THE IMPLEMENTATION OF GUIDED INQUIRY FOR IMPROVING STUDENTS’S ACHIEVEMENT AND CRITICAL THINKING OF HEAT AND TEMPERATURE MATERIALS ON THE FIRST YEAR STUDENTS OF SMA NEGERI 1 KEDONDONG PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN INKUIRI TERBIMBING UNTUK MENINGKATKAN HASIL

(1)

ABSTRACT

THE IMPLEMENTATION OF GUIDED INQUIRY FOR IMPROVING STUDENTS’S ACHIEVEMENT AND CRITICAL THINKING OF HEAT AND TEMPERATURE MATERIALS ON THE FIRST YEAR

STUDENTS OF SMA NEGERI 1 KEDONDONG By

Susmi Mandaelis

This research aimed to analyze (1) the instructional design; (2) the teaching learning process; (3) the improvement of students’ achievement; (4) the improvement of students’ critical thinking; and (5) the evaluation system of Physics

The research method used was classroom action research which was carried out on three cycles. The first cycle of guided inquiry used experiment equipment and students’ worksheet. The second cycle of guided inquiry used powerpoint presentation. Text book and article were used in the third cycle of guided inquiry. The conclusions of the research are (1) instructional design was arranged based on guided inquiry in which consisted five steps; formulating problems, formulating hypothesis, collecting data, testing hypothesis, and formulating conclusion; (2) guided inquiry could improve teacher’s activity in pre-activity, whilst activity and post-activity; (3) guided inquiry could improve students’ achievement in which the cognitive score in cycle I got 58,65 (failed), cycle II got 68,45 (passed), and cycle III got 75,36 (passed), the affective score in cycle I was categorized fair enough, cycle II and III were categorized good, the psychomotor score in cycle I got 64,93 (failed), cycle II got 75,55 (passed), and cycle III got 81,76 (passed) ; (4) critical thinking score in cycle I was categorized fair critical, in cycle II and III were categorized critical ; (5) evaluation system used was tests in form of essay which consisted five questions which got the validity 0,64 (high), the reliability 0,72 (high), the average of difficulty level 0,70 (moderate), and the average of discrimination power 0,41.


(2)

ABSTRAK

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN INKUIRI TERBIMBING UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR DAN KETERAMPILAN BERPIKIR

KRITIS SISWA PADA MATERI SUHU DAN KALOR DI KELAS X SMA NEGERI 1 KEDONDONG

Oleh

SUSMI MANDAELIS

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis (1) perencanaan kegiatan pembelajaran; (2) proses pembelajaran; (3) peningkatan hasil belajar; (4) peningkatan keterampilan berpikir kritis; (5) sistem evaluasi pembelajaran Fisika.

Metode penelitian yang digunakan adalah Penelitian Tindakan Kelas dengan tiga siklus. Siklus I dengan inkuiri terbimbing dan alat praktikum serta LKS. Siklus II inkuiri terbimbing dengan media pembelajaran powerpoint. Siklus III inkuiri terbimbing dengan buku cetak dan artikel pembelajaran.

Kesimpulan dari penelitian ini adalah: (1) desain pembelajaran inkuiri terbimbing disusun dengan sintak merumuskan masalah, merumuskan hipotesis, mengumpulkan data, menguji hipotesis, dan merumuskan kesimpulan; (2) inkuiri terbimbing mampu meningkatkan aktivitas guru dalam persiapan, pelaksanaan, dan menutup pembelajaran; (3) pembelajaran inkuiri terbimbing dapat meningkatkan hasil belajar siswa dengan nilai kognitif siswa pada siklus I 58,65 (tidak tuntas), suklus II 68,45 (tuntas), siklus III 75,36 (tuntas), afektif siwa pada siklus I terkategori cukup baik, siklus II baik, siklus III baik, psikomotor siswa pada siklus I 64,93 (tidak tuntas), siklus II 75,55 (tuntas), siklus III 81,76 (tuntas); (4) keterampilan berpikir kritis pada siklus I terkategori cukup kritis, siklus II terkategori kritis, siklus III terkategori kritis; (5) sistem evaluasi dengan 5 soal uraian memiliki validitas 0,64 (tinggi), reliabilitas 0,72 (tinggi), tingkat kesukaran 0,70 (sedang), dan daya pembeda 0,41.


(3)

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN INKUIRI TERBIMBING UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR DAN KETERAMPILAN BERPIKIR

KRITIS SISWA PADA MATERI SUHU DAN KALOR DI KELAS X SMA NEGERI 1 KEDONDONG

Oleh

SUSMI MANDAELIS

Tesis

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar MAGISTER TEKNOLOGI PENDIDIKAN

PROGRAM PASCASARJANA TEKNOLOGI PENDIDIKAN FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS LAMPUNG BANDAR LAMPUNG


(4)

(5)

(6)

(7)

(8)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Liwa Kecamatan Balik Bukit Kabupaten Lampung Barat pada tanggal 26 Januari 1989, merupakan anak ke dua dari tiga bersaudara dari pasangan Bapak Subroto, S.T. dan Ibu Suyatmi.

Penulis telah mengikuti pendidikan formal yaitu di TK Nurul Islam Kecamatan Balik Bukit Kabupaten Lampung Barat diselesaikan tahun 1994, SD Negeri Antapani V Kecamatan Cicadas, Bandung diselesaikan tahun 2000, SMP Negeri 1 Liwa Kabupaten Lampung Barat diselesaikan tahun 2003, SMA Negeri 1 Liwa Kabupaten Lampung Barat diselesaikan tahun 2006. Pada tahun 2006 terdaftar sebagai mahasiswa pada Program Studi Pendidikan Fisika FKIP Universitas Lampung diselesaikan tahun 2010.

Tahun 2011 penulis diangkat sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS) sebagai guru Fisika di SMA Negeri 1 Kedondong Kabupaten Pesawaran. Pada tahun 2011 melanjutkan studi S2 di Universitas Lampung pada program studi Magister Teknologi Pendidikan.


(9)

PERSEMBAHAN

Tesis ini ku persembahkan untuk :

Bapak dan Ibu Tercinta terimakasih atas belaian kasih sayang, lantunan doa

setiap waktu, dan dorongan serta semangat untuk selalu bangkit dan berusaha

Adikku Depri Altriyan terimakasih untuk perhatian, keceriaan, doa, semangat dan

dukungannya

Suami Tercinta Gali Iswadi terimakasih untuk semua kasih sayang, semangat,

dukungan dan do’a untuk terselesaikannya tesis ini…

All Friends, Magister Teknologi Pendidikan 2011 untuk kebersamaan dan

semangatnya.


(10)

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadiran Allah SWT yang telah melimpahkan segala rahmat dan karuniaNya sehingga penulis memperoleh kemampuan untuk menyelesaikan tesis ini dari mulai perencanaan, pelaksanaan, penyusunan hingga perbaikan.

Tesis ini dengan judul “Penerapan Model Pembelajaran Inkuiri Terbimbing untuk Meningkatkan Hasil Belajar dan Kemampuan Berpikir Kritis Siswa di Kelas X SMA Negeri 1 Kedondong” disusun dalam rangka memenuhi sebagian persyaratan untuk memperoleh gelar Magister Teknologi Pendidikan di Program Pascasarjana Fakultas Kegurun dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung.

Dengan selesainya tesis ini, penulis sampaikan ucapan terima kasih yang tak terhingga kepada yang terhormat :

1. Prof. Dr. Ir. Sugeng P. Haryanto, M.S. selaku Rektor Universitas Lampung.

2. Prof. Dr. Sudjarwo, M.S. selaku Direktur Program Pasca Sarjana Universitas Lampung.

3. Bapak Dr. Bujang Rahman , M. Si selaku Dekan Fakultas Keguruan dan ilmu Pendidikan Universitas Lampung.

4. Dr. Adelina Hasyim, M.Pd. selaku ketua Program studi Magister Teknologi Pendidikan dan Pembahas I tesis ini yang telah dengan penuh kesabaran dalam membimbing penulis menyusun tesis sampai selesai .


(11)

Pendidikan, Pembimbing Akademik, dan Pembahas II yang telah memberikan arahan sehingga penyusunan tesis ini dapat berjalan lancar.

6. Dr. Sulton Djasmi, M.Pd. selaku Pembimbing I yang telah memberikan bimbingan dan arahan sehingga penyusunan tesis ini dapat berjalan lancar.

7. Dr. Abdurrahman, M.Si., selaku Pembimbing II yang telah memberikan bimbingan dan arahan dalam penyusunan tesis ini.

8. Bapak Suiryono, S.Pd selaku Kepala SMA Negeri 1 Kedondong yang telah memberikan dorongan dan memberikan ijin tempat penelitian.

9. Bapak Dudi Indiana, M.Pd, Bapak Dodi Suryana, S.Pd., dan Ibu Nenni Hendriyani, S.Sos. M.Pd., selaku Guru mitra dan kolabolator dalam pelaksanaan penelitian ini. 10. Ayah, Ibu, beserta sanak saudara dan Suami tercinta yang telah memberikan

pengertian, dukungan, dan doa dalam penyelsaian studi dan tesis ini.

11. Seluruh rekan–rekan yang telah memberikan semangat, doa dan kerja samanya dalam penelitian ini.

Harapan penulis semoga tesis ini dapat memberikan sumbangan bagi peningkatan mutu pendidikan pada satuan pendidikan sekolah menengah atas

.

Gedong Tataan, Juni 2014 Penulis

Susmi Mandaelis NPM. 1123011055


(12)

DAFTAR ISI

Halaman DAFTAR ISI

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Identifikasi Masalah ... 10

1.3. Pembatasan Masalah ... 11

1.4. Perumusan Masalah ... 12

1.5. Tujuan Penelitian ... 12

1.6. Kegunaan Penelitian ... 13

II. KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMECAHAN MASALAH 2.1. Karakteristik Pembelajaran Fisika SMA ... 14

2.1.1. Konsep Pembelajaran Suhu dan Kalor ... 17

2.1.2. Hasil Belajar Fisika ... 26

2.1.3. Keterampilan Berpikir Kritis ... 36

2.2. Teori Belajar dan Pembelajaran ... 41

2.2.1. Teori Belajar ... 41

2.2.2. Teori Pembelajaran ... 43

2.2.3. Pendekatan Kontekstual ... 47

2.2.4. Model Pembelajaran Inkuiri ... 51

2.2.5. Inkuri Terbimbing ... 55

2.2.6. Teori Desain Pembelajaran ... 60

2.3. Hasil Penelitian Yang Relevan ... 67

2.4. Kerangka Pemikiran ... 70

III. METODE PENELITIAN 3.1. Jenis Penelitian ... 73


(13)

3.4. Rancangan Penelitian Tindakan Kelas ... 76

3.4.1. Perencanaan Tindakan ... 76

3.4.2. Pelaksanaan Tindakan ... 77

3.4.3. Observasi dan Evaluasi ... 79

3.4.4. Analisis dan Refleksi ... 82

3.5. Definisi Konseptual dan Operasional ... 83

3.5.1. Definisi Konseptual ... 83

3.5.2. Definisi Operasional ... 84

3.6. Kisi-kisi Instrumen ... 86

3.7. Instrumen Penelitian ... 91

3.8. Data dan Teknik Pengumpulan Data ... 95

3.9. Teknik Analisis Data ... 97

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1. Siklus I ... 103

4.1.1. Perancanaan Tindakan ... 103

4.1.2. Pelaksanaan Tindakan ... 107

4.1.3. Observasi dan Evaluasi ... 116

4.1.4. Analisis dan Refleksi ... 122

4.1.5. Rekomendasi ... 140

4.2. Siklus II ... 141

4.2.1. Perancanaan Tindakan ... 141

4.2.2. Pelaksanaan Tindakan ... 144

4.2.3. Observasi dan Evaluasi ... 150

4.2.4. Analisis dan Refleksi ... 154

4.2.5. Rekomendasi ... 164

4.3. Siklus III ... 165

4.3.1. Perancanaan Tindakan ... 165

4.3.2. Pelaksanaan Tindakan ... 167

4.3.3. Observasi dan Evaluasi ... 172

4.3.4. Analisis dan Refleksi ... 176


(14)

4.4.1. Perencanaan Pembelajaran ... 184

4.4.2. Pelaksanaan Pembelajaran ... 187

4.4.3. Sistem Evaluasi ... 192

4.4.4. Peningkatan Hasil Belajar ... 195

4.4.5. Peningkatan Keterampilan Berpikir Kritis ... 201

4.5. Implementasi Penelitian dengan Kurikulum 2013 ... 204

4.6. Keterbatasan Hasil Penelitian ... 208

V. SIMPULAN DAN SARAN 5.1. Simpulan ... 211

5.2. Saran ... 214 DAFTAR PUSTAKA


(15)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1.1. Prestasi Belajar Siswa kelas X pada Materi fisika semester genap di

SMA Negeri 1 Kedondong ... 4

1.2. Prestasi Belajar Siswa pada Materi Suhu dan Kalor di SMA Negeri 1 Kedondong... 5

2.1. Macam-Macam Termometer ... 18

2.2. Perbandingan Taksonomi Bloom dengan Taksonomi Anderson ... 28

2.3. Ranah Pembelajaran Afektif ... 31

2.4. Ranah Psikomotor ... 34

2.5. Aspek Keterampilan Berpikir Kritis Menurut Enis ... 38

2.6. Rubrik Penilaian Keterampilan Berpikir Kritis ... 40

2.7. Langkah-Langkah Pendektan Inkuiri Terbimbing ... 58

3.1. Kisi–Kisi Alat Penilaian Kemampuan Merencanakan Pembelajaran .... 87

3.2. Kisi-kisi Observasi Aktivitas Guru ... 87

3.3. Kisi–Kisi Penilaian Kognitif Produk Siswa ... 88

3.4. Kisi-Kisi Penilaian Kognitif Proses Siswa ... 90

3.5. Kisi-Kisi Penilaian Afektif Siswa ... 90

3.6. Kisi-Kisi Penilaian Psikomotor Siswa ... 91

3.7. Kisi-Kisi Penilaian Keterampilan Berpikir Kritis Siswa ... 91

4.1. Nilai Afektif Siswa Siklus I di Kelas X.1 ... 117

4.2. Nilai Afektif Siswa Siklus I di Kelas X.3 ... 117

4.3. Nilai Psikomotor Siswa Siklus I di Kelas X.1 ... 118

4.4. Nilai Psikomotor Siswa Siklus I di Kelas X.3 ... 118

4.5. Hasil Observasi Aktivitas Guru Siklus I di Kelas X.1... 119

4.6. Hasil Observasi Aktivitas Guru Siklus I di Kelas X.3... 119

4.7. Nilai Kognitif Siswa Siklus I ... 121

4.8. Penilaian Keterampilan Berpikir Kritis Siswa Siklus I ... 121

4.9. Penilaian Kemampuan Merencanakan Pembelajaran Siklus I ... 122

4.10. Penilaian Aktivitas Guru Siklus I di Kelas X.1 ... 126

4.11. Penilaian Aktivitas Guru Siklus I di Kelas X.3 ... 127

4.12. Rata-Rata Nilai Afektif Siswa Siklus II... 150

4.13. Rata-Rata Nilai Psikomotor Siswa Siklus II ... 151

4.14. Hasil Observasi Aktivitas Guru Siklus II ... 152

4.15. Nilai Kognitif Siswa Siklus II ... 153

4.16. Penilaian Keterampilan Berpikir Kritis Siswa Siklus II ... 153


(16)

4.19. Rata-Rata Nilai Afektif Siswa Siklus III ... 172

4.20. Rata-Rata Nilai Psikomotor Siswa Siklus III ... 173

4.21. Hasil Observasi Aktivitas Guru Siklus III ... 174

4.22. Nilai Kognitif Siswa Siklus III ... 174

4.23. Penilaian Keterampilan Berpikir Kritis Siswa Siklus III ... 172

4.24. Penilaian Kemampuan Merencanakan Pembelajaran Siklus III ... 176


(17)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

2.1. Kerangka Pemikiran Penelitian ... 72 3.1. Model PTK menurut John Elliot (1991:69) ... 73


(18)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman

1. Desain Pembelajaran Assure

a. Nilai Fisika Siswa semester 1 ... 219

b. Data karakteristik umum siswa ... 220

c. Pembagian kelompok siswa ... 222

d. Pemetaan standar kompetensi, kompetensi dasar, dan indikator pencapaian kompetensi ... 224

2. Silabus Pembelajaran ... 225

3. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran ... 228

4. Lembar Kerja Siswa a. Lembar Kerja Siswa Siklus I ... 237

b. Lembar Kerja Siswa Siklus II ... 255

c. Lembar Kerja Siswa Siklus III ... 273

5. Kemampuan Perencanaan Pembelajaran a. Lembar penilaian kemampuan merencanakan pembelajaran ... 282

b. Penilaian kemampuan merencanakan pembelajaran siklus I ... 289

c. Penilaian kemampuan merencanakan pembelajaran siklus II ... 290

d. Penilaian kemampuan merencanakan pembelajaran siklus III ... 291

e. Rekapitulasi Penilaian Kemempuan Merencanakan Pembelajaran ... 292

6. Aktivitas Guru a. Lembar Penilaian aktivitas guru ... 293

b. Penilaian aktivias guru di kelas X.1 siklus I-III ... 298


(19)

a. Kisi-Kisi, lembar penilaian, dan rubrikasi penilaian hasil belajar

kognitif produk siswa siklus I ... 308 b. Kisi-Kisi, lembar penilaian, dan rubrikasi penilaian hasil belajar

kognitif produk siswa siklus II ... 314 c. Kisi-Kisi, lembar penilaian, dan rubrikasi penilaian hasil belajar

kognitif produk siswa siklus III ... 320 8. Hasil Belajar Kognitif Produk

a. Penilaian hasil belajar kognitif produk siswa kelas X.1 siklus I-III .... 326 b. Penilaian hasil belajar kognitif produk siswa kelas X.3 siklus I-III .... 329 9. Penilaian Kognitif Proses

a. Lembar penilaian hasil belajar kognitif proses siswa ... 332 b. Penilaian hasil belajar kognitif proses siswa kelas X.1 siklus I-III ... 335 c. Penilaian hasil belajar kognitif proses siswa kelas X.3 siklus I-III ... 336 10. Hasil Belajar Kognitif Siswa

a. Penilaian hasil belajar kognitif siswa kelas X.1 siklus I-III ... 337 b. Penilaian hasil belajar kognitif siswa kelas X.3 siklus I-III ... 340 11. Hasil Belajar Afektif Siswa

a. Lembar penilaian hasil belajar Afektif siswa ... 343 b. Penilaian hasil belajar Afektif siswa kelas X.1 siklus I-III ... 346 c. Penilaian hasil belajar Afektif siswa kelas X.3 siklus I-III ... 347 12. Instrumen Penilaian Psikomotor Siswa

a. Instrumen Penilaian Psikomotor Siswa Siklus I ... 348 b. Instrumen Penilaian Psikomotor Siswa Siklus II ... 350 c. Instrumen Penilaian Psikomotor Siswa Siklus III ... 351 13. Hasil Belajar Psikomotor Siswa

a. Penilaian hasil belajar psikomotor siswa kelas X.1 siklus I-III ... 352 b. Penilaian hasil belajar psikomotor siswa kelas X.3 siklus I-III ... 353


(20)

a. Kisi-Kisi, lembar penilaian, dan rubrikasi penilaian Keterampilan

berpikir kritis siswa siklus I ... 354 b. Kisi-Kisi, lembar penilaian, dan rubrikasi penilaian Keterampilan

berpikir kritis siswa siklus II ... 364 c. Kisi-Kisi, lembar penilaian, dan rubrikasi penilaian Keterampilan

berpikir kritis siswa siklus III ... 371 15. Hasil Penilaian Keterampilan Berpikir Kritis Siswa

a. Penilaian keterampilan berpikir kritis siswa kelas X.1 siklus I-III ... 380 b. Penilaian keterampilan berpikir kritis siswa kelas X.3 siklus I-III ... 384 16. Analisis Soal Kognitif Produk

a. Evaluasi soal siklus I ... 387 b. Evaluasi soal siklus II ... 391 c. Evaluasi soal siklus III ... 395


(21)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

2.1. Kerangka Pemikiran Penelitian ... 72 3.1. Model PTK menurut John Elliot (1991:69) ... 73


(22)

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Pendidikan merupakan sesuatu yang penting dan mutlak harus dipenuhi dalam rangka upaya peningkatan taraf hidup masyarakat. Dari pendidikan inilah diperoleh pengetahuan, keterampilan serta terwujudnya sikap dan tingkah laku dalam kehidupan sehari-hari. Pada dasarnya pendidikan merupakan suatu upaya pengembangan diri siswa dari segi kognitif, afektif maupun psikomotor dalam suatu lingkungan sosial yang didalamnya terjadi interaksi antara siswa dengan guru, orang tua, masyarakat. Pada interaksi inilah terjadi komunikasi sosial, pembelajaran tingkah laku dan norma yang mampu mengembangkan potensi berpikir dan bertindak bagi siswa sehingga terwujud siswa sebagai kesatuan individu yang cerdas, kreatif dan berkepribadian.

Fisika merupakan salah satu ilmu pengetahuan alam yang mempelajarai tingkah laku alam dalam berbagai bentuk gejala untuk dapat memahami apa yang mengendalikan atau menentukan kelakukan tersebut. Berdasarkan hal tersebut maka belajar fisika tidak lepas dari penguasaan konsep-konsep dasar fisika melalui pemahaman. Berdasarkan Permendiknas Nomor 22 tahun 2006 bahwa pada tingkat SMA/MA, Pelajaran Fisika dipandang penting untuk diajarkan sebagai mata pelajaran tersendiri dengan beberapa pertimbangan yaitu


(23)

menumbuhkan kemampuan berpikir yang berguna untuk memecahkan masalah di dalam kehidupan sehari-hari dan membekali siswa pengetahuan, pemahaman dan sejumlah kemampuan yang dipersyaratkan untuk memasuki jenjang pendidikan yang lebih tinggi serta mengembangkan ilmu dan teknologi.

Banyak cara yang digunakan untuk meningkatkan mutu pembelajaran, khususnya pembelajaran Fisika. Salah satu cara untuk meningkatkan mutu pembelajaran adalah dengan merancang kegiatan pembelajaran tersebut dengan matang. Dengan perancangan pelaksanaan pembelajaran yang baik dan terstruktur maka proses pelaksanaan pembelajaran pun akan lebih terarah, selain itu perencanaan pembelajaran juga merupakan salah satu bukti profesionalisme seorang guru. Berdasarkan Permendiknas No. 41 Tahun 2007 tentang perancanaan pembelajaran dijelaskan bahwa perencanaan proses pembelajaran meliputi silabus dan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) yang memuat identitas mata pelajaran, Standar Kompetensi (SK), Kompetensi Dasar (KD), indikator pencapaian kompetensi, tujuan pembelajaran, materi ajar, alokasi waktu, metode pembela-jaran, kegiatan pembelapembela-jaran, penilaian hasil belajar, dan sumber belajar.

Perencanaan pembelajaran Fisika yang terjadi di SMA Negeri 1 Kedondong masih kurang baik karena terdapat beberapa komponen standar RPP yang telah tertera dalam standar proses tidak dicantumkan dalam RPP Fisika. RPP yang dibuat kebanyakan tidak mencantumkan materi ajar. Materi ajar hanya ditulis judul pokok bahasan saja dan bukan uraian materi yang akan diajarkan. Komponen selanjutnya adalah penilaian hasil belajar, dalam RPP yang dibuat guru Fisika di SMA Negeri 1 Kedondong penilaian hasil belajar terkadang tidak


(24)

disertakan dalam RPP selain itu terdapat beberapa RPP yang mencantumkan penilaian hasil belajar tanpa melampirkan instrumen penilaian atau kisi-kisi penilaian hasil belajar siswa. instrumen penilaian hasil belajar merupakan salah satu hal penting yang perlu dipersiapkan sebelum pembelajaran. Instrumen tersebut disesuaikan dengan indikator pencapaian kompetensi yang tertera pada RPP, hal tersebut dimaksudkan agar indikator pencapaian kompetensi mudah diamati oleh guru.

Setelah guru mempersiapkan rancangan pelaksanaan pembelajaran, maka hal yang terpenting selanjutnya adalah proses pembelajaran. Baik atau tidaknya hasil yang diperoleh setelah kegiatan pembelajaran tergantung bagaimana proses pembelajaran itu berlangsung. Berdasarkan Permendiknas No. 41 Tahun 2007 proses pembelajaran merupakan implementasi dari perencanaan pembelajaran yang telah dibuat oleh guru. Jika perancanaan pembelajaran yang telah dilakukan guru sudah baik dan proses pelaksanaan pembelajarannya sesuai dengan perancangan pembelajaran maka dimungkinkan proses pembelajaran tersebut akan berjalan dengan baik. Proses pembelajaran yang baik adalah keadaan dimana siswa turut aktif dalam kegiatan pembelajaran (student centered) dan tidak hanya guru yang aktif dalam menyampaikan materi pembelajaran.

Proses pembelajaran yang terjadi di SMAN 1 Kedondong, umumnya belum terlaksana dengan baik. Proses pembelajaran yang dilakukan guru kurang sesuai dengan perencanaan pembelajaran yang telah dibuat. Dijumpai bukti yang menunjukkan bahwa mutu proses pembelajaran Fisika di SMAN 1 Kedondong kurang memuaskan, hal ini terbukti dari RPP yang digunakan guru masih banyak


(25)

yang menggunakan pembelajaran yang banyak berpusat pada aktivitas guru. Untuk itu perlu adanya suatu inovasi berbagai strategi atau pendekatan agar proses pembelajaran efektif, sehingga tujuan meningkatkan pendidikan tercapai secara optimal.

Berdasarkan pengalaman peneliti dalam mengajar, metode pembelajaran yang aktifitasnya berpusat pada guru kurang memberikan kesempatan pada siswa untuk menggali kemampuan diri untuk memecahkan masalah yang ditemukan pada saat proses pembelajaran. Berdasarkan pengalaman tersebut, banyak siswa yang kurang berminat untuk belajar fisika, sehingga pada saat kegiatan pembelajaran banyak siswa yang tidak memperhatikan guru, membuat kegaduhan di kelas, dan ada beberapa siswa yang mengerjakan tugas mata pelajaran lain. Dan hal ini menyebabkan hasil belajar fisika siswa menjadi rendah.

Beberapa materi yang akan dipelajari siswa pada kelas X (sepuluh) semester genap adalah, alat optik, suhu dan kalor, listrik dinamis, dan gelombang elektromegnetik. Berdasarkan observasi terhadap penilaian kognitif siswa pada materi di atas, didapatkan hasil sebagai berikut:

Tabel. 1.1. Prestasi belajar siswa kelas X pada materi fisika semester genap di SMA Negeri 1 Kedondong

No Materi % Siswa Tuntas

2010-2011 2011-2012

1 Alat Optik 22,02 % 23,04 %

2 Suhu dan Kalor 19,27 % 20,16 %

3 Listrik Dinamis 20,18 % 20,58 %

4 Gelombang Elektromagnetik 23,85 % 26,75%

Sumber: Daftar nilai fisika siswa kelas X semester II TA 2010-2011 dan 2011-2012

Berdasarkan data di atas, dapat terlihat bahwa persentase siswa yang paling sedikit tuntas adalah pada materi suhu dan kalor. Rendahnya persentase siswa


(26)

pada materi suhu dan kalor diduga karena model pembelajaran yang digunakan guru dalam menyampaikan materi masih berpusat pada guru. Pada materi Suhu dan Kalor tersebut terdapat Kompetensi Dasar (KD) yang harus dipenuhi yaitu menganalisis pengaruh kalor terhadap suatu zat, menganalisis cara perpindahan kalor, dan menerapkan asas Black dalam pemecahan masalah. Untuk menerapkan konsep Suhu dan Kalor seperti yang sudah disebutkan dalam KD di atas, maka diperlukan suatu model pembelajaran yang berpusat pada siswa sehingga hasil dari penerapan konsep yang dipelajarai dapat dengan mudah dipahami oleh siswa. Berdasarkan observasi mengenai hasil belajar kognitif siswa yang dilakukan pada tahun ajaran 2010−2011 dan 2011−2012 untuk materi Suhu dan Kalor pada siswa kelas X di SMA Negeri 1 Kedondong Kabupaten Pesawaran, masih banyak siswa yang belum mencapai KKM (Kriteria Ketuntasan Minimal). Berikut ini merupakan data prestasi belajar siswa pada materi Suhu dan Kalor di SMA Negeri 1 Kedondong.

Tabel 1.2. Prestasi belajar siswa pada materi Suhu dan Kalor di SMA Negeri 1 Kedondong

No Tahun Ajaran Jumlah Siswa Kelas X

Persentase Ketuntasan Siswa (%) Tuntas Belum Tuntas

1 2010-2011 218 19,27 80,73

2 2011-2012 243 20,16 79,84

Sumber: Daftar nilai fisika siswa kelas X semester II TA 2010-2011 dan 2011-2012

Berdasarkan data di atas, maka dipandang perlu adanya perubahan pembelajaran lama yang terfokus pada guru (teacher-centred) menjadi pembelajaran yang terpusat pada aktivitas siswa (students-centred) dengan menggunakan suatu model pembelajaran yang mampu memperbaiki proses kegiatan pembelajaran tersebut.


(27)

Pembelajaran Fisika dengan model pembelajaran yang tepat akan memperbaiki hasil belajar fisika siswa. Hasil belajar fisika siswa yang dikaji adalah hasil belajar kognitif, afektif dan psikomotor. Pasal 25 Ayat 4 Peraturan Pemerintah No. 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan menjelaskan bahwa kompetensi lulusan mencakup sikap, pengetahuan, dan keterampilan. Hal ini berarti bahwa pembelajaran dan penilaian harus mengembangkan kompetensi siswa yang berhubungan dengan ranah afektif (sikap), kognitif (pengetahuan), dan psikomotor (keterampilan).

Berdasarkan observasi terhadap RPP Fisika yang telah dilakukan di SMA Negeri 1 Kedondong, menunjukan bahwa indikator dan tujuan pembelajaran fisika sudah memuat kompetensi siswa yang berhubungan dengan ranah afektif dan psikomotor. Namun pada kenyataannya kompetensi yang harus dicapai siswa dalam lingkup ranah afektif dan psikomotor tersebut hanya sebatas indikator dan tujuan yang harus dicapai tanpa adanya instrumen penilaian yang digunakan guru untuk mengukur komponen tersebut. Sehingga pada akhirnya ketika guru dituntut untuk merekap penilaian hasil belajar yang mencantumkan kemampuan siswa dalam bentuk ranah afektif dan psikomotor, guru hanya mampu memperkirakan hasil belajar siswa secara subjektif.

Keterampilan berpikir kritis merupakan bagian dari hasil kegiatan pembelajaran. Beberapa hasil penelitian pendidikan menunjukkan bahwa berpikir kritis ternyata mampu menyiapkan siswa berpikir pada berbagai disiplin ilmu, serta dapat dipakai untuk pemenuhan kebutuhan intelektual dan pengembangan potensi siswa, karena dapat menyiapkan siswa untuk menjalani karir dan kehidupan nyata.


(28)

Masalah yang berhubungan dengan pengembangan berpikir kritis dalam pembelajaran sering luput dari perhatian guru. Pengembangan berpikir kritis hanya diharapkan muncul sebagai efek pengiring (nurturan effect) semata, padahal keterampilan berpikir kritis merupakan salah satu komponen penting yang diharapkan dapat muncul sebagai hasil dari kegiatan pembelajaran. Keterampilan berpikir kritis akan muncul ketika siswa dihadapkan pada masalah, faktanya selama ini proses pembelajaran yang dilakukan banyak berpusat pada guru dan menggunakan model pembelajaran langsung, yaitu model pembelajaran yang tidak menuntut siswa untuk memperoleh pengetahuannya sendiri, siswa langsung diberikan materi, konsep, rumus, tanpa harus mengetahui dan mencari asal usulnya.

Di SMA Negeri 1 Kedondong, guru belum memunculkan penilaian tentang keterampilan berpikir kritis secara spesifik. Penilaian terhadap kemampuan berpikir siswa hanya sebatas pengamatan subjektif yang tidak didasarkan pada panduan instrumen pengukur keterampilan berpikir kritis. Berdasarkan fakta tersebut, maka penelitian ini memfokuskan pada penilaian keterampilan berpikir kritis pada siswa dengan menggunakan instrumen penilaian keterampilan berpikir kritis.

Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP) menetapkan bahwa pembelajaran Fisika sebaiknya dilaksanakan secara inquiry ilmiah (scientific inquiry) untuk menumbuhkan kemampuan berfikir, bekerja, dan bersikap ilmiah serta mengkomunikasikan sebagai aspek penting kecakapan hidup. Oleh karena itu pembelajaran Fisika di SMA menekankan pada pemberian pengalaman belajar


(29)

secara langsung melalui penggunaan dan pengembangan keterampilan proses dan sikap ilmiah. Pengalaman tersebut tercermin dalam indikator seperti: siswa mampu memberikan contoh peristiwa atau fenomena fisika yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari, mampu merancang soatu percobaan fisika, dan lain-lain. Oleh karena itu, kegiatan pembelajaran dalam KTSP menuntut diadakannya kegiatan penyelidikan, baik melalui observasi maupun eksperimen.

Pembelajaran Fisika dapat mengembangkan rasa ingin tahu melalui penemuan berdasarkan pengalaman langsung yang dilakukan melalui kerja ilmiah. Kegiatan praktikum merupakan bentuk dari kerja ilmiah dan merupakan salah satu metode pembelajaran fisika yang efektif untuk meningkatkan aktivitas, keterampilan berpikir kritis, dan hasil belajar siswa. Fakta yang terjadi di SMA Negeri 1 Kedondong, menunjukan bahwa kegiatan praktikum sangat jarang sekali dilakukan. Kegiatan praktikum yang dicantumkan dalam RPP biasanya hanya sebatas metode pembelajaran yang tertulis dan tidak diterapkan dalam proses pembelajaran. Selain itu, kegiatan praktikum Fisika biasanya dilakukan diluar proses pembelajaran, sehingga kegiatan praktikum yang dilakukan bukan merupakan proses pembelajaran untuk menemukan suatu konsep melainkan bertujuan untuk memverifikasi materi yang telah didapatkan sebelumnya.

Melalui kerja ilmiah, siswa dilatih untuk memanfaatkan fakta, membangun konsep, prinsip, dan teori sebagai dasar untuk berfikir kritis, krisis, dan analitis sehingga mereka mampu menjelaskan suatu konsep percobaan, menyusun hipotesis, merancang prosedur, dan melaksanakan penyelidikan atau eksperimen untuk pengumpulan data, memproses dan menganalisis data, menyajikan hasil


(30)

eksperimen, serta membahas, menyimpulkan dan mengkomunikasikan secara tertulis maupun lisan. Tuntutan kurikulum tersebut dapat dipenuhi salah satunya dengan strategi pembelajaran inkuiri. Strategi pembelajaran ini melibatkan siswa dengan proses mencari dan menemukan konsep Fisika. Selama proses pembelajaran, siswa dituntut untuk menemukan berbagai konsep kemungkinan melalui eksperimen, mengamati suatu objek, manganalisis, membuktikan dan menarik kesimpulan. Dengan demikian siswa dapat memperoleh pengalaman belajar secara langsung dan terbiasa menemukan konsep Fisika.

Inkuiri terbimbing merupakan salah satu model pembelajaran inquiry yang menuntut siswa untuk melakukan kegiatan seperti merancang prosedur percobaan sendiri, kemudian melakuakan percobaan untuk membuktikan suatu hipotesis. Inkuiri terbimbing merupakan model pembelajaran inkuiri yang melatih siswa untuk belajar menemukan masalah, mengumpulkan, mengorganisasi, dan memecahkan masalah dengan dibimbing oleh guru.

Berdasarkan penjabaran dari latar belakang di atas, penelitian ini dirancang dalam penelitian tindakan kelas sebagai upaya untuk mengatasi masalah-masalah yang ada dalam pembelajaran Fisika. Action Research atau penelitian tindakan ini meliputi perencanaan, tindakan, pengamatan, dan refleksi. Keempat komponen ini menjadi acuan dasar riset tindakan agar dapat merefleksi diri untuk memperbaiki proses pembelajaran di kelas.

Adapun pembelajaran yang efektif ditandai dengan berlangsungnya proses belajar dalam diri siswa. Seseorang dikatakan telah mengalami proses belajar jika dalam dirinya terjadi perubahan tingkah laku dari tidak tahu menjadi tahu. Dalam


(31)

pembelajaran, hasil belajar dapat dilihat secara langsung. Oleh karena itu, agar kemampuan siswa dapat dikontrol dan berkembang semaksimal mungkin dalam proses belajar di kelas, maka program pembelajaran tersebut harus dirancang terlebih dahulu oleh para guru. Diawali dengan pembuatan RPP yang mencakup standar kompetensi, kompetensi dasar, indikator dan tujuan pembelajaran. Dalam perencanaan, proses pembelajaran akan menggunakan model pembelajaran

Inkuiri terbimbing yang dapat membantu keaktifan siswa dalam kegiatan pembelajaran Fisika.

Selanjutnya, pada tahap akhir pembelajaran diperlukan evaluasi pembelajaran. Tujuan evaluasi pembelajaran adalah menyediakan informasi sebagai dasar dalam pengambilan keputusan, penyusunan kebijakan maupun penyusunan pembelajaran Fisika pada masa yang akan datang. Keputusan dapat terkait dengan aktivitas pembelajaran yang sedang berjalan perlu diperbaiki, dihentikan, atau dilanjutkan. Berdasarkan pengalaman dalam mengevaluasi hasil pembelajaran Fisika, peneliti belum melakukan evaluasi dengan maksimal. Evaluasi masih dilakukan oleh peneliti sendiri sehingga masih terdapat subjektivitas penilaian. Evaluasi yang telah dilakukan adalah evaluasi terhadap keterampilan berpikir kritis dan hasil belajar fisika siswa yang memuat penilaian terhadap tiga ranah yaitu kognitif, afektf, dan psikomotor.

1.2. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka penulis mengidentifikasikan masalah sebagai berikut:


(32)

1. Aktivitas pembelajaran Fisika yang berlangsung selama ini kebanyakan berpusat pada guru (teacher centered)

2. Aktivitas siswa dalam kegiatan pembelajaran Fisika kurang aktif atau cenderung pasif.

3. Perencanaan kegiatan pembelajaran pada materi Suhu dan Kalor belum didesain sesuai dengan analisis kebutuhan siswa.

4. Rata-rata prestasi belajar siswa pada materi Suhu dan Kalor masih rendah. 5. Penilaian hasil belajar siswa hanya terpusat pada ranah kognitif sedangakan

penilaian dalam lingkup ranah afektif dan psikomotor belum dilakukan secara maksimal.

6. Guru belum melakukan penilaian terhadap keterampilan berpikir kritis siswa. 7. Evaluasi pembelajaran yang dilakukan oleh guru belum maksimal.

1.3. Pembatasan Masalah

Berdasarkan identifikasi masalah di atas, maka penulis membatasi masalah yang dikaji dalam penelitian, yaitu:

1. Perancanaan kegiatan pembelajaran pada materi Suhu dan Kalor belum maksimal.

2. Belum diterapkannya model pembelajaran yang aktivitasnya banyak berpusat pada siswa (student centered).

3. Penilaian hasil belajar siswa hanya terpusat pada ranah kognitif sedangakan penilaian dalam lingkup ranah afektif dan psikomotor belum dilakukan secara maksimal.

4. Guru belum melakukan penilaian terhadap keterampilan berpikir kritis siswa. 5. Belum maksimalnya evaluasi pembelajaran yang dilakukan oleh guru.


(33)

1.4. Perumusan Masalah

Berdasarkan batasan masalah di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Bagaimanakah perencanaan kegiatan pembelajaran pada materi Suhu dan Kalor dengan menggunakan model pembelajaran Inkuiri terbimbing?

2. Bagaimanakah proses pembelajaran Fisika pada materi Suhu dan Kalor dengan menggunakan model pembelajaran Inkuiri terbimbing?

3. Bagaimanakah peningkatan hasil belajar Fisika siswa pada materi Suhu dan Kalor dengan menggunkan model pembelajaran Inkuiri terbimbing?

4. Bagaimanakah peningkatan keterampilan berpikir kritis siswa pada materi Suhu dan Kalor dengan menggunkan model pembelajaran Inkuiri terbimbing? 5. Bagaimanakah system evaluasi pembelajaran Fisika pada materi Suhu dan

Kalor dengan menggunkan model pembelajaran Inkuiri terbimbing? 1.5. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas, penelitian ini bertujuan untuk menganalisis dan menjelaskan:

1. Perencanaan kegiatan pembelajaran yang tepat pada materi Suhu dan Kalor dengan menggunakan model pembelajaran Inkuiri terbimbing.

2. Proses pembelajaran Fisika pada materi Suhu dan Kalor dengan menggunakan model pembelajaran Inkuiri terbimbing.

3. Peningkatan hasil belajar Fisika siswa pada materi Suhu dan Kalor dengan menggunkan model pembelajaran Inkuiri terbimbing.

4. Peningkatan keterampilan berpikir kritis siswa pada materi Suhu dan Kalor dengan menggunkan model pembelajaran Inkuiri terbimbing.


(34)

5. Sistem evaluasi pembelajaran Fisika pada materi Suhu dan Kalor dengan menggunkan model pembelajaran Inkuiri terbimbing.

1.6. Kegunaan Penelitian

Penelitian ini diharapkan memiliki kegunaan baik secara teoritis maupun secara praktis.

1. Secara teoritis, penelitian ini berguna untuk mengembangkan konsep, teori, prinsip dan prosedur teknologi pendidikan dalam kawasan desain, pengelolaan pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran inkuiri terbimbing, dan evaluasi pembelajaan.

2. Secara praktis, penelitian ini memiliki tiga kegunaan, yaitu bagi siswa, guru dan institusi.

a. Bagi siswa, diharapkan dapat menggugah siswa untuk meningkatkan hasil belajar Fisika, mengembangkan keterampilan berpikir kritis, dan memberikan pengalaman belajar bagi siswa untuk bersikap interaktif dalam kegiatan pembelajaran.

b. Bagi guru, penulisan ini diharapkan dapat dijadikan acuan oleh guru Fisika untuk menentukan model pemecahan masalah yang berkaitan dengan pembelajaran di kelas dan dapat memotivasi guru-guru Fisika untuk melakukan inovasi pembelajaran.

c. Bagi institusi, dengan banyaknya guru yang melakukan inovasi pembelajaran maka mutu pendidikan Fisika di sekolah dapat meningkat.


(35)

II. KAJIAN PUSTAKA

2.1. Karakteristik Pembelajaran Fisika SMA

Pada tingkat SMA/MA, fisika Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) berkaitan dengan cara mencari tahu tentang fenomena alam secara sistematis, sehingga IPA bukan hanya penguasaan kumpulan pengetahuan yang berupa fakta-fakta, konsep-konsep, atau prinsip-prinsip saja tetapi juga merupakan suatu proses penemuan. Pendidikan IPA diharapkan dapat menjadi wahana bagi peserta didik untuk mempelajari diri sendiri dan alam sekitar, serta prospek pengembangan lebih lanjut dalam menerapkannya di dalam kehidupan sehari-hari. Proses pembelajaran menekankan pada pemberian pengalaman langsung untuk mengembangkan kompetensi agar peserta didik menjelajahi dan memahami alam sekitar secara ilmiah. Pendidikan IPA diarahkan untuk mencari tahu dan berbuat sehingga dapat membantu peserta didik untuk memperoleh pemahaman yang lebih mendalam tentang alam sekitar.

Fisika merupakan salah satu cabang IPA yang mendasari perkembangan teknologi maju dan konsep hidup harmonis dengan alam. Perkembangan pesat di bidang teknologi informasi dan komunikasi dewasa ini dipicu oleh temuan di bidang fisika material melalui penemuan piranti mikroelektronika yang mampu memuat banyak informasi dengan ukuran sangat kecil. Sebagai ilmu yang mempelajari


(36)

fenomena alam, fisika juga memberikan pelajaran yang baik kepada manusia untuk hidup selaras berdasarkan hukum alam. Pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan serta pengurangan dampak bencana alam tidak akan berjalan secara optimal tanpa pemahaman yang baik tentang fisika.

Berdasarkan Permendiknas Nomor 22 tahun 2006 bahwa pada tingkat SMA/MA, Pelajaran Fisika dipandang penting untuk diajarkan sebagai mata pelajaran tersendiri dengan beberapa pertimbangan. Pertama, selain memberikan bekal ilmu kepada peserta didik, mata pelajaran Fisika dimaksudkan sebagai wahana untuk menumbuhkan kemampuan berpikir yang berguna untuk memecahkan masalah di dalam kehidupan sehari-hari. Kedua, mata pelajaran Fisika perlu diajarkan untuk tujuan yang lebih khusus yaitu membekali peserta didik pengetahuan, pemahaman dan sejumlah kemampuan yang dipersyaratkan untuk memasuki jenjang pendidikan yang lebih tinggi serta mengembangkan ilmu dan teknologi.

Selanjutnya secara garis besar pembelajaran Fisika seperti yang diungkapkan oleh Abu Hamid (Suryono; 2012), adalah sebagai berikut:

Garis besar, hakikat pembelajaran fisika adalah sebagai berikut:

1) Proses belajar Fisika bersifat untuk menentukan konsep, prinsip, teori, dan hukum-hukum alam, serta untuk dapat menimbulkan reaksi, atau jawaban yang dapat dipahami dan diterima secara objektif, jujur dan rasional.

2) Pada hakikatnya mengajar Fisika merupakan suatu usaha untuk memilih strategi mendidik dan mengajar yang sesuai dengan materi yang akan disampaikan, dan upaya untuk menyediakan kondisi-kondisi dan situasi belajar Fisika yang kondusif, agar murid secara fisik dan psikologis dapat melakukan proses eksplorasi untuk menemukan konsep, prinsip, teori, dan hukum-hukum alam serta menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari.

3) Pada hakikatnya hasil belajar Fisika merupakan kesadaran murid untuk memperoleh konsep dan jaringan konsep Fisika melalui


(37)

eksplorasi dan eksperimentasi, serta kesadaran murid untuk menerapkan pengetahuannya untuk memecahkan masalah yang dihadapi dalam kehidupannya sehari-hari.

Berdasarkan pendapat Abdul Hamid di atas, maka dapat dikatakan bahwa pembelajaran fisika dipandang sebagai suatu proses untuk mengembangkan kemampuan memahami konsep, prinsip maupun hukum-hukum fisika sehingga dalam proses pembelajarannya harus mempertimbangkan strategi atau metode pembelajaran yang efektif dan efisien. Pembelajaran fisika di sekolah menengah merupakan salah satu mata pelajaran IPA yang dapat menjadi wahana bagi siswa untuk mempelajari diri sendiri dan alam sekitar. Dalam pembelajaran fisika, pengalaman proses sains dan pemahaman produk sains dalam bentuk pengalaman langsung akan sangat berarti dalam membentuk konsep siswa. Hal ini juga sesuai dengan tingkat perkembangan mental siswa SMA yang berada pada fase transisi dari konkrit ke formal, akan sangat memudahkan siswa jika pembelajaran Sains mengajak anak untuk belajar merumuskan konsep secara induktif berdasar fakta-fakta empiris di lapangan.

Mata pelajaran fisika SMA sebagai bagian dari matapelajaran IPA di SMA merupakan kelanjutan pelajaran fisika di SMP yang mempelajari sifat materi, gerak, dan fenomena lain yang ada hubungannya dengan energi. Selain itu, juga mempelajari keterkaitan antara konsep-konsep fisika dengan kehidupan nyata, pengembangan sikap dan kesadaran terhadap perkembangan ilmu pengetahuan alam dan teknologi beserta dampaknya (Buku Kurikulum SMA, 2012: 1).

Di dalam buku kurikulum tersebut juga disebutkan bahwa matapelajaran fisika SMA berfungsi antara lain memberikan bekal pengetahuan dasar kepada siswa


(38)

untuk dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari dan untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi. Masih dari Buku Kurikulum SMA, ruang lingkup bahan kajian fisika di SMA dikembangkan dari bahan kajian fisika di SMP yang diperluas sampai kepada bahan kajian yang mengandung konsep abstrak dan dibahas secara kuantitatif analitis. Secara garis besar materi pelajaran fisika di SMA meliputi:

 Kelas X

Besaran Fisika dan Satuannya, Gerak Lurus, Gerak Melingkar Beraturan, Dinamika Pertikel, Optika Geometris, Suhu dan Kalor, Listrik Dinamis, dan Gelombang Elektromegnetik.

 Kelas XI

Kenematika dengan Analisis Vektor, Hukum Newton Tentang Gerak dan Gravitasi, Elastisitas dan Gerak Harmonik, Usaha dan Energi, Impuls dan Momentum, Dinamika Rotasi dan Keseimbangan Benda Tegar, Fluida Statis dan Fluida Dinamis, Teori Kinetik Gas, dan Termodinamika

 Kelas XII.

Gejala Gelombang, Gelombang Bunyi, Listrik Statis, Medan Magnetik, Dualisme Gelombang dan Radiasi Benda Hitam, Fisika Atom, Teori Relativitas Khusus, dan Fisika Inti.

Berdasarkan jabaran pembagian materi di buku kurikulum, terdapat materi yang membehas tentang Suhu dan Kalor, hal ini menandakan bahwa materi Suhu dan Kalor penting untuk di pelajari oleh siswa. Materi suhu dan kalor merupakan materi yang dapat dimodifikasi dengan model pembelajaran yang interaktif yaitu dengan melakukan eksperimen agar siswa lebih aktif dan dapat menerima materi pembelajaran dengan lebih mudah dan dalam penelitian ini materi suhu dan kalor akan disampaikan dengan menggunakan model pembelajaran inkuiri.

2.1.1. Konsep Pembelajaran Suhu dan Kalor

Materi pembelajaran suhu dan kalor merupakan salah satu materi pada mata pelajaran Fisika yang diajarkan pada kelas X (sepuluh) semester genap. Materi ini


(39)

memiliki standar kompetensi agar siswa mampu “Menerapkan konsep kalor dan prinsip konservasi energi pada berbagai perubahan energy” dan terdiri dari beberapa kompetensi dasar yaitu menganalisis pengaruh kalor terhadap suatu zat, menganalisis cara perpindahan kalor, dan menerapkan asas Black dalam pemecahan masalah. Berikut ini merupakan penjabaran dari materi Suhu dan Kalor yang diadaptasi dari Supiyanto (2006).

A. SUHU

Keadaan derajat panas dan dingin yang dialami suatu benda atau keadaan dinamakan suhu. Alat yang dapat mengukur suhu suatu benda disebut termometer. Termometer bekerja dengan memanfaatkan perubahan sifat-sifat fisis benda akibat perubahan suhu. Termometer berupa tabung kaca yang di dalamnya berisi zat cair, yaitu raksa atau alkohol. Pada suhu yang lebih tinggi, raksa dalam tabung memuai sehingga menunjuk angka yang lebih tinggi pada skala. Sebaliknya, pada suhu yang lebih rendah raksa dalam tabung menyusut sehingga menunjuk angka yang lebih rendah pada skala. Terdapat empat skala yang digunakan dalam pengukuran suhu, yaitu skala Celcius, Fahrenheit, Reamur, dan Kelvin.

Tabel 2.1. Macam-Macam Termometer:

Termometer Keterangan

Celcius Memiliki titik didih air 100°C dan titik bekunya 0°C. Rentang temperaturnya berada pada temperatur 0°C – 100°C dan dibagi dalam 100 skala.

Reamur Memiliki titik didih air 80°R dan titik bekunya 0°R. Rentang temperaturnya berada pada temperatur 0°R – 80°R dan dibagi dalam 80 skala.

Fahrenheit Memiliki titik didih air 212°F dan titik bekunya 32°F. Rentang temperaturnya berada pada temperatur 32°F – 212°F dan dibagi dalam 180 skala.


(40)

Termometer Keterangan

Kelvin Memiliki titik didih air 373,15 K dan titik bekunya 273,15 K. Rentang temperaturnya berada pada temperatur 273,15 K – 373,15 K dan dibagi dalam 100 skala.

Secara matematis perbandingan keempat skala tersebut, yaitu sebagai berikut.

Pemuaian merupakan gerakan atom penyusun benda karena mengalami pemanasan. Makin panas suhu suatu benda, makin cepat getaran antaratom yang menyebar ke segala arah. Karena adanya getaran atom inilah yang menjadikan benda tersebut memuai ke segala arah. Pemuaian dapat dialami zat padat, cair, dan gas.

1) Pemuaian Zat Padat

Pemuaian yang dapat terjadi pada zat padat adalah pemuaian panjang, luas, dan volume. Besar pemuaian yang dialami suatu benda tergantung pada tiga hal, yaitu ukuran awal benda, karakteristik bahan, dan besar perubahan suhu benda. Setiap zat padat mempunyai besaran yang disebut koefisien muai panjang. Koefisien muai panjang suatu zat adalah angka yang menunjukkan pertambahan panjang zat apabila suhunya dinaikkan 1° C. Makin besar koefisien muai panjang suatu zat apabila dipanaskan, maka makin besar pertambahan panjangnya, demikian pula sebaliknya.

a. Pemuaian Panjang

Jika sebuah batang mempunyai panjang mula-mula l1, koefisien muai panjang (α),

suhu mula-mula T1, lalu dipanaskan sehingga panjangnya menjadi l2 dan suhunya


(41)

l2= l1+ Δl ……… (1)

Karena Δl = l1 α×ΔT, maka persamaannya menjadi seperti berikut.

l2 = l1(1+ α ΔT) ………. (β)

Keterangan:

l1 : panjang batang mula-mula (m)

l2 : panjang batang setelah dipanaskan (m)

Δl : selisih panjang batang = l1– l2

α : koefisien muai panjang (/ °C)

T1 : suhu batang mula-mula (° C)

T2 : suhu batang setelah dipanaskan (° C)

ΔT : selisih suhu (° C) = T2–T1

b. Pemuaian Luas

Jika luas benda mula-mula A1, suhu mula-mula T1, koefisien muai luas , maka

setelah dipanaskan luasnya menjadi A2, dan suhunya menjadi T2 sehingga akan

berlaku persamaan, sebagai berikut.

A2= A1+ ΔA ……… (γ)

Karena ΔA = A1 ×ΔT, maka persamaannya menjadi seperti berikut.

A2 = A1(A+ ΔT) karena = βα maka

A2 = A1(A+ βα ΔT) ………... (4)

Keterangan:

A1 : luas bidang mula-mula (m2)

A2 : luas bidang setelah dipanaskan (m2)

ΔA : selisih luas bidang = A1– A2


(42)

c. Pemuaian Volume

Jika volume benda mula-mula V1, suhu mula-mula T1, koefisien muai ruang ,

maka setelah dipanaskan volumenya menjadi V2, dan suhunya menjadi T2

sehingga akan berlaku persamaan, sebagai berikut.

V2= V1+ Δl ………... (5)

Karena ΔV = V1 ×ΔT, maka persamaannya menjadi seperti berikut.

V2 = V1(V+ ΔT) karena = γα maka,

A2 = A1(A+ γα ΔT) ………... (6)

Keterangan:

V1 : volum benda mula-mula (m3)

V2 : volum benda setelah dipanaskan (m3)

ΔV : selisih volum benda = V1– V2

: koefisien muai volum (/ °C)

B.KALOR

Kalor adalah perpindahan energi kinetik dari satu benda yang bersuhu lebih tinggi ke benda yang bersuhu lebih rendah. Pada waktu zat mengalami pemanasan, partikel-partikel benda akan bergetar dan menumbuk partikel tetangga yang bersuhu rendah. Hal ini berlangsung terus menerus membentuk energi kinetik rata-rata sama antara benda panas dengan benda yang semula dingin. Pada kondisi seperti ini terjadi keseimbangan termal dan suhu kedua benda akan sama.

1) Hubungan Kalor dengan Suhu Benda

makin besar kenaikan suhu suatu benda, makin besar pula kalor yang diserapnya. Selain itu, kalor yang diserap benda juga bergantung massa benda dan bahan penyusun benda. Secara matematis dapat di tulis seperti berikut.


(43)

Q = m × c × ΔT ………... (7)

Keterangan:

Q : kalor yang diserap/dilepas benda (J)

m : massa benda (kg)

c : kalor jenis benda (J/kg°C) ΔT : perubahan suhu (° C)

2) Kapasitas Kalor

Kapasitas kalor sebenarnya banyaknya energi yang diberikan dalam bentuk kalor untuk menaikkan suhu benda sebesar satu derajat. Pada sistem SI, satuan kapasitas kalor adalah JK-1. Kapasitas kalor dapat dirumuskan sebagai berikut.

Q = C × ΔT ………... (8)

Keterangan:

Q : kalor yang diserap/dilepas (J)

C : kapasitas kalor benda (J/°C) ΔT : perubahan suhu benda (° C)

Jika persamaan kapasitas kalor dibandingkan dengan persamaan kalor jenis, maka Anda dapatkan persamaan sebagai berikut.

C = m × c ………... (9)

Keterangan:

C : kapasitas kalor benda (J/°C)

m : massa benda (kg)


(44)

3) Kalor Lebur dan Kalor Didih

Kalor laten merupakan kalor yang dibutuhkan 1 kg zat untuk berubah wujud. Kalor laten ada dua macam, yaitu kalor lebur dan kalor didih. Kalor lebur

merupakan kalor yang dibutuhkan 1 kg zat untuk melebur. Kalor yang dibutuhkan untuk melebur sejumlah zat yang massanya m dan kalor leburnya KL dapat

dirumuskan sebagai berikut.

Q = m × KLatau KL= ………... (10)

Keterangan:

Q : kalor yang diperlukan (J)

m : massa zat (kg)

KL: kalor lebur zat (J/kg)

Kalor didih merupakan kalor yang dibutuhkan 1 kg zat untuk mendidih/menjadi uap. Kalor ini sama dengan kalor yang diperlukan pada zat untuk mengembun. Kalor yang dibutuhkan untuk menguapkan sejumlah zat yang massanya m dan kalor didih atau uapnya Ku, dapat dinyatakan sebagai berikut.

Q = m Ku ………... (11)

Keterangan:

Q : kalor yang diperlukan (J)

m : massa zat (kg)


(45)

4) Asas Black

Kalor yang dilepaskan air panas akan sama besarnya dengan kalor yang diterima susu yang dingin. Kalor merupakan energi yang dapat berpindah, prinsip ini merupakan prinsip hukum kekekalan energi. Hukum kekekalan energi di rumuskan pertama kali oleh Joseph Black (1728 – 1899). Oleh karena itu, pernyataan tersebut juga di kenal sebagai asas Black. Joseph Black merumuskan perpindahan kalor antara dua benda yang membentuk suhu termal sebagai berikut.

Qlepas = Qterima ………... (1β)

Keterangan:

Qlepas : besar kalor yang diberikan (J)

Qterima : besar kalor yang diterima (J)

5) Perpindahan Kalor a. Konduksi

Perpindahan kalor melalui suatu zat tanpa disertai dengan perpindahan partikel-partikelnya disebut konduksi. Perpindahan kalor dengan cara konduksi disebabkan karena partikel-partikel penyusun ujung zat yang bersentuhan dengan sumber kalor bergetar. Makin besar getarannya, maka energi kinetiknya juga makin besar. Energi kinetik yang besar menyebabkan partikel tersebut menyentuh partikel di dekatnya, demikian seterusnya sampai akhirnya Anda merasakan panas. Besarnya aliran kalor secara matematis dapat dinyatakan sebagai berikut.

………... (1γ) Keterangan:


(46)

ΔT : perbedaan suhu dua permukaan (K)

d : tebal lapisan (m)

k : konduktivitas termal daya hantar panas (J/ms K)

H : kelajuan hantaran kalor (J/s)

b. Konveksi

Konveksi adalah perpindahan kalor yang disertai dengan perpindahan partikel-partikel zat. Perpindahan kalor secara konveksi dapat terjadi pada zat cair dan gas. Jadi, perpindahan kalor secara konveksi terjadi karena adanya perbedaan massa jenis zat. Adapun secara empiris laju perpindahan kalor secara konveksi dapat dirumuskan sebagi berikut.

H = h · A · ΔT4 ………... (14) Keterangan:

H : laju perpindahan kalor (W)

A : luas permukaan benda (m² )

ΔT = T2– T1: perbedaan suhu (K atau ° C)

h : koefisien konveksi (Wm-2K-4 atau Wm-2(°C)4) c. Radiasi

Perpindahan kalor yang tidak memerlukan zat perantara (medium) disebut radiasi. Setiap benda mengeluarkan energi dalam bentuk radiasi elektromagnetik. Laju radiasi dari permukaan suatu benda berbanding lurus dengan luas penampang, berbanding lurus dengan pangkat empat suhu mutlaknya, dan tergantung sifat permukaan benda tersebut. Secara matematis dapat ditulis sebagai berikut.


(47)

Keterangan:

H : laju radiasi (W)

A : luas penampang benda (m2)

T : suhu mutlak (K)

e : emisitas bahan

σ : tetapan Stefan-Boltzmann (5,6705119 × 10-8 W/mK4)

2.1.2. Hasil Belajar Fisika

Hasil belajar merupakan akumulas dari beberapa aspek tujuan pembelajaran, aspek ini dikembangkan oleh Bloom sejak tahun 1995 yang kuta kenal sebagai taksonomi Bloom. Bloom’s taxonomy is classification system developed to help

teachers think about the objective they write, the question they ask, and the assessment they prepare (Eggen & Kauchak, 1997: 442). Sistem klasifikasi ranah pembelajaran bertujuan untuk membantu guru menulis dan memikirkan tujuan, pertannyaan dan penilaian yang hendak dilakukan dalam pembelajaran. Dengan pengkalsifikasian ini guru dapat menentukan apa saja tujuan yang akan dicapai dan kemampuan apa saja yang diharapkan diperoleh siswa melalui mengikuti kegiatan pembelajaran.

Bloom mengemukaan tiga ranah pembelajaran (Woolfolk, 2004: 435) yaitu; While students are writing (psychomotor), they are also remembering or reasoning (cognitive), and they are likely to have some emotional response to the task as well (affective).

Domain pembelajaran disebut juga ranah hasil belajar. Ranah psikomotor merupakan ranah pembelajaran berkaitan dengan kegiatan fisik siswa, kegiatan


(48)

yang melibatkan proses berpikir termasuk kedalam ranah kognitif, dan keadaan psikologis berupa minat, sikap, dan perhatian terhadap pembelajaran merupakan contoh taksonomi pembelajaran ranah afektif. Ketiga tanah pembelajaran ini dinilai secara serempak, serta saling melengkapi satu sama lain sehingga satu ranah akan mempengaruhi hasil kedua ranah yang lainnya.

Setiap kegiatan pembelajaran berorientasi pada pencapaian kompetensi pesarta didik yang diukur menggunakan instrumen tes. Instrumen ini digunakan untuk mengukur tingkat ketercapaian siswa dari materi yang telah diajarkan. Menurut Slameto (2002: 30) tes hasil belajar adalah sekelompok pertanyaan atau tugas-tugas yang harus dijawab atau diselesaikan oleh siswa dengan tujuan untuk mengukur kemajuan belajar siswa.

Hasil belajar tampak sabagai terjadinya perubahan tingkah laku dalam bentuk perubahan pengetahuan, sikap, dan keterampilan. Hasil belajar menurut Dimyati (2006: 30) tes hasil belajar adalah sekelompok pertanyaan atau tugas-tugas yang harus dijawab atau diselesaikan oleh siswa dengan tujuan untuk mengukur kemajuan belajar siswa.

Hasil belajar tampak sebagai terjadinya perubahan tingkah laku dalam bentuk perubahan pengetahuan, sikap dan keterampilan. Hasil belajar menurut Dimyati (2006: 251):

Hasil belajar merupakan tingkat perkembangan mental yang lebih baik bila dibandingkan pada saat pra-belajar. Dari sisi guru, hasil belajar merupakan saat terselesaikannya bahan pelajaran.


(49)

Berdasarkan pendapat Dimyati dapat diketahui tingkat perkembangan mental siswa tampak pada perubahan tingkah laku atau kepribadian siswa, hasil belajar diperoleh melalui berakhirnya proses pembelajaran. Nasution (2005: 61) mengungkapkan hasil belajar ini merupakan apa yang dapat dilakukan atau dikuasai sabagai hasil pelajaran.

Perkembangan ilmu pengetahuan juga berdampak pada perkembangan taksonomi pembelajaran. Taksonomi pembelajaran yang umum dipakai dalam proses evaluasi pembelajaran adalah taksonomi Bloom. Taksonomi ini timbul karena adanya teori skema perkembangan mental Gagne. Revisi yang dilakukan oleh Anderson ialah revisi pada ranah kognitif saja. Menurut Anderson (Pickard, 2007: 47) the revise bloom taxonomy is seen as “a tool to help educators clarify and communicate what they intended students to learn as a result of instruction”.

Revisi taksonomi pembelajaran ini dipandang sebagai alat bantu bagi guru untuk megklarifikasi dan mengkomunikasikan apa yang menjadi titik fokus dari pengetahuan yang harus diperoleh siswa setelah mengalami pembelajaran. Selengkapnya perbedaan taksonomi pembelajaran menurut Bloom dan Anderson terangkum pada Table 2.1.

Tabel 2.2. Perbandingan Taksonomi Bloom dengan Taksonomi Anderson (diadaptasi dari Wilson, 2006: 1)

Taksonomi Bloom 1956 Taksonomi Anderson & Karthwohl 2001 1. Pengetahuan: siswa

mengingat atau mendapatkan kembali pengetahuan yang telah diperoleh

1. Mengingat: memperoleh kembali, mengingat kembali materi yang telah diberikan, atau mengenali pengetahuan dari ingatan. Megingat adalah ketika memori digunakan untuk membuat devinisi, fakta, menceritakan atau mengingat kembali materi pelajaran. 2. Pemahaman: Kemampuan

untuk menyerap atau

2. Memahami: membangun pemahaman dari berbagai jenis perbedaan atau fungsi atau


(50)

Taksonomi Bloom 1956 Taksonomi Anderson & Karthwohl 2001 membangun pemahaman dari

materi pelajaran

juga yang ditulis dalam grafik. Seperti, menginterpretasi, menjelaskan dengan contoh, mengklasifikasikan, membuat kesimpulan, menduga, membandingkan dan memaparkan

3. Aplikasi: merupakan kemampuan yang telah diperoleh siswa untuk mengimplementasikan pada situasi baru

3. Mengaplikasikan: menyelesaikan atau menggunakan prosedur melalui melaksanakan atau

mengimplementasikan. Penerapan terkait dan megancu pada situasi dimana materi yang dipelajari siswa diterapkan melalui pemodelan, presentasi wawancara atau simulasi.

4. Analisis: Kemampuan untuk merinci materi menjadi bagain-bagian supaya terstruktur agar mudah dipahami.

4. Menganalisis: merinci materi atau konsep ke dalam bagian-bagian kecil,

menentukan bagaimana hubungan satu dengan yang lainnya, atau struktur keseluruhan tujuan. Tindakan mental mencakup membedakan,

mengorganisasikan dan menunjukan, seperti halnya menunjukan ciri-ciri bagian atau komponen. Seperti menggambarkan hasil pengematan, survey, diagram, atau grafik.

5. Sintesis: kecakapan untuk mengkombinasi bagian-bagain menjadi suatu keseluruhan baru, yang menitik beratkan pada tingkah laku kreatif dengan cara memformulasikan pola dan struktur baru.

5. Mengevaluasi: membuat keputusan berdasarkan kriteria dan standar melalui pemeriksaan dan pengkritikan. Kritik, rekomendasi, dan laporan merupakan beberapa produk yang dapat diciptakan dari mendemonstrasikan suatu proses. Pada taksonomi yang baru ini, evaluasi berada pada sebelum tahapan kreasi dikarenakan evaluasi merupakan tahapan prilaku yang penting sebelum siswa mangkreasikan sesuatu.

6. Evaluasi: keccakapan siswa untuk mempertimbangkan nilai materi yang dimaksud berdasarkan kriteria internal dan eksternal.

6. Kreasi; Meletakan unsur bersama-sama untuk mebentuk sesuatu yang utuh dan padu; seperti menyusun kembali unsur-unsur menjadi struktur yang baru, melalui generalisasi, merencanakan, atau


(51)

Taksonomi Bloom 1956 Taksonomi Anderson & Karthwohl 2001 penggunaan unsur bersama serta sintesis menjadi sesuatu yang baru dan berbeda. Proses ini merupakan proses tersulit pada taksonomi baru ini.

Berdasarkan hasil revisi taksonomi pembelajaran yang dikemukakan oleh Anderson, kata yang dipergunakan dalam pembagian ranah pembelajaran ini merupakan kata kerja sehingga diasumsikan bahwa siswa harus memperoleh kemampuan dari 6 ranah setelah melaui proses pembelajaran.

Ranah kognitif berfokus pada pengetahuan dan pemahaman mengenai fakta, konsep, prinsip, hukum, dan penyelesaian masalah, serta prilaku yang berhubungan dengan kegiaan berpikir siswa. Hal ini sesuai dengan pendapat (Eggen dan Kauchak, 1997: 441) “Cognitive domain which focuses on knowledge

and understanding of fact, concept, principles, rules, and problem solving”.

Dengan kata lain, kognitif adalah ranah yang mencakup kegiatan mental (otak) berupa kemempuan pengetahuan, pemahaman, penerapan, analisis, evaluasi, dan kreasi. Hasil belajar ranah kognitif diperoleh dari hasil tes untuk mengukur tingkat pencapaian setelah suatu materi pembelajaran diberikan kepada siswa. Ranah pembelajaran yang kedua adalah ranah pembelajaran afektif. Affective is domain focuses on the teaching of attitude and values and the development of

student’s personal and emotional growth (Eggen & Kauchak, 1997: 443). Ranah

afektif merupakan ranah pembelajaran yang dipusatkan pada perkembangan pribadi siswa dan perkembangan emosionalnya. Perkembangan pribadi siswa berfokus pada minat siswa, dan perkembangan emosional berfokus pada sikap siswa. Perkembangan pribadi ini dapat berupa sikap siswa terhadap kegiatan


(52)

pembelajaran, dan perkembangan emosional siswa ialah dapat menentukan sikap yang lebih baik dan sesuai aturan norma yang berlaku di masyarakat.

Tujuan pembelajaran ranah afektif (Woolfolk, 2004: 436) terdiri dari: (1) receiving, (2) responding, (3) valuing, (4) organization, (5) characterization by valuing. Secara lengkap ranah afektif terangkum dalam Table 2.2.

Tabel 2.3. Ranah Pembelajaran Afektif (di adaptasi dari Krathwoll, at al)

Ranah Afektif

1. Receiving This refers to the learner’s sensitivity to the exixtence of stimuli – awareness, willingness to receive, or selected attention

2. Responding This refers to the learner’s active attention to stimuli and his/her motivation to learn – acquiescence, willing responses, or feelings of satisfaction.

3. Valuing This refers to the learner’s beliefs and attitudes of worth – acceptances, preference, or commitment. An acceptances, preference, or commitment to a value.

4. Organization This refers to the learner’s internalization of values and beliefs involving (1) the conceptualization of values; and (2) the organization of a values system. As values or beliefs become internalized, the learner organizes them according to priority.

5. Characterization This refers to the learner’s highest of internalization and relates to behavior that reflects (1) a generalized set of values; and (2) a characterization or a philosophy about life. At this level the learner is capable of practicing and acting on their values or beliefs.

Peserta didik pada tingkat receiving memiliki keinginan untuk memperhatikan suatu fenomena khusus atau stimulus. Dalam hal ini, tugas guru adalah mengarahkan perhatian peserta didik pada fenomena yang menjadi objek pembelajaran afektif. Pada tingkat responding merupakan partisipasi aktf peserta didik. Peserta didik tidak hanya memperhatikan tetapi sudah pada tataran


(53)

menunjukan reaksi sehingga sasaran pembelajaran pada tahap ini adalah menekankan pada pemerolehan respons, memberi respons, dan kepuasan memberi respons.

Pada tingkat valuing, aktivitas pembelajaran lebih melibatkan penentuan nilai, keyakinan atau sikap yang menunjukan derajat internalisasi dan komitmen. Tahapan valuing merupakan tahapan yang dimulai dari menerima suatu nilai sampai pada lahirnya komitmen. Dalam lingkup pembelajaran terkait dengan sikap siswa selama kegiatan proses belajar mengajar.

Pada tingkat organization, mangaitkan nilai satu dengan nilai yang lain, berbagai konflik antar nilai diselesaikan, langkah selanjutnya mulai membengun system nilai internal yang konsisten. Tingkat characterization merupakan tingkat yang tertinggi. Pada tataran characterization, peserta didik memiliki system nilai yang mengendalikan prilaku sampai pada waktu tertentu sehingga membentuk gaya hidup. Hasil pembelajaran pada tataran characterization adalah pribadi, emosi, dan sosial. Ada 5 (lima) tipe karakteristik afektif yang penting, yaitu sikap, minat, konsep, diri, nilai, dan moral (Depdiknas, 2007: 68). Spesifikasi instrumen ini adalah:

(1) Instrumen sikap: bertujuan untuk mengetahui sikap peserta didik terhadap suatu objek, (2) Instrumen minat: bertujuan untuk memperoleh informasi tentang minat peserta didik terhadap mata pelajaran, (3) Instrumen konsep diri: bertujuan untuk mengetahui kekuatan dan kelemahan diri sendiri, (4) Instrumen nilai: bertujuan untuk mengungkap nilai dan keyakinan peserta didik, (5) Instrumen moral: bertujuan untuk mengungkap moral.


(54)

Penilaian afektif dengan berdasarkan lima tipe karakteristik ini biasanya diukur menggunakan lembar penilaian afektif. Terkait dengan penelitian afektif, penelitian ini difokuskan untuk mengukur sikap siswa saat proses pembelajaran berlangsung. Sikap yang diamati dalam kegiatan pembelajaran ini adalah nilai yang ada pada pendidikan karakter.

Dalam buku panduan pengembangan pendidikan budaya dan karakter bangsa yang disusun oleh Kemendikbud (2010; 8), menyatakan bahwa ada 18 nilai pendidikan karakter bangsa yaitu; religius, toleransi, jujur, disiplin, kerja keras, kreatif, mandiri, demokratis, rasa ingin tahu, semangat kebangsaan, cinta tanah air, menghargai prestasi, bersahabat/komunikatif, cinta damai, gemar membaca, pedili lingkungan, peduli sosial, dan tanggung jawab.

Tidak semua nilai-nilai karakter yang telah disebutkan di atas akan diamati. Nilai-nilai karakter yang dikembangkan menjadi instrumen peNilai-nilaian afektif dalam penelitian ini merupakan nilai karakter yang dapat diamati pada kegiatan pembelajaran di dalam kelas dengan menggunakan model pembelajaran inkuiri terbimbing yaitu: kreatif, jujur, bekerja keras, bertanggung jawab, perduli sosial, bersahabat/komunikatif, dan toleransi.

Ranah penilaian yang ketiga menurut Bloom adalah ranah psikomotor. Definisi ranah psikomotor dikemukakan Eggen dan Kauchak (1997: 443) Psychomotor

domain focuses on the development of student’s physical abilities and skill.

Ranah psikomotor merupakan ranah hasil belajar yang difokuskan pada kemampuan fisik dan keterampilan, secara rinci, ranah psikomotor terangkum dalam Tabel 2.4.


(55)

Tabel 2.4. Ranah Psikomotor (Bloom di adaptasi oleh Chapman, 2006: 1)

Ranah Psikomotor

1. Imitation Copy action of another; observe and replicate, example watch teacher or trainer and repeat action, process or activity.

2. Manipulation Reproduce activity from instruction or memory. Ex: carry out task from written or verbal instruction

3. Precision Execute skill reliably, independent of help, ex: perform a task or activity with expertise and to high quality without assistance or instruction; able to demonstrate an activity to other learners

4. Articulation Adapt and integrate expertise to satisfy a non-standard objective, ex: related and combine associated activities to develop methods to meet varying

5. Naturalization Automated, unconscious mastery of activity and related skills at strategic level, ex: define aim, approach and strategy for use of activities to meet strategic need.

Ranah psikomotor pertama adalah imitasi. Aspek ini menunjuk pada proses kesadaran akan adanya perubahan setelah melihat, mendengar, serta gerak yang dipengaruhi syaraf. Aspek manipulasi merupakan aktivitas belajar seperti menulis untuk memuat respons, membangun, menciptakan kembali, dan menerapkan suatu prosedur. Aspek psikomotor yang ke tiga adalah precision (ketepatan), marupakan kecakapan yang nampak dengan cara menunjukan, mendemonstrasikan, menyempurnakan suatu kegiatan belajar. Artikulasi merupakan aspek psikomotor dalam pembelajaran yang ditunjukan melalui kegiatan mengkombinasi, menyesuaikan, merumuskan, memodifikasi, dan membangun. Aspek ke lima, naturalisasi merupakan gambaran untuk mencapai tujuan yang berhubungan dengan keterampilan fisik, dalam pembelajaran dapat ditunjukan melalui kegiatan menemukan, mendesain, dan membuat suatu pengaturan strategis.


(56)

Dengan demikian, ranah psikomotor meliputi kemampuan mengenal objek melalui pengamatan, mengolah hasil pengamatan, melakukan percobaan, keterampilan, dan mampu mengembangkan kreativitas. Hasil belajar yang bersifat psikomotorik adalah keterampilan-keterampilan gerak tertentu yang diperoleh melalui pengalaman belajar. Dalam pembelajaran, penilaian ranah psikomotor juga dipakai untuk kegiatan pengukuran hasil belajar peserta didik. Bedanya adalah kognitif umumnya dilakukan dengan tes tertulis, sedangkan ranah psikomotor cenderung menggunakan tes unjuk kerja atau tes perbuatan.

Ranah psikomotor yang diamati dalam penelitian ini dimodifikasi berdasarkan tahapan pembelajaran inkuiry. Penilaian psikomotor tersebut (Rosidin, 2003: 37) adalah:

(1) Keberanian anak dalam bertanya atau mengemukakan pendapat, (2) kegiatan siswa dalam menemukan masalah, (3) kegiatan siswa dalam merumuskan hipotesis, (4) kegiatan eksperimen, (5) mencari data untuk menguji hipotesis, (6) membuat kesimpulan.

Ranah psikomotor dalam penelitian ini dinilai berdasarkan hasil pengamatan atau observasi guru mitra dan peneliti pada lembar observasi saat pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran inkuiri terbimbing berlangsung. Lembar observasi merupakan lembar yang digunakan untuk mengobservasi keberadaan suatu benda atau kemunculan aspek-aspek keterampilan yang diamati. Dalam hal ini, guru melakukan pengamatan (observasi) sesuai dengan aspek-aspek yang akan diamati dari pembelajaran inkuiri yang dilaksanakan.

Tujuan pembelajaran merupakan bagian yang integral dari system pembelajaran. Tujuan pembelajaran tersebut akan menghasilkan perolehan hasil belajar setelah


(57)

materi pembelajaran diberikan kepada siswa. Hasil belajar merupakan data yang diperoleh melalui tes hasil belajar yang dapat mengukur tingkat pencapaian tujuan pembelajaran. Penilaian hasil belajar Fisika diperoleh dari tes berupa pertanyaan yang diberikan kepada siswa, selain itu bukan hanya dilihat dari nilai tes, namun dinilai dari siswa mampu mengamati, pemahaman konsep serta aplikasi dalam kehidupan serta respons emosional selama proses pembelajaran. Hasil belajar dalam penelitian ini diperoleh dari tes untuk mengetahui tingkat kemampuan ranah kognitif siswa, ranah afektif, dan ranah psikomotor yang dilihat selama proses pembelajaran inkuiri terbimbing.

2.1.3. Keterampilan Berpikir Kritis

Berpikir merupakan kegiatan penggabungan antara persepsi dan unsur-unsur yang ada dalam pikiran untuk menghasilkan pengetahuan. Berpikir dapat terjadi apabila seseorang mendapatkan rangsangan dari luar dan melalui berpikir inilah seseorang mengatasi masalah yang dihadapinya. Menurut Costa (1985) keterampilan berpikir dikelompokan menjadi dua golongan besar, yaitu: keterampilan berpikir dasar dan keterampilan berpikir kompleks. Lebih lanjut Costa menambahkan yang termasuk dalam keterampilan berpikir dasar meliputi: kualifikasi, klasifikasi, hubungan, variable, transformasi, dan hubungan sebab akibat. Sementara itu, keterampilan berpikir kompleks meliputi pemecahan masalah, pengambilan keputusan, berpikir kritis dan berpikir kreatif.

Bila ditinjau dari tujuan dalam pengajaran Costa menyatakan bahwa berpikir dapat digolongkan kedalam tiga golongan yang saling terkait, yaitu berpikir kritis, berpikir pemecahan masalah, dan berpikir kreatif. Masing-masing golongan


(1)

213 4. Hasil belajar siswa yang diamati meliputi ranah kognitif, afektif dan

psikomotor.

Pada kelas X.1, nilai kognitif siswa mengalami peningkatan pada setiap siklusnya, namun nilai kognitif siswa mencapai indikator keberhasilan pada siklus III dengan 26 siswa atau 72% siswa terkategori tuntas dan rata-rata nilai kognitif sebesar 70,34. Indikator keberhasilan afektif siswa tercapai pada siklus II dengan 24 (67,67%) siswa terkategori baik dan 4 (11,11%) siswa terkategori sangat baik, sedangkan rata-rata afektif siswa adalah 67,76 dengan kategori baik. Persentase tersebut meningkat pada siklus III dengan 26 (72,22%) siswa terkategori baik dan 6 (16,67%) siswa terkategori sangat baik, rata-rata afektif siswa pada siklus III adalah 74,70 dengan kategori baik. Indikator keberhasilan psikomotor siswa tercapai pada siklus II dengan 32 (88,89%) siswa terkategori tuntas, dan rata-rata psikomotor siswa adalah 75,67 terkategori tuntas. Persentase tersebut meningkat pada siklus III dengan 36 (100%) siswa tuntas dan rata-rata psikomotor siswa adalah 82,14 dengan kategori tuntas.

Di kelas X.3, nilai kognitif siswa mengalami peningkatan pada setiap siklusnya, namun nilai kognitif siswa mencapai indikator keberhasilan pada siklus III dengan 25 siswa atau 73,53% siswa terkategori tuntas dan rata-rata nilai kognitif sebesar 72,36. Indikator keberhasilan afektif siswa tercapai pada siklus II dengan 25 (73,53%) siswa terkategori baik dan 4 (11,76%) siswa terkategori sangat baik, sedangkan rata-rata afektif siswa adalah 69,33 dengan kategori baik. Persentase tersebut meningkat pada siklus III dengan 21


(2)

(61,76%) siswa terkategori baik dan 11 (32,35%) siswa terkategori sangat baik, rata-rata afektif siswa pada siklus III adalah 75,95 dengan kategori baik. Indikator keberhasilan psikomotor siswa tercapai pada siklus II dengan 28 (88,29%) siswa terkategori tuntas, dan rata-rata psikomotor siswa adalah 75,49 terkategori tuntas. Persentase tersebut meningkat pada siklus III dengan 34 (100%) siswa tuntas dan rata-rata psikomotor siswa adalah 81,37 dengan kategori tuntas.

Berdasarkan pemaparan di atas, dapat disimpulkan bahwa pembelajaran inkuiri terbimbing juga dapat meningkatkan hasil belajar siswa.

5. Keterampilan berpikir kritis siswa dikelas X.1 mengalami peningkatan pada setiap siklusnya, namun indikator keberhasilan keterampilan berpikir kritis tercapai saat siklus III dengan rata-rata nilai 69,50 atau terkategori baik, dan terdapat 2 (5,55%) siswa terkategori sangat baik serta 25 (69,44%) siswa terkategori baik. Dikelas X.3 indokator keterampilan berpikir kritis juga tercapai pada siklus III dengan rata-rata nilai 68,82 atau terkategori baik dengan 1 (2,94%) siswa terkategori sangat baik serta 25 (73,53%) siswa terkategori baik. Berdasarkan pemaparan di atas, dapat disimpulkan bahwa pembelajaran inkuiri terbimbing juga dapat meningkatkan keterampilan berpikir kritis siswa.

5.2 Saran

Berdasarkan simpulan di atas, maka saran yang diajukan adalah sebagai berikut: 1. Bagi guru mata pelajaran fisika disarankan beberapa hal sebagai berikut:


(3)

215 a. Dalam penyusunan RPP pada pembelajaran inkuiri terbimbing hendaknya diperhatikan dalam hal tujuan pembelajaran dan skenario pembelajarannya. b. Untuk meningkatkan proses pembelajaran baik aktivitas siswa atau guru

dapat menggunakan pembelajaran inkuiri terbimbing. Akan tetapi perlu diperhatikan pembagian kelompok dan pengawasan terhadap praktikum serta proses penyajian hasil diskusi kelompok.

c. Untuk sistem evaluasi disarankan menggunakan alat analisis soal, misalnya anatest untuk mengukur nilai validitas, reliabilitas, daya beda soal dan juga tingkat kesukaran soal.

d. Untuk meningkatkan hasil belajar dan keterampilan berpikir kritis siswa pada materi suhu dan kalor dapat dilakukan dengan menerapkan model pembelajaran inkuiri terbimbing.

2. Bagi sekolah yang ingin meningkatkan kemampuan guru dalam mengelola proses pembelajaran di kelas dapat melakukan pelatihan pembelajaran inkuiri terbimbing atau tipe lainnya karena telah terbukti mampu meningkatkan aktivitas guru dalam membelajarkan dan juga aktivitas siswa.

3. Bagi peniliti lain yang akan mengkaji masalah penerapan pembelajaran inkuiri terbimbing untuk meningkatkan hasil belajar dan keterampilan berpikir kritis hal yang perlu diperhatikan adalah skenario pembelajarannya. Selain itu, dalam pembentukan kelompok dan proses diskusi serta proses penyajian hasil diskusi juga perlu direncanakan dengan baik.


(4)

DAFTAR PUSTAKA

Achmad, Arif. 2007. Memahami Berpikir Kritis. Artikel pendidikan. [On Line] tersedia: http://researchengines.com/1007arief3.html.

Andrian, Nely, dkk. 2011. Efektifitas Penerapan Pembelajaran Inkuiri Terbimbing (Guided Inquiry) pada Mata Pelajaran Fisika Pokok Bahasan Cahaya di Kelas VIII SMP Negeri 2 Muara Padang (Jurnal Prosiding Simposium Nasional Inovasi Pembelajaran dan Sains 2011). Lampung: Universitas Lampung.

Arends. 1997. Cooperative Learning Theory, Research and Practice. Boston: Allyn and Bacon.

Arikunto, Suharsimi. 2006. Prosedur Penelitian Sebagai Suatu Pendekatan. Jakarta : Rineka Cipta

Aronson. 2002. Jigsaw Technique for Reading Comprehension.

http://www.readingquest.org/strat/jigsaw/html. Diunduh pada tanggal 25 Juli 2012.

Azizmalayeri, Kiumars, dkk. 2012. The Impact Of Guided Inquiry Methods Of Teaching On The Critical Thinking Of High School Students. [On Line] tersedia: http://www.iiste.org/Journals/index.php/JEP/article/view/2530. Costa, A. L. 1985. Developing Minds A Resource Book for Teaching Thinking.

Virginia: Association for Supervision and Curriculum Development.

Cruickshank, K. 2006. Teenagers, Literacy and School: Researching in Multilingual Contexts. London: Routledge

Danokarsa. 2009. Macam-Macam Model Pembelajaran Inkuiri. [On Line] tersedia di: http:// danokarsa.wordpress.com/2009/11/07/macam-macam-model-pembelajaran-inkuiri/

Depdiknas. 2008. Menejemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah. Jakarta: Proyek Pembinaan Pendidikan Menengah Umum.


(5)

217 Eggen, Paul D dan Kauchak. 2007. Educational Psychology: windows on

classrooms. Virginia: Prentice Hall

Elaine B Johnson. 2007. Contextual Teaching and Learning: Menjadikan Kegiatan Belajar-Mengajar mengasyikan dan Bermakna. Bandung: Mizan Learning Center.

Elliot, S.N; et all. 2003. Educational Psychology: Effective Teaching, Effective Learning. Jakarta : Rineka Cipta.

Ennis, Robert Hugh. 1996. Critical thinking. New Jersey: Simon & Schuster/ A Viacom Company.

Filsaime, D. K. 2008. Menguak Rahasia berpikir Kritis dan Kreatif. Jakarta: Prestasi Pustaka.

Gredler, M. E. 1986. Learning and Instruction: Theory into Practice. New York: Macmillan.

Herdian. 2010. Model Pembelajaran Inkuiri. [On Line] tersedia: http://herdy07.wordpress.com/2010/05/27/model-pembelajaran-inkuiri/ Herpratiwi. 2009. Teori Belajar dan Pembelajaran. Universitas Lampung.

Jarolimek, Jhon dan Foster, Clifford D. 1976. Teaching and Learning in the Elementary School. New york: Macmillan.

Lee, Woon Jee, dkk. 2010. The Effects Of Guided Inquiry Questions On Students’ Critical Thinking Skills And Satisfaction In Online Argumentation. [On Line] tersedia:http://citation.allacademic.com/meta/p_mla_apa_research_citation/4/3/0/2/ 0/p430209_index.html.

Moh. Amin. 1979. Mengajarkan IPA dengan Metode Discovery dan Inquiry. Depdikbud : Jakarta.

Nasution. 2005. Berbagai Pendekatan dalam Proses Belajar Mengajar. Jakarta: PT Bumi Aksara.

Pullaila, Ali. 2007. Jurnal Penelitian Pendidikan IPA Program Pascasarjana UPI. Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia.

Pannen, Paulina, dkk. 2001. Mengajar di Perguruan Tinggi: Konstruktivisme dalam Pembelajaran. Jakarta: Direktorak jendral Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional.

Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 22 Tahun 2006 Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 41 Tahun 2007


(6)

Peraturan Pemerintah No. 19 tahun 2005

Piaget, J. 1971. The Science of Education and the Psychology of the Child. London: Longmans.

Pickard, Alison Jane. 2007. Research Methods in Information. Michigan: Facet. Roestiyah. 2003. Strategi Belajar Mengajar. Rineka Cipta. Jakarta.

Sanjaya, Wina. 2008. Perencanaan dan Desain Sistem Pembelajaran. Bandung: Kencana.

Setiyadi, Bambang, 2006. Metode Penelitian Untuk Pengajaran Bahasa Asing. Yogyakarta: Graha Ilmu.

Slameto.2002. Belajar dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya. Rineka Cipta. Jakarta

Smaldino, Sharon E, dkk. 2011. Instructional Technology and Media for Learning. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.

Sudrajat, Akhmad. 2008. Pembelajaran Kontekstual. [On line] tersedia: http://akhmadsudrajat.wordpress.com/2008/01/29/pembelajaran-kontekstual/

Supriatna, Dadang. 2009. Konsep Dasar Desain pembelajaran. Jakarta: Pusat Pengembangan dan Pemberdayaan Pendidik dan Tenaga Kependidikan Taman Kanak Kanak dan Pendidikan Luar Biasa.

Suryono, Sigit. 2012. Hakikat Pembelajaran Fisika. [On line] tersedia: http://ciget/?p=291

Tim Pengambang Kurikulum. 2012. Buku Kurikulum SMA Negeri 1 Kedondong. Trianto. 2007 Mendesain Model Pembelajaran Inovatif-Progresif: Konsep,

Landasan, dan Impelemntasinya pada Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Jakarta : Kencana

Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional nomor 20 tahun 2003

Woldfolk, G. 2004. Educational Psychology. United States of America: Pearson Education, Inc.


Dokumen yang terkait

The Reading Comprehension Ability Of SMA Student (The Case of the second year students SMA Negeri 1 Gebang Langkat Academic Year 2013/2014)

0 41 15

IMPROVING THE STUDENTS’ VOCABULARY ACHIEVEMENT THROUGH INTENSIVE READING AT THE FIRST YEAR STUDENTS OF SMA NEGERI 1 PAGELARAN

0 5 67

THE DIFFERENCES OF STUDENT’S ACHIEVEMENT AND CRITICAL THINKING BY IMPLEMENTING PROBLEM BASEDLEARNING (PBL) AND GUIDED INQUIRY LEARNING ON STOICHIOMETRY TOPIC.

0 3 24

THE EFFECT OF GUIDED INQUIRY LEARNING MODEL ON STUDENTS LEARNING OUTCOMES IN TOPIC TEMPERATURE AND HEAT IN CLASS X SEMESTER II SMA N 1 BERASTAGIACADEMIC YEAR2013/2014.

0 2 13

THE IMPLEMENTATION OF GUIDED DISCOVERY-INQUIRY LABORATORY LESSON LEARNING MODEL IN IMPROVING SENIOR HIGH SCHOOL STUDENTS ACHIEVEMENT AND CHARACTERS DEVELOPMENT ON THE TOPIC OF SOLUBILITY AND SOLUBILITY PRODUCT.

0 3 28

THE EFFECT OF TEACHING STRATEGIES AND CRITICAL THINKING ON STUDENTS ACHIEVEMENT IN READING COMPREHENSION.

0 2 31

THE IMPLEMENTATION OF INQUIRY-BASED LEARNING IN TEACHING WRITING AT THE FIRST YEAR OF The Implementation Of Inquiry-Based Learning In Teaching Writing At The First Year Of SMA Negeri 1 Gemolong, Sragen.

0 0 12

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS INKUIRI TERBIMBING (GUIDED INQUIRY) UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS (CRITICAL THINKING) KELAS VIIIC SMP NEGERI 2 TEMPEL.

0 0 2

Improving Critical Thinking Skill through Guided Inquiry Learning Model using Multimedia in the Learning of IPA about Force for the Third Grade Students of SD Negeri 1 Mangunweni in the Academic Year of 2016 2017. | aminah | KALAM CENDEKIA PGSD KEBUMEN 10

0 0 5

PENERAPAN MODEL INKUIRI TERBIMBING DALAM PEMBELAJARAN FISIKA PADA POKOK BAHASAN SUHU DAN KALOR THE IMPLEMENTATION OF GUIDED INQUIRY MODEL IN PHYSICS LEARNING IN THE SUBJECT MATTER OF TEMPERATURE AND HEAT

0 0 9