Pengembangan Potensi Wilayah Tertentu Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) Model Mandailing Natal Sumatera Utara
PENGEMBANGAN POTENSI WILAYAH TERTENTU
KESATUAN PENGELOLAAN HUTAN PRODUKSI (KPHP)
MODEL MANDAILING NATAL SUMATERA UTARA
SKRIPSI
OLEH
Febri Pratamar 101201041 Manajemen Hutan
PROGRAM STUDI KEHUTANAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
(2)
HALAMAN PENGESAHAN
Judul Penelitian : Pengembangan Potensi Wilayah Tertentu Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) Model
Mandailing Natal Sumatera Utara
Nama : Febri Pratamar
NIM : 101201041
Program Studi : Kehutanan
Minat Studi : Manajemen Hutan
Disetujui Oleh : Komisi Pembimbing
Rahmawaty S.Hut., M.Si., Ph.D
Ketua Anggota
Prof. Dr. Ir.Abdul Rauf, M.P.
Mengetahui :
Ketua Program Studi Kehutanan Siti Latifah, S.Hut., M.Si., Ph. D
(3)
ABSTRACT
FEBRI PRATAMAR. Development of Specific Areas Production Forest Management Unit (KPHP) Model Mandailing Natal, North Sumatra.Supervisied by RAHMAWATYand ABDUL RAUF.
Specific areas are forest areas that the circumstances do not have a business license, so all of management and supervision given to KPH. So it will be examined public perceptions of the potential of forest products in specific areas KPHP Mandailing Natal,then adjusted the public perception of the potential that exists in specific areas through direct surveys to be verified. This study aims to determine the public perception of the existence in specific areas zone of KPHP Mandailing Natal and potential contained in a specific areas of KPHP Mandailing Natal. The method used in this study is the Pebble Distribution Method and Ground Check Method.
Public perception in the Guo Batu village and Simanguntong village is not so much different,it shows that the garden is a type of land that has the highest score of the two villages with a percentage of 56.8% for the group of men and 50.45% for women in the Guo Batu village, while in the Simanguntongvillage garden has a percentage of 62.5% for the group of men and 49.5% for women.While plants that dominate in specific areas of KPHP Mandailing Natal is meranti.
The potential is there a specific areas of KPHP Mandailing Natal based Ground Check method is meranti namely red meranti (Shorea leprosula) and yellow meranti (Shorea macroptera),this is in accordance with the public perception based questionnaire stating meranti the highest potential with the percentage of 58.30% for the Guo Batu villageand 36.70% for the Simanguntong village.
Keywords : KPHP, specific areas, perception, pebble distribution method, ground check method
(4)
ABSTRAK
FEBRI PRATAMAR. Pengembangan Potensi Wilayah Tertentu Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) ModelMandailing Natal, Sumatera Utara. Dibimbing oleh RAHMAWATY dan ABDUL RAUF.
Wilayah tertentu adalah wilayah hutan yang situasi dan kondisinya belum mempunyai izin usaha, sehingga seluruh pengelolaan dan pengawasan diberikan kepada pihak KPH. Untuk itu akan diteliti persepsi masyarakat terhadap potensi hasil hutan yang ada di wilayah tertentu KPHP Mandailing Natal, kemudian disesuaikan persepsi masyarakat tersebut dengan potensi yang ada di wilayah tertentu melalui survey langsung untuk dibuktikan kebenarannya. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui persepsi masyarakat terhadap keberadaan zona wilayah tertentu KPHP Mandailing Natal dan potensi yang terdapat di wilayah tertentu KPHP Mandailing Natal. Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah Metode Distribusi Kerikil (Pebble Distribution Method) dan Metode
Ground Check.
Persepsi masyarakat yang ada di desa Guo Batu dan desa Simanguntong tidak begitu jauh berbeda, dapat dilihat dari hasil Metode Distribusi Kerikil menunjukkan bahwa kebun merupakan tipe lahan yang memiliki skor paling tinggi dari kedua desa tersebut dengan persentase 56,8% untuk kelompok laki-laki dan 50,45% untuk kelompok perempuan di Desa Guo Batu, sementara di Desa Simanguntong kebun memiliki persentase 62,5% untuk kelompok laki-laki dan 49,5% untuk kelompok perempuan. Sementara tanaman yang mendominasi di wilayah tertentu KPHP Mandailing Natal adalah jenis meranti.
Potensi yang terdapat pada wilayah tertentu KPHP Mandailing Natal berdasarkan metode Ground Check adalah jenis meranti yaitu meranti merah (Shorea leprosula) dan meranti kuning (Shorea macroptera), hal ini sesuai dengan persepsi masyarakat berdasarkan kuisioner yang menyatakan meranti merupakan potensi tertinggi dengan persentase 58,30% untuk Desa Guo Batu dan 36,70% untuk Desa Simanguntong.
Kata kunci: KPHP, wilayah tertentu, persepsi, pebble distribution method,
(5)
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan limpahan berkat dan rahmat kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan usul penelitian ini. Penelitian ini berjudul “Pengembangan Potensi Wilayah Tertentu Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) ModelMandailing Natal Sumatera Utara”.
Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terimakasih kepada orangtua penulis yang telah membimbing, mendidik serta mendukung penulis dalam doa dan materil. Pada kesempatan ini, penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Ibu Rahmawaty S.Hut., M.Si., Ph.D dan Bapak Prof. Dr. Ir.Abdul Rauf, M.P. .
sebagai pembimbing penelitian, yang telah membimbing saya selama penyusunan usul penelitian ini, serta kepada teman-teman di Program Studi Kehutanan, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan bantuannya atas penyelesaian usul penelitian ini.
Penulis juga menyadari masih banyak terdapat kekurangan di dalam usul penelitian ini. Untuk itu penulis terbuka terhadap berbagai kritik dan saran yang bersifat membangun untuk penyempurnaan usul penelitian ini.
Akhir kata, penulis ucapkan terima kasih.
(6)
DAFTAR ISI
Halaman
LEMBAR PENGESAHAN ... i
ABSTRACT ... ... iiAB STRAK ... iii
KATA PENGANTAR……..………... iv
DAFTAR ISI………….……….……….. v
DAFTAR TABEL ... vii
DAFTAR GAMBAR ... viii
PENDAHULUAN Latar Belakang………... 1
Tujuan Penelitian……….…………... 2
Manfaat Penelitan………...……… 2
TINJAUAN PUSTAKA Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) ... 3
Wilayah Tertentu ... 8
Persepsi ... 9
Penggunaan Lahan ...11
Metode Distribusi Kerikil(Pebble Distribution Method) ...12
METODOLOGI PENELITIAN Waktu dan Tempat………...………... 13
Alat dan Bahan Penelitian………..……… 13
Metode Penelitian...13
Metode Distribusi Kerikil (Pebble Distribution Method)... 13
Metode Ground Check ...16
HASIL DAN PEMBAHASAN Persepsi Masyarakat Mengenai Tingkat Kepentingan Dari Tipe-Tipe Penggunaan Lahan Wilayah Tertentu KPHP Mandailing Natal ... 20
Data Wilayah Tertentu KPHP Mandailing Natal ... 37
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan ... 41
(7)
DAFTAR PUSTAKA ... 42 LAMPIRAN ... 43
(8)
DAFTAR TABEL
No. Halaman
1. Matriks metodologi yang digunakan dalam penelitian ... . 18 2. Matrik tipe lahan berdasarkan kategori penggunaan lahan kelompok
laki-laki di Desa Guo Batu.. ... . 19
3. Matrik tipe lahan berdasarkan kategori penggunaan lahan kelompok
perempuan di Desa Guo Batu………... 19
4. Matrik tipe lahan berdasarkan kategori penggunaan lahan kelompok
laki-laki di Desa Simanguntong ... 26 5. Matrik tipe lahan berdasarkan kategori penggunaan lahan kelompok
perempuan di Desa Simanguntong………... 27
6. Data Hasil Metode Ground Check ... 37 7. Data Hasil Analisis Kerapatan dan Frekuensi
(9)
DAFTAR GAMBAR
No. Halaman
1. Nilai kepentingan secara keseluruhan dari berbagai tipe lahan (nilai rata-rata dalam bentuk persen (%) dari kelompok
laki-laki dan kelompok perempuan) di Desa Guo Batu. ... 25
2. Nilai kepentingan secara keseluruhan dari berbagai tipe lahan (nilai rata-rata dalam bentuk persen (%) dari kelompok laki-laki dan kelompok perempuan) di Desa Simanguntong ... 32
3. Perbedaan persepsi masyarakat Desa Guo Batu dan Desa Simanguntong terhadap lahan yang cocok diterapkan dalam wilayah tertentu KPHP Mandailing Natal ... 34
4. Perbedaan persepsi masyarakat Desa Guo Batu dan Desa Simanguntong terhadap potensi tertinggi yang terdapat dalam wilayah tertentu KPHP Mandailing Natal ... 35
5. Layout Peta Lokasi Wilayah Tertentu ... 36
6. Layout metode ground check skala 1:100.000 ... 36
7. Layout metode ground check skala 1:100.000 ... 37
8. Perbedaan persepsi masyarakat Desa Guo Batu dan Desa Simanguntong terhadap potensi tertinggi yang terdapat dalam wilayah tertentu KPHP Mandailing Natal ... 38
(10)
ABSTRACT
FEBRI PRATAMAR. Development of Specific Areas Production Forest Management Unit (KPHP) Model Mandailing Natal, North Sumatra.Supervisied by RAHMAWATYand ABDUL RAUF.
Specific areas are forest areas that the circumstances do not have a business license, so all of management and supervision given to KPH. So it will be examined public perceptions of the potential of forest products in specific areas KPHP Mandailing Natal,then adjusted the public perception of the potential that exists in specific areas through direct surveys to be verified. This study aims to determine the public perception of the existence in specific areas zone of KPHP Mandailing Natal and potential contained in a specific areas of KPHP Mandailing Natal. The method used in this study is the Pebble Distribution Method and Ground Check Method.
Public perception in the Guo Batu village and Simanguntong village is not so much different,it shows that the garden is a type of land that has the highest score of the two villages with a percentage of 56.8% for the group of men and 50.45% for women in the Guo Batu village, while in the Simanguntongvillage garden has a percentage of 62.5% for the group of men and 49.5% for women.While plants that dominate in specific areas of KPHP Mandailing Natal is meranti.
The potential is there a specific areas of KPHP Mandailing Natal based Ground Check method is meranti namely red meranti (Shorea leprosula) and yellow meranti (Shorea macroptera),this is in accordance with the public perception based questionnaire stating meranti the highest potential with the percentage of 58.30% for the Guo Batu villageand 36.70% for the Simanguntong village.
Keywords : KPHP, specific areas, perception, pebble distribution method, ground check method
(11)
ABSTRAK
FEBRI PRATAMAR. Pengembangan Potensi Wilayah Tertentu Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) ModelMandailing Natal, Sumatera Utara. Dibimbing oleh RAHMAWATY dan ABDUL RAUF.
Wilayah tertentu adalah wilayah hutan yang situasi dan kondisinya belum mempunyai izin usaha, sehingga seluruh pengelolaan dan pengawasan diberikan kepada pihak KPH. Untuk itu akan diteliti persepsi masyarakat terhadap potensi hasil hutan yang ada di wilayah tertentu KPHP Mandailing Natal, kemudian disesuaikan persepsi masyarakat tersebut dengan potensi yang ada di wilayah tertentu melalui survey langsung untuk dibuktikan kebenarannya. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui persepsi masyarakat terhadap keberadaan zona wilayah tertentu KPHP Mandailing Natal dan potensi yang terdapat di wilayah tertentu KPHP Mandailing Natal. Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah Metode Distribusi Kerikil (Pebble Distribution Method) dan Metode
Ground Check.
Persepsi masyarakat yang ada di desa Guo Batu dan desa Simanguntong tidak begitu jauh berbeda, dapat dilihat dari hasil Metode Distribusi Kerikil menunjukkan bahwa kebun merupakan tipe lahan yang memiliki skor paling tinggi dari kedua desa tersebut dengan persentase 56,8% untuk kelompok laki-laki dan 50,45% untuk kelompok perempuan di Desa Guo Batu, sementara di Desa Simanguntong kebun memiliki persentase 62,5% untuk kelompok laki-laki dan 49,5% untuk kelompok perempuan. Sementara tanaman yang mendominasi di wilayah tertentu KPHP Mandailing Natal adalah jenis meranti.
Potensi yang terdapat pada wilayah tertentu KPHP Mandailing Natal berdasarkan metode Ground Check adalah jenis meranti yaitu meranti merah (Shorea leprosula) dan meranti kuning (Shorea macroptera), hal ini sesuai dengan persepsi masyarakat berdasarkan kuisioner yang menyatakan meranti merupakan potensi tertinggi dengan persentase 58,30% untuk Desa Guo Batu dan 36,70% untuk Desa Simanguntong.
Kata kunci: KPHP, wilayah tertentu, persepsi, pebble distribution method,
(12)
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Dalam mengiringi dinamika perkembangan pembangunan Indonesia, peran kawasan hutan menjadi penting dalam mendukung peningkatan ekonomi bangsa. Maka sesuai dengan amanat undang-undang, pemanfaatan hutan adalah kegiatan untuk memanfaatkan kawasan hutan, memanfaatkan hasil hutan kayu dan bukan kayu serta memungut hasil hutan kayu dan bukan kayu secara optimal dan adil untuk kesejahteraan masyarakat dengan tetap menjaga kelestariannya. Salah satu bentuk pemanfaatan kawasan hutan adalah dibentuknya Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH).
Banyak instansi tidak menyadari bahwa masyarakat lokal yang berada di sekitarnya merupakan bagian dari lingkungan yang sangat mempengaruhi kelangsungannya. Hubungan yang kurang baik antara instansi dan lingkungannya akan sangat berpotensi menimbulkan konflik. Keberadaan masyarakat lokal kini menjadi semakin kuat dan mereka cenderung lebih berani memperjuangkan hak haknya bahkan terkadang mereka menuntut di luar kewajaran atau di luar kemampuan institusi (Sitorus,2011).
Peraturan pemerintah No. 3 tahun 2008 pasal 1 menyatakan KPH adalah wilayah pengelolaan hutan sesuai fungsi pokok dan peruntukannya, yang dapat dikelola secara efisien dan lestari. Salah satu KPH yang terdapat di Sumatera Utara adalah KPHP Mandailing Natal. Penetapan wilayah KPH Mandailing Natal di kabupaten Mandailing Natal, ditetapkan sesuai Keputusan Menteri Kehutanan Nomor SK. 332/Menhut-II/2010 tanggal 25 Mei 2010 dengan luas ± 159.166 ha.
(13)
Sesuai peruntukannya, wilayah tertentu adalah wilayah hutan yang situasi dan kondisinya belum mempunyai izin usaha sehingga seluruh pengelolaan dan pengawasan diberikan kepada pihak KPH. Untuk itu akan diteliti persepsi masyarakat terhadap potensi hasil hutan yang ada di wilayah tertentu KPHP Mandailing Natal, kemudian disesuaikan persepsi masyarakat tersebut dengan potensi yang ada di wilayah tertentu melalui survey langsung untuk dibuktikan kebenarannya. Sehingga akan diperoleh hasil yang dapat meningkatkan kerjasama dan tidak menimbulkan konflik antara pihak KPHP dan masyarakat, juga sebagai dasar acuan pembangunan KPHP.
Tujuan Penelitian
1. Mengetahui persepsi masyarakat terhadap keberadaan zona Wilayah Tertentu KPHP Mandailing Natal.
2. Mengetahui potensi zona wilayah tertentu di KPHP Mandailing Natal.
Manfaat Penelitian
1. Penelitian ini diharapkan dapat menimbulkan partisipasi yang aktif dari masyarakat dalam pengelolaan hutan di KPHP Mandailing Natal.
2. Penelitian ini dapat digunakan sebagai dasar kajian pencapaian kebijakan dan peran institusi dalam pengembangan KPHP Mandailing Natal.
3. Hasil penelitian dapat digunakan sebagai referensi guna, penelitian lebih lanjut tentang pengembangan objek KPHP Mandailing Natal.
(14)
Jumlah desa yang berhubungan dengan kawasan hutan saat ini tercatatsebanyak 31.957 desa (Renstra Kemenhut 2010-1014), yang terdistribusidi dalam kawasan hutan sebanyak 1.305 desa (4,08%), tepi kawasanhutan sebanyak 7.943 (24,86%) dan di sekitar kawasan hutan sebanyak22.709 (71,06%). Provinsi terbanyak untuk desa di dalam kawasanhutan adalah Kalimantan Tengah (sebanyak 208 desa), dan Jawa Tengah(sebanyak 1.581 desa di tepi kawasan hutan dan 6.795 desa di sekitarkawasan hutan) (Rahmina dkk., 2011).
Dalam PP No.6 Tahun 2007 Pasal 1 angka 1, KesatuanPengelolaan Hutan (KPH) diartikan sebagai wilayah pengelolaan hutan sesuai fungsi pokok dan peruntukannya, yang dapat dikelola secara efisien dan lestari. Istilah KPH memang disebutkan di dalam UU No.41/1999 di dalam bagian penjelasan pasal 17 ayat (1), namun tidak ada penjelasan dari KPH dimaksud.
KPH di dalam UU No.41/1999 justru menjadi bagian dari pengertian Unit pengelolaan sebagai undang-undang payungnya. Di dalam UU No.41/1999, KPH sebagai bagian dari Unit Pengelolaan diartikan sebagai kesatuan pengelolaan hutan terkecil sesuai fungsi pokok dan peruntukannya, yang dapat dikelola secara efisien dan lestari, antara lain kesatuan pengelolaan hutan lindung (KPHL), kesatuan pengelolaan hutan produksi (KPHP), kesatuan pengelolaan hutan konservasi (KPHK), kesatuan pengelolaan hutan kemasyarakatan (KPHKM), kesatuan pengelolaan hutan adat (KPHA), dan kesatuan pengelolaan daerah aliran sungai (KPDAS).
.
Peraturan Menteri Kehutanan No : P.47/MENHUT-II/2013 Wilayah tertentu antara lain adalah wilayah hutan yang situasi dan kondisinya belum
(15)
menarik bagi pihak ketiga untuk mengembangkan pemanfaatannya berada di luar areal ijin pemanfaatan dan penggunaan kawasan hutan. Penyelenggaraan pemanfaatan hutan di wilayah tertentu pada kawasan hutan lindung, dapat berupa:
a. Pemanfaatan Kawasan;
b. Pemanfaatan Jasa Lingkungan; dan c. Pemungutan Hasil Hutan Bukan Kayu.
Terdapat urusan/kegiatan yang belum jelas di level mana penyelenggaranya(apakah Pemerintah/Pusat, atau Pemerintah Provinsiatau Pemerintah Kabupaten/Kota). Kegiatan tersebutadalah:
a. Penyelenggara Tata Hutan (di PP 38/2007 tidak diatur) tetapi di PP lain, tugas ini menjadi kewenangan KPH.
b. Penyelenggara Penyusunan Rencana Pengelolaan (di PP 38/2007 tidak diatur) tetapi di PP lain, tugas ini menjadikewenangan KPH.
c. Penyelenggara pemanfaatan wilayah tertentu (areal dalam kawasan hutan yang tidak/belum dibebani ijinserta oleh menteri pemanfatannya diberikan kepadaKPH).
Dalam Keputusan Menteri Kehutanan No. 230/Kpts-II/ 2003 Tentang Pembentukan Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi menyebutkan pengertian KPH Produksi adalah unit pengelolaan hutan produksi terkecil yang dapat di kelola secara efisien dan lestari.
Dalam Keputusan Menteri Kehutanan No. 230/Kpt Pembangunan KPH di Indonesia telah menjadi komitmen pemerintah dan masyarakat (para pihak), yang telah dimandatkan melalui UU No 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, PP No 44 Tahun 2004 tentang Perencanan Kehutanan dan PP No 6 Tahun 2007 jo PP No. 3
(16)
Tahun 2008 tentang Tata Hutan dan Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan dan Pemanfaatan Hutan, serta yang bertujuan untuk mewujudkan pengelolaan hutan yang efisien dan lestari.
Dalam Alpinus patan (2008), Untuk mewujudkan KPH pada tingkat tapak, Bongkar pasang peraturan yang menjadi dasarnya sudah berkali-kali dilakukan. Pada tingkatan Peraturan Pemerintah, PP No. 6 Tahun 2007 merupakan pembaharuan dari PP No. 34 Tahun 2004 yang menjadi acuan pembangunan KPH. Perubahan secara signifikan terhadap keberadaan PP No. 6 Tahun 2007 yaitu egaliter pengelolaan hutan atau adanya persamaan pengelolaan antara hutan produksi, lindung, dan konservasi.
Dalam menyelenggarakan pengelolaan hutan untuk mencapai kelestarian hutan dibutuhkan unit-unit pengelolaan hutan atau Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) dan organisasi pengelolanya di tingkat tapak (lapangan), sesuai peraturan perundangan yang ada organisasi pengelola ini merupakan organisasi pemerintah. Untuk mewujudkan pembangunan KPH terdapat 2 (dua) hal penting, yaitu : 1. Kebijakan tentang pembentukan wilayah KPH.
2. Kebijakan tentang pedoman untuk membentuk organisasi/kelembagaan KPH. Struktur KPH Dalam Peraturan Pemerintah No. 6 Tahun 2007 yaitu:
a. Pengertian dan Posisi KPH, serta Pelimpahan Wewenang Pengelolaan.
• Kesatuan Pengelolaan Hutan selanjutnya disingkat KPH, adalah wilayah pengelolaan hutan sesuai fungsi pokok dan peruntukannya, yang dapat dikelola secara efisien dan lestari.
• Kepala KPH adalah pimpinan, pemegang kewenangan dan penanggung jawab pengelolaan hutan di dalam wilayah yang dikelolanya.
(17)
• Seluruh kawasan hutan terbagi dalam KPH, yang menjadi bagian dari penguatan sistem pengurusan hutan nasional, pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten/kota.
• Pemerintah dapat melimpahkan penyelenggaraan pengelolaan hutan kepada BUMN bidang kehutanan.
• Direksi BUMN yang mendapat pelimpahan membentuk organisasi KPH dan menunjuk kepala KPH.
b. Wilayah KPH
• Ditetapkan dalam satu atau lebih fungsi pokok hutan dan satu wilayah administrasi atau lintas wilayah administrasi pemerintahan.
• Dapat terdiri lebih dari satu fungsi pokok hutan, penetapan (nama) KPH berdasarkan fungsi yang luasnya dominan.
• Menteri menetapkan luas wilayah KPH dengan memperhatikan efisiensi dan efektifitas pengelolaan hutan dalam satu wilayah DAS atau satu kesatuan wilayah ekosistem.
c. Pembangunan KPH
Pemerintah, pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten/kota sesuai kewenangannya bertanggung jawab terhadap pembangunan KPH dan infrastrukturnya.Dana bagi pembangunan KPH bersumber dari APBN, APBD dan dana lain yang tidak mengikat sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
(18)
Penetapan seluruh wilayah KPH diselesaikan paling lambat 2 (dua) tahun sejak tanggal diberlakukannya peraturan pemerintah ini.
Penetapan Wilayah KPH tingkat Provinsi Sumatera Utara
Penetapan wilayah KPHL dan KPHP Provinsi Sumatera Utara sesuai Keputusan Menteri Kehutanan Nomor SK. 102/Menhut-II/2010 tanggal 5 Maret 2010 meliputi area dengan luas ± 3.196.381 ha terdiri dari 19 unit KPHP dengan luas ± 1.831.884 ha dan 14 unit KPHL dengan luas ± 1.364.497 ha.
Penetapan wilayah KPHP Model Mandailing Natal di kabupaten Mandailing Natal, ditetapkan sesuai Keputusan Menteri Kehutanan Nomor SK. 332/Menhut-II/2010 tanggal 25 Mei 2010 dengan luas ± 159.166 ha, terdiri dari :
- Hutan Lindung (HL) : ± 13.681 ha.
- Hutan Produksi Terbatas (HPT) : ± 131.780 ha.
- Hutan Produksi (HP) : ± 14.704 ha.
Kondisi batas kawasan hutan
Letak geografis : 98° 52' 22" - 99° 31' 57" BT 0° 19' 16" - 1° 18' 8" LU Batas-batas
Timur : Hutan Konservasi Kab. Mandailing Natal
Barat : APL Kab. Mandailing Natal
Selatan : HPT Kab. Pasaman Barat, Prov. Sumbar
Utara : APL Kab. Tapanuli Selatan
(19)
Dalam Perdirjen No. 5 tahun 2012 Tentang Tata Hutan menyebutkan pada setiap Blok pemanfaatan baik di wilayah KPHL dan KPHP yang berfungsi HL atau berfungsi HP agar dirancang areal-areal yang direncanakan akan dikelola sendiri oleh KPH dalam bentuk ”Wilayah Tertentu”. Pada setiap Blok pemanfaatan baik di wilayah KPHL dan KPHPyang berfungsi HL atau berfungsi HP agar dirancang areal-areal yang direncanakan akan dikelola sendiri oleh KPH dalam bentuk ”Wilayah Tertentu”.
Sesuai peruntukannya, wilayah tertentu adalah wilayah hutan yang situasi dan kondisinya belum mempunyai izin usaha sehingga seluruh pengelolaan dan pengawasan diberikan kepada pihak KPH.
Dalam Undang-Undang No. 41 tahun 1999 pasal 21 menyatakan bahwa mengingat berbagai kekhasan daerah sertakondisi sosial dan lingkungan yang sangat berkaitdengan kelestarian hutan dan kepentinganmasyarakat luas yang membutuhkan kemampuanpengelolaan secara khusus, maka pelaksanaanpengelolaan hutan di wilayah tertentu dapatdilimpahkan kepada BUMN yang bergerak di bidangkehutanan, baik berbentuk perusahaan umum(Perum), perusahaan jawatan (Perjan), maupunperusahaan perseroan (Persero), yang pem-binaannya di bawah Menteri.
Dalam Firdaus (2012) menyatakan, menelaah hasil identifikasi terhadap pembagianurusan/kegiatan serta siapa yang berwenang menyelenggarakan urusan tersebut, terdapat urusan/kegiatan yang belum jelas di level mana penyelenggaranya(apakah Pemerintah/Pusat, atau Pemerintah Provinsiatau Pemerintah Kabupaten/Kota). Kegiatan tersebutadalah:
(20)
a. Penyelenggara Tata Hutan (di PP 38/2007 tidak diatur tetapi di PP lain, tugas ini menjadi kewenangan KPH).
b. Penyelenggara Penyusunan Rencana Pengelolaan (di PP/2007 tidak diatur) tetapi di PP lain, tugas ini menjadikewenangan KPH.
c. Penyelenggara pemanfaatan wilayah tertentu (arealdalam kawasan hutan yang tidak/belum dibebani ijinserta oleh menteri pemanfatannya diberikan kepadaKPH).
Persepsi
Persepsi dan perilaku merupakan dua aspek yang mempengaruhi gambaran diri seseorang. Persepsi merupakan pandangan atau konsep yang dimiliki seseorang mengenai suatu hal sedangkan perilaku adalah tindakan aspek dinamis yang muncul dari persepsi tersebut. Menurut Rahmat dalam Sandi (2006) persepsi merupakan pengalaman tentang objek, peristiwa atau hubungan yang diperoleh dengan mengumpulkan informasi dan menafsirkan pesan pada stimulasi indrawi sehingga manusia memperoleh pengetahuan baru.
Menurut Basyuni dalam Sandi (2006) menyatakan bahwa faktor – faktor dalam individu yang menentukan persepsi adalah kecerdasan, emosi, minat, pendidikan, pendapatan dan kapasitas indera. Sedangkan faktor dari luar diri individu yang mempengaruhi persepsi adalah pengaruh kelompok, pengalaman masa lalu dan latar belakang sosial budaya.
Biasanya persepsi yang dimiliki seseorang akan sesuai dengan perilaku yang dimunculkannya. Artinya, apabila seseorang mempunyai persepsi tentang sesuatu yang dinyatakannya baik atau positif maka perilaku yang dimunculkannya juga perilaku positif terhadap sesuatu tersebut. Tetapi adakalanya muncul
(21)
ketidaksesuaian antara persepsi dan perilaku. Seperti yng dikemukakan oleh Brehm dan Kassin tentang Teori Disonansi Kognitif Pandangan Baru yang menguraikan bahwa ketidaksesuaian sikap dan perilaku seseorang diakibatkan oleh kurangnya peran kesadaran dan rasa tanggung jawab personal dalam dirinya. Kebebasan memilih berkaitan dengan keterpaksaan melakukan suatu perilaku. Apabila seseorang dipaksa oleh situasi atau kondisi untuk melakukan perilaku yang tidak sesuai dengan sikapnya maka ia tidak akan merasakan adanya tanggung jawab (Subagyo, 2005).
Menurut Havey dan Smith (dalam Wibowo, 1988; 2.3) menyatakan bahwa persepsi adalah suatu proses untuk membuat penilaian (judgement) atau membangun kesan (impression) mengenai berbagai macam hal yang terdapat di dalam lapangan penginderaan seseorang. Sementara menurut McMahon (dalam Adi, 1994; 105) adalah proses menginterpretasikan rangsang (input) dengan mengguanakan alat penerima informasi (sensory information).
Rakhmat (dalam Erida, 1999; 8) menjelaskan persepsi adalah pengalaman tentang objek, peristiwa atau hubungan – hubungan yang diperoleh dengan menyimpulkan informasi dan menafsirkan pesan pada stimulasi indrawi (sensory Stimuli) sehingga manusia memperoleh pengetahuan baru. Selanjutnya menurut David Krech (dalam Thoha;1998;123) mendifinisikan persepsi dengan lebih rinci yaitu peta kognitif individu bukanlah penyajian potografik dari suatu kenyataan fisi, melainkan agak bersifat konstruksi pribadi yang kurang sempurna mengenai obyek tertentu, diseleksi sesuai dengan kepentingan utamanya dan dipahami menurut kebiasaannya.
(22)
Penggunaan Lahan
Penggunaan lahan merupakan hasil akhir dari setiap bentuk campur tangan kegiatan (intervensi) manusia terhadap lahan di permukaan bumi yang bersifat dinamis dan berfungsi untukmemenuhi kebutuhan hidup baik material maupun spiritual (Arsyad, 1989). Secara umum penggunaan lahan di Indonesia merupakan akibat nyata dari suatu proses yang lama dari adanyainteraksi yang tetap, adanya keseimbangan, serta keadaan dinamis antara aktifitas-aktifitaspenduduk diatas lahan dan keterbatasan-keterbatasan di dalam lingkungan tempat hidup (As-syakur dkk., 2010).
Penggunaan lahan berkaitan erat dengan ketersediaan lahan dan air. Ketersediaan lahan dan air akan menentukan produktivitas sumberdaya yang mampu diproduksi, selain itu juga mampu memberikan data tentang potensi produksinya. Interaksi antara dimensi ruang dan waktu dengan dimensi biofisik dan manusia mengakibatkan terjadinya perubahan penggunaan lahan (Veldkamp and Verburg, 2004).
Perubahan iklim, peningkatan jumlah penduduk, dan proses urbanisasi merupakan penyebab umum yang dianggap sebagai faktor-faktor yang berkontribusi terhadap terjadinya perubahan penggunaan lahan, kompleksitas antara faktor-faktor fisik, biologi, sosial, politik, dan ekonomi yang terajadi dalam dimensi ruang dan waktu pada saat yang bersamaan merupakan penyebab utama proses perubahan penggunaan lahan (Wu et al., 2008).
Perubahan penggunaan lahan adalah bertambahnya suatu penggunaan lahan dari satu sisi penggunaan ke penggunaan yang lainnya diikuti dengan berkurangnya tipe penggunaan lahan yang lain dari suatu waktu ke waktu
(23)
berikutnya, atau berubahnya fungsi suatu lahan pada kurun waktu yang berbeda (Wahyunto dkk., 2001).
Metode Distribusi Kerikil (Pebble Distribution Method)
Kegiatan memberi skor dengan Metode Distribusi Kerikil (Pebble Distribution Method) memperlihatkan bagaimana masyarakat lokal memberi skor kepentingan hutan dibandingkan jenis lahan yang lain secara keseluruhan serta untuk kegunaan tertentu(CIFOR, 2012).
Arsyad (2006) mengelompokkan kedalam dua golongan besar yaitu penggunaan lahan pertanian dan penggunaan lahan bukan pertanian. Penggunaan lahan pertanian yaitu penggunaan lahan tegalan, sawah, kebun, padang rumput, hutan, padang alang-alang, dan sebagainya. Sedangkan penggunaan lahan bukan pertanian yaitu penggunaan lahan kota atau desa (pemukiman), industri, rekreasi, pertambangan, dan sebagainya.
Data yang dikumpulkan dalam Metode Distribusi Kerikil (Pebble Distribution Method) terdiri dari data primer dan data sekunder. Data primer adalah data yang langsung diperoleh dari orang yang ada di lapangan. Data primer dalam penelitian ini diperoleh melalui kuisioner dan wawancara kepada responden (Lisanti, 2006).
(24)
METODOLOGI PENELITIAN
Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi Mandailing Natal dan Wilayah Tertentu KPHP Mandailing Natal yang tertera pada Gambar 5, Kabupaten Mandailing Natal, Provinsi Sumatera Utara pada bulan Juli 2014.
Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuisioner untuk mengumpulkan data primer, kacang-kacangan sebagai bahan utama dalam Pebble Distribution Method, peta KPH, dan dokumen lain yang berkaitan dengan lokasi studi, laporan-laporan hasil penelitian (individu dan lembaga) terdahulu dan berbagai pustaka penunjang sebagai sumber data sekunder untuk melengkapi pengamatan langsung di lapangan.
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah Global Positioning System(GPS) untuk menetukan koordinat batas batas wilayah kerja, perangkat komputer yaitu Microsoft Word 2007untuik penyusunan pelaporan,Statistical Product and Service Solutions(SPSS)untuk mengolah data kuisioner, kamera digital untuk dokumentasi dan visualisasi obyek kegiatan guna kelengkapan pelaporan, kompas, parang, dan alat-alat tulis.
Metode Penelitian
1. Metode Distribusi Kerikil (Pebble Distribution Method)
Untuk mengetahui persepsi masyarakat terhadap keberadaan zona Wilayah Tertentu KPHP Mandailing Natal digunakan Pebble Distribution Method
(25)
(PDM) atau Metode Distribusi Kerikil. Melalui penggunaan PDM masyarakat diminta untuk menentukan fungsi Wilayah Tertentu KPHP Mandailing Natal Sumatera Utara, kemudian akan disimpulkan jenis hutan apa yang cocok, apakah Hutan Lindung (HL), Hutan Produksi (HP) ataupun Hutan Konservasi (HK).
Pemberian skor dengan Metode Distribusi Kerikil atau PDM menunjukkan bagaimana masyarakat lokal memberikan skor untuk mengetahui seberapa penting hutan dibandingkan dengan jenis lahan yang lain baik secara umum maupun untuk nilai-nilai dan kepentingan khusus. Kegiatan pemberian skor ini ditujukan pada laki laki dan perempuan. Pemilihan jenis kelamin ini didasarkan pada perbedaan kepentingan dan kegunaan mereka masing masing. Sehingga mereka memberi nilai skor yang berbeda untuk tipe tipe lahan dan kegunaan yang ada.
Pada setiap pemberian skor atau rata-rata skor dijumlahkan menjadi 100 (seratus) sehingga bisa dipandang sebagai persentase relatif dari seluruh kepentingan yang meliputi berbagai hal. Untuk memudahkannya maka skor disebut sebagai “ tingkat kepentingan”.
Langkah- langkah yang digunakan dalam Metode Distribusi Kerikil adalah: 1. Dikumpulkan responden kunci yang terdiri dari kepala kampung, kepala suku,
tokoh agama dan aparat kampung (masing-masing 1 orang), yang dibagi atas kelompok laki-laki dan perempuan.
2. Fasilitator memperkenalkan setiap kartu berlabel dan bergambar yang mewakili tipe-tipe lahan, dan ditaruh dilantai sehingga dapat dilihat dan dijangkau oleh semua informan.
(26)
3. Setelah diberikan penjelasan dan contoh, para informan kemudian diminta untuk menyebarkan seratus alat penghitung (kacang tanah) diatas kartu-kartu menurut kepentingan masyarakat.
4. Secara berkelompok para informan kemudian diminta untuk menyebarkan seratus kacang di antara kartu-kartu yang sudah ada namanya sesuai dengan nilai kepentingan mereka.
5. Fasilitator tidak campur tangan dalam diskusi tersebut, kecuali jika judul kartu atau arti pemberian skor perlu dijelaskan lagi. Fasilitator akan terlibat untuk menanyakan dan memperoleh tanggapan-tanggapan dari peserta kegiatan PDM tentang alasan yang bisa disampaikan mengenai besar kecilnya skor yang diberikan.
Objek pada metode ini adalah pihak yang terkait dengan pengelolaan KPHP seperti tokoh masyarakat, dan masyarakat lokal yang bertempat tinggal di sekitar wilayah KPH.
Sampel dalam metode ini dipilih secara Purposive Sampling yaitu masyarakat yang tinggal di sekitar kawasan wilayah tertentu KPHP Mandailing Natal. Dikumpulkan 5 responden kunci laki laki dan perempuan yang terdiri dari kepala kampung, kepala suku, tokoh agama dan aparat kampung (masing-masing 1 orang) yang dapat mewakili seluruh penduduk desa. Teknik Purposive Sampling
ini dilakukan karena beberapa pertimbangan, misalnya keterbatasan waktu, tenaga dan dana sehingga tidak dapat mengambil sampel yang besar dan jauh (Arikunto, 2006).
Pengumpulan data dalam metode ini dilakukan dengan wawancara langsung dengan 5 responden kunci yang terbagi atas kelompok laki-laki dan
(27)
perempuan dari masing masing desa untuk membandingkan pendapat dari laki-laki dan perempuan. Pengelompokan ini dimaksudkan untuk mengetahui peran masing-masing jenis kelamin terhadap pemanfaatan lahan.
Analisis data PDM dilakukan dengan metode deskriptif, yaitu penelitian yang mempelajari masalah-masalah dalam masyarakat, serta tata cara yang berlaku dalam masyarakat serta situasi-situasi, termasuk tentang hubungan, kegiatan, sikap, pandangan, serta proses yang sedanng berlangsung dan pengaruh dari suatu fenomena.
Untuk melengkapi data PDM dilakukan juga wawancara kuisioner. Responden contoh kuisioner ditentukan secara acak sederhana sebanyak 30 KK dari jumlah warga untuk wawancara semi struktural yang berpedoman pada daftar pertanyaan (kuisioner) yang telah disiapkan kepada responden. Sampel dalam penelitian ini dipilih secara Purposive Sampling. Teknik ini dilakukan karena beberapa pertimbangan, misalnya keterbatasan waktu, tenaga dan dana sehingga tidak dapat mengambil sampel yang besar dan jauh (Arikunto, 2006).
Pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan cara wawancara bebas dilakukan dengan menggunakan draft isian/pertanyaan dengan masyarakat desa.
Analisis data kuisioner dilakukan dengan menggunakan software SPSS, dengan menginput data masing-masing pertanyaan sehingga menghasilkan data berbentuk persentase dari masing-masing pertanyaan tersebut.
2. Metode Ground Check
Untuk mengetahui potensi zona wilayah tertentu di KPHP Mandailing Natal maka dilakukan metode Ground Checkatau survei langsung.
(28)
Metode Ground Check adalah metode yang dilakukan untuk memastikan obyek atau data yangperlu dibuktikan kebenarannya dengan mengamati dan mengetahui keadaan atau kebenaran sebenarnya di lapangan sehingga sering disebut dengan ground truth.Pengamatan lapang menggunakan metode ground check dimana hanya lokasi sampel saja yang harus diamati.
Langkah- langkah yang digunakan dalam pengamatan ground check adalah sebagai berikut :
1. Penyiapan wilayah kerja (area of interest), yaitu dengan menggunakan peta dasar KPHP Mandailing Natal.
2. Penentuan kriteria unit contoh (sample), ditentukan wilayah kerja yang akan dilakukan survey.
3. Pembuatan jalur jelajah ground check, menentukan dan menandai plot-plot yang dijadikan sebagai petak contoh penelitian.
4. Pengambilan data lapang, menandai titik awal pemetaan, mencatat koordinat. Data koordinat yang tampak pada GPS tersebut kemudian diterapkan pada peta kerja untuk menentukan posisi pada peta. dicatat potensi sumber daya alam yang dominan, jenis spesies, jumlah, dan ketinggian yang ada di kawasan tersebut .
Objek penelitian pada metode ini adalah wilayah hutan yang menjadi wilayah tertentu Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi Mandailing Natal sebagai lokasi pengamatan.
Sampel dalam metode ini dipilih secara Purposive Samplingyaitu pengambilan sampel berdasarkan tujuan sesuai dengan persyaratan sampel yang diperlukan. Pengamatan ground check menggunakan unit contoh (sample) sebagai
(29)
unit pengamatan yang dipilih dari peta primer KPHP Mandailing Natal, dalam penelitian ini adalah blok wilayah tertentu berdasarkan peta primer KPHP Mandailing Natal. Teknik Purposive Sampling ini dilakukan karena beberapa pertimbangan, misalnya keterbatasan waktu, tenaga dan dana sehingga tidak dapat mengambil sampel yang besar dan jauh (Arikunto, 2006).
Data hasil kegiatan survey lapangan/ground check yang telah dikumpulkan, dihitung Frekuensi (F), frekuensi relatif (FR), kerapatan (K) dan kerapatan relatif (KR) untuk mengetahui jenis tanaman yang paling dominan dengan rumus:
1. Kerapatan (K) =
contoh petak Luas
Individu
∑
2. Kerapatan Relatif (KR) =
3. Frekuensi (F) =
4. Frekuensi Relatif (FR) =
Selanjutnya data disajikan dalam bentuk tabel, dan disimpulkan untuk mendapatkan jawaban fungsi hutan serta izin usaha yang cocok dengan kawasan tertentu tersebut dengan menilai seluruh aspek dan potensi sumber daya alam yang ada. % 100 jenis seluruh K total jenis suatu
K ×
∑
∑
contoh petak sub seluruh spesies suatu ditemukan petak sub % 100 jenis seluruh total F jenis suatu F ×(30)
Tabel 1. Matriks metodologi yang digunakan dalam penelitian
No Tujuan Penelitian Data Kunci Sumber dan Hasil yang Metode diharapkan
1 Menganalisis Observasi lang- - Observasi Diperoleh jenis zona wilayah sung dengan meng- - Survey hutan yang sesuai tertentu KPHP gunakan metode gr- lapangan untuk zona wilayah Mandailing Natal ound check (survey tertentu KPHP Mand berdasarkan rencana lapangan), dengan ailing Natal pengelolaan hutan. menilai seluruh po-
tensi SDA yang ada.
2 Mengetahui Persepsi Manfaat ekonomi -Wawancara Diperoleh masyarakat mengenai dan sosial yang -Diskusi masi mengenai per Wilayah Tertentu diperoleh dengan -Dokumentasi sepsi masyarakat KPHP dan manfaatnya adanya KPHP, per- -Kuisioner terhadap KPHP dan bagi masyarakat sepsi untuk kawa manfaatnya bagi
san, pengelolaan masyarakat dan staf
3 Mengetahui tingkat Masyarakat laki- -Wawancara Diperoleh skoring kepentingan penggu- laki dan perempu- -Diskusi tipe lahan berdasar
naan lahan an -Dokumentasi penggunaanya ber-
dasarkan kelompok laki-laki dan perem- puan
(31)
HASIL DAN PEMBAHASAN
Persepsi Masyarakat Mengenai Tingkat Kepentingan Dari Tipe-Tipe Penggunaan Lahan Wilayah Tertentu KPHP Mandailing Natal.
Data hasil Pebble Distribution Method(PDM) berdasarkan kategori penggunaan lahan kelompok laki-laki dan perempuan di Desa Guo Batu dapat dilihat pada Tabel 2 dan Tabel 3.
Tabel 2. Matrik tipe lahan berdasarkan kategori penggunaan lahan kelompok laki-laki di Desa Guo Batu
Kategori penggunaan lahan Tipe lahan Se mua M ak an an O ba t-ob at an B a ha n ba ng una n P e r al at an /P e r k ak as K ayu b ak ar A ny a ma n K e r a nj a ng H ias an ad at /r it u al B e nda y a ng bi sa di jua l R ek rea si M as a d e p an T o ta l k e r ik il
PLTA 5 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 5
Tambak ikan 1 0 0 0 0 0 0 0 0 10 0 11
Sawah 1 70 20 0 0 0 0 0 10 0 30 131
Ladang 10 0 60 0 0 0 20 0 20 0 20 130
Pertambangan 20 5 0 0 0 0 0 0 30 0 10 65
Sungai 1 0 0 40 0 0 0 0 0 10 0 51
Kebun 60 25 20 60 100 100 80 100 40 0 40 625
Wisata/Air Terjun 2 0 0 0 0 0 0 0 0 80 0 82
Total 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 1100
Tabel 3. Matrik tipe lahan berdasarkan kategori penggunaan lahan kelompok perempuan di Desa Guo Batu
Kategori
/ penggunaan lahan Tipe lahan Se mua M ak an an O ba t-ob at an B a ha n ba ng una n P e r al at an /P e r k ak as K ayu b ak ar A ny a ma n K e r a nj a ng H ias an ad at /r it u al B e nda y a ng bi sa di jua l R ek rea si M as a d e p an T o ta l k e r ik il
Sawit 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1
Sawah 20 60 30 0 0 0 15 0 0 0 50 175
Ladang 0 15 20 0 0 0 40 0 30 0 0 104
PLTA 60 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 60
(32)
Wisata 0 0 0 0 0 0 0 0 0 100 0 100
Pertambangan 0 5 0 0 80 0 0 0 20 0 0 105
Total 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 1100
Bagi kelompok laki-laki kebun memiliki nilai kategori guna paling tinggi. Dapat kita lihat dari total kerikil yang diberikan yaitu 625 kerikil, begitu juga dengan kelompok perempuan dengan jumlah kerikil 555 kerikil. Hal ini disebabkan karena masyarakat memandang kebun sebagai tempat untuk memenuhi semua kebutuhan dan mendapatkan semua keperluan. Umumnya masyarakat Guo Batu bergantung kepada kebun karet atau coklat mereka dan memandang kebun sebagai hal utama yang diprioritaskan selain sawah (padi).
Salah satu faktor pola pikir masyarakat Guo Batu tetap memandang kebun terutama karet sebagai mata pencaharian pokok karena lahan karet diwariskan secara turun temurun dan berlanjut hingga kini. Hal ini disebabkan karena minimnya Sumber Daya Manusia (SDM) di desa Guo Batu yang menyebabkan masyarakat tidak mempunyai keahlian lain. Pada dasarnya masyarakat menganggap kebun memiliki nilai masa depan baik secara sosial, ekonomi maupun lingkungan. Dari hasil kebun dijual secara langsung ke agen, kemudian hasil penjualan akan digunakan masyarakat untuk mencukupi kebutuhan sehari-hari.
Kemudian pada urutan kedua bagi kelompok laki laki dan perempuan adalah sawah, dilihat dari skor yang diberikan sebanyak 131 kerikil dari kelompok laki-laki dan 175 kerikil dari kelompok perempuan. Hal ini disebabkan karena sawah merupakan salah satu sumber mata pencaharian utama masyarakat Guo Batu selain berkebun. Dari sawah diperoleh makanan pokok berupa padi yang
(33)
dikonsumsi sendiri oleh masyarakat Guo Batu. Hal itu membuat ketergantungan masyarakat Guo Batu terhadap sawah cukup tinggi.
Pada urutan ketiga bagi kelompok laki-laki adalah ladang, dilihat dari skor yang diberikan sebanyak 130 kerikil. Namun bagi kelompok perempuan ladang juga dianggap penting dengan 104 kerikil, tetapi berada pada urutan keempat setelah pertambangan. Meskipun demikian, pada dasarnya dari ladang banyak diperoleh sumber-sumber kehidupan yang diperlukan dalam kehidupan hari, seperti jagung. Dari ladang dapat diambil hasilnya untuk keperluan sehari-hari.
Pertambangan secara umum termasuk tipe lahan yang cukup penting bagi masyarakat dengan skor sebanyak 65 kerikil menempati urutan kelima dari kelompok laki-laki dan menempati urutan ketiga dengan 105 kerikil dari kelompok perempuan. Masyarakat desa Guo Batu menganggap lahan di kawasan hutan khususnya wilayah tertentu memiliki potensi pertambangan emas yang tinggi, hal ini dapat dilihat dari pekerjaan tambahan kaum remaja desa yaitu menambang emas, dan menganggap pekerjaan ini cukup menjanjikan bagi mereka. Di sekitar kawasan wilayah tertentu juga terdapat perusahaan pertambangan emas bernama PT. Sorik Mas Mining yang sekarang sudah tidak aktif, dan menunjukkan bahwa terdapat potensi emas yang besar di kawasan wilayah tertentu KPHP Mandailing Natal. Hal ini sesuai dengan BPP (Badan Pusat dan Pengembangan) (2009) yang menyatakan bahwa hutan lindung yang berada di kawasan Pantai Barat umumnya bersifat logam antara lain emas, besi, perak, seng, tembaga, timah, sedangkan di kawasan pantai timur umumnya non logam, sebagian berupa logam.
(34)
Rangkuman tipe lahan berdasarkan kategori penggunaan :
a. Makanan, kebutuhan bahan makanan lebih banyak diperoleh di sawah, ladang, dan kebun. Sawah, ladang dan kebun dijadikan tempat menanam dan berkebun padi, coklat, jagung untuk kebutuhan sehari-hari masyarakat. Sementara masyarakat menganggap sungai bukan merupakan tempat mencari makanan seperti ikan karena ada beberapa pantangan yang melarang.
b. Obat-obatan, kebutuhan obat-obatan masyarakat berasal dari ladang dan kebun. Alasan kemudahan dan kepraktisan menjadi bahan pertimbangan bagi masyarakat untuk menjadikan ladang dan kebun sebagai tempat mendapatkan obat-obatan, karena mereka memanfaatkan tanaman obat seperti daun, kunyit, kayu manis dan tanaman jalar seiring dengan kegiatan berkebun dan berladang. Sementara dari sawah, masih diperoleh tumbuhan obat yaitu dari alang-alang yang tumbuh dari sawah yang mengering. Alang-alang berguna sebagai obat panas dalam dan sariawan. c. Bahan bangunan, secara dominan didapatkan dari kebun, terutama kayu
sebagai bahan utama dalam pembuatan gubuk atau pondok tempat istirahat dan rumah di desa Guo Batu yang didominasi oleh rumah panggung. Sedangkan sungai menjadi sumber bahan baku berupa pasir dan batu ketika akan membuat rumah semi permanen.
d. Peralatan dan perkakas, masyarakat beranggapan bahwa bahan peralatan atau perkakas banyak diperoleh masyarakat dari kebun dan pertambangan, yang dimanfaatkan dari kebun yaitu dari batang kayu karet yang dipakai untuk gagang cangkul, gagang parang, gagang sabit dan lesung padi.
(35)
Sementara dari pertambangan masyarakat memanfaatkan tanah liat untuk perabot rumah tangga.
e. Kayu Bakar, masyarakat beranggapan bahwa kayu bakar dapat diperoleh masyarakat dari kebun. Dari kebun dapat diperoleh berbagai jenis kayu yang bisa dijadikan kayu bakar, dengan memanfaatkan ranting pohon dan pohon pohon yang telah mati atau tumbang. Masyarakat di desa Guo Batu memanfaatkan kayu bakar untuk memasak.
f. Anyaman atau tali-talian, bahan anyaman untuk tepas atau keranjang berupa daun kelapa, rotan dan bambu banyak diperoleh dari kebun, ladang, dan sawah. Masyarakat desa Guo Batu memanfaatkan daun kelapa untuk dijadikan anyaman yang multifungsi, seperti ayakan dan atap rumah.
g. Hiasan adat atau ritual, diperoleh dari kebun. Hiasan adat untuk pernikahan dan acara adat rumah baru yang akan ditempati menggunakan hiasan-hiasan yang berasal dari kebun.
h. Benda yang bisa dijual, masyarakat menganggap benda yang bisa dijual berasal dari kebun, pertambangan, sawah dan ladang. Getah karet merupakan produk utama yang dianggap masyarakat bersifat komersil selain profesi mereka yang mayoritas menambang emas (dompeng) dan bertani. Selain itu, dari kebun juga dihasilkan durian, manggis, kayu manis, pisang yang bersifat komersil. Sementara dari ladang, masyarakat menanam petai yang juga memiliki nilai jual di pasaran.
i. Rekreasi, masyarakat menganggap bahwa tempat rekreasi yang paling utama adalah air terjun, yang mempunyai potensi wisata menjanjikan dan
(36)
dapat menjadi objek wisata yang banyak diminati pengunjung dari luar desa atau kota apabila dikelola dengan baik. Sungai dan tambak ikan juga dianggap masyarakat sebagai objek wisata yang cukup diminati. Sungai sebagai tempat pemandian dan tambak dianggap masyarakat sebagai tempat memancing dan menangkap ikan.
j. Masa depan, masyarakat memandang kebun, sawah, ladang, dan tambang memiliki nilai masa depan yang tinggi. Terutama sawah dan perkebunan karet yang dianggap sebagai penghasilan utama oleh masyarakat desa Guo Batu. Dari kelompok laki-laki memandang kebun, sawah, ladang dan aktivitas tambang mereka mempunyai nilai masa depan yang cukup menjanjikan. Sedangkan bagi kelompok perempuan menilai hanya sawah dan kebun sebagai aspek yang memiliki masa depan, pertambangan tidak termasuk karena kelompok perempuan tidak terlibat dalam aktivitas menambang (dompeng).
Untuk memperjelas hasil dari kegiatan skoring dari tipe-tipe penggunaan lahan, maka akan ditampilkan pada Gambar 1. Gambar tersebut menunjukkan nilai rata-rata kepentingan dari setiap tipe lahan berdasarkan responden yang terdiri dari kelompok laki-laki dan kelompok perempuan. Mereka diminta untuk menilai semua kategori kegunaan tipe-tipe lahan tesebut secara keseluruhan.
(37)
Gambar 1. Nilai kepentingan secara keseluruhan dari berbagai tipe lahan (nilai rata-rata dalam bentuk persen (%) dari kelompok laki-laki dan kelompok perempuan)
di Desa Guo Batu.
Pada Gambar 1 dapat dilihat secara keseluruhan bahwa kebun merupakan tipe lahan terpenting untuk masyarakat di Desa Guo Batu dengan kelompok laki-laki yang menginginkan kebun dengan skor sebesar 56,68% dan kelompok perempuan yang menginginkan kebun dengan skor 50,45%. Pada Gambar 2 dapat dilihat secara keseluruhan bahwa kebun merupakan tipe lahan terpenting untuk masyarakat Desa Simanguntong dengan kelompok laki-laki yang menginginkan kebun dengan skor 62,5% dan kelompok perempuan yang menginginkan kebun dengan skor sebesar 49,5%. Masyarakat desa dapat memanfaatkan hasil kebun yang didominasi kebun karet sebagai sumber penghasilan utama.
Pada masyarakat Desa Guo Batu kelompok perempuan yang menginginkan sawit dengan skor sebesar 0,09% dan wisata dengan skor sebesar 9%, namun kelompok laki-laki tidak menginginkan sawit dan wisata karena sebagian besar pada wilayah KPHP Mandailing Natal berada pada ketinggian >500 mdpl, kelompok laki-laki mengerti bahwa sawit tidak dapat tumbuh dengan
(38)
optimal pada ketinggian >500 mdpl. Hal ini sesuai dengan pernyataan Lubis (1992) yaitu kelapa sawit dapat tumbuh dengan baik pada daerah tropika basah di sekitar lintang utara dan lintang selatan 12° pada ketinggian 0-500 m dari permukaan laut (mdpl). Jumlah curah hujan yang baik adalah 2000-2500 mm/tahun, tidak memiliki defisit air, hujan agak merata sepanjang tahun. Kebutuhan efektif akan curah hujan hanya 1300-1500 mm.
Sedangkan data hasil Pebble Distribution Method(PDM) berdasarkan kategori penggunaan lahan kelompok laki-laki dan perempuan di Desa Simanguntong dapat dilihat pada Tabel 4 dan Tabel 5.
Tabel 4. Matrik tipe lahan berdasarkan kategori penggunaan lahan kelompok laki-laki di Desa Simanguntong
Kategori penggunaan lahan Tipe lahan Se mua M ak an an O ba t-ob at an B a ha n ba ng una n P e r al at an /P e r k ak as K ayu b ak ar A ny a ma n K e r a nj a ng H ias an ad at /r it u al B e nda y a ng bi sa di jua l R ek rea si M as a d e p an T o ta l k e r ik il
Kopi 2 0 0 0 0 0 0 0 10 12 0 24
Wisata 5 0 0 0 0 0 0 0 0 88 10 103
Pertambangan 5 0 0 40 0 0 0 0 13 0 20 78
Sawit 1 0 0 15 0 0 0 0 17 0 0 33
Kebun 80 5 80 45 100 100 100 100 18 0 60 688
Sawah 5 74 0 0 0 0 0 0 10 0 10 99
Aren 0 5 0 0 0 0 0 0 8 0 0 13
Palawija 3 16 20 0 0 0 0 0 24 0 0 63
(39)
Tabel 5. Matrik tipe lahan berdasarkan kategori penggunaan lahan kelompok perempuan di Desa Simanguntong
Kategori
/ penggunaan lahan Tipe lahan Se mua M ak an an O ba t-ob at an B a ha n ba ng una n P e r al at an /P e r k ak as K ayu b ak ar A ny a ma n K e r a nj a ng H ias an ad at /r it u al B e nda y a ng bi sa di jua l R ek rea si M as a d e p an T o ta l k e r ik il
Ladang 5 12 20 0 30 30 20 45 0 0 20 182
Sawah 2 13 30 0 0 0 0 0 0 0 10 55
Kebun 40 45 50 100 70 70 40 55 45 0 30 545
Pertambangan 3 25 0 0 0 0 0 0 45 0 0 73
Sawit 45 5 0 0 0 0 40 0 0 0 30 120
Wisata 5 0 0 0 0 0 0 0 10 100 10 125
Total 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 1100
Dari tabel dapat dilihat bahwa kelompok laki-laki desa Simanguntong, kebun memiliki nilai kategori guna paling tinggi dengan total kerikil yaitu 688 kerikil, begitu juga dengan kelompok perempuan dengan jumlah kerikil 545 kerikil. Hal ini disebabkan karena masyarakat memandang kebun sebagai tempat untuk memenuhi semua kebutuhan dan mendapatkan semua keperluan. Sebagian besar masyarakat desa Simanguntong bergantung kepada kebun karet memandang kebun sebagai hal utama yang diprioritaskan selain sawah (padi) dan tambang emas (dompeng).
Masyarakat desa Simanguntong memandang kebun terutama karet sebagai mata pencaharian pokok karena minimnya Sumber Daya Manusia (SDM) yang menyebabkan masyarakat tidak mempunyai keahlian lain selain berkebun dan manambang emas dan berwirausaha seperti membuka kedai. Masyarakat Simanguntong juga menganggap kebun memiliki nilai masa depan baik secara sosial, ekonomi maupun lingkungan.
(40)
Kemudian pada urutan kedua bagi kelompok laki laki dan perempuan adalah wisata, dilihat dari skor yang diberikan sebanyak 103 kerikil .Namun bagi kelompok perempuan ladang juga dianggap penting dengan 125 kerikil dan berada pada urutan ketiga. Hal ini disebabkan karena masyarakat di desa Simanguntong menganggap potensi wisata air terjun di wilayah tertentu memiliki potensi yang cukup menjanjikan dan menambah peluang tenaga kerja.
Pada urutan ketiga bagi kelompok laki-laki adalah sawah, dilihat dari skor yang diberikan sebanyak 99 kerikil. Namun bagi kelompok perempuan ladang juga dianggap cukup penting dengan 55 kerikil, tetapi berada pada urutan keempat setelah pertambangan. Meskipun demikian, dari sawah diperoleh makanan pokok berupa padi yang dikonsumsi sendiri oleh masyarakat desa Simanguntong. Hal itu membuat ketergantungan masyarakat Simanguntong terhadap sawah cukup tinggi. Di urutan keempat, kelompok laki-laki menganggap pertambangan secara umum termasuk tipe lahan yang cukup penting bagi masyarakat dengan skor sebanyak 78 kerikil menempati urutan keempat, hal ini disebabkan profesi sampingan masyarakat laki-laki yaitu menambang dengan cara tradisional dan tidak mengacu kepada prosedur keselamatan dan kesehatan kerja, hal ini sesuai dengan BPP (2009) yang menyatakan bahwa untuk pengembangan bahan galian industri dapat dilaksanakan dengan teknologi yang paling sederhana sampai dengan teknologi tinggi dengan resiko usaha yang relatif rendah. Pada umumnya usaha pertambangan bahan galian tersebut dikembangkan dengan teknologi tradisional dan sederhana yang kerapkali tidak diperhitungkan masalah keamanan teknik penambangannya maupun dampak lingkungannya. Namun pertambangan menempati urutan kelima dari kelompok perempuan dengan 73 kerikil. Hal ini
(41)
desebabkan kelompok perempuan tidak terlibat langsung dalan kegiatan pertambangan di desa Simanguntong, karena kegiatan pertambangan hanya dilakukan oleh kelompok laki-laki.
Sawit secara umum termasuk tipe lahan yang cukup penting bagi masyarakat dengan skor sebanyak 33 kerikil menempati urutan keenam dari kelompok laki-laki dan menempati urutan keempat dengan 120 kerikil dari kelompok perempuan. Masyarakat desa Simanguntong menganggap sebagian lahan di kawasan hutan khususnya wilayah tertentu memiliki potensi sawit yang cukup, hal ini disebabkan karena survey yang dilakukan oleh Bupati Mandailing Natal yang berencana untuk mengkonversi lahan di sekitar wilayah tertentu menjadi lahan sawit. Namun dilihat dari ketinggian, hanya sebagian wilayah tertentu saja yang dapat ditanami sawit. Hal ini karena sebagian besar kawasan wilayah tertentu memiliki ketinggian diatas 500 mdpl.
Rangkuman tipe lahan berdasarkan kategori penggunaan :
a. Makanan, kebutuhan bahan makanan lebih banyak diperoleh di sawah, ladang, palawija dan kebun. Sawah dijadikan tempat menanam dan berkebun padi, sementara palawija digunakan masyarakat untuk menanam jagung, tomat, timun, dan kacang panjang, kebun untuk menanam coklat untuk kebutuhan sehari-hari masyarakat. Sementara masyarakat menganggap tempat wisata bukan merupakan tempat mencari makanan karena ada beberapa pantangan yang melarang.
b. Obat-obatan, kebutuhan obat-obatan masyarakat berasal dari ladang dan kebun dan sawah. Dari sawah, masih diperoleh tumbuhan obat yaitu dari alang-alang yang tumbuh dari sawah yang mengering, alang-alang
(42)
berguna sebagai obat panas dalam dan sariawan. Alasan kemudahan dan kepraktisan menjadi bahan pertimbangan bagi masyarakat untuk menjadikan ladang dan kebun sebagai tempat mendapatkan obat-obatan, karena mereka memanfaatkan tanaman obat seperti daun, kunyit seiring dengan kegiatan berkebun dan berladang.
c. Bahan bangunan, secara dominan didapatkan dari kebun, terutama kayu sebagai bahan utama dalam pembuatan gubuk atau pondok tempat istirahat dan rumah di desa Guo Batu yang didominasi oleh rumah panggung. Sedangkan pertambangan menjadi sumber bahan baku berupa pasir dan batu ketika akan membuat rumah semi permanen. Sementara dari sawit, masyarakat menganggap daunnya yang mengering berpotensi untuk dijadikan tepas sebagai atap rumah pengganti seng.
d. Peralatan dan perkakas, masyarakat beranggapan bahwa bahan peralatan atau perkakas banyak diperoleh masyarakat dari ladang dan kebun dimanfaatkan dari kebun yaitu dari batang kayu karet yang dipakai untuk gagang cangkul , gagang parang, kursi, tongkat dan lesung padi. Sementara dari ladang masyarakat memanfaatkan sekam untuk dijadikan abu gosok sebagai pembersih alat-alat masak.
e. Kayu Bakar, masyarakat beranggapan bahwa kayu bakar dapat diperoleh masyarakat dari kebun dan ladang. Dari kebun dapat diperoleh berbagai jenis kayu yang bisa dijadikan kayu bakar, dengan memanfaatkan ranting pohon dan pohon pohon yang telah mati atau tumbang. Sementara dari ladang masyarakat desa Simanguntong memanfaatkan jerami sebagai penyulut api.
(43)
f. Anyaman atau tali-talian, bahan anyaman untuk tepas atau keranjang berupa rotan dan bambu banyak diperoleh dari kebun, ladang, dan sawit. g. Hiasan adat atau ritual, diperoleh dari kebun dan ladang. Hiasan adat
untuk pernikahan menggunakan hiasan-hiasan yang berasal dari kebun. h. Benda yang bisa dijual, masyarakat menganggap benda yang bisa dijual
paling besar berasal dari palawija dan kebun, getah karet merupakan produk utama yang dianggap masyarakat bersifat komersil selain durian, manggis dan rambutan. Sementara tanaman palawija seperti jagung, kacang panjang dan timun dianggap sebagai penghasilan tambahan mereka yang berprofesi sebagai petani. Kemudian pertambangan, seiring dengan profesi mayoritas laki-laki di desa Simanguntong mereka yang mayoritas menambang emas (dompeng). Sementara dari sawit, masyarakat menganggap sawit mempunyai potensi yang cukup menghasilkan apabila dijadikan tanaman di wilayah tertentu.
i. Rekreasi, masyarakat menganggap bahwa tempat rekreasi yang paling utama nantinya adalah tempat wisata, yang banyak diminati pengunjung dari luar desa atau kota apabila dikelola dengan baik. Kebun kopi juga dianggap masyarakat sebagai objek wisata yang cukup berpotensi.
j. Masa depan, masyarakat memandang kebun, wisata, sawah, tambang dan ladang memiliki nilai masa depan yang tinggi dan menjanjikan. Terutama sawah dan perkebunan karet yang dianggap sebagai penghasilan utama oleh masyarakat desa Simanguntong. Dari kelompok laki-laki memandang wisata, kebun, sawah dan aktivitas tambang mereka mempunyai nilai masa depan yang cukup menjanjikan. Sedangkan bagi kelompok perempuan
(44)
menilai hanya wisata, ladang, sawah dan kebun sebagai aspek yang memiliki masa depan, pertambangan tidak termasuk karena kelompok perempuan tidak terlibat dalam aktivitas menambang (dompeng) di desa Simanguntong, hanya kelompok laki-laki yang terlibat langsung dalam profesi pertambangan.
Untuk memperjelas hasil dari kegiatan skoring dari tipe-tipe penggunaan lahan, maka akan ditampilkan pada Gambar 2. Gambar tersebut menunjukkan nilai rata-rata kepentingan dari setiap tipe lahan berdasarkan responden yang terdiri dari kelompok laki-laki dan kelompok perempuan. Mereka diminta untuk menilai semua kategori kegunaan tipe-tipe lahan tesebut secara keseluruhan.
Gambar 2. Nilai kepentingan secara keseluruhan dari berbagai tipe lahan (nilai rata-rata dalam bentuk persen (%) dari kelompok laki-laki dan kelompok perempuan)
di Desa Simanguntong.
Pada Gambar 2 masyarakat Desa Simanguntong kelompok perempuan yang menginginkan ladang dengan skor sebesar 16,5%, namun kelompok laki-laki tidak menginginkan ladang. Sebaliknya kelompok laki-laki pada Desa Guo Batu
(45)
dan 4,6% dan air terjun dengan skor sebesar 7,4%, namun kelompok perempuan tidak menginginkan tambak ikan, sungai dan air terjun. Kelompok laki-laki masyarakat Desa Simanguntong menginginkan kopi dengan skor sebesar 2,1%, aren dengan skor sebesar dan 1,1% dan air palawija dengan skor sebesar 5,7%, namun kelompok perempuan tidak menginginkan kopi, aren, dan palawija.
Persepsi masyarakat yang ada di desa Guo Batu dan desa Simanguntong tidak begitu jauh berbeda. Karena latar belakang budaya yang sama dan jarak tempuh desa yang tidak terlalu jauh. Hal ini sesuai Sandi (2006) yang menyatakan bahwa faktor-faktor dalam individu yang menentukan persepsi adalah kecerdasan, emosi, minat, pendidikan, pendapatan, dan kapasitas indra. Sedangkan faktor dari luar diri individu yang mempengaruhi persepsi adalah pengaruh kelompok, pengalaman masa lalu, dan latar belakang budaya. Perilaku itu sendiri merupakan reaksi yang dapat bersifat sederhana maupun bersifat kompleks.
Hasil Metode Distribusi Kerikil menunjukkan bahwa di desa Guo Batu terdapat 8 (delapan) tipe lahan berdasarkan kelompok laki-laki dan terdapat 7 (tujuh) tipe lahan berdasarkan kelompok perempuan, sementara di Desa Simanguntong terdapat 8 (delapan) tipe lahan berdasarkan kelompok laki-laki dan terdapat 6 (enam) tipe lahan berdasarkan kelompok perempuan yang diperbandingkan kepentingannya terhadap 11 (sebelas) kategori kegunaan. Kebun merupakan tipe lahan tertinggi dari kedua desa tersebut dengan persentase 56,8% untuk kelompok laki-laki dan 50,45% untuk kelompok perempuan di Desa Guo Batu, sementara di Desa Simanguntong kebun memiliki persentase 62,5% untuk kelompok laki-laki dan 49,5% untuk kelompok perempuan. Hal ini juga dibuktikan dengan hasil analisis kuisioner yang menunjukkan bahwa masyarakat
(46)
Guo Batu dan Simanguntong juga memilih kebun sebagai lahan yang paling banyak dipilih untuk diterapkan dalam wilayah tertentu. Hal ini dapat dilihat pada grafik berikut :
Gambar 3. Perbedaan persepsi masyarakat Desa Guo Batu dan Desa Simanguntongterhadap lahan yang cocok diterapkan dalam wilayah tertentu KPHP Mandailing Natal.
Analisis kuisioner menunjukkan bahwa terdapat perbedaan persepsimasyarakat Desa Guo Batu dan Desa Simanguntong terhadap lahan yang cocok diterapkan dalam wilayah tertentu KPHP Mandailing Natal.Pada Desa Guo Batu terdapat 6,7% responden yang memilih sawit sebagai lahan yang cocok diterapkan dalam wilayah tertentu, sawah 3,3%, perkebunan 65% dan lahan pertanian 25%. Sementara pada Desa Simanguntong terdapat 33,3% responden yang memilih sawit sebagai lahan yang cocok diterapkan dalam wilayah tertentu, perkebunan 53,3% dan lahan pertanian 13,3%.
Hal ini juga membuktikan bahwa menurut persepsi masyarakat zona wilayah tertentu lebih cocok sebagai hutan produksi dibandingkan hutan lindung atau konservasi. Hal ini dapat dilihat pada grafik hasil analisis kuisioner berikut:
(47)
Gambar 4. Perbedaan persepsi masyarakat Desa Guo Batu dan Desa Simanguntongterhadapjenis hutan yang cocok diterapkan dalam wilayah tertentu KPHP Mandailing Natal.
Dari gambar dapat dilihat bahwa pada Desa Guo Batu terdapat 85,00% responden yang memilih hutan produksi sebagai jenis hutan yang cocok diterapkan dalam wilayah tertentu, hutan lindung 15,00%, hutan alam dan konservasi 0%. Sementara pada Desa Simanguntong terdapat 76,70% responden yang memilih hutan produksi sebagai jenis hutan yang cocok diterapkan dalam wilayah tertentu, hutan lindung 11,70%, hutan alam dan konservasi 0 %. Maka dapat disimpulkan bahwa berdasarkan persepsi masyarakat, hutan produksi merupakan jenis hutan yang cocok diterapkan dalam wilayah.
(48)
Data Wilayah Tertentu KPHP Mandailing Natal
Metode ground checkyang dilakukan adalah dengan trackingsepanjang 100m dengan membagi 10 m setiap plot, sehingga didapat 10 plot sebagai berikut.
Gambar 5. Layout Peta Lokasi Wilayah Tertentu
(49)
Gambar 7. Layout metode ground check skala 1 : 10.000
Tabel 6. Data Hasil Metode Ground Check
No.
Plot Nama Spesies Jumlah
Ketinggian
(mdpl) Koordinat
Plot 1 Rotan Cacing (Calamus melanoloma) 11 533 N 00°45'01.5"
Rotan Jernang Besar (Daemonorops draco) 16 E 099°18'55.1"
Meranti Merah (Shorea leprosula) 13 Meranti Kuning (Shorea macroptera) 10
Plot 2 Rotan Cacing (Calamus melanoloma) 3 541 N 00°45'02.3"
Rotan Jernang Besar (Daemonorops draco) 2 E 099°18'55.2"
Meranti Merah (Shorea leprosula) 7 Meranti Kuning (Shorea macroptera) 12
Plot 3 Pasak bumi (Eurycoma longifolia) 1 548 N 00°45'02.6"
Meranti Merah (Shorea leprosula) 11 E 099°18'55.2"
Plot 4 Rotan Jernang Besar (Daemonorops draco) 3 557 N 00°45'03.4"
Meranti Merah (Shorea leprosula) 5 E 099°18'55.2"
Meranti Kuning (Shorea macroptera) 4
Plot 5 Meranti Merah (Shorea leprosula) 9 566 N 00°45'04.1"
E 099°18'55.4"
Plot 6 Meranti Merah (Shorea leprosula) 9 573 N 00°45'05.2"
Meranti Kuning (Shorea macroptera) 7 E 099°18'55.8"
Plot 7 Meranti Merah (Shorea leprosula) 11 589 N 00°45'06.1"
E 099°18'56.0"
Plot 8 Meranti Merah (Shorea leprosula) 15 599 N 00°45'07.0"
Meranti Kuning (Shorea macroptera) 8 E 099°18'56.1"
Plot 9 Meranti Merah (Shorea leprosula) 18 610 N 00°45'07.4"
E 099°18'56.5"
Plot10 Meranti Merah (Shorea leprosula) 13 617 N 00°45'08.1"
(50)
Tabel 7. Data Hasil Analisis Kerapatan dan Frekuensi Metode Ground Check
No Nama Species Jumlah Jumlah
Plot K
KR
(%) F
FR (%)
1 Rotan Cacing
(Calamus melanoloma) 14 2 0.14 7.44 0.2 9.52 2 Rotan Jernang Besar
(Daemonorops draco) 21 3 0.21 11.17 0.3 14.28 3 Meranti Merah
(Shorea leprosula) 111 10 1.11 59.04 1 47.61 4 Meranti Kuning
(Shorea macroptera) 41 5 0.41 21.8 0.5 23.8 5 Pasak bumi
(Eurycoma longifolia) 1 1 0.01 0.53 0.1 4.76
Total 188 21 1.88 100 2.1 100
Dari tabel dapat dilihat bahwa tanaman yang mendominasi di wilayah tertentu KPHP Mandailing Natal adalah jenis meranti yaitu meranti merah (Shorea leprosula) dengan frekuensi relatif (FR) 47,61% dan meranti kuning (Shorea macroptera) dengan frekuensi relatif (FR) 23,8%. Sementara pasak bumi
(Eurycoma longifolia) dan rotan cacing(Calamus melanoloma) memiliki frekuensi relatif (FR) paling rendah yaitu 4,76% untuk pasak bumi dan 9,52% untuk rotan cacing. Rata-rata ketinggian zona wilayah tertentu memiliki ketinggian 600 mdpl. Hal ini sesuai dengan Al Rasyid, dkk (1991) yang menyatakan bahwa sebagian besar jenis-jenis Dipterocarpaceae tumbuh baik pada ketinggian 0-800 mdpl dengan musim kemarau yang pendek dan pada ketinggian diatas 800 mdpl sangat sedikit jumlahnya. Hal ini sesuai dengan hasil kuisioner yang membuktikan bahwa berdasarkan persepsi masyarakat meranti merupakan potensi paling menjanjikan di wilayah tertentu KPHP Mandailing Natal. Hal ini dapat dilihat pada diagram hasil kuisioner berikut:
(51)
Gambar 8. Perbedaan persepsi masyarakat Desa Guo Batu dan Desa Simanguntongterhadap potensi tertinggi yang terdapat dalam wilayah tertentu KPHP Mandailing Natal.
Dari gambar dapat dilihat bahwa pada Desa Guo Batu terdapat 26,70% responden yang memilih rotan sebagai potensi tertinggi dalam wilayah tertentu, meranti 58,30%, dan tambang emas 15%. Sementara pada Desa Simanguntong terdapat 26,70% responden yang memilih rotan sebagai potensi tertinggi dalam wilayah tertentu, meranti 36,70%, dan tambang emas 36,70%. Maka dapat disimpulkan bahwa berdasarkan persepsi masyarakat meranti merupakan potensi tertinggi yang terdapat dalam wilayah tertentu.
Pada wilayah tertentu juga terdapat beberapa jenis tanaman rotan yaitu rotan cacing (Calamus melanoloma)dan rotan jernang besar (Daemonorops draco). Namun semakin tinggi plot yang di survey keberadaan rotan semakin jarang ditemukan. Hal ini sesuai dengan Januminro (2000) yang menyatakan bahwa rotan merupakan tumbuhan khas tropika, terutama tumbuh di kawasan hutan tropika basah yang heterogen. Tempat tumbuh rotan pada umumnya di daerah tanah berawa, tanah kering, hingga tanah pegunungan. Tingkat ketinggian tempat untuk tanaman rotan dapat mencapai 2900m di atas permukaan laut. Semakin tinggi tempat tumbuh semakin jarang dijumpai jenis rotan.
(52)
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan1. Persepsi masyarakat berdasarkan metode distribusi kerikil dan metode kuisioner mengenai tipe-tipe penggunaan lahan yang memiliki nilai tertinggi di Desa Guo Batu dan Desa Simanguntong adalah kebun untuk kelompok laki-laki maupun kelompok perempuan.
2. Potensi tertinggi yang terdapat pada wilayah tertentu KPHP Mandailing Natal berdasarkan metode Ground Check adalah jenis meranti yaitu meranti merah (Shorea leprosula) dengan frekuensi relatif 47,61% dan meranti kuning (Shorea macroptera) dengan frekuensi relatif 23,8%, hal ini sesuai dengan persepsi masyarakat berdasarkan kuisioner yang menyatakan meranti merupakan potensi tertinggi dengan persentase 58,30% untuk Desa Guo Batu dan 36,70% untuk Desa Simanguntong.
Saran
Perlu dilakukan penyuluhan secara berkesinambungan terhadap masyarakat tentang KPHP Mandailing Natal karena masyarakat sebagian masyarakat belum mengenal tentang KPHP Mandailing Natal, serta perlu dilakukan penelitian lanjutan tentang strategi pemanfaatan wilayah tertentu KPHP Mandailing Natal.
(53)
DAFTAR PUSTAKA
Arikunto, S.2006. Prosedur Penelitian. Edisi IV. Penerbit Rineke Cipta. Jakarta. Arsyad, S. 1989. Konservasi Tanah dan Air, IPB Press, Bogor.
Arsyad S.2006. Konversi Tanah dan Air.Bogor.IPB Press.
As-syakur, A.R., I.W. Suarna, I.W.S. Adnyana, I.W. Rusna, I.A.A. Laksmiwati, dan I.W. Diara. 2010. “Studi Perubahan Penggunaan Lahan Di DAS Badung”. Jurnal Bumi Lestari, 10(2). pp. 200-207.
CIFOR, 2012, Peliputan tentang MLA. CIFOR Press. Bogor.
Erida G. 1999, Persepsi Masyarakat Setempat Terhadap Kelestarian Hutan di Kawasan Pesisir Kabupaten Aceh Timur, Thesis Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.
Keputusan Menteri Kehutanan No. 230/Kpts-II/ 2003 Tentang : Pembentukan Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi.
Liswanti.L dan Manuel B. 2006. Keanekaragaman Hayati Menurut Masyarakat Membrano. CIFOR, Bogor.Jurnal Tropika. 10:1.
Peraturan Direktorat Jendral No. 5 Tahun 2012 tentang : Tata Hutan.
Peraturan Menteri Kehutanan No : P.47/MENHUT-II/2013 tentang Pedoman, Kriteria dan Standar Pemanfaatan Hutan di Wilayah Tertentu Pada Kesatuan Pengelolaan Hutan Lindung Dan Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi.
Peraturan Pemerintah No. 6 Tahun 2007 tentang : Tata Hutan dan Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan, Serta Pemanfaatan Hutan.
Prahasta, E. 2004. Sistem Informasi Geografis Tutorial Arc View. Penerbit Informatika Bandung. Bandung.
Rahmina H., Yanti Sofia, Edy Marbyanto, Ali Mustofa. 2011. Tata Cara dan
Prosedur Pengembangan Program Pengelolaan Hutan
BerbasisMasyarakatdalam Kerangka Undang-Undang No. 41 Tahun 1999. Buku saku PHBM.
Sandi R. 2006. Persepsi Masyarakat Sekitar Hutan Tentang Keberdaan HPHHTI Toba Pulp Lestari di Desa Aek Raja, Kecamatan Parmonangan, Kabupaten Tapanuli Utara. Skripsi Program Sarjana Kehutanan – USU> Medan.
(54)
Sheil, D., R. Puri, I. Basuki, M. van Heist, M. Wan, N. Liswanti, Rukmiyati, M.A.Sardjono, I. Samsoedin, K. Sidiyasa, Chrisandini, E. Permana, M.A. Angi, F.Gatzweiler, B. Johnson, and A. Wijaya, 2002. Exploring Biological Diversity,Environment and Local People’s Perspectives in Forest Landscapes. Center forInternational Forestry Research, Ministry of Forestry and International TropicalTimber Organization, Bogor, Indonesia.
Subagyo, P. J. 2005. Hukum Lingkungan - Masalah dan Penanggulangannya. Rineka Cipta. Jakarta.
Sitorus, S. 2001. Dampak Perusahaan Terhadap Hasil Hutan dan Masyarakat Disekitarnya. Forest Product and People Programme Center for International Forestry Research. Bogor.
Supriadi dan Z. Nasution. Sistim Informasi Geografis. 2007. USU Press.
Thoha M. 1998. Perilaku Organisasi Konsep Dasar dan Aplikasinya. Raja Grafindo. Persada. Jakarta.
Undang Undang No.41 tahun1999 tentang : Kehutanan.
Verburg, P.H., and A. Veldkamp. 2001. "The role of spatially explicit models in land-use changeresearch: a case study for cropping patterns in China". Agriculture, Ecosystems andEnvironment, 85. pp. 177-190.
Wahyunto, M.Z. Abidin, A. Priyono, dan Sunaryo. 2001. “Studi Perubahan Penggunaan Lahan Di Sub DAS Citarik, Jawa Barat dan DAS Kaligarang, Jawa Tengah”. Prosiding SeminarNasional Multifungsi Lahan Sawah. Balai Penelitian Tanah. Bogor.
Wiboeo, I. 1988. Psikologi Sosial. Universitas Terbuku. Penerbit Karunia. Jakarta. Wolf, paul R and Ghilani, Charles D. 2002. Elementary Surveying : An
Introduction to Geomatics. Prentice Hall. New Jersey.
Wu, X., Z. Shen, R. Liu, and X. Ding .2008. “Land Use/Cover Dynamics in Response to Changes in Environmental and Socio-Political Forces in the Upper Reaches of the Yangtze River, China”. Sensors, 8. pp. 8104-8122. Zakaria, Y. 1994. Hutan dan Kesejahteraan Masyarakat. WALHI. Jakarta.
(55)
Lampiran 1. Karakteristik Responden Desa Guo Batu
No Nama
Jenis Kelamin
Suku
Pendidikan Terakhir
Pekerjaan Umur
1 Anwar Bey Laki-laki Mandailing S1 Petani, Kepala
Desa
62
2 M. Dahrun Laki-laki Mandailing SD Petani 35
3 Hendri Laki-laki Mandailing SD Petani 42
4 Nurmawan Laki-laki Mandailing SD Petani 33
5 Nurdiani Perempuan Mandailing SMP Petani 43
6 Tamrin Laki-laki Mandailing SMA Petani 37
7 Lokot Laki-laki Mandailing SD Petani 54
8 Tukut Laki-laki Mandailing SMA Petani 32
9 Amran Laki-laki Mandailing SMP Petani 41
10 Amsar Laki-laki Mandailing SMP Petani 42
11 Sari Tawon Laki-Laki Mandaiing SD Petani 31
12 Juniadi Laki-laki Mandailing SD Petani 40
13 M. Iskandar Laki-laki Mandailing SD Petani 26
14 Rosidah Perempuan Mandailing SD Petani 38
15 Aspan Laki-laki Mandailing SD Petani 33
16 Sulpan Laki-laki Mandailing SMA Petani 29
17 Apner Laki-laki Mandailing SMP Petani 51
18 Eddi Syahbana Laki-laki Mandailing SMP Petani 47
19 Saparuddin Laki-laki Mandailing SMA Petani 33
20 Rahmat Laki-laki Mandailing SD Petani 50
21 Riskiah Laki-laki Mandailing SMP Petani 38
22 Imran Laki-laki Mandailing SMA Petani 42
23 Edia Fikri Laki-laki Mandailing SD Petani 53
24 Dollah Laki-laki Mandailing SD Petani 42
25 Wildan Laki-laki Mandailing SMA Petani 26
26 Ramlan Laki-laki Mandailing SMP Petani 52
27 Ali Sukur Laki-laki Mandailing SMP Petani 36
28 Sarbe Laki-laki Mandailing SMA Petani 43
29 Mirhan Laki-laki Mandailing SD Petani 39
(1)
13.
Apakah ada alat/perlengkapan rumah tangga, pertanian, berburu yang terbuat
dari hasil hutan?
a.
Ada
b.
Tidak
14.
Apakah bahan untuk perlengkapan tersebut langsung diambil dari hutan?
a.
Ya
b.
Tidak
15.
Apakah saudara/i mengetahui fungsi KPH?
a.
Ya
b.
Kurang Mengetahui
c.
Tidak tahu
16.
Pengetahuan tentang KPH, pertama kali tahu dari siapa?
a.
Keluarga
b.
Tetangga
c.
Media
17.
Apakah saudara/i mengetahui wilayah tertentu KPH?
a.
Ya
b.
Kurang
c.
Tidak Tahu
18.
Apakah saudara/i menganggap potensi yang ada di Wilayah Tertentu KPH
menjanjikan?
a.
Ya
b.
Kurang Menjanjikan
c.
Tidak
19.
Menurut saudara, izin usaha apa yang cocok diterapkan dalam wilayah
tertentu KPH?
a.
HPH
b.
HTI
c.
Perkebunan
d.
Pertambangan
20.
Menurut saudara, apakah potensi yang tertinggi dalam wilayah tertentu KPH?
a.
Rotan
b.
Meranti
c.
Tambang Emas
21.
Menurut saudara, jenis lahan apakah yang cocok diterapkan dalam wilayah
tertentu KPH?
a.
Sawit
b.
Sawah
c.
Perkebunan
d.
Lahan Pertanian
(2)
b.
Hutan Lindung
c.
Hutan Produksi
d.
Hutan Konservasi
24.
Apakah anda pernah mengikuti kegiatan yang diselenggarakan KPH?
a.
Ya
(3)
Lampiran 8. Hasil Analisis Kuisioner Menggunakan SPSS
1.
Desa Guo Batu
No. Pertanyaan Pilihan Frekuensi Persentase
(%)
1 Sejak tahun berapa saudara <1961 27 45
tinggal di desa ini? 1961-1970 15 25
1981-1990 14 23.3
1991-2000 4 6.7
2 Apakah kakek nenek saudara Ya 45 75
berasal dari desa ini? Tidak 15 25
3 Apakah alasan saudara memilih Sudah turun temurun 45 75 tempat ini sebagai tempat tinggal? Terdapat peluang besar 15 25
4 Apa status kepemilikan rumah dan Tanah milik 60 100
tanah yang saudara tempati Tanah Negara 0 0
sekarang? Tanah Waris 0 0
Tanah Adat 0 0
5 Apakah saudara mengetahui jenis Tahu 51 85
macam-macam tumbuhan dan
hewan? Tidak tahu 9 15
6 Apakah fungsi dari tumbuh-tumbu- Pangan 4 6.7
han bagi kehidupan saudara? Obat-Obatan 49 81.7
Kerajinan
Tangan/Anyaman 7 11.7
7 Apakah fungsi dari hewan di desa Pangan 53 88.3
Ini bagi kehidupan saudara? Berburu 7 11.7
8 Apakah ada pantangan untuk Ada 60 100
menebang dari hutan? Tidak 0 0
9 Apa saja jenis hasil hutan yang Kayu 5 8.3
saudara manfaatkan? Getah
Rotan
27 28
45 46,7
10 Apakah ada aturan setiap ingin Ya 0 0
masuk hutan harus melapor/ijin Tidak 60 100
pada pemerintahan desa?
11 Apakah anda memiliki lahan Ada 1 1.7
pertanian yang berbatasan Tidak Ada 59 98.3
langsung dengan kawasan hutan
dikelola KPH?
12 Alat pertanian/pemanenan apakah Modern 0 0
yang anda gunakan? tradisional/ Tradisional 60 100
(4)
14 Apakah bahan untuk perlengkapan Ya 60 100
tersebut langsung diambil dari
hutan? Tidak 0 0
15 Apakah saudara/i mengetahui i Kurang Tahu 18 30
fungsi KPH? Tidak Tahu 42 70
16 Pengetahuan tentang KPH, pertama Keluarga 12 20
kali tahu dari siapa? Tetangga 42 70
Media 6 10
17 Apakah saudara/i mengetahui Mengetahui 3 5
wilayah tertentu KPH? Kurang Mengetahui 10 16.7
Tidak Tahu 47 78.3
18 Apakah saudara/i menganggap Ya 60 100
potensi yang ada di Wilayah Tidak 0 0
Tertentu KPH menjanjikan?
19 Menurut saudara, izin usaha apa Perkebunan 60 100
yangcocok diterapkan dalam HPH 0 0
wilayah tertentu KPH? HTI 0 0
Pertambangan 0 0
20 Menurut saudara, apakah potensi Rotan 16 26.7
yang tertinggi dalam wilayah Meranti 35 58.3
tertentu KPH? Tambang Emas 9 15
21 Menurut saudara, jenis lahan Sawit 4 6.7
apakah yang cocok diterapkan Sawah 2 3.3
dalam wilayah tertentu KPH? Perkebunan 39 65
22 Apakah menurut saudara, fungsi Ya 9 15
KPHsudah diterapkan sesuai Tidak Tahu 51 85
dengan pengelolaan hutan lestari?
23 Menurut saudara, jenis hutan Hutan Lindung 9 15
apakah yangcocok diterapkan Hutan Produksi 51 85
dalam wilayah tertentu KPH? Hutan Alam 0 0
Hutan Konservasi 0 0
24 Apakah anda pernah mengikuti Ya 0 0
kegiatanyang diselenggarakan
(5)
2.
Desa Simanguntong
No. Pertanyaan Pilihan Frekuensi Persentase
(%)
1 Sejak tahun berapa saudara <1961 16 53.3
tinggal di desa ini? 1961-1970 11 36.7
1981-1990 3 10
1991-2000 0 0
2 Apakah kakek nenek saudara Ya 17 56.7
berasal dari desa ini? Tidak 13 43.3
3 Apakah alasan saudara memilih Sudah turun temurun 15 50 tempat ini sebagai tempat tinggal?
Terdapat peluang
besar 15 50
4 Apa status kepemilikan rumah dan Tanah milik 29 96.7
tanah yang saudara tempati Tanah Negara 0 0
sekarang? Tanah Waris 1 3,3
Tanah Adat 0 0
5 Apakah saudara mengetahui jenis Tahu 14 46.7
macam-macam tumbuhan dan hewan? Tidak tahu 16 53.3
6 Apakah fungsi dari tumbuh-tumbu- Pangan 3 10
han bagi kehidupan saudara? Obat-Obatan 22 73.3
Kerajinan
Tangan/Anyaman 5 16.7
7 Apakah fungsi dari hewan di desa ini Pangan 28 93.3
bagi kehidupan saudara? Berburu 2 6.7
8 Apakah ada pantangan untuk Ada 30 100
menebang dari hutan? Tidak 0 0
9 Apa saja jenis hasil hutan yang Kayu 4 13.3
saudara manfaatkan? Getah 23 76.7
Rotan 3 10
10 Apakah ada aturan setiap ingin ma- Ya 0 0
suk hutan harus melapor/ijin pada Tidak 30 100
pemerintahan desa?
11 Apakah anda memiliki lahan Ada 0 0
pertanian yang berbatasan langsung Tidak Ada 30 100
dengan kawasan hutan dikelola KPH?
12 Alat pertanian/pemanenan apakah Tradisional 10 33.3 yang anda gunakan? tradisional/
Tidak
Bertani/Memanen 20 66.7
modern?
13 Apakah ada alat/perlengkapan rumah Ada 13 43.3
tangga, pertanian, berburu yang Tidak 17 56.7
(6)
14 Apakah bahan untuk perlengkapan Ya 12 40
tersebut langsung diambil dari
hutan? Tidak 18 60
15 Apakah saudara/i mengetahui i Kurang Tahu 11 36,6
fungsi KPH? Tidak Tahu 19 63,3
16 Pengetahuan tentang KPH, pertama Keluarga 5 16.7
kali tahu dari siapa? Tetangga 13 43.3
Media 12 40.0
17 Apakah saudara/i mengetahui Mengetahui 6 20.0
wilayah tertentu KPH? Kurang Mengetahui 13 43.3
Tidak Tahu 11 36.7
18 Apakah saudara/i menganggap Ya 20 100
potensi yang ada di Wilayah Kurang Menjanjikan 9 0
Tertentu KPH menjanjikan? Tidak 1
19 Menurut saudara, izin usaha apa Perkebunan 18 60
yangcocok diterapkan dalam HPH 0 0
wilayah tertentu KPH? HTI 0 0
Pertambangan 12 40
20 Menurut saudara, apakah potensi Rotan 8 26.7
yang tertinggi dalam wilayah Meranti 11 36.7
tertentu KPH? Tambang Emas 11 36.7
21 Menurut saudara, jenis lahan Sawit 10 33.3
apakah yang cocok diterapkan Lahan Pertanian 4 53.3
dalam wilayah tertentu KPH? Perkebunan 16 13.3
22 Apakah menurut saudara, fungsi Ya 14 46.7
KPHsudah diterapkan sesuai Tidak Tahu 16 53.3
dengan pengelolaan hutan lestari?
23 Menurut saudara, jenis hutan Hutan Lindung 7 23.3
apakah yangcocok diterapkan Hutan Produksi 23 76.7
dalam wilayah tertentu KPH? Hutan Alam 0 0
Hutan Konservasi 0 0
24 Apakah anda pernah mengikuti Ya 0 0
kegiatanyang diselenggarakan