Nilai Ekonomi dan Kontribusi Hasil Hutan Non Kayu Kelompok Buah-Buahan yang Dimanfaatkan Masyarakat di Wilayah Tertentu KPHP Model Mandailing Natal Provinsi Sumatera Utara

NILAI EKONOMI DAN KONTRIBUSI HASIL HUTAN NON KAYU KELOMPOK BUAH-BUAHAN YANG
DIMANFAATKAN MASYARAKAT DI WILAYAH TERTENTU KPHP MODEL MANDAILING NATAL PROVINSI SUMATERA UTARA
SKRIPSI Oleh
Dwi Rianto 101201051 Manajemen Hutan
PROGRAM STUDI KEHUTANAN FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2015
Universitas Sumatera Utara

LEMBAR PENGESAHAN

Judul
Nama Nim Jurusan

: Nilai Ekonomi dan Kontribusi Hasil Hutan Non Kayu Kelompok Buah-Buahan yang Dimanfaatkan Masyarakat di Wilayah Tertentu KPHP Model Mandailing Natal Provinsi Sumatera Utara
: Dwi Rianto
: 101201051
: Manajemen Hutan

Disetujui Oleh, Komisi Pembimbing

Rahmawaty, S.Hut., M.Si., Ph.D Ketua


Irawati Azhar, S.Hut., M.Si Anggota

Mengetahui,

Siti Latifah, S.Hut., M.Si., Ph.D Ketua Program Studi Kehutanan
Universitas Sumatera Utara

ABSTRAK
DWI RIANTO : Nilai Ekonomi dan Kontribusi Hasil Hutan Non Kayu Kelompok Buah-Buahan yang Dimanfaatkan Masyarakat di Wilayah Tertentu KPHP Model Mandailing Natal Provinsi Sumatera Utara. Dibimbing oleh Rahmawaty dan Irawati Azhar.
Hasil hutan non kayu (HHNK) pada umumnya merupakan hasil sampingan dari sebuah pohon, misalnya getah, daun, kulit dan buah. Pemungutan HHNK pada umumnya merupakan kegiatan tradisional dari masyarakat yang berada di sekitar hutan dan di beberapa tempat, kegiatan pemungutan HHNK merupakan kegiatan utama sebagai sumber kehidupan masyarakat sehari-hari. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi jenis-jenis Hasil Hutan Non Kayu (HHNK) kelompok buah-buahan, menghitung nilai ekonomi dan besarnya kontribusi HHNK kelompok buah-buahan yang dimanfaatkan oleh masyarakat di Desa Guo Batu dan Desa Simanguntong. Hasil penelitian menunjukkan bahwa jenis-jenis HHNK kelompok buah-buahan yang dimanfaatkan oleh masyarakat di Desa Guo Batu dan Desa Simanguntong antara lain: kemiri, durian, jengkol, pinang, manggis, langsat, petai, duku, aren. Nilai ekonomi pemanfaatan HHNK di Desa Guo Batu dengan pemanfaatan nilai ekonomi terbesar adalah durian sebesar Rp. 67.750.000,-/tahun atau sekitar 27,66% dan pemanfaatan nilai ekonomi terkecil adalah langsat sebesar Rp. 4.155.000,-/tahun atau sekitar 1,7%. Nilai ekonomi pemanfaatan HHNK di Desa Simanguntong dengan pemanfaatan nilai ekonomi terbesar adalah kemiri sebesar Rp. 51.200.000,-/tahun atau sekitar 24,59% dan pemanfaatan nilai ekonomi terkecil adalah langsat sebesar Rp. 4.710.000,-/tahun atau sekitar 2,26%. Kontribusi HHNK terhadap pendapatan masyarakat di Desa Guo Batu sebesar Rp. 244.910.000.-/tahun atau sekitar 42% dan Desa Simanguntong sebesar Rp. 208.272.000,-/tahun atau sekitar 35%.
Kata Kunci : Hasil hutan non kayu, nilai ekonomi, kontribusi (pendapatan)
Universitas Sumatera Utara

ABSTRACT
DWI RIANTO: Economic Value and Contribution of Non- Timber Forest Products Society Utilized in Specific Areas Production Forest Management Unit Model Mandailing Natal North Sumatra Province. Guided by Rahmawaty and Irawati Azhar.
Non-timber forest products ( NTFPs ) in general is a byproduct of a tree , for example, sap , leaves , bark and fruit . Collection of NTFPs in general is a traditional activity of the people residing in the forest and in some places , NTFP collection activity is the main activity as the source of people's daily lives . This study aims to identify the types of Non-Timber Forest Products ( NTFPs ) , determine the economic value and the contribution of NTFPs are used by people in the village and the village Guo Stone Simanguntong . The results showed that the types of NTFPs are used by the people in the village and the village Guo Stone Simanguntong include: hazelnut , durian , jengkol , nut , mangosteen , olive , banana , Duku , palm . The economic value of the use of NTFPs in the village Guo Stone by exploiting the greatest economic value is durian Rp . 67.75 million , - / year , or approximately 27.66 % and the utilization of the economic value of the smallest is complexioned Rp . 4.155 million , - / year , or about 1.7 % . The economic value of the use of NTFPs in the village Simanguntong by exploiting the greatest economic value is hazelnut Rp . 51.2 million , - / year , or approximately 24.59 % and the utilization of the economic value of the smallest is complexioned Rp . 4.71 million , - / year or about 2.26% . Contribution of NTFPs to the income of the people in the village Guo Stone Rp . 244 910 000 .- / year or around 42 % and the Village Simanguntong Rp . 208 272 000 , - / year or around 35 % .
Keywords: Non-timber forest products, economic value, contribution (income)
Universitas Sumatera Utara


RIWAYAT HIDUP
Dwi Rianto dilahirkan di Medan pada tanggal 30 Juli 1992. Penulis merupakan anak kedua dari empat bersaudara dari pasangan Bapak Poniran dan Ibu Temu.
Penulis menyelesaikan Sekolah Dasar di SD Nurul Huda Medan pada tahun 2004, lulus dari SMP Negeri 7 Medan pada tahun 2007 dan lulus dari SMA Perguruan Swasta Panca Budi pada tahun 2010. Pada tahun 2010 penulis melanjutkan studinya di perguruan tinggi negeri dan lulus melalui Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB) di Universitas Sumatera Utara, Fakultas Pertanian, Program Studi Kehutanan dan mendapat jurusan Manajemen Hutan pada semester tujuh.
Penulis mengikuti Praktek Pengenalan Ekosistem Hutan (P2EH) dikawasan Taman Hutan Raya Kabupaten Karo pada tahun 2012 yang dilaksanakan selama 10 hari. Penulis juga melaksanakan Praktek Kerja Lapangan di Perum Perhutani Unit III KPH Sukabumi mulai tanggal 3 Februari – 5 Maret 2014. Penulis melakukan penelitian di Desa Guo Batu dan Desa Simanguntong Kecamatan Batang Natal, Kabupaten Mandailing Natal pada bulan Agustus sampai September 2014 dengan judul “Nilai Ekonomi dan Kontribusi Hasil Hutan Non Kayu Kelompok Buah-Buahan yang Dimanfaatkan Masyarakat di Wilayah Tertentu KPHP Model Mandailing Natal Propinsi Sumatera Utara.
Universitas Sumatera Utara

KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan limpahan berkat dan rahmat kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Skripsi ini berjudul “Nilai Ekonomi dan Kontribusi Hasil Hutan Non Kayu Kelompok Buah-Buahan yang Dimanfaatkan Masyarakat di Wilayah Tertentu KPHP Model Mandailing Natal Provinsi Sumatera Utara”.
Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terimakasih kepada orangtua penulis yang telah membimbing, mendidik serta mendukung penulis dalam doa dan materil. Penulis mengucapkan terima kasih kepada Ibu Rahmawaty, S.Hut., M.Si., Ph.D dan Ibu Irawati Azhar, S.Hut., M.Si sebagai pembimbing skripsi yang telah membimbing saya selama penyusunan skripsi ini, serta kepada teman-teman di Program Studi Kehutanan, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan bantuannya atas penyelesaian skripsi ini.
Penulis juga menyadari masih banyak terdapat kekurangan di dalam skripsi ini. Untuk itu penulis terbuka terhadap berbagai kritik dan saran yang bersifat membangun untuk penyempurnaan skripsi ini.
Akhir kata, penulis ucapkan terima kasih.
Medan, Oktober 2014
Penulis
Universitas Sumatera Utara

DAFTAR ISI
Hal ABSTRAK ................................................................................................................iii ABSTRACT ..............................................................................................................iv RIWAYAT HIDUP ..................................................................................................v KATA PENGANTAR..............................................................................................vi DAFTAR ISI.............................................................................................................vii DAFTAR GAMBAR................................................................................................viii DAFTAR TABEL ....................................................................................................ix
PENDAHULUAN Latar Belakang..................................................................................................1 Perumusan Masalah ..........................................................................................2 Tujuan Penelitian ..............................................................................................3 Manfaat Penelitian ............................................................................................3
TINJAUAN PUSTAKA Penetapan Wilayah KPH ..................................................................................4 Defenisi Hutan ..................................................................................................4 Sumber Daya Hutan..........................................................................................5 Jenis-jenis Hasil Hutan .....................................................................................6 Ketergantungan Masyarakat Terhadap HHNK ................................................8 Nilai Ekonomi Hasil Hutan Non Kayu.............................................................9
METODOLOGI PENELITIAN Waktu dan Lokasi Penelitian ............................................................................10 Alat dan Bahan Penelitian ................................................................................10

Universitas Sumatera Utara

Metode Pengumpulan Data...............................................................................10 Teknik dan Tahapan Pengumpulan Data..........................................................11 Analisis Data.....................................................................................................12 Matriks Metodologi ..........................................................................................15 HASIL DAN PEMBAHASAN Jenis-jenis Pemanfaatan Hasil Hutan Non Kayu ..............................................16 Nilai Ekonomi HHNK di Desa Guo Batu dan Desa Simanguntong ................25 Kontribusi Hasil Hutan Non Kayu Terhadap Pendapatan Masyarakat ............29 Permasalahan dan Kendala Dalam Pengelolaan HHNK ..................................33 KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan .......................................................................................................35 Saran .................................................................................................................35 DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
Universitas Sumatera Utara

DAFTAR GAMBAR
No. Hal 1. Persentasi Nilai Ekonomi Pendapatan dari HHNK dan Pendapatan di Luar
HHNK di Desa Guo Batu......................................................................................30 2. Persentasi Nilai Ekonomi Pendapatan dari HHNK dan Pendapatan di Luar
Pemanfaatan HHNK di Desa Simanguntong ........................................................32
Universitas Sumatera Utara

DAFTAR TABEL
No. Hal 1. Matriks Metodologi Dalam Penelitian ..................................................................15 2. Jenis HHNK yang Dimanfaatkan Oleh Masyarakat Desa Guo Batu dan Desa
Simanguntong........................................................................................................16 3. Persentasi Nilai HHNK yang Dimanfaatkan Masyarakat di Desa Guo Batu ........26 4. Persentasi Nilai Ekonomi HHNK yang Dimanfaatkan Masyarakat di Desa
Simanguntong........................................................................................................27 5. Pendapatan Rumah Tangga Per Tahun di Luar Pemanfaatan HHNK Desa
Guo Batu................................................................................................................29 6. Pendapatan Rumah Tangga Per Tahun di Luar Pemanfaatan HHNK Desa
Simanguntong........................................................................................................31
Universitas Sumatera Utara

ABSTRAK

DWI RIANTO : Nilai Ekonomi dan Kontribusi Hasil Hutan Non Kayu Kelompok Buah-Buahan yang Dimanfaatkan Masyarakat di Wilayah Tertentu KPHP Model Mandailing Natal Provinsi Sumatera Utara. Dibimbing oleh Rahmawaty dan Irawati Azhar.
Hasil hutan non kayu (HHNK) pada umumnya merupakan hasil sampingan dari sebuah pohon, misalnya getah, daun, kulit dan buah. Pemungutan HHNK pada umumnya merupakan kegiatan tradisional dari masyarakat yang berada di sekitar hutan dan di beberapa tempat, kegiatan pemungutan HHNK merupakan kegiatan utama sebagai sumber kehidupan masyarakat sehari-hari. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi jenis-jenis Hasil Hutan Non Kayu (HHNK) kelompok buah-buahan, menghitung nilai ekonomi dan besarnya kontribusi HHNK kelompok buah-buahan yang dimanfaatkan oleh masyarakat di Desa Guo Batu dan Desa Simanguntong. Hasil penelitian menunjukkan bahwa jenis-jenis HHNK kelompok buah-buahan yang dimanfaatkan oleh masyarakat di Desa Guo Batu dan Desa Simanguntong antara lain: kemiri, durian, jengkol, pinang, manggis, langsat, petai, duku, aren. Nilai ekonomi pemanfaatan HHNK di Desa Guo Batu dengan pemanfaatan nilai ekonomi terbesar adalah durian sebesar Rp. 67.750.000,-/tahun atau sekitar 27,66% dan pemanfaatan nilai ekonomi terkecil adalah langsat sebesar Rp. 4.155.000,-/tahun atau sekitar 1,7%. Nilai ekonomi pemanfaatan HHNK di Desa Simanguntong dengan pemanfaatan nilai ekonomi terbesar adalah kemiri sebesar Rp. 51.200.000,-/tahun atau sekitar 24,59% dan pemanfaatan nilai ekonomi terkecil adalah langsat sebesar Rp. 4.710.000,-/tahun atau sekitar 2,26%. Kontribusi HHNK terhadap pendapatan masyarakat di Desa Guo Batu sebesar Rp. 244.910.000.-/tahun atau sekitar 42% dan Desa Simanguntong sebesar Rp. 208.272.000,-/tahun atau sekitar 35%.
Kata Kunci : Hasil hutan non kayu, nilai ekonomi, kontribusi (pendapatan)
Universitas Sumatera Utara

ABSTRACT
DWI RIANTO: Economic Value and Contribution of Non- Timber Forest Products Society Utilized in Specific Areas Production Forest Management Unit Model Mandailing Natal North Sumatra Province. Guided by Rahmawaty and Irawati Azhar.
Non-timber forest products ( NTFPs ) in general is a byproduct of a tree , for example, sap , leaves , bark and fruit . Collection of NTFPs in general is a traditional activity of the people residing in the forest and in some places , NTFP collection activity is the main activity as the source of people's daily lives . This study aims to identify the types of Non-Timber Forest Products ( NTFPs ) , determine the economic value and the contribution of NTFPs are used by people in the village and the village Guo Stone Simanguntong . The results showed that the types of NTFPs are used by the people in the village and the village Guo Stone Simanguntong include: hazelnut , durian , jengkol , nut , mangosteen , olive , banana , Duku , palm . The economic value of the use of NTFPs in the village Guo Stone by exploiting the greatest economic value is durian Rp . 67.75 million , - / year , or approximately 27.66 % and the utilization of the economic value of the smallest is complexioned Rp . 4.155 million , - / year , or about 1.7 % . The economic value of the use of NTFPs in the village Simanguntong by exploiting the greatest economic value is hazelnut Rp . 51.2 million , - / year , or approximately 24.59 % and the utilization of the economic value of the smallest is complexioned Rp . 4.71 million , - / year or about 2.26% . Contribution of NTFPs to the income of the people in the village Guo Stone Rp . 244 910 000 .- / year or around 42 % and the Village Simanguntong Rp . 208 272 000 , - / year or around 35 % .
Keywords: Non-timber forest products, economic value, contribution (income)
Universitas Sumatera Utara

PENDAHULUAN
Latar Belakang Hutan adalah kumpulan fungsi biotis yang didominasi oleh pepohonan
pada areal luas yang mendukung pengurusan kompleksitas flora fauna dan membentuk perbedaan struktur ikim mikro. Apabila dibandingkan dengan bentuk penggunaan lahan yang lain, ada tipe hutan yang terbentuk berdasarkan pengkelasan karakteristiknya, yaitu fungsi yang terbentuk bukan hanya untuk menyediakan sumberdaya alam dengan jumlah besar, namun untuk membentuk keragaman dari fungsi lingkungan (tata air, udara dan tanah), hingga fungsi sosial budaya untuk dimanfaatkan secara menyeluruh dan lestari.
Hutan di Indonesia telah mengalami kerusakan yang disebabkan oleh berbagai kegiatan manusia, misalnya perambahan hutan, perladangan berpindahpindah, penebangan hutan, proyek pembangunan seperti pertambangan, transmigrasi dan pembangunan jalan. Untuk menghindari terjadinya kerusakan hutan, bahkan timbulnya lahan kritis, langkah awal yang perlu dilakukan adalah dengan memanfaatkan hutan sesuai fungsi. Perlu diketahui bahwa tidak semua fungsi hutan itu sama. Perlu dilakukan penerapan konsep budidaya hutan secara tepat sesuai dengan jenis dan tipe hutan (Indriyanto, 2008).
Hasil hutan non kayu (HHNK) semula disebut hasil hutan ikutan yang berasal dari bagian pohon atau tumbuh-tumbuhan yang memiliki sifat khusus yang dapat menjadi suatu barang yang diperlukan oleh masyarakat, dijual sebagai komoditi ekspor atau sebagai bahan baku untuk suatu industri. Hasil hutan non kayu pada umumnya merupakan hasil sampingan dari sebuah pohon, misalnya getah, daun, kulit, buah atau berupa tumbuh-tumbuhan yang memiliki sifat khusus
Universitas Sumatera Utara

seperti rotan, bambu dan lain-lain. Pemungutan HHNK pada umumnya merupakan kegiatan tradisional dari masyarakat yang berada di sekitar hutan, bahkan di beberapa tempat, kegiatan pemungutan HHNK merupakan kegiatan utama sebagai sumber kehidupan masyarakat sehari-hari. Sebagai contoh, pengumpulan rotan dan pemungutan getah (Djajapertjuanda, 2001).
Peran HHNK akhir-akhir ini dianggap semakin penting setelah produktivitas kayu dari hutan alam semakin menurun. Food and Agricultural Organization (FAO) mendefenisikan HHNK sebagai produk selain kayu yang berasal dari bahan biologis diperoleh dari hutan dan pepohonan yang tumbuh di sekitar hutan. Perubahan paradigma dalam pengelolaan hytan semakin cenderung kepada pengelolaan kawasan (ekosistem hutan secara utuh), juga telah menuntut diversifikasi hasil hutan selain kayu (Sudarmalik, 2006).

Perumusan Masalah Hutan di kawasan tertentu Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP)
Model Mandailing Natal mempunyai sumber daya alam yang dimanfaatkan sebagian masyarakat yang tinggal di kawasan hutan tersebut. Nilai yang terkandung dalam HHNK tersebut belum dihitung secara ekonomi. Serta belum ada juga data yang menyajikan jenis-jenis hasil hutan non kayu yang dimanfaatkan oleh masyarakat sekitar kawasan hutan.
Tujuan Penelitian Tujuan penelitian adalah sebagai berikut:
1. Mengidentifikasi jenis Hasil Hutan Non Kayu (HHNK) kelompok buah-buahan yang dimanfaatkan oleh masyarakat di sekitar KPHP Model Mandailing Natal.
Universitas Sumatera Utara

2. Menghitung nilai ekonomi Hasil Hutan Non Kayu (HHNK) kelompok buahbuahan yang dimanfaatkan oleh masyarakat di sekitar KPHP Model Mandailing Natal.
3. Menghitung kontribusi Hasil Hutan Non Kayu (HHNK) kelompok buahbuahan terhadap pendapatan masyarakat di sekitar KPHP Model Mandailing Natal.
Manfaat Penelitian 1. Sebagai bahan informasi untuk masyarakat umum, khususnya para petani yang
mengelola HHNK dalam menambah pendapatan masyarakat khususnya di sekitar KPHP Model Mandailing Natal. 2. Memberikan masukan bagi instansi seperti Dinas Kehutanan dalam pengolahan sumber daya hutan, sehingga meningkatkan kesejahteraan masyarakat sekitar hutan dan terjaganya kelestarian hutan yang lestari. 3. Sebagai informasi bagi masyarakat tentang potensi kontribusi Hasil Hutan Non Kayu (HHNK).
Universitas Sumatera Utara

TINJAUAN PUSTAKA

Penetapan Wilayah KPH Penetapan wilayah KPHL dan KPHP Provinsi Sumatera Utara sesuai
Keputusan Menteri Kehutanan Nomor SK. 102/Menhut-II/2010 tanggal 5 Maret 2010 meliputi area dengan luas ± 3.196.381 ha terdiri dari 19 unit KPHP dengan luas ± 1.831.884 ha dan 14 unit KPHL dengan luas ± 1.364.497 ha.
Penetapan wilayah KPHP Model Mandailing Natal di kabupaten Mandailing Natal, ditetapkan sesuai Keputusan Menteri Kehutanan Nomor SK. 332/Menhut-II/2010 tanggal 25 Mei 2010 dengan luas ± 159.166 ha, terdiri dari :

- Hutan Lindung (HL) - Hutan Produksi Terbatas (HPT) - Hutan Produksi (HP)


: ± 13.681 ha. : ± 131.780 ha. : ± 14.704 ha.

Kondisi batas kawasan hutan

Letak geografis

:

Batas-batas
Timur Barat Selatan Utara

: : : :

98° 52' 22" - 99° 31' 57" BT 0° 19' 16" - 1° 18' 8" LU
Hutan Konservasi Kab. Mandailing Natal APL Kab. Mandailing Natal HPT Kab. Pasaman Barat, Prov. Sumbar APL Kab. Tapanuli Selatan

Defenisi Hutan Hutan merupakan ekosistem alam yang memiliki tiga macam produk,
yaitu kayu, jasa dan hasil hutan non kayu (HHNK). Produk HHNK merupakan salah satu sumber daya hutan (SDH) yang memiliki keunggulan komporatif dan

Universitas Sumatera Utara


paling bersinggung langsung dengan masyarakat sekitar hutan. HHNK terbukti dalam memberikan dampak pada peningkatan usaha dan pendapatan masyarakat sekitar hutan serta memberikan kontribusi berarti bagi penambahan devisa negara (Sumadiwangsa, 2008).
Hutan sebagai suatu masyarakat tumbuh-tumbuhan yang dikuasai oleh pepohonan dan mempunyai keadaan lingkungan berbeda dengan keadaan di luar hutan. Hutan secara konsepsional yuridis dirumuskan di dalam Pasal 1 Ayat (1) Undang-undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan. Menurut Undangundang tersebut, hutan adalah suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumber daya alam hayati yang didomonasi pepohonan dalam persekutuan alam lingkungan yang satu dengan yang lain tidak dapat dipisahkan (Rahmawaty, 2004).
Sumber Daya Hutan Sumber daya hutan di Indonesia pernah menyumbangkan manfaat sebagai
salah satu modal utama pembangunan ekonomi nasional, antara lain dalam bentuk pertumbuhan ekonomi, penyerapan tenaga kerja dan pengembangan wilayah. Selain peran ekonomi, sumber daya hutan juga mempunyai fungsi yang lebih luas yaitu sebagai salah satu komponen sistem penyangga kehidupan (the life support system). Untuk itu sumber daya hutan harus dikelola secara berkelanjutan agar mampu memberikan manfaat yang optimal dan berjangka panjang (Departemen Kehutanan, 2009).
Tujuan pengelolaan sumber daya hutan adalah untuk mendapatkan manfaat-manfaat penting dari hutan, diantaranya sebagai penghasil kayu dan vegetasi lainnya, satwa liar, tempat rekreasi, mencegah banjir dan erosi,
Universitas Sumatera Utara

mempertahankan kesuburan tanah dan mengatur kondisi iklim dan lingkungan hidup. Hutan mempunyai banyak manfaat (multiple use) yang merupakan karakteristik sumber daya alam yang berbeda dengan sumber daya alam lainnya. Sebab selain sebagai produksi kayu, hutan juga mempunyai berbagai fungsi penting lainnya. Sehingga dalam pengambilan keputusan mengenai macam penggunaan hutan, perlu diperhatikan bahwa tidak semua lahan hutan cocok untuk semua bentuk pemanfaatan (Affandi dan Patana, 2000).
Jenis-Jenis Hasil Hutan Hutan yang berfungsi produksi (hutan produksi) adalah kawasan hutan
yang ditumbuhi oleh pepohonan keras yang perkembangannya selalu diusahakan dan dikhususkan untuk dipungut hasilnya. Hasil hutan produksi tersebut digunakan untuk memenuhi keperluan masyarakat untuk pembangunan industri serta ekspor dengan tetap memperhatikan nilai ekologis. Hasil hutan potensial bersifat industri dan langsung yang berupa HHNK, diantaranya sebagai berikut : a. Hasil Hutan Kayu
Hasil pengelolaan suatu hutan dibedakan berdasarkan sifat tangible dan itangible, meskipun sebagian besar sifat ini hanya dipikirkan yang bersifat tangible saja. Padahal, suatu hutan seharusnya dikelola secara berimbang yakni hasil kayu (tangible) dan bukan kayu (intangible). Sifat-sifat intangible terdiri atas hasil yang berkaitan dengan sistem alami, misalnya hidrologi dan wisata alam (Arief, 2001). b. Hasil Hutan Non Kayu
Pemungutan HHNK pada umunya merupakan kegiatan tradisional dari masyarakat yang berada disekitar hutan, bahkan di beberapa tempat, kegiatan
Universitas Sumatera Utara

pemungutan HHNK merupakan kegiatan utama sebagai sumber kehidupan masyarakat sehari-hari (Dephut, 2002).
Hasil-hasil hutan yang termasuk non kayu antara lain sebagai berikut : 1. Rotan: suatu hasil hutan yang sangat bermanfaat, yang pengusahannya sudah
meluas di kota-kota besar, bahkan hasilnya sampai dipasarkan ke luar negeri. 2. Kina: suatu hasil hutan yang dimanfaatkan dibidang farmasi, berasal dari kulit
pohon Cinchona succirubra, C.officinalis, C.cordofolia. 3. Sutera alam: suatu hasil hutan yang berasal dari sejenis ulat dengan makanan
khusus dari daun pohon murbei (Morus sp) yang digunakan sebagai bahan pembuat kain sutera yang harganya mahal. 4. Kayu putih: suatu hasil dari penyulingan dari daun kayu putih dan berguna di dalam bidang farmasi. 5. Gondorukem dan terpentin: suatu hasil hutan berasal dari sadapan pohon pinus yang berupa getah. Gondorukem dimanfaatkan oleh perusahaan batik, sabun dan terpentin sebagai bahan pembuat cat. 6. Lak: suatu hasil hutan berasal dari kotoran kutu lak (Laccifer lacca) yang dipelihara pada dahan pohon kesambi (Schleiahera oleosa), Accacia villosa, Ploso (Butea sp), Widoro (Zizyplrus jujuba) dan difungsikan sebagai bahan pembuat plitur, pernis, perusahaan elektronik, lampu, bahan tinta cetak, bahan perekat ampelas, bahan campuran semir sepatu, bahan penyamak kulit, bahan pewarna makanan dan bahan pembuat kulit kapsul. 7. Kemenyan: suatu hasil hutan yang berasal dari pohon Styrax dengan cara disadap atau secara konvensional dengan cara memukul-mukul kulit pohon sampai keluar getahnya.

Universitas Sumatera Utara

8. Kapur Barus: suatu hasil hutan yang berasal dari pohon Dryobalanops aromatica yang berguna sebagai penghasi aroma lemari pakaian.
9. Wewangian nabati: suatu hasil hutan yang berasal dari berbagai jenis bungabungaan yang disuling terlebih dahulu atau langsung digunakan, seperti nilam (Pogostemon cablin), kantil (Michelia champaca), kenanga (Cananga odorata), jambe atau pinang (Areca catechu) dan masih banyak lainnya dari hasil hutan non kayu tersebut, seperti kopal, gom, bahan penyamak dan bahan pewarna dari hutan-hutan payau. (Arief, 2001).
Ketergantungan Masyarakat Terhadap HHNK Hasil hutan non kayu yang dimanfaatkan oleh masyarakat dari dalam
hutan dapat dikelompokkanmenjadi 2 kategori: (a) Produktif, yaitu yang diperjual belikan di pasar dan (b) Konsumtif, yaitu yang dikonsumsi sendiri dan tidak dijual. Masyarakat hutan memanfaatkan HHNK baik secara konsumtif (dikonsumsi langsung) seperti binatang buruan, sagu, umbi-umbian, buah-buahan, sayuran, obat-obatan, kayu bakar dan lainnya, maupun secara produktif (dipasarkan untuk memperoleh uang) seperti rotan, damar, gaharu, madu, minyak atsiri dan lainnya (Primack, 1993).
Beraneka ragam jenis HHNK yang dimanfaatkan oleh masyarakat yang sebagian diantaranya ada yang dimanfaatkan secara konsumtif, membuat para peneliti sering kesulitan untuk menilai secara tepat sejauh mana sebenarnya kontribusi HHNK bagi penghidupan masyarakat. Beberapa peneliti mencoba menyetarakan nilai HHNK yang dimanfaatkan secara konsumtif oleh masyarakat hutan dengan nilai uang. Nilai barang biasanya sangat bervariasi menurut tempat
Universitas Sumatera Utara

dan waktu. HHNK sering dinilai menurut harga yang ditetapkan secara sepihak oleh tengkulak yang membelinya di pinggir hutan. Padahal setelah mendapat sedikit pengolahan menjadi barang setengah jadi, harga HHNK tersebut dapat meningkat puluhan kali lipat dibandingkan dengan harga yang ditetapkan oleh para tengkulak di pinggir hutan.
Nilai Ekonomi Hasil Hutan Non Kayu Manfaat yang dapat diperoleh dari hutan antara lain berupa kayu maupun
HHNK cukup potensial untuk dikembangkan. Pengembangan HHNK diharapkan dapat menekan penurunan fungsi hutan akibat pemanfaatan hasil hutan berupa kayu yang kurang mempertimbangkan aspek-aspek pemanfaatan lestari. Sementara potensi HHNK diperkirakan masih cukup banyak namun pemanfaatannya masih belum optimal (Nurapriyanto dkk, 2011).
Beberapa ahli ekonomi telah mengembangkan dan mengaplikasikan beberapa metode penilaian manfaat hutan yang tidak memiliki harga pasar dalam satuan moneter. Beberapa metode mencoba untuk menggambarkan permintaan konsumen, sebagai contoh kesediaan membayar konsumen (Willingness To Pay – WTP) terhadap manfaat hutan yang tidak memiliki harga pasar dalam satuan moneter atau kesediaan menerima konsumen (Willingness To Accept – WTA) terhadap kompensasi yang diberikan kepada konsumen untuk manfaat yang hilang dalam satuan moneter (Ginoga dan Lugina, 2007).
Universitas Sumatera Utara

METODE PENELITIAN
Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli 2014 sampai September 2014
di Desa Guo Batu dan Desa Simanguntong Kabupaten Mandailing Natal. Merupakan desa yang lokasinya berada disekitar wilayah tertentu Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) Model Mandailing Natal, Kabupaten Mandailing Natal, Provinsi Sumatera Utara.
Alat dan Bahan Penelitian Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah camera digital, alat tulis,
kalkulator dan perangkat komputer. Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah lembar kuisioner untuk mengumpulkan data sekunder maupun data primer, berbagai pustaka penunjang sebagai sumber data sekunder dan dokumen lain yang berkaitan dengan lokasi penelitian.

Metode Pengumpulan Data Dalam penelitian ini digunakan data primer dan data sekunder. Data
primer yang dikumpulkan antara lain adalah jenis dan jumlah HHNK, data sosial ekonomi, frekuensi pengambilan, lama dan waktu pengambilan, biaya pengambilan dan bentuk pengolahan serta pemasaran hasil hutan. Data sekunder yang dikumpulkan antara lain adalah kondisi umum lokasi penelitian dan datadata umum tentang lokasi yang ada pada instansi pemerintahan.
Dalam pengambilan sempel dilakukan metode purposive sampling. Dimana dalam metode purposive sampling sampel yang diambil adalah kepala keluarga yang memanfaatkan HHNK yang ada di Desa Guo Batu sebanyak 30
Universitas Sumatera Utara

orang dan Desa Simanguntong sebanyak 30 orang, Kecamatan Batang Natal Kabupaten Mandailing Natal.
Teknik dan Tahapan Pengambilan Data Pengambilan data dilakukan secara langsung pada lokasi penelitian dengan
cara sebagai berikut : 1. Identifikasi jenis HHNK yang ada di Desa Guo Batu dan Desa Simanguntong
Kabupaten Mandailing Natal. 2. Melakukan observasi dan analisis pengolahan data di lapangan untuk
mengetahui sistem pengelolaan HHNK di Desa Guo Batu dan Desa Simanguntong Kabupaten Mandailing Natal. 3. Wawancara dan diskusi dengan menggunakan kuisioner terhadap para pelaku (faktor utama atau yang mewakili) dan para pihak pemangku kepentingan dalam pengelolaan HHNK di Desa Guo Batu dan Desa Simanguntong Kabupaten Mandailing Natal. 4. Keseluruhan data, baik data primer maupun data sekunder selanjutnya diolah sesuai dengan kebutuhan sebelum dilakukan pengolahan dan analisis data. Data primer yang bersifat kualitatif selanjutnya dianalisis secara deskriptif sesuai dengan tujuan penelitian, sedangkan data yang bersifat kuantitatif diolah secara tabulasi.
Teknik untuk memperoleh informasi data dari responden dilakukan dengan wawancara dan informasi yang diperoleh dari setiap responden diantaranya:
Universitas Sumatera Utara

a) Faktor sosial, ekonomi dan budaya responden yang meliputi umur, suku, luas lahan yang dimiliki, agama, pekerjaan, pendapatan, mata pencaharian, pendidikan, usaha pertanian yang dimiliki.
b) Jenis dan jumlah hasil hutan non kayu yang diambil dari responden yaitu frekuensi pengambilan, lama dan waktu pengambilan, serta metode pemasaran HHNK yang diperoleh.

Analisis Data Nilai Ekonomi Hasil Hutan
Data yang diperoleh dari hasil pengamatan di lapangan baik melalui wawancara maupun kuisioner kemudian dianalisis secara kuantitatif. Nilai barang hasil hutan untuk setiap jenis per tahun yang diperoleh masyarakat dihitung dengan cara: 1. Harga HHNK yang diperoleh dianalisis dengan pendekatan harga pasar.
Pendekatan dengan harga pasar dilakukan karena harga barang dan jasa hutan yang sudah dikenal pasarnya (nilai yang berlaku di pasar). 2. Menghitung nilai rata-rata jumlah barang yang diambil per responden per jenis. (Affandi dan Patana, 2002).


X=

(Affandi dan Patana, 2002)

Keterangan: X = Rata-rata jumlah barang yang diambil Xi = Jumlah barang yang diambil responden n = Jumlah banyak pengambil perjenis barang

Universitas Sumatera Utara

3. Menghitung total pengambilan per unit barang pertahun.

TP = X x FP x N

(Affandi dan Patana, 2002)

Keterangan: TP = Total pengambilan pertahun X = Rata-rata jumlah yang diambil FP = Frekuensi Pengambilan N = Jumlah pengambil

4. Menghitung nilai ekonomi barang hasil hutan per jenis barang pertahun.

NE = TP x HH


(Affandi dan Patana, 2002)

Keterangan : NE = Nilai hasil hutan per jenis TP = Total pengambilan (unit/tahun) HH = Harga hasil hutan

5. Menghitung persentase nilai ekonomi per jenis dengan cara :

%NE =

(Affandi dan Patana, 2002)

Keterangan: %NE = Persentase nilai ekonomi Nei = Nilai ekonomi hasil hutan/jenis ∑NE = Jumlah total nilai ekonomi dan seluruh hasil hutan

6. Menghitung pendapatan total, pendapatan dari dalam dan luar hutan

Pendapatan Total

= Penjumlahan antara pendapatan HHNK dengan

pendapatan luar HHNK

Pendapatan Dalam Hutan = Jumlah nilai ekonomi dari seluruh jenis

Pendapatan Luar Hutan = Selisih antara pendapatan total dengan

pendapatan dalam hutan

Universitas Sumatera Utara

Hasil perhitungan nilai hutan ini menunjukkan total pendapatan hasil hutan seluruh jenis per tahun, sehingga dapat dihitung besar kontribusi nilai hasil hutan terhadap pendapatan masyarakat. Kontribusi = Pendapatan dari HHNK X 100%
Pendapatan Total Keterangan: Pendapatan total = Pendapatan dari HHNK + Pendapatan dari luar HHNK
Universitas Sumatera Utara

HASIL DAN PEMBAHASAN

Jenis-jenis Pemanfaatan Hasil Hutan Non Kayu Pemungutan HHNK pada umumnya merupakan kegiatan tradisional dari
masyarakat yang berada disekitar hutan. Jenis hasil hutan yang dimanfaatkan masyarakat di Desa Guo Batu dan Desa Simanguntong dapat dilihat pada Tabel .

Tabel 1. Jenis HHNK yang Dimanfaatkan Oleh Masyarakat Desa Guo Batu dan Desa Simanguntong

No Jenis Hasil Hutan

Responden yang Memanfaatkan (orang)

Desa Guo Batu % Desa Simanguntong %

1 Kemiri (Aleurites moluccana)

15 50% 16 53%

2 Durian (Durio zibethinus)

18 60% 18 60%

3 Jengkol (Pithecollobium jiringa)

14 47%

13 43%

4 Pinang (Areca cathehu)

13 43% 16 53%

5 Manggis (Garcinia mangostana) 17 57% 14 47%

6 Langsat (Lansium domesticum var) 10 33% 15 50%

7 Petai (Parkia speciosa)

14 47% 18 60%

8 Duku (Lansium domesticum)

11 37% 15 50%

9 Aren (Arenga pinnata)

12 40% 14 47%

Hasil hutan yang umumnya dimanfaatkan masyarakat Desa Guo Batu dan Desa Simanguntong antara lain: 1. Kemiri
Nama Latin dari Kemiri adalah Aleurites moluccana, bagian yang dimanfaatkan adalah biji buahnya. Kemiri pertama kali dipanen pada usia 4 tahun, pohon kemiri berbuah sekali dalam setahun dengan frekuensi pengambilan 4 kali dalam setahun. Biji buahnya banyak digunakan oleh masyarakat untuk bumbu masak dan untuk keperluan bahan industri.
Hasil wawancara di Desa Guo Batu dan Desa Simanguntong menunjukkan bahwa dari 60 responden ada 31 orang yang memanfaatkan tumbuhan kemiri

Universitas Sumatera Utara

dengan rincian di Desa Guo Batu 15 orang dan di Desa Simanguntong 16 orang. Di Desa Guo Batu dan Desa Simanguntong di sekitar hutannya banyak dijumpai tumbuhan kemiri yang tumbuh secara alami. Hal ini sesuai dengan Sunanto (1994), tanaman kemiri tidak banyak menuntut persyaratan tumbuh, sebab dapat tumbuh di tanah-tanah kapur, tanah berpasir dan jenis tanah-tanah lainnya. Sehingga tidak heran apabila tumbuhan ini banyak yang dijumpai secara alami. Pengelolaan ini telah berlangsung secara turun temurun dan dilakukan oleh masing-masing keluarga.
Bagian yang diambil dari tumbuhan kemiri adalah bijinya, penduduk di masing-masing desa biasanya mengumpulkan biji kemiri dilakukan pada saat musim buah dan pemanenannya dilakukan dua sampai empat kali dalam sebulan tergantung ada tidaknya buah yang dihasilkan. Setelah itu biji kemiri yang dikumpulkan akan diberi perlakuan dengan menjemurkan biji tersebut dibawah sinar matahari. Biji kemiri dijual pada agen pengumpul dengan harga Rp. 4000,/kg. Biasanya agen pengumpul akan datang ke rumah dan melakukan negosiasi harga menurut harga pasar yang terjadi.
2. Durian Nama Latin dari Durian adalah Durio zibethinus, bagian yang
dimanfaatkan adalah buahnya . Buah durian sangat digemari oleh setiap orang karena memiliki aroma yang harum serta rasanya yang enak. Durian dapat dipanen setelah berumur 10-15 tahun dan buah durian dipanen sekali dalam setahun. Produksi buah durian per pohon tidak memiliki nilai yang real, tergantung kepada pohon durian tersebut, apabila pohon durian masih berumur
Universitas Sumatera Utara

muda maka produksi buah per pohon sedikit dan sebaliknya pohon durian yang telah berumur tua maka produksi buahnya banyak.
Pengelolaan tumbuhan durian di Desa Guo Batu dan Desa Simanguntong merupakan salah satu contoh kemampuan masyarakat dalam memanfaatkannya. Hasil utama yang diperoleh adalah buah yang dihasilkan oleh tumbuhan durian yang kemudian akan dipasarkan atau dijual ke pasar sebagai penambah pendapatan masyarakat petani setempat.
Hasil wawancara dengan masyarakat di Desa Guo Batu dan Desa Simanguntong menunjukkan bahwa terdapat 36 orang dari 60 responden yang memanfaatkan hasil buah dari tumbuhan durian dengan rincian di Desa Guo Batu sebanyak 18 orang dan di Desa Simanguntong sebanyak 18 orang. Tumbuhan durian masih dikelola dengan cara sederhana (tradisional) oleh para petani, tidak ada pemeliharaan yang intensif terhadap tanaman durian yang dibiarkan tumbuh secara alami. Pohon durian di Desa Guo Batu dan Desa Simanguntong berproduksi 1 tahun sekali. Dari hasil wawancara menunjukkan bahwa produksi pohon durian menghasilkan rata-rata 300 buah per pohon yang berlangsung selama satu musim panen. Buah yang sudah matang biasanya akan jatuh ke tanah sehingga masyarakat dapat langsung memungutnya tanpa memanjat pohon tersebut terlebih dahulu. Buah yang dipanen biasanya langsung diangkut ke tempat pengumpulan. Penjualan buah durian biasanya di jual kepada agen yang datang dengan harga jual Rp. 5000,-/buah tergantung besar kecilnya buah durian tersebut. Sementara pemasaran buah durian umumnya sudah melalui mata rantai yang sangat panjang, sehingga mengakibatkan harga durian di tingkat konsumen sangat mahal, akan tetapi minat konsumen terhadap buah durian tetap tinggi.
Universitas Sumatera Utara

3. Jengkol Nama Latin dari Jengkol adalah Pithecollobium jiringa, bagian yang
dimanfaatkan adalah buahnya. Masa panen jengkol pada usia 10-15 tahun dengan frekuensi masa panen jengkol dalam setahun hanya 1 kali. Satu pohon jengkol dapat menghasilkan kurang lebih 150-200 kg. Buah jengkol digemari karena dapat merangsang selera pada saat makan.
Hasil wawancara menunjukkan bahwa petani yang memanfaatkan tumbuhan jengkol di Desa Guo Batu dan Desa Simanguntong sebanyak 27 orang dari 60 responden dengan rincian di Desa Guo Batu 14 orang dan di Desa Simanguntong 13 orang. Jengkol biasanya langsung dijual kepada agen/pengecer dengan harga Rp. 3.700,-/kg yang sudah dikupas dari kulitnya.
4. Pinang Nama Latin dari Pinang adalah Areca catechu, bagian yang dimanfaatkan
adalah buahnya. Pinang mulai dipanen pada usia 5 tahun, tumbuhan pinang berbuah sekali dalam setahun dengan frekuensi pengambilan 2 kali dalam setahun. Pinang dapat dipanen dengan cara memanen buah pinang yang telah berguguran di permukaan tanah. Buah pinang digunakan sebagai campuran minuman, makanan serta obat-obatan.
Tumbuhan pinang yang ada di Desa Guo Batu dan Desa Simanguntong tumbuh subur tanpa harus di pupuk, pinang juga biasanya dijadikan sebagai pembatas lahan antara lahan yang satu dengan yang lainnya. Banyak masyarakat yang memanfaatkan pinang, karena pinang tidak memerlukan perawatan dan perlakuan yang teratur ditambah lagi pinang terus menghasikan buah.
Universitas Sumatera Utara

Hasil wawancara di Desa Guo Batu dan di Desa Simanguntong menunjukkan bahwa dari 60 responden ada 29 orang yang memanfaatkan tumbuhan pinang tersebut, dengan rincian di Desa Guo Batu 13 orang dan di Desa Simanguntong 16 orang. Buah pinang dapat dipanen 2 kali setahun oleh para petani, pemungutan buah pinang terbilang sangat mudah karena tidak memerlukan alat atau keahlian khusus karena buah yang jatuh ke permukaan tanah akan dikutip oleh petani yang memanfaatkan buah tersebut. Buah pinang yang telah dikumpulkan kemudian dijemur sampai mengering, buah pinang yang biasanya dijual oleh petani adalah bagian bijinya yang telah dikupas dari kulit buahnya dan biji harus sudah dalam keadaan kering. Harga biji pinang sekitar Rp. 5.300,-/kg sementara dalam proses pemasarannya pemilik biji pinang tidak perlu melakukan pemasaran dikarenakan ada agen yang selalu datang ke rumah penduduk untuk membeli biji pinang yang sudah siap jual.
5. Manggis Nama Latin dari Manggis adalah Grancinia mangostana, bagian yang
dimanfaatkan adalah buahnya. Manggis bisa menghasilkan buah setelah berumur 8-10 tahun dan hanya berbuah sekali dalam setahun. Produksi buah manggis dapat menghasilkan rata-rata 300-400 kg/pohon selama satu musim panen. Buahnya yang memiliki rasa manis, segar dan berair membuat konsumen menjadi tertarik untuk mengkonsumsinya.
Hasil wawancara dari petani Desa Guo Batu dan Desa Simanguntong dari 60 responden ada 31 orang yang memanfaatkan buah manggis dengan rincian di Desa Guo Batu sebanyak 17 orang dan di Desa Simanguntong sebanyak 14 orang. Tumbuhan manggis hanya berbuah 1 kali dalam setahun serta dalam proses
Universitas Sumatera Utara

pemanenannya buah manggis yang sudah tua akan siap untuk dipanen dengan bercirikan warna buah manggis yang merah hati kehitaman serta kulit buah yang lentur. Buah manggis dipanen dengan cara memetik buahnya dan ditampung dalam keranjang dan menjualnya kepada agen buah yang selalu datang ke desa pada saat musim buah berlangsung dengan harga Rp. 2.000,-/kg.
6. Langsat Nama Latin dari Langsat adalah Lansium dosmeticum var, bagian yang
dimanfaatkan adalah buahnya. Buah langsat dapat dipanen pada usia 10 tahun dan hanya berbuah sekali dalam setahun dengan frekuensi pengambilan langsat sekali dalam setahun. Buah langsat tidak terlalu banyak dikonsumsi karena rasanya yang masam manis.
Hasil wawancara di Desa Guo Batu dan Desa Simanguntong menunjukkan bahwa dari 60 orang responden ada 25 orang yang memanfaatkan buah langsat ini, dengan rincian di Desa Guo Batu 10 orang dan di Desa Simanguntong 15 orang. Banyak petani yang memanfaatkan buah langsat yang tidak memerlukan perawatan yang sulit dan memiliki nilai jual. Para petani biasanya menjual langsat langsung ke agen dengan harga jual Rp. 3.000,-/kg.
7. Petai Nama Latin dari Petai adalah Parkia speciosa, bagian yang dimanfaatkan
adalah buahnya. Petai dapat dipanen pada usia 10 tahun dan pohon petai berbuah hanya sekali dalam setahun dengan frekuensi panen sekali dalam setahun. Buah petai yang dapat dipanen biasanya berwarna hijau tua. Satu pohon petai dapat menghasilkan kurang lebih 100-200 ikat, dalam 1 ikat ada 10-15 papan petai.
Universitas Sumatera Utara

Buah petai sangat digemari karena dapat merangsang selera makan konsumen yang menyukainya, pada umumnya petai dapat dimakan mentah sebagai lalapan, direbus, digoreng dan dibakar. Petai juga banyak dimanfaatkan sebagai penyedap makanan.
Hasil wawancara di Desa Guo Batu dan Desa Simanguntong menunjukkan bahwa dari 60 orang responden ada 32 orang yang memanfaatkan tumbuhan petai ini, dengan rincian di Desa Guo Batu ada 14 orang dan Desa Simanguntong ada 18 orang. Pemanenan tumbuhan petai dilakukan 1 kali dalam setahun, petai biasanya dipanjat untuk mengambil hasil buahnya dengan cara memakai galah yang terbuat dari bambu dan pisau pemotong. Masyarakat menjual 1 ikat petai dihargai Rp. 15.000,-.
8. Duku Nama Latin dari Duku adalah Lansium domesticum, bagian yang
dimanfaatkan adalah buahnya. Duku dapat berbuah pada usia 10 tahun, buah yang dipanen biasanya berwarna kuning kecoklatan. Pohon duku berbuah sekali dalam setahun dengan frekuensi panen dalam setahun hanya sekali. Satu pohon duku bisa menghasilkan 150-200 kg buah duku, tergantung kepada pohon duku tersebut. Apabila pohon duku besar dan percabangan banyak maka buah yang dihasilkan semakin banyak. Buah duku memiliki rasa yang lezat dan manis, sehingga banyak konsumen yang menyukai buah ini.
Hasil wawancara di Desa Guo Batu dan di Desa Simanguntong terdapat 26 dari 60 responden yang memanfaatkan buah duku dengan rincian, di Desa Guo Batu 11 orang dan di Desa Simanguntong 15 orang. Buah duku memiliki nilai jual yang cukup tinggi, dimana proses pemanenan buah tersebut dilakukan dengan
Universitas Sumatera Utara

cara memetik buah dari tangkainya dan ditampung dalam keranjang atau ember kecil. Buah duku dapat dipanen 1 kali setahun oleh masyarakat Desa Guo Batu dan Desa Simanguntong, ada yang dikonsumsi sendiri serta ada juga yang dijual. Pada umumnya masyarakat menjual duku melalui agen dengan harga Rp. 4.000,/kg nya.
9. Aren Nama Latin dari Aren adalah Arenga pinnata, bagian yang dimanfaatkan
adalah air yang disebut air nira. Aren yang siap untuk dipanen mulai dari usia 1214 tahun. Aren berbunga dua kali setahun, setiap enam bulan sekali pohon aren berbunga yaitu pada saat bunga betina tumbuh lagi. Aren dapat dipanen setiap hari sehingga dipanen 130 kali dalam setahun. Bagian yang sering dipanen adalah buah dan air nira, dimana buah dapat dijadikan sebagai makanan dan manisan seperti kolang kaling dan air nira dapat dijadikan sebagai minuman tradisional maupun diolah menjadi gula aren.
Hasil penelitian dari masyarakat Desa Guo Batu dan Desa Simanguntong menunjukkan bahwa tanaman aren masih dikelola dengan cara sederhana (tradisional). Penyadapan dan pengolahan hasil juga masih dilakukan dengan cara tradisional, hal ini sesuai dengan keterangan yang disampaikan responden. Petani aren masih mengandalkan bibit dari aren yang tumbuh alami disekitar hutan. Bijibiji aren biasanya disebarkan oleh tupai ataupun musang ke sekitar kawasan hutan. Tidak ada pemeliharaan yang intensif terhadap tumbuhan aren seperti pemberian pupuk, penyiraman, memberikan pestisida atau pembunuh hama, petani aren hanya membersihkan rumput-rumput disekitar tumbuhan aren yang mengganggu pertumbuhan tanaman aren dan proses penyadapan nira.
Universitas Sumatera Utara

Hasil wawancara dari petani Desa Guo Batu dan Desa Simanguntong yang memanfaatkan tumbuhan aren sebanyak 26 0rang dari 60 responden dengan rincian di Desa Guo Batu 12 orang dan Desa Simanguntong 14 orang. Hasil wawancara di lapangan diperoleh bahwa hasil dari tumbuhan aren yang dimanfaatkan petani hanya air nira saja. Sementara itu, selain air nira masih banyak potensi dari tanaman aren yang dapat dimanfaatkan seperti membuat kolang kaling, pemanfaatan ijuk serta pembuatan gula merah dari air nira tersebut. Tetapi masyarakat hanya memanfaatkan air nira saja untuk diminum ataupun diproses menjadi gula merah. Dari hasil wawancara dilapangan diperoleh bahwa masyarakat memiliki sifat yang malas untuk mengelola dan memanfaatkan potensi aren tersebut karena membutuhkan tenaga dan waktu yang lama untuk memperoleh hasil barang jadi untuk dijual, kebanyakan masyarakat menjualnya dalam berupa air nira langsung. Dengan pemanfaatan air nira masyarakat dapat memperoleh uang dengan cepat tanpa membutuhkan tenaga yang lebih dan juga waktu yang lama untuk memperoleh air nira. Hal ini disebabkan penyadapan air nira dianggap sangat mudah dan praktis dilakukan karena tidak membutuhkan biaya yang mahal dan tenaga yang lebih serta waktu yang banyak.
Penyadapan air nira dilakukan 2 kali sehari dalam 24 jam. Penyadapan pada pagi hari merupakan air nira yang ditampung pada sore hari dan penyadapan pada sore hari merupakan air nira yang ditampung pada pagi hari. Setelah penyadapan, sebagian besar petani aren baik di Desa Guo Batu dan Desa Simanguntong langsung menjual air nira kepada penadah (agen) pada pagi dan sore hari. Di Desa Guo Batu dalam satu tandan aren dapat menghasilkan 15 liter nira per hari (dua kali penyadapan), berbeda dengan tumbuhan aren di Desa
Universitas Sumatera Utara

Simanguntong dimana dalam satu tandan dapat menghasilkan 10 liter air nira dalam sehari, hal ini tergantung kondisi tingkat kesuburan tumbuhan aren. Air nira pada umumnya dijual kepada penadah dengan harga Rp.1.500/liternya di Desa Guo Batu dan Desa Simanguntong.
Nilai Ekonomi Hasil Hutan Non Kayu Belum tersedianya informasi nilai (harga) dari produk HHNK, maka
diperlukan suatu usaha kreatif untuk menduga nilai ekonomi dari HHNK. Secara umum manfaat HHNK dapat berasal dari penggunaan sumber daya alamnya yang dapat dinilai dengan harga pasarnya seperti rotan, bambu, aren, durian, dan lain sebagainya. Untuk HHNK yang tidak mempunyai harga pasar, penilainya dapat dilakukan dengan menggunakan metode harga pengganti, karena sebenarnya nilai ekonomi HHNK tidak hanya dapat dihitung dengan harga pasar saja, tetapi dapat dihitung dengan menggunakan harga pengganti. Hal ini sesuai dengan pernyataan Bishop (1999) dalam Ginoga dkk (2007).
Berdasarkan penelitian yang sudah dilakukan kepada 60 responden dari masyarakat Desa Guo Batu dan Desa Simanguntong memiliki nilai HHNK yang cukup tinggi dibandingkan dengan hasil di luar HHNK. Menurut Lidiawati (2003) nilai ekonomi adalah nilai barang dan jasa yang memberikan manfaat akan kesejahteraan bagi individu atau penduduk masyarakat. Bahwa barang dan jasa yang dapat diperjual belikan menyangkut sifat barang dan jasa tersebut, yaitu memiliki kegunaan serta kepemilikkan yang jelas. Nilai ekonomi HHNK diperoleh dari perkalian total pengambilan perjenis pertahun dengan harga hasil hutan pe