FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KETIMPANGAN PEMBANGUNAN EKONOMI PROVINSI LAMPUNG TAHUN 2008-2012

(1)

Oleh

HASTIARI ZAHARA

ABSTRAK

Ketimpangan ekonomi sering digunakan sebagai indikator perbedaan pendapatan per kapita rata-rata, antar kelompok tingkat pendapatan, antar kelompok lapangan kerja, dan antar wilayah. Penelitian ini bertujuan untuk memberikan bukti empiris mengenai pengaruh tenaga kerja, investasi swasta serta dana alokasi bantuan pembangunan terhadap tingkat ketimpangan pembangunan ekonomi. Penelitian ini menggunakan data panel yang terdiri dari 10

Kabupaten/Kota di Provinsi Lampung. Data dianalisis dengan pendekatan

Random Effect menggunakan softwareEviews 6.0. Hasil perhitungan menunjukan bahwa variabel tenaga kerja, investasi swasta dan dana alokasi bantuan

pembangunan berpengaruh terhadap ketimpangan pembangunan ekonomi di Provinsi Lampung baik secara parsial maupun secara bersama-sama. Tetapi secara parsial variabel dana alokasi bantuan pembangunan mempunyai pengaruh positif terhadap tingkat ketimpangan pembangunan ekonomi di Provinsi Lampung selama tahun penelitian2008-2012.

Kata Kunci : ketimpangan pembangunan ekonomi, tenaga kerja, investasi swasta, dana alokasi bantuan pembangunan, data panel, Random Effect.


(2)

by

HASTIARI ZAHARA

ABSTRACT

Inequality of economic often used as an indicator of differences in income per capita on average, inter-group income levels, employment among groups, and between regions. This study aims to provide empirical evidence about the

influence of labor, private investment and development assistance funds allocated to the inequality of economic development. This study uses panel data consisting of 10 districts in the province of Lampung. Calculation shows that the variable labor, private investment funds and development assistance allocations affect the inequality of economic development in the Lampung Province either partially or jointly. But in partial allocation of development assistance funds have a positive effect on the level of inequality of economic development in Lampung province during the study year 2008-2012.

Keywords: inequality of economic development, employment, private

investment, development assistance funds allocation, panel data, random effect.


(3)

(4)

(5)

(6)

(7)

RIWAYAT HIDUP

Penulis bernama Hastiari Zahara lahir pada tanggal 29 April 1992 di Bogor, Jawa Barat. Penulis lahir sebagai anak kedua dari tiga bersaudara dari pasangan Bapak Ir. Zainul Karoman. M.M, M.AP dan Ibu Empip Hasanah, S.Ip.

Penulis memulai pendidikan di Taman Kanak-kanak UNILA, Selanjutnya penulis meneruskan pendidikan di Sekolah Dasar Kartika II-5 Bandar Lampung. Kemudian, penulis melanjutkan pendidikan di Sekolah Menengah Pertama di SMPN 2 Bandar Lampung, dan tamat pada tahun 2007. Pada tahun yang sama penulis meneruskan pendidikan di Sekolah Menengah Atas (SMA) YP UNILA, Bandar Lampung dan tamat pada tahun 2010.

Pada tahun 2010 penulis diterima di perguruan tinggi Universitas Lampung melalui jalur Penelusuran Kemampuan Akademik dan Bakat (PKAB) pada jurusan Ekonomi Pembangunan, Fakultas Ekonomi yang sekarang berganti nama menjadi Fakultas Ekonomi dan Bisnis. Penulis menyelesaikan pendidikan di Universitas Lampung pada tahun 2014.


(8)

MOTO

“Hai orang-orang yang beriman, Jadikanlah sabar dan shalatmu sebagai penolongmu, sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar”

(Al-Baqarah: 153)

“Barang siapa merintis jalan mencari ilmu maka Allah akan memudahkan baginya jalan ke surga”

(H.R Muslim)

“Hidup hanya sekali, buatlah sejarah yang manis” (Hastiari Zahara)


(9)

PERSEMBAHAN

Sebagai perwujudan rasa terima kasihku, teruntuk kedua orang tuaku

yang selalu mendoakan keberhasilanku disetiap sujudnya, rela bekerja keras dan mencurahkan kasih sayangnya,

mendidik dengan baik dan disiplin

serta merangkul aku dengan segenap jiwa dan raganya

ketika aku lelah dan semangatku patah untuk meneruskan perjuangan. ( Papa dan Mama)


(10)

SANWACANA

Segala puji dan syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT yang telah

memberikan rahmat dan hidayahnya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Ketimpangan Pembangunan Ekonomi Provinsi Lampung Tahun 2008-2012” sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana Ekonomi pada Jurusan Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Lampung.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih yang tulus kepada semua pihak yang telah memberikan bimbingan, dukungan, dan bantuan selama proses penyelesaian skripsi ini. Secara khusus, penulis ucapkan terima kasih kepada: 1. Bapak Prof. Dr. Satria Bangsawan, S.E., M.Si., selaku Dekan Fakultas

Ekonomi dan Bisnis Universitas Lampung.

2. Bapak Muhammad Husaini, S.E., M.Si., selaku Ketua Jurusan Ekonomi Pembangunan. Terima kasih telah memberikan inspirasi kepada penulis. 3. Ibu Asih Murwiati, S.E., M.E., selaku Sekretaris Jurusan Ekonomi

Pembangunan. Terima kasih untuk masukan dan saran-sarannya.

4. Bapak Dr. Saimul, S.E., M.Si., selaku Pembimbing Skripsi atas kesediaannya untuk memberikan bimbingan, dukungan, saran, kritik dan mencurahkan segenap ide untuk mengarahkan penulis dalam proses penyelesaian skripsi.


(11)

dan pelajaran dengan baik.

7. Staf dan karyawan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Lampung, Bu Mar, Bu Yati, Mas Kus beserta staf lainnya, terima kasih telah membantu proses kelancaran skripsi ini.

8. Mama dan Papa tercinta, terima kasih untuk setiap untaian doa, pengorbanan, dukungan moral dan materi yang selalu memotivasi penulis sehingga penulis memiliki semangat untuk menyelesaikan studi ini.

9. Kakak dan Adik ku tersayang Hanizar Maidani, S.H dan M. Kahfi Akbar Al-Zahas. Terima Kasih atas doa dan semangatnya yang telah di berikan selama ini.

10. Billy Raka Lukita, terima kasih untuk motivasi yang tak pernah henti dan juga doa serta waktu selama ini.

11. Sahabat-sahabat terbaikku. Ghea, Bulan, Naya, Intan, Maharani, Ovia, Tiara Pelopin, dan Cipid. Terima kasih untuk segalanya. Percayalah segala usaha yang telah kita lakukan kelak akan berbuah manis.

12. Sahabat-sahabat seperjuangan. Ella, Tiwi, Hana, Nurul, Winda, Hadista, yang telah mendukungku dan berbagi kesedihan maupun kesenangan selama ini. 13. Teman-teman satu pembimbing. Shinta, Claudya, Sonia, Dina, Via, Wuri dan

Princess. Terimakasih telah berjuang bersama-sama dalam proses penyelesaian skripsi.

14. Teman-teman mahasiswa Ekonomi Pembangunan angkatan 2010. Hadi, Devi, Gege, Dinasty, Atha,Inaya, Deni, Angga, Citra, Ridwan Amin, Akang,


(12)

15. Alamamater tercinta yang tidak dapat dituliskan namanya satu persatu yang membantu penulis dalam pembuatan tulisan ini. Terima Kasih untuk

semuanya semoga ALLAH memuliakan kita semua, karna hanya DIA lah yang dapat membalas kebaikan yang telah kalian berikan. Sesungguhnya kebaikan sangatlah MULIA bagi-NYA.

16. Beberapa pihak yang telah memberikan kontribusi dalam penulisan skripsi ini yang tidak bisa disebutkan satu per satu. Terima kasih.

Akhir kata, penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, akan tetapi sedikit harapan semoga skripsi yang sederhana ini dapat berguna dan bermanfaat bagi kita semua. Aamiin.

Bandar Lampung, 21 Juli 2014 Penulis,


(13)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI ... i

DAFTAR GAMBAR ... ii

DAFTAR TABEL ... iii

DAFTAR LAMPIRAN ... iv

I . PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Rumusan Masalah ... 11

C. Tujuan Penelitian ... 12

D. Kegunaan Penelitian... 12

E. Kerangka Pemikiran ... 13

F. Hipotesis ... 16

G. Ruang Lingkup Penelitian ... 16

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 18

A. Pembangunan dan Pertumbuhan Ekonomi ... 18

B. Pentingnya Pembangunan dan Pertumbuhan Ekonomi Daerah ... 21

C. Ketimpangan Pembangunan Antar Daerah ... 25

D. Investasi... 29

E. Tenaga Kerja ... 31

F. Dana Alokasi Bantuan Pembangunan ... 34

G. Indeks Williamson ... 37

H. Teori Data Panel ... 39

I. Penelitian Terdahulu ... 43

III. METODE PENELITIAN ... 46

A. Jenis dan Sumber Data ... 46


(14)

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 59

A. Keadaan Geografis ... 59

B. Analisis Data ... 61

C. Hasil Regresi Data Panel dengan Pendekatan Pooled Least Square 69 D. Estimasi Persamaan Regresi dengan Pendekatan Fixed Effect ... 70

E. Estimasi Persamaan Regresi dengan Pendekatan Random Effect .... 71

F. Hasil Pemilihan Teknik Estimasi Regresi Data Panel ... 72

G. Estimasi Persamaan Regresi dengan Pendekatan Random Effect ... 73

H. Pengujian Hipotesis ... 77

I. Pembahasan ... 79

J. Keterbatasan Penelitian ... 86

V. SIMPULAN DAN SARAN ... 88

A. Simpulan ... 88

B. Saran ... 89 DAFTAR PUSTAKA


(15)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. Persentase Penduduk Miskin Menurut Provinsi di Wilayah Sumatera ... 5

2. PDRB per Kapita Atas Dasar Harga Konstan Kabupaten dan Kota Provinsi Lampung Tahun 2008-2012 (Rp) ... 6

3. Penanaman Modal/ Investasi Provinsi Lampung Tahun 2008-2012 ... 7

4. Kondisi Ketenagakerjaan Provinsi Lampung Tahun 2008-2012 (Jiwa)... 8

5. Kondisi Alokasi Dana Bantuan Pembangunan Provinsi Lampung Tahun 2008-2012 (Jt Rp) ... 10

6. Daftar Penelitian Terdahulu ... 43

7. Nama Variabel, Simbol, Periode Waktu, Satuan Pengukuran dan Sumber Data ... 50

8. Tingkat Ketimpangan Pembangunan Ekonomi Kabupaten / Kota dan Provinsi Lampung Tahun 2008-2012 ... 61

9. Jumlah Investasi Kabupaten / Kota Provinsi Lampung Tahun 2008-2012 (Jt Rp) ... 64

10.Jumlah Angkatan Kerja Kabupaten / Kota dan Provinsi Lampung Tahun 2008-2012 (Jiwa). ... 66

11.Persentase Penduduk Bekerja di Kabupaten / Kota di Provinsi Lampung ... 67

12.Dana Alokasi Bantuan Pembangunan Kabupaten / Kota dan Provinsi Lampung Tahun 2008-2012 (Jt Rp) ... 68

13.Hasil Regresi Data Panel dengan Pendekatan Pooled Least Square ... 69

14.Hasil Regresi Data Panel dengan Pendekatan Fixed Effect ... 70


(16)

17.Pengaruh Tenaga Kerja, Investasi Swasta dan Dana Alokasi Bantuan Pembangunan Terhadap Tingkat Ketimpangan Pembangunan

Ekonomi Di Provinsi Lampung Tahun 2008-2012 ... 73 18.Nilai Koefisien Random Effect pada Intersep Tiap Kabupaten / Kota

di Provinsi Lampung ... 75 19.Hasil Uji T-statistik ... 78 20.Hasil Uji F-Statistik ... 79


(17)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1. Kerangka Pemikiran Penelitian ... 15 2. Kurva Ketimpangan Regional ... 23


(18)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Secara umum pembangunan ekonomi didefinisikan sebagai suatu proses yang menyebabkan GNP (Gross National Product) per kapita atau pendapatan masyarakat meningkat dalam periode waktu yang panjang (Afrizal, 2013).

Walaupun banyak mendapat tanggapan di kalangan masyarakat namun tidak dapat disangkal bahwasanya pemerataan pembangunan merupakan salah satu indikator yang lazim digunakan oleh badan-badan dunia dalam menilai keberhasilan pembangunan yang dilaksanakan oleh suatu Negara. Pembangunan adalah suatu proses multidimensional yang melibatkan berbagai perubahan-perubahan

mendasar dalam struktur sosial, tingkah laku sosial, dan institusi sosial, di

samping akselerasi pertumbuhan ekonomi, pemerataan ketimpangan pendapatan, serta pemberantasan kemiskinan. Maka tujuan dari pembangunan itu sendiri adalah untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

Ketimpangan, pemerataan, dan infrastruktur sebenarnya telah dikenal cukup lama di Indonesia, misalnya melatar belakangi program padat karya berbagai

pembangunan infrastruktur, seperti dalam program perbaikan kampung, perbaikan jalan, pos kampling, sungai, irigasi listrik, telepon, pelayanan kesehatan,


(19)

pendidikan dan lain-lain. Ketimpangan pembangunan antar daerah dengan pusat dan antar daerah satu dengan daerah lain merupakan suatu hal yang wajar, karena adanya perbedaan dalam sumber daya dan awal pelaksanaan pembangunan antar daerah. (Williamson, 1965, dalam Hartono, 2008). Ketimpangan yang paling lazim dibicarakan adalah ketimpangan ekonomi. Ketimpangan ekonomi sering digunakan sebagai indikator perbedaan pendapatan per kapita rata-rata, antar kelompok tingkat pendapatan, antar kelompok lapangan kerja, dan antar wilayah. Pendapatan per kapita rata-rata suatu daerah dapat disederhanakan menjadi

Produk Domestik Regional Bruto dibagi dengan jumlah penduduk. Cara lain yang bisa digunakan adalah dengan mendasarkan kepada pendapatan personal yang didekati dengan pendekatan konsumsi (Widiarto, 2001). Dalam pengukuran ketimpangan pembangunan ekonomi regional digunakan Indeks Williamson.

Masalah besar yang umumnya dihadapi oleh negara-negara berkembang termasuk Indonesia adalah kesenjangan ekonomi atau ketimpangan dalam distribusi

pendapatan antara kelompok masyarakat berpendapatan tinggi dan kelompok masyarakat berpendapatan rendah serta tingkat kemiskinan atau jumlah orang berada di bawah garis kemiskinan (poverty line) (Aldilla, 2011).

Istilah pembangunan bisa saja diartikan berbeda oleh masing-masing orang, daerah satu dengan lainnya maupun negara satu dengan negara lainnya. Penting bagi kita untuk dapat memiliki definisi yang sama dalam mengartikan

pembangunan. Pembangunan ekonomi adalah proses yang dapat menciptakan pendapatan riil perkapita sebuah Negara meningkat untuk periode jangka panjang dengan syarat, sejumlah orang hidup di bawah garis kemiskinan mutlak tidak


(20)

naik, dan distribusi pendapatan tidak semakin timpang (Tarigan, 2004).

Permasalahan ketimpangan pembangunan ekonomi tidak dapat dipisahkan dari permasalahan kemiskinan, biasanya terjadi pada negara miskin dan berkembang. Ketimpangan ini pada awalnya disebabkan oleh adanya perbedaan kandungan sumber daya alam dan perbedaan kondisi demografi yang terdapat pada masing – masing wilayah. Akibat dari perbedaan ini, kemampuan suatu daerah untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan mendorong proses pembangunan juga menjadi berbeda (Sari, 2009).

Terjadinya ketimpangan pembangunan antar wilayah ini selanjutnya membawa implikasi terhadap tingkat kesejahteraan masyarakat pada wilayah bersangkutan. Biasanya implikasi ini ditimbulkan adalah dalam bentuk kecemburuan dan ketidakpuasan masyarakat yang dapat pula berlanjut dengan implikasi politik dan ketentraman masyarakat. Karena itu, aspek ketimpangan pembangunan ekonomi antar wilayah ini perlu ditanggulangi melalui formulasi kebijakan pembangunan wilayah yang dilakukan oleh pemerintah daerah.

Sari (2009) melakukan penelitian tentang ketimpangan pembangunan antar wilayah di Provinsi Lampung, hasil penelitiannya menunjukan bahwa kondisi ketimpangan pembangunan antar wilayah di Provinsi Lampung Tahun 2003-2007 dalam kategori tingkat ketimpangan ringan. Penelitian ini juga menunjukan bahwa wilayah yang memiliki pertumbuhan relatif lambat adalah Kabupaten Lampung Barat, Lampung Selatan, Lampung Tengah, Lampung Utara dan Kota Metro.


(21)

Pembangunan ekonomi daerah adalah suatu proses dimana pemerintah daerah dan seluruh komponen masyarakat mengelola berbagai sumber daya yang ada dan membentuk suatu pola kemitraan untuk menciptakan suatu lapangan pekerjaan baru dan merangsang perkembangan kegiatan ekonomi dalam daerah tersebut. Tolak ukur keberhasilan pembangunan ekonomi dapat dilihat dari pertumbuhan ekonomi, semakin kecilnya ketimpangan pendapatan antar penduduk, antar daerah, dan antar sektor (Widiarto, 2001).

Searah dengan itu, Provinsi Lampung mengarahkan pembangunan daerahnya untuk menggali potensi yang ada di daerahnya, baik potensi sumber daya alam maupun sumber daya manusia guna mencapai pemerataan pendapatan,

kesempatan kerja, tingkat partisipasi angkatan kerja serta pertumbuhan ekonomi yang tinggi di berbagai daerahnya (Sari, 2009). Tetapi faktanya menurut data Badan Pusat Statistik, Provinsi Lampung memiliki persentase penduduk miskin terbanyak di Pulau Sumatera.

Perkembangan penduduk miskin menurut provinsi di wilayah sumatera seperti terlihat pada Tabel 1. Dari tabel 1 tersebut memperlihatkan bahwa Provinsi Lampung pada Tahun 2012, mempunyai persentase kemiskinan cukup tinggi setelah Provinsi Aceh dan Bengkulu yaitu sebesar 16,18 persen dibandingkan dengan provinsi lainnya di wilayah sumatera. Hal ini mengidentifikasikan adanya ketidakmerataan pembangunan ekonomi yang terjadi di Provinsi Lampung.


(22)

Tabel 1. Persentase Penduduk Miskin Menurut Provinsi di Wilayah Sumatera

Provinsi TAHUN

2008 2009 2010 2011 2012

Aceh 23.53 21.80 20.98 19.57 19.46 Sumatera Utara 12.55 11.51 11.31 11.33 10.67 Sumatera Barat 10.67 9.54 9.50 9.04 8.19 Riau 10.63 9.48 8.65 8.47 8.22 Jambi 9.32 8.77 8.34 8.65 8.42 Sumatera Selatan 17.73 16.28 15.47 14.24 13.78 Bengkulu 20.64 18.59 18.30 17.50 17.70

Lampung 20.98 20.22 18.94 16.93 16.18

Bangka Belitung 8.58 7.46 6.51 5.75 5.53 Kep. Riau 9.18 8.27 8.05 7.40 7.11 Sumber: Susenas, Badan Pusat Statistik. 2013

Berdasarkan administrasi wilayah, secara administratif Provinsi Lampung terdiri dari 15 Kabupaten/Kota, 214 wilayah Kecamatan, dan 2.463 desa/kelurahan dengan luas wilayah sebesar 35.288,35 Km2, daerah yang memiliki luas wilayah terbesar di Provinsi Lampung adalah Kabupaten Tulang Bawang yaitu 7.770,84 Km2 dan daerah dengan luas wilayah paling kecil adalah Kota Metro dengan luas 61,79 Km2.

Secara tradisional pembangunan memiliki arti peningkatan yang terus menerus pada Gross Domestik Produk (GDP) atau Produk Domestik Bruto (PDB) suatu negara. Untuk daerah, makna pembangunan yang tradisional difokuskan pada PDRB suatu provinsi, kabupaten dan kota. (Riadi, 2005)

Meskipun Provinsi Lampung mempunyai persentase penduduk miskin yang cukup tinggi tetapi Provinsi Lampung mempunyai PDRB per kapita yang terus meningkat setiap tahunnya. Terlihat dalam Tabel 2, bahwa PDRB per kapita Provinsi Lampung pada tahun 2011 sebesar Rp. 5.555.227 meningkat pada tahun


(23)

2012 sebesar Rp.5.814.771. Kota Metro menjadi daerah yang terkecil dalam memperoleh PDRB per kapita di antara kabupaten dan kota lainnya, yaitu pada tahun 2012 sebesar Rp.634.245.

Tabel 2. PDRB per Kapita Atas Dasar Harga Konstan Kabupaten dan Kota Provinsi Lampung Tahun 2008-2012 (Rp)

No Kabupaten / Kota 2008 2009 2010 2011 2012

1 Lampung Barat 1253282 1427754 1509472 1578014 1682894

2 Tanggamus 1947707 2218851 2345519 2493930 2667036

3 Lampung Selatan 3612129 4114980 4350044 4612550 4906268

4 Lampung Timur 3616348 4119786 4328221 4195197 4811393

5 Lampung Tengah 4874432 5553010 5883047 6587165 7006637

6 Lampung Utara 2816427 3208506 3368213 3557987 3781781

7 Way Kanan 1176454 1340230 1409576 1487011 1570458

8 Tulang Bawang 1869365 2129602 2261365 2385679 2548776

9 Pesawaran 1383250 1575815 1668928 1775910 1887427

10 Bandar Lampung 5399408 6151069 6540521 6967851 7423369

11 Metro 466289 531202 562509 598519 634245

12 Tulang Bawang Barat 934535 1064633 1127310 1199022 1277649

13 Mesuji 1036542 1180841 1250762 1327385 1405713

14 Pringsewu 1108613 1262945 1350744 1446602 1538923

LAMPUNG 4817185 5028805 5281731 5555227 5814771

Sumber: Badan Pusat Statistik Provinsi Lampung 2013

Penyebab ketimpangan pembangunan antar wilayah di Provinsi lampung di antaranya adalah perbedaan kandungan sumber daya alam, sumber daya manusia dalam hal ini tenaga kerja, kondisi demografis, Investasi yang berbeda-beda antar wilayah, mobilitas barang dan jasa yang kurang lancar, dana alokasi bantuan antar wilayah, konsentrasi kegiatan ekonomi wilayah dan sosial budaya. (Sari, 2009). Salah satu tujuan pembangunan nasional adalah perluasan kesempatan kerja yang dapat dilakukan antara lain melalui peningkatan investasi.

Gambaran perkembangan pembangunan daerah tidak lepas dari perkembangan distribusi dan alokasi investasi antar daerah. Provinsi Lampung merupakan salah satu barometer perekonomian Indonesia dan merupakan daerah tujuan investasi.


(24)

Tetapi selain itu diperlukan juga campur tangan pemerintah untuk mengurangi ketimpangan pembangunan ekonomi antar daerah, oleh karena itu penelitian ini memfokuskan hanya kepada pengaruh tenaga kerja, investasi swasta dan dana alokasi bantuan pemerintah sebagai faktor-faktor yang mempengaruhi

ketimpangan pembangunan ekonomi di Provinsi Lampung.

Investasi berupa penanaman modal dalam negeri dan penanaman modal asing di daerah dapat mempengaruhi secara negatif terhadap ketimpangan pembangunan ekonomi. Artinya dengan adanya peningkatan investasi akan mengakibatkan kegiatan ekonomi dan peningkatan kemakmuran penduduk sehingga ketimpangan akan menurun (Hartono, 2008).

Berikut akan ditampilkan Tabel yang memperlihatkan penanaman modal/ Investasi selama 5 Tahun (2008-2012) di Provinsi Lampung:

Tabel 3. Penanaman Modal/ Investasi Provinsi Lampung Tahun 2008-2012 Tahun PMDN (Jt Rp)

%

Perubahan PMA (Jt Rp)

% Perubahan

2008 742635 2235416

2009 1948356 61.88% 39418 -5571.05% 2010 857553 -127.20% 1288749 96.94% 2011 3751948 77.14% 127967 -907.09% 2012 2712576 -38.32% 129977 1.55% Sumber: Badan Pusat Statistik Provinsi Lampung, 2013

Berdasarkan Tabel 3, Investasi di Provinsi Lampung baik PMA maupun PMDN mengalami penurunan hal ini berbeda dengan PDRB yang terus meningkat pada setiap tahunnya. Tabel tersebut juga memperlihatkan bila PMDN meningkat maka PMA akan mengalami penurunan begitu juga sebaliknya bila PMA meningkat maka PMDN mengalami penurunan, penurunan PMDN yang terbesar terjadi pada tahun 2010 dengan perubahan sebesar -127,20% sedangkan untuk PMA


(25)

penurunan terbesar terjadi pada Tahun 2009 dengan perubahan sebesar -5571,05%.

Ketimpangan pembangunan ekonomi antar daerah secara absolut maupun ketimpangan relatif antara potensi dan tingkat kesejahteraan tersebut dapat menimbulkan masalah dalam hubungan antar daerah. Falsafah pembangunan ekonomi yang dianut pemerintah jelas tidak bermaksud membatasi arus modal (bahkan yang terbang ke luar negeri saja hampir tidak dibatasi). Arus modal mempunyai logika sendiri untuk berakumulasi di lokasi-lokasi yang mempunyai prospek return atau tingkat pertumbuhan yang lebih tinggi, dan tingkat risiko yang lebih rendah. Sehingga tidak dapat dihindari jika arus modal lebih

terkonsentrasi di daerah-daerah kaya sumber daya alam dan kota-kota besar yang prasarana dan sarananya lebih lengkap yang mengakibatkan jumlah penduduk yang menganggur di Provinsi yang berkembang akan meningkat (Hartono, 2008).

Berikut akan ditampilkan tabel yang memperlihatkan Kondisi Ketenagakerjaan di Provinsi Lampung selama 5 Tahun (2008-2012):

Tabel 4. Kondisi Ketenagakerjaan Provinsi Lampung Tahun 2008-2012 (Jiwa)

Tahun

Jumlah

penduduk usia kerja

Angkatan Kerja

Bekerja dan Penyerapan

Tenaga

Kerja Menganggur 2008 7,437,414 5,248,138 3,568,770 3,213,553 355,217 2009 7,526,448 5,351,935 3,627,155 3,387,175 239,980 2010 7,608,405 5,367,848 3,706,346 3,302,297 404,049 2011 7,691,007 5,426,127 3,761,621 3,517,030 244,591 2012 7,767,312 5,523,672 3,732,415 3,536,574 195,841 Sumber: Dinas Tenaga Kerja & Transmigrasi Provinsi Lampung,2013


(26)

Tabel 4, menunjukkan penduduk Provinsi Lampung tahun 2008 berjumlah

7,437,414 jiwa terdiri dari 3,568,770 jiwa angkatan kerja, sedangkan tenaga kerja yang terserap hanya berjumlah 3,213,553 jiwa, sehingga tingkat pengangguran yang terjadi berjumlah 355,217 jiwa, dan pada Tahun 2012 jumlah penduduk berjumlah 7,767,312 jiwa terdiri dari 3,732,415 jiwa angkatan kerja, sedangkan tenaga kerja yang terserap hanya berjumlah 3,536,574 jiwa, sehingga tingkat pengangguran yang terjadi berjumlah 195,841 jiwa, mengalami penurunan dari Tahun 2011 yang berjumlah 244,591. Di sisi lain gelombang pencari kerja juga mengalir mengejar kesempatan ke kota-kota besar, ke daerah-daerah yang kaya potensi. Hal ini menjadi masalah kepadatan penduduk bagi daerah yang menerima pencari kerja dari daerah-daerah miskin ke kota besar. Oleh karena di kota-kota besar tersebut relatif banyak golongan ekonomi lemah dari penduduk asli ataupun dari daerah-daerah lain yang dapat mengakibatkan saling berebut tempat dan peluang antar kelompok daerah asal (Munir, 2003).

Berdasarkan Undang-Undang No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, “Dana Perimbangan adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan kepada Daerah untuk mendanai kebutuhan Daerah dalam rangka pelaksanaan Desentralisasi”. Dana perimbangan terdiri dari bagi hasil pajak/ bukan pajak, Dana Alokasi Umum (DAU), dan Dana Alokasi Khusus (DAK). Dana alokasi bantuan pembangunan daerah berupa Dana Alokasi Khusus (DAK) dan Dana Alokasi Umum (DAU) merupakan salah satu sumber keuangan untuk melakukan pembangunan ekonomi daerah.


(27)

Berikut akan ditampilkan Tabel yang memperlihatkan dana alokasi bantuan pembangunan daerah berupa Dana Alokasi Khusus (DAK) dan Dana Alokasi Umum (DAU) selama 5 Tahun (2008-2012):

Tabel 5. Kondisi Dana Alokasi Bantuan Pembangunan Provinsi Lampung Tahun 2008-2012 (Jt Rp)

Tahun DAU

%

Perubahan DAK

% Perubahan 2008 4,782,655,515 342,938,616

2009 4,825,526,000 0.89% 630,093,000 45.57% 2010 5,110,468,006 5.58% 703,557,300 10.44% 2011 6,431,138,009 20.54% 872,665,000 19.38% 2012 6,777,552,300 5.11% 905,712,000 3.65% Sumber: Badan Pusat Statistik Provinsi Lampung, 2013.(data diolah)

Tabel 5. Memperlihatkan dana alokasi bantuan pembangunan daerah berupa DAK dan DAU selama 5 tahun terus meningkat setiap tahunnya dengan peningkatan terbesar untuk DAU terjadi pada tahun 2011 sebesar 20,54% sedangkan untuk DAK terjadi pada tahun 2009 sebesar 45,57%, dari tabel tersebut Provinsi Lampung belum bisa terlepas dari dana bantuan pusat seperti DAU dan DAK, karena jumlah dana bantuan setiap tahunnya terus meningkat, untuk itulah diperlukan pembangunan ekonomi daerah yang merupakan bagian dari pembangunan nasional.

Guna meningkatkan pembangunan nasional harus didukung dengan pembangunan daerah yang dilaksanakan secara serasi dan terpadu dalam rangka mewujudkan keserasian dan keseimbangan Pembangunan Nasional. Pembangunan ekonomi daerah lebih menekankan pada pendekatan daerah secara administrasi dan pendekatan sektoral, yang diarahkan untuk lebih mengembangkan dan

menserasikan laju pertumbuhan antar daerah, antar perkotaan, antar perdesaan yang pelaksanaannya disesuaikan dengan prioritas daerah serta pengembangan


(28)

daerah seoptimal mungkin dengan memperhatikan dampak pembangunan (Zuhri, 1998 dalam Hartono, 2008).

Bagi daerah yang terlebih dulu membangun sudah tentu lebih banyak menyediakan sarana dan prasarana misalkan iklim usaha yang baik, jasa perbankan yang baik, sehingga menarik minat investor untuk mengadakan investasi. Proses tersebut menunjukkan bahwa kesenjangan pembangunan antar daerah sebenarnya akibat dari proses pembangunan itu sendiri. Berdasarkan atas penyebab ketimpangan regional antar wilayah dari tahun ke tahun cenderung melebar maka dapat diambil suatu dugaan, yakni ketimpangan pembangunan ekonomi yang dipengaruhi oleh investasi swasta, tenaga kerja dan dana alokasi bantuan pembangunan (Hartono, 2008).

Berdasarkan uraian di atas, maka penulis tertarik melakukan penelitian tentang

ketimpangan pembangunan ekonomi di Provinsi Lampung dengan judul penelitian

sebagai berikut “Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Ketimpangan Pembangunan Ekonomi Provinsi Lampung Tahun 2008-2012.”

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas, maka perumusan masalah pada penelitian ini adalah:

1. Seberapa besar tingkat ketimpangan pembangunan ekonomi di Provinsi Lampung dari Tahun 2008 – 2012?

2. Bagaimana pengaruh Tenaga Kerja terhadap tingkat ketimpangan pembangunan ekonomi di Provinsi Lampung dari Tahun 2008 – 2012?


(29)

3. Bagaimana pengaruh Investasi Swasta terhadap tingkat ketimpangan pembangunan ekonomi di Provinsi Lampung dari Tahun 2008 – 2012? 4. Bagaimana pengaruh Dana Alokasi Bantuan Pembangunan terhadap

tingkat ketimpangan pembangunan ekonomi di Provinsi Lampung dari Tahun 2008 – 2012?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan permasalahan yang penulis kemukakan diatas, maka dapat dijelaskan tujuan dari penelitian ini adalah:

1. Mengetahui tingkat ketimpangan pembangunan ekonomi di Provinsi Lampung dari Tahun 2008 – 2012.

2. Membuktikan secara empiris pengaruh tenaga kerja terhadap tingkat ketimpangan pembangunan ekonomi di Provinsi Lampung dari Tahun 2008 – 2012.

3. Membuktikan secara empiris pengaruh investasi swasta terhadap tingkat ketimpangan pembangunan ekonomi di Provinsi Lampung dari Tahun 2008 – 2012.

4. Membuktikan secara empiris dana alokasi bantuan pembangunan terhadap tingkat ketimpangan pembangunan ekonomi di Provinsi Lampung dari Tahun 2008 – 2012.

D. Kegunaan Penelitian

1. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memperluas wawasan dan pengetahuan serta bukti empiris mengenai pengaruh Tenaga Kerja,


(30)

Investasi Swasta serta Dana Alokasi Bantuan Pembangunan terhadap tingkat ketimpangan pembangunan ekonomi.

2. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan tambahan pengetahuan dan wawasan bagi mereka yang akan melakukan penelitian lebih lanjut mengenai ketimpangan pembangunan ekonomi.

3. Penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sumbangan pemikiran kepada Pemerintah Pusat Provinsi Lampung serta Pemerintah Daerah Kabupaten dan Kota tentang variabel yang signifikan berpengaruh terhadap

ketimpangan pembangunan ekonomi antar daerah di Provinsi Lampung.

E. Kerangka Pemikiran

Pada dasarnya pembangunan merupakan perubahan variabel-variabel seperti penduduk, pendapatan perkapita, ouput selama kurun waktu tertentu dalam suatu daerah yang dibatasi secara jelas. Namun dalam proses pembangunan ekonomi masalah percepatan pertumbuhan ekonomi di setiap daerah adalah berbeda, sehingga mengakibatkan ketimpangan regional yang tidak dapat dihindari mengingat adanya perbedaan kekayaan sumber daya yang berbeda antar daerah dan dasar pelaksanaan pembangunan itu sendiri serta konsentrasi yang berbeda (Afrizal, 2013).

Investasi berupa penanaman modal dalam negeri dan penanaman modal asing di daerah dapat mempengaruhi secara negatif terhadap ketimpangan pembangunan ekonomi di Provinsi Lampung. Artinya dengan adanya peningkatan investasi akan mengakibatkan kegiatan ekonomi dan peningkatan kemakmuran penduduk


(31)

Jumlah tenaga kerja yang ada dapat mempengaruhi tingkat ketimpangan. Dengan adanya tenaga kerja yang meningkat berarti ada kenaikan kegiatan ekonomi dan tingkat kemakmuran, sehingga ketimpangan mengalami penurunan. Jumlah tenaga kerja mempunyai pengaruh secara negatif terhadap ketimpangan pembangunan ekonomi. Berarti semakin meningkat tenaga kerja akan

menurunkan ketimpangan pembangunan ekonomi. Dengan dibukanya lapangan kerja baru tentu akan menyerap tenaga kerja baru sehingga jumlah angkatan kerja mengalami kenaikan. Sehingga ada penyerapan tenaga kerja ini yang akan

meningkatkan pendapatan masyarakat yang pada akhirnya akan meningkatkan daya beli masyarakat sehingga permintaan barang dan jasa lebih besar yang kemudian mendorong produsen untuk memproduksi lebih banyak lagi dan seterusnya, dengan demikian kegiatan ekonomi akan berjalan dengan baik dan ketimpangan ekonomi akan menurun. Keberhasilan suatu program pembangunan sangat tergantung pada pemanfaatan sumber daya yang tersedia. Sehingga perlu adanya campur tangan pemerintah untuk mengurangi ketimpangan pembangunan ekonomi antar daerah, misal dengan memberikan bantuan kepada daerah untuk mempercepat pembangunan daerah.

Dana alokasi bantuan pembangunan daerah merupakan salah satu sumber keuangan untuk melakukan pembangunan daerah. Pada dasarnya dalam melaksanakan pembangunan diperlukan sumber dana. Untuk mencapai

keberhasilan suatu program pembangunan sangat tergantung pada pemanfaatan sumberdaya yang tersedia. Penelitian ini bertujuan untuk membuktikan secara empiris dana perimbangan yang khusus terdiri dari DAU dan DAK yang


(32)

selanjutnya disebut dana alokasi bantuan pembangunan terhadap tingkat

ketimpangan pembangunan ekonomi, penelitian ini tidak memasukan dana bagi hasil (DBH) sebagai bagian dari dana alokasi bantuan, karena Menurut Syarifin dan Jubaedah (2005) “Dana bagi hasil adalah dana yang bersumber dari APBN yang dialokasikan kepada daerah berdasarkan angka presentase untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi”. Dana bagi hasil ini bersumber dari pajak dan kekayaan daerah, hal ini berarti bahwa DBH bersumber dari pajak dan kekayaan daerah dan kembali lagi ke daerah sesuai persentase yang ditetapkan, berbeda dengan DAU dan DAK yang langsung bersumber dari APBN. Jika dana alokasi bantuan pembangunan daerah meningkat maka ketimpangan pembangunan akan semakin kecil.

Berdasarkan uraian dari kerangka pemikiran maka hubungan antara variabel independen (bebas) dengan variabel dependen (terikat) dapat dilihat pada gambar berikut :

Gambar 1. Kerangka Pemikiran Penelitian

Indeks Ketimpangan Pembangunan Ekonomi (IW) Investasi Swasta (IS)

Tenaga Kerja (TK)

Dana Alokasi Bantuan (DAB)


(33)

F. Hipotesis

Berdasarkan tujuan penelitian ini, maka diajukan hipotesis sebagai berikut: 1. Diduga variabel Investasi Swasta berpengaruh secara negatif terhadap

ketimpangan pembangunan ekonomi di Provinsi Lampung;

2. Diduga variabel Tenaga Kerja berpengaruh secara negatif terhadap ketimpangan pembangunan ekonomi di Provinsi Lampung;

3. Diduga variabel Dana Alokasi Bantuan Pembangunan daerah berpengaruh secara negatif terhadap ketimpangan pembangunan ekonomi di Provinsi Lampung.

G. Ruang Lingkup Penelitian

Batasan masalah dilakukan agar penelitian dan pembahasannya lebih terarah, sehingga hasilnya tidak bias dan sesuai dengan harapan peneliti. Adapun ruang lingkup penelitianya adalah menguji mengenai pengaruh Tenaga Kerja, Investasi Swasta serta Dana Alokasi Bantuan Terhadap Tingkat Ketimpangan

Pembangunan Ekonomi antar Kabupaten dan Kota di Provinsi Lampung. Berikut variabel yang digunakan dalam penelitian ini.

1. Ketimpangan pembangunan ekonomi, dalam penelitian ini ketimpangan ekonomi ditunjukan oleh indeks ketimpangan yang diukur menggunakan Indeks Wiliamson.

2. Tenaga kerja adalah penduduk dalam usia kerja yang berumur 15 sampai 64 tahun yang berpartisipasi dalam aktivitas produksi barang dan jasa. 3. Investasi swasta, Investasi merupakan penanaman modal di suatu


(34)

dalam negeri yang terdiri dari Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) ditambah dengan realisasi investasi asing atau Penanaman Modal Asing (PMA).

4. Dana Alokasi Bantuan Pembangunan diukur dari jumlah dana bantuan pemerintah pusat kepada pemerintah daerah yang telah dihitung berdasarkan kuota. Dalam penelitian ini menggunakan jumlah realisasi Dana Alokasi Umum (DAU) dan Dana Alokasi Khusus (DAK), penelitian ini tidak memasukan dana bagi hasil (DBH) sebagai bagian dari dana alokasi bantuan, karena menurut pengertian sebelumnya DBH bersumber dari pajak dan kekayaan daerah dan kembali lagi ke daerah sesuai

persentase yang ditetapkan, berbeda dengan DAU dan DAK yang langsung bersumber dari APBN.


(35)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Pembangunan dan Pertumbuhan Ekonomi

Pembangunan dapat diartikan sebagai upaya terencana dan terprogram yang dilakukan secara terus menerus oleh suatu Negara untuk menciptakan masyarakat yang lebih baik, dan merupakan proses dinamis untuk mencapai kesejahteraan masyarakat. Proses kegiatan yang dilakukan dalam rangka pengembangan kegiatan ekonomi dan peningkatan taraf hidup masyarakat. Tiap-tiap Negara selalu mengejar dengan yang namanya pembangunan. Dengan tujuan semua orang turut mengambil bagian. Sedangkan kemajuan ekonomi adalah suatu komponen esensial dari pembangunan itu,walaupun bukan satu-satunya, hal ini disebabkan pembangunan itu bukanlah semata-mata fenomena ekonomi. Dalam pengertian yang paling mendasar, bahwa pembangunan itu haruslah mencakup masalah-masalah materi dan financial dalam kehidupan. Pembangunan seharusnya

diselidiki sebagai suatu proses multidimensional yang melibatkan reorganisasi dan reorientasi dari semua system ekonomi dan sosial (Todaro, 2000, dalam Hartono, 2008 ).

Proses peningkatan produksi barang dan jasa dalam kegiatan ekonomi masyarakat merupakan salah satu syarat dalam pembangunan. Pembangunan ekonomi mengandung pengertian yang lebih luas. Djojohadikusumo (1987) dalam


(36)

Hartono (2008) menyatakan bahwa pembangunan ekonomi mencakup perubahan pada tata susunan ekonomi masyarakat secara menyeluruh.

Pertumbuhan ekonomi pada umumnya didefinisikan sebagai suatu proses yang menyebabkan pendapatan perkapita penduduk suatu masyarakat meningkat dalam jangka panjang (Sukirno,1985) dalam Afrizal (2013)

Dari definisi tersebut terdapat tiga hal penting yaitu: 1. Suatu proses yang dilakukan secara terus menerus, 2. Usaha untuk meningkatkan pendapatan perkapita

3. Peningkatan pendapatan per kapita yang secara terus menerus dalam jangka waktu yang panjang.

Pada umumnya pembangunan selalu disertai dengan pertumbuhan, tetapi

pertumbuhan belum tentu disertai dengan pembangunan. Pada tingkat permulaan, pembangunan ekonomi dibarengi pula dengan pertumbuhan dan sebaliknya (Baiquni, 2004).

Menurut Sukirno (1985) dalam Aldilla (2011) laju pertumbuhan ekonomi daerah diartikan sebagai kenaikan dalam produk domestik regional bruto tanpa

memandang apakah kenaikan itu lebih besar atau lebih kecil dari pada

pertambahan jumlah penduduk, atau apakah perubahan struktur ekonomi terjadi atau tidak. Sedangkan menurut Tambunan (2001) dalam Aldilla (2011), bahwa pembangunan ekonomi dalam periode panjang, mengikuti pertumbuhan

pendapatan nasional, akan membawa suatu perubahan mendasar dalam struktur ekonomi. Ada kecenderungan atau dapat dilihat sebagai suatu hipotesis bahwa semakin tinggi laju pertumbuhan ekonomi rata – rata per tahun yang membuat


(37)

semakin tinggi atau semakin cepat perubahan struktur ekonomi, dengan asumsi bahwa faktor – faktor penentu lain mendukung proses tersebut, seperti tenaga kerja, bahan baku dan teknologi tersedia (Aldilla, 2011).

Menurut Lincolin Arsyad (1999) dalam Hartono (2008), pembangunan ekonomi daerah merupakan proses pemerintah daerah dan masyarakat daerah mengelola sumber-sumber daya yang ada dan membentuk suatu pola kemitraan antara pemerintah daerah dengan sektor swasta untuk menciptakan lapangan kerja baru dan untuk mendorong perkembangan kegiatan ekonomi (pertumbuhan ekonomi) dalam suatu wilayah tertentu.

Pertumbuhan ekonomi adalah proses kenaikan output per kapita dalam jangka panjang (Budiarto, 2007). Pertumbuhan ekonomi berkaitan dengan kenaikan output per kapita. Di sini ada dua sisi penting yaitu output total dan jumlah penduduk. Output per kapita adalah output total dibagi jumlah penduduk. Aspek ketiga dari definisi pertumbuhan ekonomi adalah perspektif waktu jangka panjang. Kenaikan output per kapita selama satu atau dua tahun, yang kemudian diikuti dengan penurunan output per kapita bukan pertumbuhan ekonomi.

Sedangkan menurut Kuznets dalam (Todaro, 2000) pertumbuhan ekonomi adalah kenaikan kapasitas dalam jangka panjang dari suatu negara yang bersangkutan untuk menyediakan berbagai barang ekonomi kepada penduduknya. Kenaikan kapasitas itu sendiri ditentukan atau dimungkinkan oleh adanya kemajuan atau penyesuaian-penyesuaian teknologi, institusional dan ideologis terhadap berbagai keadaan yang ada.


(38)

B. Pentingnya Pembangunan dan Pertumbuhan Ekonomi Daerah

Pertumbuhan ekonomi wilayah adalah pertambahan pendapatan masyarakat yang terjadi di daerah tersebut, yaitu kenaikan seluruh nilai tambah (Added Value) yang terjadi di daerah tersebut. Pertambahan tersebut di ukur dalam nilai riil, artinya dinyatakan dalam harga konstan.

Berkaitan dengan pembangunan daerah ada tiga pengertian tentang definisi daerah. Pengertian pertama daerah homogen (homogenues region) yaitu menganggap suatu daerah sebagai space atau ruang dimana kegiatan ekonomi berlaku dan diberbagai pelosok ruang tersebut sifat-sifatnya sama. Misalnya dari aspek geografis, etnik, ataupun aspek ekonomi. Pengertian kedua adalah daerah modal yaitu daerah sebagai ekonomi ruang yang dikuasai oleh satu atau beberapa pusat kegiatan ekonomi. Pengertian ketiga daerah administrasi yaitu daerah yang memiliki dan memberikan batasan suatu daerahnya dengan batasan administrasi.

Pembangunan ekonomi daerah merupakan proses pemerintah daerah dan masyarakat daerah mengelola sumber-sumber dana yang ada dan membentuk suatu pola kemitraan antara pemerintah daerah dengan sektor swasta untuk menciptakan lapangan kerja baru dan untuk mendorong perkembangan kegiatan ekonomi (pertumbuhan ekonomi) dalam suatu wilayah tertentu (Arsyad,1999).

Saat ini tidak ada suatu teori yang mampu menjelaskan pembangunan ekonomi daerah secara komperhensif. Namun demikian ada beberapa teori yang secara parsial dapat membantu untuk memahami arti penting pembangunan ekonomi daerah. Pada hakikatnya, inti dari teori tersebut berkisar pada metode dalam


(39)

menganalisis perekonomian suatu daerah dan teori-teori yang membahas tentang faktor-faktor yang menentukan pertumbuhan ekonomi di suatu daerah tertentu. Secara umum pendapat-pendapat yang mendasari bidang teori pembangunan ekonomi regional yang masing-masing mempunyai asumsi yang berbeda yaitu sebagai berikut:

1. Model Neo Klasik

Model Neo Klasik mendasarkan analisa pada peralatan fungsi produksi, sama halnya dengan analisis pertumbuhan ekonomi nasional. Kelompok Neo-Klasik berpendapat bahwa unsur-unsur yang menentukan pertumbuhan ekonomi regional adalah modal, tenaga kerja, kemajuan teknologi. Namun demikian ada

kekhususnya teori pertumbuhan regional Neo Klasik yaitu membahas secara mendalam pengaruh dari perpindahan penduduk / migrasi dan lalu lintas modal terhadap pertumbuhan ekonomi regional.

Kelompok Neo Klasik mengatakan bahwa pada saat proses pembangunan baru dimulai (negara yang sedang berkembang), tingkat perbedaan kemakmuran antara wilayah cenderung menjadi tinggi (divergence), ketika proses pembangunan telah berjalan dalam waktu lama (negara yang telah berkembang) maka perbedaan tingkat kemakmuran antara wilayah cenderung menurun (convergen). Kebenaran pendapat ini mula-mula diselidiki secara empiris oleh Williamson (1965) dalam Afrizal (2013).


(40)

Gambar 2. Kurva ketimpangan Regional (Arsyad,1999) dalam Hartono (2008)

Sesuai dengan kesimpulan dari model Neo-Klasik ini, hipotesa yang dapat ditarik, Pertama, kemajuan teknologi, peningkatan investasi dan peningkatan jumlah tenaga kerja suatu wilayah berhubungan positif dengan pertumbuhan ekonomi wilayah. Kedua, pada permulaan proses pembangunan, ketimpangan regional cenderung meningkat, tetapi setelah titik maksimum bila pembangunan terus dilanjutkan, maka ketimpangan antar daerah akan berkurang dengan sendirinya.

2. Teori Basis Ekonomi

Teori basis ekonomi, biasa disebut analisis basis digunakan untuk

mengidentifikasi pendapatan yang berasal dari sektor basis pendapatan regional akan langsung meningkat bila sektor basis mengalami perluasan, sedangkan kesempatan kerja baru terasa dalam jangka panjang. Teori ini menyatakan bahwa faktor penentu utama pertumbuhan ekonomi suatu daerah adalah berhubungan langsung dengan permintaan akan barang dan jasa dari luar daerah. Petumbuhan industri-industri yang menggunakan sumber daya lokal termasuk tenaga kerja dan bahan baku untuk di ekspor akan menghasilkan kekayaan daerah dan penciptaan


(41)

peluang kerja. Keunggulan dari metode ini adalah dapat secara cepat mengetahui sektor-sektor yang menjadi andalan/basis komparatif suatu perekonomian daerah. Kelemahan model ini adalah didasarkan pada permintaan eksternal bukan

internal. Pada akhirnya akan menyebabkan ketergantungan yang sangat tinggi terhadap kekuatan-kekuatan pasar secara nasional maupun global. Namun demikian, model ini berguna untuk menentukan keseimbangan antara jenis-jenis industri dan sektor yang dibutuhkan masyarakat untuk mengembangkan stabilitas ekonomi.

3. Teori Tempat Sentral

Teori tempat sentral menanggap bahwa ada hirarki tempat, setiap tempat sentral didukung oleh sejumlah tempat yang lebih kecil yang menyediakan sumberdaya (industri dan bahan baku). Tempat sentral tersebut merupakan suatu permukiman yang menyediakan jasa-jasa bagi penduduk daerah yang mendukungnya.

Pembangunan pada hakekatnya merupakan upaya terencana dan terprogram yang dilakukan secara terus menerus untuk menciptakan masyarakat yang lebih baik. Pembangunan dapat dilakukan melalui pendekatan wilayah (pembangunan wilayah) atau pendekatan sektoral (pembangunan daerah). Pembangunan daerah lebih menekankan pada pendekatan daerah secara administrasi dan pendekatan sektoral, yang diarahkan untuk lebih mengembangkan dan menserasikan laju pertumbuhan antar daerah, antar perkotaan, antar perdesaan yang pelaksanaannya disesuaikan dengan prioritas daerah serta pengembangan daerah seoptimal


(42)

Kebijaksanaan pemerintah daerah dalam melaksanakan pembangunan daerah dilakukan secara bertahap bertujuan untuk tercapainya Trilogi Pembangunan. Menurut Sembiring (2005) pembangunan daerah merupakan sasaran yang sangat penting. Hal ini disebabkan daerah adalah merupakan wadah pembangunan ekonomi dan non ekonomi yang terkait langsung dengan masyarakat yang tinggal di dalamnya. Pembangunan daerah secara langsung dan tidak langsung pada prinsipnya berorientasi kepada masyarakat mulai dari perdesaan hingga

perkotaan. Pembangunan daerah merupakan semua kegiatan pembangunan baik yang termasuk maupun yang tidak termasuk urusan rumah tangga yang meliputi berbagai sumber pembiayaan, baik yang bersumber dari pemerintah (APBN) dan yang bersumber dari masyarakat.

C. Ketimpangan Pembangunan Antar Daerah

Ketimpangan antar daerah di Indonesia, selain warisan historis, juga karena kebijaksanaan pembangunan selama ini lebih menekankan kepada pertumbuhan ekonomi dan pemerataan pembangunan antar golongan masyarakat serta belum signifikan dalam memfokuskan pemerataan pembangunan antar wilayah. Ketimpangan ini diperkuat pula oleh perbedaan karakteristik wilayah, kuantitas dan kualitas sumber daya manusia serta kelengkapan infrastrukturnya. Hasil studi Kuncoro (2004) menyimpulkan adanya perbedaan dalam laju pertumbuhan antara daerah dapat disebabkan oleh berbagai faktor diantaranya: kecenderungan peranan modal (investor) memilih daerah perkotaan atau daerah yang memiliki fasilitas yang lengkap seperti: prasarana perhubungan, jaringan jalan, jaringan listrik, jaringan telekomunikasi, perbankan, asuransi, juga tenaga kerja yang terampil,


(43)

disamping itu adanya ketimpangan redistribusi pembagian pendapatan dari pemerintah pusat kepada daerah.

Adanya perbedaan tingkat pembangunan di berbagai daerah atau wilayah dalam suatu negara akan menyebabkan tingkat kesenjangan antar daerah yang maju dengan daerah yang belum berkembang yang mana bila hal ini terus dibiarkan maka akan menyebabkan tingkat kesenjangan yang akan semakin meluas.

Tentunya juga akan menyebabkan pula tingkat kesejahteraan penduduknya secara umum akan timpang hal ini disebabkan perbedaan tingkat PDRB per kapita yang dimiliki masing-masing wilayah tidak sama. (Sari, 2009).

Thee Kian Wie, (1981) dalam Hartono (2008) menyatakan bahwa

ketidakmerataan distribusi pendapatan dari sudut pandangan ekonomi dibagi menjadi tiga, yaitu :

1. Ketimpangan pembagian pendapatan antar golongan penerima pendapatan (size distribution oncome);

2. Ketimpangan pembagian pendapatan antar daerah perkotaan dan daerah pedesaan (urbanrural income disparities);

3. Ketimpangan pembagian pendapatan antar daerah (regional income disparities);

Ketimpangan pembangunan antar daerah dengan pusat dan antar daerah dengan daerah lain merupakan suatu hal yang wajar, karena adanya perbedaan dalam sumber daya dan awal pelaksanaan pembangunan antar daerah. (Williamson, 1965) dalam Hartono (2008). Pembangunan dengan hasil seperti yang


(44)

digambarkan oleh hipotesis U terbalik, sebagian besar didasarkan pada model pembangunan Dualistik (Sudibyo, 1995).

Model pembangunan dualistik ini berdasarkan artikel terkenal tentang ekonomi surplus tenaga kerja dari Artur Lewis, yang memperbaharuhi model klasik. Menurut model pembangunan yang diajukan Lewis (Todaro, 2000),

perekonomian terbelakang terdiri 2 sektor yaitu :

1. Sektor tradisionil yaitu sektor pedesaan sub sistem yang kelebihan penduduk dan ditandai dengan produktivitas marjinal tenaga kerja sama dengan nol. Hal ini merupakan situasi yang memungkinkan Lewis untuk mendefinisikan kondisi surplus tenaga kerja sebagai suatu fakta bahwa sebagian tenaga kerja tersebut ditarik dari sektor pertanian dan sektor tersebut tidak akan kehilangan outputnya sedikitpun.

2. Sektor industri perkotaan modern yang tingkat produktivitasnya tinggi dan menjadi tempat penampungan tenaga kerja yang ditransfer sedikit demi sedikit dari sektor subsistem. Perhatian utama dari model ini diarahkannya pada terjadinya proses pengalihan tenaga kerja, serta pertumbuhan output dan peningkatan penyerapan tenaga kerja di sektor modern. Pengalihan tenaga kerja dan pertumbuhan kesempatan kerja tersebut dimungkinkan oleh adanya perluasan ouput pada sektor modern. Adapun laju atau kecepatan terjadinya perluasan tersebut ditentukan oleh tingkat investasi dibanding industri dan akumulasi modal secara keseluruhan di sektor modern.


(45)

Peningkatan investasi itu sendiri dimungkinkan oleh adanya kelebihan

keuntungan sektor modern dari selisih upah dengan asumsi para kapitalis yang berkecimpung dalam sektor modern tersebut bersedia menanamkan kembali seluruh keuntungannya. Hal ini dapat meningkatkan pangsa keuntungan pada pendapatan nasional. Tingkat upah di sektor industri perkotaan (sektor modern) diasumsikan konstan dan berdasarkan suatu premis tertentu, jumlahnya ditetapkan melebihi tingkat rata-rata upah sektor pertanian subsisten tradisional (Todaro, 1999).

Menurut teori Neo Klasik ketimpangan pembangunan antar wilayah tersebut dapat mencapai keseimbangan kembali dengan sendirinya, karena daerah-daerah tertinggal akan dengan sendirinya konvergen dengan daerah yang lebih maju. Para ekonom Neo Klasik seperti Solow (1956), Suan (1956) dan Meade (1961)

mengajukan model pertumbuhan dengan menggunakan beberapa asumsi (Sukirno, 1981 dalam Hartono, 2008) sebagai berikut (1) Full employment; (2) Persaingan sempurna; (3) Komoditi Homogen; (4) Ongkos transportasi nol; (5) Constant return to scale antar wilayah; (6) Supply tenaga kerja tetap; (7) Tingkat teknologi tetap. Berdasarkan asumsi tersebut, maka tingkat upah merupakan fungsi

langsung dari rasio kapital dan tenaga kerja, sehingga akan terjadi pergerakan tenaga kerja dari daerah yang tingkat upahnya rendah ke daerah yang tingkat upahnya tinggi, sementara modal bergerak sebaliknya.

Kebijaksanaan pusat pengembangan yang dilakukan oleh suatu negara dapat dikatakan berhasil dari segi pandangan nasional tetapi gagal dari dalam sudut pembangunan wilayah. Kebijaksanaan pusat pengembangan yang hanya tertuju


(46)

pada beberapa tempat saja bila tidak hati-hati dapat memperbesar jurang kemakmuran antara penduduk yang berada di dalam pusat dan dengan yang berada di luarnya.

Kebijakan alokasi investasi regional menjadi penting bila tujuan pembangunan wilayah yang dicapai yaitu peningkatan pertumbuhan ekonomi dan pemerataan, karena dengan hal itu dapat ditentukan prioritas - prioritas yang akan dilaksanakan (Sjafrizal, 1997:17) dalam Hartono (2008). Dalam hal pemerataan, bahwa unsur pemerataan pembangunan antar wilayah dapat dipertimbangkan melalui

pelaksanaan switching policy. Bila menurut analisa alokasi anggaran perlu lebih banyak diarahkan pada daerah yang relatif maju, maka setelah mencapai titik tertentu maka prioritas alokasi anggaran harus dibelokkan ke daerah yang kurang maju. Dengan demikian unsur pertumbuhan dan unsur pemerataan akan dapat dipertimbangkan secara sekaligus.

D. Investasi

Investasi merupakan penanaman modal di suatu perusahaan tertentu. Investasi dapat diartikan sebagai pengeluaran penanam-penanam modal atau perusahaan untuk membeli barang-barang modal atau perlengkapan-perlengkapan produksi untuk menambah kemampuan memproduksi barang-barang dan jasa-jasa yang tersedia dalam perekonomian. Jadi sebuah pengeluaran dapat dikatakan sebagai investasi jika ditujukan untuk meningkatkan kemampuan produksi. Investasi merupakan hal yang penting dalam perekonomian.


(47)

Investasi sering dikenal dengan penanaman modal. Kegiatan investasi dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi sehingga dapat meningkatkan

perekonomian guna memperbesar tingkat produksi dalam suatu usaha dan meningkatkan penyerapan tenaga kerja. Dengan demikian istilah investasi dapat diartikan sebagai pengeluaran atau pembelanjaan penanaman-penanaman modal atau perusahaan untuk membeli barang-barang modal dan perlengkapan produksi untuk menambah kemampuan memproduksi barang-barang dan jasa-jasa yang tersedia dalam perekonomian (Sukirno,2001).

Secara umum investasi adalah meliputi pertambahan barang-barang dan jasa dalam masyarakat, seperti pertambahan mesin-mesin baru, pembuatan jalan baru, pembukaan tanah baru dan sebagainya. Investasi juga di artikan sebagai

pengeluaran yang di lakukan oleh para pengusaha untuk membeli barang-barang modal dan membina industri- industri.

Dalam perhitungan pendapatan nasional dan stastistik, investasi meliputi hal yang lebih luas lagi. Dalam perhitungan pendapatan nasional, investasi meliputi hal-hal: ’’Seluruh nilai pembelian pengusaha atas barang-barang modal dan

pembelanjaan untuk mendirikan industri-industri, pengeluaran masyarakat untuk mendirikan rumah-rumah dan tempat tinggal, pertambahan dalam nilai stok barang-barang berupa bahan mentah, barang yang belum selesai di proses dan barang jadi”.(Sukirno, 1994 dalam Abidin, 2002)

Penanaman modal bersumber dari penanaman modal dalam negeri dan


(48)

dalam negeri maupun luar negeri maka dapat menyerap tenaga kerja. Hal ini dikarenakan dalam proses produksi barang dan jasa meningkat yang pada

giliranya akan menyerap tenaga kerja. Sehingga tenaga kerja tersebut memperoleh upah, dan tenaga kerja tersebut mempunyai daya beli. Dengan semakin banyak investasi yang digunakan untuk melakukan proses produksi barang jasa, dimana tenaga kerja dapat diserap lebih banyak juga sehingga terjadi pemerataan

pendapatan perkapita (Sukirno, 1994, dalam Abidin, 2002).

E. Tenaga Kerja

Menurut pendapat Suparmoko (2002), tenaga kerja adalah penduduk dalam usia kerja atau jumlah seluruh penduduk dalam suatu negara dalam memproduksi barang atau jasa, tenaga kerja yang dalam usia kerja yaitu antara 15-64 tahun. Menurut pendapat Simanjuntak (2002), tenaga kerja adalah penduduk yang berumur diatas 10 tahun atau lebih. Memang di setiap negara batasan umur tenaga kerja berbeda-beda. Contohnya di India, tenaga kerja adalah penduduk yang berumur antara 14 sampai 60 tahun. Selain golongan umur tersebut dianggap bukan tenaga kerja. Di Indonesia tidak ada batasan umur maksimal karena di Indonesia tidak ada jaminan sosial nasional. Memang ada sebagian penduduk yang menerima tunjangan di hari tua tapi jumlah hanya sedikit, yaitu pegawai negeri dan sebagian kecil pegawai swasta. Tenaga kerja merupakan penduduk yang berada dalam usia kerja. Menurut UU No. 13 tahun 2003 Bab I pasal 1 ayat 2 disebutkan bahwa tenaga kerja adalah setiap orang yang mampu melakukan pekerjaan guna menghasilkan barang dan atau jasa baik untuk memenuhi


(49)

negara dibedakan menjadi dua kelompok, yaitu tenaga kerja dan bukan tenaga kerja. Penduduk tergolong tenaga kerja jika penduduk tersebut telah memasuki usia kerja. Batas usia kerja yang berlaku di Indonesia adalah berumur 15 tahun-64 tahun. Menurut pengertian ini, setiap orang yang mampu bekerja disebut sebagai tenaga kerja. Adapun klasifikasi tenaga kerja sebagai berikut :

1. Berdasarkan penduduk - Tenaga kerja

Tenaga kerja adalah seluruh jumlah penduduk yang dianggap dapat bekerja dan sanggup bekerja jika tidak ada permintaan kerja. Menurut Undang-Undang Tenaga Kerja, mereka yang dikelompokkan sebagai tenaga kerja yaitu mereka yang berusia antara 15 tahun sampai dengan 64 tahun. - Bukan tenaga kerja

Bukan tenaga kerja adalah mereka yang dianggap tidak mampu dan tidak mau bekerja, meskipun ada permintaan bekerja. Menurut Undang-Undang Tenaga Kerja No. 13 Tahun 2003, mereka adalah penduduk di luar usia, yaitu mereka yang berusia di bawah 15 tahun dan berusia di atas 64 tahun. Contoh

kelompok ini adalah para pensiunan, para lansia (lanjut usia) dan anak-anak. 2. Berdasarkan batas kerja

- Angkatan kerja

Angkatan kerja adalah penduduk usia produktif yang berusia 15-64 tahun yang sudah mempunyai pekerjaan tetapi sementara tidak bekerja, maupun yang sedang aktif mencari pekerjaan.


(50)

- Bukan angkatan kerja

Bukan angkatan kerja adalah mereka yang berumur 10 tahun ke atas yang kegiatannya hanya bersekolah, mengurus rumah tangga dan sebagainya. Contoh kelompok ini adalah:

a. anak sekolah dan mahasiswa

b. para ibu rumah tangga dan orang cacat, dan c. para pengangguran sukarela

3. Berdasarkan kualitasnya - Tenaga kerja terdidik

Tenaga kerja terdidik adalah tenaga kerja yang memiliki suatu keahlian atau kemahiran dalam bidang tertentu dengan cara sekolah atau pendidikan formal dan nonformal. Contohnya: pengacara, dokter, guru, dan lain-lain.

- Tenaga kerja terlatih

Tenaga kerja terlatih adalah tenaga kerja yang memiliki keahlian dalam bidang tertentu dengan melalui pengalaman kerja. Tenaga kerja terampil ini dibutuhkan latihan secara berulang-ulang sehingga mampu menguasai pekerjaan tersebut. Contohnya: apoteker, ahli bedah, mekanik, dan lain-lain. - Tenaga kerja tidak terdidik dan terlatih

Tenaga kerja tidak terdidik dan tidak terlatih adalah tenaga kerja kasar yang hanya mengandalkan tenaga saja. Contoh: kuli, buruh angkut, pembantu rumah tangga, dan sebagainya


(51)

F. Dana Alokasi Bantuan Pembangunan

Dana alokasi bantuan pembangunan daerah merupakan salah satu sumber keuangan untuk melakukan pembangunan daerah. Pada dasarnya dalam melaksanakan pembangunan diperlukan sumber dana. Untuk mencapai

keberhasilan suatu program pembangunan sangat tergantung pada pemanfaatan sumber daya yang tersedia. Namun potensi dan pemanfaatan sumber daya tersebut bervariasi antar daerah. Sejalan dengan hal tersebut, menurut Marisa dan

Hutabarat (1988) serta Nurmanah (1989) dalam Hartono (2008)

mengidentifikasikan bahwa ketimpangan dan variasi distribusi pendapatan mempunyai hubungan yang positif dengan distribusi penguasaan faktor-faktor produksi. Dengan demikian tidak mengherankan bila keberhasilan pembangunan antar daerah berbeda-beda. Sehingga perlu adanya campur tangan pemerintah pusat untuk mengurangi ketimpangan pembangunan antar daerah, misal dengan memberikan bantuan kepada daerah untuk mempercepat pembangunan daerah. Dana alokasi bantuan dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah merupakan pengeluaran pembangunan pemerintah pusat ke daerah kabupaten/kota.

Berdasarkan Undang-Undang No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, “Dana Perimbangan adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan kepada Daerah untuk mendanai kebutuhan Daerah dalam rangka pelaksanaan Desentralisasi”. Dana Perimbangan disebut juga transfer atau grants. Transfer merupakan

konsekuensi dari tidak meratanya keuangan dan ekonomi daerah. Selain itu tujuan transfer adalah mengurangi keuangan horizontal antar daerah, mengurangi


(52)

kesenjangan vertical Pusat-Daerah, mengatasi persoalan efek pelayanan publik antar daerah, dan untuk menciptakan stabilitas aktivitas perekonomian di daerah (Prakoso, 2011).

Dana perimbangan terdiri Dari Bagi Hasil Pajak/ Bukan Pajak, Dana Alokasi Umum (DAU), dan Dana Alokasi Khusus (DAK).

1. Dana Bagi Hasil (DBH)

Menurut Syarifin dan Jubaedah (2005) “Dana bagi hasil adalah dana yang bersumber dari APBN yang dialokasikan kepada daerah berdasarkan angka presentase untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka

pelaksanaan desentralisasi”. Dana bagi hasil ini bersumber dari pajak dan kekayaan daerah. Dimana menurut Pasal 11 ayat 1 UU No. 33 Tahun 2004, Dana Bagi Hasil yang berasal dari pajak terdiri dari : “1) Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), 2) Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB), 3) Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 25 dan Pasal 29 Orang Wajib Pajak Pribadi Dalam Negeri dan PPh Pasal 21”.

Sedangkan pada pasal 11 ayat 2 Undang-Undang No. 33 Tahun 2004, Dana Bagi Hasil yang berasal dari sumber daya alam terdiri dari “1) kehutanan, 2) pertambangan umum, 3) perikanan, 4) pertambangan minyak bumi, 5) pertambangan gas bumi, 6) pertambangan panas bumi ”. 2. Dana Alokasi Umum (DAU)

Dana alokasi umum adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan dengan tujuan pemerataan kemampuan keuangan antar daerah untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi. Dana Alokasi Umum merupakan block grants yang


(53)

diberikan kepada semua kabupaten/kota untuk tujuan mengisi kesenjangan antara kapasitas dan kebutuhan fiskalnya. Penggunaan Dana Alokasi Umum ditetapkan oleh daerah. Penggunaan Dana Alokasi Umum dan penerimaan umum lainnya dalam APBD harus tetap pada kerangka pencapaian tujuan pemberian otonomi kepada daerah yaitu peningkatan pelayanan dan kesejahteraan masyarakat yang semakin baik, seperti pelayanan di bidang kesehatan dan pendidikan.

3. Dana Alokasi Khusus (DAK)

Berdasarkan UU NO. 33 tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dengan Pemerintah Daerah Pasal 39 menyebutkan bahwa Dana Alokasi Khusus dialokasikan kepada Daerah tertentu untuk mendanai kegiatan khusus yang merupakan Urusan Daerah sesuai dengan fungsi yang ditetapkan dalam APBN. Dana Alokasi Khusus (DAK) ditujukan untuk daerah khusus yang terpilih untuk tujuan khusus, karena itu alokasi yang didistribusikan oleh pemerintah pusat sepenuhnya merupakan wewenang pusat untuk tujuan nasional khusus. Ada tiga kreteria dari kebutuhan khusus seperti ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku yaitu:

Kebutuhan tidak dapat diperhitungkan dengan menggunakan rumus dana alokasi umum.

Kebutuhan merupakan komitmen atau prioritas nasional.

Kebutuhan untuk membiayai kegiatan reboisasi dana penghijauan oleh daerah penghasil.


(54)

Menurut Wijaya (2007) menyatakan bahwa biaya administrasi, biaya penyiapan proyek fisik, biaya penelitian, biaya perjalanan pegawai daerah, dan lain-lain. Biaya umum yang sejenis tidak dapat dibiayai oleh dana alokasi umum. Dengan demikian DAK pada dasarnya merupakan transfer yang bersifat spesifik untuk tujuan yang sudah digariskan.

Penelitian ini bertujuan untuk membuktikan secara empiris dana perimbangan yang terdiri dari DAU dan DAK yang selanjutnya disebut dana alokasi bantuan pembangunan terhadap tingkat ketimpangan pembangunan ekonomi, penelitian ini tidak memasukan Dana Bagi Hasil (DBH) sebagai bagian dari dana alokasi bantuan, karena menurut pengertian sebelumnya DBH bersumber dari pajak dan kekayaan daerah dan kembali lagi ke daerah sesuai persentase yang ditetapkan, berbeda dengan DAU dan DAK yang langsung bersumber dari APBN.

G. Indeks Williamson

Disparitas (ketimpangan) pembangunan ekonomi antar wilayah merupakan fenomena umum yang terjadi dalam proses pembangunan ekonomi suatu daerah. Ketimpangan ini pada awalnya disebabkan oleh adanya perbedaan kandungan sumber daya alam dan perbedaan kondisi demografi yang terdapat pada masing-masing wilayah. Akibat dari perbedaan ini, kemampuan suatu daerah untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan mendorong proses pembangunan juga menjadi berbeda. Karena itu tidaklah mengherankan bilamana setiap daerah biasanya terdapat wilayah relative maju (developed region) dan wilayah relative terbelakang (underdeveloped region).


(55)

Ukuran ketimpangan pendapatan yang lebih penting lagi untuk menganalisis seberapa besarnya kesenjangan antar wilayah/daerah adalah dengan melalui perhitungan indeks Williamson. Dasar perhitungannya adalah dengan

menggunakan PDRB per kapita dalam kaitannya dengan jumlah penduduk per daerah.

Indeks Williamson lazim digunakan dalam pengukuran ketimpangan

pembangunan antar wilayah. Indeks Williamson menggunakan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) perkapita sebagai ketimpangan regional (regional inequality) sebagai data dasar. Alasannya jelas karena yang diperbandingkan adalah tingkat pembangunan antar wilayah dan bukan tingkat distribusi pendapatan antar kelompok masyarakat (Sjafrizal, 2012).

Indeks Williamson merupakan salah satu alat ukur untuk mengukur tingkat ketimpangan daerah yang semula dipergunakan oleh Jeffrey G. Wlliamson. Formulasi Indeks Williamson yang digunakan menurut Sjafrizal (2012) yaitu:

1 IW 0 , ) : ( ) ( 2 y n f y y

IW i i

Dimana :

IW = Indeks Williamson.

fi = Jumlah penduduk kabupaten/kota Provinsi Lampung n = Jumlah penduduk Provinsi Lampung.

yi = PDRB per kapita kabupaten/kota di Provinsi Lampung. y= Rata-rata PDRB per kapita di Provinsi Lampung.


(56)

Hasil pengukuran dari nilai Indeks Williamson ditunjukkan oleh angka 0 sampai angka 1 atau 0 < IW < 1. Jika nilai IW semakin mendekati angka 0 maka semakin kecil ketimpangan pembangunan ekonomi dan jika nilai IW semakin mendekati angka 1 maka semakin melebar ketimpangan pembangunan ekonomi (Sjafrizal, 2012).

H. Teori Data Panel

Data panel biasa disebut data longitudinal atau data runtun waktu silang ( cross-sectional time series), dimana banyak kasus (orang, perusahaan, negara dan lain-lain) diamati pada dua periode waktu atau lebih yang diidentifikasikan dengan penggunaan data time series.

Data panel dapat menjelaskan dua macam informasi yaitu: informasi cross-section pada perbedaan antar subjek, dan informasi time series yang merefleksikan perubahan pada subjek waktu. Ketika kedua informasi tersebut tersedia, maka analisis data panel dapat digunakan.

Analisis data panel dapat diterapkan pada beberapa bidang keilmuan dan terapan misalnya, pada ilmu ekonomi kita dapat mempelajari perilaku perusahaan dan system penggajian karyawan pada beberapa periode waktu tertentu, dalam ilmu politik kita dapat mempelajari perilaku dalam organisasi pada beberapa jangka waktu tertentu, dan dalam bidang pendidikan, peneliti dapat mempelajari kelas-kelas siswa dan lulusan pada beberapa waktu.

Dengan pengamatan berulang terhadap data cross section yang cukup, analisis data panel memungkinkan seseorang dalam mempelajari dinamika perubahan


(57)

dengan dengan data time series. Kombinasi data time series dan cross section dapat meningkatkan kualitas dan kuantitas data dengan pendekatan yang tidak mungkin dilakukan dengan menggunakan hanya salah satu dari data tersebut (Gujarati, 2003). Analisis data panel dapat mempelajari sekelompok subjek jika kita ingin mempertimbangkan baik dimensi data maupun dimensi waktu.

Penggunaan data panel mempunyai beberapa keunggulan dibandingkan dengan data runtut waktu dan data antar ruang. Pertama, dapat memberikan sejumlah data yang lebih besar, menaikan derajat bebas, mengurangi kolinearitas diantara variabel penjelas, sehingga diperoleh estimasi ekonometrik yang efisien. Kedua, memberikan informasi yang penting bagi peneliti yang tidak dapat diberikan jika menggunakan data runtut waktu dan data antar ruang (Hsiao, 1995 dalam

Widarjono, 2009).

Sementara menurut Baltagi dalam Widarjono, (2009) keuntungan data panel adalah:

1. Dengan data panel dapat menunjukkan heterogenitas dintara individu data yang diamati.

2. Data panel memberikan lebih banyak informasi, lebih banyak variabel dan mengurangi kolinearitas (collinearitity) diantara variabel yang diamati, memberikan lebih banyak derajat bebas (degree of freedom) dan lebih efisien .

3. Data panel akan memberikan gambaran yang lebih baik adanya perubahan dinamik dari masalah yang diamati.


(58)

4. Data panel dapat lebih mampu mendeteksi dan mengukur efek sesuatu yang diamati, yang tidak dapat dilakukan oleh data runtut waktu atau data antar ruang.

5. Data panel dapat digunakan untuk mempelajari perilaku model dengan lebih lengkap.

6. Data panel dapat meminimumkan bias yang mungkin dihasilkan dalam regresi.

Kesulitan utama model penelitian data panel adalah faktor pengganggu akan berpotensi mengandung gangguan yang disebabkan karena penggunaan observasi runtut waktu (time series) dan antar ruang (cross section), serta gangguan yang disebabkan keduanya. Penggunaan observasi antar ruang memiliki potensi terjadinya ketidak konsistenan parameter regresi karena skala data yang berbeda, sedangkan observasi dengan data runtut waktu menyebabkan terjadinya

autokorelasi antar observasi.

Suatu model yang baik harus memenuhi kriteria BLUE (Best Linear Unbiased Estimator) (Gujarati, 2003):

1. Nilai rata-rata bersyarat dari gangguan populasi μ1 tergantung pada nilai

tertentu variabel yang menjelaskan (x) adalah nol.

2. Varians bersyarat dari μ1 adalah konstan atau homokedastik.

3. Tidak ada autokorelasi dalam gangguan.

4. Variabel yang menjelaskan adalah nonstokastik (yaitu, tetap dalam penyampelan berulang ) atau jika stokasti, didistribusikan secara independent dari gangguan μ1


(59)

5. Tidak ada multikolinearitas diantara variabel yang menjelaskan x. 6. μ Didistribusikan secara normal dengan rata-rata dan varian yang

diberikan oleh asumsi 1 dan 2.

Dalam penelitian yang menggunakan analisis data panel, ada tiga metode prosedur estimasi:

1. Pooled regression yaitu menggabungkan semua data antar ruang dan runtut waktu kemudian diestimasi dengan metode Ordinary Least Square (OLS) untuk seluruh data. Pada model ini diasumsikan semua koefisien (intersep dan slope) konstan. Estimasi dilakukan dengan OLS.

2. Fixed effect (Convariance model) yaitu, menghilangkan satu variabel penjelas yang akan menghasilkan intersep runtut waktu antar ruang. Salah satu metode untuk memperhitungkan pengaruh individu dalam model penelitian atau cross sectional adalah membuat intersep bervariasi untuk tiap individu sedangkan slope koefisien konstan (Hsiao, 1995 dalam Widarjono, 2009).

3. Random effect (error component model) merupakan proses estimasi Generalized Least Square (GLS), yang merupakan teknik untuk mengatasi adanya autokorelasi runtut serta korelasi antar observasi dengan varians masing-masing. Model random effect disebut juga ErrorComponent Model (ECM). Model ECM didasarkan pada perhitungan dari disturbance μit. Model ini didapatkan dari model fixed effect dengan asumsi bahwa meaneffect dari variabel random data panel termasuk dalam intersep dan deviasi random dari mean disamakan dengan error component.


(60)

I. Penelitian Terdahulu

Tabel 6. Daftar Penelitian Terdahulu N

o

Peneliti Judul Penelitian

Variabel Alat Analisis

Hasil Penelitian 1 Vera

Yolanda Sari (2009) Ketimpangan Pembangunan AntarWilayah DiProvinsi Lampung kondisi ketimpangan pembangunan antar wilayah di Provinsi Lampung

Tipologi Klassen dan Indeks Williamson

kondisi ketimpangan pembangunan antar wilayah di Provinsi Lampung Tahun 2003-2007 dalam kategori ketimpangan ringan dengan indeks masing-masing 0.212; 0.220; 0.318; 0,397; 0,476, dengan tendesi peningkatan tingkat ketimpangan yang kian meningkat (divergence)

2 Yeniwati (2013)

Ketimpangan Ekonomi Antar Provinsi Di Sumatera

-Investasi

-Aglomerasi

-Sumber Daya Alam -Ketimpangan Ekonomi Indeks Williamson, Regresi OLS dan Data Panel Pendekatan Random Effect

hasil estimasi terdapat pengaruh yang signifikan antara variabel investasi, aglomerasi, dan sumber daya alam terhadap ketimpangan ekonomi di wilayah Sumatera.

3 Budiantoro Hartono (2008)

Analisis Ketimpangan Pembangunan Ekonomi di Provinsi Jawa Tengah - Investasi Swasta - Ratio Angkatan Kerja, - Dana Alokasi

Pembangunan - Ketimpangan

Pembangunan Ekonomi

Uji Statistik F dan Uji Statistik t, Regresi Berganda

variabel bebas secara parsial berpengaruh signifikan terhadap ketimpangan

pembangunan ekonomi di Provinsi Jawa Tengah. Nilai F hitung sebesar 1,899, dengan angka signifikansi sebesar 0,000 (0,000 < 0,05)


(61)

Tabel 6. (Lanjutan) 4 Rama

Nurhuda, MR Khairul Muluk, Wima Yudo Prasetyo, (2012) Ketimpangan Pembangunan (Studi di Provinsi Jawa Timur Tahun 2005-2011) - PDRB, - PAD, - DAU, - IPM - Ketimpangan pembanguna n Indeks Wiliamson, dan Regresi Berganda

Nilai ketimpangan yang tergolong rendah, dikarenakan nilai indeks wiliamson yang mendekati 0. Dari empat variabel di atas, PAD dan IPM berpengaruh negatif terhadap ketimpangan pembangunan.

Sedangkan PDRB dan DAU tidak diketahui pengaruhnya

dikarenakan tidak memenuhi syarat dalam uji asumsi klasik.

5 Handika Cakra Panca Negara Sinaga (2010) Analisis Ketimpangan Ekonomi Antar Kabupaten/Kot a Dan Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi nya: Studi Kasus Provinsi Sumatera Selatan (2004-2007)

-PDRB per Kapita -Rasio angka

harapan hidup -Rasio Melek

huruf -PAD -Pengeluaran pemerintah Daerah Metode Random Effect

Rasio angka harapan hidup dan rasio angka melek huruf positif dan signifikan terhadap PDRB per kapita. Pendapatan asli daerah dan pengeluaran pemerintah terhadap PDRB per kapita tidak signifikan. rasio angka harapan hidup dan pengeluaran

pembangunan

berpengaruh positif dan signifikan terhadap PDRB per kapita, sedangkan hubungan pendapatan asli daerah dan rasio angka melek huruf terhadap PDRB per kapita tidak signifikan


(62)

Tabel 6. (Lanjutan) 6 Deny Tisna

Amijaya (2008) Pengaruh Ketidakmerataan Distribusi Pendapatan, Pertumbuhan Ekonomi, Dan Pengangguran Terhadap Tingkat Kemiskinan Di Indonesia Tahun 2003- 2004 - Pendapatan, - Pertumbuha n ekonomi, - Penganggura n - Kemiskinan Analisis Deskriptif dan Ekonometrik a dengan Menggunaka n Metode Panel Data Variabel ketidakmerataan Distribusi pendapatan berpengaruh positif terhadap tingkat kemiskinan, pertumbuhan ekonomi berpengaruh negatif terhadap tingkat kemiskinan, sedangkan pengangguran berpengaruh positif terhadap tingkat kemiskinan 7 Lia

Maharani Fadila (2008) Analisis Ketimpangan Pendapatan Antar Kabupaten Pemekaran di Sumatera Utara - Jumlah Penduduk - PDRB - Pengeluaran Pemerintah - Ketimpanga n Pendapatan metode General Least Square (GLS) dan Random Effects Model (REM) Variabel jumlah penduduk berpengaruh positif dan signifikan terhadap ketimpangan pendapatan. Sedangkan variabel PDRB

berpengaruh negatif dan signifikan, dan

pengeluaran pemerintah berpengaruh positif tetapi tidak signifikan terhadap ketimpangan pendapatan antar kabupaten pemekaran di Sumatera Utara.


(63)

III. METODOLOGI PENELITIAN

A. Jenis dan Sumber Data

Penelitian ini menggunakan data sekunder bersifat runtun waktu (time series) dalam periode tahunan dan data antar ruang (cross section). Data sekunder tersebut bersumber dari Badan Pusat Statistik (BPS), Badan Penanaman Modal Daerah (BPMD) dan Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnaker Trans) Provinsi Lampung. Adapun data yang diperlukan dalam penelitian ini adalah data jumlah penduduk kabupaten/kota di Provinsi Lampung, PDRB per kapita

kabupaten/kota di Provinsi Lampung atas dasar harga konstan, Jumlah Tenaga Kerja (TK) kabupaten/kota Provinsi Lampung, Investasi Swasta (IS) yang terdiri dari Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) dan Penanaman Modal Asing (PMA) serta data Dana Alokasi Bantuan Pembangunan (DAB) yang berasal dari Dana Alokasi Umum (DAU) dan Dana Alokasi Khusus (DAK). Keseluruhan data berupa data panel tahun 2008 hingga tahun 2012. Data panel merupakan

sekelompok data individual yang diteliti selama rentang waktu tertentu sehingga memberikan informasi observasi setiap subjek dalam sampel.


(64)

B. Populasi dan Sampel Penelitian

Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas; obyek/subyek mempunyai kuantitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya (Sugiono, 2009). Penelitian ini

menggunakan populasi Pemerintah Kabupaten/Kota yang ada di Provinsi Lampung. Jumlah Pemerintah Kabupaten/Kota yang ada di Provinsi Lampung adalah sebanyak 15 pemerintah daerah yang terdiri dari 2 (Dua) pemerintah kota, dan 13 pemerintah kabupaten. Populasi penelitian ini adalah Kabupaten Lampung Barat, Lampung Selatan, Lampung Tengah, Lampung Timur, Lampung Utara, Mesuji, Pesawaran, Pringsewu, Tanggamus, Tulang Bawang, Tulang Bawang Barat, Way Kanan, Pesisir Barat, Kota Bandar Lampung dan Kota Metro

Sampel adalah sebagian yang diambil dari keseluruhan objek yang diteliti dan dianggap mewakili seluruh populasi (Sugiono, 2009). Dalam penelitian ini daerah yang menjadi sampel dipilih berdasarkan Purposive Sampling (kriteria yang dikehendaki). Kriteria sampel dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Kabupaten/ kota di Provinsi Lampung yang masa pemerintahannya lebih dari 10 tahun.

2. Pemerintah kabupaten/kota di Provinsi Lampung yang telah menyusun laporan keuangan tahun 2008 sampai dengan tahun 2012.

3. Pemerintah kabupaten/kota di Provinsi Lampung yang mempunyai Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) atas laporan keuangan pemerintah daerah tahun 2008 sampai dengan tahun 2012 telah dipublikasikan melalui website resmi BPS.


(1)

90

kabupaten/kota hendaknya disesuaikan dengan situasi dan kondisi di daerah masing-masing sehingga diharapkan daerah yang tertinggal mampu mengejar daerah yang sudah maju.

4. Penelitian selanjutnya diharapkan bisa menambahkan variabel lain yang diduga berpengaruh terhadap ketimpangan pembangunan ekonomi seperti indeks pembangunan manusia, perbedaan kandungan sumber daya alam, perbedaan konsentrasi kegiatan ekonomi antarwilayah, perbedaan kondisi geografis, dan mobilitas barang dan jasa.


(2)

DAFTAR PUSTAKA

Abidin, Said Zainal. 2002 Perspektif Baru Dalam Sistem Pengelolaan Pemerintahan, Jakarta, Milliunium Pess,

Achmad, Rozany Nurmanah. 1999. Kesejangan Pengeluaran Pembangunan Antar Wilayah dan Propinsi di Indonesia, Jurnal Ekonomi dan Keuangan

Indonesia. Volume XLVII, Nomor 4.

Afrizal, Fitrah. 2013. Analisis Pengaruh Tingkat Investasi, Belanja Pemerintah Dan Tenaga Kerja Terhadap PDRB Di Provinsi Sulawesi Selatan Tahun 2001-2011.Skripsi Jurusan Ilmu Ekonomi. Universitas Hasanudin. Makassar Aldilla, Rezza. 2011. Analisis pengaruh tenaga kerja dan output Terhadap indeks

ketimpangan penyerapan Tenaga kerja industri manufaktur di

Kabupaten/kota di wilayah provinsi jawa Tengah. Skripsi. Universitas Diponegoro. Semarang

Amijaya, Deny Tisna. 2008, Pengaruh Ketidakmerataan Distribusi Pendapatan, Pertumbuhan Ekonomi, dan Pengangguran terhdap tingkat Kemiskinan di Indonesia tahun 2003-2004. Kumpulan Skripsi UNDIP: Semarang.

Amirudin, Ardani. 1992. Analysis of Regional Growth and Disparity The Impac Analysis of the INPRES Project on Indonesia Development, a Doctor desertasion, USA : University of Pennsylvania Philadelphia.

Arsyad, Lincolin, 1999, Ekonomi Pembangunan, Ed. 3, Yogyakarta : STIE YKPN BPFE.

Baiquni, M. 2004. Membangun Pusat-Pusat di Pinggiran-Otonomi di Wilayah Kepulauan. Yogyakarta : Ide As dan PKPEK.

BPS. Lampung Dalam Angka Tahun 2008 sampai dengan 2013. Badan Pusat Statistik Propinsi Lampung.

Budiarto, Bambang. 2007. Pengukuran Keberhasilan Pengelolaan Keuangan Daerah. Seminar Ekonomi Daerah. Surabaya.


(3)

Barro, Robert J. 1999. Inequality, Growth and Investment, National Bureau Of Economic Research, Working Paper No. 73038, JEL No. 0413. Availabel : http://www.nbr.org/paper/w708.

Dumairy, 1999, Perekonomian Indonesia, Yogyakarta : Bagian Penerbitan

Erlangga. Glasson, John, 1997, Pengantar Perencanaan Regional, diterjemahkan Paul Sitohang, Jakarta : Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia.

Fadila. Maharani Lia, 2008, Analisis Ketimpangan Pendapatan Antar Kabupaten Pemekaran di Sumatera Utara. Skripsi Fakultas Ekonomi. Universitas Sumatera Utara.

Ghozali, Imam. 2009. Aplikasi Analisis Multivivariate dengan Program SPSS. Badan Penerbit Universitas Diponegoro. Semarang.

Gujarati, Damodar, 2003, Basic Econometric, (Fourth edition), USA, Mc Graw-Hill Internatonal.

Gujarati, Damodar. 2006. Basic Econometrics. McGraw-Hill

Halim, Abdul. 2007. Bunga Rampai: Manajemen Keuangan Daerah. Edisi 3. UPP AMP YKPN. Yogyakarta:

Hamzah, Ardi, 2007. Analisa kinerja keuangan terhadap pertumbuhan ekonomi, pengangguran dan kemiskinan: pendekatan analisis jalur (studi pada 29 kabupaten dan 9 kota di provinsi Jawa Timur. Simposium Nasional Akuntansi X.

Hartono, Budiantoro, 2008, Analisis Ketimpangan Pembangunan Ekonomi di Provinsi Jawa Tengah, Tesis S.2 Program Pasca Sarjana. Undip. Semarang. Hastarini, Tantian, 2002, Analisis Kesenjangan Pembangunan Ekonomi di

Propinsi Jawa Tengah 1980-2000, Tesis S.2 MIESP Undip. Semarang (tidak dipublikasikan).

Kuncoro, Haryo. 2007. ”Fenomena Flypaper Effect pada Kinerja Keuangan Pemerintah Daerah Kota dan Kabupaten di Indonesia”. Simposium Nasional Akuntansi X. Makassar.

Kuncoro, Mudrajat. 2004. Otonomi dan Pembangunan Daerah. Erlangga. Jakarta. Mahsun, Mohamad. 2006, dalam Suyana, Utama M. 2007. Pengaruh Kinerja

Keuangan Daerah Terhadap Kesejahteraan Masyarakat Pada

Kabupaten/Kota di Provinsi Bali Tahun 2001 – 2006. Studi Kasus Pada 9 Kabupaten/Kota di Provinsi Bali. (tidak dipublikasikan).

Mardiasmo. 2011. Otonomi dan Manajemen Keuangan Daerah. Andi: Yogyakarta


(4)

Munir, Risfan. 2003.Otonomi Daerah dan Masalah Ketimpangan Ekonomi, http://www.forum-inovasi.or.id, email : inovasi@forum-inovasi.or.id. Nurhuda, Rama., Muluk, MR.,Prasetyo, Wima Yudo. 2012, Analisis

Ketimpangan Pembangunan (Studi di Provinsi Jawa Timur Tahun 2005-2011), Jurnal Administrasi Publik (JAP), Vol. 1, Nomor 4, Hal. 110-119. Nurana, Anggun Ciptasari dan Muta’ali, Lutfi. 2010. Analisis Dampak Kebijakan

Otonomi Daerah Terhadap Ketimpangan Perkembangan Wilayah Di Kawasan Ciayumajakuning. Jurnal Ekonomi dan Bisnis Indonesia Vol.08. Riadi, RM, 2005. Pertumbuhan Dan Ketimpangan Pembangunan Ekonomi Antar

Daerah Di Provinsi Riau.

Riandoko, dkk. 2013. Pengaruh Pertumbuhan Ekonomi, Share Sektor Industri Dan Pertanian Serta Tingkat Jumlah Orang Yang Bekerja Terhadap

Ketimpangan Wilayah Antar Kabupaten/Kota Di Jawa Tengah Tahun 2002-2010, Diponegoro Journal of Economics, Vol. 2, Nomor 1, Tahun 2013, Hal.1-14.

Richarson, Harry W, 2001, Dasar-Dasar Ilmu Ekonomi Regional, (diterjemahkan Paul Sitohang), Edisi Revisi 2001, Jakarta : Fakultas Ekonomi Univesrsitas Indonesia.

Saragih, Juli Panglima. 2003. Desentralisasi Fiskal dan Keuangan Daerah dalam Otonomi. Cetakan Pertama. Penerbit Ghalia Indonesia: Jakarta

Sari, Vera Yolanda. 2009. Ketimpangan Pembangunan Antar Wilayah Di Provinsi Lampung. Skripsi Fakultas Ekonomi. Universitas Lampung. Lampung. Sinaga, Handika Cakra P.N. 2010. Analisis Ketimpangan Ekonomi Antar

Kabupaten/Kota Dan Faktor-Faktor Yang Mempengaruhinya. Jurnal Ekonomi. Universitas Sumatera Utara. Medan.

Sembiring, E. R. 2005. Karakteristik Perusahaan dan Pengungkapan Tanggung Jawab Sosial. Jakarta. Simposium Nasional.

Simanjuntak, Payaman, J. 2002. Undang-Undang yang Baru tentang Serikat Pekerja/Serikat Buruh. Kantor Perburuhan Internasional: Jakarta.

Sugiono (2009). Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R & D. Bandung Sudibyo, Bambang dkk, 1995, Kemiskinan dan Kesenjangan di Indonesia,

Yogyakarta : Bagian Penerbitan Aditya Media.

Sukirno, Sadono, 2001. Ekonomi Pembangunan, Jakarta : Fakultas Ekonomi Universitas Indinesia, Bima Grafika.


(5)

Suparmoko, (2002), Pengantar Ekonomi Makro. UGM, Yogyakarta.

Sjafrizal, 2012, Pertumbuhan Ekonomi dan Ketimpangan Regional Wilayah Indonesia Bagian Barat, Jakarta, Jurnal Buletin Prisma.

Sumitro, Djojohadikusumo, 1987, Dasar Teori Ekonomi Pertumbuhan dan Pembangunan, Jakarta : Bagian Penerbitan : LP3ES.

Suryana, 2000, Ekonomi Pembangunan-Problematikan dan Pendekatan, Jakarta : Bagian Penerbitan Salemba Empat.

Syafrizal, Helmi, dkk, 2010. Analisis Data untuk Riset Manajemen dan Bisnis, USU Press, Medan.

Syarifin, Pipin dan Jubaedah, Dedah. 2005. Pemerintahan Daerah di Indonesia. Bandung: CV Pustaka Setia

Tarigan, Robinson. 2004. Ekonomi Regional: Teori dan Aplikasi. Bumi Aksara. Jakarta.

Todaro, Michael P. 2000, Ekonomi Pembangunan Di Dunia Ketiga Edisi 7, Jakarta : Erlangga.

Undang-Undang No 17 tahun 2003 tentang Pengeloaan Keuangan Negara Undang-Undang No. 33 Tahun 2004, Tentang Perimbangan Keuangan Antara

Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah

Undang-undang Nomor 25, Tahun 1999 jo Undang-undang Nomor 33, Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Pemerintah Pusat dan Daerah, 2004. Depdagri RI.

Undang-undang Pemeriksaan Pengelolaan & Tanggung Jawab Keuangan Negara. 2010, Yogyakarta.Pustaka Yustisa.

Yamin, Mohamad, 2000. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kemampuan Keuangan Daerah Kabupaten/Kota di Provinsi Irian Jaya, Simposium Nasional Akuntansi X. Makassar.

Wibisono, Yusuf. 2005. Sumber-Sumber Pertumbuhan Ekonomi Regional : Studi Empiris Antar Propinsi di Indonesia, 1984-2000. Jurnal Ekonomi dan Bisnis Indonesia Vol.02, Universitas Gajah Mada.

Widarjono, Agus. 2009. Ekonomi Pengantar dan Aplikasi. Penerbit Ekonisia, Yogyakarta.

Widiarto, 2001, Ketimpangan, Pemerataan dan Infrastruktur, widoarto@bandumg2. wasantara. net.id


(6)

Wijaya, H.A.W. 2007. Penyelenggaraan Otonomi di Indonesia. Jakarta: Raja Grafindo Persada

Zuhri, Mursid. 1998, Kajian Hubungan Fungsional Jawa Tengah – Jawa Timur dalam Pengembangan Wilayah, Semarang : BAPPEDA Propinsi Jawa Tengah.

http://lampung.bps.go.id/?r=tabelStatistik/tampil&id=8 diakses tgl 25/3/2014 http://lampung.bps.go.id/publikasi/buku/lda2013/files/assets/basic-html diakses

tgl 25/3/2014

http://lampung.bps.go.id/publikasi/buku/lda2013/index.html#/440/zoomed http://lampung.bps.go.id/publikasi//buku/skd2013

http://ferdifadly.blogspot.com/2013/06/tutorial-eviews-cara-input-data-panel.html

http://wajibstat.blogspot.com/2013/04/pemilihan-model-terbaik-analisis-data_8.html

http://keuda.kemendagri.go.id/artikel/detail/23-dau-pegang-peranan-penting-untuk-pembangunan-daerah