PENGARUH KECAKAPAN MANAJERIAL TERHADAP MANAJEMEN LABA DENGAN KOMPOSISI DEWAN KOMISARIS SEBAGAI VARIABEL PEMODERASI

(1)

PENGARUH KECAKAPAN MANAJERIAL TERHADAP MANAJEMEN LABA DENGAN KOMPOSISI DEWAN KOMISARIS SEBAGAI VARIABEL

PEMODERASI Oleh

David Saputra Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Mencapai Gelar Sarjana Ekonomi

Pada

Jurusan Akuntansi

Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Lampung

Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Lampung

Bandar Lampung 2013


(2)

INFLUENCE OF MANAGERIAL SKILLS ON EARNINGS MANAGEMENT WITH THE COMPOSITION OF THE BOARD OF

COMMISSIONERS AS A MODERATING VARIABLE By

David Saputra

This study aims to empirically examine the effect of managerial skills on earnings management by the composition of the board of commissioners as a moderating variable. Managerial skills were measured using Data Envelopment Analysis (DEA) to measure the level of efficiency manager, Earnings management as the dependent variable is measured by discretionary accrual from the Modified Jones models, the composition of the board of commissioners was measured by dividing the total of independent commissioners to total

This study used a sample of manufacturing firms during the years 2009-2011 by using purposive sampling method. The data used were obtained from annual reports listed manufacturing companies BEI. There are 141 companies during the years 2009-2011 that meet the criteria. The method of analysis used in this study is multiple regression analysis.

board of commissioners.

This study found that managerial skills have a significant effect on earnings management, while the composition of the board of commissioners did not have any effect on the relationship between managerial ability and earnings

management.

Keywords: Earnings Management, Data Envelopment Analysis (DEA), Multiple Linear Regression Analysis, Manufacturing Firm .


(3)

ABSTRAK

PENGARUH KECAKAPAN MANAJERIAL TERHADAP MANAJEMEN LABA DENGAN KOMPOSISI DEWAN KOMISARIS SEBAGAI

VARIABEL PEMODERASI Oleh

David Saputra

Penelitian ini bertujuan untuk menguji secara empiris pengaruh kecakapan manajerial terhadap manajemen laba dengan komposisi dewan komisaris sebagai variabel pemoderasi. Kecakapan manajerial diukur menggunakan Data

Envelopment Analysis (DEA) yang mengukur tingkat efisiensi manajer. Manajemen labasebagai variabel dependen diukur dengan menggunakan discretionary accrual dengan menggunakan model Modified Jones. Komposisi dewan komisaris diukur dengan cara membagi jumlah dewan komisaris

independen dengan total dewan komisaris.

Penelitian ini menggunakan sampel perusahaan manufaktur selama tahun 2009-2011 dengan menggunakan metode purposive sampling. Data yang digunakan diperoleh dari laporan tahunan dan laporan keuangan perusahaan manufaktur yang terdaftar BEI . Terdapat 141 perusahaan selama tahun 2009-2011 yang memenuhi kriteria. Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis regresi berganda.

Penelitian ini menemukan bahwa variabel kecakapan manajerial memiliki

pengaruh signifikan terhadap manajemen laba (earnings management), sedangkan variabel komposisi dewan komisaristidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap hubungan pengaruh kecakapan manajerial terhadap manajemen laba (earnings management).

Kata kunci:Manajemen Laba, Data Envelopment Analysis (DEA), Analisis Regresi Linear Berganda, Perusahaan Manufaktur.


(4)

(5)

(6)

(7)

(8)

DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL ABSTRAK HALAMAN PERSETUJUAN HALAMAN PENGESAHAN RIWAYAT HIDUP PERSEMBAHAN MOTO SANWACANA DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 7

1.3 Batasan Penelitian ... 7

1.3 Tujuan Penelitian ... 8

1.4 Manfaat Penelitian ... 8

II. LANDASAN TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS 2.1 Landasan Teori ... 9

2.1.1 Teori Agensi ... 9

2.1.2Asimetri Informasi ... 11

2.1.3 Kecakapan Manajerial ... 12

2.1.4 Komposisi Dewan Komisaris ... 14

2.1.5 Manajemen Laba ... 15

2.1.5.1 Faktor yang Mempengaruhi Manajemen Laba ... 16

2.1.6 Data Envelopment Analysis (DEA) ... 17

2.2 Penelitian Terdahulu ... 17

2.3 Model Penelitian ... 20

2.4 Pengembangan Penelitian ... 20


(9)

ii

III. METODE PENELITIAN

3.1 Populasi dan Sampel ... 25

3.2 Data Penelitian ... 26

3.2.1 Jenis dan Sumber Data ... 26

3.2.2 Metode Pengumpulan Data ... 27

3.3 Definisi Operasional Variable ... 27

3.3.1 Variabel Dependen ... 27

3.3.2 Variabel Independen ... 29

3.3.3 Variabel Pemoderasi ... 32

3.4. Metode Analisis Data ... 33

3.4.1Statistik Deskriptif ... 33

3.4.2 Uji Asumsi Klasik ... 35

3.5 Pengujian Hipotesis ... 35

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Statistik Deskriptif Variable Penelitian ... 38

4.2 Hasil Pengujian Asumsi Klasik ... 39

4.2.1 Uji Normalitas ... 39

4.2.2 Uji Multikolonieritas ... 40

4.2.3 Uji Heteroskedastisitas ... 40

4.2.4 Uji Autokorelasi ... 41

4.2.5 Hasil Pengujian Hipotesis ... 42

4.2.6 Persamaan Regresi ... 43

4.3 Pengujian Hipotesis... 43

4.3.1 Hipotesis 1... 43

4.3.2 Hipotesis 2 ... 44

4.4 Pembahasan ... 44

4.4.1 Pengaruh Kecakapan Manajerial Terhadap Manajemn Laba . 44 4.4.2 Pengaruh Komposisi Dewan Komisaris terhadap Hubungan Kecakapan Manajerial dengan Manajemen Laba ... 46

V. SIMPULAN 5.1 Simpulan dan Implikasi ... 47

5.1.1 Simpulan ... 48

5.1.2 Implikasi ... 48

5.2 Keterbatasan Penelitian ... 49

5.3 Saran ... 49 DAFTAR PUSTAKA


(10)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. Teknik Pemilihan Sampel ... 26

2. Statistik Deskriptif Sampel Penelitian ... 37

3. Uji Multikolonieritas….. ... 40

4. Uji Glejser... 41

5. Uji Durbin-Watson (DW Test) ... 41

6. Uji Determinasi ... 42

7. Persamaan Regresi ... 42


(11)

v

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1. Model Penelitian ... 20 2. Uji Normalitas P-Plot ... 39


(12)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Nama Sampel Perusahaan Manufaktur

Lampiran 2 Data Perhitungan Data Envelopment Analysis (DEA) Lampiran 3 Data Discretionary Accruals Perusahaan Manufaktur Lampiran 4 Data Perhitungan Komposisi Dewan Komisaris Lampiran 5 Hasil Uji Statistik Deskriptif

Lampiran 6 Hasil Uji Normalitas Lampiran 7 Hasil Uji Multikolonieritas Lampiran 8 Hasil Uji Heteroskedastisitas Lampiran 9 Hasil Uji Autokorelasi Lampiran 10 Hasil Uji Determinasi


(13)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Informasi laba sebagai bagian dari laporan keuangan, sering menjadi target rekayasa melalui tindakan oportunis manajemen untuk memaksimumkan kepuasaannya, tetapi dapat merugikan para pemegang saham atau investor. Tindakan oportunis ini dilakukan dengan cara memilih kebijakan akuntansi tertentu, sehingga laba perusahaan dapat diatur, dinaikkan atau diturunkan sesuai dengan keinginannya. Tindakan oportunis ini dimaksudkan untuk mengatur laba sesuai dengan keinginannya dan dikenal dengan istilah manajemen laba (earnings management).

Manajemen laba merupakan salah satu bahasan yang menarik untuk dijadikan penelitian. Beberapa hasil penelitian terdahulu membuktikan manajer

menggunakan kebijakan pengelolaan akrual untuk berbagai alasan. Healy (1985) dalam Isnugrahadi dan Kusuma (2009) menemukan bahwa manajer menggunakan akrual diskresioner ini untuk meningkatkan kompensasi yang ingin mereka

terima. Manajer juga menggunakan manajemen laba untuk meningkatkan kesejahteraan pemegang saham dengan cara menurunkan pajak ataupun mengurangi regulatory costs (Healy, 1996).


(14)

Isnugrahadi dan Kusuma (2009) mengemukakan bahwa seorang manajer merupakan pelaku utama manajemen laba, akan tetapi penelitian untuk menguji pengaruh kecakapan manajer terhadap manajemen laba sepanjang pengetahuan peneliti sangat jarang dilakukan. Penelitian ini menarik untuk dilakukan guna menjawab pertanyaan seperti, apakah semakin cakap seorang manajer akan berarti manajer tersebut tidak melakukan manajemen laba atau semakin cakap seorang manajer maka akan semakin banyak melakukan tindakan manajemen laba.

Sebagai perilaku opportunistic, manajer memaksimalkan utilitasnya dalam menghadapikontrak kompensasi. Penelitian terkait dengan motivasi bonus menyatakan bahwa manajer berusaha memanipulasi laba untuk memaksimalkan nilai sekarang dari pembayaran bonus (Houlthausen, 1995). Healy (1985) dalam Purwanti (2010) menemukan bahwa manajer juga menggunakan akrual

diskresioner ini untuk meningkatkan kompensasi yang ingin mereka terima.

Sampai saat ini, masih sedikit yang menguji tentang faktor kecakapan manajer, mungkin karena terkait dengan susahnya alat pengukur kecakapan manajerial ini. Demerjian dkk. (2006) memperkenalkan pengukuran kecakapan manajerial di bidang keuangan menggunakan Data Envelopment Analysis (DEA). Mereka mencoba menguji pengaruh kecakapan manajerial dalam bidang keuangan dengan kualitas laba. Dalam penelitiannya tersebut, Demerjian dkk.(2006) menyarankan agar variabel kecakapan manajerial ini diuji pengaruhnya terhadap variabel-variabel lainnya, salah satunya adalah manajemen laba. Kemudian Isnugrahadi dan Kusuma (2009) juga menyarankan agar menggunakan variabel pemoderasi lainnya. Salah satunya adalah komposisi dewan komisaristerkait dengan tidak


(15)

3

signifikannya kualitas auditor sebagai variabel pemoderasi untuk menguji pengaruh kecakapan manajerial terhadap manajemen laba dalam penelitiannya.

Saran Isnugrahadi dan Kusuma (2009) mendorong penulis untuk menguji kembali hubungan antara kecakapan manajerial dengan manajemen laba, tetapi bukan dengan kualitas auditor melainkan dengan komposisi dewan komisaris sebagai variabel pemoderasinya. komposisi dewan komisaris adalah posisi terbaik untuk mengawasi sistem perusahaan dan merupakan salah satu indikator Good

Corporate Governance (GCG) diharapkan mampu untuk menekan motivasi manajer dalam melakukan manajemen laba, dikarenakan adanya peluang-peluang untuk memaksimalkan bonus yang diperoleh manajer apabila berhasil membawa perusahaan mendapatkan target laba yang diinginkan. Gunarsih dan Hartadi (2002) dalam Tutut (2010) mengemukakan bahwa dewan komisaris secara luas dipercaya memainkan peranan penting khususnya dalam memonitor manajemen tingkat atas. Dewan komisaris bertugas untuk menjamin terlaksananya strategi perusahaan, mengawasi manajemen dalam mengelola perusahaan serta

mewajibkan terlaksananya akuntabilitas (FCGI, 2003). Sejalan dengan yang dilakukan oleh Demerjian, dkk.(2006), variabel kecakapan manajerial ini akan diukur dengan menggunakan DEA.

Manajer dituntut untuk memiliki keahlian yang cukup agar semua judgment dapat dilakukan dengan baik. Keahlian dapat dimiliki apabila manajer mempunyai tingkat intelegensia yang tinggi, tingkat pengalaman manajer yang cukup di bidangnya, dalam hal ini bidang keuangan, dan tingkat pendidikan yang cukup tinggi.


(16)

Manajer yang cakap dan mampu membuat keputusan-keputusan yang memberi nilai tambah bagi perusahaan adalah salah satu kunci kesuksesan sebuah

perusahaan. Tetapi mengharapkan seorang manajer yang akan selalu melaporkan laba yang berkualitas adalah hal yang naif. Sugiri (2005) dalam Isnugrahadi dan Kusuma (2009) mengatakan bahwa ada dua prasyarat yang harus ada agar manajemen selalu jujur dalam melaksanakan tugasnya. Pertama, kultur organisasional harus mendukung pengambilan keputusan yang etis. Kedua, manajemen harus memiliki pemotivator untuk selalu bertindak jujur.

Prasyarat lain agar manajemen selalu jujur dalam melaksanakan tugasnya adalah apabila manajer dan pemegang saham memiliki informasi dengan jumlah dan kualitas yang sama. Pada kenyataannya, manajer mempunyai informasi yang lebih beragam dan lebih baik kualitasnya dibandingkan dengan para pemegang saham. Tindakan manajer juga tidak dapat diamati langsung secara terus-menerus oleh para pemegang saham. Pada kondisi ini, seorang manajer mempunyai informasi tersembunyi yang bisa dieksploitasi demi kepentingan pribadi manajer. Perilaku oportunis ini biasanya dimanfaatkan manajer untuk mendapatkan bonus yang besar.

Pada perilaku oportunis ini, manajer yang cakap, otomatis paham dengan kondisi bisnis di perusahaannya akan dapat melihat komponen akrual yang ada untuk memaksimalkan bonusnya. Hal ini ditambah dengan adanya fleksibilitas dari standar akuntansi yang memperbolehkan manajemen untuk memilih metoda-metoda dan judgment akuntansi yang sesuai dengan kondisi bisnis di

perusahaannya. Pada saat yang sama, terjadi asimetri informasi yang mendorong manajemen untuk melakukan manajemen laba. Seorang manajer yang cakap-yang


(17)

5

termotivasi melakukan tindakan oportunis ini akan lebih mampu memanfaatkan peluang-peluang yang ada untuk melakukan manajemen laba.

Isnugrahadi dan Kusuma (2009) mengemukakan bahwa pada umumya seorang manajer berbagai perusahaan dalam penelitian tentang manajemen laba

diasumsikan mempunyai kesempatan dan kemampuan yang sama dalam melakukan praktik manajemen laba. Asumsi ini sebenarnya tidak tepat karena banyak faktor yang membedakan kemampuan dan kesempatan manager tersebut. Sweeney (1994) mengungkapkan bahwa keputusan akuntansi tahun sebelumnya yang dibuat perusahaan akan membatasi pilihan-pilihan akuntansi yang dihadapi oleh manager pada saat ini, sedangkan Dechow dkk. (1995) mengatakan bahwa struktur internal governance perusahaan sebagai faktor yang membatasi

kemampuan dan kesempatan manager dalam melakukan rekayasa laba. Salah satu faktor tersebut adalah peran pengawasan dewan komisaris dalam mewujudkan good corporate governance untuk memberikan perlindungan efektif bagi pemegang saham dan kreditor sehingga mereka yakin akan memperoleh return atas investasinya.

Dewan komisaris memiliki kewajiban dan bertugas untuk menjamin terlaksananya strategi perusahaan, mengawasi manajemen dalam mengelola perusahaan serta mewajibkan terlaksananya akuntabilitas (FCGI, 2003). Lebih jauh lagi, komisaris independen yang merupakan bagian dari dewan komisaris sangat berperan dalam meminimumkan manajemen laba yang dilakukan oleh pihak manajemen.

Komisaris independen ini diharapkan mampu untuk mendorong dan menciptakan iklim yang lebih objektif, serta dapat menempatkan kesetaraan (fairness) sebagai prinsip utama dalam memperhatikan kepentingan pemegang saham minoritas dan


(18)

stakeholders lainnya. Komisaris independen memikul tanggung jawab untuk mendorong secara proaktif agar dewan komisaris dalam melaksanakan tugasnya sebagai pengawas dan penasehat direksi dapat memastikan perusahaan memiliki strategi bisnis yang efektif, memastikan perusahaan memiliki eksekutif dan manajer yang profesional, memastikan perusahaan memiliki informasi, sistem pengendalian, dan sistem audit yang bekerja dengan baik, memastikan perusahaan mematuhi hukum dan perundangan yang berlaku maupun nilai-nilai yang

ditetapkan perusahaan dalam menjalankan operasinya, memastikan resiko dan potensi krisis sehingga selalu diidentifikasi dan dikelola dengan baik serta

memastikan prinsip-prinsip dan praktek good corporate governance dipatuhi dan diterapkan dengan baik (FCGI, 2003). Oleh karena itu, keberadaan komisaris independen dalam perusahaan diharapkan dapat menjamin laporan keuangan yang menggambarkan informasi sesungguhnya mengenai operasi perusahaan sehingga dapat mencegah praktik manajemen laba.

Berbeda dengan berbagai penelitian sebelumnya, variabel komposisi dewan komisaris yang ditempatkan sebagai variabel independen, tetapi pada penelitian ini variabel komposisi dewan komisaris ditempatkan sebagai variabel pemoderasi dalam hubungan antara kecakapan manajerial dan manajemen laba. Penggunaan variabel komposisi dewan komisaris sebagai variabel pemoderasi didasarkan pada penekanan terhadap masalah konflik kepentingan antara manajer (agent) dengan investor (principal). Komposisi dewan komisaris sebagai wujud dari pelaksanaan Good Corporate Governance (GCG) diharapkan mampu menekan motivasi seorang manajer dalam melakukan manajemen laba karena adanya fungsi monitoring yang baik terhadap kinerja manajemen.


(19)

7

Penelitian ini dimotivasi dengan adanya hasil yang tidak signifikan dari kualitas auditor pada hubungan antara kemampuan manajerial terhadap manajemen laba di penelitian sebelumnya

1.2 Rumusan Masalah

. Penulis mengikuti saran dari Isnugrahadi dan Kusuma (2009) untuk menggunakan variabel pemoderasi lainnya guna melihat variabel pemoderasi manakah yang signifikan mempengaruhi hubungan kecakapan manajerial terhadap manajemen laba, salah satunya adalahkomposisi dewan komisaris. Berdasarkan uraian tersebut maka penelitian ini akan mengambil judul: “Pengaruh Kecakapan Manajerial terhadap Manajemen Laba dengan

Komposisi Dewan Komisaris sebagai Variabel Pemoderasi.”

1. Apakah kecakapan manajerial memiliki pengaruh terhadap manajemen laba?

2. Apakah komposisi dewan komisaris memiliki pengaruh terhadap hubungan kecakapan manajerial dengan manajemen laba?

1.3 Batasan Masalah

1. Perusahaan terdaftar di Bursa Efek Indonesia dan termasuk kategori perusahaan manufaktur selama periode 2009-2011 dalam mata uang rupiah.

2. Variabel kecakapan manajerial akan diukur dengan Data Envelopment Analysis (DEA) yaitu dengan cara membagi output perusahaan dengan input perusahaan. Output perusahaan berupa penjualan. Sedangkan input perusahaan berupa total asset, jumlah tenaga kerja, Days COGS in Inventory (DCI), dan Days Sales Outstanding (DSO).


(20)

1.4 Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui apakah kecakapan manajerial memiliki pengaruh terhadap manajemen laba.

2. Untuk mengetahui apakah komposisi dewan komisaris memiliki pengaruh terhadap hubungan kecakapan manajerial dengan manajemen laba.

1.5 Manfaat Penelitian

Dari tujuan-tujuan penelitian di atas, maka manfaat yang dapat diperoleh dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1.5.1 Manfaat Teoretis

Penelitian ini dapat memberikan bukt i empiris dan memberikan kontribusi bagi perkembangan ilmu pengetahuan terutama penelitian yang berkaitan dengan peran manajer pada praktik manajemen laba, selain itu penelitian ini memberikan informasi mengenai karakteristik perusahaan yang melakukan manajemen laba dari sisi keuangan. 1.5.2 Manfaat Praktis

penelitian ini dapat digunakan sebagai referensi untuk penelitian mendatang mengenai peran kecakapan manajerialterhadap manajemen laba. Terutama faktor kecakapan manajerial yang belum banyak diteliti di Indonesia dan menjadi pertimbangan dalam pengambilan keputusan bagi pemilik perusahaan dalam mencegah manajemen laba.


(21)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS

2.1 Landasan Teori 2.1.1 Teori Agensi

Adanya pemisahan kepemilikan oleh principal dengan pengendalian oleh agent dalam sebuah organisasi cenderung menimbulkan konflik keagenan diantara principal dan agent. Jensen dan Meckling (1976) dalam Diah (2010) menyatakan bahwa laporan keuangan yang dibuat dengan angka-angka akuntansi diharapkan dapat meminimalkan konflik di antara pihak-pihak yang berkepentingan. Dengan laporan keuangan yang dilaporkan oleh agent sebagai pertanggungjawaban kinerjanya, principal dapat menilai, mengukur dan mengawasi sampai sejauh mana agent tersebut bekerja untuk meningkatkan kesejahteraannya dan serta sebagai dasar pemberian kompensasi kepada agent.

Jensen dan Meckling (1976) dalam Bimo (2012) menggambarkan hubungan agensi sebagai suatu kontrak di bawah satu atau lebih pemegang saham yang melibatkan agent untuk melaksanakan beberapa layanan bagi mereka dengan melakukan pendelegasian wewenang pengambilan keputusan kepada agent, baik pemegang saham maupun agent diasumsikan sebagai orang ekonomi rasional dan semata-mata termotivasi oleh kepentingan pribadi. Pemegang saham


(22)

mendelegasikan pembuatan keputusan mengenai perusahaan kepada manajer atau agent. Bagaimanapun juga, manajer tidak selalu bertindak sesuai keinginan pemegang saham, sebagian dikarenakan oleh adanya moral hazard.

Teori agensi mengasumsikan bahwa semua individu bertindak atas kepentingan mereka sendiri. Pemegang saham sebagai principal hanya tertarik kepada hasil investasi mereka bertambah di dalam perusahaan. Sedangkan para agent menerima kepuasan berupa kompensasi keuangan dan syarat-syarat yang menyertai dalam hubungan tersebut.

Ketidakseimbangan penguasaan informasi akan memicu munculnya suatu kondisi yang disebut sebagai asimetri informasi. Asimetri informasi yang terjadi antara manajemen (agent) dengan pemilik (principal) dapat memberikan kesempatan kepada manajer untuk melakukan manajemen laba (earnings manajement) dalam rangka menyesatkan pemilik (pemegang saham) mengenai kinerja ekonomi perusahaan.

Corporate governance yang merupakan konsep yang didasarkan pada teori keagenan, diharapkan bisa berfungsi sebagai alat untuk memberi keyakinan kepada investor bahwa mereka akan menerima return atas dana yang mereka investasikan. Corporate governance berkaitan dengan bagaimana investor yakin bahwa manajer akan memberikan keuntungan bagi investor, yakin bahwa manajer tidak akan mencuri/menggelapkan atau menginvestasikan ke dalam proyek-proyek yang tidak menguntungkan berkaitan dengan dana / kapital yang telah ditanamkan oleh investor dan berkaitan dengan bagaimana para investor mengendalikan para manajer (Shleifer dan Vishny, 1997) dalam Tutut (2010).


(23)

11

Mekanisme corporate governance diharapkan mampu mengurangi biaya keagenan (agency cost) yang terjadi dalam perusahaan.

2.1.2 Asimetri Informasi

Laporan keuangan digunakan oleh berbagai pihak. Pihak-pihak yang sebenarnya paling berkepentingan dengan laporan keuangan adalah para pengguna eksternal (pemegang saham, kreditor, pemerintah, masyarakat). Para pengguna internal (para manajemen) mengetahui peristiwa-peristiwa yang terjadi pada perusahaan, sedangkan pihak eksternal yang tidak berada di perusahaan secara langsung, tidak mengetahui informasi tersebut sehingga tingkat ketergantungan manajemen terhadap informasi akuntansi tidak sebesar para pengguna eksternal. Salah satu kendala yang akan muncul antara agent dan principal adalah adanya asimetri informasi (information asymmetry). Asimetri informasi muncul ketika manajer lebih mengetahui informasi internal dan prospek perusahaan di masa yang akan datang dibandingkan pemegang saham dan stakeholder lainnya.

Asimetri informasi adalah suatu keadaan dimana agent mempunyai informasi yang lebih banyak tentang perusahaan dan prospek di masa yang akan datang dibandingkan dengan principal. Kondisi ini memberikan kesempatan kepada agent menggunakan informasi yang diketahuinya untuk memanipulasi pelaporan keuangan sebagai usaha untuk memaksimalkan kemakmurannya. Menurut Scott (2008), terdapat dua macam asimetri informasi yaitu:

1. Adverse selection, yaitu bahwa para manajer serta orang-orang dalam lainnya biasanya mengetahui lebih banyak tentang keadaan dan prospek


(24)

perusahaan dibandingkan pihak luar. Dan mungkin terdapat fakta-fakta yang tidak disampaikan kepada principal.

2. Moral hazard, yaitu bahwa kegiatan yang dilakukan oleh seorang manajer tidak seluruhnya diketahui oleh investor (pemegang saham, kreditor), sehingga manajer dapat melakukan tindakan diluar pengetahuan pemegang saham yang melanggar kontrak dan sebenarnya secara etika atau norma mungkin tidak layak dilakukan.

Dalam tindakan ini seorang agent memiliki wewenang untuk mempengaruhi angka dalam laporan keuangan demi mencapai tujuan pribadinya. IAI (2009) menyatakan tujuan laporan keuangan adalah menyediakan informasi yang menyangkut posisi keuangan, kinerja serta perubahan posisi keuangan suatu perusahaan yang bermanfaat bagi sejumlah besar pemakai laporan keuangan dalam pengambilan keputusan ekonomi. Dengan adanya kondisi yang asimetri, maka agent dapat mempengaruhi angka-angka akuntansi yang disajikan dalam laporan keuangan dengan cara melakukan manajemen laba.

2.1.3 Kecakapan Manajerial

Adanya manajer yang berhasil mendesain proses bisnis yang efisien dan mampu membuat keputusan-keputusan yang memberi nilai tambah bagi perusahaan merupakan salah satu kunci kesuksesan sebuah perusahaan. Selain itu, manajer juga berkewajiban untuk mengkomunikasikan kinerja perusahaan kepada pihak luar perusahaan (stakeholders) yang berkepentingan dengan perusahaan. Laporan keuangan merupakan wadah yang paling tepat bagi manajer untuk


(25)

13

mengkomunikasikan kinerja perusahaan yang disusun pada setiap perioda pelaporan.

Badan standar akuntansi memperbolehkan manajer menggunakan judgment dalam membuat laporan keuangan dengan tujuan agar laporan tersebut sesuai dengan kondisi bisnis masing-masing perusahaan sehingga akan meningkatkan nilai dari akuntansi sebagai suatu bentuk komunikasi. Healy dan Wahlen (1999) dalam Isnugrahadi dan Kusuma (2009) mencontohkan beberapa bentuk dari judgment manajer dalam laporan keuangan tersebut, misalnya adalah pengestimasian kejadian-kejadian yang mengandung nilai ekonomis di masa datang seperti perkiraan umur ekonomis dan nilai sisa dari aktiva jangka panjang. Manajer juga harus memilih dari seperangkat metoda akuntansi yang diperbolehkan untuk melaporkan transaksi-transaksi ekonomis yang sama seperti penggunaan metoda garis lurus atau metoda percepatan dalam pencatatan depresiasi, ataupun memilih LIFO atau FIFO dalam penilaian sediaan. Manajer juga harus memilih untuk membebankan atau menangguhkan pengeluaran-pengeluaran seperti penelitian dan pengembangan (R&D).

Agar semua judgment seperti di atas dapat dilakukan dengan baik, manajer dituntut untuk memiliki keahlian yang cukup. Manajer bisa memiliki keahlian tersebut karena mereka biasanya mempunyai tingkat intelegensia dan tingkat pendidikan yang cukup tinggi. Disamping itu, tingkat pengalaman manajer juga turut menentukan keahlian manajerial yang dimilikinya.

Penelitian yang membahas mengenai kecakapan manajerial dalam bidang akuntansi keuangan belum banyak dilakukan. Hal ini mungkin disebabkan


(26)

kesulitan untuk mengukur variabel kecakapan manajerial tersebut. Demerjian dkk (2006) mengenalkan DEA sebagai alat pengukur kecakapan manajerial. Dalam penelitiannya tersebut, Demerjian dkk. (2006) mencoba menguji pengaruh kecakapan manajerial terhadap kualitas laba. Kecakapan manajerial dalam penelitian ini didefinisikan sebagai tingkat keefisienan relatif sebuah perusahaan dalam mengelola input-input (faktor-faktor sumber daya dan operasional) untuk meningkatkan output (penjualan). Tingkat keefisienan relatif ini kemudian disimpulkan sebagai hasil dari kecakapan manajer. Semakin efisien sebuah perusahaan dibanding dengan perusahaan lainnya dalam subsektor industri pemanufakturan yang sama, maka semakin cakap manajer yang berada di perusahaan tersebut (Isnugrahadi dan Kusuma, 2009).

2.1.4 Komposisi Dewan Komisaris

Komposisi Dewan Komisaris (BOD) adalah susunan keanggotaan yang terdiri dari komisaris dari luar perusahaan (komisaris independen) dan komisaris dari dalam perusahaan. Dewan komisaris memiliki peran untuk memonitor kebijakan direksi. Peran komisaris ini diharapkan dapat meminimalisir permasalahan agensi yang muncul antara dewan direksi dan pemengang saham, sehingga kinerja yang dihasilkan oleh perusahaan sesuai dengan tujuan yang telah direncanakan.

Dewan komisaris memegang peran penting dalam mengarahkan strategi dan mengawasi jalannya perusahaan serta memastikan bahwa para manajer benar- benar meningkatkan kinerja perusahaan sebagai bagian dari pencapaian

perusahaan. Egon (2000) dalam Bimo (2012) menyatakan bahwa dewan komisaris merupakan inti dari corporate governance yang ditugaskan untuk menjamin


(27)

15

pelaksanaan strategi perusahaan, mengawasi manajemen dalam mengelola perusahaan, serta mewajibkan terlaksananya akuntabilitas.

Fama dan Jensen (1983) menyatakan bahwa komisaris independen dapat

bertindak sebagai penengah dalam perselisihan yang terjadi diantara para manajer internal dan mengawasi kebijakan manajemen serta memberikan nasihat kepada manajemen. Komisaris independen merupakan posisi terbaik untuk melaksanakan fungsi monitoring agar terciptanya perusahaan yang Good Corporate Governance (GCG).

2.1.5 Manajemen Laba

Setiap individu mempunyai sifat yang cenderung untuk memaksimalkan kepentingannya sendiri. Demikian juga seorang manajer yang bekerja dalam sebuah perusahaan akan berusaha mencapai utilitasnya, apalagi pihak pemilik yang tidak dapat memonitor kinerja manajer setiap saat untuk meyakinkan bahwa mereka bekerja sesuai keinginan pemegang saham. Manajemen laba merupakan konsekuensi langsung dari para manajer dan pembuat laporan keuangan lainnya untuk melakukan manajemen atas informasi akuntansi, khususnya laba.

Menurut Sugiri (1998) dalam Widyaningdyah (2001) membagi definisi manajemen laba menjadi dua, yaitu:

a) Definisi sempit

Manajemen labadalam hal ini hanya berkaitan dengan pemilihan metode


(28)

manajer untuk ”bermain” dengan komponen discretionary accruals dalam menentukan besarnya earnings.

b) Definisi luas

Manajemen labamerupakan tindakan manajer untuk meningkatkan (mengurangi) laba yang dilaporkan saat ini atas suatu unit dimana manajer bertanggung jawab, tanpa mengakibatkan peningkatan (penurunan) profitabilitas ekonomis jangka panjang unit tersebut.

2.1.5.1 Faktor yang Mempengaruhi Manajemen Laba

Salah satu penelitian yang mengungkapkan faktor-faktor yang mempengaruhi manajemen laba adalah penelitian milik Sugiri (1998) yaitu:

1. Hipotesis Bonus Plan.

Bahwa pada perusahaan dengan bonus plan cenderung untuk menggunakan metode akuntansi yang akan meningkatkan income . Manajer perusahaan dengan rencana bonus tertentu cenderung lebih menykai metode yang meningkatkan periode berjalan. Pilihan tersebut diharapkan dapat meningkatkan nilai bonus yang kan diterima.

2. The debt covenant hypothesis

Perusahaan yang semakin mendekati pelanggaran debt covenant

(perjanjian kontrak hutang) cenderung untuk memilih prosedur akuntansi yang menggeser reported earnings dari future periods ke current period (menaikkan laba yang dilaporkan sekarang), ceteris paribus.

3. Political Cost Hypothesis

Perusahaan besar cenderung menggunakan metode akuntansi yang dapat mengurangi laba periodic dibandingkan perusahaan kecil. Hal ini


(29)

17

bertujuan untuk menghindari kewajiban pajak dan berbagai aturan yang kurang menguntungkan bagi perusahaan.

2.1.6 Data Envelopment Analysis (DEA)

Data Envelopment Analysis (DEA) biasanya digunakan untuk mengukur efisiensi relatif organisasi atau perusahaan. Satuan ukuran ini biasanya dinyatakan dalam Decision Making Unit atau Unit Kegiatan Ekonomi (UKE). Efisiensi relatif suatu UKE adalah efisiensi suatu UKE yang dibandingkan dengan efisiensi UKE lainnya dalam satu kesatuan populasi sampel. Di sini berlaku syarat bahwa UKE-UKE tersebut memiliki set data yang terdiri dari jenis input dan output yang sama.

Menurut DEA, UKE dikatakan efisien jika rasio perbandingan output/input sama dengan 1 atau 100%, artinya UKE tersebut sudah tidak lagi melakukan

pemborosan dalam penggunaan input-inputnya dan atau mampu memanfaatkan secara optimal kemampuan potensial produksi yang dimiliki sehingga mampu mencapai tingkat yang efisien. Suatu UKE dikatakan kurang efisien jika rasio perbandingan output/input bernilai antara 0 ≤ output/input< 1 atau nilainya kurang dari 100% artinya UKE tersebut masih melakukan tindakan-tindakan pemborosan dalam penggunaan input-input dan atau belum mampu

memanfaatkan input-inputyang dimiliki untuk digunakan supaya mampu menghasilkan outputyang optimal (Karsinah, 2007)

2.2 Penelitian Terdahulu

1. Isnugrahadi dan Kusuma (2009) menguji pengaruh kecakapan manajerial terhadap manajemen laba dengan kualitas auditor sebagai variabel


(30)

pemoderasi. Pada penelitiannya, kecakapan manajerial diuji dengan Data Envelopment Analysis (DEA). Manajemen laba diukur dengan menggunakan model Jones. Sedangkan kualitas auditor diukur dengan menggunakan variabel dummy, nilai 1 diberikan untuk auditor berkualitas tinggi (Big Four) dan nilai 0 diberikan untuk auditor berkualitas rendah (Big Four). Hasil penelitian ini, kecakapan manajerial berpengaruh positif secara signifikan terhadap manajemen laba, sedangkan variabel pemoderasi sendiri yang berupa interaksi antara kecakapan manajerial dan kualitas audior tidak berpengaruh negatif secara signifikan terhadap manajemen laba.

2. Purwanti (2012) menguji pengaruh kecakapan manajerial, kualitas auditor, komite audit, firm size dan leverage terhadap earnings management. Pada penelitiannya, , kecakapan manajerial diuji dengan Data Envelopment Analysis (DEA). Kualitas auditor diukur dengan menggunakan variabel dummy, nilai 1 diberikan untuk auditor berkualitas tinggi (Big Four) dan nilai 0 diberikan untuk auditor berkualitas rendah (Big Four). Komite audit diukur dengan menggunakan jumlah komite audit perusahaan. Firm size diukur dengan menggunakan logaritma natural dari besarnya total aset yang dimiliki perusahaan pada akhir tahun. Leverage dukur dengan menggunakan rasio Debt to Asset. Hasil dari penelitian ini adalah kecakapan manajerial dan levereage tidak berpengaruh signifikan terhadap manajemen laba. Sedangkan kualitas auditor, komite audit, dan firm size berpengaruh secara signifikan terhadap manajemen laba.


(31)

19

3. Demerjian, Lewis, Lev, dan Mc Vay (2006) menguji pengaruh kecakapan manajerial terhadap kualitas laba. Demerjian dkk (2006) menggunakan Data EnvelopmentAnalysis (DEA) untuk mengukur kecakapan manajerial. Hasil dari penelitan Demerjian dkk (2006) menemukan kecakapan manajerial berpengaruh secara signifikan terhadap kualitas laba. Dengan kata lain semakin cakap seorang manager maka laba yang dihasilkan semakin berkualitas.

4. Werner R. Murhadi (2009) menguji pengaruh good corporate governance terhadap praktik earnings manajement pada perusahaan terdaftar di PT Bursa Efek Indonesia. Good corporate governance diproksikan menjadi komisaris independen, komite audit, CEO Duality, top share, dan koalisi pemegang saham di luar controlling shareholder. Komisaris independen diukur dengan menggunakan persentase komisaris independen dibanding dengan total

komisaris. Komite audit diukur dengan menggunakan variabel dummy dimana nilai 1 bila terdapat komite audit dan nilai 0 bila tidak terdapat komite audit. CEO Duality diukur dengan variabel dummy, dimana nilai 1 bila terdapat CEO

Duality dan nilai 0 bila tidak terdapat CEO Duality. Top share diukur dengan menggunakan variabel dummy dimana nilai 1 apabila terdapat pemegang saham pengendali dan nilai 0 apabila tidak terdapat pemegang saham pengendali.

Share2_5 (S2_5) didefinisikan sebagai lima pemegang saham besar selain pemegang saham pengendali. Dimana kelima pemegang saham besar dapat melakukan koalisi untuk menghadapi pemegang saham pengendali. Harapan

(-) Share2_5 diukur sebagai berikut: �ℎ���25 =� ���

��.

2 5

�=2


(32)

Hasil dari penelitian ini adalah komisaris independen, komite audit, koalisi pemegang saham di luar controlling shareholder tidak berpengaruh secara signifikan terhadap manajemen laba. Sedangkan CEO Duality dan top share berpengaruh secara signifikan terhadap manajemen laba.

2.3 Model Penelitian

(-)

2.4 Pengembangan Hipotesis 1. KecakapanManajerial

Berdasarkan teori agensi yang menyatakan bahwa terdapat perbedaan kepentingan antara pemilik (principal) dengan manajemen (agent) perusahaan yang

mengasumsikan bahwa setiap individu bertindak atas kepentingan serta

keuntungan pribadi mereka sendiri dan teori tentang asimetri informasi yang biasa terjadi di perusahaan yang menyatakan bahwa terdapat perbedaan keadaan,

dimana manajemen (agent) mempunyai informasi yang lebih banyak tentang perusahaan dibandingkan pemilik perusahaan (principal). Hal-hal seperti inilah yang dimanfaatkan seorang manajer untuk melakukan manajemen laba. Hal ini didasari bahwa berharap seorang manajer yang cakap akan selalu melaporkan laba yang berkualitas adalah hal yang tidak mungkin, karena seorang manajer yang cakap dipandang lebih mampu dalam memanfaatkan peluang-peluang yang ada untuk melakukan manajemen laba, demi mendapatkan bonus yang lebih besar

(+)

Kecakapan Manajerial Manajemen Laba


(33)

21

lagi. Sugiri (2005) dalam Isnugrahadi dan Kusuma (2009) mengatakan ada dua hal prasyarat yang harus ada agar manajemen selalu jujur dalam melaksanakan tugasnya. Pertama, kultur organisasional harus mendukung pengambilan

keputusan yang etis. Kedua, manajemen harus memiliki pemotivator untuk selalu bertindak jujur. Tindakan manajer juga tidak dapat langsung diamati oleh para pemegang saham. Pada kondisi ini manajer memiliki informasi tersembunyi yang bisa dieksploitasi demi kepentingan pribadi manajer. Pada saat yang sama terjadi asimetri informasi yang mendorong manajemen untuk melakukan rekayasa laba. Seorang manajer handal yang termotivasi untuk melakukan tindakan oportunis akan lebih mampu untuk memanfaatkan peluang-peluang yang ada untuk melakukan manajemen laba.

H1

2. Komposisi Dewan Komisaris

= kecakapan manajerial berpengaruh positif terhadap manajemen laba

Komposisi Dewan Komisaris adalah susunan keanggotaan yang terdiri dari komisaris dari luar perusahaan (komisaris independen) dan komisaris dari dalam perusahaan. Menurut aturan yang dikeluarkan oleh PT Bursa Efek Jakarta (BEJ) didalam pencatatan efek nomor 1-A tentang ketentutan umum pencatatan efek yang bersifat ekuitas di bursa dalam angka 1-a menyebutkan tentang rasio komisaris independen yaitu komisaris independen yang jumlahnya secara proporsional jumlah saham anggota komisaris independen sekurang-kurangnya 30% dari jumlah seluruh anggota dewan komisaris wajib diisi oleh anggota komisaris yang berasal dari luar perusahaan. Jadi, seperti itulah komposisi dewan komisaris yang ideal. Berdasarkan konflik kepentingan antara pemilik perusahaan


(34)

(pricipal) dengan manajemen (agent) serta asimetri informasi akibat dari segala tindakan manajer yang tidak dapat diawasi langsung oleh pemilik perusahaan setiap harinya. Untuk mencegah kemungkinan seorang manajer untuk melakukan manajemen laba, maka diperlukan komposisi dewan komisaris yang ideal sebagai pihak penengah dan pengawas agar pelaporan keuangan dapat sesuai dengan kegiatan perusahaan yang sesungguhnya terjadi. Fama dan Jensen (1983) menyatakan bahwa komisaris independen dapat bertindak sebagai penengah dalam perselisihan yang terjadi diantara para manajer internal dan mengawasi kebijakan manajemen serta memberikan nasihat kepada manajemen. Kao dan Chen (2004) mengemukakan bahwa komposisi dewan komisaris luar perusahaan lebih independen terhadap manajemen dibandingkan dengan dewan komisaris yang berada di dalam perusahaan, sehingga lebih efektif dalam melaksanakan fungsi pengawasan terhadap manejemen. Egon (2000) dalam Bimo (2012) menyatakan bahwa dewan komisaris merupakan inti dari corporate governance yang ditugaskan untuk menjamin pelaksanaan strategi perusahaan, mengawasi manajemen dalam mengelola perusahaan, serta mewajibkan terlaksananya akuntabilitas. Jadi, dengan adanya komposisi dewan komisaris yang ideal,

diharapkan mampu untuk melakukan pengawasan yang baik ke perusahaan secara keseluruhan guna menekan keinginan manajer dalam melakukan manajemen laba. Sehingga, semakin besar proporsi dewan komisaris independen dalam komposisi dewan komisaris maka manajemen laba akan semakin berkurang. Komisaris independen merupakan posisi terbaik untuk melaksanakan fungsi monitoring agar terciptanya perusahaan yang memiliki Corporate Governance yang baik.


(35)

23

Variabel komposisi dewan komisaris ini dihitung dengan membagi jumlah komisaris independen terhadap jumlah total anggota komisaris.

H2 = Komposisi dewan komisaris berpengaruh negatif terhadap hubungan


(36)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Populasi dan Sampel

Data dalam penelitian ini adalah data sekunder yang didapatkan dari Indonesian Capital Market Directory (ICMD), OSIRIS, dan website Bursa Efek Indonesia. Data tersebut berupa laporan keuangan yang nantinya akan diambil elemen-elemen tertentu yang akan digunakan dalam pengukuran variabel kecakapan manajerial dengan metoda DEA maupun variabel manajemen laba.

Pemilihan sampel dalam penelitian ini akan menggunakan metoda purposive sampling dengan kriteria-kriteria sebagai berikut:

1. Perusahaan terdaftar di Bursa Efek Indonesia dan termasuk kategori perusahaan manufaktur selama periode 2009-2011.

2. Selama periode 2009-2011 perusahaan menerbitkan laporan keuangan secara lengkap dan dalam mata uang rupiah.

3. Perusahaan memiliki data lengkap mengenaiinformasi yang meliputi total aset, pendapatan, piutang dagang, sediaan, aset tetap, harga pokok penjualan (cost of goods sold), aliran kas bersih dari operasi, jumlah tenaga kerja, jumlah dewan komisaris.


(37)

26

Dari kriteria di atas, didapat 47 sampel perusahaan manukfaktur manufaktur yang terdaftar dalam Bursa Efek Indonesia. Tabel 3.1 menjelaskan jumlah dan kriteria perusahaan yang sesuai.

Tabel 3.1 Pemilihan Sampel

No Kriteria Sampel Jumlah

Perusahaan 1 Perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI untuk tahun

2009-2011

115 2 Tidak tersedia laporan tahunan lengkap selama tahun

2009-2011

(61) 3 Tersedia laporan tahunan lengkap selama tahun 2009-2011 54

4 Laporan kuangan dalam mata uang asing (7)

Total Sampel 47

Sumber : Data olahan (2013)

Jumlah perusahaan manufaktur yang sesuai kriteria adalah 47 perusahaan dari berbagai subsektor perusahaan, pengamatan selama 3 tahun sehingga 47 perusahaan dikali 3 sehingga didapat 141 pengamatan.

3.2 Data Penelitian

3.2.1 Jenis dan Sumber Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder, yaitu data yang diperoleh peneliti secara tidak langsung melalui media perantara. Jenis data dalam penelitian ini adalah data sekunder, yaitu berupa laporan laporan tahunan (annual report) periode 2009-2011. Sumber data diperoleh dari Indonesian Capital Market Directory (ICMD) dan website Bursa Efek Indonesia.


(38)

3.2.2 Metode Pengumpulan Data

Dalam penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan data yang akurat dan relevan sesuai dengan rumusan masalah yang dibahas. Metode pengumpulan data adalah sebagai berikut:

1. Tinjauan Kepustakaan

Metode ini digunakan untuk mempelajari lebih dalam konsep dan teori yang berhubungan dengan penelitian ini sehingga mendapatkan landasan teori yang memadai untuk melakukan penelitian.

2. Mengakses web dan situs terkait

Metode ini digunakan untuk mencari dan melengkapi data-data yng dibutuhkan dalam penelitian ini sebagai sumber informasi, antara lain: Indonesian Capital Market Directory (ICMD) , IDX, Bursa Efek Indonesia. Data yang terkumpul kemudian akan dilanjutkan dengan pencatatan , perekapan dan penghitungan sehingga mendapatkan hasil penelitian.

3.3 Operasional Variabel Penelitian 3.3.1 Variabel Dependen

Variabel dependen (terikat) adalah tipe variabel yang dijelaskan atau dipengaruhi oleh variabel independen. Variabel dependen dalam penelitian ini adalah

manajemen laba. Penyajian laba merupakan hal yang sering dimanipulasi oleh pihak manajemen perusahaan untuk menghasilkan suatu pelaporan keuangan yang terlihat menguntungkan. Usaha ini disebut dengan manajemen laba. Pengukuran manajemen laba dilakukan dengan dengan cara menghitung discretionary accrual. Pengukuran discretionary accrual sebagai proksi kualitas laba (manajemen laba)


(39)

28

menggunakan model Jones (1991) yang dimodifikasi oleh Dechow, dkk. (1995). Model ini digunakan karena dinilai merupakan model yang paling baik dalam mendeteksi manajemen laba. Untuk mendapatkan nilai discretionary accrual dilakukan dengan langkah-langkah berikut ini:

a. Menghitung total accrual:

Total Accrual (TAC) = laba bersih setelah pajak (net income) – arus kas operasi (cash flow from operating).

b. Menghitung nilai accruals dengan persamaan regresi linear sederhana atau Ordinary Least Square (OLS):

�� −���1�= �1 � 1

�� −1 �+�2�

�����

�� −1 �+�3 (

����

�� −1 ) +�

Keterangan:

TACt : total accruals perusahaan i pada periode t.

At-1 : total aset untuk sampel perusahaan i pada tahun t-1.

ΔREVt : perubahan pendapatan perusahaan i dari tahun t-1 ke tahun t. PPEt : aktiva tetap (gross property plant and equipment) perusahaan tahun t.

c. Menghitung nilai nondiscretionary accrual (NDA):

perhitungan nilai nondiscretionary accrual (NDA) dengan persamaan dengan terlebih dahulu melakukan regresi linear sederhana dengan persamaaan :

��� = �1 �

1

��−1�

+ �2 �∆���� − ∆����

��−1 �

+ �23 (����

��−1


(40)

Keterangan:

��� : non discretionary accruals pada tahun t.

� : fitted coeffcient yang diperoleh dari hasil regresi pada perhitungan total accruals.

∆���� : perubahan pendapatan perusahaan i dari tahun t-1 ke tahun t. d. Menghitung nilai discretionary accruals:

DACt = ( TACt

At−1 )−NDAt Keterangan:

DACt : discretionary accruals perusahaan i pada periode t.

3.3.2 Variabel independen

Variabel independen yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

Kecakapan Manajerial

Kecakapan manajerial dalam penelitian ini didefinisikan sebagai tingkat

keefisienan relatif sebuah perusahaan dalam mengelola input-input (faktor-faktor sumber daya dan operasional) untuk meningkatkan output (penjualan). Tingkat keefisienan relatif ini kemudian disimpulkan sebagai hasil dari kecakapan manajer. Semakin efisien sebuah perusahaan dibanding dengan perusahaan lainnya dalam subsektor industri pemanufakturan yang sama, maka semakin cakap manajer yang berada di perusahaan tersebut (Isnugrahadi dan Kusuma, 2009).


(41)

30

Kecakapan manajerial diukur dengan menggunakan Data Envelopment Analysis (DEA). DEA adalah sebuah program optimisasi yang digunakan untuk

mengevaluasi efisiensi relatif suatu Unit Kegiatan Ekonomi (UKE) berupa perbandingan antara output atau multi output dengan input atau multi input. Hasil perbandingan antara UKE yang satu dapat diperbandingkan efisensi relatifnya dengan UKE yang lain dengan syarat output dan input yang digunakan sama. Output dan input yang digunakan adalah sebagai berikut:

Output:

Output yang digunakan hanya satu yaitu penjualan. Alasan memakai penjualan sebagai output karena penjualan merepresentasikan nilai nominal dari produk perusahaan yang merupakan output mendasar dari perusahaan.

Input:

Beberapa item yang dijadikan input dikelompokkan menjadi dua faktor yaitu faktor sumber daya (total aset dan jumlah tenaga kerja) dan faktor operasional (Days COGS in Inventory dan Days Sales Outstanding).

a. Total Aset

Total aset dimasukkan sebagai input karena aset merupakan faktor sumber daya yang sangat penting dalam menghasilkan penjualan (output). Seorang manajer yang cakap akan mampu mengelola besaran aset yang diperlukan untuk menghasilkan penjualan yang maksimal.

b. Jumlah tenaga kerja

Selain aset, faktor sumber daya lain yang berperan menghasilkan penjualan adalah tenaga kerja. Secara umum, untuk nilai penjualan yang tertentu, semakin kecil


(42)

jumlah tenaga kerja untuk menghasilkan penjualan tersebut maka semakin efisien perusahaan tersebut.

c. Days COGS in Inventory (DCI)

Variabel ini mengukur besaran kecepatan perputaran sediaan perusahaan dalam satuan hari. Semakin kecil waktu (hari) yang diperlukan untuk perputaran sediaan maka semakin efisien perusahaan tersebut. Manajer yang handal diharapkan mampu mengambil langkah-langkah yang diperlukan untuk meminimalkan besaran DCI ini. Rumus untuk menghitung besaran DCI adalah sebagai berikut:

DCI = 365 / (COGS / Inventory) Keterangan:

COGS : Cost of Goods Sold

d. Days Sales Outstanding (DSO)

DSO mengukur waktu yang diperlukan oleh perusahaan untuk mendapatkan kas setelah melakukan penjualan. Semakin cepat perusahaan mendapatkan kas semakin baik. Rumus untuk menghitung DSO adalah sebagai berikut: DSO = Receivables / (Sales / 365)

Model yang dipergunakan untuk menghitung efisiensi dengan pendekatan DEA adalah sebagai berikut:

��� = ∑−1 ��

1� ��

Keterangan:

� : nilai efisiensi perusahaan k


(43)

32

Yik : jumlah output i dari perusahaan k dan dihitung dari i=1 hingga s Vj : bobot input j yang digunakan perusahaan k

Xjk : jumlah input j dari perusahaan k dan dihitung dari j=1 hingga m

Rasio efisiensi � kemudian didapatkan dengan persamaan:

∑−1 ��

∑ −1� ��

≤(� = 1, … . , )

�1 ,�2,… ,� ≥0 1, 2,…, � ≥0

Dari persamaan diatas dapat diketahui bahwa nilai efisiensi tidak akan melebihi 1 (100%) dan input output yang dianalisis harus positif.

3.3.3 Variabel Pemoderasi Komposisi Dewan Komisaris

Dewan komisaris adalah sebuah dewan yang bertugas untuk melakukan

pengawasan dan memberikan nasihat kepada direktur Perseroan Terbatas (PT). Di Indonesia Dewan Komisaris ditunjuk oleh RUPS (Rapat Umum Pemegang

Saham) dan di dalam UU No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas dijabarkan fungsi, wewenang, dan tanggung jawab dari dewan komisaris. Dewan komisaris independen adalah anggota dewan komisaris yang tidak terafiliasi dengan manajemen, anggota dewan komisaris lainnya dan pemegang saham pengendali, serta bebas dari hubungan bisnis atau hubungan lainnya yang dapat mempengaruhi kemampuannya untuk bertindak independen atau bertindak demi kepentingan perusahaan.


(44)

Jika dalam laporan keuangan tidak dicantumkan berapa jumlah anggota dewan komisaris independen, maka diasumsikan perusahaan tersebut memiliki komisaris independen sebanyak 1 orang, karena di dalam undang-undang perseroan terbatas No. 40 tahun 2007 mewajibkan semua perusahaan untuk memiliki dewan

komisaris independen. Lai (2005) dalam Tutut (2010) menyatakan bahwa pengukuran komposisi dewan komisaris diukur dengan cara menjumlah semua anggota dewan komisaris yang berasal dari luar perusahaan (dewan komisaris independen) dibagi dengan total dewan komisaris pada perusahaan sampel.

3.4 Metode Analisis Data

3.4.1 Analisis Statistik Deskriptif

Analisis statistik deskriptif merupakan teknik deskriptif yang memberikan informasi mengenai data yang dimiliki dan tidak bermaksud menguji hipotesis. Analisis ini hanya digunakan untuk menyajikan dan menganalisis data disertai dengan perhitungan agar dapat memperjelas keadaan atau karakteristik data yang bersangkutan. Pengukuran yang digunakan statistik deskriptif ini meliputi jumlah sample, nilai minimum, nilai maksimum, nilai rata-rata (mean), dan standar deviasi (Ghozali, 2006). Minimum digunakan untuk mengetahui jumlah terkecil data yang bersangkutan bervariasi dari rata-rata. Maksimum digunakan untuk mengetahui jumlah terbesar data yang bersangkutan. Mean digunakan untuk mengetahui rata–rata data yang bersangkutan. Standar deviasi digunakan untuk mengetahui seberapa besar data yang bersangkutan bervariasi dari rata-rata.


(45)

34

3.4.2 Uji Asumsi Klasik

Uji asumsi klasik dilakukan dalam penelitian ini untuk menguji apakah data memenuhi asumsi klasik. Hal ini untuk menghindari terjadinya estimasi yang bias mengingat tidak pada semua data dapat diterapkan regresi. Pengujian yang

dilakukan adalah uji normalitas, uji mutikolenieritas, uji heteroskedastisitas, dan uji auto korelasi.

1. Uji Normalitas

Uji normalitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi, variable pengganggu atau residual memiliki distribusi normal (Ghozali, 2007 dalam Rahayu, 2010). Pada prinsipnya normalitas dapat dideteksi dengan melihat penyebaran data (titik) pada sumbu diagonal dari grafik atau dengan melihat histogram dari residualnya. Dasar pengambilan keputusan : 1. Jika data menyebar disekitar garis diagonal dan mengikuti arah garis

diagonal atau grafik histogramnya menunjukkan pola distribusi normal, maka model regresi memenuhi asumsi normalitas.

2. Jika data menyebar jauh dari diagonal dan/atau tidak mengikuti arah garis diagonal atau grafik histogram tidak menunjukkan pola distribusi normal, maka model regresi tidak memenuhi asumsi.

2. Uji Multikolinearitas

Uji multikolinearitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi ditemukan adanya korelasi antar variabel bebas (Ghozali, 2005 dalam Rahayu, 2010). Untuk menguji multikolinearitas dengan cara melihat nilai


(46)

VIF (Variance Inflation Factor) masing-masing variabel independen, jika nilai VIF < 10, maka dapat disimpulkan data bebas dari gejala

multikolinearitas.

3. Uji Heteroskedastisitas

Uji heteroskedastisitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi terjadi ketidaksamaan variance dari residual satu pengamatan ke

pengamatan lainnya ( Ghozali, 2007 dalam Rahayu, 2010). Model regresi yang baik adalah yang homoskedastisitas, yaitu jika variance dari residual satu pengamatan ke pengamatan lainnya tetap.

4. Uji Autokorelasi

Uji autokorelasi bertujuan untuk menguji apakah didalam suatu model regresi linier terdapat korelasi antara kesalahan pengganggu pada periode t dengan kesalahan pengganggu pada periode t-1 (Ghozali, 2005 dalam Rahayu, 2010). Pendeteksian ada atau tidaknya autokorelasi menggunakan uji Durbin-Watson.

3.5 Pengujian Hipotesis

Metode analisis yang digunakan untuk menilai variabilitas luas pengungkapan risiko dalam penelitian ini adalah analisis regresi berganda (multiple regression analysis). Analisis regresi berganda digunakan untuk menguji pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen. Analisis regresi berganda menggunakan taraf signifikansi pada level 5% (�=0,05). Model regresi yang dikembangkan


(47)

36

untuk menguji hipotesis-hipotesis yang telah dirumuskan dalam penelitian ini adalah:

1. H1

ABSDACCt = ß0 + ß1 KMt + ε

diuji dengan analisis regresi linear sederhana (simple regression analysis).

2. H2

ABSDACCt = ß0 + ß1 KMt + ß2 KDKt + ß3 KM

diuji dengan analisis regresi linear berganda (multiple regression analysis).

t

Keterangan:

* KDKt + ε

ABSDACCt = Nilai absolut akrual diskresioner pada tahun t KMt = Kecakapan manajerial perusahaan pada tahun t KDKt

ε = Error


(48)

BAB V SIMPULAN

5.1 Simpulan dan Implikasi 5.1.1 Simpulan

Penelitian ini bertujuan untuk menguji apakah kecakapan manajerial berpengaruh positif terhadap manajemen laba dan interaksi antara kecakapan manajerial dan komposisi dewan komisaris dapat mengurangi keinginan manajer untuk

melakukan manajemen laba. Variabel yang diteliti adalah kecakapan manajerial, komposisi dewan komisaris, dan manajemen laba. Kecakapan manajerial diuji dengan menggunakan Data Envelopment Analysis (DEA). Komposisi dewan komisaris diukur dengan menggunakan persentase dari dewan komisaris independen dibagi dengan total komisaris perusahaan. Manajemen laba diuji dengan menggunakan modelJones. Data yang digunakan adalah data sekunder Indonesian Capital Market Directory (ICMD) dan website Bursa Efek Indonesia. Hipotesis diuji dengan menggunakan analisis regresi berganda. Hasil penelitian ini dapat disimpulkan sebagai berikut:

1. Secara statistis, kecakapan manajerial berpengaruh positif secara signifikan terhadap manajemen laba. Berdasarkan hasil pengujian diperoleh angka koefisien regresi (B) sebesar 0.309 dengan tingkat


(49)

48

signifikansi sebesar 0,026 (p < 0,05), maka H1

2. Secara statistis, komposisi dewan komisaris berpengaruh negatif terhadap hubungan kecakapan manajerial dengan manajemen laba. Dari hasil pengujian diperoleh angka koefisien regresi (B) sebesar -0.106 dengan tingkat signifikansi sebesar 0.519 (p > 0,05), maka H

diterima. Hal ini

disebabkan oleh adanya asimetri informasi dan perbedaan kepentingan antara pemilik saham dengan manajer (agency theory). Manajer yang cakap dapat leluasa untuk memanfaatkan peluang pada komponen akrual demi kepentingan pribadinya.

2

5.1.2 Implikasi

tidak terdukung atau ditolak. Hal ini disebabkan pengangkatan dewan komisaris oleh perusahaan hanya dilakukan untuk pemenuhan ketaatan terhadap regulasi saja, tetapi tidak dimaksudkan untuk menegakkan Good Corporate Governance (GCG) dan rata-rata komposisi dewan komisaris saat ini relatif rendah, sehingga secara kolektif komisaris independen tidak memiliki kekuatan untuk mempengaruhi keputusan dewan komisaris.

Penelitian ini diharapkan mampu memberikan informasi kepada para pemegang saham tentang bagaimana kecenderungan perilaku manajer yang melakukan manajemen laba. Hasil ini diharapkan mampu memotivasi penelitian berikutnya yang sejenis di masa yang akan datang.


(50)

5.2 Keterbatasan Penelitian

Penelitian ini memiliki beberapa keterbatasan penelitian yaitu:

1. Penelitian ini hanya menggunakan perusahaan manufaktur dalam pengambilan sampel sehingga hasil penelitian ini tidak dapat

digeneralisasikan pada jenis perusahaan lain seperti perbankan, BUMN, telekomunikasi atau transportasi .

2. Penelitian ini hanya meneliti perusahaan manufaktur selama 3 tahun. Diharapkan penelitian berikutnya mampu melakukan pengamatan yang lebih panjang dengan jumlah perusahaan yang lebih banyak.

5.3 Saran

Saran untuk penelitian selanjutnya, yaitu:

1. Di Indonesia, variabel kecakapan manajerial yang diukur dengan menggunakan DEA ini relatif masih baru. Untuk penelitian yang akan datang, variabel kecakapan manajerial ini dapat diuji pengaruhnya terhadap variabel-variabel lain seperti kualitas laba, kinerja perusahaan, harga saham dan lain-lain.

2. Terkait dengan tidak signifikannya interaksi antara komposisi dewan komisaris dan kecakapan manajerial terhadap manajemen laba, penelitian yang akan datang bisa mencari variabel-variabel pemoderasi lainnya untuk melihat variabel pemoderasi manakah yang signifikan mempengaruhi hubungan kecakapan manajerial terhadap manajemen laba. Sesuai dengan saran Isnugrahadi dan Kusuma (2009) bahwa variabel-variabel yang dapat diuji sebagai variabel pemoderasi misalnya adalah porsi kepemilikan


(51)

50

manager atas saham perusahaan, good corporategovernance, komposisi dewan komisaris, kepemilikan institusional, perspektif etis manajemen dan lain-lain.


(52)

DAFTAR PUSTAKA

Bimo Bayu Aji. 2012. Pengaruh Corporate Governance Terhadap Manajemen Laba Pada Perusahaan Manufaktur di Bursa Efek Indonesia. Semarang. Universitas Diponegoro.

Dechow, P., Sloan, R., Sweeny, A. 1995. Detecting Earnings Manajement. The Accounting Review, 7(2), April.

Demerjian, P., B. Lev, dan S. McVay. 2006. Manajerial ability and accruals quality. Working paper. Stem School of Business.

Diah Ayu Pertiwi. 2010. Analisis Pengaruh Earnings Management terhadap Nilai Perusahaan dengan Peranan Praktik Corporate Governance sebagai

Moderating Variabel pada Perusahaan yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia Periode 2005-2008.. Semarang. Universitas Diponegoro. Egon Zehnder International. 2000. Corporate Governance and the Role of the

Board of Directors.

Fama, E.F. and Jensen,MC. 1983, Sepration of Ownership and Control, Journal of law and Economics, 26, 301-325.

Ghozali, Imam. 2006. Aplikasi analisis multivariate dengan program SPSS. Semarang. Universitas Diponegoro.

Gunarsih, T dan Hartadi, B. 2002. Pengaruh Pengunguman Pengangkatan Komisaris Independen Terhadap Return Saham di Bursa Efek Jakarta. Jurnal Riset Akuntansi, Manajemen dan Ekonomi, Vol 2, No. 2, hal. 104-120.

Healy, P. 1985. The Effect of Bonus Schemes on Accounting Decisions. Journal of Accounting and Economics7

Healy, P. 1996. Discussion of a Market-based Evaluation of Discretionary Accrual Models. Journal of Accounting Research 34.


(53)

Healy, P., dan Wahlen J. 1999. A Review of The Earnings Manajement Literature and Its Implications for Standard Setting. Accounting Horizon 12(4).

Holthausen, R., D. Lacker, dan R.G. Sloan. 1995. Annual Bonus Schemes and Manipulation of Earning, Additional Evidence on Bonus Plan and Income Manajement. Journal of Accounting and Economics.

Isnugrahadi, I., dan Indra, W.K. 2009. Pengaruh Kecakapan Manajerial Terhadap Manajemen Laba dengan Kualitas Auditor Sebagai Variabel Pemoderasi. Simposium Nasional Akuntansi 12 Palembang, 4-6 November 2009.

Jensen, M.C. & Meckling, W.H. 1976. Theory Of The Firm: Manager Behavior, Agency Cost and Ownership Structure. Journal of Financial Economics 3(5), 305-360

Karsinah. 2007. Efisiensi Bank-Bank Pembangunan Daerah di Indonesia dengan Data Envelopment Analysis. Tesis. Yogyakarta. Universitas Gajah Mada.

Lai, L.H. 2005. Are Independent Directors Effective in Lowering Earnings Manajement in China.” A Dissertation. Texas A & M University. pp. 1-85.

Marihot dan Doddy Setiawan. 2007. Pengaruh Corporate Governance

terhadap Manajemen Laba di Industri Perbankan Indonesia. Simposium Nasional Akuntansi X. Makassar 26-28 Juli 2007.

Monks R., Minow, N., 1996. Watching the Watchers: Corporate Governance for the 21

st

Century. Cambridge, Blackwell.

Murhadi, W., R., 2009. Studi pengaruh good corporate governance terhadap praktik earning manajement pada perusahaan terdaftar di PT Bursa Efek Indonesia. Jurnal manajemen dankewirausahaan, 11 (1)1-10. Dari http://puslit2.petra.ac.id/ejournal/index.php/man/article/viewFile/17739/ 17660

Nasution, M., & Setiawan, D. 2007. Pengaruh corporate governance

terhadap manajemen laba di industri perbankan indonesia. Simposium Nasional Akuntansi X,Makassar,tanggal 26 – 28 Juli 2007.

Nuryaman. 2008. Pengaruh Konsentrasi Kepemilikan, Ukuran Perusahaan, dan Mekanisme Corporate Governance terhadap Manajemen Laba. Simposium Nasional AkuntansiXI, Pontianak, 23-24 Juli 2008.


(54)

Sam’ani. 2007. Pengaruh Good Corporate Governance Dan Leverage Terhadap Kinerja Keuangan pada Perbankan Yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) Tahun 2004 – 2007. Semarang. Universitas Diponegoro.

Sandra, Dessy. 2004. Reaksi pasar Terhadap Tindakan Perataan Laba

Dengan Kualitas Auditor dan Kepemilikan Manajerial Sebagai Variabel Pemoderasi. Proceeding Simposium Nasional Akuntansi VII, Desember 2004, Denpasar.

Scoot, William, R. 1997. Financial Accounting Theory, International Edition, New Jersey: Prentice-Hall, Inc.

Shleifer, A dan R.W. Vishny. 1997. A Survey of Corporate Governance. Journal of Finance. 52 (2), 737-783.

Sugiri, Slamet. 2005. Kejujuran Manajemen Sebagai Dasar Pelaporan Laba Berkualitas. PidatoPengukuhan Guru Besar UGM.

Sweeney, A.P. 1994. Debt Covenant Violations and Managers Accounting Responses. Journal of Accounting and Economics 1

Tutut Dwi Andayani. 2010. Pengaruh Karakteristik Dewan Komisaris Independen Terhadap Manajemen Laba.Semarang. Universitas Diponegoro.

Widyaningdyah, Agnes. 2001. Analisis Faktor-Faktor Yang Berpengaruh

Terhadap Earning Manajement Pada Perusahaan Go Publik di Indonesia, Jurnal Ekonomi Akuntansi. Fakultas Ekonomi Universitas Kristen Petra.


(1)

48

signifikansi sebesar 0,026 (p < 0,05), maka H1

2. Secara statistis, komposisi dewan komisaris berpengaruh negatif terhadap hubungan kecakapan manajerial dengan manajemen laba. Dari hasil pengujian diperoleh angka koefisien regresi (B) sebesar -0.106 dengan tingkat signifikansi sebesar 0.519 (p > 0,05), maka H

diterima. Hal ini

disebabkan oleh adanya asimetri informasi dan perbedaan kepentingan antara pemilik saham dengan manajer (agency theory). Manajer yang cakap dapat leluasa untuk memanfaatkan peluang pada komponen akrual demi kepentingan pribadinya.

2

5.1.2 Implikasi

tidak terdukung atau ditolak. Hal ini disebabkan pengangkatan dewan komisaris oleh perusahaan hanya dilakukan untuk pemenuhan ketaatan terhadap regulasi saja, tetapi tidak dimaksudkan untuk menegakkan Good Corporate Governance (GCG) dan rata-rata komposisi dewan komisaris saat ini relatif rendah, sehingga secara kolektif komisaris independen tidak memiliki kekuatan untuk mempengaruhi keputusan dewan komisaris.

Penelitian ini diharapkan mampu memberikan informasi kepada para pemegang saham tentang bagaimana kecenderungan perilaku manajer yang melakukan manajemen laba. Hasil ini diharapkan mampu memotivasi penelitian berikutnya yang sejenis di masa yang akan datang.


(2)

49

5.2 Keterbatasan Penelitian

Penelitian ini memiliki beberapa keterbatasan penelitian yaitu:

1. Penelitian ini hanya menggunakan perusahaan manufaktur dalam pengambilan sampel sehingga hasil penelitian ini tidak dapat

digeneralisasikan pada jenis perusahaan lain seperti perbankan, BUMN, telekomunikasi atau transportasi .

2. Penelitian ini hanya meneliti perusahaan manufaktur selama 3 tahun. Diharapkan penelitian berikutnya mampu melakukan pengamatan yang lebih panjang dengan jumlah perusahaan yang lebih banyak.

5.3 Saran

Saran untuk penelitian selanjutnya, yaitu:

1. Di Indonesia, variabel kecakapan manajerial yang diukur dengan menggunakan DEA ini relatif masih baru. Untuk penelitian yang akan datang, variabel kecakapan manajerial ini dapat diuji pengaruhnya terhadap variabel-variabel lain seperti kualitas laba, kinerja perusahaan, harga saham dan lain-lain.

2. Terkait dengan tidak signifikannya interaksi antara komposisi dewan komisaris dan kecakapan manajerial terhadap manajemen laba, penelitian yang akan datang bisa mencari variabel-variabel pemoderasi lainnya untuk melihat variabel pemoderasi manakah yang signifikan mempengaruhi hubungan kecakapan manajerial terhadap manajemen laba. Sesuai dengan saran Isnugrahadi dan Kusuma (2009) bahwa variabel-variabel yang dapat diuji sebagai variabel pemoderasi misalnya adalah porsi kepemilikan


(3)

50

manager atas saham perusahaan, good corporate governance, komposisi dewan komisaris, kepemilikan institusional, perspektif etis manajemen dan lain-lain.


(4)

DAFTAR PUSTAKA

Bimo Bayu Aji. 2012. Pengaruh Corporate Governance Terhadap Manajemen Laba Pada Perusahaan Manufaktur di Bursa Efek Indonesia. Semarang. Universitas Diponegoro.

Dechow, P., Sloan, R., Sweeny, A. 1995. Detecting Earnings Manajement. The Accounting Review, 7(2), April.

Demerjian, P., B. Lev, dan S. McVay. 2006. Manajerial ability and accruals quality. Working paper. Stem School of Business.

Diah Ayu Pertiwi. 2010. Analisis Pengaruh Earnings Management terhadap Nilai Perusahaan dengan Peranan Praktik Corporate Governance sebagai

Moderating Variabel pada Perusahaan yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia Periode 2005-2008.. Semarang. Universitas Diponegoro. Egon Zehnder International. 2000. Corporate Governance and the Role of the

Board of Directors.

Fama, E.F. and Jensen,MC. 1983, Sepration of Ownership and Control, Journal of law and Economics, 26, 301-325.

Ghozali, Imam. 2006. Aplikasi analisis multivariate dengan program SPSS. Semarang. Universitas Diponegoro.

Gunarsih, T dan Hartadi, B. 2002. Pengaruh Pengunguman Pengangkatan Komisaris Independen Terhadap Return Saham di Bursa Efek Jakarta. Jurnal Riset Akuntansi, Manajemen dan Ekonomi, Vol 2, No. 2, hal. 104-120.

Healy, P. 1985. The Effect of Bonus Schemes on Accounting Decisions. Journal of Accounting and Economics 7

Healy, P. 1996. Discussion of a Market-based Evaluation of Discretionary Accrual Models. Journal of Accounting Research 34.


(5)

Healy, P., dan Wahlen J. 1999. A Review of The Earnings Manajement Literature and Its Implications for Standard Setting. Accounting Horizon 12(4).

Holthausen, R., D. Lacker, dan R.G. Sloan. 1995. Annual Bonus Schemes and Manipulation of Earning, Additional Evidence on Bonus Plan and Income Manajement. Journal of Accounting and Economics.

Isnugrahadi, I., dan Indra, W.K. 2009. Pengaruh Kecakapan Manajerial Terhadap Manajemen Laba dengan Kualitas Auditor Sebagai Variabel Pemoderasi. Simposium Nasional Akuntansi 12 Palembang, 4-6 November 2009.

Jensen, M.C. & Meckling, W.H. 1976. Theory Of The Firm: Manager Behavior, Agency Cost and Ownership Structure. Journal of Financial Economics 3(5), 305-360

Karsinah. 2007. Efisiensi Bank-Bank Pembangunan Daerah di Indonesia dengan Data Envelopment Analysis. Tesis. Yogyakarta. Universitas Gajah Mada.

Lai, L.H. 2005. Are Independent Directors Effective in Lowering Earnings Manajement in China.” A Dissertation. Texas A & M University. pp. 1-85. Marihot dan Doddy Setiawan. 2007. Pengaruh Corporate Governance

terhadap Manajemen Laba di Industri Perbankan Indonesia. Simposium Nasional Akuntansi X. Makassar 26-28 Juli 2007.

Monks R., Minow, N., 1996. Watching the Watchers: Corporate Governance for the 21

st

Century. Cambridge, Blackwell.

Murhadi, W., R., 2009. Studi pengaruh good corporate governance terhadap praktik earning manajement pada perusahaan terdaftar di PT Bursa Efek Indonesia. Jurnal manajemen dan kewirausahaan, 11 (1)1-10. Dari http://puslit2.petra.ac.id/ejournal/index.php/man/article/viewFile/17739/ 17660

Nasution, M., & Setiawan, D. 2007. Pengaruh corporate governance

terhadap manajemen laba di industri perbankan indonesia. Simposium Nasional Akuntansi X, Makassar, tanggal 26 – 28 Juli 2007.

Nuryaman. 2008. Pengaruh Konsentrasi Kepemilikan, Ukuran Perusahaan, dan Mekanisme Corporate Governance terhadap Manajemen Laba. Simposium Nasional Akuntansi XI, Pontianak, 23-24 Juli 2008.


(6)

Purwanti. 2012. Pengaruh Kecakapan Manajerial, Kualitas Auditor, Komite Audit, Firm Size dan Leverage Terhadap Earnings Manajement. Semarang. Universitas Diponegoro.

Sam’ani. 2007. Pengaruh Good Corporate Governance Dan Leverage Terhadap Kinerja Keuangan pada Perbankan Yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) Tahun 2004 – 2007. Semarang. Universitas Diponegoro.

Sandra, Dessy. 2004. Reaksi pasar Terhadap Tindakan Perataan Laba

Dengan Kualitas Auditor dan Kepemilikan Manajerial Sebagai Variabel Pemoderasi. Proceeding Simposium Nasional Akuntansi VII, Desember 2004, Denpasar.

Scoot, William, R. 1997. Financial Accounting Theory, International Edition, New Jersey: Prentice-Hall, Inc.

Shleifer, A dan R.W. Vishny. 1997. A Survey of Corporate Governance. Journal of Finance. 52 (2), 737-783.

Sugiri, Slamet. 2005. Kejujuran Manajemen Sebagai Dasar Pelaporan Laba Berkualitas. Pidato Pengukuhan Guru Besar UGM.

Sweeney, A.P. 1994. Debt Covenant Violations and Managers Accounting Responses. Journal of Accounting and Economics 1

Tutut Dwi Andayani. 2010. Pengaruh Karakteristik Dewan Komisaris Independen Terhadap Manajemen Laba. Semarang. Universitas Diponegoro.

Widyaningdyah, Agnes. 2001. Analisis Faktor-Faktor Yang Berpengaruh

Terhadap Earning Manajement Pada Perusahaan Go Publik di Indonesia, Jurnal Ekonomi Akuntansi. Fakultas Ekonomi Universitas Kristen Petra.