PERAN OTORITAS JASA KEUANGAN TERHADAP PENGAWASAN PERBANKAN

Meutia Kumala Sari

ABSTRAK

PERAN OTORITAS JASA KEUANGAN
TERHADAP PENGAWASAN PERBANKAN
Oleh:
MEUTIA KUMALA SARI

Pengawasan lembaga perbankan dilakukan oleh Bank Indonesia, namun dengan
ditetapkannya Undang-Undang No. 21 tahun 2011 tentang Otoritas Jasa
Keuangan, maka seluruh pengawasan dalam sektor keuangan termasuk
didalamnya ada lembaga kegiatan perbankan akan di ambil alih oleh Otoritas Jasa
Keuangan (OJK). Penelitian ini akan membahas tentang alasan dibentuknya OJK,
fungsi, tugas dan wewenang OJK serta peranan OJK terhadap pengawasan
perbankan.
Penelitian ini adalah penelitian hukum normatif dengan tipe penelitian deskriptif.
Pendekatan masalah yang digunakan adalah pendekatan normatif. Data yang
digunakan data sekunder yang terdiri dari bahan hukum primer, bahan hukum
sekunder, dan bahan hukum tersier. Pengumpulan data melalui studi pustaka dan
studi dokumen. Pengolahan data dilakukan dengan cara pemeriksaan data, editing

data, dan sistematisasi data. Selanjutnya, dianalisis secara deskriptif kualitatif.
Hasil penelitian dan pembahasan menerangkan bahwa alasan dibentuknya OJK
disebabkan karena pengawasan perbankan di Indonesia yang belum optimal
mengakibatkan perlu dibentuknya lembaga yang mengawasi tentang perbankan di
Indonesia. Di peroleh koordinasi secara terpadu atau lengkap diperbankan.
Pembentukan OJK bertujuan agar keseluruhan kegiatan di dalam sektor jasa
keuangan dapat terselenggara secara teratur, adil, transparan, akuntabel dan
pengawasan yang terintergrasi terhadap keseluruhan kegiatan di dalam sektor jasa
keuangan. OJK berfungsi menyelenggarakan sistem pengaturan dan pengawasan
yang terintegrasi terhadap keseluruhan kegiatan di dalam sektor jasa keuangan
salah satunya perbankan. Sedangkan tugas dan wewenang OJK yaitu bebas dari
campur tangan pihak lain, kecuali untuk hal-hal yang secara tegas diatur dalam
undang-undang. Peranan OJK terhadap pengawasan perbankan yaitu mengatur
dan mengawasi mengenai kelembagaan, kesehatan, aspek kehati-hatian, dan
pemeriksaan bank merupakan lingkup pengaturan dan pengawasan
microprudential yang menjadi tugas dan wewenang OJK.
Kata Kunci: Otoritas Jasa Keuangan, Pengawasan, Perbankan

PERAN OTORITAS JASA KEUANGAN
TERHADAP PENGAWASAN PERBANKAN


(Skripsi)

Oleh
MEUTIA KUMALA SARI

FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2014

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bandar Lampung, pada tanggal 01
Februari 1993, dan merupakan anak ketiga dari tiga
bersaudara dari Bapak Hi. Santoni Awang dan Ibu Nuriza
Bukhari, S.Pd.
Penulis mengawali pendidikan di Taman Kanak-kanak Sari Teladan Bandar
Lampung yang diselesaikan pada tahun 1998, penulis melanjutkan ke Sekolah
Dasar Negeri 2 Beringin Raya Bandar Lampung diselesaikan pada tahun 2004,

Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama ditempuh di SMP Negeri 13 Bandar Lampung
diselesaikan pada tahun 2007, dan menyelesaikan pendidikan di Sekolah
Menengah Atas 14 Bandar Lampung pada tahun 2010. Penulis terdaftar sebagai
mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Lampung pada tahun 2010.
Selama menjadi mahasiswa, penulis aktif di organisasi kemahasiswaan pada
Fakultas Hukum Universitas Lampung yaitu dalam Unit Kegiatan Mahasiswa
Fakultas (UKM-F) Pusat Studi Bantuan Hukum (PSBH) kemudian diangkat
sebagai Kepala Bidang Kesekertariatan pada tahun 2012 lalu diangkat sebagai
Sekretaris Umum pada tahun 2013 di organisasi UKM-F PSBH. Dan aktif di
Himpunan Mahasiswa (Hima) Perdata yang diangkat menjadi Kepala Bidang
Kesekertariatan pada tahun 2013. Dalam kegiatan UKM-F PSBH penulis pernah

dikirim untuk mewakili Universitas Lampung untuk mengikuti Kompetisi
Peradilan Semu atau disebut National Moot Court Competition (NMCC) Piala
Jaksa Agung III di Universitas Pancasila Jakarta pada tahun 2012 dan NMCC
Mutiaradjoko Soetono VIII di Universitas Indonesia Jakarta pada tahun 2014.

MOTO

“Bertakwalah kepada Allah dimana saja engkau berada. Susullah kejelekan

dengan kebaikan, niscaya kebaikan itu akan menghapuskan kejelakan tersebut,
dan bergaullah dengan manusia dengan akhlak yang baik.”
(H.R. Ahmad dan At-Tirmidzi)

“Peran adalah the dynamic aspect of status. Dengan kata lain, seseorang
menjalankan perannya sesuai hak dan kewajibannya.”
(Robert Linton)

“Seribu langkah selalu dimulai oleh satu langkah.”
(Sun Tzu)

PERSEMBAHAN

Alhamdulillah dengan segala ketulusan dan rasa syukur yang mendalam kepada
Allah SWT yang selalu memberikan kemudahan dalam setiap langkahku, ku
persembahkan karya ini kepada :

Buya, Ummi, Kakak-kakakku, Abang-abangku, Ponakan-ponakanku tersayang,
Seluruh Keluarga Besar (Alm) Awang dan Keluarga Besar Bukhari,
Terimakasih selama ini telah banyak berkorban, memberikan semangat, dukungan

yang tiada hentinya, selalu mendoakan dan menantikan keberhasilanku

Almamater tercinta Universitas Lampung
Tempatku memperoleh ilmu dan merancang mimpi yang menjadi sebagian jejak
langkahku menuju kesuksesan.

SANWACANA

Alhamdulillahirabbil’alamin, segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat
Allah SWT, Tuhan sekalian alam yang maha kuasa atas bumi, langit dan seluruh
isinya, serta hakim yang maha adil di yaumil akhir kelak. Sebab, hanya dengan
kehendak-Nya penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi yang berjudul
“Peran Otoritas Jasa Keuangan terhadap Pengawasan Perbankan” sebagai
salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Hukum di Fakultas Hukum
Universitas Lampung dibawah bimbingan dari dosen pembimbing serta atas
bantuan dari berbagai pihak lain. Shalawat serta salam semoga senantiasa
tercurahkan kepada baginda Nabi Besar Muhammad SAW beserta seluruh
keluarga dan sahabatnya.

Penyelesaian penelitian ini tidak lepas dari bantuan, bimbingan, dan saran dari

berbagai pihak, maka pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih
kepada:
1. Bapak Dr. Heryandi, S.H., M.S., selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas
Lampung;
2. Bapak Dr. Wahyu Sasongko, S.H., M.Hum., selaku Ketua Bagian Hukum
Keperdataan Fakultas Hukum Universitas Lampung;
3. Ibu Rilda Murniati, S.H, M.Hum., selaku Pembimbing I atas kesabaran dan
kesediaan meluangkan waktu disela-sela kesibukannya, mencurahkan segenap

pemikirannya, memberikan bimbingan, saran, dan kritik dalam proses
penyelesaian skripsi ini;
4. Ibu Kasmawati, S.H., M.Hum., selaku Pembimbing II yang telah bersedia
untuk

meluangkan

waktunya,

mencurahkan


segenap

pemikirannya,

memberikan bimbingan, saran, dan kritik dalam proses penyelesaian skripsi
ini;
5. Ibu Ratna Syamsiar, S.H.,M.Hum., selaku Pembahas I yang telah memberikan
kritik, saran, dan masukan yang membangun terhadap skripsi ini;
6. Ibu Yulia Kusuma Wardani, S.H., L.L.M., selaku Pembahas II yang telah
memberikan kritik, saran, dan masukan yang membangun terhadap skripsi ini;
7. Ibu Aprilianti, S.H., M.H., selaku Pembimbing Akademik, yang telah
membantu penulis menempuh pendidikan di Fakultas Hukum Universitas
Lampung;
8. Seluruh dosen dan karyawan/i Fakultas Hukum Universitas Lampung yang
penuh dedikasi dalam memberikan ilmu yang bermanfaat bagi penulis, serta
segala bantuan yang diberikan kepada penulis selama menyelesaikan studi;
9. Teristimewa untuk kedua orangtuaku Buya dan Ummi yang menjadi orangtua
terhebat dalam hidupku, yang tiada hentinya memberikan dukungan moril
maupun materil juga memberikan kasih sayang, nasihat, semangat, dan doa
yang tak pernah putus untuk kebahagian dan kesuksesanku. Terimakasih atas

segalanya semoga kelak dapat membahagiakan, membanggakan, dan selalu
bisa membuat kalian tersenyum dalam kebahagiaan;
10. Untuk kakakku Febria Wulan Sari, S.E., dan abangku Desta Sanjaya, S.P
terimakasih

untuk motivasi juga dukungannya selama ini yang selalu

mengingatkan dan membantukuku dikala aku sedang berada dalam kesulitan,
selalu

mendoakan

dan

menyemangatiku.

Semoga

kita


bisa

terus

membanggakan buya dan ummi sampai akhir hayat;
11. Untuk abang iparku Dimas Ginanjar, S.An dan kakak iparku Dewi Sofia
Inayati, S.P., keponakan-keponakanku Alif Fathir Sanjaya dan Darrel Mas
Arfazaki terimakasih untuk semua dukungan moril, motivasi yang kalian
berikan selama ini, serta selalu mendoakan dan menyemangatiku;
12. Untuk semua keluarga besarku, keluarga Awang dan Bukhari yang telah
mendukung, serta memberikan motivasi dalam pembuatan skripsi ini;
13. Orang-orang terbaik yang ada di hidupku Nenny Dwi Ariani, Reni Mayora,
Shifra Janeczka Nasution, Jimi Erda Perwira, Reky Kurniawan, Dina Ariyanti,
Anisa Anggriani, Fitri Chitra Amelia, yang selalu ada untukku dan menemani
hari-hariku serta senantiasa memberikan nasihat, semangat dan dukungannya
kalian sudah seperti keluarga bagiku. Semoga persahabatan kita untuk
selamanya;
14. Keluarga besar UKMF PSBH, Tim MCC UP, Tim MCC Mutdjok VIII, kak
Andhika, kak Zulfikar, kak Arga, kak Ijal, kak Rafli, bung Handy, kak Adam,
mba Yuni, Koko Rivan, Idha, Merly, Raffky, Doni, Caca, Yola, Juju, Ice,

Joko, Yama. Kalian keluarga yang luar biasa, terima kasih untuk
kebersamaan, pengalaman serta ilmu yang berharga yang tidak saya temukan
dalam perkuliahan dan hanya saya temukan di PSBH;
15. Sahabat-sahabatku Triana Rahmadani, Marselyna Atalanta, Nasrida Yusrina,
Ni Putu Yudiastuti, terimakasih atas persahabatan selama ini yang kalian
berikan semoga persahabatan kita sampai selamanya, selalu ada di saat susah

senang dan kita selalu bersama, kalian selalu menyemangatiku dalam proses
penulisan skripsi ini;
16. Teman-teman seperjuangan Gusti, Melia, Chandre, Crystal, Taufan, Dendri,
Ratih, Saut, Kelvin, Andi, terimakasih atas semangat dan dukungannya selama
ini semoga kita semua bisa menjadi orang yang sukses;
17. Teman-teman KKN Pekon Neglasari: Idha Mutiara Sari, Rendi Saputra, Dhani
Darmawan, Lutfida Siwinastiti, Yosita Manara, Friangga Aditama, Riyo
Handoko, Ganda Shaleh, Yohana, Aziz. Terima kasih untuk kebersamaannya
selama 40 hari, semoga kita tetap bisa menjadi keluarga dan menjadi sukses;
18. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah membantu
dalam penyelesaian skripsi ini, terimakasih atas semua bantuan dan
dukungannya.
Semoga Allah SWT memberikan balasan atas jasa dan budi baik yang telah

diberikan kepada penulis. Akhir kata, Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih
jauh dari kesempurnaan, akan tetapi sedikit harapan semoga skripsi yang
sederhana ini dapat bermanfaat bagi yang membacanya, khususnya bagi penulis
dalam mengembangkan dan mengamalkan ilmu pengetahuan.

Bandar Lampung,

Agustus 2014

Penulis,

Meutia Kumala Sari

DAFTAR ISI

ABSTRAK ....................................................................................................... i
HALAMAN PERSETUJUAN ...................................................................... ii
HALAMAN PENGESAHAN ....................................................................... iii
RIWAYAT HIDUP ....................................................................................... iv
MOTO ..............................................................................................................v
HALAMAN PERSEMBAHAN ................................................................... vi
SANWACANA ............................................................................................. vii
DAFTAR ISI .................................................................................................. xi
I.

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ....................................................................................1
B. Permasalahan ......................................................................................6
C. Ruang Lingkup....................................................................................6
D. Tujuan Penelitian ................................................................................6
E. Kegunaan Penelitian ...........................................................................7

II.

TINJAUAN PUSTAKA
A. Perbankan dan Bank ...........................................................................8
1. Perbedaan Perbankan dan Bank ...................................................8
2. Bentuk Hukum Bank ...................................................................9
3. Jenis-Jenis Bank .........................................................................10
B. Fungsi dan Kewenangan Bank Indonesia .........................................12
1. Dasar dan Status Hukum Bank ..................................................12
2. Fungsi dan Kewenangan Bank Indonesia ..................................13
3. Kewenangan Bank Indonesia dalam Pengawasan Perbankan ...15
4. Tugas Bank Indonesia ................................................................17
C. Otoritas Jasa Keuangan .....................................................................18
1. Pengertian Otoritas Jasa Keuangan ............................................18

2. Asas-Asas Otoritas Jasa Keuangan ............................................21
3. Fungsi, Tugas dan Wewenang Otoritas Jasa Keuangan ............22
D. Pengertian dan Ruang Lingkup Peranan ...........................................23
E. Kerangka Pikir ..................................................................................26
III. METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian..................................................................................28
B. Tipe Penelitian ..................................................................................29
C. Pendekatan Masalah..........................................................................29
D. Sumber Data dan Jenis Data .............................................................30
E. Metode Pengumpulan Data ...............................................................31
F. Metode Pengolahan Data ..................................................................32
G. Analisis Data .....................................................................................32
IV.

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Alasan Dibentuknya Otoritas Jasa keuangan ......................................34
1. Pengawasan Perbankan di Indonesia Yang Belum Optimal
keuangan .........................................................................................34
2. Landasan Pembentukan Otoritas Jasa Keuangan keuangan ...........36
3. Koordinasi Otoritas Jasa Keuangan Dalam Fungsi
Pengawasan Terhadap Lembaga Keuangan Di Indonesia.............. 39
4. Struktur Organisasi Otoritas Jasa Keuangan................................... 42
B. Fungsi, Tugas dan Wewenang Otoritas Jasa Keuangan...................... 43
1. Fungsi Otoritas Jasa Keuangan..................................................... 45
2. Tugas Otoritas Jasa Keuangan.......................................................48
3. Wewenang Otoritas Jasa Keuangan...............................................51
C. Peranan Otoritas Jasa Keuangan Terhadap Pengawasan Perbankan… 55
V.

Kesimpulan
Kesimpulan............................................................................................. 59

DAFTAR PUSTAKA

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Otoritas Jasa Keuangan (OJK), adalah lembaga yang independen dan bebas dari
campur tangan pihak lain yang mempunyai fungsi, tugas, dan wewenang
pengaturan, pengawasan, pemeriksaan, dan penyidikan sebagaimana dimaksud
dalam Undang-Undang No. 21 tahun 2011 tentang OJK. Pembentukan lembaga
pengawasan sektor jasa keuangan perbankan dibentuk sesuai dengan amanat
Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2004 tentang perubahan atas Undang-Undang
Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia. Dalam undang-undang tersebut
dijelaskan bahwa tugas mengawasi bank akan dilakukan oleh lembaga
pengawasan sektor jasa keuangan yang independen, dan dibentuk dengan undangundang.
Pembentukan lembaga pengawasan, akan dilaksanakan selambat-lambatnya 31
Desember 2010. Namun, dalam prosesnya di tahun 2010, perintah untuk
pembentukan OJK masih belum terealisasi, tetapi akhirnya pada tanggal 22
November 2011 disahkan Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang
Otoritas jasa Keuangan, lembaga yang nantinya melakukan pengawasan di sektor
jasa keuangan menggantikan fungsi pengawasan Bank Indonesia, Badan

2

Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (Bepepam LK) agar menjadi
terintegrasi dan komprehensif.1
Secara historis, ide pembentukan OJK sebenarnya adalah hasil kompromi untuk
menghindari jalan buntu pembahasan undang-undang tentang Bank Indonesia
oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Pada awal pemerintahan Presiden
Habibie, pemerintah mengajukan Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang
Bank Indonesia yang memberikan independensi kepada bank sentral tersebut.
RUU ini disamping memberikan independensi tetapi juga mengeluarkan fungsi
pengawasan perbankan dari Bank Indonesia (BI). Ide pemisahan fungsi
pengawasan dari bank sentral ini datang dari Helmut Schlesinger, mantan
Gubernur Bundesbank (Bank Sentral Jerman) yang pada waktu penyusunan RUU
(kemudian menjadi Undang-Undang No. 23 Tahun 1999) bertindak sebagai
konsultan. Mengambil pola Bank Sentral Jerman yang tidak mengawasi bank.2
Latar belakang pembentukan OJK dikarenakan perlunya suatu lembaga
pengawasan yang mampu berfungsi sebagai pengawas yang mempunyai otoritas
terhadap seluruh lembaga keuangan, dimana lembaga pengawas tersebut
bertanggung jawab terhadap kegiatan usaha yang dilakukan oleh bank maupun
lembaga keuangan non bank, sehingga tidak ada lagi lempar tanggung jawab
terhadap pengawasannya. Selain itu, kegiatan usaha yang dilakukan berakibat
semakin besarnya pengaturan pengawasannya. Sehingga perlu adanya suatu
alternatif untuk menjadikan pengaturan dan pengawasan maupun lembaga
1

Wiwin Sri Haryani, Independensi Otoritas Jasa Keuangan dalam Perspektif Undang-Undang
Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan. Jurnal Legislasi Indonesia. Vol.9 No.3
Oktober 2012. hlm. 45-46.
2
Zulkarnain Sitompul, Kemungkinan Penerapan Universal Banking System di Indonesia: Kajian
dari Perspektif Bank Syariah Jurnal Hukum Bisnis, Volume 20, Agustus-September 2002, hlm. 4.

3

keuangan lainnya dalam satu atap. Hal ini mengingat tujuan dari pengaturan dan
pengawasan perbankan adalah menciptakan sistem perbankan yang sehat, yang
memenuhi tiga aspek, yaitu perbankan yang dapat memelihara kepentingan
masyarakat dengan baik, berkembang secara wajar, dalam arti di satu pihak
memerhatikan faktor risiko seperti kemampuan, baik dari sistem, finansial,
maupun sumber daya manusia.3
Para pakar ekonomi mengemukakan pendapat mengenai OJK, bahwa OJK
dibentuk guna mengantisipasi kompleksitas sistem keuangan global. Sektor
keuangan memperkuat fondasi, daya saing dan stabilitas perekonomian nasional.
pembentukan OJK diperlukan guna mengatasi kompleksitas keuangan global dari
ancaman krisis. Di sisi lain, pembentukan OJK merupakan komitmen pemerintah
dalam reformasi sektor keuangan di Indonesia. Pemerintah mempunyai komitmen
tinggi dan menjalankan mandat untuk melakukan reformasi di sektor keuangan.4
Untuk melaksanakan tugasnya, OJK berkoordinasi dengan Bank Indonesia dalam
membuat peraturan pengawasan di bidang Perbankan antara lain: kewajiban
pemenuhan modal minimum bank, sistem informasi perbankan yang terpadu,
kebijakan penerimaan dana dari luar negeri, penerimaan dana valuta asing, dan
pinjaman komersial luar negeri, produk perbankan, transaksi derivatif, kegiatan
usaha bank lainnya, penentuan institusi bank yang masuk kategori systemically
important bank dan data lain yang dikecualikan dari ketentuan tentang
kerahasiaan informasi. Hamud M. Belfas mengemukakan, bahwa alasan
3

Hermansyah, Edisi Revisi Hukum Perbankan Nasional Indonesia. Kencana, Jakarta. 2011, hlm.
175-176.
4
Radian, Sejarah Pembentukan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) (15 Juni 2012)
http://radiansystem.com/artikel/sejarah-otoritas-jasa-keuangan-ojk/ diakses pada 31-10-2013 pukul
20.00 WIB.

4

didirikannya OJK disebabkan pengawasan atas industri jasa keuangan dengan
struktur seperti pada tahun 2012 dianggap sudah tidak memadai.5
Untuk melaksanakan fungsi, tugas, dan wewenangnya Bank Indonesia perlu
melakukan pemeriksaan khusus terhadap bank tertentu. Bank Indonesia dapat
melakukan pemeriksaan langsung terhadap bank tersebut dengan menyampaikan
pemberitahuan secara tertulis terlebih dahulu kepada OJK. Akan tetapi, tidak
dapat memberikan penilaian terhadap tingkat kesehatan bank dan laporan hasil
pemeriksaan tersebut disampaikan kepada OJK paling lama 1 (satu) bulan sejak
diterbitkannya hasil pemeriksaan. Jika OJK mengindikasikan bank tertentu
mengalami kesulitan likuiditas dan/atau kondisi kesehatan semakin memburuk,
OJK segera menginformasikan ke Bank Indonesia untuk melakukan langkahlangkah sesuai dengan kewenangan Bank Indonesia.
Otoritas Jasa Keuangan menginformasikan kepada Lembaga Penjamin Simpanan
(LPS) mengenai bank bermasalah yang sedang dalam upaya penyehatan oleh OJK
sebagaimana dimaksud dalam peraturan perundang-undangan. LPS dapat
melakukan pemeriksaan terhadap bank yang terkait dengan fungsi, tugas dan
wewenangnya, serta berkoordinasi terlebih dahulu dengan OJK. OJK, Bank
Indonesia, dan LPS wajib membangun dan memelihara sarana pertukaran
informasi secara terintegrasi.
Berdasarkan Undang-Undang Otoritas Jasa Keuangan, dengan adanya keberadaan
OJK bukan berarti tidak ada lagi Bank Indonesia, yang ada adalah pembagian

5

Lihat wawancara Hamud M. Balfas dengan medianotaris.com yang dimuat dalam
http://www.medianotaris.comotoritas_jasa_keuangan_hatihati_investasi_bodong_berita155.html.
Dikutip pada tanggal 8 Oktober 2012

5

tugas antara Bank Indonesia dengan OJK. Pembagian tugas tersebut salah satunya
yaitu pengawasan perbankan. Tugas yang dulunya khusus dipegang oleh Bank
Indonesia, dengan adanya OJK, kini tugas tersebut beralih ke OJK. Dalam masa
peralihan tersebut Bank Dunia mengingatkan masa transisi OJK di tengah krisis
yang masih melanda dunia akan membahayakan Indonesia. Banyak yang
menunjukan perkembangan baik setelah pembentukan OJK, tetapi tidak sedikit
yang mengalami kegagalan. Masalah lain, OJK akan membawahi industri
perbankan, pasar modal, perasuransian, dana pensiun, lembaga pembiayaan dan
lembaga jasa keuangan lainnya. Hal tersebut, cukup jadi perhatian sebuah badan
baru akan dikelilingi uang triliunan rupiah ditengah beberapa lembaga independen
yang ada di Indonesia sering terkait kasus korupsi dan merugikan negara.6 Dengan
adanya lembaga baru yang disebut OJK menarik sekali untuk diadakan penelitian
mengenai peranan OJK dalam pengaturan dan pengawasan perbankan mengingat
OJK akan mempunyai tugas baru dalam melakukan pengaturan dan pengawasan
di sektor perbankan yang ada di Indonesia.
Berdasarkan latar belakang tersebut, maka penulis tertarik untuk melakukan
penelitian dengan judul “Peran Otoritas Jasa Keuangan terhadap Pengawasan
Perbankan”.

6

Maikel Jefriando, Kelahiran OJK, sejarah baru perekonomian Indonesia, Koran Sindo Kamis,
27 Desember 2012 http://ekbis.sindonews.com/read/2012/12/25/90/700589/kelahiran-ojk-sejarahbaru-perekonomian-indonesia diakses pada 31-10-2013 pukul 20.00 WIB.

6

B. Permasalahan
Berdasarkan uraian latar belakang masalah, maka dalam penelitian ini ada
beberapa masalah yang dirumuskan dan dicari penyelesainnya secara ilmiah.
Beberapa masalah tersebut sebagai berikut:
a. Apa alasan dibentuknya OJK?
b. Apakah fungsi, tugas dan wewenang OJK?
c. Bagaimanakah peranan OJK terhadap pengawasan perbankan?
C. Ruang Lingkup
Ruang lingkup dalam penelitian ini adalah mengenai fungsi, tujuan dan
wewenang OJK terhadap pengawasan perbankan. Lalu mengenai peran OJK
terhadap pengawasan perbankan. Adapaun lingkup keilmuan dalam penelitian ini
adalah hukum keperdataan (ekonomi), khususnya hukum perbankan.
D. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian yaitu:
1.

Memperoleh deskripsi lengkap, rinci dan sistematis mengenai karakteristik
alasan dibentuknya OJK;

2.

Memperoleh deskripsi lengkap, rinci dan sistematis mengenai fungsi, tujuan
dan wewenang OJK;

3.

Memperoleh deskripsi lengkap, rinci dan sistematis mengenai peranan OJK
terhadap pengawasan perbankan.

7

E. Kegunaan Penelitian
Kegunaan penelitian ini mencakup kegunaan teoritis dan praktis, sebagai berikut:
1.

Kegunaan Teoritis
Kegunaan penelitian ini adalah sebagai dasar pemikiran dalam upaya
pengembangan keilmuan dengan disiplin ilmu khususnya ilmu dibidang
hukum ekonomi yang berkenaan dengan hukum perbankan, juga sekaligus
memperluas pengetahuan bagi pihak yang membutuhkan.

2.

Kegunaan Praktis

Secara praktis kegunaan penelitian ini adalah:
a.

Sebagai upaya pengembangan kemampuan dan pengetahuan hukum bagi
peneliti khususnya mengenai peranan OJK terhadap pengawasan perbankan;

b.

Sebagai bahan informasi maupun literatur bagi pihak yang memerlukan,
khususnya mahasiswa Bagian Hukum Keperdataan Fakultas Hukum
Universitas Lampung;

c.

Sebagai salah satu syarat dalam menempuh ujian sarjana di Fakultas Hukum
Universitas Lampung.

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Perbankan dan Bank
1.

Perbedaan Perbankan dan Bank

Apabila berbicara tentang Lembaga Keuangan Bank, ada dua istilah yang perlu
dijelaskan lebih dahulu, yaitu Perbankan dan Bank. Perbankan diatur dalam
Undang-Undang No 7 Tahun 1992 juncto Undang-Undang No 10 Tahun 1998,
(UU Perbankan). Menurut ketentuan Pasal 1 angka (1) Undang-Undang No 10
Tahun 1998, perbankan adalah segala sesuatu yang menyangkut tentang bank,
mencakup kelembagaan, kegiatan usaha, serta cara dan proses dalam
melaksanakan kegiatan usahanya. Pada angka (2) pasal tersebut ditentukan, bank
adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk
simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau
bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak.
Berdasarkan definisi di atas, dapat dipahami bahwa pengertian perbankan itu lebih
luas dibandingkan dengan pengertian bank. Pengertian perbankan merupakan
rumusan yang abstrak mencangkup 3 (tiga) aspek utama yaitu :
a. Kelembagaan bank;
b. Kegiatan usaha bank;

9

c. Cara dan proses pelaksanaan kegiatan usaha bank.7
Sedangkan pengertian Bank merupakan rumusan khusus yang konkret
mencangkup 2 (dua) aspek utama, yaitu :
(1) Badan usaha bank (Corporate Company);
(2) Kegiatan usaha bank (Business Activities).8
2.

Bentuk Hukum Bank

Menurut ketentuan Pasal 21 Undang-Undang No. 7 Tahun 1992 juncto Pasal 21
Undang-Undang No. 10 Tahun 1998, dikenal dan diatur 2 (dua) jenis bank yaitu
bentuk hukum bank umum dan Bank Perkreditan Rakyat yang memiliki bentuk
sebagai berikut :
a. Perseroan Terbatas;
b. Perusahaan Daerah; atau
c. Koperasi.
Ketiga bentuk hukum ini adalah badan hukum. Badan hukum bank dapat berupa
Perseroan Terbatas, yaitu Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Badan Usaha
Milik Daerah (BUMD), dan Badan Usaha Milik Swasta (BUMS). Sedangkan
badan hukum Bank yang berupa Perusahaan Daerah, hanya Badan Usaha Milik
Daerah (BUMD), dan yang berupa Koperasi hanya Badan Usaha Milik Swasta
(BUMS).

7

Kasmir, Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya, Ed. 6, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2002,
hlm. 37.
8
Ibid, hlm. 38.

10

3.

Jenis-jenis Bank

Dilihat dari fungsinya, bank dibedakan menjadi tiga jenis, yaitu Bank Indonesia,
Bank Umum, dan Bank Perkreditan Rakyat. Bank Indonesia diatur dengan
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia. Bank Umum
dan Bank Perkreditan Rakyat diatur dengan Undang-Undang No. 7 Tahun 1992
tentang Perbankan juncto Undang-Undang No. 10 Tahun 1998 tentang Perubahan
Undang-Undang No. 7 Tahun 1992 Tentang Perbankan. Bank Indonesia berfungsi
sebagai Bank Sentral. Bank Umum berfungsi sebagai bank yang dapat
menjalankan segala jenis usaha di bidang jasa Perbankan.9 Jenis-jenis bentuk bank
terdiri dari 3 jenis yaitu:
a.

Bank Sentral

Bank sentral adalah suatu institusi yang bertanggung jawab untuk menjaga
stabilitas harga atau nilai suatu mata uang yang berlaku di negara tersebut, yang
dalam hal ini dikenal dengan istilah inflasi atau naiknya harga-harga yang dalam
arti lain turunnya suatu nilai uang. Bank Sentral menjaga agar tingkat inflasi
terkendali dan selalu berada pada nilai yang serendah mungkin atau pada posisi
yang optimal bagi perekonomian (low/zero inflation), dengan mengontrol
keseimbangan jumlah uang dan barang. Apabila jumlah uang yang beredar terlalu
banyak maka bank sentral dengan menggunakan instrumen dan otoritas yang
dimilikinya.10

9

Abdulkadir Muhammad dan Rilda Murniati, Segi Hukum Lembaga Keuangan dan Pembiayaan,
Edisi Revisi, PT. Citra Aditya Bakti, Bandar Lampung, 2004, hlm. 36.
10
Dahlan Siamat, Manajemen Lembaga Keuangan, PT. Inter Media, Jakarta, 1995, hlm 28.

11

Di Indonesia hanya ada satu Bank Sentral dan sesuai dengan penjelasan Pasal 23
ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945 disebut Bank Indonesia. Bank Indonesia
berkedudukan di ibu kota negara Republik Indonesia. Bank Indonesia dapat
mempunyai kantor di dalam dan di luar wilayah negara Republik Indonesia yang
diatur dalam Undang-undang No. 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia.

b.

Bank Umum

Para ahli perbankan di negara-negara maju mendefinisikan bank umum sebagai
institusi keuangan yang berorientasi laba. Untuk memperoleh laba tersebut bank
umum melaksanakan fungsi intermediasi. Karena diizikan mengumpulkan dana
dalam bentuk deposito, bank umum disebut juga sebagai lembaga keuangan
depositori. Berdasarkan kemampuannya menciptakan uang (giral), bank umum
dapat juga disebut sebagai bank umum pencipta uang giral. Pengertian bank
umum menurut Pasal 1 angka (3) Undang-Undang No. 10 Tahun 1998: “Bank
Umum adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional atau
berdasarkan prinsip syariah yang dalam kegiatannya memberikan jasa dalam lalu
lintas pembayaran.”

Dalam menjalankan usahanya dibidang jasa Perbankan, Bank Umum menerapkan
2 (dua) cara, yaitu :
(1) Konvensional, artinya menjalankan usaha di bidang jasa perbankan menurut
cara yang lazim atau biasa, dengan memperoleh keuntungan berupa bunga.
(2) Perinsip syariah, artinya menjalankan usaha di bidang jasa perbankan
menurut aturan perjanjian berdasarkan hukum Islam, dengan memperoleh
keuntungan bukan berupa bunga.

12

c.

Bank Perkreditan Rakyat

Dalam Pasal 1 angka (4) Undang-Undang No. 10 Tahun 1998 ditentukan Bank
Perkreditan Rakyat adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara
konvensional atau berdasarkan Prinsip Syariah yang dalam kegiatannya tidak
memberikan jasa dalam lalu litas pembayaran.
B. Fungsi dan Kewenangan Bank Indonesia
1. Dasar dan Status Hukum Bank
Sebagai Lembaga Negara yang independen ini merupakan babak baru dalam
sejarah Bank Indonesia sebagai Bank Sentral yang independen dimulai ketika
sebuah undang-undang baru, yaitu UU No. 23 Tahun 1999 tentang Bank
Indonesia, dinyatakan berlaku pada tanggal 17 Mei 1999. Undang-undang ini
memberikan status dan kedudukan sebagai suatu lembaga negara independen dan
bebas dari campur tangan pemerintah ataupun pihak lainnya. Sebagai suatu
lembaga negara yang independen, Bank Indonesia mempunyai otonomi penuh
dalam merumuskan dan melaksanakan setiap tugas dan wewenangnya
sebagaimana ditentukan dalam undang-undang tersebut.
Pihak luar tidak dibenarkan mencampuri pelaksanaan tugas Bank Indonesia, dan
Bank Indonesia juga berkewajiban untuk menolak atau mengabaikan intervensi
dalam bentuk apapun dari pihak manapun juga. Untuk lebih menjamin
independensi tersebut, undang-undang ini telah memberikan kedudukan khusus
kepada Bank Indonesia dalam struktur ketatanegaraan Republik Indonesia.
Sebagai lembaga negara yang independen kedudukan Bank Indonesia tidak sejajar

13

dengan Lembaga Tinggi Negara. Di samping itu, kedudukan Bank Indonesia juga
tidak sama dengan Departemen, karena kedudukan Bank Indonesia berada di luar
Pemerintah. Status dan kedudukan yang khusus tersebut diperlukan agar Bank
Indonesia dapat melaksanakan peran dan fungsinya sebagai otoritas moneter
secara lebih efektif dan efisien.11
Sebagai badan hukum status Bank Indonesia baik sebagai badan hukum publik
maupun badan hukum perdata ditetapkan dengan undang-undang. Sebagai badan
hukum publik Bank Indonesia berwenang menetapkan peraturan-peraturan hukum
yang merupakan pelaksanaan dari undang-undang yang mengikat seluruh
masyarakat luas sesuai dengan tugas dan wewenangnya. Sebagai badan hukum
perdata, Bank Indonesia dapat bertindak untuk dan atas nama sendiri di dalam
maupun di luar pengadilan.12
2. Fungsi dan Kewenangan Bank Indonesia
Pengaturan dan pengawasan bank diarahkan untuk mengoptimalkan fungsi
perbankan Indonesia sebagai berikut :
a. Lembaga kepercayaan masyarakat dalam kaitannya sebagai lembaga
penghimpun dan penyalur dana;
b. Pelaksana kebijakan moneter; dan
c. Lembaga yang diikuti berperan dalam membantu pertumbuhan ekonomi serta
pemerataan;13

11

Didik J. Rachbini dan Suwidi Tono, Bank Indonesia Menuju Independensi Bank Sentral, PT.
Mardi Mulyo, Jakarta, 2000, hlm. 179-180.
12
Ibid, hlm. 181.
13
http://www.newsbanking.com/2010/10/fungsi-bank.html diakses pada 15-02-2014 pukul
20.30 WIB.

14

Fungsi lembaga perbankan sebagai perantara pihak-pihak yang memiliki
kelebihan dana dengan pihak-pihak yang memerlukan dana membawa
konsekuensi pada timbulnya interaksi yang intensif antara bank sebagai pelaku
usaha dengan nasabah sebagai konsumen pengguna jasa perbankan. Dari sisi
pihak yang memiliki kelebihan dana, interaksi dengan bank terjadi pada saat pihak
yang kelebihan dana tersebut menyimpan dananya pada bank dalam bentuk giro,
tabungan, deposito, sementara dari sisi pihak yang memerlukan dana interaksi
terjadi pada saat pihak yang memerlukan dana tersebut meminjam dana dari bank
guna keperluan tertentu.14
Interaksi antara bank dengan konsumen pengguna jasa perbankan (nasabah) dapat
pula mengambil bentuk lain pada saat nasabah melakukan transaksi jasa
perbankan selain penyimpanan dan peminjaman dana. Bentuk transaksi lain
tersebut seperti misalnya jasa transfer dana, inkaso, maupun safe deposit. Dalam
perkembangannya, nasabah pun dapat memanfaatkan jasa bank untuk
mendapatkan produk lembaga keuangan bukan bank, seperti produk asuransi yang
dikaitkan dengan produk bank (bancassurance) dan reksadana. Dalam interaksi
yang demikian intensif antara bank dengan nasabah di atas, bukan suatu hal yang
tidak mungkin apabila terjadi friksi yang apabila tidak segera diselesaikan dapat
berubah menjadi sengketa antara nasabah dengan bank. Dari berbagai pengalaman
yang ada, timbulnya friksi tersebut terutama disebabkan oleh empat hal yaitu :
a.

informasi yang kurang memadai mengenai karakteristik produk atau jasa
yang ditawarkan bank;

14

Dahlan Siamat, 1995, Op.Cit., hlm. 41.

15

b.

pemahaman nasabah terhadap aktivitas dan produk atau jasa perbankan yang
masih kurang, yang Disampaikan pada diskusi Badan Perlindungan
Konsumen Nasional dan Direktur Direktorat Penelitian dan Pengaturan
Perbankan, Bank Indonesia, Jakarta, beberapa waktu yang lalu;

c.

ketimpangan hubungan antara nasabah dengan bank, khususnya bagi nasabah
peminjam dana; dan

d.

tidak adanya saluran yang memadai untuk memfasilitasi penyelesaian awal
friksi yang terjadi antara nasabah dengan bank.15

Untuk menyikapi permasalahan tersebut, maka Bank Indonesia sebagai otoritas
pengawas industri perbankan berkepentingan untuk meningkatkan perlindungan
terhadap kepentingan nasabah dalam berhubungan dengan bank.

3. Kewenangan Bank Indonesia tentang Lembaga Perbankan

Pengaturan dan pengawasan bank oleh Bank Indonesia meliputi wewenang
sebagai berikut:
a. Kewenangan memberikan izin (right to license), yaitu kewenangan untuk
menetapkan tatacara perizinan dan pendirian suatu bank. Cakupan pemberian
izin oleh Bank Indonesia meliputi pemberian izin dan pencabutan izin usaha
bank, pemberian izin pembukaan, penutupan dan pemindahan kantor bank,
pemberian persetujuan atas kepemilikan dan kepengurusan bank, pemberian
izin kepada bank untuk menjalankan kegiatan-kegiatan usaha tertentu.

15

F.X Sugiono dan Ascarya, Bank Indonesia Bank Sentral Republik Indonesia Sebuah Pengantar :
Kelembagaan Bank Indonesia, Pusat pendidikan dan studi kebanksentralan Bank Indonesia, 2004,
hlm. 34-35.

16

b. Kewenangan untuk mengatur (right to regulate), yaitu kewenangan untuk
menetapkan ketentuan yang menyangkut aspek usaha dan kegiatan perbankan
dalam rangka menciptakan perbankan sehat yang mampu memenuhi jasa
perbankan yang diinginkan masyarakat.
c. Kewenangan untuk mengawasi (right to control), yaitu kewenangan
melakukan

pengawasan

bank

melalui

pengawasan

langsung

(on-site

supervision) dan pengawasan tidak langsung (off-site supervision). Pengawasan
langsung dapat berupa pemeriksaan umum dan pemeriksaan khusus,yang
bertujuan untuk mendapatkan gambaran tentang keadaan keuangan bank dan
untuk memantau tingkat kepatuhan bank terhadap peraturan yang berlaku serta
untuk mengetahui apakah terdapat praktik-praktik yang tidak sehat yang
membahayakan kelangsungan usaha bank. Pengawasan tidak langsung yaitu
pengawasan melalui alat pemantauan seperti laporan berkala yang disampaikan
bank,laporan hasil pemeriksaan dan informasi lainnya. Dalam pelaksanaannya,
apabila diperlukan Bank Indonesia dapat melakukan pemeriksaan terhadap
bank termasuk pihak lain yang meliputi perusahaan induk, perusahaan anak,
pihak terkait, pihak terafiliasi dan debitur bank. BI dapat menugasi pihak lain
untuk dan atas nama BI melaksanakan tugas pemeriksaan.
d. Kewenangan untuk mengenakan sanksi (right to impose sanction), yaitu
kewenangan untuk menjatuhkan sanksi sesuai dengan ketentuan perundangundangan terhadap bank apabila suatu bank kurang atau tidak memenuhi

17

ketentuan. Tindakan ini mengandung unsur pembinaan agar bank beroperasi
sesuai dengan asas perbankan yang sehat.16
4. Tugas Bank Indonesia
Tugas pengaturan dan pengawasan bank merupakan salah satu tugas Bank
Indonesia sebagaimana ditentukan dalam Pasal 8 Undang-Undang Bank
Indonesia. Dalam rangka melaksanakan tugas ini, Bank Indonesia menetapkan
peraturan, memberikan dan mencabut izin atas kelembagaan dan kegiatan usaha
tertentu bank, melaksanakan pengawasan bank, serta mengenakan sanksi terhadap
bank. Selain itu, Bank Indonesia berwenang menetapkan ketentuan‐ketentuan
perbankan yang memuat prinsip kehati‐hatian. Sesuai dengan kewenangan di
bidang perizinan, Bank Indonesia yaitu:
a. Memberikan dan mencabut izin usaha bank;
b. Memberikan izin pembukaan, penutupan dan pemindahan kantor bank;
c. Memberikan persetujuan atas kepemilikan dan kepengurusan bank;
d. Memberikan izin kepada bank untuk menjalankan kegiatan‐kegiatan usaha
tertentu.
Pengawasan yang dilakukan oleh Bank Indonesia meliputi pengawasan langsung
dan tidak langsung. Bank Indonesia berwenang mewajibkan bank untuk
menyampaikan laporan, keterangan, dan penjelasan sesuai dengan tata cara yang
ditetapkan oleh Bank Indonesia, dimana hal ini dapat dilakukan terhadap
perusahaan induk, perusahaan anak, pihak terkait dan pihak terafiliasi dari bank
apabila diperlukan. Pemeriksaan terhadap bank dilakukan secara berkala maupun
16

Rachmad Usman, Aspek-Aspek Hukum Perbankan Di Indonesia, Gramedia Pustaka Utama,
Jakarta, 2003, hlm. 142.

18

setiap waktu apabila diperlukan dan dapat dilakukan terhadap perusahaan induk,
perusahaan anak, pihak terkait dan pihak terafiliasi dari bank apabila diperlukan.
Bank dan pihak lain tersebut wajib memberikan kepada pemeriksa:
(a) Keterangan dan data yang diminta;
(b) Kesempatan untuk melihat semua pembukuan, dokumen, dan sarana fisik
yang berkaitan dengan kegiatan usahanya;
(c) Hal‐hal lain yang diperlukan seperti salinan dokumen yang diperlukan dan
lain‐lain.17
Pengalihan tugas pengawasan bank dalam Undang-Undang Bank Indonesia
ditetapkan bahwa tugas mengawasi bank akan dialihkan kepada lembaga
pengawasan sektor jasa keuangan independen. Tugas yang dialihkan kepada
lembaga ini tidak termasuk tugas pengaturan bank serta tugas yang berkaitan
dengan perizinan. Lembaga pengawasan independen ini akan melakukan
pengawasan terhadap semua lembaga jasa keuangan seperti bank, asuransi, dana
pensiun, sekuritas, modal ventura, dan perusahaan pembiayaan serta badan‐badan
lain yang menyelenggarakan pengelolaan dana masyarakat.
C. Otoritas Jasa Keuangan (OJK)
1.

Pengertian Otoritas Jasa Keuangan

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) adalah lembaga yang didirikan berdasarkan
Undang-Undang No. 21 Tahun 2011. Lembaga ini didirikan untuk melakukan
pengawasan atas industri jasa keuangan secara terpadu.

17

Ibid, hlm 151.

19

Menurut ketentuan Pasal 1 angka (1) Undang-Undang Otoritas Jasa Keuangan,
dirumuskan bahwa, OJK, adalah lembaga yang independen dan bebas dari campur
tangan pihak lain, yang mempunyai fungsi, tugas, dan wewenang pengaturan,
pengawasan, pemeriksaaan, dan penyidikan sebagaimana dimaksud dalam
undang-undang ini.
Otoritas Jasa Keuangan di Indonesia lahir berdasarkan Undang-undang Nomor. 21
Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan (Undang-Undang OJK) yang
disahkan pada tanggal 22 Nopember 2011, sehingga jelas sekarang landasan kerja,
tugas pokok dan fungsi serta kewenangan dan hal-hal lain dari lembaga baru ini
diatur oleh undang -undang tersebut di atas.
Secara historis, ide pembentukan OJK sebenarnya adalah hasil kompromi untuk
menghindari jalan buntu pembahasan undang-undang tentang Bank Indonesia
oleh DPR. Pada awal pemerintahan Presiden Habibie, pemerintah mengajukan
RUU tentang Bank Indonesia yang memberikan independensi kepada bank
sentral. RUU ini disamping memberikan independensi tetapi juga mengeluarkan
fungsi pengawasan perbankan dari Bank Indonesia.18 Ide pemisahan fungsi
pengawasan dari bank sentral ini datang dari Helmut Schlesinger, mantan
Gubernur Bundesbank (bank sentral Jerman) yang pada waktu penyusunan RUU
(kemudian menjadi Undang-Undang No. 23 Tahun 1999) bertindak sebagai
konsultan. Mengambil pola bank sentral Jerman yang tidak mengawasi bank.19
Pembentukan OJK di Indonesia telah diatur dalam sebuah Undang-Undang
Republik Indonesia No. 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan yang
18
19

Zulkarnain Sitompul, 2002, Op. Cit, hlm. 6.
Hamud M. Balfas, dikutip tanggal 8 Oktober 2012, Op. Cit.

20

diresmikan pada tanggal 22 November 2011. Dalam peraturan tersebut disebutkan
bahwa definisi dari OJK adalah lembaga yang independen dalam melaksanakan
tugas dan wewenangnya, bebas dari campur tangan pihak lain, kecuali untuk halhal yang secara tegas diatur dalam Undang-Undang OJK ini.
Otoritas Jasa Keuangan dibentuk dengan tujuan agar keseluruhan kegiatan di
dalam sektor jasa keuangan dapat terselenggara secara teratur, adil, transparan,
dan akuntabel, mampu mewujudkan sistem keuangan yang tumbuh secara
berkelanjutan dan stabil, dan mampu melindungi kepentingan konsumen dan
masyarakat, yang diwujudkan melalui adanya sistem pengaturan dan pengawasan
yang terintegrasi terhadap keseluruhan kegiatan didalam sektor jasa keuangan.20
OJK melaksanakan tugas pengaturan dan pengawasan terhadap kegiatan jasa
keuangan di sektor perbankan, pasar modal, perasuransian, dana pensiun, lembaga
pembiayaan dan lembaga jasa keuangan lainnya, antara lain melakukan
pengawasan, pemeriksaan, penyidikan, perlindungan konsumen, dan tindakan lain
terhadap lembaga jasa keuangan, pelaku, dan/atau penunjang kegiatan jasa
keuangan sebagaimana dimaksud dalam peraturan perundang-undangan di sektor
jasa keuangan, termasuk kewenangan perizinan kepada Lembaga Jasa
Keuangan.21
Rimawan Pradiptyo mengatakan bahwa meski secara normatif disebutkan bahwa
OJK adalah lembaga independen, pada beberapa kalangan masih timbul keraguan
akan independensi OJK tersebut. Dalam pelaksanaannya, OJK dipimpin oleh
dewan komisioner yang terdiri dari sembilan orang anggota sebagaimana diatur
20
20

Maikel Jefriando, diakses pada 31-10-2013 pukul 20.00 WIB. Op. Cit.
Zaidatul amina, Kajian Pembentukan Otoritas Jasa Keuangan Di Indonesia: Melihat Dari
Pengalaman Di Negara Lain, Universitas Negeri Surabaya, 2012, hlm. 8.

21

dalam Pasal 10 Ayat (1) Undang-Undang OJK. Komposisi dewan komisioner
(DK) yang akan ditempati oleh mantan pegawai lembaga keuangan tertentu,
menjadi dasar adanya keraguan bahwa OJK akan benar-benar independen.22

2. Asas-Asas Otoritas Jasa Keuangan

Dalam Naskah Akademik Pembentukan OJK dikatakan bahwa

dalam

melaksanakan tugas dan wewenangnya OJK harus berlandaskan kepada asas-asas
sebagai berikut :
a.

Asas kepastian hukum, yakni asas dalam negara hukum yang meletakkan
hukum dan ketentuan peraturan perundang-undangan dan keadilan dalam
setiap kebijakan penyelenggaraan OJK;

b.

Asas keterbukaan, yakni asas yang terbuka terhadap hak masyarakat untuk
memperoleh informasi yang benar, jujur, dan tidak diskriminatif tentang
penyelenggaraan OJK dengan tetap memperhatikan perlindungan atas hak
asasi pribadi dan golongan, serta rahasia negara, termasuk rahasia
sebagaimana ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan;

c.

Asas profesionalitas, yakni asas yang mengutamakan keahlian dalam
pelaksanaan tugas dan wewenang OJK, dengan tetap berlandaskan pasa kode
etik dan ketentuan peraturan perundang-undangan.

d.

Asas integritas, yakni asas yang berpegang teguh pada nilai-nilai moral dalam
setiap tindakan dan keputusan yang diambil dalam penyelenggaraan OJK.

22

Ibid, hlm.9.

22

e.

Asas akuntabilitas, yakni asas yang menentukan bahwa setiap kegiatan dan
hasil akhir dari harus dipertanggungjawabkaetiap kegiatan penyelenggaraan
OJK harus dapat dipertanggungjawabkan kepada publik.23

3. Fungsi , Tugas dan Wewenang Otoritas Jasa Keuangan
a. Fungsi dan Tugas Otoritas Jasa Keuangan
Adapun mengenai fungsi OJK ditentukan dalam Pasal 5 Undang-Undang OJK,
yang berbunyi bahwa OJK berfungsi menyelenggarakan sistem pengaturan dan
pengawasan yang terintegrasi terhadap keseluruhan kegiatan di dalam sektor jasa
keuangan. OJK melaksanakan tugas pengaturan dan pengawasan terhadap:
(1) Kegiatan jasa keuangan di sektor perbankan;
(2) Kegiatan jasa keuangan di sektor pasar modal; dan
(3) Kegiatan jasa keuangan di sektor perasuransian, dana pensiun, lembaga
pembiayaan, dan lembaga jasa keuangan lainnya.
b. Wewenang Otoritas Jasa Keuangan
Ketentuan Pasal 7 Undang-undnag OJK menyatakan bahwa :
Untuk melaksanakan tugas pengaturan dan pengawasan di sektor perbankan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 huruf (a), OJK mempunyai wewenang :
1. Pengaturan dan pengawasan mengenai kelembagaan bank yang meliputi :
a. Perizinan untuk pendirian bank, pembukaan kantor bank, anggaran dasar,
rencana kerja, kepemilikan, kepengurusan dan sumber daya manusia,
merger dan akuisisi bank, serta pencabutan izin usaha bank; dan

23

Naskah Akademik Pembentukan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) yang dimuat dalam
http://www.perpustakaan.depkeu.go.id/, didownload tanggal 6 oktober 2013, hlm. 12-13.

23

b. Kegiatan usaha bank, antara lain sumber dana, penyediaan dana, produk
hibridasi, dan aktivitas dibidang jasa;
2. Pengaturan dan pengawasan mengenai kesehatan bank yang meliputi :
a. Likuiditas, rentabilitas, solvabilitas, kualitas aset, rasio kecukupan modal
minimum, batas maksimum pemberian kredit, rasio pinjaman terhadap
simpanan, dan pencadangan bank;
b. Laporan bank yang terkait dengan kesehatan dan kinerja bank;
c. Sistem informasi debitur;
d. Pengujian kredit (credit testing); dan
e. Standar akuntansi bank;
3. Pengaturan dan pengawasan mengenai aspek kehati-hatian bank, meliputi :
a. Manajemen risiko;
b. Tata kelola bank;
c. Prinsip mengenal nasabah dan anti pencucian uang;
d. Pencegahan pembiayaan terorisme dan kejahatan perbankan; dan
e. Pemeriksaan bank.

D. Pengertian dan Ruang Lingkup Peranan

Peranan merupakan proses dinamis kedudukan (status). Apabila seseorang
melaksanakan hak dan kewajibannya sesuai dengan kedudukannya, dia
menjalankan suatu peranan. Perbedaan antara kedudukan dengan peranan adalah

24

untuk kepentingan ilmu pengetahuan. Keduanya tidak dapat dipisah-pisahkan
karena yang satu tergantung pada yang lain dan sebaliknya.24
Levinson mengatakan peranan mencakup tiga hal, antara lain:
1.

Peranan meliputi norma-norma yang dihubungkan dengan posisi atau tempat
seseorang dalam masyarakat. Peranan dalam arti ini merupakan rangkaian
peraturan-peraturan

yang

membimbing

seseorang

dalam

kehidupan

bermasyarakat.
2.

Peranan merupakan suatu konsep tentang apa yang dapat dilakukan oleh
individu dalam masyarakat sebagai organisasi.

3.

Peranan juga dapat dikatakan sebagai perilaku individu yang penting bagi
struktur sosial masyarakat.25

Merton dalam Raho mengatakan bahwa peranan didefinisikan sebagai pola
tingkah laku yang diharapkan masyarakat dari orang yang menduduki status
tertentu. Sejumlah peran disebut sebagai perangkat peran (role-set). Dengan
demikian perangkat peran adalah kelengkapan dari hubungan-hubungan
berdasarkan peran yang dimiliki oleh orang karena menduduki status-status social
khusus.26
Wirutomo mengemukakan pendapat David Berry bahwa dalam peranan yang
berhubungan dengan pekerjaan, seseorang diharapkan menjalankan kewajibankewajibannya yang berhubungan dengan peranan yang dipegangnya. 27 Peranan

24

Soerjono Soekanto,Sosiologi Suatu Pengantar, Edisi Baru, Rajawali Pers, Jakarta, 2009, hlm.
212.
25
Ibid, hlm. 213.
26
Ibid, hlm. 227.
27
Ibid, hlm. 101.

25

didefinisikan sebagai seperangkat harapan-harapan yang dikenakan kepada
individu yang menempati kedudukan sosial tertentu. Peranan ditentukan oleh
norma-norma dalam masyarakat, maksudnya kita diwajibkan untuk melakukan
hal-hal yang diharapkan masyarakat di dalam pekerjaan kita, di dalam keluarga
dan di dalam peranan-peranan yang lain.
Kemudian dikatakan bahwa di dalam peranan terdapat dua macam harapan, yaitu:
pertama, harapan-harapan dari masyarakat terhadap pemegang peran atau
kewajiban-kewajiban dari pemegang peran, dan kedua harapan-harapan yang
dimiliki oleh pemegang peran terhadap masyarakat atau terhadap orang-orang
yang berhubungan dengannya dalam menjalankan peranannya atau kewajibankewajibannya.
Penelitian ini adalah mengkaji dan membahas tentang peranan dalam kedudukan
sebagai pengawasan perbankan bagi OJK yang dialihkan berdasarkan UndangUndang No. 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan.

26

E. Krangka Pikir
Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah, maka dibuat kerangka pikir
sebagai berikut:

Bank Indonesia

Pengawasan Perbankan

Undang-Undang No 21 Tahun 20