10. BAB II 1

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA DAN DASAR TEORI

2.1 Tinjauan Pustaka

Sigit Raharjo (2013) dari STMIK AKAKOM Yogyakarta dengan judul “Aplikasi Waktu Sholat Dengan Metode Hisab Pada Ponsel Android”. Pada penelitian ini dibahas pembuatan aplikasi waktu sholat yang menggunakan metode hisab dan dapat diakses menggunakan ponsel android. Pada penelitian ini belum dilengkapi dengan fitur pengingat sehingga pengguna harus membuka aplikasi terlebih dahulu untuk mengetahui waktu shalat.

Hotnida Rambe (2012) dari Universitas Komputer Indonesia Bandung dengan judul “Rancang Bangun Aplikasi Mobile Pengingat Sholat Berbasisi Sistem Operasi Android”. Pada penelitian ini dibahas tentang pembuatan analisis dan perancangan sistem menggunakan pemodelan UML.

Muhammad Amiral (2010). Dari Institut Teknologi Indonesia dengan judul “Aplikasi Pengingat Shalat dan Arah Kiblat Menggunakan Global Positioning System (GPS) Berbasis Android 1.6”. Pada penelitian ini dibahas pembuatan aplikasi pengingat


(2)

waktu shalat dan arah kiblat menggunakan GPS berbasis android 1.6.

Pada penelitian ini akan mengembangkan aplikasi pengingat shalat dan arah kiblat dengan memanfaatkan GPS. Aplikasi ini dibangun menggunakan Sistem Operasi Android versi 2.3. Aplikasi ini terdapat beberapa metode perhitungan shalat dan metode pengingat shalat menggunakan beberapa pilihan suara adzan, penambahan fitur time reminder.

2.2 Dasar Teori 2.2.1 Android

Android adalah sistem operasi berbasis Linux yang dirancang untuk perangkat seluler layar sentuh seperti telepon pintar dan komputer tablet.

Android adalah sistem operasi dengan sumber terbuka, dan Google merilis kodenya di bawah Lisensi Apache.[11] Kode dengan

sumber terbuka dan lisensi perizinan pada Android memungkinkan perangkat lunak untuk dimodifikasi secara bebas dan didistribusikan oleh para pembuat perangkat, operator nirkabel, dan pengembang aplikasi.

http://id.wikipedia.org/wiki/Android_(sistem_operasi), diakses pada 12 November 2013.


(3)

2.2.2 Tool Eclipse

Eclipse adalah sebuah IDE (Integrated Development Environment) untuk mengembangkan perangkat lunak dan dapat dijalankan di semua platform (platform-independent).

Eclipse pada saat ini merupakan salah satu IDE favorit dikarenakan gratis dan open source, yang berarti setiap orang boleh melihat kode pemrograman perangkat lunak ini. Selain itu, kelebihan dari Eclipse yang membuatnya populer adalah kemampuannya untuk dapat dikembangkan oleh pengguna dengan komponen yang dinamakan plug-in.

http://id.wikipedia.org/wiki/Eclipse_(perangkat_lunak), diakses pada 14 November 2013.

2.2.3 GPS

GPS (Global Positioning System) secara sederhana dapat didefinisikan sebagai suatu jaringan satelit yang secara terus menerus mentransmisi data, yang dapat digunakan untuk mendefinisikan suatu lokasi di bumi secara akurat dengan mengukur jarak pada satelit.

Untuk mengambil derajat posisi suatu tempat dapat dilakukan dengan 3 cara yaitu :


(4)

1. Satelit

Disini satelit yang dimaksud adalah GPS, karena GPS menentukan posisi degan menggunakan satelit. Satelit GPS mempunyai konstelasi 24 satelit. Dengan adanya 24 satelit di angkasa, 4 sampai 10 satelit GPS setiap saat akan selalu dapat diamati di seluruh permukaan bumi. Sinyal satelit GPS dipancarkan secara broadcast oleh satelit GPS secara kontinyu. Dengan mengamati sinyal satelit menggunakan receiver GPS seseorang dapat menentukan posisi (lintang, bujur) di permukaan bumi. (telkomrdc, 2004)

2. A-GPS

A-GPS (Assisted-Global Positioning System) merupakan penyempurna dari sistem GPS. Pada piranti GPS, sistem melacak terlebih dahulu keberadaan sinyal satelit di sekitarnya sebelum mengetahui posisi. Di perkotaan yang banyak gedung, interfernsi radio dan gangguan lainya membuat sistem GPS terasa lambat dalam menentukan posisi. Ini karena piranti susah mendapat sinyal kuat yang bisa dijadikan sebagai referensi.

Dalam kondisi ini, piranti yang sudah mendukung A-GPS dapat meminta data posisi dari jaringan selular (GSM). Dengan demikian, sistem A-GPS bisa cepat menampilkan informasi yang diperlukan meskipun sinyal satelit banyak terganggu.


(5)

Selain lebih cepat, informasi lokasi yang diberikan cenderung lebih akurat dibanding GPS biasa, karena bisa menangkap banyak sinyal satelit sealigus. (Rumpitekno,2012)

3. Network

Metode lain untuk menentukan posisi adalah dengan mengidentifikasi BTS (base transceiver station) yang terhubung pada telepon selular tersebut. BTS-BTS operator telekomunikasi seluler yang tersebar diseluruh lokasi sudah memiliki posisi (garis lintang dan garis bujur) yang dikenali oleh GPS. Setiap phone cell memperoleh sinyal dari BTS, GPS akan mendeteksi dalam range sekitar BTS tersebut. Dari sini posisi dapat diketahui dengan memadukan posisi BTS dan derajat pada GPS. (Kabarit, 2009)

2.2.4 Waktu Shalat

Secara etimologi shalat berarti do’a dan secara istilah, para ahli fiqih mengartikan secara lahir dan hakiki. Secara lahiriah shalat berarti beberapa ucapan dan perbuatan yang dimulai dengan takbir dan diakhiri dengan salam, yang dengannya kita beribadah kapada Allah menurut syarat-syarat yang telah ditentuka (Sidi Gazalba,88).

Adapun batas waktu shalat fardhu yaitu : 1. Shalat Zuhur


(6)

Waktunya : ketika matahari mulai condong ke arah barat hingga bayangan suatu benda menjadi sama panjangnya dengan benda tersebut

2. Shalat Asar

Waktunya : sejak habisnya waktu zuhur hingga terbenamnya matahari.

3. Shalat Magrib

Waktunya : sejak terbenamnya matahari di ufuk barat hingga hilangnya mega merah di langit.

4. Shalat Isya

Waktunya : sejak hilangnya mega merah di langit hingga terbit fajar.

5. Shalat Subuh

Waktunya : sejak terbitnya fajar (shodiq) hingga terbit matahari.

Waktu shalat dari hari ke hari, dan antara tempat satu dan lainnya bervariasi. Waktu shalat sangat berkaitan dengan peristiwa peredaran semu matahari relatif terhadap bumi. Pada dasarnya untuk menentukan waktu shalat, diperlukan letak geografis, waktu (tanggal), dan ketinggian.

Untuk menentukan waktu shalat, ada beberapa parameter yang mesti diketahui :


(7)

Terdiri dari Tanggal (D), Bulan (M) dan Tahun (Y) yang kemudian dihitung nilai Julian Day (JD) dengan rumus :

JD = 1720994,5 + INT (365,25*Y) + INT (30,6001 (M+1)) + B + D + 12 / 24

Keterangan :

INT : Lambang nilai integer (bilangan bulat) Jika M > 2, maka M dan Y tidak berubah.

Jika M = 1 atau M = 2, maka M + 12 dan Y dikurangi 1 B = 2 + INT (A/4) – A, dimana A = INT (Y/100)

Nilai JD berlaku untuk pukul 12.00 UT atau saat tengah hari di Greenwich. Untuk JD yang digunakan dalam perhitungan yaitu JD lokasi tempat yang ingin ditentukan waktu shalat. Diperoleh JD pukul 12.00 UT waktu Greenwich dikurangi dengan Z/24, dimana Z adalah zona waktu lokasi tersebut.

2. Deklinasi Matahari

Rumus menghitung Deklanasi matahari :

Delta = 0,37877 + 23,264 * sin (57,297 * T – 79, 547) + 0,3812 * sin (2 * 57,297 * T – 82, 682) + 0,17132 * sin (3 * 57,297 * T – 59,722)

Keterangan :

T : sudut tanggal, dengan rumus T = 2 * P1 * (JD – 2451545) / 365,25


(8)

Disini P1 adalah konstanta yang bernilai 3,14159265359 3. Equation Of Time atau Perataan Waktu

Rumus menghitung EOT :

Pertama kali perlu dihitung dahulu Bujur rata-rata matahari L0 dengan rumus :

L0 (bersatuan derajat) = 280,46607 + 36000,7698 * U

dimana U = (JD – 2451545)/36525. L0 bersatuan derajat. Selanjutnya Equation of Time dapat dirumuskan sebagai :

1000*ET = -(1789 + 237*U)*SIN(L0) – (7146 – 62*U)*COS(L0) + (9934 – 14*U)*SIN(2*L0) – (29 + 5*U)*COS(2*L0) + (74 + 10*U)*SIN(3*L0) + (320 – 4*U)*COS(3*L0) – 212*SIN(4*L0)

Rumus untuk menentukan waktu shalat dan terbit matahari adalah sebagai berikut.

 Zhuhur = 12 + Z – B/15 – ET/60

 Ashar = Zhuhur + (Hour Angle Ashar)/15

 Maghrib = Zhuhur + (Hour Angle Maghrib)/15

 Isya’ = Zhuhur + (Hour Angle Isya’)/15  Shubuh = Zhuhur – (Hour Angle Shubuh)/15

 Terbit Matahari = Zhuhur – (Hour Angle Terbit Matahari)/15 Dari rumus di atas, nampak bahwa waktu shalat bergantung pada Hour Angle. Rumus Hour Angle (HA) adalah


(9)

COS(HA) = [SIN(Altitude) - SIN (Lintang) * SIN (Delta)] / [COS (Lintang) * COS(Delta)]

sehingga

Hour Angle = ACOS(COS(HA)).

Rumus Hour Angle dii atas bergantung pada Altitude. Altitude matahari atau sudut ketinggian matahari dari ufuk inilah yang berbeda nilainya untuk setiap waktu shalat. (Eramuslim, 2009)

2.2.5 Kiblat

Arah kota Mekah yang terdapat Ka’bah (sebagai kiblat kaum muslimin) dapat diketahui dari setiap titik di permukaan bumi ini berada pada permukaan bola bumi, maka untuk menentukan arah kiblat dapat dilakukan dengan menggunakan Ilmu Ukur Segitiga Bola (Spherical Trigonometri). Penghitungan dan pengukuran dilakukan dengan derajat sudut dari titik kutub utara, dengan menggunakan alat bantu mesin hitung atau kalkulator.

Untuk perhitungan arah kiblat, ada 3 buah titik yang harus dibuat, yaitu :

1. Titik A, diletakkan di Ka’bah (Mekah)

2. Titik B, diletakkan di lokasi tempat yang akan ditentukan arah kiblatnya.


(10)

Titik A dan titik C adalah dua titik yang tetap (tidak berubah-ubah), karena titik A tepat di Ka’bah (Mekah) dan titik C tepat di kutub utara (titik sumbu), sedangkan titik B senantiasa berubah, mungkin berada di sebelah utara equator dan mungkin pula berada di sebelah selatannya, tergantung pada tempat mana yang akan ditentukan arah kiblatnya.

Bila ketiga titik tersebut dihubungkan dengan garis lengkung pada lingkaran besar, maka terjadilah segitiga bola ABC, seperti gambar di atas. Titik A adalah posisi Ka’bah (Mekah), titik B adalah posisi lokasi tempat/kota, dan titik C adalah kutub utara/titik sumbu.

Gambar di atas, dapatlah diketahui bahwa yang dimaksud dengan perhitungan arah kiblat adalah suatu perhitungan untuk mengetahui berapa besar nilai sudut B, yakni sudut yang diapit oleh sisi a dan sisi c.

Pembuatan gambar segitiga bola seperti di atas sangat berguna untuk membantu menentukan nilai sudut arah kiblat bagi suatu tempat dipermukaan bumi ini dihitung/diukur dari suatu titik arah mataangin ke arah mataangin lainnya, misalnya


(11)

diukur dari titik Utara ke Barat (U-B), atau diukur searah jarum jam dari titik Utara (UTSB).

Untuk perhitungan arah kiblat, hanya diperlukan dua data tempat :

1. data lintang dan bujur Ka’bah (Mekah) f = 21o 25’ LU dan λ =

39o 50’ BT.

2. Data lintang tempat dan bujur tempat lokasi/kota yang akan dihitung arah kiblatnya. Sedangkan data lintang dan bujur tempat lokasi/kota yang akan dihitung arah kiblatnya dapat diambil dari GPS (global positioning system).

Data dan Rumus Arah Kiblat yang Digunakan 1. Data yang Digunakan :

2. Data lintang dan bujur Ka’bah (kota Mekah) yaitu : a. f lintang Ka’bah (kota Mekah) f = 21o 25’ LU

b. λ bujur Ka’bah (kota Mekah) λ = 39o 50’ BT

3. Rumus yang digunakan : a. Rumus arah kiblat

Cotan B = Cotan b Sin a - Cos a Cotan C Sin C


(12)

Sisi a (a) = 90o – ftp

Sisi b (b) = 90o – fmk

b = 90o – 21o 25’ = 68o 35’ (tetap)

Sisi C (c) = λtp – λmk Keterangan :

tp = lintang/bujur tempat, dan mk = lintang/bujur Mekah (Rukyatulhilal, 2009)


(1)

Terdiri dari Tanggal (D), Bulan (M) dan Tahun (Y) yang kemudian dihitung nilai Julian Day (JD) dengan rumus :

JD = 1720994,5 + INT (365,25*Y) + INT (30,6001 (M+1)) + B + D + 12 / 24

Keterangan :

INT : Lambang nilai integer (bilangan bulat) Jika M > 2, maka M dan Y tidak berubah.

Jika M = 1 atau M = 2, maka M + 12 dan Y dikurangi 1 B = 2 + INT (A/4) – A, dimana A = INT (Y/100)

Nilai JD berlaku untuk pukul 12.00 UT atau saat tengah hari di Greenwich. Untuk JD yang digunakan dalam perhitungan yaitu JD lokasi tempat yang ingin ditentukan waktu shalat. Diperoleh JD pukul 12.00 UT waktu Greenwich dikurangi dengan Z/24, dimana Z adalah zona waktu lokasi tersebut.

2. Deklinasi Matahari

Rumus menghitung Deklanasi matahari :

Delta = 0,37877 + 23,264 * sin (57,297 * T – 79, 547) + 0,3812 * sin (2 * 57,297 * T – 82, 682) + 0,17132 * sin (3 * 57,297 * T – 59,722)

Keterangan :

T : sudut tanggal, dengan rumus T = 2 * P1 * (JD – 2451545) / 365,25


(2)

Disini P1 adalah konstanta yang bernilai 3,14159265359 3. Equation Of Time atau Perataan Waktu

Rumus menghitung EOT :

Pertama kali perlu dihitung dahulu Bujur rata-rata matahari L0 dengan rumus :

L0 (bersatuan derajat) = 280,46607 + 36000,7698 * U

dimana U = (JD – 2451545)/36525. L0 bersatuan derajat. Selanjutnya Equation of Time dapat dirumuskan sebagai :

1000*ET = -(1789 + 237*U)*SIN(L0) – (7146 – 62*U)*COS(L0) + (9934 – 14*U)*SIN(2*L0) – (29 + 5*U)*COS(2*L0) + (74 + 10*U)*SIN(3*L0) + (320 – 4*U)*COS(3*L0) – 212*SIN(4*L0)

Rumus untuk menentukan waktu shalat dan terbit matahari adalah sebagai berikut.

 Zhuhur = 12 + Z – B/15 – ET/60

 Ashar = Zhuhur + (Hour Angle Ashar)/15  Maghrib = Zhuhur + (Hour Angle Maghrib)/15  Isya’ = Zhuhur + (Hour Angle Isya’)/15

 Shubuh = Zhuhur – (Hour Angle Shubuh)/15

 Terbit Matahari = Zhuhur – (Hour Angle Terbit Matahari)/15 Dari rumus di atas, nampak bahwa waktu shalat bergantung pada Hour Angle. Rumus Hour Angle (HA) adalah


(3)

COS(HA) = [SIN(Altitude) - SIN (Lintang) * SIN (Delta)] / [COS (Lintang) * COS(Delta)]

sehingga

Hour Angle = ACOS(COS(HA)).

Rumus Hour Angle dii atas bergantung pada Altitude. Altitude matahari atau sudut ketinggian matahari dari ufuk inilah yang berbeda nilainya untuk setiap waktu shalat. (Eramuslim, 2009)

2.2.5 Kiblat

Arah kota Mekah yang terdapat Ka’bah (sebagai kiblat kaum muslimin) dapat diketahui dari setiap titik di permukaan bumi ini berada pada permukaan bola bumi, maka untuk menentukan arah kiblat dapat dilakukan dengan menggunakan Ilmu Ukur Segitiga Bola (Spherical Trigonometri). Penghitungan dan pengukuran dilakukan dengan derajat sudut dari titik kutub utara, dengan menggunakan alat bantu mesin hitung atau kalkulator.

Untuk perhitungan arah kiblat, ada 3 buah titik yang harus dibuat, yaitu :

1. Titik A, diletakkan di Ka’bah (Mekah)

2. Titik B, diletakkan di lokasi tempat yang akan ditentukan arah kiblatnya.


(4)

Titik A dan titik C adalah dua titik yang tetap (tidak berubah-ubah), karena titik A tepat di Ka’bah (Mekah) dan titik C tepat di kutub utara (titik sumbu), sedangkan titik B senantiasa berubah, mungkin berada di sebelah utara equator dan mungkin pula berada di sebelah selatannya, tergantung pada tempat mana yang akan ditentukan arah kiblatnya.

Bila ketiga titik tersebut dihubungkan dengan garis lengkung pada lingkaran besar, maka terjadilah segitiga bola ABC, seperti gambar di atas. Titik A adalah posisi Ka’bah (Mekah), titik B adalah posisi lokasi tempat/kota, dan titik C adalah kutub utara/titik sumbu.

Gambar di atas, dapatlah diketahui bahwa yang dimaksud dengan perhitungan arah kiblat adalah suatu perhitungan untuk mengetahui berapa besar nilai sudut B, yakni sudut yang diapit oleh sisi a dan sisi c.

Pembuatan gambar segitiga bola seperti di atas sangat berguna untuk membantu menentukan nilai sudut arah kiblat bagi suatu tempat dipermukaan bumi ini dihitung/diukur dari suatu titik arah mataangin ke arah mataangin lainnya, misalnya


(5)

diukur dari titik Utara ke Barat (U-B), atau diukur searah jarum jam dari titik Utara (UTSB).

Untuk perhitungan arah kiblat, hanya diperlukan dua data tempat :

1. data lintang dan bujur Ka’bah (Mekah) f = 21o 25’ LU dan λ = 39o 50’ BT.

2. Data lintang tempat dan bujur tempat lokasi/kota yang akan dihitung arah kiblatnya. Sedangkan data lintang dan bujur tempat lokasi/kota yang akan dihitung arah kiblatnya dapat diambil dari GPS (global positioning system).

Data dan Rumus Arah Kiblat yang Digunakan 1. Data yang Digunakan :

2. Data lintang dan bujur Ka’bah (kota Mekah) yaitu : a. f lintang Ka’bah (kota Mekah) f = 21o 25’ LU b. λ bujur Ka’bah (kota Mekah) λ = 39o 50’ BT 3. Rumus yang digunakan :

a. Rumus arah kiblat

Cotan B = Cotan b Sin a - Cos a Cotan C Sin C


(6)

Sisi a (a) = 90o – ftp Sisi b (b) = 90o – fmk

b = 90o – 21o 25’ = 68o 35’ (tetap) Sisi C (c) = λtp – λmk

Keterangan :

tp = lintang/bujur tempat, dan mk = lintang/bujur Mekah (Rukyatulhilal, 2009)