Nilai Ekonomi Dan Pemasaran Hasil Hutan Non Kayu Dari Hutan Rakyat Desa Hatinggian Sub DAS Gopgopan DAS Asahan Barumun Kecamatan Lumbanjulu Kabupaten Toba Samosir

NILAI EKONOMI DAN PEMASARAN HASIL HUTAN NON
KAYU DARI HUTAN RAKYAT DESA HATINGGIAN SUB
DAS GOPGOPAN DAS ASAHAN BARUMUN KECAMATAN
LUMBANJULU KABUPATEN TOBA SAMOSIR

SKRIPSI

Oleh :
YASINTA REOLINA SILITONGA
061201037

PROGRAM STUDI KEHUTANAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2011

NILAI EKONOMI DAN PEMASARAN HASIL HUTAN NON
KAYU DARI HUTAN RAKYAT DESA HATINGGIAN SUB
DAS GOPGOPAN DAS ASAHAN BARUMUN KECAMATAN
LUMBANJULU KABUPATEN TOBA SAMOSIR


SKRIPSI

Oleh :
YASINTA REOLINA SILITONGA
061201037/MANAJEMEN HUTAN

Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh
gelar sarjana Kehutanan di Fakultas Pertanian
Universitas Sumatera Utara

PROGRAM STUDI KEHUTANAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2011

LEMBAR PENGESAHAN
Judul Penelitian

: Nilai Ekonomi Dan Pemasaran Hasil Hutan Non Kayu
Dari Hutan Rakyat Desa Hatinggian Sub DAS

GopGopan DAS Asahan Barumun Kec. Lumbanjulu
Kab. Toba Samosir

Nama

: Yasinta Reolina Silitonga

NIM

: 061201037

Program Studi

: Manajemen Hutan

Disetujui Oleh :
Komisi Pembimbing

Oding Affandi, S.Hut.MP


Ridwanti Batubara, S,Hut., MP.

Ketua

Anggota

Mengetahui

Siti Latifah S.Hut., M.Si., PhD.
Ketua Program Studi Kehutanan

ABSTRAK
YASINTA REOLINA SILITONGA : Nilai Ekonomi Dan Pemasaran Hasil Hutan Non
Kayu Dari Hutan Rakyat Desa Hatinggian Sub DAS Gopgopan DAS Asahan Barumun
Kec. Lumbanjulu Kab. Toba Samosir, dibimbing oleh ODING AFFANDI dan
RIDWANTI BATUBARA.
Hasil Hutan Non Kayu (HHNK) merupakan komoditi perdagangan yang dapat
meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat. Desa Hatinggian merupakan
salah satu Desa di Kecamatan Lumbanjulu yang memiliki HHNK yang paling banyak.
Untuk itu suatu penelitian telah dilakukan di Desa Hatinggian Sub DAS Gopgopan DAS

Asahan Barumun, Kecamatan Lumbanjulu, Kabupaten Tobasa pada dari bulan Oktober –
November 2010 menggunakan metode wawancara dengan kelompok tani, kemudian
menilai secara ekonomi HHNK yang digunakan masyarakat dan mengetahui saluran
pemasaran HHNK di Desa Hatinggian.
Berdasarkan hasil wawancara, terdapat 8 jenis HHNK yang dimanfaatkan
masyarakat. Nilai ekonomi yang paling besar adalah pemanfaatan air nira dengan nilai
Rp. 171.360.000,-/tahun dan yang paling kecil pemanfaatan kunyit sebesar Rp.
4.500.000,-/tahun. Saluran pemasaran HHNK di Desa Hatinggian terbagi atas 3 pola
distribusi.
Kata kunci : HHNK, Nilai Ekonomi, Pemasaran.

ABSTRACT
YASINTA REOLINA SILITONGA : Economic and Market Value of Non-Timber Forest
Products from Community Forest in Hatinggian Village, GopGopan Sub Watershed,
Asahan Barumun Watershed, Lumbanjulu Sub District, Toba Samosir Regency,
supervised by ODING AFFANDI and RIDWANTI BATUBARA.
Non Timber Forest Products is a commodity that can increase income and
welfare of society. Hatinggian Village is one of the Village in Lumbanjulu Sub District
that has non-timber forest products at the most. Therefore a research has been conducted
in the Hatinggian Village, GopGopan Sub Watershed, Asahan Barumun Watershed,

Lumbanjulu Sub District, Toba Samosir Regency in October - November 2010 using
interviews with farmers groups, and then evaluate the economically non-timber forest
products used by the community and know the marketing channels of non-timber forest
products in the Hatinggian Village.
Based on interviews, there are 8 types of non-timber forest products are exploited
by community. The biggest economic value is the use of nira water with a value of Rp.
171.360.000,-/year and the smallest is the use of turmeri with a value of
Rp 4.500.000,-/ years. Marketing channels of non-timber forest products in the
Hatinggian Village divided into 3 patterns of distribution.
Keywords : Non-timber forest products, Economic value, Marketing.

RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Medan pada tanggal 28 Agustus 1988 dari ayah Samsudin
Fidelis Silitonga dan ibu Rugun Floriana Simanjuntak. Penulis merupakan putri pertama
dari tiga bersaudara.
Tahun 2006 penulis lulus dari SMU Negeri 5, Medan dan pada tahun 2006 masuk
ke Fakultas Pertanian USU melalui jalur ujian tertulis Seleksi Penerimaan Mahasiswa
Baru. Penulis memilih minat Manajemen Hutan, Program Studi Kehutanan.
Selama mengikuti perkuliahan, penulis pernah mengikuti Praktik Pengenalan dan
Pengolahan Hutan (P3H) pada tahun 2008 di Tangkahan dan Pulau Sembilan, Kabupaten

Langkat. Penulis melaksanakan Praktik Kerja Lapangan (PKL) di Perum Perhutani Unit
I, KPH Randublatung, Blora, Jawa Tengah dari tanggal 01 Juli sampai 01 Agustus 2010.

KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa. Karena atas
berkat dan

rahmatNya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul

“Nilai Ekonomi Dan Pemasaran Hasil Hutan Non Kayu Dari Hutan Rakyat Desa
Hatinggian Sub DAS Gopgopan DAS Asahan Barumun Kecamatan Lumbanjulu
Kabupaten Toba Samosir”.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan pernyataan terima kasih sebesarbesarnya kepada orang tua penulis yang telah membesarkan, memelihara, dan mendidik
penulis selama ini. Penulis juga menyampaikan ucapan terima kasih kepada Oding
Affandi, S.Hut., MP. dan Ridawanti Batubara, S,Hut., MP. selaku ketua dan selaku
anggota komisi pembimbing yang telah membimbing dan memberikan berbagai masukan
berharga kepada penulis. Penulis juga mengucapkan terimakasih kepada BPDAS Asahan
Barumun yang telah mengizinkan penulis melakukan penelitian di salah satu desa di sub
DAS Gopgopan dalam proyek Strengthening Community-Based Forest and Watershed
Management (SCBFWM). Khusus untuk Bapak Pangihutan Sirait yang telah

menyediakan tempat untuk penulis, membantu dalam wawancara terhadap masyarakat
selama melakukan penelitian.
Disamping itu, penulis juga mengucapkan terimakasih kepada semua staff
pengajar dan pegawai di Program Studi Kehutanan. Kepada Hery Halomoan Sinurat yang
telah membantu dalam pelaksanaan penelitian dilapangan, serta semua rekan mahasiswa
yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah membantu penulis dalam
menyelesaikan skripsi ini. Semoga skripsi ini bermanfaat.

DAFTAR ISI
Hal

ABSTRAK .......................................................................................................

i

ABSTRACT .......................................................................................................

ii

RIWAYAT HIDUP ..........................................................................................


iii

KATA PENGANTAR .....................................................................................

iv

DAFTAR ISI ....................................................................................................

v

DAFTAR TABEL ............................................................................................

vii

DAFTAR GAMBAR .......................................................................................

viii

DAFTAR LAMPIRAN ....................................................................................


ix

PENDAHULUAN
Latar Belakang ..........................................................................................

1

Perumusan masalah ..................................................................................

2

Tujuan Penelitian ......................................................................................

3

Manfaat Penelitian ....................................................................................

3


TINJAUAN PUSTAKA
Defenisi Hutan ...........................................................................................

4

Hutan Rakyat ..............................................................................................

4

Defenisi dan Sejarah Hutan Rakyat .................................................

4

Pola Pengembangan Hutan Rakyat ..................................................

5

Hasil Hutan Non Kayu ...............................................................................

6


Defenisi HHNK...............................................................................

6

Klasifikasi HHNK ...........................................................................

7

Nilai Ekonomi Hasil Hutan ........................................................................

8

Pemasaran ..................................................................................................

10

Defenisi Pemasaran ........................................................................

10

Konsep Pemasaran .........................................................................

11

Sistem Pemasaran...........................................................................

13

METODE PENELITIAN
Waktu dan Tempat Penelitian ...................................................................

15

Bahan dan Alat Penelitian ..........................................................................

15

Metode Penelitian ......................................................................................

16

Metode Pengambilan Data ...........................................................

16

Teknik Pengambilan Data ............................................................

16

Analisis Data ..............................................................................................

17

Nilai Ekonomi Hasil Hutan ..........................................................

17

Batasan Operasional ...................................................................................

20

HASIL DAN PEMBAHASAN
Jenis- jenis HHNK Yang Dimanfaatkan Masyarakat ...............................

21

Nilai Ekomomi Hasil Hutan Non Kayu ....................................................

33

Kontribusi HHNK Terhadap Pendapatan Rumah Tangga ........................

39

Sistem Pemasaran HHNK di Desa Hatinggian .........................................

41

Kendala Dalam Pengelolaan Hasil Hutan di Desa Hatinggian .................

45

KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan ...............................................................................................

49

Saran .........................................................................................................

49

DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................

50

LAMPIRAN .....................................................................................................

52

DAFTAR TABEL
No.

1.

Hal

Jenis Hasil Hutan Non Kayu yang Dimanfaatkan Oleh Masyarakat
Desa Hatinggian ........................................................................................

21

2.

Persentase Nilai Ekonomi HHNK yang Dimanfaatkan Masyarakat......... .... 36

3.

Tabel Pendapatan Rumah Tangga Per Tahun Di Luar Pemanfaatan hasil Hutan Non
Kayu ..........................................................................................................

39

DAFTAR GAMBAR
No.

Hal

1.

Konsep Inti Pemasaran ..................................................................................

11

2.

Pohon Aren dan Proses Penyadapan Pada Pohon Aren .................................

23

3.

Tanaman Petai ................................................................................................

25

4.

Tanaman Jengkol ...........................................................................................

26

5.

Pohon Durian .................................................................................................

28

6.

Pohon Kemiri .................................................................................................

29

7.

Tanaman Kunyit .............................................................................................

31

8.

Tanaman Jahe.................................................................................................

32

9.

Persentase Nilai Ekonomi Hasil Hutan Non Kayu dan Pendapatan di Luar Hasil
Hutan Non Kayu ............................................................................................

40

10. Pola Distribusi 1 .............................................................................................

43

11. Pola Distribusi 2 .............................................................................................

43

12. Pola Distribusi 3 .............................................................................................

44

13. Bibit Jengkol ..................................................................................................

46

14. Jalan Transportasi di Desa Hatinggian ..........................................................

46

15. Tanaman Bambu yang Tidak Dimanfaatkan dan Tanaman Jeruk yang Gagal Panen
dan Tidak Memiliki Pasar ..............................................................................

47

DAFTAR LAMPIRAN
No.

Hal

1.

Karakterisrik Responden Masyarakat Desa Hatinggian ..........................

52

2.

Jenis HHNK yang Dimanfaatkan Masyarakat Desa Hatinggian ..............

53

3.

Tabel Pendapatan Masyarakat HHNK ......................................................

59

4.

Tabel Pendapatan Masyarakat (Rp/tahun) di Luar Pemanfaatan HHNK .

60

5.

Kuesioner Responden Petani ....................................................................... 62

ABSTRAK
YASINTA REOLINA SILITONGA : Nilai Ekonomi Dan Pemasaran Hasil Hutan Non
Kayu Dari Hutan Rakyat Desa Hatinggian Sub DAS Gopgopan DAS Asahan Barumun
Kec. Lumbanjulu Kab. Toba Samosir, dibimbing oleh ODING AFFANDI dan
RIDWANTI BATUBARA.
Hasil Hutan Non Kayu (HHNK) merupakan komoditi perdagangan yang dapat
meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat. Desa Hatinggian merupakan
salah satu Desa di Kecamatan Lumbanjulu yang memiliki HHNK yang paling banyak.
Untuk itu suatu penelitian telah dilakukan di Desa Hatinggian Sub DAS Gopgopan DAS
Asahan Barumun, Kecamatan Lumbanjulu, Kabupaten Tobasa pada dari bulan Oktober –
November 2010 menggunakan metode wawancara dengan kelompok tani, kemudian
menilai secara ekonomi HHNK yang digunakan masyarakat dan mengetahui saluran
pemasaran HHNK di Desa Hatinggian.
Berdasarkan hasil wawancara, terdapat 8 jenis HHNK yang dimanfaatkan
masyarakat. Nilai ekonomi yang paling besar adalah pemanfaatan air nira dengan nilai
Rp. 171.360.000,-/tahun dan yang paling kecil pemanfaatan kunyit sebesar Rp.
4.500.000,-/tahun. Saluran pemasaran HHNK di Desa Hatinggian terbagi atas 3 pola
distribusi.
Kata kunci : HHNK, Nilai Ekonomi, Pemasaran.

ABSTRACT
YASINTA REOLINA SILITONGA : Economic and Market Value of Non-Timber Forest
Products from Community Forest in Hatinggian Village, GopGopan Sub Watershed,
Asahan Barumun Watershed, Lumbanjulu Sub District, Toba Samosir Regency,
supervised by ODING AFFANDI and RIDWANTI BATUBARA.
Non Timber Forest Products is a commodity that can increase income and
welfare of society. Hatinggian Village is one of the Village in Lumbanjulu Sub District
that has non-timber forest products at the most. Therefore a research has been conducted
in the Hatinggian Village, GopGopan Sub Watershed, Asahan Barumun Watershed,
Lumbanjulu Sub District, Toba Samosir Regency in October - November 2010 using
interviews with farmers groups, and then evaluate the economically non-timber forest
products used by the community and know the marketing channels of non-timber forest
products in the Hatinggian Village.
Based on interviews, there are 8 types of non-timber forest products are exploited
by community. The biggest economic value is the use of nira water with a value of Rp.
171.360.000,-/year and the smallest is the use of turmeri with a value of
Rp 4.500.000,-/ years. Marketing channels of non-timber forest products in the
Hatinggian Village divided into 3 patterns of distribution.
Keywords : Non-timber forest products, Economic value, Marketing.

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Keberadaan hutan memiliki arti penting sebagai sumberdaya hayati yang
dimanfaatkan baik secara langsung maupun tidak langsung guna memenuhi hajat hidup
orang banyak. Oleh sebab itu hutan mendapat perhatian khusus terutama dalam
pengelolaan dan pemanfaatannya sehingga diharapkan dapat dinikmati seoptimal
mungkin dengan tetap mengacu pada pemanfaatan yang lestari. Pemanfaatan hutan yang
kurang

bijaksana

dengan

mengabaikan

aspek-aspek

pemanfaatan

hutan

yang

berkesinambungan dikhawatirkan dapat mengurangi fungsi hutan.

Hasil Hutan Non Kayu (HHNK) semula disebut Hasil Hutan Ikutan merupakan
hasil hutan yang bukan kayu berasal dari bagian pohon atau tumbuh-tumbuhan yang
memiliki sifat khusus yang dapat menjadi suatu barang yang diperlukan oleh masyarakat,
dijual sebagai komoditi ekspor atau sebagai bahan baku untuk suatu industri. HHNK pada
umumnya merupakan hasil sampingan dari sebuah pohon, misalnya getah, daun, kulit,
buah dan lain-lain atau berupa tumbuhan-tumbuhan yang memiliki sifat khusus seperti
rotan, bambu dan lain-lain.
Hasil hutan non kayu merupakan barang yang telah dipungut secara rutin sejak
hutan dikenal manusia, manfaatnya untuk berbagai tujuan. Karena itu, HHNK telah
berperan penting dalam membuka kesempatan kerja bagi anggota masyarakat di sekitar
hutan, merupakan komoditi perdagangan yang dapat meningkatkan pendapatan dan
kesejahteraan masyarakat. Di Sumatera Utara HHNK banyak dijumpai dan umumnya
tumbuh secara alami di daerah-daerah terjal lembah pegunungan hingga sepanjang
Daerah Aliran Sungai (DAS) dan merupakan vegetasi utama yang mampu mengikat
tanah pinggiran sungai dengan akar tanaman yang saling bertaut membentuk jaringan

memberonjong secara alami. Jaringan inilah yang mampu mengikat sehingga proses
abrasi DAS dapat tertahan sekaligus merupakan daerah tangkapan air hujan yang efektif.
Perumusan Masalah
Daerah Sub DAS Gopgopan DAS Asahan Barumun memiliki banyak tanaman
HHNK. HHNK yang ada di daerah DAS tersebut sekarang ini masih belum banyak
dikembangkan dan sistem pengelolaannya masih sederhana. Pada dasarnya tanaman
HHNK ini dapat membantu pendapatan masyarakat sekitar. Desa Hatinggian merupakan
salah satu desa yang berpotensi menghasilkan tanaman HHNK.
Desa Hatinggian yang berada di Sub DAS Gopgopan DAS Asahan Barumun
merupakan salah satu desa di Kabupaten Tobasa yang memiliki banyak HHNK.Untuk
mengetahui jenis-jenis HHNK yang biasa dimanfaatkan oleh masyarakat desa
Hatinggian, mengetahui nilai ekonomi dari HHNK serta untuk mengetahui saluran
pemasaran dari HHNK di desa tersebut, maka dirasa perlu di lakukan penelitian tentang
Nilai Ekonomi dan Pemasaran Produk HHNK dari kawasan hutan di sekitar Sub DAS
Gopgopan.
Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian adalah sebagai berikut :
1.

Untuk mendapatkan informasi mengenai jenis HHNK yang dimanfaatkan
(dihasilkan) oleh masyarakat pengelola hutan rakyat di Desa Hatinggian.

2.

Untuk mengetahui nilai ekonomi HHNK di Desa Hatinggian.

3.

Untuk mengetahui saluran pemasaran produk-produk HHNK hutan rakyat di Desa
Hatinggian.

Manfaat Penelitian
1.

Memberikan informasi pentingnya HHNK dalam menambah pendapatan masyarakat
khususnya di Desa Hatinggian Sub DAS Gopgopan DAS Asahan Barumun
Kecamatan Lumbanjulu Kabupaten Tobasa.

2.

Memberikan masukan bagi instansi seperti Dinas Kehutanan dalam pengelolaan
sumber daya hutan sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat sekitar
hutan dan tercapainya kelestarian hutan.

TINJAUAN PUSTAKA
Defenisi Hutan
Hutan secara konsepsional yuridis dirumuskan di dalam Pasal 1 ayat (1) Undangundang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan. Menurut Undang-undang tersebut,
Hutan adalah suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumber daya alam
hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alam lingkungan, yang satu
dengan yang lainnya tidak dapat dipisahkan
(Departemen Kehutanan dan Perkebunan, 1999).
Hutan merupakan sumberdaya alam yang memberikan manfaat besar bagi
kesejahteraan manusia, baik manfaat tangible yang dirasakan secara langsung, maupun
intangible yang dirasakan secara tidak langsung. Manfaat langsung seperti penyediaan
kayu, satwa, dan hasil tambang. Sedangkan manfaat tidak langsung seperti manfaat
rekreasi, perlindungan dan pengaturan tata air, pencegahan erosi (Rahmawaty,2004).
Hutan Rakyat
Defenisi dan Sejarah Hutan Rakyat
Hutan rakyat adalah hutan yang tumbuh di atas tanah milik dengan luas minimal
0.25 ha. Dengan penutupan tajuk didominasi oleh tanaman perkayuan (lebih dari 50%),
dan atau tanaman tahun pertama minimal 500 batang. Data lima tahun terakhir (19972001) menunjukkan realisasi hutan rakyat adalah 455.832 hektar dari 531.730 ha yang
direncanakan (Dirjen RLPS, 2001).
Penanaman pepohonan di tanah milik masyarakat oleh pemiliknya, merupakan
salah satu butir kearifan masyarakat dalam rangka memenuhi berbagai kebutuhan
hidupnya. Dengan semakin terbatasnya kepemilikan tanah, peran hutan rakyat bagi
kesejahteraan masyarakat semakin penting. Pengetahuan tentang kondisi tanah dan

faktor-faktor lingkungannya untuk dipadukan dengan pengetahuan jenis-jenis pohon yang
akan ditanam untuk mendapatkan hasil yang diharapkan oleh pemilik lahan, merupakan
faktor yang menentukan keberhasilan pembangunan hutan rakyat (Rahmawaty, 2004)
Hutan rakyat telah sejak puluhan tahun yang lalu diusahakan dan terbukti sangat
bermanfaat, tidak hanya bagi pemiliknya, tapi juga masyarakatnya dan lingkungannya.
Sekalipun demikian pada awalnya keberadaan dan peran hutan rakyat kurang “dilirik”
oleh para birokrat, peneliti maupun ilmuwan pada umumnya, hingga adanya temuan hasil
penelitian IPB pada tahun 1976 dan UGM pada tahun 1977 tentang konsumsi kayu
pertukangan dan kayu bakar di Jawa yang ternyata sebagian besar disediakan oleh hutan
rakyat (Darusman dan Hardjanto, 2001).
Pola Pengembangan Hutan Rakyat
Menurut Rahmawaty (2004) dalam rangka pengembangan hutan rakyat, dikenal tiga pola
hutan rakyat, yaitu :
1.

Pola Swadaya
Hutan rakyat yang dibangun oleh kelompok atau pereorangan dengan kemampuan

modal dan tenaga dari kelompok atau perorangan itu sendiri. Melalui pola ini masyarakat
didorong agar mau dan mampu untuk melaksanakan pembuatan hutan rakyat secara
swadaya dengan bimbingan teknis kehutanan.
2.

Pola Subsidi (Model Hutan Rakyat)
Hutan rakyat yang dibangun melalui subsidi atau bantuan sebagian atau keseluruhan

biaya pembangunannya. Subsidi atau bantuan diberikan oleh pemerintah (melalui Inpres
Penghijauan, Padat Karya dan dana bantuan lainnya) atau dari pihak lain yang peduli
terhadap pembangunan hutan rakyat.

3.

Pola Kemitraan (Kredit Usaha Hutan Rakyat)
Hutan rakyat dibangun atas kerjasama masyarakat dan perusahaan swasta dengan

insentif permodalan berupa kredit kepada rakyat dengan bunga ringan. Dasar
pertimbangan kerjasam itu adalah pihak perusahaan perlu bahan baku dan masyarakat
butuh bantuan modal kerja. Pola kemitraan ini dilakukan dengan memberikan bantuan
secara penuh melalui perencanaan sampai dengan membagi hasil usaha secara bijaksana,
sesuai kesepakatan antara perusahaan dan masyarakat.
Hasil Hutan Non Kayu (HHNK)
Defenisi HHNK
Hasil Hutan Non Kayu didefinisikan sebagai segala sesuatu yang bersifat material
(bukan kayu) yang diambil dari hutan untuk dimanfatkan bagi kegiatan ekonomi dan
peningkatan kesejahteraan masyarakat. Dalam upaya mengubah haluan pengelolaan
hutan dari timber extraction menuju sustainable forest management, hasil hutan non kayu
(HHNK) atau Non Timber Forest Products (NTFP) memiliki nilai yang sangat strategis.
HHNK merupakan salah satu sumber daya hutan yang memiliki keunggulan komparatif
dan bersinggungan langsung dengan masyarakat sekitar hutan (BPDAS Jenebrang, 2010).
Hasil hutan non-kayu (HHNK) merupakan produk penting yang dihasilkan oleh
hutan-hutan rakyat. Produksi HHNK juga bersifat menguntungkan lingkungan, karena
pengambilan HHNK umumnya tidak merusak penutupan tajuk hutan, kebanyakan
dipanen secara gardual-sedikit demi sedikit, dan selalu dihasilkan dalam keanekaragaman
bersama produk-produk pertanian dan kehutanan lainnya. HHNK dihasilkan baik melalui
pertanaman kebun-hutan campuran maupun ekstraksi dari hutan alam
Djatmiko, 1998).

(Aliadi dan

Pada pola ekstraktifisme itu kini telah semakin menyusut, baik karena banyak
komoditas HHNK yang telah berhasil dibudidayakan; adanya produksi bahan-bahan
pengganti (substitutes) maupun karena sumber-sumbernya di alam telah mulai menyusut.
Penyusutan sumber-sumber di alam ini pada gilirannya telah meningkatkan biaya
ektraksi, sehingga daya saing ekonominya pun menurun. Meskipun demikian, masih
banyak komoditas HHNK penting yang belum berhasil atau masih sulit untuk
dibudidayakan, padahal memiliki nilai ekonomi yang tidak bisa diabaikan, sehingga
ekstraksi dari alam masih terus berlangsung. Contohnya adalah pengambilan gaharu,
sarang burung walet, cendana dan berbagai bahan obat-obatan alami (Aliadi dan
Djatmiko, 1998).
Klasifikasi HHNK
Hasil hutan bukan kayu tidak terbatas hanya madu, rotan, dammar, dan gaharu
saja, akan tetapi juga termasuk hasil-hasil produksi turunannya termasuk juga jasa
lingkungan. Adapun hasil-hasil hutan yang bisa dimanfaatkan dan diklasifikasikan
sebagai HHNK adalah:
Flora, yang terdiri dari:
-

Daun, getah, kulit, bunga, biji, batang, buah, akar, cabutan, minyak-minyakan
dsb.

-

Fauna,yang terdiri dari:
Kulit,tanduk, daging, satwa hidup/awetan, minyak-minyakan, dsb (dari
tidak dilindungi UU

-

Kombinasi produk dari Flor dan Fauna

-

Jasa lingkungan (wisata alam, perdagangan karbon, dsb)

yang

Uraian diatas menunjukkan bahwa HHNK terbukti dapat menghadirkan perputaran
ekonomi di tingkat lokal sehingga berdampak pada peningkatan kesejahteraan dan
penghasilan ekonomi masyarakat sekitar hutan serta memberikan kontribusi yang berarti
bagi peningkatan devisa negara

(BPDAS Jenebrang, 2010).

Nilai Ekonomi Hasil Hutan
Nilai adalah merupakan persepsi manusia, tentang makna sesuatu objek
(sumberdaya hutan) tertentu, tempat dan waktu tertentu pula. Persepsi ini sendiri
merupakan ungkapan, pandangan, perspektif seseorang (individu) tentang atau terhadap
sesuatu benda, dengan proses pemahaman melalui panca indera yang diteruskan ke otak
untuk proses pemikiran, dan disini berpadu dengan harapan ataupun norma-norma
kehidupan yang melekat pada individu atau masyarakat tersebut (Lidiawati, 2003).
Manfaat SDH sendiri tidak semuanya memiliki harga pasar, sehingga perlu
digunakan pendekatan-pendekatan untuk mengkuantifikasi nilai ekonomi SDH dalam
satuan moneter. Sebagai contoh manfaat hutan dalam menyerap karbon, dan manfaat
ekologis serta lingkungan lainnya. Karena sifatnya yang non market tersebut
menyebabkan banyak manfaat SDH belum dinilai secara memuaskan dalam perhitungan
ekonomi. Tetapi saat ini, kepedulian akan pentingnya manfaat lingkungan semakin
meningkat dengan melihat kondisi SDA yang semakin terdegradasi. Untuk itu
dikembangkan berbagai metode dan teknik penilaian manfaat SDH, baik untuk manfaat
SDH yang memiliki harga pasar ataupun tidak, dalam satuan moneter. Oleh karena itu
nilai sumber daya hutan yang dinyatakan oleh suatu masyarakat di tempat tertentu akan
beragam, tergantung kepada persepsi setiap anggota masyarakat tersebut, demikian juga
keragaman nilai akan terjadi antar masyarakat yang berbeda. Keragaman nilai ini
mencakup besar nilai maupun macam nilai yang ada. Nilai yang dimiliki oleh

sumberdaya hutan tidak saja nilai ekonomi, tetapi juga nilai ekologis dan nilai sosial
(Suparmoko dan Ratnaningsih, 2000).
Perlu dikemukakan di sini bahwa pengertian nilai ekonomi adalah nilai barang
dan jasa yang dapat diperjualbelikan, sehingga memberikan pendapatan. Dari konsep
ekonomi bahwa kegunaan, kepuasan atau kesenangan yang diperoleh individu atau
masyarakat tidak terbatas kepada barang dan jasa yang diperoleh melalui jual beli
(transaksi) saja, tetapi semua barang dan jasa yang memberikan manfaat akan
memberikan kesejahteraan bagi individu atau masyarakat. Bahwa barang dan jasa yang
dapat diperjualbelikan menyangkut sifat barang dan jasa tersebut, yaitu memiliki
kegunaan, bersifat langka dan kepemilikan yang jelas (Lidiawati, 2003).
Sebagai salah satu sumberdaya alam yang dapat dimanfaatkan untuk memenuhi
kebutuhan manusia, manfaat hutan dapat dibedakan menjadi dua, yaitu : manfaat tangible
(langsung/nyata) dan manfaat intangible (tidak langsung/tidak nyata). Manfaat tangible
atau manfaat langsung hutan antara lain : kayu, hasil hutan ikutan, dan lain-lain.
Sedangkan manfaat intangible atau manfaat tidak langsung hutan antara lain : pengaturan
tata air, rekreasi, pendidikan, kenyamanan lingkungan, dan lain-lain (Affandi dan Patana,
2002).
Berdasarkan kemampuan untuk dipasarkan, manfaat hutan juga dapat dibedakan
menjadi dua, yaitu : manfaat marketable dan manfaat non-marketable. Manfaat hutan
non-marketable adalah barang dan jasa hutan yang belum dikenal nilainya atau belum
ada pasarnya, seperti : beberapa jenis kayu lokal, kayu energi, binatang, dan seluruh
manfaat intangible hutan (Affandi dan Patana, 2002).

Pemasaran
Defenisi dan Konsep Pemasaran
Pemasaran adalah sebagai suatu proses sosial dan managerial yang membuat
individu dan kelompok memperoleh apa yang mereka butuhkan dan inginkan lewat
penciptaan dan pertukaran timbal balik produk dan nilai dengan orang lain. Pemasaran
merupakan salah satu dari kegiatan – kegiatan pokok yang dilakukan oleh para pengusaha
dalam usahanya untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya, untuk berkembang, dan
mendapatkan laba (Kotler, 2000)
Konsep Pemasaran
Menurut Kotler (1993) Konsep-konsep inti pemasaran meliputi: kebutuhan,
keinginan, permintaan, produksi, utilitas, nilai dan kepuasan; pertukaran, transaksi dan
hubungan pasar, pemasaran dan pasar. Kita dapat membedakan antara kebutuhan,
keinginan dan permintaan. Kebutuhan adalah suatu keadaan dirasakannya ketiadaan
kepuasan dasar tertentu. Keinginan adalah kehendak yang kuat akan pemuas yang
spesifik terhadap kebutuhan-kebutuhan yang lebih mendalam. Sedangkan Permintaan
adalah keinginan akan produk yang spesifik yang didukung dengan kemampuan dan
kesediaan untuk membelinya. Konsep – konsep ini ditunjuk pada Gambar 1.

Kebutuhan Keinginan

Nilai, Biaya dan

Produk

Permintaan

Pemasar an dan

Kepuasan

Pasar

Pertukaran, Transaksi

Pemasar

dan Hubungan

Gambar 1. Konsep Inti Pemasaran
Falsafah konsep pemasaran bertujuan memberikan kepuasan terhadap keinginan
dan kebutuhan pembeli/ konsumen. Penggunaan konsep pemasaran bagi sebuah

perusahaan dapat menunjang berhasilnya bisnis yang dilakukan. Sebagai falsafah bisnis,
menurut Swastha dan Irawan (1997) konsep pemasaran tersebut disusun dengan masukan
tiga elemen pokok, yakni :
1. Orientasi konsumen/ pasar/ pembeli.
2. Volume penjualan yang menguntungkan
3. Koordinasi dan integrasi seluruh kegiatan pemasaran dalam perusahaan.
Konsep pemasaran mengatakan bahwa kunci untuk mencapai tujuan organisasi
terdiri dari penentuan kebutuhan dan keinginan pasar sasaran serta memberikan
kepuasaan yang diharapkan secara lebih efektif dan efisien dibandingkan para pesaing.
Dalam pemasaran menurut Kotler (2000) terdapat enam konsep yang merupakan dasar
pelaksanaan kegiatan pemasaran suatu organisasi yaitu : konsep produksi, konsep produk,
konsep penjualan, konsep pemasaran, konsep pemasaran sosial, dan konsep pemasaran
global.

1. Konsep Produksi
Konsep produksi berpendapat bahwa konsumen akan menyukai produk yang
tersedia dimana-mana dan harganya murah. Konsep ini berorientasi pada produksi
dengan mengerahkan segenap upaya untuk mencapai efesiensi produk tinggi dan
distribusi yang luas. Di sini tugas manajemen adalah memproduksi barang sebanyak
mungkin, karena konsumen dianggap akan menerima produk yang tersedia secara luas
dengan daya beli mereka.
2. Konsep Produk
Konsep produk mengatakan bahwa konsumen akan menyukai produk yang
menawarkan mutu, performansi dan ciri-ciri yang terbaik. Tugas manajemen disini

adalah membuat produk berkualitas, karena konsumen dianggap menyukai produk
berkualitas tinggi dalam penampilan dengan ciri – ciri terbaik
3. Konsep Penjualan
Konsep penjualan berpendapat bahwa konsumen, dengan dibiarkan begitu saja,
organisasi harus melaksanakan upaya penjualan dan promosi yang agresif.
4.

Konsep Pemasaran
Konsep pemasaran mengatakan bahwa kunci untuk mencapai tujuan organisasi

terdiri dari penentuan kebutuhan dan keinginan pasar sasaran serta memberikan kepuasan
yang diharapkan secara lebih efektif dan efisien dibandingkan para pesaing.
5.

Konsep Pemasaran Sosial
Konsep pemasaran sosial berpendapat bahwa tugas organisasi adalah menentukan

kebutuhan, keinginan dan kepentingan pasar sasaran serta memberikan kepuasan yang
diharapkan dengan cara yang lebih efektif dan efisien daripada para pesaing dengan tetap
melestarikan atau meningkatkan kesejahteraan konsumen dan masyarakat
6.

Konsep Pemasaran Global
Pada konsep pemasaran global ini, manajer eksekutif berupaya memahami semua

faktor- faktor lingkungan yang mempengaruhi pemasaran melalui manajemen strategis
yang mantap. Tujuan akhirnya adalah berupaya untuk memenuhi keinginan semua pihak
yang terlibat dalam perusahaan.
Sistem Pemasaran
Sistem adalah sekolompok item atau bagian-bagian yang saling berhubungan dan
saling berkaitan secara tetap dalam membentuk satu kesatuan terpadu. Jadi dapat
diartikan sistem pemasaran adalah kumpulan lembaga-lembaga yang melakukan tugas
pemasaran barang, jasa, ide, orang, dan faktor-faktor lingkungan yang saling memberikan

pengaruh dan membentuk serta mempengaruhi hubungan perusahaan dengan pasar.
Seperti halnya dengan

sistem – sistem yang lain. Menurut Swastha dan Irawan, (1997)

dalam sistem pemasaran ini juga terdapat beberapa faktor yang saling tergantung dan
saling – berinteraksi satu sama lain. Faktor – faktor tersebut adalah :
1.

Organisasi yang melakukan tugas-tugas pemasaran.

2.

Sesuatu ( barang, jasa, ide, orang) yang sedang dipasarkan.

3.

Pasar yang dituju

4.

Para perantara yang membantu dalam pertukaran (arus) antara organisasi pemasaran
dan pasarnya. Mereka ini adalah pengecer, pedagang besar, agen pengangkutan,
lembaga keuangan, dan sebagainya.

5.

Faktor-faktor lingkungan, seperti faktor demografi, kondisi perekonomian, faktor
sosial dan kebudayaan, kekuatan politik, dan hukum, teknologi dan persaingan.

Sistem pemasaran yang paling sederhana terdiri dari dua unsur yang saling berkaitan,
yaitu organisasi pemasaran dan target pasarnya. Unsur-unsur dalam sebuah sistem
pemasaran serupa dengan unsur-unsur yang ada pada sistem radio stereo. Bekerja secara
terpisah, tetapi pada waktu dipertemukan secara tepat.

METODE PENELITIAN
Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Oktober sampai November 2010 di Desa
Hatinggian di Sub DAS Gopgopan DAS Asahan Barumun Kecamatan Lumbanjulu
Kabupaten Tobasa. Kabupaten Tobasa pada Desa Hatinggian masih ditemukan banyak
HHNK yang masih dikelola oleh petani pada lahan milik mereka.
Desa Hatinggian Kecamatan Lumbanjulu Kabupaten Tobasa memiliki luas lahan
sekitar 1100 ha dengan jumlah penduduk 1209 jiwa. Desa Hatinggian terbagi menjadi
dua dusun, yaitu dusun I dan dusun II. Adapun batas wilayah Desa Hatinggian yaitu,
-

Sebelah Utara berbatasan dengan Desa Hutanamora

-

Sebelah Selatan berbatasan dengan Desa Sibaruang

-

Sebelah Timur berbatasan dengan Desa Lintong Julu

-

Sebelah Barat berbatasan dengan Danau Toba

Alat dan Bahan
Adapun alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah kamera, alat tulis,
kalkulator. Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuesioner, peta wilayah
kabupaten dan dokumen lain yang berkaitan dengan lokasi studi.
Metode Penelitian
Metode pengambilan data
Dalam penelitian ini, digunakan data primer dan data sekunder. Data primer yang
dikumpulkan antara lain adalah jenis dan jumlah HHNK (manfaat tangible), data sosial
ekonomi, frekuensi pengambilan, lama dan waktu pengambilan, biaya pengambilan dan
bentuk pengolahan dan hasil pemasaran. Data sekunder yang dikumpulkan antara lain

adalah: kondisi umum lokasi penelitian atau data umum yang ada pada instansi
pemerintahan desa dan kecamatan.
Dalam pengambilan sampel akan digunakan metode sensus. Dalam metode
sensus, sampel yang diambil adalah seluruh kelompok Tani yang ada di Desa Hatinggian
di Sub DAS Gopgopan DAS Asahan Barumun Kecamatan Lumbanjulu Kabupaten
Tobasa.
Teknik pengambilan data
Pengambilan data dilakukan secara langsung pada lokasi penelitian, sebagai
berikut:
1. Identifikasi jenis HHNK yang ada di Desa Hatinggian di Sub DAS Gopgopan DAS
Asahan Barumun Kecamatan Lumbanjulu Kabupaten Tobasa.
2. Melakukan observasi dan analisis pengelolaan di lapangan guna mengetahui sistem
pengelolaan hutan rakyat di Desa Hatinggian di Sub DAS Gopgopan DAS Asahan
Barumun Kecamatan Lumbanjulu Kabupaten Tobasa.
3. Wawancara dan diskusi dengan menggunakan kuesioner terhadap para pelaku (aktor
utama atau yang mewakili) dan para pihak pemangku kepentingan dalam pengelolaan
hutan rakyat di Desa Hatinggian di Sub DAS Gopgopan DAS Asahan Barumun
Kecamatan Lumbanjulu Kabupaten Tobasa.
4. Keseluruhan data, baik primer maupun sekunder yang selanjutnya ditabulasikan sesuai
dengan kebutuhan sebelum dilakukan pengolahan dan analisis data. Data primer
selanjutnya dianalisis secara deskriptif sesuai dengan tujuan penelitian, serta dilakukan
analisis para pihak yang terkait dalam pengelolaan hutan rakyat. Sedangkan data yang
bersifat kualitatif diolah secara tabulasi.

Teknik untuk memperoleh informasi dan data dari responden dilakukan dengan
wawancara. Informasi yang diperoleh dari setiap responden diantaranya :
a. Faktor sosial, ekonomi dan budaya responden yang meliputi umur, suku, agama,
pekerjaan, pendapatan, mata pencaharian, pendidikan, jumlah tanggungan, usaha
pertanian yang dimiliki, lama menetap.
b. Jenis dan jumlah hasil hutan non kayu yang diambil dari responden adalah, frekuensi
pengambilan, lama dan waktu pengambilan, serta metode pemasaran hasil hutan non
kayu yang diperoleh.
Analisis Data
Nilai ekonomi hasil hutan
Data yang diperoleh dari hasil pengamatan di lapangan baik melalui wawancara
maupun kuesioner kemudian dianalisis secara kuantitatif. Nilai barang hasil hutan untuk
setiap jenis per tahun yang diperoleh masyarakat dihitung dengan cara :
1. Harga barang hasil hutan (manfaat tangible) yang diperoleh dianalisis dengan
pendekatan harga pasar, harga relatif dan pendekatan biaya pengadaan. Untuk
barang dan jasa hutan yang sudah dikenal pasarnya, penilaian dilakukan dengan
nilai pasar (nilai yang berlaku di pasar). Untuk hasil hutan yang belum dikenal
harga pasarnya tetapi dapat ditukarkan atau dibandingkan dengan nilai barang dan
jasa yang telah ada pasarnya, maka penilaian dilakukan dengan metode nilai
relatif. Sedangkan untuk barang dan jasa hasil hutan yang belum dikenal pasarnya
dan tidak termasuk dalam sistem pertukaran, maka penilaian dilakukan dengan
metode biaya pengadaan, yaitu banyaknya biaya yang dikeluarkan untuk
mendapatkan barang dan jasa hutan tersebut.

2. Menghitung nilai rata-rata jumlah barang yang diambil per responden per jenis.
Rata-rata jumlah barang yang diambil :
Keterangan :
Xi

= Jumlah barang yang diambil responden

n

= Jumlah banyak pengambil per jenis barang

3. Menghitung total pengambilan per Unit Barang per Tahun
TP

= RJ x FP x JP

Keterangan :
TP

= Total pengambilan per Tahun

RJ

= Rata-rata jumlah yang diambil

FP

= Frekuensi pengambilan

JP

= Jumlah pengambil

4. Menghitung nilai ekonomi barang hasil hutan per Jenis Barang per Tahun
NH

= TP x HH

Keterangan :

( Affandi dan Patana,2002)

NH

= Nilai hasil hutan per jenis

TP

= Total pengambilan (unit/tahun)

HH

= Harga hasil hutan

5. Menghitung persentase nilai ekonomi dengan cara
% NE =
Keterangan :
% NE = Persentase Nilai Ekonomi
NEi

= Nilai ekonomi hasil hutan/ jenis

( Affandi dan Patana,2002)

εNE

= Jumlah total nilai ekonomi dari seluruh hasil hutan

6. Menghitung pendapatan total, pendapatan dari dalam hutan dan luar hutan
Pendapatan Total

= Jumlah rata-rata pendapatan / tahun

Pendapatan Dalam Hutan

= Jumlah nilai ekonomi dari seluruh jenis

Pendapatan Luar Hutan

= Selisih antara Pendapatan Total dengan
Pendapatan dalam Hutan

Dari hasil perhitungan nilai hasil hutan ini akan didapat total nilai hasil hutan per
jenis per tahun dan total hasil hutan seluruh jenis per tahun yang selanjutnya akan dapat
dihitung kontribusi nilai hasil hutan terhadap pendapatan rumah tangga di Desa
Hatinggian.
( Affandi dan Patana,2002)

Batasan Operasional
1. Lokasi penelitian adalah Desa Hatinggian, Kecamatan Lumbanjulu, Kabupaten
Tobasa Sumatera Utara.
2. Waktu penelitian pada bulan Oktober sampai dengan November 2010
3. Respoden yang diambil adalah anggota Kelompok Tani Desa Hatinggian
sebanyak 30 orang, dimana Kelompk Tani Serasi 15 orang dan kelompok Tani
Harapan 15 orang.
4. Responden adalah masyarakat yang memanfaatkan hasil hutan non kayu secara
langsung (tangible) dari hutan rakyat yang dimilkinya.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Jenis-Jenis HHNK yang Dimanfaatkan Masyarakat Desa Hatinggian
HHNK pada hutan rakyat di Desa Hatinggian merupakan warisan turun temurun..
Hasil hutan ada yang dimanfaatkan untuk kebutuhan mereka sendiri dan ada juga yang
dijual untuk menambah pendapatan rumah tangga. Jenis hasil hutan yang dimanfaatkan
penduduk di Desa Hatinggian dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1 . Jenis HHNK yang Dimanfaatkan Oleh Masyarakat Desa Hatinggian
No
Jenis Hasil Hutan
Responden Yang Memanfaatkan
(orang)
1
Air Nira
5
2
Petai
24
3
Jengkol
11
4
Durian
13
5
Kemiri
15
6
Kunyit
7
7
Jahe
4

Hasil hutan yang umumnya dimanfaatkan masyarakat Desa Hatinggian, antara lain :
1.

Air Nira
Pohon Aren (Arenga sp) atau yang lebih dikenal juga dalam bahasa setempat

dengan pohon tuak. Pohon aren memang bisa tinggi besar, kalau sudah tua garis tengah
batangnya bisa sampai 65 cm, sedang tingginya 15 m. batang aren mempunyai tajuk
(kumpulan daun) yang rimbun. Waktu kecil malah daunnya saja yang terlihat, sedang
batangnya terbenam tidak ada artinya.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebanyak 5 orang atau 17% dari jumlah
responden penduduk Desa Hatinggian ikut memanfaatkan air nira. Pohon aren yang ada
di Desa Hatinggian umumnya masih bersifat warisan dari orangtua mereka, namun

penduduk kurang memanfaatkan pohon aren yang sebenarnya sangat banyak tumbuh di
Desa Hatinggian. Hasil yang diperoleh dari pohon aren tersebut hanya berupa air nira
saja. Berdasarkan wawancara yang dilakukan, hal tersebut dikarenakan penduduk masih
kurang mengetahui pengelolaan dan pasar dari hasil pengelolaan air nira tersebut.
Pohon aren merupakan salah satu komoditas yang memiliki nilai tambah yang
cukup besar pagi pendapatan masyarakat di Desa Hatinggian, karena dapat menghasilkan
setiap hari. Pohon aren yang ada di Desa Hatinggian banyak dijumpai di hutan rakyat.
Umumnya aren yang telah ditanam dapat dipanen setelah umur 8 tahun.
Walaupun pohon aren bisa tumbuh di dataran rendah, tapi daerah yang mampu
memberi hasil yang memuaskan ialah tempat-tempat antara 500-1200 mdpl. Sebab
tempat setinggi itu tidak pernah kekurangan air tanah, tapi juga tidak pernah tergenang
banjir air permukaan seperti di dataran rendah. Itulah sebabnya kebanyakan pohon aren
tumbuh subur di tempat-tempat yang landai seperti lereng gunung, atau tepian lembah
sungai. Di tempat yang miring itu, kelebihan air di permukaan air tanah selalu cepat
mengalir ke tempat lain. Namun tanahnya tidak pernah kering, karena adanya air tanah
yang dangkal dibawah permukaan. Asal ada tempat seperti itu, pohon aren mau tumbuh
dengan subur baik di sumatera, pulau jawa, Sulawesi maupun pulau-pulau kecil lainnya
(Soeseno, 1993)
Hasil dari pohon aren yang dimanfaatkan masyarakat Desa Hatinggian yaitu
berupa air nira atau tuak. Dikatakan tuak apabila air nira tersebut sudah dicampur dengan
sejenis kayu yang disebut raru supaya cocok rasanya dan alkoholnya. Raru inilah yang
menyebabkan peragian. Pengambilan air nira tidak membutuhkan waktu dan biaya yang
banyak, tetapi pohon aren membutuhkan perawatan dan perlakuan yang teratur, hal ini
dilakukan untuk mendapatkan air dengan mutu yang tinggi dan jumlah yang besar.

Pengambilan air nira biasanya dilakukan pada pagi atau sore hari, dan pengambilannya
hanya dilakukan satu kali dalam sehari. Air nira ditampung dalam ember kecil. Satu
pohon aren dapat menghasilkan sekitar 5 – 6 liter air nira dalam satu hari. Air nira
umumnya dijual ke pasar dengan harga Rp 2000/botol. Ukuran botol yang digunakan
adalah ukuran botol bir ukuran 1 liter.

a

b

c

Gambar 2. a). Pohon Aren; b) dan c) Proses Penyadapan pada Pohon Aren

2. Petai
Tanaman petai (Parkia speciosa) diperkirakan berasal dari Malaysia. Akan tetapi,
sudah lama tanaman ini tumbuh dan dibudidayakan di Indonesia. Tanaman ini banyak
tumbuh didaerah-daerah yang mempunyai musim kemarau yang tidak terlalu ekstrem.

Tanaman petai berupa pohon dengan ketinggian antara 5-25 meter dan membentuk
percabangan yang banyak. Bagian tanaman petai yang paling penting untuk dimanfaatkan
adalah bijinya. Biji petai sangat digemari oleh banyak orang karena dapat merangsang
selera makan. Petai dapat dimakan mentah sebagai lalap, direbus, digoreng atau dibakar,
banyak juga dimanfaatkan sebagai penyedap makanan (Setianingsih, 1995).
Desa Hatinggian memiliki banyak tanaman petai, kurang lebih 80 % masyarakat
di desa ini menanam tanaman petai. Dari hasil wawancara dengan masyarakat, tanaman
petai merupakan salah satu tanaman yang meningkat harga penjualan dalam tiap
tahunnya. Itulah sebabnya masyarakat di Desa Hatinggian banyak memanfaatkan
tanaman petai ini.
Pada dasarnya, tanaman petai dapat tumbuh di dataran rendah sampai tinggi.
Ketinggian yang paling sesuai untuk tanaman petai adalah tumbuh di daerah pegunungan
dengan ketinggian sekitar 1000 m dpl.
Pemanenan petai dilakukan 1 kali dalam setahun. Petai biasanya langsung
diborongkan per pokok dari kecil kepada toke, untuk menjaga resiko kerusakan tanaman
petai ini. Satu pokok petai dapat menghasilkan kurang lebih 100 ikat, dalam 1 ikatnya ada
15-20 papan petai. Harga per ikat petai di Desa Hatinggian adalah Rp. 12.000,-.

Gambar 3. Tanaman Petai

3.

Jengkol
Tanaman ini berupa pohon yang tingginya dapat mencapai 26 m, dan cabang-

cabangnya sering menyebar sehingga memberikan kesan sebagai pertanaman yang
kurang rimbun. Buah muda berupa polong yang bentuknya gepeng, berbelit tidak
beraturan. Warna kulit polongnya lembayung tua. Di dalam polong, biji jengkol muda
diliputi oleh kulit ari tipis berwarna kuning kecoklat-coklatan mengkilap (Pitojo, 1992).
Hasil wawancara dengan masyarakat di Desa Hatinggian, dari 30 responden ada
11 orang yang memanfaatkan tanaman jengkol ini. Tanaman jengkol di Desa Hatinggian
merupakan salah satu tanaman yang sedang di budidayakan, karena hasil dari tanaman ini
cukup lumayan untuk menambah pendapatan masyarakat.
Pada hakikatnya tanaman jengkol tidak begitu menuntut persyaratan tumbuh dan
iklim tertentu untuk tumbuhnya. Tanaman jengkol mampu hidup dengan baik pada
dataran rendah sampai daerah pegunungan yang tingginya 1000 mdpl, dapat hidup pada
berbagai tipe tanah, sedangkan tanah pasir kurang cocok untuk pertumbuhan jengkol.
Tanaman jengkol dapat tumbuh dengan baik di daerah-daerah yang mempunyai tipe
iklim C dan D menurut system Schmid Ferguson, yaitu daerah agak basah sampai sedang.
Satu kelebihan dari tanaman jengkol adalah mampu tumbuh di daerah-daerah yang air
tanahnya dalam. Sebagai indicator kesesuaian klimat dan tanah. Apabila daerah tersebut
cocok untuk pertumbuhan tanaman cengkeh, petai, rambutan, dan durian, maka daerah
tersebut cocok pula untuk pengembangan jengkol (Pitojo, 1992).
Tanaman jengkol dapat dipanen pada umur 15 tahun, tanaman ini dipanen hanya
satu kali dalan setahun. Sama halnya dengan tanaman petai, jengkol juga dari kecil per
pokoknya telah diborongkan kepada toke. Di Desa Hatinggian jengkol dijual per karung

ukuran dan ukuran karung yang digunakan adalah ukuran 50 kg, dimana harga per
karungnya adalah Rp. 110.000,-.

Gambar 4. Tanaman Jengkol
4.

Durian
Pohon durian (Durio zibethinus) memiliki sosok fisik yang tinggi dan besar. Hasil

utama tanaman durian ialah buahnya. Akan tetapi, disamping hasil pokok berupa buah,
tanaman durian juga memberikan beberapa manfaat dan hasil ikutan. Buah durian
memiliki rasa yang lezat, dan kandungan protein nabatinya cukup tinggi. Disamping itu
kayunya pun dapat dipakai sebagai bahan bangunan dan kayu bakar (AAK, 1997).
Hasil penelitian menunjukkan sebanyak 13 orang dari 30 responden yang
memanfaatkan durian. Pohon durian di Desa Hatinggian umumnya tumbuh di ladang
masyarakat itu sendiri. Buah durian memiliki nilai ekonomi yang tinggi karena harganya
tidak pernah terpengaruh oleh harga buah-buahan yang lain. Setiap musim panen tiba,
harga buah durian selalu naik dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya. Hal ini lah
yang menyebabkan masyarakat menanam tanaman durian di Desa Hatinggian.
Tanaman durian banyak tumbuh di hutan-hutan yang memiliki ketinggian kurang
dari 800 mdpl, jenis tanah yang gembur, dan kedalaman lapisan tanah atas lebih dari 1
meter. Tanaman durian juga memerlukan iklim basah dan banyak hujan walaupun tidak

begitu deras. Daerah yang memiliki iklim tiga bulan kering masih dapat diusahakan
tanaman durian asal tanahnya lembab. Mengingat hal ini semua, tidak mengherankan
kalau tanaman durian banyak terdapat di lereng jurang, punggung gunung, atau
pekarangan yang tanah dan iklimnya lembab. Tanah yang cocok untuk ditanami durian
adalah tanah cukup lembab, subur, kondisi tanah poreus, air tanah tidak terlalu dalam, pH
tanah netral, dan curah hujan sepanjang tahun cukup (AAK, 1997).
Durian dapat dipanen setelah berumur 15 tahun, dan buah durian dipanen 1 kali
dalam setahun. Biasanya sekali produksi pohon durian menghasilkan rata-rata 200 biji
yang berlangsung selama satu musim panen. Buah durian yang ada di Desa Hatinggian
biasanya langsung dijual ke pasar dengan harga Rp. 6000/biji. Pemasaran buah durian
umumnya sudah melalui mata rantai yang agak panjang sehingga mengakibatkan harga
durian di tingkat konsumen menjadi sangat tinggi. Namun, harga yang relatif tinggi ini
tidak membuat para konsumen mundur. Tanaman ini merupakan warisan turun temurun
dari orangtua