FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KETIMPANGAN PEMBANGUNAN EKONOMI PROVINSI DKI JAKARTA TAHUN 2009-2013

(1)

FACTORS THAT AFFECTING TO THE INEQUALITY OF ECONOMICS DEVELOPMENT IN DKI JAKARTA PROVINCE PERIOD 2009-2013

By

RANGGA SATRIA RAHARDIANSYAH

Inequality of economic often used as an indicator of differences in income per capita on average, inter-group income levels, employment among groups, and between regions. This study aims to provide empirical evidence about the influence of labor, unemployment and poor people to the inequality of economic development. This study uses panel data consisting of 5 districts in the province of DKI Jakarta. Analysis with Random Effect and uses eviews 6.0 software.

Calculation shows that the variable labor, unemployment and poor people affect the inequality of economic development in DKI Jakarta Province either partially or jointly. But in partial influence of labor have a negative effect on the level of inequality of economic development in DKI Jakarta province during the study year 2009-2013.

Keyword : inequality of economic development, panel data, Williamson indeks, employment, unemployment, poor people, development, random effect.


(2)

ABSTRAK

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KETIMPANGAN PEMBANGUNAN EKONOMI PROVINSI DKI JAKARTA

TAHUN 2009-2013

Oleh

RANGGA SATRIA RAHARDIANSYAH

Ketimpangan ekonomi sering digunakan sebagai indikator perbedaan pendapatan per kapita rata-rata, antar kelompok tingkat pendapatan, antar kelompok lapangan kerja, dan antar wilayah. Penelitian ini bertujuan untuk memberikan bukti empiris mengenai pengaruh pengaruh tenaga kerja, pengangguran dan penduduk miskin terhadap tingkat ketimpangan pembangunan ekonomi Penelitian ini menggunakan data panel yang terdiri dari 5 Kotamadya di Provinsi DKI Jakarta. Data dianalisis dengan pendekatan Random Effect dan dianalisis menggunakan program eviews 6.0. Hasil perhitungan menunjukkan bahwa variabel tenaga kerja, pengangguran, dan penduduk miskin berpengaruh terhadap ketimpangan pembangunan ekonomi di Provinsi DKI Jakarta baik secara parsial maupun bersama-sama selama tahun penelitian 2009-2013. Tetapi secara parsial variabel tenaga kerja mempunyai pengaruh negatif terhadap tingkat ketimpangan pembangunan ekonomi di Provinsi DKI Jakarta selama tahun penelitian2009-2013.

Kata Kunci : Ketimpangan pembangunan ekonomi, data panel, Indeks

Williamson (IW), Tenaga Kerja (TK), Pengangguran (P), Penduduk miskin (PM), random effect


(3)

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KETIMPANGAN PEMBANGUNAN EKONOMI PROVINSI DKI JAKARTA

TAHUN 2009-2013

Oleh

RANGGA SATRIA RAHARDIANSYAH

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Mencapai Gelar SARJANA EKONOMI

Pada

Jurusan Ekonomi Pembangunan

Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Lampung

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG 2015


(4)

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KETIMPANGAN PEMBANGUNAN EKONOMI PROVINSI DKI JAKARTA

TAHUN 2009-2013

(Skripsi)

Oleh

RANGGA SATRIA RAHARDIANSYAH

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG 2015


(5)

vi

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1. Kerangka Pemikiran Teoritis ... 13 2. Kurva Ketimpangan Regional ... 18


(6)

i DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI ... i

DAFTAR TABEL ... iii

DAFTAR LAMPIRAN ... iv

DAFTAR GAMBAR ... vi

I . PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 10

C. Tujuan Penelitian ... 10

D. Kegunaan Penelitian ... 11

E. Kerangka Penelitian ... 12

F. Hipotesis ... 14

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 15

A. Pembangunan Ekonomi ... 15

B. Pembangunan Ekonomi Daerah ... 16

C. Konsep Ketimpangan ... 22

D. Tenaga Kerja ... 26

E. Pengangguran ... 27

F. Penduduk Miskin ... 29

G. Indeks Williamson ... 31

H. Teori Data Panel ... ... 32

I. Tinjauan Penelitian Terdahulu ... 37

III. METODE PENELITIAN ... 42

A. Jenis dan Sumber Data ... 42


(7)

ii

F. Uji Asumsi Klasik ... 56

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 58

A. Keadaan Geografis ... 58

B. Analisis Data ... 61

C. Hasil regresi Data Panel Dengan Pendekatan Pooled Least Square... 67

D. Estimasi Persamaan Regresi Data Panel dengan Pendekatan Efek Tetap 68 E. Estimasi Persamaan Regresi Data Panel dengan Pendekatan Efek Acak. 69 F. Hasil Pemilihan Teknik Estimasi Regresi Data Panel ... 70

G. Estimasi Persamaan Regresi Data Panel dengan Pendekatan Random .... 73

H. Pengujian Hipotesis ... 76

I. Pembahasan ... 78

IV. SIMPULAN DAN SARAN ... 84

Simpulan ... 84

Saran ... 85

DAFTAR PUSTAKA


(8)

iv

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman

1. Data Tenaga Kerja Kotamadya di Provinsi DKI Jakarta ... L-1-1 2. Data Pengangguran Kotamadya di Provinsi DKI Jakarta ... L-1-2 3. Data Penduduk Miskin Kotamadya di Provinsi DKI Jakarta... L-1-3 4. PDRB Per Kapita Atas Dasar Harga Konstan 2000 ... L-2-1 5. Jumlah Penduduk Kotamadya DKI Jakarta ... L-2-2 6. Perhitungan PDRB Per Kapita Kotamadya DKI Jakarta ... L-3 7. Perhitungan Indeks Williamson Kotamadya DKI Jakarta

Tahun 2009 ... L-4 8. Perhitungan Indeks Williamson Kotamadya DKI Jakarta

Tahun 2010 ... L-4 9. Perhitungan Indeks Williamson Kotamadya DKI Jakarta

Tahun 2011 ... L-5 10. Perhitungan Indeks Williamson Kotamadya DKI Jakarta

Tahun 2012 ... L-5 11. Perhitungan Indeks Williamson Kotamadya DKI Jakarta


(9)

v

13. Data Regresi. ... L-7 14. Data Regresi (Logaritma Natural) ... L-8 15. Pooled Least Square ... L-9 16. Fixed Effect ... L-10 17. Random Effect ... L-11 18. Chow Test ... L-12 19. Hausman Test ... L-13 20. Normality Test ... L-14


(10)

iii

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. Persentase Penduduk Miskin Menurut Provinsi di Pulau Jawa ... 5

2. PDRB per Kapita ADHK 2000 Provinsi DKI Jakarta ... 6

3. Kondisi Ketenagakerjaan Provinsi DKI Jakarta ... 7

4. Kondisi Kependudukan Provinsi DKI Jakarta ... 9

5. Nama Variabel, Simbol, Periode Waktu, Satuan Pengukuran dan Sumber Data ... 48

6. Ketimpangan Pembangunan Ekonomi Menurut Indeks Williamson ... 61

7. Jumlah Tenaga Kerja Kotamadya Provinsi DKI Jakarta ... 63

8. Persentase Penduduk Bekerja di Kotamadya di Provinsi DKI Jakarta ... 64

9. Jumlah Pengangguran di Provinsi DKI Jakarta ... 65

10. Penduduk Miskin Kotamadya di Provinsi DKI Jakarta ... 66

11. Hasil Regresi Data Panel dengan Pendekatan Pooled Least Square ... 67

12. Hasil Regresi Data Panel dengan Pendekatan Efek Tetap ... 68

13. Hasil Regresi Data Panel dengan Pendekatan Efek Acak………..69

14. Hasil Estimasi Data Panel dengan Uji Chow………..72

15. Hasil Estimasi Data Panel dengan Uji Hausman ... 73

16. Pengaruh Tenaga Kerja, Pengangguran dan Penduduk Miskin Terhadap Tingkat Ketimpangan Pembangunan Ekonomi Di Provinsi DKI Jakarta 74 17. Nilai Koefisien Random Effect pada Intersep Tiap Kotamadya di Provinsi DKI Jakarta ... 75

18. Hasil Uji Parsial (Uji t-Statistik) ... 77


(11)

(12)

(13)

(14)

MOTO

“Barang siapa bersungguh-sungguh, sesungguhnya kesungguhan itu adalah untuk dirinya sendiri ”

(QS. Al-Ankabut 29:6)

“Don’t focus on how far you have to go, but focus on far you have done” (Rangga Satria Rahardiansyah)


(15)

PERSEMBAHAN

Skripsi ini kupersembahkan kepada :

1. Ibu dan Ayahku yang dengan kesabaran, kesempurnaan cinta dan kasih sayangnya mengantarkanku mencapai segala cita –cita serta ikhlasnya do’a sehingga semua perjalanan hidup, cita, cinta keinginan aku dapatkan sampai hari ini dan kelak untuk hari-hari selanjutnya

2. Adik bibing, yang tanpa dia sadari bahwa dia penyemangat dalam hidupku untuk terus berusaha mencapai segala cita dan kebahagiaan

3. Terakhir, aku persembahkan secara khusus untuk nenek tercinta yang tidak sempat melihat keberhasilanku saat ini, tapi di atas sanabeliau tetap

mendukung dan selalu mengharapkan yang terbaik untuk anak-anak dan cucu-cucunya.


(16)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di DKI Jakarta, Provinsi DKI Jakarta pada tanggal 28 juli 1992, sebagai anak pertama dari dua bersaudara, dari bapak Nurul Hidayat dan Ibu Sugiarti, S.Pd., M.Pd.

Pendidikan Taman Kanak-Kanak (TK) Swara Swari Jakarta Utara Diselesaikan tahun 1998, Sekolah Dasar (SD) diselesaikan di SD N 05 Pegangsaan Dua, Kelapa Gading tahun 2004. Sekolah Menengah Pertama (SMP) di SMP N 123 Jakarta pada tahun 2007, dan Sekolah Menengah Atas (SMA) di SMA N 45 Jakarta pada tahun 2010.

Tahun 2010, penulis terdaftar sebagai mahasiswa Jurusan Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi Dan Bisnis Universitas Lampung melalui jalur SNMPTN. Pada tahun 2013 penulis mengikuti program KKN (Kuliah Kerja Nyata) di Kota Agung Timur dan KKL (Kuliah Kunjungan Lapangan) di Bank Indonesia


(17)

SANWACANA

Segala puji dan syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT yang telah

memberikan rahmat dan hidayahnya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Ketimpangan Pembangunan Ekonomi Provinsi DKI Jakarta Tahun 2009-2013” sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana Ekonomi pada Jurusan Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Lampung.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih yang tulus kepada semua pihak yang telah memberikan bimbingan, dukungan, dan bantuan selama proses penyelesaian skripsi ini. Secara khusus, penulis ucapkan terima kasih kepada: 1. Bapak Prof. Dr. Hi. Satria Bangsawan, S.E., M.Si., selaku Dekan Fakultas

Ekonomi dan Bisnis Universitas Lampung.

2. Bapak Muhammad Husaini, S.E., M.E.P., selaku Ketua Jurusan Ekonomi Pembangunan.

3. Ibu Asih Murwiati, S.E., M.E., selaku Sekretaris Jurusan Ekonomi Pembangunan. Terima kasih untuk masukan dan saran-sarannya. 4. Bapak M.A Irsan Dalimunthe, S.E., M.Si Pembimbing Skripsi atas

kesediaannya untuk memberikan bimbingan, saran dan kritik dalam proses penyelesaian skripsi.


(18)

5. Bapak Johannis Damiri, S.E.,M.Si, Ph.D. selaku Pembimbing Akademik. 6. Seluruh dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis, yang telah memberikan ilmu

dan pelajaran yang sangat bermanfaat selama masa perkuliahan.

7. Seluruh pegawai jurusan Ekonomi Pembangunan. Mas Kuswara, Mas feri, Ibu Mardiana, Ibu Yati, Pakde Heriyanto, Pak Ikhman dan Mas Ma’ruf serta para pegawai Fakultas Ekonomi dan Bisnis.

8. Orang tuaku Tercinta, Papa ku tersayang Nurul Hidayat, Mama ku tersayang Sugiarti, dan Adikku tersayang Putri Nurhidayati beserta keluarga besarku terima kasih atas semua limpahan kasih sayang, dukungan doa, dan bantuan yang telah diberikan selama ini.

9. Teman baikku Hadi febrianto, S,E, Andika Mahardika, S.E. Ridwan Amin, S.E. dan Ade Poetra. Terima kasih atas waktu serta bantuan dalam

menyelesaikan skripsi ini.

10. Sahabat-sahabat A108 yang telah berjuang bersama-sama. Terima kasih untuk segalanya. Percayalah segala usaha yang telah kita lakukan selama ini kelak akan berbuah manis.

11. Teman-teman seperjuangan Ekonomi Pembangunan 2010. dan teman-teman lainnya yang tidak dapat disebutkan satu persatu satu karena telah

memberikan banyak warna dikehidupan penulis.

12. Teman-teman seperjuangan, Akang, Ade Koplak, Rendi, Thariq. Terimakasih telah berjuang bersama-sama dalam proses penyelesaian skripsi.

13. Sahabat-sahabat kosan Katab, Aris, Weli anak Chiki, Udin dan Rush-Man dan para tarbiji lain. Terima kasih untuk dukungannya selama ini.


(19)

15. Pacar Intan Mentari Coeg tercinta, terima kasih atas motivasi dan dukunganya selama ini.

16. Beberapa pihak yang telah banyak memberikan kontribusi dalam penulisan skripsi ini yang tidak bisa disebutkan satu per satu. Terima kasih.

Akhir kata, penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, akan tetapi sedikit harapan semoga skripsi yang sederhana ini dapat berguna dan bermanfaat bagi kita semua. Aamiin.

Bandar Lampung, Desember 2015 Penulis,


(20)

I. PENDAHULUAN

A. Latar belakang

Pembangunan ekonomi pada umumnya didefinisikan sebagai suatu proses yang menyebabkan pendapatan per kapita penduduk suatu wilayah meningkat dalam jangka panjang (Sukirno, 2006). Pembangunan ekonomi juga didefinisikan sebagai proses yang dapat menciptakan pendapatan riil perkapita sebuah negara meningkat untuk periode jangka panjang dengan syarat, jumlah orang hidup di bawah garis kemiskinan mutlak tidak naik, dan distribusi pendapatan tidak semakin timpang (Tarigan, 2007).

Ketimpangan, pemerataan, dan infrastruktur sebenarnya telah dikenal cukup lama di Indonesia, misalnya hal tersebut melatar belakangi program padat karya, berbagai pembangunan infrastruktur, seperti dalam program perbaikan kampung, perbaikan jalan, pos kampling, sungai, irigasi, listrik, telepon, pelayanan

kesehatan, pendidikan dan lain-lain (Hartono, 2008). Ketimpangan pembangunan antar daerah dengan pusat dan antar daerah satu dengan daerah lain merupakan suatu hal yang wajar, karena adanya perbedaan dalam sumber daya dan awal pelaksanaan pembangunan antar daerah. (Hartono, 2008). Ketimpangan yang paling lazim dibicarakan adalah ketimpangan ekonomi. Ketimpangan ekonomi sering digunakan sebagai indikator perbedaan pendapatan per kapita rata-rata, antar kelompok tingkat pendapatan, antar kelompok lapangan kerja, dan antar


(21)

wilayah. Pendapatan per kapita rata-rata suatu daerah dapat disederhanakan menjadi Produk Domestik Regional Bruto dibagi dengan jumlah penduduk. Cara lain yang bisa digunakan adalah dengan mendasarkan kepada pendapatan personal yang didekati dengan pendekatan konsumsi (Widiarto, 2001). Dalam pengukuran ketimpangan pembangunan ekonomi regional digunakan Indeks Williamson.

Masalah besar yang umumnya dihadapi oleh negara-negara berkembang termasuk Indonesia adalah kesenjangan ekonomi atau ketimpangan dalam distribusi

pendapatan antara kelompok masyarakat berpendapatan tinggi dan kelompok masyarakat berpendapatan rendah serta tingkat kemiskinan atau jumlah orang berada di bawah garis kemiskinan (poverty line) (Aldilla, 2011).

Istilah pembangunan bisa saja diartikan berbeda oleh masing-masing orang, daerah satu dengan lainnya maupun negara satu dengan negara lainnya. Penting bagi kita untuk dapat memiliki definisi yang sama dalam mengartikan

pembangunan. Pembangunan ekonomi adalah proses yang dapat menciptakan pendapatan riil perkapita sebuah Negara meningkat untuk periode jangka panjang dengan syarat, sejumlah orang hidup di bawah garis kemiskinan mutlak tidak naik, dan distribusi pendapatan tidak semakin timpang (Tarigan, 2007).

Permasalahan ketimpangan pembangunan ekonomi tidak dapat dipisahkan dari permasalahan kemiskinan, biasanya terjadi pada negara miskin dan berkembang. Ketimpangan ini pada awalnya disebabkan oleh adanya perbedaan kandungan sumber daya alam dan perbedaan kondisi demografi (keadaaan geografis dan keadaan penduduk) yang terdapat pada masing – masing wilayah. Akibat dari perbedaan ini, kemampuan suatu daerah untuk meningkatkan pertumbuhan


(22)

3

ekonomi dan mendorong proses pembangunan juga menjadi berbeda (Zahara, 2014).

Terjadinya ketimpangan pembangunan antar wilayah ini selanjutnya membawa implikasi terhadap tingkat kesejahteraan masyarakat pada wilayah bersangkutan. Biasanya implikasi ini ditimbulkan dalam bentuk kecemburuan dan ketidakpuasan masyarakat yang dapat pula berlanjut dengan implikasi politik dan ketentraman masyarakat. Karena itu, aspek ketimpangan pembangunan ekonomi antar wilayah ini perlu ditanggulangi melalui formulasi kebijakan pembangunan wilayah yang dilakukan oleh pemerintah daerah.

Ketimpangan memiliki dampak positif maupun dampak negatif. Dampak positif dari adanya ketimpangan adalah dapat mendorong wilayah lain yang kurang maju untuk dapat bersaing dan meningkatkan pertumbuhan guna meningkatkan

kesejahteraannya. Sedangkan dampak negatif dari ketimpangan yang ekstrim antara lain inefisiensi ekonomi, melemahkan stabilitas sosial dan solidaritas, serta ketimpangan yang tinggi pada umumnya dipandang tidak adil (Todaro, 2000). Dampak negatif inilah yang menyebabkan ketimpangan yang tinggi menjadi salah satu masalah dalam pembangunan dalam menciptakan kesejahteraan di suatu wilayah (Todaro, 2000).

Yuki Angelia (2010) melakukan penelitian tentang ketimpangan pembangunan antar wilayah di Provinsi DKI Jakarta, hasil penelitiannya menunjukan bahwa kondisi ketimpangan pembangunan antar wilayah di Provinsi DKI Jakarta Tahun 1995-2008 cenderung mengalami peningkatan. Penelitian ini juga menunjukan


(23)

bahwa wilayah yang memiliki pertumbuhan relatif lambat adalah Kotamadya Jakarta Barat dan Kotamadya Jakarta Timur.

Pembangunan ekonomi daerah adalah suatu proses dimana pemerintah daerah dan seluruh komponen masyarakat mengelola berbagai sumber daya yang ada dan membentuk suatu pola kemitraan untuk menciptakan suatu lapangan pekerjaan baru dan merangsang perkembangan kegiatan ekonomi dalam daerah tersebut. Tolak ukur keberhasilan pembangunan ekonomi dapat dilihat dari pertumbuhan ekonomi, semakin kecilnya ketimpangan pendapatan antar penduduk, antar daerah, dan antar sektor (Widiarto, 2001).

Provinsi DKI Jakarta mengarahkan pembangunan daerahnya untuk menggali potensi yang ada guna mencapai pemerataan pendapatan, kesempatan kerja, tingkat partisipasi angkatan kerja serta pertumbuhan ekonomi yang tinggi di berbagai daerah (Angelia, 2010). Dengan tingginya angkatan kerja di DKI Jakarta, dapat diartikan bahwa sedikitnya jumlah masyarakat miskin di daerah itu dan faktanya menurut data Badan Pusat Statistik, Provinsi DKI Jakarta memiliki jumlah penduduk miskin yang paling kecil di Pulau Jawa dibandingkan dengan provinsi lainnya.

Perkembangan penduduk miskin menurut provinsi di Pulau Jawa seperti terlihat pada Tabel 1. Dari tabel 1 tersebut memperlihatkan bahwa pada tahun penelitian, Provinsi DKI Jakarta mempunyai rata-rata persentase kemiskinan paling rendah di Pulau Jawa setelah Provinsi Banten dan Provinsi Jawa Barat yaitu sebesar 3,73 persen dibandingkan dengan provinsi lainnya di Pulau Jawa. Hal ini


(24)

5

dibandingkan dengan Provinsi lainnya di Pulau Jawa tetapi tidak mengindikasikan pembangunan yang terjadi secara merata di wilayah Provinsi DKI Jakarta.

Tabel 1. Persentase Penduduk Miskin Menurut Provinsi di Pulau Jawa Tahun 2009-2013 (Persen)

Provinsi Tahun Rata

Rata

2009 2010 2011 2012 2013

DKI Jakarta 3,62 3,48 3,75 3,70 4,09 3,73 Jawa Barat 11,96 11,27 10,65 9,98 9,18 10,59 Jawa Tengah 17,72 16,56 15,65 14,98 13,58 15,72 DI Yogyakarta 17,23 16,83 16,08 15,88 14,55 16,11 Jawa Timur 16,68 15,26 14,23 13,08 12,28 14,31

Banten 7,64 7,16 6,23 5,51 5,51 6,45

Sumber: Badan Pusat Statistik

Berdasarkan administrasi wilayah, secara administratif Provinsi DKI Jakarta terdiri dari 6 Provinsi, 44 Kecamatan, dan 267 Kelurahan dengan luas wilayah sebesar 661,52 km² (lautan: 6.977,5 km²), daerah yang memiliki luas wilayah terbesar di Provinsi DKI Jakarta adalah Kotamadya Jakarta Timur yaitu 187,75 Km2 dan daerah dengan luas wilayah paling kecil adalah Kepulauan seribu dengan luas 11,8 Km2.

Karena Provinsi DKI Jakarta mempunyai persentase penduduk miskin yang paling rendah dan relatif tetap di antara provinsi lain di Pulau Jawa maka wajar bila Provinsi DKI Jakarta mempunyai PDRB per kapita yang tinggi dan cenderung terus meningkat setiap tahunnya. Terlihat dalam Tabel 2, bahwa PDRB per kapita Provinsi DKI Jakarta pada tahun 2009 sebesar Rp. 296.873.000 dan terus

meningkat sampai pada tahun 2013 sebesar Rp.315.757.000. Kotamadya Jakarta Barat menjadi daerah yang terkecil dalam memperoleh PDRB per kapita dalam tahun penelitian di antara kotamadya lainnya, yaitu sebesar Rp.28.364.000.


(25)

Tabel 2. PDRB per Kapita Atas Dasar Harga Konstan 2000 Provinsi DKI Jakarta Tahun 2009-2013 (Juta Rupiah)

Kotamadya Tahun Rata-Rata

2009 2010 2011 2012 2013

Kepulauan Seribu 54,089 53,087 48,518 50,585 47,775 50,811 Jakarta Selatan 38,533 43,113 44,447 49,300 101,159 55,310 Jakarta Timur 25,689 24,844 24,231 27,334 47,673 29,954 Jakarta Pusat 106,605 114,431 97,901 110,647 54,690 96,855 Jakarta Barat 24,924 25,768 27,602 29,979 33,549 28,364 Jakarta Utara 47,032 44,601 45,473 50,296 30,910 43,662

DKI Jakarta 296,873 305,844 288,172 318,141 315,757 304,957

Sumber : Badan Pusat Statistik

Laju pertumbuhan ekonomi Di Provinsi DKI Jakarta yang cenderung meningkat menunjukan bahwa DKI Jakarta sudah mampu melaksanakan pembangunan ekonomi dengan baik. Akan tetapi hal ini tidak serta merta mengindikasikan bahwa pembangunan ekonomi di DKI Jakarta terjadi secara merata (Angelia 2010). Dapat dilihat bahwa rata rata PDRB per kapita di wilayah Kotamadya Jakarta Barat yang paling rendah dan jauh berbeda dengan PDRB per kapita di wilayah Kotamadya Jakarta Pusat. Hal ini mengindikasikan adanya ketimpangan pembangunan antara Kotamadya Jakarta Barat dan Kotamadya Jakarta Pusat

Pertumbuhan ekonomi yang tinggi diharapkan akan meningkatkan kesejahteraan. Harapannya pada saat pertumbuhan ekonomi suatu wilayah meningkat, akan mengurangi ketimpangan di dalam wilayah tersebut, akan tetapi pertumbuhan ini harus diimbangi dengan pemerataan pendapatan per kapita bagi seluruh

masyarakat. Peningkatan serta tingginya pertumbuhan di seluruh wilayah Provinsi DKI Jakarta diharapkan terjadi secara merata dan dapat meningkatkan


(26)

7

Gambaran perkembangan pembangunan daerah tidak lepas dari perkembangan jumlah angkatan kerja antar daerah. Provinsi DKI Jakarta merupakan barometer perekonomian Indonesia dan merupakan daerah tujuan para pencari kerja dari berbagai daerah. Maka dari itu diperlukan juga campur tangan pemerintah untuk mengurangi ketimpangan pembangunan ekonomi antar daerah di Provinsi DKI Jakarta, oleh karena itu penelitian ini memfokuskan hanya kepada pengaruh tenaga kerja, pengangguran dan kemiskinan sebagai faktor-faktor yang mempengaruhi ketimpangan pembangunan ekonomi di Provinsi DKI Jakarta.

Jumlah angkatan kerja yang ada dalam suatu wilayah dapat mempengaruhi tingkat ketimpangan. Dengan adanya angkatan kerja yang meningkat berarti ada kenaikan kegitan ekonomi dan tingkat kemakmuran, sehingga ketimpangan mengalami penurunan (Angelia, 2010).

Berikut tabel yang memperlihatkan data ketenagakerjaan selama 5 tahun (2009-2013) di Provinsi DKI Jakarta.

Tabel 3. Kondisi Ketenagakerjaan Provinsi DKI Jakarta Tahun 2009-2013 (Jiwa)

Tahun Jumlah Penduduk Tenaga Kerja Pengangguran Angkatan Kerja

2009 8.523.157 4.118.390 569.337 4.687.727

2010 9.607.787 4.689.761 582.843 5.272.604

2011 9.752.144 4.588.418 555.408 5.143.826

2012 9.869.138 4.838.596 529.976 5.368.572

2013 9.969.948 4.712.836 467.178 5.180.014

Sumber : Badan Pusat Statistik

Tabel 3, menunjukkan penduduk Provinsi DKI Jakarta Tahun 2009 berjumlah 8.523.157 jiwa terdiri dari 4.687.727 jiwa angkatan kerja, sedangkan tenaga kerja yang terserap hanya berjumlah 4.118.390 jiwa, sehingga tingkat pengangguran yang terjadi berjumlah 569.337 jiwa, dan pada Tahun 2013 jumlah penduduk berjumlah 9.969.948 jiwa terdiri dari 5.180.014 jiwa angkatan kerja, sedangkan


(27)

tenaga kerja yang terserap hanya berjumlah 4.712.836 jiwa, sehingga tingkat pengangguran yang terjadi berjumlah 467.178 jiwa. Tenaga Kerja terus

mengalami peningkatan dari Tahun 2009 yang berjumlah 4.118.390 jiwa sampai dengan tahun 2013 dengan tenaga kerja sebesar 4.712.836.jiwa begitu pula dengan angka pengangguran di DKI Jakarta yang terus meningkat. Di sisi lain gelombang pencari kerja juga mengalir mengejar kesempatan bekerja dari kota-kota lainnya ke daerah DKI Jakarta yang kaya potensi. Hal ini menjadi masalah kepadatan penduduk bagi daerah yang menerima pencari kerja dari daerah-daerah miskin ke kota besar. Karena itu di kota-kota besar relatif banyak golongan ekonomi lemah dari penduduk asli ataupun dari daerah-daerah lain yang dapat mengakibatkan saling berebut tempat dan peluang antar kelompok daerah asal (Munir, 2003).

Provinsi DKI Jakarta mengarahkan pembangunan daerahnya untuk menggali potensi yang ada guna mencapai pemerataan pendapatan, kesempatan kerja, tingkat partisipasi angkatan kerja serta pertumbuhan ekonomi yang tinggi di berbagai daerah (Angelia, 2010). Dengan tingginya angkatan kerja di DKI Jakarta, dapat diartikan bahwa sedikitnya jumlah masyarakat miskin di daerah itu dan faktanya menurut data Badan Pusat Statistik, Provinsi DKI Jakarta memiliki jumlah penduduk miskin yang relatif kecil dari tahun 2009 sampai tahun 2013


(28)

9

Tabel 4. Kondisi Kependudukan Provinsi DKI Jakarta

Tahun Kependudukan Jumlah Penduduk (Jiwa) Penduduk Miskin (Jiwa) Penduduk Miskin (Dalam Persen)

2009 8.523.157 323.880 3,80

2010 9.607.787 388.145 4,04

2011 9.752.144 355.000 3,64

2012 9.869.138 365.158 3,70

2013 9.969.948 370.882 3,72

Sumber : Badan Pusat Statistik

Perkembangan penduduk miskin menurut tahun di wilayah Provinsi DKI Jakarta seperti terlihat pada Tabel 4. Dari tabel 4 diatas memperlihatkan bahwa tahun 2011 mempunyai persentase kemiskinan yang paling rendah dengan 3,64 persen dan yang paling tinggi persentase penduduk miskinnya adalah tahun 2010 dengan 4,04 persen. Hal ini mengidentifikasikan masih adanya ketidakmerataan

pembangunan ekonomi yang terjadi di Provinsi DKI Jakarta dari tahun 2009 sampai dengan tahun 2013.

Menurut Badan Pusat Statistik (BPS), jumlah penduduk Provinsi DKI Jakarta secara keseluruhan berdasarkan sensus penduduk tahun 2013 yaitu sekitar 9,96 juta jiwa. Dengan jumlah penduduk sebesar itu maka seharusnya dapat membantu pembangunan dengan pendapatan per kapitanya, akan tetapi jika tidak

diberdayakan maka hanya akan menambah beban pembangunan.

Dari latar belakang diatas, maka penelitian ini mengambil judul “FAKTOR -FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KETIMPANGAN PEMBANGUNAN EKONOMI PROVINSI DKI JAKARTA TAHUN 2009-2013” untuk

menghitung seberapa besar tingkat ketimpangan yang terjadi di DKI Jakarta dan pengaruh variabel tenaga kerja, pengangguran, dan penduduk miskin di DKI Jakarta.


(29)

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka fokus permasalahan dalam penelitian ini adalah pada analisis tentang :

1. Bagaimana kondisi tingkat ketimpangan pembangunan ekonomi di wilayah Provinsi DKI Jakarta tahun 2009-2013?

2. Bagaimana pengaruh tenaga kerja terhadap tingkat ketimpangan pembangunan ekonomi di wilayah Provinsi DKI Jakarta tahun 2009-2013.

3. Bagaimana pengaruh pengangguran terhadap tingkat ketimpangan

pembangunan ekonomi di wilayah Provinsi DKI Jakarta tahun 2009-2013. 4. Bagaimana pengaruh penduduk miskin terhadap tingkat ketimpangan

pembangunan ekonomi di wilayah Provinsi DKI Jakarta tahun 2009-2013.

C. Tujuan Penelitian

a. Mengetahui kondisi tingkat ketimpangan pembangunan ekonomi di wilayah Provinsi DKI Jakarta tahun tahun 2009-2013?

b. Mengetahui pengaruh tenaga kerja terhadap tingkat ketimpangan

pembangunan ekonomi di wilayah Provinsi DKI Jakarta tahun 2009-2013. c. Mengetahui pengaruh pengangguran terhadap tingkat ketimpangan

pembangunan ekonomi di wilayah Provinsi DKI Jakarta tahun 2009-2013. d. Mengetahui pengaruh penduduk miskin terhadap tingkat ketimpangan


(30)

11

D. Kegunaan Penelitian

Adapun penelitian ini diharapkan mampu memberikan kontribusi kepada : 1. Sebagai Syarat untuk memperoleh gelar sarjana Di Fakultas Ekonomi dan

Bisnis Universitas Lampung

2. Pengambil Kebijakan

Bagi pengambil kebijakan, penelitian ini diharapkan mampu memberikan informasi mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat ketimpangan wilayah, sehingga dapat memahami lebih jauh untuk pengambilan kebijakan selanjutnya guna menyelesaikan permasalahan ketimpangan pembangunan ekonomi ini.

3. Ilmu Pengetahuan

Secara umum diharapkan hasil penelitian ini dapat menambah ilmu ekonomi khususnya ekonomi pembangunan dan ekonomi perencanaan. Manfaat khusus bagi ilmu pengetahuan yakni dapat melengkapi kajian ketimpangan wilayah dengan mengungkap faktor-faktor yang mempengaruhinya.


(31)

E. Kerangka Penelitian

Masalah ketimpangan merupakan permasalahan yang banyak dihadapi di negara sedang berkembang seperti Indonesia. Ketimpangan wilayah juga merupakan masalah yang belum dapat dihapuskan pada di Indonesia. Di Indonesia sebagai negara sedang berkembang, tingkat ketimpangan wilayahnya termasuk tinggi salah satunya terdapat di wilayah Provinsi DKI Jakarta (Angela 2010).

Pembangunan ekonomi suatu wilayah bertujuan untuk meningkatkan

kesejahteraan masyarakat wilayah yang bersangkutan. Salah satu cara untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat adalah dengan meningkatkan

pertumbuhan ekonomi. Peningkatan pertumbuhan ekonomi ditunjukan dengan meningkatkan PDRB khususnya PDRB per kapita pada suatu wilayah. Dengan harapan pertumbuhan ekonomi yang tinggi akan dapat meningkatkan pendapatan per kapita masyarakat.

Ketika pendapatan per kapita meningkat dan merata maka diharapkan tercipta masyarakat yang sejahtera dan mengurangi ketimpangan. Akan tetapi yang masih menjadi masalah dalam pembangunan ekonomi ini adalah apakah pendapatan per kapita pada suatu wilayah sudah merata di seluruh lapisan masyarakat atau tidak. Jumlah tenaga kerja yang ada dapat mempengaruhi tingkat ketimpangan. Tenaga kerja yang meningkat berarti ada kenaikan kegiatan ekonomi dan tingkat

kemakmuran, sehingga ketimpangan mengalami penurunan. Dibukanya lapangan kerja baru tentu akan menyerap tenaga kerja baru sehingga jumlah angkatan kerja mengalami kenaikan. Adanya penyerapan tenaga kerja ini yang akan


(32)

13

daya beli masyarakat sehingga permintaan barang dan jasa lebih besar yang kemudian mendorong produsen untuk memproduksi lebih banyak lagi dan seterusnya, dengan demikian kegiatan ekonomi akan berjalan dengan baik dan ketimpangan ekonomi akan menurun.

Pertumbuhan ekonomi yang merata menjadi indikator kesejahteraan masyarakat pada suatu daerah. Apabila pertumbuhan ekonomi suatu daerah meningkat

diharapkan pertumbuhan tersebut dapat dinikmati merata oleh seluruh masyarakat.

Tenaga Kerja

Indeks Ketimpangan Pembangunan Ekonomi Di Provinsi DKI JAkarta

Penduduk Miskin Pengangguran

Gambar 1

Kerangka Pemikiran Penelitian


(33)

F. Hipotesis

Berdasarkan teori dan hubungan antara tujuan penelitian, kerangka pemikiran terhadap rumusan masalah, maka hipotesis atau jawaban sementara dari penelitian ini adalah sebagai berikut :

a. Diduga variabel tenaga kerja berpengaruh negatif terhadap ketimpangan pembangunan di wilayah Provinsi DKI Jakarta tahun 2009 – 2013

b. Diduga variabel pengangguran berpengaruh positif terhadap ketimpangan pembangunan di wilayah Provinsi DKI Jakarta tahun 2009 – 2013

c. Diduga variabel penduduk miskin berpengaruh positif terhadap ketimpangan pembangunan di wilayah Provinsi DKI Jakarta tahun 2009 – 2013


(34)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Pembangunan Ekonomi

Di negara berkembang perhatian utama terfokus pada dilema antara pertumbuhan dan pemerataan. Pembangunan eknomi mensyaratkan GNP yang lebih tinggi dan juga pertumbuhan yang lebih tinggi merupakan sauatu pilihan yang harus diambil. Namun yang menjadi masalah adalah bukan hanya soal bagiamana caranya

memacu pertumbuhan, tetapi juga siap melaksanakan dan berhak menikmati hasilnya. Dengan demikian pembangunan ekonomi tidak semata-mata diukur berdasarkan peningkatan GNP secara keseluruhan, tetapi harus memperhatikan distribusi pendapatan telah meyebar ke segenap penduduk/lapisan masyarakat, serta siapa yang telah menikmati hasil-hasilnya (Todaro, 2000).

Pembangunan ekonomi hanya meliputi usaha suatu masyarakat untuk mengembangkan kegiatan ekonomi dan mempertinggi tingkat pendapatan masyarakatnya, dan keseluruhan usaha pembangunan meliputi juga usaha-usaha pembangunan sosial, politik, dan kebudayaan. Dengan adanya pembatasan di atas maka pengertian pembangunan ekonomi pada umumnya didefinisikan sebagai suatu proses yang menyebabkan pendapatan perkapita penduduk sesuatu masyarakat meningkat dalam jangka panjang (Sukirno, 2006).


(35)

Laju pembangunan ekonomi suatu negara ditunjukkan dengan menggunakan tingkat pertambahan Produk Domestik Bruto (Gross Domestic Bruto atau GDP). Namun demikian cara tersebut memiliki kelemahan karena cara itu tidak secara tepat menunjukkan perbaikan kesejahteraan masyarakat yang dicapai. Pada saat terjadi pertambahan kegiatan ekonomi masyarakat, terjadi pula pertambahan penduduk. Oleh karena itu pertambahan kegiatan ekonomi ini digunakan untuk mempertinggi kesejahteraan ekonomi masyarakat. Apabila pertambahan

GDP/GNP lebih rendah dibandingkan pertambahan penduduk maka pendapatan per kapita akan tetap sama atau cenderung menurun. Ini berarti bahwa

pertambahan GDP/GNP tidak memperbaiki tingkat kesejahteraan ekonomi (Arsyad, 2010).

Perbedaan yang timbul ini menyebabkan beberapa ekonom membedakan

pengertian pembangunan ekonomi (economic development) dengan pertumbuhan ekonomi (economic growth). Para ekonom menggunakan istilah pembangunan ekonomi sebagai (Arsyad, 2010) :

1. Peningkatan pendapatan per kapita masyarakat yaitu tingkat pertambahan GDP/GNP pada suatu tahun tertentu adalah melebihi tingkat pertambahan penduduk.

2. Perkembangan GDP/GNP yang terjadi disuatu negara diberengi oleh perombakan dan modernisasi struktur ekonominya.

B. Pembangunan Ekonomi Daerah

Pembangunan ekonomi daerah merupakan proses pemerintah daerah dan masyarakat daerah mengelola sumber-sumber daya yang ada dan membentuk


(36)

17

suatu pola kemitraan antara pemerintah daerah dengan sektor swasta untuk menciptakan lapangan kerja baru dan untuk mendorong perkembangan kegiatan ekonomi (pertumbuhan ekonomi) dalam suatu wilayah tertentu (Arsyad

2010).

Ada beberapa teori yang dapat membantu untuk memahami arti penting

pembangunan ekonomi daerah. Pada hakikatnya, inti dari teori tersebut berkisar pada metode dalam menganalisis perekonomian suatu daerah dan teori-teori yang membahas tentang faktor-faktor yang menentukan pertumbuhan ekonomi disuatu daerah tertentu. Secara Umum pendapat-pendapat yang mendasari bidang teori pembangunan eknomi regional yang masing-masing mempunyai asumsi yang berbeda (Hartono, 2008) yaitu sebagai berikut :

1. Model Neo-Klasik.

Model Neo Klasik mendasarkan analisa pada peralatan fungsi produksi, sama halnya dengan analisis pertumbuhan ekonomi nasional. Kelompok Neo-Klasik berpendapat bahwa unsur-unsur yang menentukan pertumbuhan ekonomi regional adalah modal, tenaga kerja, kemajuan teknologi. Namun demikian ada

kekhususnya teori pertumbuhan regional Neo Klasik yaitu membahas secara mendalam pengaruh dari perpindahan penduduk / migrasi dan lalu lintas modal terhadap pertumbuhan ekonomi regional.

Kelompok Neo Klasik mengatakan bahwa pada saat proses pembangunan baru dimulai (negara yang sedang berkembang), tingkat perbedaan kemakmuran antara wilayah cenderung menjadi tinggi (divergence), ketika proses pembangunan telah berjalan dalam waktu lama (negara yang telah berkembang) maka perbedaan


(37)

tingkat kemakmuran antara wilayah cenderung menurun (convergen). Kebenaran pendapat ini mula-mula diselidiki secara empiris oleh Williamson (1965) dalam Afrizal (2013).

Gambar 2. Kurva ketimpangan Regional (Hartono,2008)

Sesuai dengan kesimpulan dari model Neo-Klasik ini, hipotesa yang dapat ditarik, Pertama, kemajuan teknologi, peningkatan investasi dan peningkatan jumlah tenaga kerja suatu wilayah berhubungan positif dengan pertumbuhan ekonomi wilayah. Kedua, pada permulaan proses pembangunan, ketimpangan regional cenderung meningkat, tetapi setelah titik maksimum bila pembangunan terus dilanjutkan, maka ketimpangan antar daerah akan berkurang dengan sendirinya.


(38)

19

2. Model Penyebab Kumulatif

Teori ini pada mulanya dikemukakan oleh Myrdal (1993) yang mengkritik teori Neo Klasik mengenai pertumbuhan yang stabil. Myrdal menyatakan bahwa perbedaan tingkat kemajuan pembangunan ekonomi antar wilayah selamnya akan menimbulkan adanya bachwash effect yang mendominasi spread effect dan pertumbuhan ekonomi regional merupakan proses yang tidak ekulibrium (disequilibrium). Perbedaan utama dari teori Neo-Kalisk dan teori dari Myrdal adalah, yang pertama menggunakan constant return to scale dan kedua

menggunakan increasing return to scale. Perbedaan tingkat pertumbuhan antara wilayah mungkin akan menjadi sangat besar jika increasing return to scale berlangsung terus menerus.

3. Teori Basis Ekonomi

Teori basis ekonomi, biasa disebut analisis basis digunakan untuk

mengidentifikasi pendapatan yang berasal dari sektor basis pendapatan regional akan langsung meningkat bila sektor basis mengalami perluasan, sedangkan kesempatan kerja baru terasa dalam jangka panjang. Teori ini menyatakan bahwa faktor penentu utama pertumbuhan ekonomi suatu daerah adalah berhubungan langsung dengan permintaan akan barang dan jasa dari luar daerah. Petumbuhan industri-industri yang menggunakan sumber daya lokal termasuk tenaga kerja dan bahan baku untuk di ekspor akan menghasilkan kekayaan daerah dan penciptaan peluang kerja. Hartono (2008), menyatakan bahwa keunggulan dari metode ini adalah dapat secara cepat mengetahui sektor-sektor yang menjadi andalan atau basis komparatif suatu perekonomian daerah. Kelemahan model ini adalah didasarkan pada permintaan eksternal bukan internal. Pada akhirnya akan


(39)

menyebabkan ketergantungan yang sangat tinggi terhadap kekuatan-kekuatan pasar secara nasional maupun global. Namun demikian, model ini berguna untuk menentukan keseimbangan antara jenis-jenis industri dan sektor yang dibutuhkan masyarakat untuk mengembangkan stabilitas ekonomi (Hartono, 2008).

4. Teori Tempat Sentral

Teori tempat sentral menanggap bahwa ada hirarki tempat, setiap tempat sentral didukung oleh sejumlah tempat yang lebih kecil yang menyediakan sumberdaya (industri dan bahan baku). Tempat sentral tersebut merupakan suatu permukiman yang menyediakan jasa-jasa bagi penduduk daerah yang mendukungnya.

Pembangunan pada hakekatnya merupakan upaya terencana dan terprogram yang dilakukan secara terus menerus untuk menciptakan masyarakat yang lebih baik. Pembangunan dapat dilakukan melalui pendekatan wilayah (pembangunan wilayah) atau pendekatan sektoral (pembangunan daerah). Pembangunan daerah lebih menekankan pada pendekatan daerah secara administrasi dan pendekatan sektoral, yang diarahkan untuk lebih mengembangkan dan menserasikan laju pertumbuhan antar daerah, antar perkotaan, antar perdesaan yang pelaksanaannya disesuaikan dengan prioritas daerah serta pengembangan daerah seoptimal

mungkin dengan memperhatikan dampak pembangunan (Zuhri. 1998). Kebijaksanaan pemerintah daerah dalam melaksanakan pembangunan daerah dilakukan secara bertahap bertujuan untuk tercapainya Trilogi Pembangunan. Menurut Sembiring (2005) pembangunan daerah merupakan sasaran yang sangat penting. Hal ini disebabkan daerah adalah merupakan wadah pembangunan ekonomi dan non ekonomi yang terkait langsung dengan masyarakat yang tinggal di dalamnya. Pembangunan daerah secara langsung dan tidak langsung pada


(40)

21

prinsipnya berorientasi kepada masyarakat mulai dari perdesaan hingga

perkotaan. Pembangunan daerah merupakan semua kegiatan pembangunan baik yang termasuk maupun yang tidak termasuk urusan rumah tangga yang meliputi berbagai sumber pembiayaan, baik yang bersumber dari pemerintah (APBN) dan yang bersumber dari masyarakat.

Suatu keberhasilan program pembangunan di negara berkembang sering dinilai berdasarkan tinggi rendahnya dan atau kecepatan tingkat pertumbuhan output dan pendapatan nasional yang dihasilkan. Namun, perhatian utama pembangunan melalui cara mempercepat tingkat pertumbuhan pendapatan nasional atau pertumbuhan ekonomi ini, di sisi lain terdapat penyebaran pertumbuhan pendapatan tersebut masih sangat terbatas jangkauannya, kekuatan antara daerah/wilayah di Negara berkembang tidak seimbang, sehingga cenderung memperlebar jurang kesenjangan atau ketidakmerataan antara daerah/wilayah kaya dan daerah/wilayah miskin.

Di negara berkembang, perhatian utama terfokus pada dilema antara pertumbuhan dan pemerataan. Pembangunan ekonomi mensyaratkan GNP yang lebih tinggi dan juga pertumbuhan yang lebih tinggi merupakan sauatu pilihan yang harus diambil. Namun yang menjadi masalah adalah pertumbuhan yang tinggi hanya dihasilkan atau dinikmati oleh beberapa orang. Dengan demikian pembangunan ekonomi tidak semata-mata diukur berdasarkan peningkatan GNP secara keseluruhan, tetapi harus memperhatikan distribusi pendapatan telah meyebar ke segenap penduduk/lapisan masyarakat (Todaro, 2000).


(41)

Pertumbuhan ekonomi diartikan sebagai kenaikan GDP/GNP tanpa memandang apakah kenaikan itu lebih besar atau lebih kecil dari tingkat pertumbuhan penduduk, atau apakah perubahan struktur ekonomi terjadi atau tidak. Dalam penggunaan yang lebih umum, istilah pertumbuhan ekonomi biasanya digunakan untuk menyatakan perkembangan ekonomi di negara-negara maju, sedangkan pembangunan ekonomi untuk menyatakan perkembangan di negara sedang berkembang (Arsyad, 2010).

C. Konsep Ketimpangan

Menurut Todaro (2000), kesenjangan regional diartikan sebagai

ketidakseimbangan pertumbuhan antar sektor primer, sekunder, tersier atau sektor sosial di suatu negara, distrik, atau tempat dimana peristiwa itu terjadi di negara maju atau berkembang, negara pertanian atau industri, negara besar atau kecil, mempunyai wilayah yang maju dan tertinggal secara ekonomi.

Distribusi pendapatan yang merata dan pertumbuhan ekonomi hingga kini masih menjadi perhatian banyak ahli ekonomi dalam konteks pembangunan, sehingga strategi pembangunan yang hanya bertumpu pada pencapaian pertumbuhan ekonomi yang tinggi ternyata membawa disparitas pendapatan regional yang tinggi juga. Oleh karena itu, menurut Todaro (2000), terdapat 3 konsep tentang distribusi pendapatan, yaitu:

1. Distribusi fungsional (the functional distribution)

yaitu distribusi yang menunjukkan pangsa pendapatan nasional dari faktor-faktor produksi primer yang meliputi tanah, tenaga kerja, dan modal.


(42)

23

2. Perluasan distribusi fungsional (extended functional distribution)

yaitu disagregasi distribusi fungsional dimana pemilik tanah, tenaga kerja, dan modal dipecah menjadi unit-unit yang lebih kecil.

3. Distribusi ukuran (size distribution)

yaitu distribusi yang mengukur pendapatan antar kelompok masyarakat berdasarkan pangsa pendapatan yang diterima.

Suatu dekade setelah hipotesis Williamson membuat satu langkah dengan menganalisis hubungan antara distribusi pendaptan dan petumbuhan ekonomi pada tingkat regional diauatu negara, Williamson menggunakan data tabel silang dari 24 negara menemukan bahwa negara dengan kesenjangan pendapatan wilayah terbesar selalu diikuti sekelompok negara dengan tingkat pendaptan perkapita menengah, dimana kesenjangan wilayah yang relatif kecil ditemukan baik di negara yang pertumbuhan ekonominya tinggi ataupun negara belum berkembang. Kemudian Williamson menjelaskan hipotesis U terbalik pada lingkup wilayah: pada saat pendapatan perkapita meningkat, akan terjadi

peningkatan ketimpangan wilayah, lalu bertahan dalam jangka waktu tertentu dan kemudian menurun. Lebih jauh Williamson menyatakan bahwa maslah mendasar pada tahap awal pertumbuhan ekonomi adalah dualisme ekonomi yang dikenal dengan masalah utara-selatan, kemudian pada tahap lanjut pertumbuhan ekonomi akan ditemukan hilangnya dikotomi utara-selatan dan adanya suatu langkah cepat menuju pemusatan wilayah. Teori ketimpangan pendapataan yang dikemukakan oleh Licorlin Arsyad (2010) bahwa penghapusan kemiskinan dan berkembang ketidakmerataan distribusi pendapatan merupakan inti permasalahan


(43)

Menurut Todaro (2000), kesenjangan regional oleh diartikan sebagai

ketidakseimbangan pertumbuhan antar sektor primer, sekunder, tersier atau sektor sosial di suatu negara, distrik, atau tempat dimana peristiwa itu terjadi. Di setiap negara apakah itu negara maju atau berkembang, negara pertanian atau industri, negara besar atau kecil, mempunyai wilayah yang maju dan tertinggal secara ekonomi. Hal tersebut penting untuk menghubungkan pola pembangunan ekonomi regional dengan beragam variabel fisik dan sosial ekonomi untuk

mengidentifikasikan variabel mana yang mempunyai pengaruh terbanyak terhadap pola pertumbuhan. Meskipun kesenjangan tidak berlaku di semua wilayah dengan kekuatan (tingkatan) yang sama, tetap terdapat aspek-aspek umum yang dapat memberikan beberapa generalisasi, penyebab utama kesenjangan adalah:

a. Faktor Geografis.

Apabila suatu wilayah yang sangat luas, distribusi dari sumberdaya nasional, sumber energi, sumberdaya pertanian, topografi, iklim dan curah hujan tidak akan merata. Apabila faktor-faktor lain sama, maka kondisi geografi yang lebih baik akan menyebabkan suatu wilayah berkembang lebih baik.

b. Faktor Historis

Tingkat pembangunan suatu masyarakat juga bergantung pada masa yang lalu untuk menyiapkan masa depan. Bentuk organisasi ekonomi yang hidup di masa lalu menjadi alasan penting yang dihubungkan dengan isu insentif, untuk pekerja dan pengusaha. Sistem feodal memberikan sangat sedikit insentif untuk bekerja keras. Sistem industri dimana pekerja merasa tereksploitasi, bekerja tanpa


(44)

25

istirahat, suatu perencanaan dan sistem yang membatasi akan memberi sedikit insentif dan menyebabkan pembangunan terhambat.

c. Faktor Politik

Ketidakstabilan politik dapat menjadi penghambat pembangunan yang sangat kuat. Selain itu, jika pemerintah stabil tapi lemah, korupsi dan ketidakmampuan untuk mengalahkan sikap mementingkan diri sendiri dan menolak tekanan atau kontrol sosial akan menggagalkan tujuan dari kebijakan pembangunan. Kondisi politik disetiap wilayah tidak sama.

d. Faktor Kebijakan Pemerintah

Belakangan ini, hampir semua negara kaya sedang diterapkan konsep Negara kesejahteraan (welfare of state). Di negara tersebut, kebijakan pemerintah mulai diarahkan secara langsung pada pemertaan regional yang lebih besar. Kekuatan pasar yang menghasilkan efek ”backwash” dihilangkan, sementara yang menghasilkan efek menyebar didukung sementara di negara-negara miskin, kebijakan yang demikian masih sangat sedikit.

e. Faktor Administrasi (birokrasi)

Faktor administrasi yang efisien atau tidak efisien berpengaruh dalam menambah kesenjangan antar wilayah. Saat ini pemerintah dalam menjalankan fungsinya membutuhkan administrator yang jujur, terdidik, terlatih dan efisien karena


(45)

f. Faktor Sosial

Banyak faktor sosial yang menjadi penghalang dalam pembangunan. Penduduk di wilayah yang belum berkembang memiliki lembaga dan keinginan (attitude) yang kondusif untuk pembangunan ekonomi. Di lain pihak penduduk dari wilayah yang lebih maju memiliki kelembagaan dan keinginan yang kondusif untuk

pembangunan.

g. Faktor Ekonomi

Penyebab secara ekonomis seperti perbedaan-perbedaan dalam faktor produksi, proses kumulatif dari berbagai faktor, siklus kemiskinan yang buruk, kekuatan pasar yang bebas dan efek ”backwash” dan efek menyebar (spread) dan pasar tidak sempurna, berlangsung dan menambah kesenjangan dalam pembangunan ekonomi.

D. Tenaga Kerja

Besarnya penyediaan atau supply tenaga kerja dalam masyarakat adalah jumlah orang yang menawarkan jasanya untuk proses produksi. Diantara mereka sebagian sudah aktif dalam kegiatannya yang menghasilkan barang dan jasa yang disebut dengan golongan yang bekerja atau empoymed persons. Sebagaian lain tergolong siap bekerja dan sedang berusaha mencari pekerjaan yang disebut dengan pencari kerja/penggangur. Jumlah yang bekerja dan pencari kerja dinamakan angkatan kerja atau labor force (Simanjuntak, 2002)

Namun setiap negara dapat memberikan pegertian yang berbeda mengenai definisi bekerja dan menganggur, dan definisi itu dapat berubah menurut waktu. Dalam sensus penduduk tahun 1971, orang yang bekerja dengan maksud memperoleh


(46)

27

penghasilan paling sedikit dua hari dalam seminggu sebelum hari pencacahan dinyatakan sebagai bekerja. Juga tergolong sebagai bekerja selama seminggu sebelum pencacahan tidak bekerja atau kurang dari dua hari tetapi mereka adalah (1) pekerja tetap pada kantor pemerintah atau swasta yang sedang tidak masuk kerja karena cuti, sakit, mogok atau magkir; (2) petani-petani yang mengusahakan tanah pertanian yang sedang tidak bekerja karena menunggu panen atau

menunggu hujan untuk menggarap swahnya dan (3) orang yang bekerja dalam bidang keahlian seperti dokter, konsultan, tukar cukur, dan lain-lain (Simanjuntak, 2002).

E. Pengangguran

Dalam pengertian yang sudah ditentukan secara internasional, pengangguran yaitu seseorang yang sudah digolongkan dalam angkatan kerja yang secara efektif sedang mencari pekerjaan pada suatu tingkat upah tertentu, tetapi tidak dapat memperoleh yang diinginkannya. Menurut BPS, pengangguran yaitu bagian dari angkatan kerja yang tidak bekerja atau sedang mencari pekerjaan (baik bagi mereka yang belum pernah bekerja sama sekali maupun yang sudah pernah bekerja) atau sedang mempersiapkan suatu usaha, mereka yang tidak mencari pekerjaan karena merasa tidak mungkin untuk mendapatkan pekerjaan dan mereka yang sudah memiliki pekerjaan tetapi belum mulai bekerja.


(47)

Menurut Sukirno (2006), pengangguran dibedakan menjadi tiga jenis berdasarkan keadaan yang menyebabkannya, sebagai berikut:

a. Pengangguran friksional, yaitu pengangguran yang disebabkan oleh tindakan seorang pekerja untuk meninggalkan kerjanya dan mencari kerja yang lebih baik atau sesuai dengan keinginannya.

b. Pengangguran struktural, yaitu pengangguran yang disebabkan oleh adanya perubahan struktur dalam perekonomian.

c. Pengangguran konjungtur, yaitu pengangguran yang disebabkan oleh kelebihan pengangguran alamiah dan berlaku sebagai akibat pengurangan dalam permintaan agregat.

Berdasarkan cirinya, pengangguran dibedakan menjadi empat, yaitu sebagai berikut:

a. Pengangguran terbuka, yaitu pengangguran yang terjadi karena pertambahan lapangan kerja lebih rendah daripada pertambahan pencari kerja. Efeknya bagi perekonomian yaitu akan semakin banyak jumlah tenaga kerja yang tidak memperoleh pekerjaan. Pengangguran terbuka dapat juga sebagai wujud dari kegiatan ekonomi yang menurun, dari kemajuan teknologi yang mengurangi penggunaan tenaga kerja atau sebagai akibat dari kemunduran perkembangan suatu industri.

b. Pengangguran musiman, yaitu keadaan seseorang menganggur karena adanya fluktuasi kegiatan ekonomi jangka pendek. Pengangguran ini biasanya

terdapat di sektor pertanian dan perikanan. Pada musim hujan penyadap karet dan nelayan tidak dapat melakukan pekerjaan mereka dan terpaksa


(48)

29

sawahnya. Pengangguran seperti ini yang disebut sebagai pengangguran musiman.

c. Pengangguran tersembunyi, yaitu pengangguran yang terjadi karena jumlah pekerja dalam suatu kegiatan ekonomi lebih besar dari yang sebenarnya diperlukan agar dapat melakukan kegiatannya dengan efisien. Kelebihan tenaga kerja yang digunakan digolongkan dalam pengangguran tersembunyi. Contohnya adalah pelayan restoran yang lebih banyak dari yang diperlukan dan keluarga petani dengan anggota keluarga yang besar yang mengerjakan luas tanah yang sangat kecil.

d. Setengah menganggur, yaitu pekerja yang jam kerjanya dibawah jam kerja normal (hanya 1-4 jam sehari atau 1-2 hari seminggu). Pada negara-negara yang berkembang migrasi dari desa ke kota adalah sangat pesat, hingga sebagai akibatnya tidak semua orang yang pindah ke kota dapat memperoleh pekerjaan dengan mudah. Sebagian terpaksa menjadi penganggur sepenuh waktu dan ada pula yang tidak menganggur, tetapi tidak juga bekerja penuh waktu. Pekerja yang seperti ini disebut underemployed, dan jenis

penganggurannya disebut underemployment.

F. Penduduk Miskin

BAPPENAS (2004) mendefinisikan kemiskinan sebagai kondisi dimana seseorang atau sekelompok orang, laki-laki dan perempuan, tidak mampu memenuhi hak-hak dasarnya untuk mempertahankan dan mengembangkan kehidupan yang bermartabat. Hak-hak dasar masyarakat desa antara lain,

terpenuhinya kebutuhan pangan, kesehatan, pendidikan, pekerjaan, perumahan, air bersih, pertanahan, sumberdaya alam dan lingkungan hidup, rasa aman dari


(49)

perlakukan atau ancaman tindak kekerasan dan hak untuk berpartisipasi dalam kehidupan sosial-politik, baik bagi perempuan maupun laki-laki.

Indikator utama kemiskinan adalah;

1. Terbatasnya kecukupan dan mutu pangan

2. Terbatasnya akses dan rendahnya mutu layanan kesehatan 3. Terbatasnya akses dan rendahnya mutu layanan pendidikan 4. Terbatasnya kesempatan kerja dan berusaha

5. Lemahnya perlindungan terhadap aset usaha, dan perbedaan upah 6. Terbatasnya akses layanan perumahan dan sanitasi

7. Terbatasnya akses terhadap air bersih

8. Lemahnya kepastian kepemilikan dan penguasaan tanah

9. Memburuknya kondisi lingkungan hidup dan sumberdaya alam, serta terbatasnya akses masyarakat terhadap sumber daya alam

10.Lemahnya jaminan rasa aman 11.Lemahnya partisipasi

12.Besarnya beban kependudukan yang disebabkan oleh besarnya tanggungan keluarga

13.Tata kelola pemerintahan yang buruk yang menyebabkan inefisiensi dan inefektivitas dalam pelayanan publik, meluasnya korupsi dan rendahnya jaminan social terhadap masyarakat.

Kenyataan menunjukkan bahwa kemiskinan tidak bisa didefinisikan dengan sangat sederhana, karena tidak hanya berhubungan dengan kemampuan memenuhi kebutuhan material, tetapi juga sangat berkaitan dengan dimensi kehidupan


(50)

31

manusia yang lain. Karenanya, kemiskinan hanya dapat ditanggulangi apabila dimensi-dimensi lain itu diperhitungkan.

Sementara itu indikator utama kemiskinan menurut Bank Dunia adalah kepemilikan tanah dan modal yang terbatas, terbatasnya sarana dan prasarana yang dibutuhkan, pembangunan yang bias kota, perbedaan kesempatan di antara anggota masyarakat, perbedaan sumber daya manusia dan sektor ekonomi, rendahnya produktivitas, budaya hidup yang jelek, tata pemerintahan yang buruk, dan pengelolaan sumber daya alam yang berlebihan.

G. Indeks Williamson

Indeks Williamson merupakan salah satu alat ukur untuk mengukur tingkat ketimpangan daerah yang semula dipergunakan oleh Jeffrey G.Wlliamson. Perhitungan indeks Wlliamson didasarkan pada data PDRB masing-masing daerah digunakan rumus Hasil pengukuran dari nilai Indeks Williamson

ditunjukkan oleh angka 0 sampai angka 1 atau 0 < IW < 1. Jika indeks Williamson semakin mendekati angka 0 maka semakin kecil ketimpangan pembangunan ekomoni dan jika indeks Wlliamson semakin mendekati angka 1 maka semakin melebar ketimpangan pembangunan ekonomi (Sjafrizal, 2008).

Untuk mengetahui tingkat ketimpangan antar wilayah menggunakan indeks ketimpangan regional (regional inequality) yang dinamakan indeks ketimpangan Williamson (Sjafrizal, 2008):


(51)

Dimana :

IW = Indeks Williamson

yi = PDRB per kapita Kotamadya di Provinsi DKI Jakarta = Rata rata PDRB per kapita di Provinsi DKI Jakarta fi = Jumlah penduduk Kotamadya di Provinsi DKI Jakarta n = Jumlah penduduk di Provinsi DKI Jakarta

Hasil pengukuran dari nilai Indeks Williamson ditunjukkan oleh angka 0 sampai angka 1 atau 0 < IW < 1. Jika nilai IW semakin mendekati angka 0 maka semakin kecil ketimpangan pembangunan ekonomi dan jika nilai IW semakin mendekati angka 1 maka semakin melebar ketimpangan pembangunan ekonomi (Sjafrizal, 2008).

H. Teori Data Panel

Data panel biasa disebut data longitudinal atau data runtun waktu silang ( cross-sectional time series), dimana banyak kasus (orang, perusahaan, negara dan lain-lain) diamati pada dua periode waktu atau lebih yang diidentifikasikan dengan penggunaan data time series.

Data panel dapat menjelaskan dua macam informasi yaitu: informasi cross-section pada perbedaan antar subjek, dan informasi time series yang merefleksikan perubahan pada subjek waktu. Ketika kedua informasi tersebut tersedia, maka analisis data panel dapat digunakan.

Analisis data panel dapat diterapkan pada beberapa bidang keilmuan dan terapan misalnya, pada ilmu ekonomi kita dapat mempelajari perilaku perusahaan dan system penggajian karyawan pada beberapa periode waktu tertentu, dalam ilmu


(52)

33

politik kita dapat mempelajari perilaku dalam organisasi pada beberapa jangka waktu tertentu, dan dalam bidang pendidikan, peneliti dapat mempelajari kelas-kelas siswa dan lulusan pada beberapa waktu.

Dengan pengamatan berulang terhadap data cross section yang cukup, analisis data panel memungkinkan seseorang dalam mempelajari dinamika perubahan dengan dengan data time series. Kombinasi data time series dan cross section dapat meningkatkan kualitas dan kuantitas data dengan pendekatan yang tidak mungkin dilakukan dengan menggunakan hanya salah satu dari data tersebut (Gujarati, 2003). Analisis data panel dapat mempelajari sekelompok subjek jika kita ingin mempertimbangkan baik dimensi data maupun dimensi waktu.

Penggunaan data panel mempunyai beberapa keunggulan dibandingkan dengan data runtut waktu dan data antar ruang. Pertama, dapat memberikan sejumlah data yang lebih besar, menaikan derajat bebas, mengurangi kolinearitas diantara variabel penjelas, sehingga diperoleh estimasi ekonometrik yang efisien. Kedua, memberikan informasi yang penting bagi peneliti yang tidak dapat diberikan jika menggunakan data runtut waktu dan data antar ruang (Widarjono, 2009).

Sementara menurut Baltagi dalam Widarjono, (2009) keuntungan data panel adalah:

1. Dengan data panel dapat menunjukkan heterogenitas dintara individu data yang diamati.

2. Data panel memberikan lebih banyak informasi, lebih banyak variabel dan mengurangi kolinearitas (collinearitity) diantara variabel yang diamati,


(53)

memberikan lebih banyak derajat bebas (degree of freedom) dan lebih efisien .

3. Data panel akan memberikan gambaran yang lebih baik adanya perubahan dinamik dari masalah yang diamati.

4. Data panel dapat lebih mampu mendeteksi dan mengukur efek sesuatu yang diamati, yang tidak dapat dilakukan oleh data runtut waktu atau data antar ruang.

5. Data panel dapat digunakan untuk mempelajari perilaku model dengan lebih lengkap.

6. Data panel dapat meminimumkan bias yang mungkin dihasilkan dalam regresi.

Kesulitan utama model penelitian data panel adalah faktor pengganggu akan berpotensi mengandung gangguan yang disebabkan karena penggunaan observasi runtut waktu (time series) dan antar ruang (cross section), serta gangguan yang disebabkan keduanya. Penggunaan observasi antar ruang memiliki potensi terjadinya ketidak konsistenan parameter regresi karena skala data yang berbeda, sedangkan observasi dengan data runtut waktu menyebabkan terjadinya

autokorelasi antar observasi.

Suatu model yang baik harus memenuhi kriteria BLUE (Best Linear Unbiased Estimator) (Gujarati, 2003):

1. Nilai rata-rata bersyarat dari gangguan populasi μ1 tergantung pada nilai


(54)

35

2. Varians bersyarat dari μ1 adalah konstan atau homokedastik.

3. Tidak ada autokorelasi dalam gangguan.

4. Variabel yang menjelaskan adalah nonstokastik (yaitu, tetap dalam penyampelan berulang ) atau jika stokasti, didistribusikan secara independent dari gangguan μ1

5. Tidak ada multikolinearitas diantara variabel yang menjelaskan x. 6. μ Didistribusikan secara normal dengan rata-rata dan varian yang

diberikan oleh asumsi 1 dan 2.

Dalam penelitian yang menggunakan analisis data panel, ada tiga metode prosedur estimasi:

1. Pooled regression yaitu menggabungkan semua data antar ruang dan runtut waktu kemudian diestimasi dengan metode Ordinary Least Square (OLS) untuk seluruh data. Pada model ini diasumsikan semua koefisien (intersep dan slope) konstan. Estimasi dilakukan dengan OLS.

2. Fixed effect (Convariance model) yaitu, menghilangkan satu variabel penjelas yang akan menghasilkan intersep runtut waktu antar ruang. Salah satu metode untuk memperhitungkan pengaruh individu dalam model penelitian atau cross sectional adalah membuat intersep bervariasi untuk tiap individu sedangkan slope koefisien konstan (Hsiao, 1995 dalam Widarjono, 2009).

3. Random effect (error component model) merupakan proses estimasi Generalized Least Square (GLS), yang merupakan teknik untuk mengatasi adanya autokorelasi runtut serta korelasi antar observasi dengan varians


(55)

masing-masing. Model random effect disebut juga ErrorComponent Model (ECM). Model ECM didasarkan pada perhitungan dari disturbance μit. Model ini didapatkan dari model fixed effect dengan asumsi bahwa

meaneffect dari variabel random data panel termasuk dalam intersep dan deviasi random dari mean disamakan dengan error component.


(56)

37

I. Tinjauan Penelitian Terdahulu

Beberapa penelitian terdahulu yang berkaitan dengan variabel ketimpangan pembangunan ekonomi antara lain penelitian di Provinsi Jawa Tengah, Sumatera Utara, Kabupaten Lamongan, Provinsi Banten, Provinsi Jawa Barat, Provinsi Riau, dan beberapa Provinsi di Sumatera

Untuk Provinsi DKI Jakarta, yang diteliti oleh Yuki Angelia pada tahun 2010 menggunakan Analisis Williamson dan menggunakan data time series dari tahun 1995-2008 menghasilkan kesimpulan bahwa tingkat ketimpangan wilayah di Provinsi DKI Jakarta selama periode penelitian tahun 1995-2008 cenderung mengalami peningkatan.

Tabel 1.

Ringkasan Penelitian “Analisis Ketimpangan Pembangunan Wilayah Di Provinsi DKI Jakarta Tahun 1995-2008”

Judul Analisis Ketimpangan Pembangunan Wilayah Di Provinsi DKI Jakarta Tahun 1995-2008

Penulis Yuki Angelia (2010) Jenis Data Time Series (1995-2008) Model dan Alat

Analisis

Variabel bebas yaitu PDRB atas dasar harga konstan 2000, Laju pertumbuhan PDRB perkapita, nilai investasi PMA dan PMDN dan Jumlah penduduk DKI Jakarta tahun 1995-2008 di Provinsi DKI Jakarta. Variabel terikat yaitu Ketimpangan pembangunan ekonomi di Provinsi DKI Jakarta. Alat analisis yang digunakan adalah Indeks Williamson

Kesimpulan Tingkat Ketimpangan Wilayah di Provinsi DKI Jakarta diukur dengan menggunakan Pendekatan PDRB per kapita relatif selama periode penelitian tahun 1995-2008 cenderung

mengalami peningkatan. Hipotesis Kuznet mengenai Kurva U-Terbalik terbukti untuk Provinsi DKI Jakarta. Pada

pertumbuhan awal ketimpangan di Provinsi DKI Jakarta memburuk, kemudian pada tahap-tahap berikutnya

ketimpangan menurun. Akan tetapi, suatu waktu ketimpangan tersebut akan kembali meningkat sehingga terbukti bahwa terjadi trade off antara pertumbuhan ekonomi dengan ketidakmerataan.


(57)

Tabel 2

Ringkasan Penelitian “Analisis Ketimpangan Pembangunan Ekonomi Di Provinsi Jawa Tengah”

Judul Analisis Ketimpangan Pembangunan Ekonomi Di Provinsi Jawa Tengah

Penulis Budiantoro Hartono (2008) Jenis Data Time Series (1981-2005) Model dan Alat

Analisis

Variabel bebas yaitu realisasi investasi, angkatan kerja, dan dana bantuan umum pembangunan di Provinsi Jawa Tengah. Variabel terikat yaitu Ketimpangan pembangunan ekonomi di Provinsi Jawa Tengah. Alat analisis yang digunakan adalah Indeks Williamson

Kesimpulan Ketimpangan pembangunan ekonomi antar daerah di Provinsi Jawa Tengah yang dihitung dengan menggunakan indeks Williamson selama periode 1981-2005 menunjukkan ketimpangan semakin melebar.

Tabel 3

Ringkasan Penelitian “Analisis Ketimpangan Pembangunan Antar Daerah Kabupaten Dan Kota Di Sumatera Utara”

Judul Analisis Ketimpangan Pembangunan Antar Daerah Kabupaten Dan Kota Di Sumatera Utara

Penulis Nurul Habibi (2007) Jenis Data Time Series (1993-2003) Model dan Alat

Analisis

Variabel bebas yaitu gini ratio, APBD dan PDRB daerah Kabupaten Dan Kota Di Sumatera Utara. Variabel terikat yaitu Ketimpangan pembangunan ekonomi di daerah Kabupaten Dan Kota Di Sumatera Utara. Alat analisis yang digunakan adalah Indeks Williamson

Kesimpulan Sektor Pertanian masih memegang peranan dominan di seluruh daerah di Sumatera Utara. Ketimpangan pendapatan regional antar daerah selama periode 1993-2003 memperlihatkan indeks yang relative kecil dan bervariasi dari tahun ke tahun


(58)

39

Tabel 4.

Ringkasan Penelitian “Analisis Ketimpangan Pembangunan Antar Kecamatan Di Kabupaten Lamongan”

Judul Analisis Ketimpangan Pembangunan Antar Kecamatan Di Kabupoaten Lamongan

Penulis Zulham Wildany (2011) Jenis Data Data panel (2002-2006) Model dan Alat

Analisis

Variabel bebas yaitu PDRB, Pendapatan perkapita sektor pertanian dan jumlah penduduk di Kabupaten Lamongan. Variabel terikat yaitu Ketimpangan pembangunan ekonomi di daerah Kabupaten Lamongan. Alat analisis yang digunakan adalah Indeks Williamson dan Hipotesis Kuznets

Kesimpulan Bedasarkan analisis dengan menggunakan Indeks Williamson bias diketahui bahwa ketimpangan pembangunan di Kabupaten Lamongan tidak terlalu tinggi, namun ada kecenderungan setiap tahun ketimpangan pembangunan terus mengalami peningkatan.

Tabel 5.

Ringkasan Penelitian “Analisis Ketimpangan Dan Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pertumbuhan Ekonomi Di Provinsi Banten”

Judul Analisis Ketimpangan Dan Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pertumbuhan Ekonomi Di Provinsi Banten

Penulis Andri Priyanto Jenis Data Time Series Model dan Alat

Analisis

Variabel bebas yaitu tenaga kerja, belanja modal pemerintah, pengangguran dan PDRB di Provinsi Banten. Variabel terikat yaitu Ketimpangan pembangunan ekonomi di Provinsi Banten. Alat analisis yang digunakan adalah Indeks Williamson

Kesimpulan Pertumbuhan ekonomi di Provinsi Banten dari tahun 2001 - 2008 sangat berfluktuasi, namun tetap menunjukkan

peningkatan. Pertumbuhan ekonomi paling tinggi terjadi pada tahun 2007, sektor yang mempunyai kontribusi tertinggi di Provinsi Banten yaitu industri pengolahan dan perdagangan


(59)

Tabel 6.

Ringkasan Penelitian “Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi

Pertumbuhan Ekonomi Dan Ketimpangan Regional Antar Kabupaten/Kota Di Provinsi Jawa Barat”

Judul Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pertumbuhan Ekonomi Dan Ketimpangan Regional Antar Kabupaten/Kota Di Provinsi Jawa Barat

Penulis Lili Masli Jenis Data Time Series Model dan Alat

Analisis

Variabel bebas yaitu PDRB dan pertumbuhan ekonomi di Provinsi Jawa Barat. Variabel terikat yaitu Ketimpangan regional di Provinsi Jawa Barat. Alat analisis yang digunakan adalah Indeks Williamson

Kesimpulan Pertumbuhan ekonomi Jawa Barat selama masa periode

penelitian antara periode tahun 1993-2006 mengalami fluktuasi dan menunjukkan arah yang negative apabila dibandingkan dengan pada awal penelitian.

Tabel 7.

Ringkasan Penelitian “Pertumbuhan Dan Ketimpangan Pembangunan Ekonomi Antar Daerah Di Provinsi Riau”

Judul Pertumbuhan Dan Ketimpangan Pembangunan Ekonomi Antar Daerah Di Provinsi Riau

Penulis Caksa Jenis Data Time Series Model dan Alat

Analisis

Variabel bebas yaitu Pendapatan dan pertumbuhan ekonomi di Provinsi Riau. Variabel terikat yaitu Ketimpangan ekonomi di Provinsi Riau. Alat analisis yang digunakan adalah Indeks Williamson

Kesimpulan Di dalam pertumbuhan ekonomi daerah Provinsi Riau, daerah yang termasuk daerah yang mengalami cepat maju dan cepat tumbuh (high growth and high income) hanya 1 (satu) daerah saja yakni Kota Pekanbaru. Daerah atau kabupaten yang dikategorikan berkembang cepat dalam arti pertumbuhan (high growth but low income) adalah Kabupaten Pelalawan, Kuantan Singingi, Indragiri Hulu dan Kabupaten Siak. Untuk daerah atau kabupaten yang


(60)

41

Tabel 8.

Ringkasan Penelitian “Ketimpangan Ekonomi Antar Provinsi Di Sumatera” Judul Ketimpangan Ekonomi Antar Provinsi Di Sumatera

Penulis Yeniwati Jenis Data Time Series Model dan Alat

Analisis

Variabel bebas yaitu investasi, aglomerasi, dan sumber daya alam di Sumatera. Variabel terikat yaitu Ketimpangan ekonomi di Sumatera. Alat analisis yang digunakan adalah Indeks Williamson

Kesimpulan Ketimpangan ekonomi antar propinsi di Sumatera yang dilihat dari nilai Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) per kapita di 10 propinsi di Sumatera selama periode 2005-2010 yang terlihat dari Indeks Williamson terdapat lima propinsi yang memiliki indeks ketimpangan dibawah rata-rata propinsi dan lima propinsi yang memiliki indeks rata-rata di atas indeks rata-rata Sumatera.


(61)

III. METODOLOGI PENELITIAN

A. Jenis dan Sumber Data

Penelitian ini menggunakan data sekunder bersifat runtun waktu (time series) dalam periode tahunan dan data antar ruang (cross section). Data sekunder tersebut bersumber dari Badan Pusat Statistik Provinsi DKI Jakarta. Adapun data yang diperlukan dalam penelitian ini adalah data jumlah penduduk kotamadya di Provinsi DKI Jakarta, PDRB per kapita kotamadya di Provinsi DKI Jakarta atas dasar harga konstan, Jumlah Tenaga Kerja (TK), Pengangguran (P) serta data Jumlah Penduduk Miskin (PM) di Kotamadya Provinsi DKI Jakarta. Keseluruhan data berupa data panel tahun 2009 hingga tahun 2013. Data panel merupakan gabungan antara data runtun waktu (time series) dan data silang (cross section). Jadi di dalam data panel ada dua komponen, yaitu Data runtun waktu (time series) dan data silang (cross section). Data runtun waktu (time series) merupakan data yang biasanya meliputi satu objek atau individu (misalnya harga saham, kurs mata uang, SBI, tingkat inflasi), tetapi meliputi beberapa periode (bisa harian, bulanan, kuartalan, atau tahunan). Sedangkan data silang (cross section) merupakan data yang terdiri atas beberapa atau banyak objek, sering disebut responden (misalnya perusahaan) dengan beberapa jenis data (misalnya; laba, biaya iklan, laba ditahan, dan tingkat investasi) dalam suatu periode waktu tertentu.


(62)

43

B. Populasi dan Sampel Penelitian

Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas: obyek/subyek mempunyai kuantitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya (Sugiono, 2009). Penelitian ini

menggunakan populasi Pemerintah Kotamadya yang ada di Provinsi DKI Jakarta. Jumlah Pemerintah Kotamadya yang ada di Provinsi DKI Jakarta adalah sebanyak 6 Kotamadya. Populasi penelitian ini adalah Kotamadya Kepulauan Seribu, Kotamadya Jakarta Selatan, Kotamadya Jakarta Timur, Kotamadya Jakarta Pusat, Kotamadya Jakarta Barat, Kotamadya Jakarta Utara.

Sampel adalah sebagian yang diambil dari keseluruhan objek yang diteliti dan dianggap mewakili seluruh populasi (Sugiono, 2009). Dalam penelitian ini daerah yang menjadi sampel dipilih berdasarkan Purposive Sampling (kriteria yang dikehendaki). Kriteria sampel dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Kotamadya di Provinsi DKI Jakarta yang masa pemerintahannya lebih dari 20 tahun.

2. Pemerintah Kotamadya di Provinsi DKI Jakarta yang telah menyusun laporan keuangan tahun 2009 sampai dengan tahun 2013.

3. Pemerintah Kotamadya di Provinsi DKI Jakarta yang mempunyai Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) atas laporan keuangan pemerintah daerah tahun 2009 sampai dengan tahun 2013 telah dipublikasikan melalui website resmi BPS.


(63)

Berdasarkan pertimbangan tersebut maka ukuran sampel pada penelitian ini yaitu sebanyak 5 kotamadya yaitu :

1. Kotamadya Jakarta Selatan 2. Kotamadya Jakarta Timur 3. Kotamadya Jakarta Pusat 4. Kotamadya Jakarta Barat 5. Kotamadya Jakarta Utara

C. Definisi Operasional Variabel

Variabel penelitian pada dasarnya adalah sesuatu hal yang terbentuk apa saja yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari sehingga diperoleh informasi tentang hal tersebut, kemudian ditarik simpulan (Sugiono, 2009). Variabel-variabel yang dalam penelitian ini terdiri dari 1 variabel terikat dan 3 variabel bebas.

1. Variabel Dependen

Variabel dependen dalam penelitian ini adalah Indeks Ketimpangan Pembangunan Ekonomi. Indeks Ketimpangan Pembangunan Ekonomi merupakan ukuran dari disparitas (ketimpangan) pembangunan ekonomi antar wilayah. Ketimpangan Pembangunan Ekonomi diukur dengan menggunakan rumus Indeks Williamson (Sjafrizal, 2008) :


(64)

45

Dimana :

IW = Indeks Williamson

yi = PDRB per kapita Kotamadya di Provinsi DKI Jakarta = Rata rata PDRB per kapita di Provinsi DKI Jakarta fi = Jumlah penduduk Kotamadya di Provinsi DKI Jakarta n = Jumlah penduduk di Provinsi DKI Jakarta

Dimana menggunakan PDRB per kapita untuk setiap kotamadya di Provinsi DKI Jakarta dari tahun 2009 sampai tahun 2013. Sedangkan Indeks Ketimpangan Pembangunan Ekonomi ditunjukkan oleh angka 0 sampai angka 1 atau 0 < IW < 1. Jika indeks Williamson semakin mendekati angka 0 maka tingkat ketimpangan pembangunan ekonomi semakin kecil dan jika indeks Williamson semakin mendekati angka 1 maka semakin tinggi ketimpangan pembangunan ekonomi (Safrizal, 2008).

2. Variabel Independen

Variabel independen merupakan variabel yang mempengaruhi atau yang menjadi sebab perubahannya atau timbulnya variabel dependen / terikat (Sugiono, 2009). Variabel independen dalam penelitian ini adalah:

1. Tenaga Kerja

Tenaga kerja adalah penduduk dalam usia kerja yang berumur 15 sampai 64 tahun yang berpartisipasi dalam aktivitas produksi barang dan jasa (Simanjuntak, 2002).

Menurut UU No. 13 tahun 2003 Bab I pasal 1 ayat 2 disebutkan bahwa tenaga kerja adalah setiap orang yang mampu melakukan pekerjaan guna menghasilkan barang dan atau jasa baik untuk memenuhi kebutuhan sendiri maupun untuk


(65)

masyarakat. Secara garis besar penduduk suatu negara dibedakan menjadi dua kelompok, yaitu tenaga kerja dan bukan tenaga kerja. Penduduk tergolong tenaga kerja jika penduduk tersebut telah memasuki usia kerja. Batas usia kerja yang berlaku di Indonesia adalah berumur 15 tahun-64 tahun. Menurut pengertian ini, setiap orang yang mampu bekerja disebut sebagai tenaga kerja.

2. Pengangguran

Pengangguran adalah suatu keadaan dimana seseorang yang tergolong dalam angkatan kerja yang ingin mendapatkan pekerjaan tetapi belum dapat memperoleh pekerjaannya (Sadono Sukirno, 2006).

Definisi baku untuk pengangguran adalah mereka yang tidak mempunyai pekerjaan, bersedia untuk bekerja, dan sedang mencari pekerjaan. Definisi ini digunakan pada pelaksanaan Sakernas 1986 sampai dengan 2000, sedangkan sejak tahun 2001 definisi pengangguran mengalami penyesuaian/perluasan menjadi sebagai berikut :

Pengangguran adalah mereka yang sedang mencari pekerjaan, yang mempersiapkan usaha, yang tidak mencari pekerjaan karena merasa tidak mungkin mendapatkan pekerjaan (sebelumnya dikatagorikan sebagai bukan angkatan kerja), dan yang sudah mempunyai pekerjaan tetapi belum mulai bekerja (sebelumnya dikatagorikan sebagai pekerja), dan pada waktu yang bersamaan mereka tak bekerja (jobless). Pengangguran dengan konsep/definisi tersebut biasanya disebut sebagai pengangguran terbuka (open unemployment). Secara spesifik, pengangguran terbuka dalam sakernas, terdiri dari :


(66)

47

b. Mereka yang tidak bekerja dan mempersiapkan usaha

c. Mereka yang tidak bekerja, dan tidak mencari pekerjaan, karena merasa tidak mungkin mendapatkan pekerjaan , dan

d. Mereka yang tidak bekerja, dan tidak mencari pekerjaan karena sudah diterima bekerja, tetapi belum mulai bekerja.

3. Penduduk Miskin

BAPPENAS (2004) mendefinisikan kemiskinan sebagai kondisi dimana seseorang atau sekelompok orang, laki-laki dan perempuan, tidak mampu memenuhi hak-hak dasarnya untuk mempertahankan dan mengembangkan kehidupan yang bermartabat.

Kemiskinan dipandang sebagai ketidakmampuan dari sisi ekonomi untuk memenuhi kebutuhan dasar makanan dan bukan makanan yang diukur dari sisi pengeluaran. Jadi Penduduk Miskin adalah penduduk yang memiliki rata-rata pengeluaran perkapita perbulan dibawah garis kemiskinan. (BPS)

Tabel 5. Nama Variabel, Simbol, Periode Waktu, Satuan Pengukuran dan Sumber Data

Nama Variabel Simbol Periode Waktu

Satuan Pengukuran

Sumber Data

Tenaga Kerja TK Tahunan Jiwa BPS

Pengangguran P Tahunan Jiwa BPS

Penduduk Miskin PM Tahunan Jiwa BPS

Indeks Williamson IW Tahunan Nilai Pengolahan Data


(67)

D. Pemilihan Data Panel a. Metode Data Panel

Ada 3 teknik pendekatan mendasar yang digunakan dalam mengestimasi model regresi dengan data panel, yaitu:

a) Model Pooled Least Square (Common Effect)

Metode pendekatan ini tidak memperhatikan dimensi individu maupun waktu. Diasumsikan bahwa perilaku data antar daerah sama dalam berbagai kurun waktu (Widarjono, 2009). Model ini hanya menggabungkan kedua data tersebut tanpa melihat perbedaan antar waktu dan individu sehingga dapat dikatakan bahwa model ini sama halnya dengan metode OLS (Ordinary Least Square) karena menggunakan kuadrat kecil biasa. Pada beberapa penelitian data panel, model ini seringkali tidak pernah digunakan sebagai estimasi utama karena sifat dari model ini yang tidak membedakan perilaku data sehingga memungkinkan terjadinya bias, namun model ini digunakan sebagai pembanding dari kedua pemilihan model lainnya.

Analisis data menggunakan model regresi berganda yang digunakan untuk mengetahui pengaruh Tenaga Kerja (TK), Pengangguran (P), dan Penduduk Miskin (PM) terhadap Ketimpangan Pembangunan Ekonomi (IW) dengan menggunakan metode OLS (Ordinary Least Square). Spesifikasi dari analisis ini adalah:

IWit= β0+β1TKit+β2Pit+β3PMit+

ε

t

Dimana:

IW : Indeks Williamson (Nilai)


(68)

49

P : Pengangguran (Jiwa)

PM : Penduduk Miskin (Jiwa)

i : Kotamadya Provinsi DKI Jakarta

t : data time series

ε

t : Error term

β0 : intersep

β1, β2, β3 : koefisien regresi yang ditaksir

Dikarenakan data Tenaga Kerja (TK), Pengangguran (P), dan Penduduk Miskin (PM) adalah data asli sedangkan data indeks Williamson berbentuk rasio atau nilai yang terlalu kecil dibandingkan dengan data variabel bebas, maka untuk menyamakan nilai ke-3 variabel bebas tersebut disederhanakan kedalam bentuk logaritma natural, untuk selanjutnya perhitungan dalam penelitian ini memakai data Tenaga Kerja (TK), ), Pengangguran (P), dan Penduduk Miskin (PM) yang telah disederhanakan ke dalam bentuk logaritma natural. Sehingga persamaannya adalah sebagai berikut:

lnIWit= β0+β1lnTKit+β2lnPit+β3lnPMit+

ε

t

b) Model Pendekatan Efek Tetap (Fixed Effect)

Kesulitan terbesar dalam pendekatan metode kuadrat terkecil biasa adalah adanya asumsi intersep dan slope dari persamaan regresi yang dianggap konstan, baik antar daerah maupun antar waktu yang mungkin tidak beralasan. Generalisasi secara umum sering dilakukan dengan memasukkan variabel boneka (dummy variabel) untuk memungkinkan terjadinya perbedaan nilai parameter yang berbeda-beda baik lintas unit cross section maupun antar waktu. Pendekatan dengan memasukkan variabel boneka ini dikenal dengan sebutan model efek tetap


(1)

57

lebih baik dimana hal ini tidak bisa dilakukan dengan metode cross section maupun time series.

Panel data memungkinkan mempelajari lebih kompleks mengenai perilaku yang ada dalam model sehingga pengujian data panel tidak memerlukan uji asumsi klasik (Gujarati 2006). Dengan keunggulan regresi data panel maka implikasinya tidak harus dilakukannya pengujian asumsi klasik dalam model data panel


(2)

V. SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan

1. Nilai Indeks Wiliamson untuk Provinsi DKI Jakarta selama tahun penelitian menunjukan bahwa ketimpangan pembangunan ekonomi yang terjadi di Provinsi DKI Jakarta cenderung mengalami peningkatan selama tahun penelitian dari tahun 2009 dengan IW sebesar 0,174 sampai dengan tahun 2013 dengan IW sebesar 0.210.

2. Hasil penelitian membuktikan bahwa variabel tenaga kerja berpengaruh negatif secara statistik, Koefisien regresi variabel tenaga kerja memberikan tanda negatif yang berarti semakin meningkat tenaga kerja akan menurunkan ketimpangan pembangunan ekonomi di Provinsi DKI Jakarta.

3. Hasil penelitian membuktikan bahwa variabel pengangguran berpengaruh positif secara statitik, Koefisien regresi variabel pengangguran memberikan tanda positif yang berarti semakin meningkat pengangguran akan meningkatkan ketimpangan pembangunan ekonomi di Provinsi DKI Jakarta.

4. Hasil penelitian membuktikan bahwa variabel penduduk miskin berpengaruh positif secara statitik, Koefisien regresi variabel pengangguran memberikan tanda positif yang berarti semakin meningkat pengangguran akan


(3)

85

B. Saran

1. Peningkatan jumlah angkatan kerja harus diimbangi dengan kesempatan kerja yang lebih banyak. Tentunya dengan kegiatan investasi yang dapat

meningkatkan kesempatan kerja secara tidak langsung. Kesempatan kerja sebaiknya juga diciptakan pada semua daerah kotamadya di wilayah Provinsi DKI Jakarta dan tidak mementingkan daerah tertentu. Para pencari kerja juga sebaiknya dibekali oleh kemampuan yang lebih baik seperti dengan cara menyelenggarakan kursus-kursus keterampilan, membantu dan mendorong usaha wiraswasta agar dapat menyerap tenaga kerja yang ada

2. Adanya ketimpangan pembangunan antar daerah memberikan indikasi bahwa adnya penduduk miskin sangat berpengaruh. Penduduk miskin yang ada di daerah kotamadya hendaknya tetap dibantu dan dibina oleh pemerintah di daerah masing-masing sehingga diharapkan daerah yang tertinggal mampu mengejar daerah yang sudah maju.

3. Penelitian selanjutnya diharapkan bisa menambahkan variabel lain yang diduga berpengaruh terhadap ketimpangan pembangunan ekonomi seperti indeks pembangunan manusia, perbedaan kandungan sumber daya alam, perbedaan konsentrasi kegiatan ekonomi antarwilayah, perbedaan kondisi geografis, dan mobilitas barang dan jasa.


(4)

Daftar Pustaka

Afrizal, Fitrah. 2013. Analisis Pengaruh Tingkat Investasi, Belanja Pemerintah Dan Tenaga Kerja Terhadap PDRB Di Provinsi Sulawesi Selatan Tahun 2001-2011. Universitas Hasanudin. Makassar.

Aldilla, Rezza. 2011. Analisis pengaruh tenaga kerja dan output Terhadap indeks ketimpangan penyerapan Tenaga kerja industri manufaktur di

Kabupaten/kota di wilayah provinsi jawa Tengah. Universitas Diponegoro. Semarang.

Angela, Yuki. 2010. Analisis ketimpangan pembangunan wilayah Di Provinsi

DKI Jakarta Tahun 1995-2008. Universitas Dipenogoro. Semarang.

Arsyad, Lincolin. 2010. Ekonomi Pembangunan. Edisi Kelima. UPP STIM YKPN. Yogyakarta.

Gujarati, Damodar. 2003. Basic Econometric, (Fourth edition). USA. Mc Graw- Hill Internatonal.

Hartono, Budiantoro. 2008. Analisis Ketimpangan Pembangunan Ekonomi di Provinsi Jawa Tengah. Tesis S.2 Program Pasca Sarjana. Undip. Semarang.

Munir, Risfan. 2003. Otonomi Daerah dan Masalah Ketimpangan Ekonomi. http://www.forum-inovasi.or.id. email : inovasi@forum-inovasi.or.id. Sembiring, E. R. 2005. Karakteristik Perusahaan dan Pengungkapan Tanggung

Jawab Sosial. Jakarta. Simposium Nasional.

Simanjuntak, Payaman. J. 2002. Undang-Undang yang Baru tentang Serikat Pekerja/Serikat Buruh. Kantor Perburuhan Internasional. Jakarta. Sjafrizal. 2008. Ekonomi Regional Teori dan Aplikasi. Baduose Media. Padang

Sumatera Barat.

Sugiono. (2009). Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R & D. Bandung. Sukirno, Sadono. 2006. Ekonomi Pembangunan (Proses, Masalah, dan Dasar

Kebijaksanaan). Jakarta. Fakultas Ekonomi UI.

Tarigan. Robinson. 2007. Ekonomi Regional Teori dan Aplikasi. Bumi Aksara. Jakarta


(5)

Todaro, Michael, P. 2000. Pembangunan Ekonomi di Dunia Ketiga, Edisi Ketujuh (diterjemahkan oleh Haris Munandar). Jakarta. Erlangga. Widarjono, Agus. 2009. Ekonomi Pengantar dan Aplikasi. Penerbit Ekonisia.

Yogyakarta.

Widiarto, 2001. Ketimpangan, Pemerataan dan Infrastruktur. widoarto@bandumg2. wasantara. net.id

Zahara Hastiari,. 2014. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Ketimpangan

Pembangunan Ekonomi Provinsi Lampung Tahun 2008-2012. Universitas

Lampung. Bandar lampung

Zuhri, Mursid. 1998. Kajian Hubungan Fungsional Jawa Tengah – Jawa Timur

Dalam Pengembangan Wilayah. Semarang. BAPPEDA Propinsi Jawa

Tengah

Badan Pusat Statistik. 2009. Jakarta Dalam Angka 2009. Badan Pusat Statistik. Jakarta

Badan Pusat Statistik. 2010. Jakarta Dalam Angka 2010. Badan Pusat Statistik.. Jakarta

Badan Pusat Statistik. 2011. Jakarta Dalam Angka 2011. Badan Pusat Statistik.. Jakarta

Badan Pusat Statistik. 2012. Jakarta Dalam Angka 2012. Badan Pusat Statistik.. Jakarta

Badan Pusat Statistik. 2013. Jakarta Dalam Angka 2013. Badan Pusat Statistik.. Jakarta

Situs resmi BPS DKI Jakarta

http://jakarta.bps.go.id/Subjek/view/id/23#subjekViewTab1 diakses tanggal 25/4/2015

Situs resmi BPS DKI Jakarta

http://jakarta.bps.go.id/Subjek/view/id/12#subjekViewTab1 diakses tanggal 25/4/2015

Situs resmi BPS DKI Jakarta publikasi/buku/lda2013/index.html#/440/zoomed diakses tanggal 25/4/2015

Situs resmi BPS DKI Jakarta

http://jakarta.bps.go.id/Subjek/view/id/6#subjekViewTab3 diakses tanggal 25/4/2015


(6)