umum kemampuan adaptasi varietas hibrida introduksi lebih rendah daripada hibrida lokal. Berbeda dengan mentimun hibrida introduksi, jenis mentimun hibrida lokal umumnya cocok ditanam di dataran rendah (Wijoyo, 2012).

Salamala (1990) dalam Ani (1997) melaporkan bahwa defisiensi unsur mikro terutama Boron (B) dan Seng (Zn) dapat menyebabkan abnormalitas tanaman kakao di lapangan. Selanjutnya dinyatakan bahwa gejala defisiensi B pada kakao menyebabkan pertumbuhan vegetatif yang sangat tinggi, tetapi dengan pemberian B dapat meningkatkan pertumbuhan bunga dan pembentukan buah kakao.

Boron dapat dimanfaatkan oleh tanaman dalam bentuk borat (BO33-) dan boric

acid (H3BO3). Menurut Jones (2005), biasanya kebutuhan unsur boron yang

digunakan dalam tanaman hidroponik sekitar 0,3 mg/L. Sedangkan menurut Resh (2004) kebutuhan unsur boron untuk tanaman hidroponik mentimun yaitu 0,5 mg/L. Sehingga pemberian dosis yang akan digunakan mengacu pada data tersebut.

1.4Kerangka Pemikiran

Prospek budidaya tanaman mentimun (Cucumis sativus L) di Indonesia terbilang baik, namun terdapat permasalahan yaitu pada hasil produksi yang masih rendah dan kurang memuaskan. Tanaman mentimun memerlukan unsur hara sebagai penunjang pertumbuhan dan akan mempengaruhi hasil produksi, unsur hara tersebut yaitu berupa unsur hara makro maupun mikro. Boron (B) merupakan salah satu unsur hara mikro yang sering menjadi masalah pada tanaman mentimun.


(25)

7

Unsur boron dibutuhkan dalam jumlah sedikit, tetapi harus tersedia untuk pertumbuhan tanaman mentimun.

Kekurangan boron dapat menyebabkan pertumbuhan vegetatif tanaman terhambat karena unsur ini berfungsi sebagai aktivator maupun inaktivator hormon auksin dalam pembelahan dan pembesaran sel. Dengan terganggunya pertumbuhan sel berarti terganggunya pertumbuhan pucuk. Sedangkan untuk tanaman indeterminit seperti tanaman mentimun pucuk harus terus tumbuh untuk menghasilkan tunas baru untuk memunculkan bunga yang kemudian menjadi buah.

Kebutuhan akan unsur boron tersebut harus terpenuhi, tetapi kebutuhan tersebut harus sesuai dengan kebutuhan varietas yang digunakan dan ketersediaan unsur boron dalam media tumbuhnya. Konsentrasi boron dalam media/larutan hara untuk mentimun yang ditanam secara konvensional belum banyak diketahui khususnya di dataran rendah.

Selain unsur hara, pemilihan varietas yang tepat merupakan faktor penunjang bagi pertumbuhan dan produksi mentimun. Varietas mentimun hibrida dapat menjadi pilihan, namun setiap varietas memiliki karakteristiknya masing-masing.

Perbedaan varietas mentimun yang digunakan pun akan menunjukkan respon yang berbeda bagi pemberian boron. Untuk itu pemberian boron yang tepat dan pemilihan varietas mentimun yang sesuai diharapkan dapat meningkatkan pertumbuhan dan hasil produksi tanaman mentimun.


(26)

8

1.5Hipotesis

Dari kerangka pemikiran yang akan dikemukakan dapat disimpulkan hipotesis, sebagai berikut:

1. Pengaruh pemberian boron pada kisaran konsentrasi 0,3―0,5 ppm akan menghasilkan pertumbuhan dan produksi mentimun yang terbaik.

2. Pertumbuhan dan produksi tanaman mentimun Varietas Roman akan lebih baik daripada Varietas Soarer.

3. Pengaruh interaksi antara konsentrasi boron dan varietas mentimun akan


(27)

9

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1Tanaman Mentimun (Cucumis sativus L)

Menurut Sharma (2002), tanaman mentimun dalam taksonomi tanaman, dapat diklasifikasikan sebagai berikut :

Kingdom : Plantae

Divisio : Spermatophyta

Subdivisio : Angiospermae Kelas : Dicotyledonae

Ordo : Cucurbitales Famili : Cucurbitaceae

Genus : Cucumis

Spesies : Cucumis sativus L.

Menurut sejarah para ahli tanaman memastikan daerah asal tanaman mentimun adalah India, tepatnya di lereng Gunung Himalaya. Daerah penyebaran mentimun di Indonesia adalah propinsi Jawa Barat, Daerah Istimewa Aceh, Bengkulu, Jawa Timur, dan Jawa Tengah. Prospek bisnis mentimun terbilang cerah, karena pemasaran hasilnya tidak hanya dilakukan di dalam negeri (domestik), tetapi juga ke luar negeri (ekspor). Pasar yang potensial untuk ekspor sayuran Indonesia antara lain: Malaysia, Singapura, Taiwan, Hongkong, Pakistan, Perancis, Inggris, Jepang, Belanda, dan Thailand. Khusus untuk sasaran pasar ekspor mentimun saat ini yang potensial adalah Jepang (Wijoyo, 2012).


(28)

10

Mentimun adalah salah satu sayuran buah yang banyak dikonsumsi masyarakat Indonesia dalam bentuk segar. Nilai gizi mentimun cukup baik karena sayuran buah ini merupakan sumber mineral dan vitamin. Buah mentimun dipercaya mengandung zat-zat saponin, protein, lemak, kalsium, fosfor, besi, belerang, vitamin A, B1, dan C. Mentimun mentah bersifat menurunkan panas badan, juga meningkatkan stamina. Kandungan 100 g mentimun terdiri dari 15 kalori, 0,8 g protein, 0,19 g pati, 3 g karbohidrat, 30 mg fosfor, 0,5 mg besi, 0,02 g tianin, 0,05 g riboflavin, 14 mg asam (Sumpena, 2001).

Mentimun termasuk tanaman semusim (annual) yang bersifat menjalar atau memanjat dengan perantaraan pemegang yang berbentuk pilin (spiral). Batang mentimun berupa batang lunak dan berair, berbentuk pipih, berambut halus, berbuku-buku, dan berwarna hijau segar. Panjang atau tinggi tanaman dapat mencapai 50 ―250 cm, bercabang dan bersulur yang tumbuh di sisi tangkai daun. Batang utama dapat menumbuhkan cabang anakan, ruas batang atau buku-buku

batang berukuran 7―10 cm dan berdiameter 10―15 mm. Diameter cabang

anakan lebih kecil dari batang utama, pucuk batang aktif memanjang (Imdad dan Nawangsih, 2001).

Mentimun memiliki daun tunggal, letaknya berseling, bertangkai panjang dan berwarna hijau. Bentuk daun bulat lebar, bersegi mirip jantung, dan bagian ujungnya meruncing tepi bergerigi. Panjang 7―18 cm dan lebar 7―15 cm. Daun ini tumbuh berselang-seking keluar dari buku-buku (ruas) batang.

Perakaran mentimun yaitu akar tunggang dan memiliki rambu-rambut akar, tetapi daya tembus relatif dangkal, pada kedalaman sekitar 30―60 cm. Oleh karena itu,


(29)

11

tanaman mentimun termasuk peka terhadap kekurangan dan kelebihan air. Tanaman mentimun membutuhkan banyak air, terutama waktu berbunga, tetapi tidak sampai menggenang (Sunarjono, 2005).

Mentimun (Cucumis sativus L.) diklasifikasikan sebagai tanaman berumah satu, dimana bunga jantan dan betina terdapat dalam satu tanaman. Pada dasarnya tanaman mentimun berbunga sempurna (hermaphrodite), tetapi pada

perkembangan evolusinya salah satu jenis kelaminnya mengalami degenerasi, sehingga tinggal salah satu jenis kelaminnya yang berkembang menjadi bunga secara normal.

Letak bunga jantan dan bunga betina terpisah tetapi masih dalam satu tanaman (monoecious). Bunga mentimun mirip terompet dengan mahkota bunga berwarna putih atau kuning cerah. Bunga jantan dicirikan tidak mempunyai bagian yang membengkak di bawah mahkota bunga, jumlahnya lebih banyak dan keluarnya beberapa hari lebih dulu dibandingkan bunga betina. Sedangkan bunga betina mempunyai bakal buah yang membengkak terletak di bawah mahkota bunga dan umumnya baru muncul pada ruas ke-6 setelah bunga jantan, bunga betina mampu berkembang menjadi buah.

Buah mentimun letaknya menggantung dari ketiak antara daun dan batang. Bentuk dan ukurannya bermacam-macam, tetapi umumnya bulat panjang atau bulat pendek. Kulit buah ada yang berbintil-bintil, ada pula yang halus. Warna kulit buah antara hijau keputih-putihan, hijau muda, dan hijau gelap. Biji


(30)

12

kekuning-kuningan sampai cokelat. Biji ini dapat digunakan sebagai alat perbanyakan tanaman.

2.2Tanaman Mentimun Varietas Roman dan Soarer

1) Varietas Roman

Varietas Roman merupakan varietas hibrida nasional, yaitu varietas mentimun hibrida yang berasal dari dalam wilayah Indonesia. Tanaman mentimun varietas Roman ini pertumbuhannya sangat kuat dan seragam serta mampu beradaptasi baik di dataran rendah (20―165 m di atas permukaan laut) hingga dataran menengah. Buah berwarna hijau silindris dan tidak pahit, memiliki panjang buah 22―24 cm dan berdiameter 5―5,5 cm dengan berat 390―400 gr/buah serta jumlah buah per tanaman 6-8 buah. Kebutuhan benih 500―550 g/ha dengan jarak tanam 70 x 40 cm. Varietas roman ini dapat dipanen pada umur 34―35 hari setelah pindah tanam dengan potensi hasil 59―72 ton/ha (PT. Agri Makmur Pertiwi, 2012).

2) Varietas Soarer

Varietas Soarer merupakan varietas hibrida introduksi, yaitu varietas mentimun hibrida yang didatangkan dari luar wilayah Indonesia.Tanaman mentimun varietas soarer ini termasuk dalam jenis mentimun jepang. Varietas soarer ini cocok ditanam pada dataran tinggi dan rendah, panjang buah 21―22 cm, diameter 2,5―3 cm, berat 90―100 gram. Umur 28 hari sesudah tanam sudah petik buah pertama (Takii, 2012).


(31)

13

Pada umumnya mentimun jepang berukuran panjang ramping, berdagaing lembut, dan berkulit halus, rasanya manis dan renyah. Kandungan airnya rendah, berbeda dengan jenis mentimun lainnya yang cenderung banyak mengandung air. Sesuai namanya mentimun ini berasal dari Jepang. Varietasnya yang termasuk di dalamnya antara lain Chinesse Long Green, Kyoto, Burple Tasty Green, dan Tokyo Slicer. Mentimun Jepang termasuk golongan mentimun hibrida.

Mentimun ini mempunyai buah yang panjang, berwarna hijau tua, daging buah tebal, rasa renyah, dan pengkal buah tidak pahit (Sumpena, 2001).

Jenis mentimun dibagi menjadi dua golongan, yaitu mentimun yang pada buahnya terdapat bintil-bintil terutama bagian pangkalnya dan mentimun yang buahnya halus (tidak berbintil).

1) Mentimun yang buahnya berbintil, dibedakan tiga macam: a. Mentimun biasa

Mentimun biasa ditandai dengan penampilan kulit buah yang tipis, lunak dan pada saat buah muda berwarna hijau keputih-putihan, tetapi setelah tua berwarna cokelat.

b. Mentimun watang

Memiliki ciri-ciri kulit buah tebal, agak keras, buah muda berwarna hijau keputih-putihan dan setelah tua berwarna kuning tua.

c. Mentimun wuku

Mentimun wuku memiliki ciri-ciri kulit buah agak tebal dan warna buah mudanya agak cokelat.


(32)

14

2) Mentimun yang buahnya halus

Golongan mentimun yang buahnya halus tidak berbintil ada dua jenis, yaitu: a. Krai

Krai buahnya besar dan memiliki ciri citarasa seperti mentimun biasa. d. Mentimun suri atau mentimun puan

Memiliki ciri-ciri ukuran buahnya besar, bentuknya lonjong, rasanya manis renyah, dan umumnya dipanen saat buah tua /masak (Wijoyo. 2012)

2.3Syarat Tumbuh

2.3.1 Kecocokan tanah dan ketinggian tempat

Pada dasarnya mentimun dapat tumbuh dan beradaptasi di hampir semua jenis tanah. Kemasaman tanah yang optimal untuk mentimun adalah antara

5,5―6,5. Tanah yang banayak mengandung air, terutama pada waktu

berbunga, merupakan jenis tanah yang cocok untuk penanaman mentimun di antaranya alluvial, latosal, dan andosol. Tanaman mentimun dapat tumbuh baik di ketinggian 0―1000 m di atas permukaan air laut.

2.3.2 Iklim yang Sesuai

1. Suhu

Untuk tumbuh dengan baik, tanaman mentimun cocok pada suhu tanah antara 18―300 C. Dengan suhu di bawah atau di atas kisaran tersebut, pertumbuhan tanaman mentimun kurang optimal. Namun, untuk perkecambahan benih, suhu optimal yang dibutuhkan antara 25―350 C.


(33)

15

2. Cahaya

Cahaya merupakan faktor yang sangat penting dalam pertumbuhan tanaman mentimun. Penyerapan unsur hara akan berlangsung dengan optimal jika pencahayaan berlangsung antara 8―12 jam/hari.

3. Kelembapan dan curah hujan

Kelembapan relatif udara yang di kehendaki oleh tanaman mentimun untuk pertumbuhannya antara 50―85%. Sementara curah hujan optimal yang diinginkan tanaman sayur ini antara 200―400 mm/bulan. Curah hujan yang terlalu tinggi tidak baik untuk pertumbuhan tanaman ini, terlebih pada saat mulai berbunga karena curah hujan yang tinggi banyak menggugurkan bunga (Sumpena, 2001).

Tanaman mentimun kurang tahan terhadap curah hujan yang tinggi. Hal ini mengakibatkan bunga-bunga yang terbentuk berguguran, sehingga gagal

membentuk buah. Demikian pula, pada daerah yang temperatur siang dan malam harinya berbeda sangat menyolok, sering memudahkan serangan penyakit tepung (Powdery Mildew) maupun busuk daun (Downy Mildew) (Wijoyo, 2012).

2.4 Boron (B)

Pertumbuhan, perkembangan dan produksi suatu tanaman ditentukan oleh dua faktor utama yaitu faktor genetik dan faktor lingkungan. Salah satu faktor lingkungan yang sangat menentukan lajunya pertumbuhan, perkembangan dan produksi suatu tanaman adalah tersedianya unsur-unsur hara yang cukup di dalam tanah.


(34)

16

Boron di tranportasikan dari larutan tanah ke akar tanaman melalui proses aliran masa dan difusi. Selain itu, boron sering terdapat dalam bentuk senyawa organik (Sutejo, 1987).

Kekurangan boron pada beberapa komoditas menunjukkan gejala, yaitu warna buah yang pucat, kulit buahnya retak dan rasanya seperti gabus. Sangat disarankan aplikasi pupuk boron melalui media tanam, kecuali untuk tanaman yang telah mendapatkan program penyemprotan secara rutin. Keracunan dapat menjadi masalah yang sangat serius jika jumlah boron terlalu berlebih (Novizan, 2005).

Tabel 1. Kebutuhan unsur hara pada tanaman mentimun Unsur Hara Kebutuhan unsur (ppm)

Makro

N 200

P 50

K 200

Ca 200

Mg 30

S 200

Mikro

Mn 0,3

Fe 2

B 0,3

Zn 0,5

Mo 0,2

Cu 0,03

Sumber (Haifa, 2011)

Natrium tetraborat merupakan sumber pupuk boron utama. Tingkat hidrasi diantara bahan-bahan yang tersedia menghasilkan konsentrasi boron yang berkisar dari 11-20%. Bentuk paling pekat terutama dirancang untuk semprotan daun. Boron dapat diberikan pada tanah maupun pada daun untuk mengoreksi


(35)

17

kekahatan. Beberapa aplikasi daun dengan takaran rendah lebih efektif daripada suatu aplikasi dengan takaran yang lebih tinggi (Engelstad, 1997).

Boron berperan penting dalam sintesis salah satu dasar pembentukan RNA pada pembentukan sel, misalnya pembelahan sel, diferensiasi atau pembedaan tugas sel, pendewasaan sel, respirasi atau pernapasan, dan pertumbuhan. Boron diangkut dari akar ke tajuk tanaman, terutama melalui xylem. Oleh karena tidak mobile maka sekali berada di suatu tempat, boron tidak dapat berpindah-pindah. Tanaman dapat menderita bukan saja akibat kekurangan (defisiensi), tetapi juga akibat kelebihan (toksis). Oleh karena itu, kekurangan maupun kelebihan unsur hara harus dihindari karena akan menurunkan kualitas hasil sehingga menjadi tidak layak jual (Sutiyoso, 2003).

Gejala defisiensi unsur boron tampak antara lain pertumbuhan titik tumbuh (meristem) abnormal. Titik tumbuh di pucuk akan kerdil dan akhirnya mati sehingga cabang tanaman berhenti memanjangkan diri. Oleh karena ada akumulasi zat pengatur tumbuh pada titik tumbuh maka daun dan ranting akan menjadi regas bila diremas. Titik tumbuh pada ujung akar membengkak, warna akan berubah dan akhirnya mati. Bagian dalam tanaman akan sering mengalami disintegrasi dengan gejala heart rot. Daun memperlihatkan beberapa macam gejala seperti menebal, regas, keriting, bercak klorosis, dan kemudian layu (Sutiyoso, 2003).

Dampak lainnya, laju proses fotosintesis tanaman akan menurun. Hal itu disebabkan oleh gula yang terbentuk dari karbohidrat hasil fotosintesis akan menumpuk di daun. Daun muda warnanya menjadi kecokelatan dan


(36)

18

membengkok. Selain itu, daun tumbuh pendek sehingga ujung pelepah melingkar (rounded front tip), anak daun pada ujung pelepah berubah bentuk menjadi kecil seperti rumput atau bristle tip, atau tumbuh rapat pendek seolah-olah bersatu dan padat (little leaf). Ketidaksempurnaan (malformation) bentuk daun itu berakibat pada terganggunya proses fotosintesis sehingga buah yang terbentuk sedikit, kecil, dan berkualitas rendah (Gusyana, 2011).

Kelebihan unsur boron menyebabkan pucuk daun menguning yang disusul dengan gejala nekrosis. Daun tampak gosong dan gugur sebelum waktunya. Gejala dimulai sebagai nekrosis dari ujung dan tepi daun yang kemudian melebar hingga ke tulang daun utama. Boron diserap oleh tanaman dalam bentuk ion BO3- dan ion H2BO3- (Anonim, 2011).

2.5Hidroponik

Hidroponik atau istilah asingnya hydroponics, berasal dari bahasa Yunani. Kata tersebut berasal dari gabungan dua kata yaitu hydro yang artinya air dan ponos

yang artinya bekerja, budidaya hidroponik artinya bekerja dengan air yang lebih dikenal dengan sistem bercocok tanam tanpa tanah. Dalam hidroponik hanya dibutuhkan air yang ditambahkan nutrien sebagai sumber makanan bagi tanaman (Irawan, 2003).

Harjadi (1989) menyatakan hidroponik merupakan budidaya tanaman dengan menggunakan larutan hara dan atau tanpa penambahan medium inert (seperti pasir, rockwool, arang sekam atau vermikulit) sebagai dukungan mekanis.


(37)

19

Hidroponik umumnya dilaksanakan dalam lingkungan terkendali, seperti

greenhouse.

Tanaman hidroponik ini pertama kali diperkenalkan oleh seorang peneliti dari Universitas California bernama Dr. W. F. Gericke pada 1930-an. Tanaman yang menjadi percobaannya saat itu adalah tomat, semenjak itu temuannya mengenai

tanaman “praktis” tersebut terkenal hingga lintas benua. Tanaman hidroponik pun banyak berkembang dan dibudidayakan di negara Jepang, India, Israel, dan

Hawaii (Ahira, 2012).

Berdasarkan media tanam yang digunakan, maka hidroponik dapat dilakukan dengan tiga metode, yakni :

1. Metode kultur air, dilakukan dengan menumbuhkan tanaman dengan air, namun cara ini masih tergolong mahal dalam budidaya hidroponik. 2. Kultur pasir, merupakan metode yang paling praktis dan lebih mudah

dilakukan terutama untuk lahan yang luas. Dalam metode ini pasir bertindak sebagai media tumbuh tanaman, suplai makanan berasal dari pupuk yang dilarutkan dalam air.

3. Metode kultur bahan porrus, metode ini media yang digunakan seperti arang sekam, sekam padi, dan media lainnya.

Sistem pemberian larutan nutrisi pada budidaya hidroponik ada berbagai macam, beberapa sistem pemberian larutan nutrisi yang sering digunakan dalam sistem hidroponik antara lain :


(38)

20

1. Sistem rendam, pemberian larutan nutrien ditempatkan di dasar pot yang kedap air, sehingga larutan merendam akar tanaman.

2. Sistem tetes, pemberian larutan dilakukan dengan mengalirkan larutan ke dalam selang irigasi dengan bantuan pompa. Pada selang dipasang alat tetes yang dapat menyalurkan nutrisi pada setiap tanaman. Keunggulan sistem tetes yaitu volume larutan yang akan diberikan dapat diatur.

3. Sistem siram, tanaman disiram seperti pada budidaya konvensional. 4. Sistem semprot, sistem semprot baik dilakukan di tempat luas dalam suatu

rumah kaca yang dilengkapi dengan pengaturan suhu dan kelembaban. 5. Sistem air mengalir, sistem air mengalir disebut juga NFT (Nutrient Film

Technique) yaitu dengan cara mengaliri larutan dengan pipa-pipa dengan bantuan pompa, pipa-pipa tersebut langsung dijadikan sebagai media tumbuh tanaman.

Banyak alasan untuk melakukan budidaya tanaman secara hidroponik,

diantaranya adalah keberhasilan tanaman begitu terjamin, dan dapat memelihara tanaman lebih banyak dalam ruang yang sempit daripada bercocok tanam konvensional, selain itu hampir semua tanaman dapat dibudidayakan secara hidroponik (Prihmantoro, 2005).

Penyiraman dilakukan secara kontinu dengan indikator apabila media tumbuh dipegang dengan tangan terasa kering. Media tanam hidroponik bersifat kering sehingga penyiraman tanaman jangan sampai terlambat. Jenis dan cara

penyiraman adalah sebagai berikut: a. Penyiraman manual


(39)

21

Penyiraman dilakukan dengan handsprayer, gembor atau gayung. b. Penyiraman otomatis

Penyiraman dapat dilakukan dengan Sprinkle Irrigation System dan Drip Irrigation System, yaitu sistem penyiraman semprot dan tetes . Sumber tenaga berasal dari pompa (Faruq, 2012)

Beberapa kelebihan bertanam secara hidroponik adalah produksi tanaman

persatuan luas lebih banyak, tanaman tumbuh lebih cepat, pemakaian pupuk lebih hemat, pemakaian air lebih efisien, tenaga kerja yng diperlukan lebih sedikit, lingkungan kerja lebih bersih, kontrol air, hara dan pH lebih teliti, masalah hama dan penyakit tanaman dapat dikurangi serta dapat menanam tanaman di lokasi yang tidak mungkin/sulit ditanami seperti di lingkungan tanah yang miskin hara dan berbatu atau di garasi (dalam ruangan lain) dengan tambahan lampu.

Sedangkan kelemahannya adalah ketersediaan dan pemeliharaan perangkat hidroponik agak sulit, memerlukan keterampilan khusus untuk menimbang dan meramu bahan kimia serta investasi awal yang mahal.

Faktor lingkungan sangat berpengaruh pada keberhasilan usaha hidroponik. Budidaya hidroponik dipengaruhi oleh komponen alami yang hendaknya

dikendalikan dan dimanfaatkan secara optimal untuk menunjang usaha produksi. Faktor lingkungan yang umumnya berpengaruh pada budidaya hidroponik yaitu curah hujan, kelembaban, cahaya, temperatur, elevasi dan angin (Sutiyoso, 2004). Kecukupan cahaya hendaknya dimanfaatkan dengan memberikan konsentrasi hara lebih tinggi. Pada temperatur yang tinggi, reaksi kimia akan berjalan cepat


(40)

22

2.6Media Tanam

Media hidroponik yang baik memiliki pH yang netral atau antara 5.5―6.5. Selain itu media harus porous dan dapat mempertahankan kelembaban. Media tanaman adalah media tumbuh bagi tanaman yang dapat memasok sebagian unsur-unsur hara yang dibutuhkan oleh tanaman. Media tanaman merupakan salah satu unsur penting dalam menunjang pertumbuhan tanaman secara baik. Sebagian besar unsur-unsur hara yang dibutuhkan tanaman dipasok melalui media tanaman. Selanjutnya diserap oleh perakaran dan digunakan untuk proses fisiologis tanaman (Prihmantoro, 2001).

Media tanam pada hidroponik tidak menyediakan unsur hara melainkan hanya berfungsi sebagai tempat tumbuh atau penopang tempat berdirinya tanaman yaitu tempat melekatnya akar, tetapi selain itu juga mampu menyerap, menyimpan dan meneruskan larutan nutrisi tanaman.

Media arang sekam mempunyai porositas yang baik, mudah mengikat air, tidak mudah lapuk, ringan, dan merupakan sumber kalium. Arang sekam baik untuk media tumbuh tanaman sayuran maupun buah-buahan secara hidroponik. Arang sekam dapat menahan air lebih lama dan membawa zat-zat organik yang

dibutuhkan oleh tanaman (Anonim, 1993).

Media arang sekam mempunyai kelebihan dan kekurangan. Kelebihannya antara lain harganya relatif murah, bahannya mudah didapat, ringan, sudah steril, dan mempunyai porositas yang baik. Kekurangannya yaitu jarang tersedia di pasaran,


(41)

23

yang umum tersedia hanya bahannya (sekam/kulit gabah) saja, dan hanya dapat digunakan dua kali (Prihmantoro, 2001).


(42)

24

III. BAHAN DAN METODE

3.1 Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Rumah Kaca Fakultas Pertanian Universitas Lampung dari bulan September 2012 sampai bulan Januari 2013.

3.2Bahan dan Alat

Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah ember, polybag ukuran 40x25 cm, meteran, penggaris, gelas ukur, sprayer, gunting, pisau, benang, wadah untuk menyemai dan alat tulis. Kemasan benih mentimun yang digunakan tertera pada Gambar 1.

Gambar 1. Kemasan benih mentimun Varietas Roman (a) dan Varietas Soarer (b).


(43)

25

Sedangkan bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah arang sekam, benih mentimun hibrida varietas Roman dan varietas Soarer, asam boraks, NPK mutiara, urea, kalsium klorida, magnesium sulfat, besi sulfat, mangan sulfat, asam boraks, tembaga sulfat, seng sulfat, natrium molibad, Dithane dan Antraxtan.

3.3 Metode Penelitian dan Analisis Data

Metode penelitian yang digunakan adalah rancangan acak lengkap (rakl). Perlakuan disusun secara faktorial 2×5 dengan 3 kali ulangan. Faktor pertama adalah perlakuan konsentrasi boron (B) yaitu : b1 = 0,10 ppm, b2 = 0,25 ppm, b3

= 0,40 ppm, b4 = 0,55 ppm, dan b5 = 0,70 ppm. Faktor kedua adalah varietas

tanaman mentimun (V), yaitu v1 = varietas Roman (lokal) dan v2 = varietas

Soarer (introduksi).

Homogenitas ragam diuji dengan uji Barlett dan aditivitas data diuji dengan uji Tuckey. Jika asumsi terpenuhi, data dianalisis dengan uji Fisher (uji F) pada taraf kepercayaan 95% yang dilanjutkan dengan analisis kecenderungan dengan

menggunakan polynomial orthogonal pada taraf nyata 5%.

3.4Pelaksanaan Penelitian

3.4.1 Persiapan Media Tanam

Media tanam yang digunakan yaitu arang sekam, media ini dimasukkan ke dalam


(44)

26

3.4.2 Pembuatan Formulasi Pupuk

Pupuk akan dibuat dengan menggunakan bahan-bahan yang sudah ada dan ditakar sesuai dengan dosis yang ada disajikan pada (Tabel 2).

Tabel 2. Mineral sumber hara untuk membuat stok larutan.

S T O K

KIMIA

SUMBER g / 1000 L

FORMULA NAMA

A

NPK 16:16:16 NPK mutiara N, P, K 1000

Urea Urea N 800

Ca (NO3)2.NH4 Calcinit Ca 250

MgSO4.7H2O Magnesium sulfat Mg, S 750

B

FeSO4.7H2O Besi sulfat Fe, S 4,00

MnSO4.4H2O Mangan sulfat Mn, S 2,00

H3BO4 Asam boraks B 2,00

CuSO4.5H2O Tembaga sulfat Cu, S 0,83

ZnSO4.7H2O Seng sulfat Zn, S 0,65

Na2MoO4.2H2O Natrium molibad Mo 0,36

Cara membuat larutan siap pakai dari larutan stok:

1. Pertama, melarutkan masing-masing pupuk stok A dan stok B dalam wadah terpisah dengan 10 liter air.

2. Kemudian, mencampurkan masing-masing larutan stok dengan mengambil 0,1 liter larutan stok A dan 0,1 liter larutan stok B. Diaduk, lalu dicampur dengan 9,8 liter air sehingga jumlahnya menjadi 10 liter, larutan ini siap diberikan pada tanaman.


(45)

27

Tabel 3. Larutan hara yang siap diaplikasikan ke tanaman percobaan.

No Unsur Hara ppm

1 Nitrogen (N) 590,99

2 Pospor (P) 69,85

3 Kalium (K) 132,76

4 Kalsium (Ca) 54,95

5 Magnesium (Mg) 73,17

6 Sulfur (S) 98,517

7 Besi (Fe) 0,81

8 Mangan (Mn) 0,49

9 Boron (B) 0,1; 0,25; 0,4; 0,55; 0,7

10 Tembaga (Cu) 0,21

11 Seng (Zn) 0,146

12 Molibdenum (Mo) 0,147

(Tabel 3) di atas, berdasarkan pengenceran dari stok A dan B dengan cara: 1. Pertama, melarutkan masing-masing pupuk stok A dan stok B dalam

wadah terpisah dengan 10 liter air.

2. Kemudian, mencampurkan masing-masing larutan stok dengan mengambil 0,1 liter larutan stok A dan 0,1 liter larutan stok B. Diaduk, lalu dicampur dengan 9,8 liter air sehingga jumlahnya menjadi 10 liter, larutan ini siap diberikan pada tanaman.

3.4.3 Penyemaian Benih Mentimun

Benih mentimun yang baik yaitu, kulit biji mengkilap, bebas serangan hama penyakit, tidak keriput, tidak berbintik-bintik, bersih, daya tumbuh di atas 90%, kadar air 13-14%. Benih mentimun direndam dalam air hangat 55―600 C selama 15―30 menit atau dalam air dingin selama 12 jam. Setelah direndam, benih dibalut dengan kain basah yang dilapisi plastik dan dibiarkan selama 12 jam. Benih mentimun yang sudah berkecambah segera disemai dalam polybag yang berisi media arang sekam. Hasil penyemaian mentimun dapat dilihat pada Gambar 2.


(46)

28

Gambar 2. Penyemaian

3.4.4 Pindah Tanam

Bibit mentimun dipindah tanam setelah berdaun 3―4 helai yaitu saat tanaman berumur 18 hari setelah tanam. Bibit dipindah tanam ke dalam polybag dengan ukuran 40x25 cm dan diisi dengan media arang sekam yang telah disiapkan sebelumnya. Pemindahan dilakukan dengan hati-hati, agar batang, daun dan akar tidak rusak atau patah.

3.4.5 Perawatan Tanaman

a. Penyulaman

Penyulaman dilakukan sejak tanam hingga umur 15 hari setelah tanam, penyulaman dilakukan dengan cara mengganti tanaman yang mati atau yang tumbuh abnormal dengan bibit baru.

b. Penyiraman

Penyiraman dilakukan secara manual dengan menggunakan gelas ukur sebanyak tiga kali sehari dilakukan pada pagi hari (09.00 WIB), siang (12.00 WIB) dan sore


(47)

29

(15.00 WIB) secara rutin. Proses penyiraman dan pemasangan lanjaran dapat dilihat pada Gambar 3.

Gambar 3. Penyiraman dilakukan secara manual (a) dan Pemasangan lanjaran (b).

c. Pemasangan lanjaran

Pemasangan lanjaran dilakukan pada saat tanaman berumur tujuh hari setelah pindah tanam. Fungsi lanjaran untuk merambatkan tanaman, memudahkan pemeliharaan, dan tempat menopang buah. Pemasangannya dengan

menggunakan benang kasur yang dililitkan pada tanaman.

d. Pemangkasan

Tanaman mentimun yang sudah berumur ±21 hari, biasanya tumbuh rimbun dan hanya akan menghasilkan pertumbuhan vegetatif saja. Pemangkasan dilakukan untuk membuang cabang dan daun yang tidak dikehendaki, tunas air, atau cabang yang terkena serangan penyakit. Pemangkasan dilakukan untuk merangsang terbentuknya cabang-cabang baru yang produktif menghasilkan bunga, sehingga dapat meningkatkan pertumbuhan dan produksi tanaman.


(48)

30

e. Pengendalian hama dan penyakit

Pengendalian hama dan penyakit tanaman mentimun dilakukan dengan menyemprotkan pestisida kimia yaitu Reagent dan Antracol, serta dengan membuang langsung bagian tanaman yang terserang secara manual.

3.4.6 Pengaplikasian Boron (B)

Pengaplikasian boron diberikan bersama unsur hara lainnya (unsur makro dan mikro), dengan konsentrasi boron (B), sebagai berikut: b1= 0.1 ppm, b2= 0.25

ppm, b3= 0.4 ppm, b4= 0.55 ppm dan b5= 0.7 ppm. Unsur boron dengan

masing-masing konsentrasi tersebut dilarutkan dan dicampurkan dengan unsur hara makro dan mikro, kemudian diberikan pada tanaman mentimun disetiap penyiraman. Larutan hara tersebut diukur menggunakan gelas ukur dengan volume siram 300 ml dan disesuaikan dengan kebutuhan tanaman.

3.4.7 Panen

Panen buah mentimun pada umumnya dapat dilakukan pada waktu tanaman berumur 30―50 hari setelah tanam. Panen pertama buah mentimun varietas Roman dilakukan saat tanaman berumur 49 hari setelah pindah tanam. Panen pertama buah mentimun varietas Soarer dilakukan saat tanaman berumur 42 hari setelah pindah tanam. Waktu panen yang baik adalah sekitar pukul 07.00―09.00. Cara panen dengan memetik tangkai buah menggunakan pisau tajam agar tidak merusak tanaman. Pemanenan dilakukan dengan hati-hati untuk mencegah kerusakan tanaman yang dapat mengganggu produksi berikutnya.

Pada saat panen, buah mentimun dipanen berdasarkan kriteria pemanenannya yaitu panjang buah berkisar 20―30 cm dan garis tengah 3―4 cm, bentuk buah


(49)

31

lurus dan kulit mulus serta masih muda dan segar. Selain itu, dalam melakukan pemanenan juga memperhatikan ukuran mentimun yang disesuaikan dengan permintaan pasar (Deptan, 2013).

3.4.8 Variabel Pengamatan

Variabel yang diamati, sebagai berikut:

1. Panjang tanaman

Panjang tanaman diukur dari pangkal batang sampai titik tumbuh menggunakan meteran dengan satuan sentimeter (cm), tanaman yang diamati sebanyak 30 sampel yang diukur setiap minggu dari umur 1 Minggu Setelah Tanam (MST) sampai 3 MST yaitu ketika tanaman telah memasuki fase vegetatif akhir. 2. Jumlah daun per tanaman

Jumlah daun dihitung berdasarkan banyaknya daun yang tumbuh, pengamatan dilakukan pada 30 tanaman yang dihitung setiap minggu dari umur 1 MST sampai 3 MST yaitu ketika tanaman telah memasuki fase vegetatif akhir.

3. Jumlah bunga jantan per tanaman

Pengamatan dilakukan pada 30 sampel tanaman yang diamati dari awal

kemunculan bunga (21 hari setelah pindah tanam) hingga pengamatan terakhir (94 hari setelah pindah tanam). Bunga jantan dicirikan tidak mempunyai bagian yang membengkak di bawah mahkota bunga. Bunga jantan tanaman mentimun dapat dilihat pada Gambar 4.


(50)

32

Gambar 4. Bunga Jantan 4. Jumlah bunga betina per tanaman

Pengamatan dilakukan pada 30 sampel tanaman yang diamati dari awal

kemunculan bunga (21 hari setelah pindah tanam) hingga pengamatan terakhir (94 hari setelah pindah tanam). Bunga betina mempunyai bakal buah yang

membengkak di bawah mahkota bunga. Bunga betina tanaman mentimun dapat dilihat pada Gambar 5.

(a) (b)

Gambar 5. Bunga Betina Varietas Roman (a); Varietas Soarer (b)

5. Jumlah buah total per tanaman

Pengamatan dilakukan pada 30 sampel tanaman yang diamati dari awal kemunculan buah pertama (47 hari setelah pindah tanam) hingga pengamatan terakhir (94 hari setelah pindah tanam).


(51)

33

6. Panjang buah per tanaman

Pengamatan dilakukan pada 30 sampel tanaman, anjang buah diukur dengan menggunakan meteran dengan satuan panjang sentimeter (cm), diukur dari pangkal buah hingga ujung buah. Pengamatan dilakukan tiap kali panen hingga panen terakhir yaitu pada umur tanaman berumur 94 hari setelah pindah tanam.

7. Diameter buah per tanaman

Pengamatan dilakukan pada 30 sampel tanaman, diameter buah diukur pada bagian tengah buah menggunakan jangka sorong dengan satuan sentimeter (cm).

8. Tebal daging buah per tanaman

Pengamatan dilakukan pada 30 sampel tanaman, tebal daging buah diukur dengan menggunakan meteran (cm), diukur dari daging mentimun terluar sampai daging mentimun bagian dalam yang berbatasan dengan biji mentimun.

9. Bobot buah per tanaman

Pengamatan dilakukan pada 30 sampel tanaman, bobot buah ditimbang

menggunakan timbangan dengan satuan gram (g), ditimbang dari hasil tiap kali panen hingga panen terakhir.

10.Bobot kering berangkasan per tanaman

Pengamatan dilakukan pada 30 sampel tanaman, seluruh bagian tanaman kecuali buah diambil dan dimasukkan ke dalam amplop sebanyak 30 berdasarkan sampel. Kemudian dioven pada suhu 800 C selama 3x24 jam dan ditimbang.


(52)

34

11.Produksi

Pengamatan dilakukan dengan menghitung jumlah buah dan bobot buah (g/tanaman).


(53)

44

V. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilaksanakan dapat diperoleh kesimpulan sebagai berikut :

1. Pada kisaran konsentrasi boron (B) dari 0,1 sampai 0,7 ppm tidak berpengaruh terhadap pertumbuhan dan produksi kedua varietas

mentimun (Roman dan Soarer), sehingga belum diperoleh pertumbuhan dan produksi terbaik.

2. Varietas Soarer menghasilkan pertumbuhan dan produksi yang lebih baik daripada varietas Roman. Rata-rata buah yang dihasilkan varietas Soarer yaitu enam buah sedangkan varietas Roman yaitu tiga buah.

3. Tidak terdapat interaksi antara varietas mentimun dan konsentrasi boron terhadap semua variabel, baik variabel pertumbuhan vegetatif maupun komponen generatif.

5.2 Saran

Berdasarkan hasil pengamatan dan pembahasan yang telah dilakukan, apabila akan melakukan penelitian serupa maka disarankan untuk meningkatkan


(54)

45

konsentrasi boron (B) dari 0,5 ppm sampai 2,5 ppm untuk mengetahui respons kedua varietas terhadap boron.


(55)

46

PUSTAKA ACUAN

Anonim1. 2011. Tipe Pertumbuhan Indeterminat.

http://www.google.co.id/search?hl=id&sa=X&ei=NmDpT8_NN4bNrQeTnLD7D Q&ved=0CEkQBSgA&q=tipe+pertumbuhan+indeterminate&spell=1. Di akses 01 Mei 2012 pukul 17.00 WIB

Anonim2. 1993. Media Arang Sekam. www.gerbangpertanian.com. Diakses 01 Mei 2012 pukul 17.40 WIB.

Ahira, A. 2012. Tanaman Hidroponik: Menanam Tanpa Tanah.

http://anne.blogspot.com . Diakses pada tanggal 01 Mei 2012 pukul 17.20 WIB

Engelstad, O.P., 1997. Teknologi dan Penggunaan Pupuk: Edisi ke-3. Yogyakarta: UGM Press. 949 hal

Faruq. 2012. Becocok Tanam dengan Sistem Hidroponik. www.blogspot.com. Diakses pada tanggal 01 Mei 2012 pukul 17.15 WIB

Gusyana, D. 2011. Bagaimana Cara Meningkatkan Produktivitas Kelapa Sawit. http://disbun.kuansing.go.id/1424/20111126. Diakeses pada tanggal 25 Juli 06:17 WIB.

Haifa. 2011. Nutritional Recommendation for Cucumber in open Field, Tunnels and Greenhouse. www. Haifa-group.com/files/Guides/cucumber.pdf. Diakses pada tanggal 27 Juni 2013 pukul 16.00 WIB

Hariswasono. 2011. Budidaya dan Analisa Usaha Tani Mentimun.

http://hariswasono.blog.com. Diaskses pada tanggal 01 Mei 2011 pukul 17.00 WIB

Harjadi, S.S. 1990. Dasar-dasar Hortikultura. Bogor: IPB. 20 hal Idris. 2004. Respon Tanaman Mentimun (Cucumis sativus L) Akibat

Pemangkasan dan Pemberian Pupuk ZA. Jurnal Penelitian Bidang Ilmu Pertanian 2 (1): 17-24


(56)

47

Imdad, H. P dan Nawangsih, AA. 2001. Sayuran Jepang Edisi ke-3. Jakarta: PT. Penebar Swadaya. 76-78 hal

Irawan. 2003. Hidroponik Bercocok Tanam Tanpa Media Tanah. Bandung: M2S. 20 hal

Jones, J,B. 2005. Hydroponics: A Paractical Guide for the Soilless Grower. USA: CRC Press. 440 hal

Juwita, M dan T. Sudartini. 2007. Pertumbuhan dan Hasil Mentimun (Cucumis sativus L.) Varietas Venus pada Frekuensi dan Konsentrasi Mikroba Efektif yang Berbeda. Jurnal Penelitian Bidang Ilmu Pertanian. Universitas Siliwangi Tasikmalaya 2 (1): 17-24

Karsono, S., Sudarmodjo dan Y. Sutiyoso. 2002. Hidroponik Skala Rumah Tangga. Jakarta: Agro Media Pustaka. 24 hal

Masbied. 2011. Identifikasi Gejala Defisiensi dan Kelebihan Unsur Hara Mikro pada Tanmana. http://www.masbied.com/2011/05/20/identifikasi-gejala-defisiensi-dan-kelebihan-unsur-hara-mikro-pada-tanaman/. Diakses pada tanggal 01 Mei 2012 pukul 21:56

Mukhamad, F. 2012. Budidaya Hidroponik Timun. Http:/faruq.blogspot.com. Diakses pada tanggal 10 Mei 2012

Novizan. 2005. Petunjuk Pemupukan yang Efektif. Jakarta: Agromedia Pustaka 114 hal.

Prihmantoro dan Yovita. 2001. Hidroponik Tanaman Sayuran Semusim untuk Bisnis dan Hobi. Jakarta: Penebar Swadaya. 59 hal.

Rahmawati, N. 2009. Pengaruh Varietas dan Konsentrasi Ethepon pada

Pertumbuhan dan Hasil Panen Tanaman Mentimun (Cucumis sativus L) dalam Budidaya Hidroponik. Bogor: Institut Pertanian Bogor. 25-32 hal. Resh, H. 2004. Hydroponic Food Production Sixth Edition. New Jersey:

Newconcept. 567 page

Rosmarkam, A. 2002. Ilmu Kesuburan Tanah. Yogyakarta: Kanisius. 224 hal Rukmana, R. 1994. Budidaya Mentimun. Yogyakarta: Kanisius. 69 hal

Rukmana, R. 2000. Teknik Perbanyakan Tanaman Hias. Yogyakarta: Kanisius. 80 hal


(57)

48

Salamala, M. 1990. Pengaruh Zat Pengatur Tumbuh Auksin dan Unsur Mikro terhadap Cherelle Will pada Kakao (Theobroma Cacao L).Tesis Fakultas Pasca sarjana, IPB: Bogor. 71 hal

Sasmito, M. A. 2005. Pengaruh Perlakuan Ethrel dan NAA terhadap

Pembentukan Bunga dan Nisbah Kelamin Tanaman Mentimun (Cucumis sativus L). IPB: Bogor. 4 hal

Sharma, O.P. 2002. Plant Taxonomy. New Delhi: Tata McGraw-Hill Publishing Company Limited. 482 page

Suginato. 2009. Manfaat Unsur Hara bagi Tanaman.

http://sugianto-industri.blogspot.com/2009/09. diakses pada tanggal 03 April 2012 Sumpena, U. 2001. Budidaya Mentimun Intensif. Jakarta: Penebar Swadaya.

92 hal

Sumpena, U. 2008. Budidaya Mentimun Intensif, dengan Mulsa, secara Tumpang Gilir. Jakarta: Penebar Swadaya. 80 hal

Sunarjono, H. 2005. Bertanam 30 Jenis Sayuran. Jakarta: Penebar Swadaya. 183 hal.

Sutejo, M.M. 1987. Pupuk dan Cara Pemupukan. Jakarta: Rineka Cipta. 177 hal Sutiyoso, Y. 2003. Meramu Pupuk Hidroponik. Jakarta: Penebar Swadaya.

121 hal

Wijayani A dan Widodo W. 2005. Usaha Meningkatkan Kualitas Beberapa Varietas Tomat dengan Sistem Budidaya Hidroponik. Ilmu Pertanian. 12(1): 77-83

Wijoyo, P.M. 2012. Budidaya Mentimun yang Lebih Menguntungkan. Jakarta: PT Pustaka Agro Indonesia. 69 hal

Zul. 2009. Keunggulan Timun Hibrida.

http://zul-bunga.blogspot.com/2009/11/keunggulan-timun-hibrida.html 08 Juni 2012 23:13 WIB

Wikipedia. 2012. Boron.http://ms.wikipedia.org/wiki/boron. Diakses pada tanggal 06 Juli 2012 pukul 20.05 WIB


(1)

Pengamatan dilakukan dengan menghitung jumlah buah dan bobot buah (g/tanaman).


(2)

V. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilaksanakan dapat diperoleh kesimpulan sebagai berikut :

1. Pada kisaran konsentrasi boron (B) dari 0,1 sampai 0,7 ppm tidak berpengaruh terhadap pertumbuhan dan produksi kedua varietas

mentimun (Roman dan Soarer), sehingga belum diperoleh pertumbuhan dan produksi terbaik.

2. Varietas Soarer menghasilkan pertumbuhan dan produksi yang lebih baik daripada varietas Roman. Rata-rata buah yang dihasilkan varietas Soarer yaitu enam buah sedangkan varietas Roman yaitu tiga buah.

3. Tidak terdapat interaksi antara varietas mentimun dan konsentrasi boron terhadap semua variabel, baik variabel pertumbuhan vegetatif maupun komponen generatif.

5.2 Saran

Berdasarkan hasil pengamatan dan pembahasan yang telah dilakukan, apabila akan melakukan penelitian serupa maka disarankan untuk meningkatkan


(3)

(4)

PUSTAKA ACUAN

Anonim1. 2011. Tipe Pertumbuhan Indeterminat.

http://www.google.co.id/search?hl=id&sa=X&ei=NmDpT8_NN4bNrQeTnLD7D Q&ved=0CEkQBSgA&q=tipe+pertumbuhan+indeterminate&spell=1. Di akses 01 Mei 2012 pukul 17.00 WIB

Anonim2. 1993. Media Arang Sekam. www.gerbangpertanian.com. Diakses 01 Mei 2012 pukul 17.40 WIB.

Ahira, A. 2012. Tanaman Hidroponik: Menanam Tanpa Tanah.

http://anne.blogspot.com . Diakses pada tanggal 01 Mei 2012 pukul 17.20 WIB

Engelstad, O.P., 1997. Teknologi dan Penggunaan Pupuk: Edisi ke-3. Yogyakarta: UGM Press. 949 hal

Faruq. 2012. Becocok Tanam dengan Sistem Hidroponik. www.blogspot.com. Diakses pada tanggal 01 Mei 2012 pukul 17.15 WIB

Gusyana, D. 2011. Bagaimana Cara Meningkatkan Produktivitas Kelapa Sawit. http://disbun.kuansing.go.id/1424/20111126. Diakeses pada tanggal 25 Juli 06:17 WIB.

Haifa. 2011. Nutritional Recommendation for Cucumber in open Field, Tunnels and Greenhouse. www. Haifa-group.com/files/Guides/cucumber.pdf. Diakses pada tanggal 27 Juni 2013 pukul 16.00 WIB

Hariswasono. 2011. Budidaya dan Analisa Usaha Tani Mentimun.

http://hariswasono.blog.com. Diaskses pada tanggal 01 Mei 2011 pukul 17.00 WIB

Harjadi, S.S. 1990. Dasar-dasar Hortikultura. Bogor: IPB. 20 hal Idris. 2004. Respon Tanaman Mentimun (Cucumis sativus L) Akibat

Pemangkasan dan Pemberian Pupuk ZA. Jurnal Penelitian Bidang Ilmu Pertanian 2 (1): 17-24


(5)

Irawan. 2003. Hidroponik Bercocok Tanam Tanpa Media Tanah. Bandung: M2S. 20 hal

Jones, J,B. 2005. Hydroponics: A Paractical Guide for the Soilless Grower. USA: CRC Press. 440 hal

Juwita, M dan T. Sudartini. 2007. Pertumbuhan dan Hasil Mentimun (Cucumis sativus L.) Varietas Venus pada Frekuensi dan Konsentrasi Mikroba Efektif yang Berbeda. Jurnal Penelitian Bidang Ilmu Pertanian. Universitas Siliwangi Tasikmalaya 2 (1): 17-24

Karsono, S., Sudarmodjo dan Y. Sutiyoso. 2002. Hidroponik Skala Rumah Tangga. Jakarta: Agro Media Pustaka. 24 hal

Masbied. 2011. Identifikasi Gejala Defisiensi dan Kelebihan Unsur Hara Mikro pada Tanmana. http://www.masbied.com/2011/05/20/identifikasi-gejala-defisiensi-dan-kelebihan-unsur-hara-mikro-pada-tanaman/. Diakses pada tanggal 01 Mei 2012 pukul 21:56

Mukhamad, F. 2012. Budidaya Hidroponik Timun. Http:/faruq.blogspot.com. Diakses pada tanggal 10 Mei 2012

Novizan. 2005. Petunjuk Pemupukan yang Efektif. Jakarta: Agromedia Pustaka 114 hal.

Prihmantoro dan Yovita. 2001. Hidroponik Tanaman Sayuran Semusim untuk Bisnis dan Hobi. Jakarta: Penebar Swadaya. 59 hal.

Rahmawati, N. 2009. Pengaruh Varietas dan Konsentrasi Ethepon pada

Pertumbuhan dan Hasil Panen Tanaman Mentimun (Cucumis sativus L) dalam Budidaya Hidroponik. Bogor: Institut Pertanian Bogor. 25-32 hal. Resh, H. 2004. Hydroponic Food Production Sixth Edition. New Jersey:

Newconcept. 567 page

Rosmarkam, A. 2002. Ilmu Kesuburan Tanah. Yogyakarta: Kanisius. 224 hal Rukmana, R. 1994. Budidaya Mentimun. Yogyakarta: Kanisius. 69 hal

Rukmana, R. 2000. Teknik Perbanyakan Tanaman Hias. Yogyakarta: Kanisius. 80 hal


(6)

Salamala, M. 1990. Pengaruh Zat Pengatur Tumbuh Auksin dan Unsur Mikro terhadap Cherelle Will pada Kakao (Theobroma Cacao L).Tesis Fakultas Pasca sarjana, IPB: Bogor. 71 hal

Sasmito, M. A. 2005. Pengaruh Perlakuan Ethrel dan NAA terhadap

Pembentukan Bunga dan Nisbah Kelamin Tanaman Mentimun (Cucumis sativus L). IPB: Bogor. 4 hal

Sharma, O.P. 2002. Plant Taxonomy. New Delhi: Tata McGraw-Hill Publishing Company Limited. 482 page

Suginato. 2009. Manfaat Unsur Hara bagi Tanaman.

http://sugianto-industri.blogspot.com/2009/09. diakses pada tanggal 03 April 2012 Sumpena, U. 2001. Budidaya Mentimun Intensif. Jakarta: Penebar Swadaya.

92 hal

Sumpena, U. 2008. Budidaya Mentimun Intensif, dengan Mulsa, secara Tumpang Gilir. Jakarta: Penebar Swadaya. 80 hal

Sunarjono, H. 2005. Bertanam 30 Jenis Sayuran. Jakarta: Penebar Swadaya. 183 hal.

Sutejo, M.M. 1987. Pupuk dan Cara Pemupukan. Jakarta: Rineka Cipta. 177 hal Sutiyoso, Y. 2003. Meramu Pupuk Hidroponik. Jakarta: Penebar Swadaya.

121 hal

Wijayani A dan Widodo W. 2005. Usaha Meningkatkan Kualitas Beberapa Varietas Tomat dengan Sistem Budidaya Hidroponik. Ilmu Pertanian. 12(1): 77-83

Wijoyo, P.M. 2012. Budidaya Mentimun yang Lebih Menguntungkan. Jakarta: PT Pustaka Agro Indonesia. 69 hal

Zul. 2009. Keunggulan Timun Hibrida.

http://zul-bunga.blogspot.com/2009/11/keunggulan-timun-hibrida.html 08 Juni 2012 23:13 WIB

Wikipedia. 2012. Boron.http://ms.wikipedia.org/wiki/boron. Diakses pada tanggal 06 Juli 2012 pukul 20.05 WIB