PERAN LEMBAGA OTORITAS JASA KEUANGAN (OJK) DALAM PENYIDIKAN TINDAK PIDANA PERBANKAN (Studi pada Kantor Otoritas Jasa Keuangan Perwakilan Lampung)

  

PERAN LEMBAGA OTORITAS JASA KEUANGAN (OJK)

DALAM PENYIDIKAN TINDAK PIDANA PERBANKAN

(Studi pada Kantor Otoritas Jasa Keuangan Perwakilan Lampung)

(Jurnal Skripsi)

  

Oleh

ADELIA MONICA BANGSAWAN

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG

  

PERAN LEMBAGA OTORITAS JASA KEUANGAN (OJK)

DALAM PENYIDIKAN TINDAK PIDANA PERBANKAN

(Studi pada Kantor Otoritas Jasa Keuangan Perwakilan Lampung)

ABSTRAK

  

Oleh

Adelia Monica Bangsawan, Diah Gustianiati, Rini Fathonah

Email: adeliadelia212@gmail.com.

  Lembaga keuangan perbankan mempunyai peran strategis dalam kegiatan perekonomian melalui kegiatan usahanya menghimpun dana masyarakat dan menyalurkan pembiayaan bagi usaha-usaha produktif maupun konsumtif, namun demikian tetap saja terjadi tindak pidana perbankan. Oleh karena itu diperlukan peran penyidik Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dalam penyidikan tindak pidana perbankan. Permasalahan: Bagaimanakah peran lembaga Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dalam penyidikan tindak pidana perbankan? Apakah faktor yang menghambat peran lembaga Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dalam penyidikan tindak pidana perbankan? Penelitian ini menggunakan pendekatan yuridis normatif dan pendekatan yuridis empiris. Pengumpulan data dilakukan dengan studi pustaka dan studi lapangan, selanjutnya data dianalisis secara kualitatif. Hasil penelitian dan pembahasan menunjukkan: Peran lembaga Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dalam penyidikan tindak pidana perbankan termasuk dalam peran normatif yaitu peran yang dilaksanakan berdasarkan ketentuan undang-undang oleh PPNS OJK dengan untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat terang tentang tindak pidana perbankan yang terjadi dan guna menemukan tersangkanya. Peran faktual dilaksanakan PPNS OJK dengan melakukan pemanggilan, pemeriksaan, serta meminta keterangan dan barang bukti dari setiap orang yang disangka melakukan, atau sebagai saksi dalam tindak pidana perbankan untuk mendapatkan alat bukti dan barang bukti yang digunakan dalam penuntutan bila terbukti bersalah karena melanggar tindak pidana perbankan. Faktor yang menghambat peran lembaga Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dalam penyidikan tindak pidana perbankan dari segi faktor perundang-undangan atau substansi hukum adalah adanya ketentuan yaitu Pasal 183 KUHAP mengenai alat bukti yang sah. Penghambat dari segi penegak hukum adalah secara kuantitas masih terbatasnya personil PPNS OJK. Saran: OJK agar meningkatkan intensitas pengawasan terhadap perbankan dan menambah personil PPNS dalam rangka meningkatkan efektivitas penyidikan terhadap tindak pidana di bidang perbankan.

  Kata Kunci: Peran, Otoritas Jasa Keuangan, Tindak Pidana Perbankan

  

ABSTRACT

THE ROLE OF FINANCIAL SERVICES AUTHORITY IN INVESTIGATION

OF BANKING CRIME

(Study on Financial Services Authority of Lampung)

  

Banking financial institutions have a strategic role in economic activities through

business activities to raise public funds and channel financing for productive and

consumptive businesses, but still there is a banking crime. Therefore, the role of

investigator of the Financial Services Authority is required in the investigation of banking

crime. The problems in this research are: How is the role of Financial Services Authority

in investigations of banking crime? What are the factors that hinder the role of Financial

Services Authority in investigations of banking crime? This research uses normative

juridical approach and empirical juridical approach.. Data collection was done by

literature study and field study, then the data were analyzed qualitatively. The results of

the study and discussion show: The role of the Financial Services Authority in

investigations of banking crime is included in the normative role ie the role implemented

under the provisions of law by Financial Services Authority Investigator by to seek and

collect evidence which with evidence it makes light about the crime banking and to find

the suspect. The factual roles are implemented by Financial Services Authority

Investigator by calling, examining, and requesting information and evidence from any

person suspected of committing, or as a witness in a banking crime to obtain evidence and

evidence used in prosecution if found guilty of violating banking crime . Furthermore, the

investigation file was handed over to Investigation. In addition, the factual role is done to

socialize to the banking and community and conduct banking supervision regularly.

Factors inhibiting the role of the Financial Services Authority in the investigation of

banking crime in terms of legislation or legal substance are the provisions of Article 183

of the Criminal Procedure Code regarding legal evidence. The obstacle in terms of law

enforcement is in the quantity of personnel still limited Financial Services Authority

Investigator special conduct investigation banking crime. Suggestions in this study are:

Financial Services Authority to increase the intensity of supervision of banks in

accordance with applicable legislation. Required addition of personnel of PPNS at OJK

Office of Lampung Province Representative in order to increase effectiveness of

investigation to crime in banking field.

  Keywords: Roles, Financial Services Authority, Banking Crime

I. Pendahuluan

  Perbankan sebagai lembaga keuangan mempunyai peran yang sangat strategis dalam kegiatan perekonomian melalui kegiatan usahanya menghimpun dana masyarakat dan menyalurkan pembiayaan bagi usaha-usaha produktif maupun konsumtif, sekaligus menjadi penentu arah bagi perumusan kebijakan pemerintah di bidang moneter dan keuangan dalam mendukung stabilitas pembangunan nasional, khususnya untuk dapat menjadi tempat penyimpanan dana yang aman, tempat yang diharapkan dapat melakukan kegiatan perpembiayaanan demi kelancaran dunia usaha dan perdagangan.

1 Setiap aktivitas perbankan harus

  memenuhi asas ketaatan perbankan, yaitu segala kegiatan perbankan yang diatur secara yuridis dalam Undang- Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan, serta menjalankan prinsip kehati-hatian perbankan (prudent

  banking ) dengan cara menggunakan

  rambu-rambu hukum berupa safe dan

  sound . Kegiatan bank secara yuridis dan

  secara umum adalah penarikan dana masyarakat, penyaluran dana kepada masyarakat, kegiatan fee based, dan kegiatan dalam bentuk investasi.

  Tindak pidana perbankan merupakan perbuatan melawan hukum yang dilakukan baik dengan sengaja ataupun dengan tidak sengaja yang ada hubungannya dengan lembaga, perangkat dan produk perbankan, sehingga menimbulkan kerugian materiil 1 Teguh Pudjo Mulyono, Manajemen Perkreditan Bagi Bank Komersil . BPFE, Yogyakarta . dan atau immateriil bagi perbankan itu sendiri maupun bagi nasabah atau pihak ketiga lainnya. Secara umum tindak pidana di bidang perbankan adalah segala jenis perbuatan melanggar hukum yang berhubungan dengan kegiatan-kegiatan dalam menjalankan usaha bank, sedangkan istilah tindak pidana di bidang perbankan menunjukkan bahwa suatu tindak pidana yang dilakukan dalam menjalankan fungsi dan usahanya sebagai bank dan dapat dikategorikan sebagai tindak pidanan ekonomi. Kejahatan di bidang perbankan adalah salah satu bentuk dari kejahatan ekonomi yang sering dilakukan dengan menggunakan bank sebagai sasaran dan sarana kegiatannya dengan modus yang sangat sulit dipantau atau dibuktikan berdasarkan Undang- Undang Perbankan.

  2 Modus operandi kejahatan di bidang

  perbankan dapat dilakukan dengan memperoleh kredit dari bank dengan cara menggunakan dokumen atau jaminan palsu, fiktif, penyalahgunaan pemakaian kredit, mendapat kredit berulang-ulang dengan jaminan objek yang sama, memerintahkan, menghilangkan, menghapuskan, tidak membukukan yang seharusnya dipenuhi. Di samping itu modus operandinya juga memaksa bank atau pihak yang terafeliasi memberikan keterangan yang wajib dirahasiakan, tidak memberikan keterangan yang wajib dipenuhinya kepada bank Indonesia maupun kepada Penyidik Negara, menerima, meminta, mengijinkan, menyetujui untuk menerima imbalan, uang tambahan, 2 Marfei Halim. Mengurai Benang Kusut, Bank pelayanan komisi, uang atau barang berharga untuk kepentingan pribadi dalam rangka orang lain mendapat kredit, uang muka, prioritas kredit atau persetujuan orang lain untuk melanggar Batas Maksimum Pemberian Kredit (BMPK)

  Praktik penegakan hukum pidana seringkali timbul persoalan di mana terdapat perbedaan pendapat antara bank dengan aparat penegak hukum terkait dengan masalah lingkup atau hal-hal apa saja rahasia bank yang dapat dibuka kepada aparat penegak hukum, siapa saja yang berkewajiban menyimpan rahasia bank dan bagaimana mekanisme pembukaan rahasia bank. Kejelasan mengenai pembukaan rahasia bank tersebut sangat penting, karena bagi mereka yang melakukan pembukaan rahasia bank dapat dikenai sanksi pidana.

  bank yang semakin banyak, berdampak pula pada banyaknya kesempatan yang akan timbul yang memungkinkan seseorang atau sekelompok orang untuk melakukan perbuatan melawan hukum terhadap dunia perbankan. Semakin luas kesempatan yang muncul, juga akan berbanding lurus dengan semakin banyaknya jenis dan ruang lingkup tindak pidana perbankan berdasarkan peraturan umum dalam Undang-Undang Perbankan dan yang diatur khusus dalam perundang-undangan di luar Undang- Undang Perbankan. Bank harus menjaga 3 Barda Nawawi Arief. Masalah Penegakan

  Hukum dan Kebijakan Penanggulangan Kejahatan. PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 2001, hlm. 23.

  kepercayaan masyarakat dengan cara menggunakan dana nasabahnya secara bertanggungjawab yang diwujudkan dalam bentuk laporan pertanggung jawaban yang akan diumumkan langsung kepada publik melalui media massa, maupun diberikan kepada Bank Indonesia dan/atau Otoritas Jasa Keuangan (OJK).

  Pasal 1 Angka 1 Undang-Undang Nomor

  21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan, menyebutkan bahwa yang dimaksud dengan Otoritas Jasa Keuangan adalah lembaga yang independen dan bebas dari campur tangan pihak lain, yang mempunyai fungsi, tugas, dan wewenang pengaturan, pengawasan, pemeriksaan, dan penyidikan sebagaimana dimaksud dalam undang-undang ini.

3 Kegiatan usaha yang dilakukan oleh

  Beberapa alasan dibentuknya OJK yaitu semakin kompleks dan bervariasinya produk dari jasa keuangan, munculnya konglomerasi perusahaan jasa keuangan, dan globalisasi industri jasa keuanagan. Perkembangan yang terjadi sekarang kecenderungannya perbankan juga terlihat dalam berbagai transaksi misalnya di pasar modal, industri asuransi, artinya antara lembaga keuangan itu melakukan berbagai sinergi. Tujuan pendirian OJK secara normatif adalah meningkatkan dan memelihara kepercayaan publik di bidang jasa keuangan, menegakkan peraturan perundang-undangan di bidang jasa keuangan, meningkatkan pemahaman publik mengenai bidang jasa keuangan dan melindungi kepentingan konsumen jasa keuangan. Selain itu tujuan lain OJK dibentuk agar BI fokus kepada pengelolahan moneter bank karena bank merupakan sektor dalam perekonomian.

4 Upaya OJK dalam mewujudkan tujuan

  tersebut, disertai dengan kewenangan yang luas yakni membuat peraturan di bidang jasa keuangan, memberi dan mencabut iin persetujuan dan lain-lain, memperoleh laporan periodik dan informasi industri jasa keuangan, mengenakan sanksi administratif, melakukan pemeriksaan, melakukan penyidikan atas pelanggaran undang- undang, memberikan arahan atau perintah tertulis,menunjuk pengelola statuter, mewajibkan pengalihan usaha demi menjaga kepentingan nasabah, mencegah kejahatan di bidang keuangan dan mengatur pengendalian lembaga keuanagan.

  perbankan, memiliki peran yang strategis dalam penanggulangan tindak pidana perbankan, mengingat OJK memiliki kewenangan sebagaimana diatur dalam

  Pasal 7 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan wewenang dalam hal pengaturan dan pengawasan mengenai kelembagaan bank yang meliputi: pengaturan dan pengawasan mengenai kelembagaan bank, pengaturan dan pengawasan mengenai kesehatan bank, pengaturan dan pengawasan mengenai aspek kehati-hatian bank, dan pemeriksaan bank. 4 Nindyo Pramono, Beberapa Legal Issue dalam

  UU No. 21/2011 tentang OJK , Makalah, Disampaikan pada Seminar ”Outlook Pengawasan Perbankan Pasca Terbentuknya Otoritas Jasa Keuangan, Yogyakarta, 25 Mei 2012..hlm.2 5 Ibid..hlm.4

  Lembaga OJK memiliki peran membantu Kepolisian dalam melaksanakan penyidikan tindak pidana perbankan tersebut. Penanggulangan tindak pidana perbankan dilakukan dengan bantuan Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS), dari Lembaga Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Menurut

  Pasal 1 Ayat (11) Undang-Undang Nomor 2 tahun 2002 Tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia disebutkan bahwa Penyidik Pegawai Negeri Sipil adalah pejabat pegawai negeri sipil tertentu yang berdasarkan peraturan perundang-undangan ditunjuk selaku penyidik dan mempunyai wewenang untuk melakukan penyidikan tindak pidana dalam lingkup undang-undang yang menjadi dasar hukumnya masing- masing. Permasalahan penelitian ini adalah: a.

5 OJK dengan adanya tindak pidana

  Bagaimanakah peran lembaga Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dalam penyidikan tindak pidana perbankan? b.

  Apakah faktor yang menghambat peran lembaga Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dalam penyidikan tindak pidana perbankan?

  Penelitian ini menggunakan pendekatan yuridis normatif dan yuridis empiris. Pengumpulan data dilakukan dengan studi pustaka dan studi lapangan. Analisis data dilakukan secara kualitatif.

II. Pembahasan A. Peran Lembaga Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dalam Penyidikan Tindak Pidana Perbankan

  Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sesuai dengan Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan dibentuk dengan tujuan agar keseluruhan kegiatan jasa keuangan di dalam sektor jasa keuangan terselenggara secara teratur, adil, transparan, dan akuntabel, serta mampu mewujudkan sistem keuangan yang tumbuh secara berkelanjutan dan stabil, yang pada akhirnya mampu melindungi kepentingan konsumen dan masyarakat. Pesatnya perkembangan produk dan layanan jasa keuangan, ilmu pengetahuan dan teknologi informasi, serta globalisasi transaksi keuangan di satu sisi berpeluang dapat mendukung kemajuan sektor jasa keuangan, namun di sisi lain dapat mengganggu terhadap stabilitas sistem keuangan karena munculnya berbagai modus kejahatan yang lebih kompleks, sehingga perlu penanganan secara tepat. Penyidikan tindak pidana di sektor jasa keuangan dilaksanakan secara cepat, biaya ringan dan sederhana untuk membuat terang tindak pidana yang terjadi guna mewujudkan keadilan, kemanfaatan, dan kepastian hukum, menumbuhkan dan menjaga kepercayaan masyarakat terhadap sektor jasa keuangan, serta memperkuat stabilitas sistem keuangan. Lembaga Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Kantor Perwakilan Provinsi Lampung melaksanakan peran dalam bidang penyidikan. Adapun jenis peran yang dilaksanakan adalah peran normatif, yaitu peran yang dilakukan oleh seseorang atau lembaga yang didasarkan pada seperangkat norma atau hukum yang berlaku dalam kehidupan masyarakat. Dasar hukum secara normatif peran Lembaga Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dalam penyidikan tindak pidana perbankan adalah Pasal 27 Ayat (2) Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan yang menyatakan bahwa OJK dapat mempekerjakan pegawai negeri sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan dalam pasal tersebut berhak mempekerjakaan pegawai negeri asal tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang mengatur pegawai negeri. Selain itu Pasal 49 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan menyatakan

  : “Selain Pejabat Penyidik Kepolisian Negara Republik Indonesia, Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu yang lingkup tugas dan tanggung jawabnya yang meliputi pengawasan sektor jasa keuangan di lingkungan OJK, diberi wewenang khusus sebagai penyidik sebagaimana dimaksud dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana.” Sesuai dengan dasar hukum di atas maka jelaslah bahwa penyidikan bukan hanya dilakukan oleh Penyidik Kepolisian Negara Republik Indonesia tetapi boleh juga dilakukan oleh Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu yang lingkup tugas dan tanggung jawabnya yang meliputi pengawasan sektor jasa keuangan di khusus sebagai penyidik sebagaimana dimaksud dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana. Lembaga Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dalam Penyidikan Tindak Pidana Perbankan secara khusus telah memberlakukan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 22 /POJK.01/2015 tentang Penyidikan Tindak Pidana di Sektor Jasa Keuangan. Pasal

  2 Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 22 /POJK.01/2015: (1)

  OJK berwenang melakukan Penyidikan Tindak Pidana di Sektor Jasa Keuangan

  (2) Kewenangan OJK sebagaimana dimaksud pada Ayat (1) dilakukan oleh Penyidik OJK.

  Otoritas Jasa Keuangan (OJK) merupakan lembaga baru yang dirancang untuk melakukan pengawasan secara ketat lembaga keuangan seperti perbankan, pasar modal, reksadana, perusahaan pembiayaan, dana pensiun dan asuransi. Adapun tujuan utama pendirian OJK adalahuntuk meningkatkan dan memelihara kepercayaan publik di bidang jasa keuangan, menegakkan peraturan perundang-undangan di bidang jasa keuangan, meningkatkan pemahaman publik mengenai bidang jasa keuangan dan melindungi kepentingan konsumen jasa keuangan.

  Pasal

  3 Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 22 /POJK.01/2015 menyatakan bahwa Penyidik OJK sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 Ayat (2) terdiri atas: a.

  Pejabat Penyidik Kepolisian Negara Republik Indonesia yang dipekerjakan di OJK; dan/atau b.

  Pejabat Pegawai Negeri Sipil yang dipekerjakan di OJK dan diberi wewenang khusus sebagai Penyidik. Upaya untuk mewujudkan perekonomian nasional yang mampu tumbuh secara berkelanjutan dan stabil diperlukan kegiatan di dalam sektor jasa keuangan yang terselenggara secara teratur, adil, transparan dan akuntabel serta mampu mewujudkan sistem keuangan yang tumbuh secara berkelanjutan dan stabil, dan mampu melindungi kepentingan konsumen dan masyarakat, sehingga diperlukan OJK yang memiliki tugas dan wewenang dalam pengaturan dan pengawasan terhadap kegiatan di dalam sektor jasa keuangan secara terpadu, independen dan akuntabel. Pasal

  4 Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 22 /POJK.01/2015: (1)

  Penyidik OJK sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 3 huruf a berwenang melakukan tindakan Penyidikan sesuai ketentuan yang diatur dalam Undang-Undang Nomor

  8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana dan Undang-Undang lainnya yang memberikan kewenangan kepada Penyidik Polri. (2)

  Penyidik OJK sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf b berwenang melakukan tindakan Penyidikan sesuai ketentuan mengenai Penyidikan yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang OJK.

  Pasal

  5 Peraturan Otoritas Jasa

  (1) Dalam hal diperlukan, pegawai atau pejabat OJK yang bukan Penyidik

  OJK dapat ditugaskan untuk membantu kegiatanPenyidik OJK. (2)

  Pegawai atau pejabat OJK sebagaimana dimaksud pada ayat(1)tidak bertindak selakuPenyidik OJK.

  Pasal

  6 Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 22 /POJK.01/2015: (1)

  Penyidik OJK, sesuai kewenangannya, menyampaikan hasil Penyidikan kepada Jaksa untuk dilakukan penuntutan.

  (2) Jaksa menindaklanjuti dan memutuskan tindak lanjut hasil Penyidikan sesuai kewenangannya paling lama 90 (sembilan puluh) hari sejak diterimanya hasil Penyidikan dari Penyidik OJK sebagaimana yang dimaksud pada Ayat (1).

  Penyidikan oleh Penyidik OJK meupakan serangkaian tindakan penyidik dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam undang-undang untuk mencari dan mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat terang tentang tindak pidana yang terjadi dan guna menemukan tersangkanya. Hal ini bermakna bahwa penyidik OJK dalam melaksanakan penyidikan bertujuan untuk menemukan tersangka tindak pidana perbankan.

  Penyidikan merupakan salah satu tugas pengawasan OJK seperti yang disebut dalam Pasal 9 huruf c Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan yang berbunyi: “Untuk sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6,

  OJK mempunyai wewenang melakukan pengawasan, pemeriksaan, penyidikan, perlindungan Konsumen, dan tindakan lain terhadap Lembaga Jasa Keuangan, pelaku, dan/atau penunjang kegiatan jasa keuangan sebagaimana dimaksud dalam peraturan perundang-undangan di sektor jasa keuangan.

  Adapun wewenang Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) yang dimaksud pada tindak pidana perbankan antara lain adalah Pasal 49 Ayat (3) Undang- Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan yang berbunyi: Penyidik Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud pada Ayat (1) berwenang: a.

  Menerima laporan, pemberitahuan, atau pengaduan dari seseorang tentang adanya tindak pidana di sektor jasa keuangan; b.

  Melakukan penelitian atas kebenaran laporan atau keterangan berkenaan dengan tindak pidana di sektor jasa keuangan; c.

  Melakukan penelitian terhadap Setiap Orang yang diduga melakukan atau terlibat dalam tindak pidana di sektor jasa keuangan; d. Memanggil, memeriksa, serta meminta keterangan dan barang bukti dari Setiap Orang yang disangka melakukan, atau sebagai saksi dalam tindak pidana di sektor jasa keuangan; e. Melakukan pemeriksaan atas pembukuan, catatan, dan dokumen lain berkenaan dengan tindak pidana di sektor jasa keuangan; f. Melakukan penggeledahan di setiap tempat tertentu yang diduga terdapat setiap barang bukti pembukuan, melakukan penyitaan terhadap barang yang dapat dijadikan bahan bukti dalam perkara tindak pidana di sektor jasa keuangan; g.

  Meminta data, dokumen, atau alat bukti lain, baik cetak maupun elektronik kepada penyelenggara jasa telekomunikasi; h.

  Dalam keadaan tertentu meminta kepada pejabat yang berwenang untuk melakukan pencegahan terhadap orang yang diduga telah melakukan tindak pidana di sektor jasa keuangan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan; i.

  Meminta bantuan aparat penegak hukum lain; j.

  Meminta keterangan dari bank tentang keadaan keuangan pihak yang diduga melakukan atau terlibat dalam pelanggaran terhadap peraturan perundang-undangan di sektor jasa keuangan; k.

  Memblokir rekening pada bank atau lembaga keuangan lain dari pihak yang diduga melakukan atau terlibat dalam tindak pidana di sektor jasa keuangan; l. Meminta bantuan ahli dalam rangka pelaksanaan tugas penyidikan tindak pidana di sektor jasa keuangan; dan m. Menyatakan saat dimulai dan dihentikannya penyidikan.

  Berdasarkan uraian di atas maka penulis dapat menganalisis bahwa peran lembaga Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dalam penyidikan tindak pidana perbankan termasuk dalam peran normatif. Peran normatif adalah peran yang dilakukan oleh seseorang atau lembaga yang didasarkan pada seperangkat norma atau hukum yang

  Peran normatif dilaksanakan PPNS OJK berdasarkan ketentuan undang-undang untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat terang tentang tindak pidana perbankan dan guna menemukan tersangkanya. Peran faktual dilaksnakan PPNS OJK dengan pemanggilan, pemeriksaan, serta meminta keterangan dan barang bukti dari orang yang disangka melakukan, atau sebagai saksi dalam tindak pidana perbankan untuk mendapatkan alat bukti dan barang bukti yang digunakan dalam penuntutan bila terbukti bersalah karena melanggar tindak pidana perbankan. Selanjutnya berkas penyidikan dilimpahkan kepada Kejaksaan. Peran faktual dilakukan melakukan sosialisasi kepada pihak perbankan dan masyarakat serta melakukan pengawasan perbankan secara rutin.

  Peran PPNS OJK tersebut berkaitan dengan upaya menegakkan hukum dalam rangka menciptakan keamanan dan ketertiban yang dilakukan secara bersama-sama dalam suatu sistem peradilan pidana yang merupakan suatu proses panjang dan melibatkan banyak unsur di dalamnya. Sistem Peradilan Pidana sebagai suatu sistem besar yang di dalamnya terkandung beberapa subsistem yang meliputi subsistem kepolisian sebagai penyidik, namun demikian dalam penanganan tindak pidana tertentu (termasuk tindak pidana perbankan), penyidik kepolisian melakukan kerjasama dan koordinasi dengan penyidik PNS dari OJK dalam rangka penegakan hukum terhadap pelaku tindak pidana perbankan. Rangkaian proses Sistem Peradilan Pidana di mulai dari adanya suatu peristiwa yang di duga sebagai peristiwa peristiwa pidana baru di mulai suatu tindakan penyelidikan dan penyidikan. Penyelidikan dan penyidikan sebenarnya merupakan suatu rangkaian tindakan yang tidak bisa dipisahkan, walaupun tahap-tahapnya berbeda. Apabila proses penyelidikan di satukan dengan penyidikan maka akan terlihat adanya suatu kesinambungan tindakan yang memudahkan proses selanjutnya.

  KUHAP memberikan peran kepada Kepolisian Negara Republik Indonesia untuk melaksanakan tugas penyelidikan dan penyidikan tindak pidana (secara umum) tanpa batasan lingkungan kuasa sepanjang masih termasuk dalam lingkup hukum publik, sehingga pada dasarnya Polri oleh KUHAP diberi kewenangan untuk melakukan penyelidikan dan penyidikan terhadap semua tindak pidana, walaupun KUHAP juga memberikan kewenangan kepada PPNS tertentu untuk melakukan penyidikan sesuai dengan wewenang khusus yang diberikan oleh undang- undang yang menjadi dasar hukumnya masing-masing.

B. Faktor-Faktor Penghambat Peran Lembaga Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dalam Penyidikan Tindak Pidana Perbankan 1.

  Faktor Substansi Hukum Faktor perundang-undangan atau substansi hukum dapat menghambat peran Lembaga Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dalam penyidikan tindak pidana perbankan adalah adanya ketentuan yaitu Pasal 183 KUHAP, dalam hal menjatuhkan pidana kepada terdakwa, seorang pidana tersebut kecuali apabila dengan sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah, sehingga hakim memperoleh keyakinan bahwa tindak pidana benar-benar terjadi dan terdakwalah yang bersalah melakukannya. Pasal 184 menyatakan bahwa alat bukti sah yang dimaksud adalah: (a). Keterangan Saksi; (b). Keterangan Ahli; (c). Surat; (d). Petunjuk; (e). Keterangan Terdakwa atau hal yang secara umum sudah diketahui sehingga tidak perlu dibuktikan. Proses penyidikan merupakan tahap yang paling krusial dalam Sistem Peradilan Pidana, di mana tugas penyidikan yang di bebankan kepada Polri sangat kompleks, selain sebagai penyidik juga sebagai pengawas serta sebagai koordinator bagi penyidik PPNS. Kompleksitas tugas penyidik Polri semakin bertambah seiring dengan bergulirnya reformasi di segala bidang kehidupan di Indonesia. Penyidik dituntut untuk berhasil mengungkap semua perkara yang terindikasi telah melanggar hukum yang ditanganinya. Penyidik juga dituntut untuk tidak melanggar Hak Asasi Manusia (HAM) dalam melakukan penyidikan terhadap seseorang yang di duga melakukan tindak pidana. Tantangan lain yang dihadapi oleh penyidik Polri bukan saja berasal dari keberhasilan meneruskan suatu perkara ke pengadilan melalui kejaksaan, tetapi juga kemungkinan akan dituntut oleh pihak tersangka dan keluarganya melalui gugatan pra-peradilan karena kesalahan penyidik itu sendiri.

  Penyidikan merupakan suatu rangkaian kegiatan penindakan /upaya paksa, pemeriksaan, penyelesaian dan penyerahan berkas perkara. Mulai dari proses pembuatan laporan polisi, penyelidikan, pemanggilan, penangkapan, penahanan, penggeledahan, penyitaan, pemeriksaan, pemberkasan, hingga penyerahan berkas perkara dan tersangka serta barang bukti (P-21), sehingga tindakan yang dilakukan oleh penyidik dalam setiap upaya atau langkah tindakannya dapat berjalan efektif dan efisien dalam rangka penegakan hukum. Berdasarkan uraian di atas maka dapat dinyatakan bahwa faktor perundang-undangan atau substansi hukum dapat menghambat peran Lembaga Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dalam penyidikan tindak pidana perbankan adalah adanya ketentuan yaitu Pasal 183 KUHAP, di mana PPNS belum tentu dapat mengumpulkan semua alat bukti yang ditentukan tersebut.

2. Faktor Aparat Penegak Hukum

  Faktor aparat penegak hukum yang menghambat peran Lembaga Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dalam penyidikan tindak pidana perbankan adalah secara kuantitas masih terbatasnya personil PPNS OJK yang khusus melakukan penyidikan tindak pidana perbankan. Sehubungan dengan adanya kekurang personil OJK tersebut maka diperlukan penambahan jumlah PPNS OJK yang khusus melakukan penyidikan tindak pidana perbankan, agar penyidik pekerjaan yang menumpuk. Secara kualitas, faktor penegak hukum yang menghambat peran Lembaga OJK dalam penyidikan tindak pidana perbankan adalah terbatasnya profesionalime kerja petugas di bidang penyidikan, sehingga perlu ditingkatkan pengetahuan dan keterampilan teknis penyidikan. OJK dalam penyidikn tindak pidana perbankan harus merekrut Penyidik Kepolisian dan Kejaksaan, OJK harus membuat perjanjian dengan Polri dalam melakukan penyidikan tindak pidana perbankan agar dapat langsung menangkap tersangka yang dianggap melakukan tindakan pidana perbankan. Selain itu OJK juga harus membuat perjanjian dengan Kejaksaan Agung agar dapat menjatuhkan dan menuntut langsung terdakwa tindak pidana perbankan. OJK juga harus diberi wewenang penuh dalam bertindak untuk menyelidiki adanya dugaan, pelanggaran, dan kejahatan di bidang perbankan. Berdasarkan uraian di atas maka dapat dinyatakan bahwa faktor aparat penegak hukum yang dapat menghambat peran Lembaga Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dalam penyidikan tindak pidana perbankan adalah secara kuantitas masih terbatasnya personil PPNS OJK yang khusus melakukan penyidikan tindak pidana perbankan. Selain itu secara kualitas adalah terbatasnya profesionalime kerja petugas di bidang penyidikan, sehingga perlu ditingkatkan pengetahuan dan keterampilan teknis penyidikan

III. Penutup B. Saran A.

  1. Simpulan Otoritas Jasa Keuangan agar meningkatkan intensitas pengawasan

  1. terhadap perbankan sesuai peraturan

  Peran lembaga Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dalam penyidikan perundang-undangan guna tindak pidana perbankan termasuk memantau perkembangan kinerja dalam peran normatif yaitu peran perbankan sehingga meminimalisasi yang dilaksanakan berdasarkan tindak pidana perbankan. ketentuan undang-undang oleh PPNS 2.

  Diperlukan penambahan personil OJK dengan untuk mencari serta PPNS pada Kantor OJK Perwakilan mengumpulkan bukti yang dengan Provinsi Lampung dalam rangka bukti itu membuat terang tentang meningkatkan efektivitas penyidikan tindak pidana perbankan yang terjadi terhadap tindak pidana di bidang dan guna menemukan tersangkanya. perbankan. Diperlukan koordinasi Peran faktual dilaksnakan PPNS lintas sektoral dalam penyidikan OJK dengan melakukan tindak pidana di bidang perbankan pemanggilan, pemeriksaan, serta antara PPNS OJK dengan berbagai meminta keterangan dan barang lembaga terkait dengan perbankan. bukti dari setiap orang yang disangka melakukan, atau sebagai saksi dalam DAFTAR PUSTAKA tindak pidana perbankan untuk mendapatkan alat bukti dan barang Halim, Marfei. 2002. Mengurai Benang bukti yang digunakan dalam Kusut, Bank Indonesia , penuntutan bila terbukti bersalah Rajawali Press. Jakarta karena melanggar tindak pidana Mulyono, Teguh Pudjo. 2006. perbankan. Selanjutnya berkas

  Manajemen Perkreditan Bagi

  penyidikan dilimpahkan kepada

  Bank Komersil . BPFE,

  Kejaksaan. Selain itu peran faktual Yogyakarta dilakukan melakukan sosialisasi kepada pihak perbankan dan

  Nawawi Arief, Barda. 2001. Masalah masyarakat serta melakukan

  Penegakan Hukum dan pengawasan perbankan secara rutin. Kebijakan Penanggulangan 2.

  Faktor yang menghambat peran

  Kejahatan. PT. Citra Aditya

  lembaga Otoritas Jasa Keuangan Bakti, Bandung

  (OJK) dalam penyidikan tindak pidana perbankan dari segi faktor Pramono, Nindyo. Beberapa Legal Issue perundang-undangan atau substansi

  dalam UU No. 21/2011 tentang

  hukum adalah adanya ketentuan , Makalah, Disampaikan

  OJK

  yaitu Pasal 183 KUHAP mengenai pada Seminar ”Outlook alat bukti yang sah. Penghambat dari

  Pengawasan Perbankan Pasca segi penegak hukum adalah secara Terbentuknya Otoritas Jasa kuantitas masih terbatasnya personil Keuangan, Yogyakarta, 25 Mei

  PPNS OJK yang khusus melakukan 2012

Dokumen yang terkait

PERAN SATUAN TAHANAN DAN BARANG BUKTI (SATTAHTI) POLRESTA BANDAR LAMPUNG DALAM PENGAMANAN DAN PENYIMPANAN BARANG BUKTI SITAAN (Studi Di Polresta Bandar Lampung)

0 0 12

ANALISIS DISPARITAS PENJATUHAN PIDANA TERHADAP PESERTA TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN (Studi Putusan Nomor 150/Pid.B/2015/PN.Met)

0 0 19

ANALISIS PERTIMBANGAN HAKIM DALAM MENJATUHKAN PIDANA TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA KELALAIAN YANG MENGAKIBATKAN ORANG LAIN MENINGGAL DUNIA (Studi Putusan Nomor: 144/Pid.Sus/2013/PN.M)

0 0 13

PELAKSANAAN PEMBEBASAN BERSYARAT BAGI NARAPIDANA ANAK DI LEMBAGA PEMBINAAN KHUSUS ANAK KELAS II BANDAR LAMPUNG

0 0 11

PERAN PENEGAK HUKUM TERPADU DALAM MENANGGULANGI TINDAK PIDANA “MONEY POLITICS” TERHADAP SISTEM PEMILU KEPALA DAERAH (Jurnal)

0 0 14

ANALISIS PERTIMBANGAN HAKIM DALAM MENJATUHKAN PIDANA PERCOBAAN TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA PERZINAHAN (Studi Kasus Putusan No: 300/Pid.B/2017/PN.Tjk)

0 0 13

ANALISIS DASAR PERTIMBANGAN HAKIM DALAM MENJATUHKAN PIDANA TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA MENYIARKAN LAGU TANPA IZIN PEMEGANG HAK CIPTA (Studi Putusan Nomor: 236Pid.Sus2015PN.TJK.) (Jurnal Skripsi)

0 0 13

PENEGAKAN HUKUM PIDANA TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA KEPEMILIKAN IZIN PENGELOLAAN USAHA PERIKANAN

0 6 17

ANALISIS PENANGANAN PERKARA PENJUALAN KRIM PEMUTIH MENGANDUNG ZAT BERBAHAYA BAGI KESEHATAN KONSUMEN (Studi di Wilayah Hukum Polresta Bandar Lampung)

0 0 12

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PASIEN SEBAGAI PESERTA BADAN PENYELENGGARA JAMINAN SOSIAL (BPJS) KESEHATAN DALAM PELAYANAN KESEHATAN DI RSUD. DR. H. BOB BAZAR, SKM

0 3 14