PENEGAKAN HUKUM PIDANA TERHADAP TINDAK PIDANA PEMBUAT SENJATA API ILEGAL

ABSTRAK
PENEGAKAN HUKUM PIDANA TERHADAP TINDAK PIDANA
PEMBUAT SENJATA API ILEGAL
Oleh
JOHAN AZIS
Penegakan hukum pidana terhadap tindak pidana pembuat senjata api ilegal
dilaksanakan untuk menjamin bahwa hukum dapat dilaksanakan secara benar, adil,
tidak ada kesewenang-wenangan dan tidak ada penyalahgunaan kekuasaan didalam
pelaksanaannya. Demikian pula halnya dengan penegakan hukum pidana terhadap
tindak pidana pembuat senjata api ilegal. Permasalahan dalam penelitian ini adalah :
(1) Bagaimanakah penegakkan hukum pidana terhadap tindak pidana pembuat senjata
api illegal ? (2) Apakah faktor-faktor yang mempengaruhi penegakan hukum pidana
terhadap tindak pidana pembuat senjata api ilegal ?
Pendekatan masalah dalam penelitian ini menggunakan pendekatan yuridis normatif
dan pendekatan yuridis empiris. Pengumpulan data dilakukan dengan teknik studi
pustaka dan studi lapangan. Narasumber penelitian terdiri dari Kasat Reskrim pada
Polresta Bandar Lampung dan Jaksa pada Kejaksaan Tinggi Lampung. Analisis data
dilakukan secara kualitatif.
Hasil penelitian dan pembahasan menunjukkan : (1) Penegakan hukum terhadap
tindak pidana pembuat senjata api ilegal meliputi: a) Formulasi meliputi badan
pembuat undang-undang membuat dan merumuskan peraturan perundang-undangan,

peraturan perundang-undangan terkait dengan penegakan hukum tindak pidana
pembuat senjata api ilegal, yaitu Pasal 1 Ayat (1) Undang-Undang Darurat No 12
Tahun 1951tentang senjata api. b) Aplikasi meliputi penyidikan tindak pidana
pembuat senjata api ilegal, dakwaan terhadap tindak pidana pembuat senjata api
ilegal dituangkan dalam surat dakwaan dengan tuntutan hukum sesuai dengan
peraturan yang ada. c) Eksekusi meliputi pelaksanaan putusan yang telah
memperoleh kekuatan hukum yang tetap dilakukan oleh Kejaksaan Negeri untuk
melaksanakan pemidanaan sesuai dengan vonis Hakim. (2) Faktor-faktor yang
mempengaruhi penegakan hukum terhadap tindak pidana pembuat senjata api ilegal
adalah : a) Faktor perundang-undangan yaitu keadilan merupakan suatu rumusan
yang bersifat abstrak sedangkan kepastian hukum merupakan prosedur yang telah
ditentukan secara normatif. b) Faktor penegak hukum, yaitu adanya profesionalisme
aparat penegak hukum mulai dari kepolisian sampai pengadilan dalam melaksanakan
penegakan hukum terhadap pelaku pembuat senjata api ilegal. c) Faktor sarana dan
fasilitas, yaitu adanya dukungan sarana dan fasilitas yang dibutuhkan dalam
penyidikan sampai dengan putusan pengadilan, seperti peralatan komunikasi,
transportasi dan teknologi informasi. d) Faktor masyarakat, yaitu adanya kesadaran
masyarakat untuk memberi tahu kepada pihak yang berwenang bila ada tindak pidana
dan kesediaan masyarakat menjadi saksi dalam pengadilan. e) Faktor kebudayaan,
yaitu adanya nilai dan norma bahwa pembuatan senjata api ilegal merupakan

pelanggaran yang harus diberi hukuman setimpal sesuai dengan hukum yang berlaku.

Johan Azis
Saran dalam penelitian ini adalah : (1) Aparat penegak hukum (Kepolisian, Jaksa dan
Hakim) hendaknya meningkatkan kinerja dalam menangani dan menyelesaikan
tindak pidana pembuat senjata api ilegal secara cepat, akuntabel dan benar. (2)
Kesadaran peran aktif masyarakat harus ditingkatkan dalam membantu kinerja aparat
penegak hukum dalam penegakan hukum tindak pidana pembuat senjata api ilegal,
karena tindak pidana pembuat senjata api ilegal ini relatif sulit dan sering lolos dari
pengawasan, oleh karena itu diperlukan laporan dari masyarakat.

Kata Kunci: Penegakan Hukum Pidana, Pembuat, Senjata Api Ilegal

PENEGAKAN HUKUM PIDANA TERHADAP TINDAK PIDANA
PEMBUAT SENJATA API ILEGAL

Oleh
JOHAN AZIS

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk mencapai gelar
Sarjana Hukum
Pada
Bagian Hukum Pidana
Fakultas Hukum Universitas Lampung

FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2015

i t,t,t,,-.,t'I,"' ttt.t-t'-'',..
,*...'

iJi.,r::r. i",,,.i.tili

.',.,,., ,il ,1'..,'t,-t.'t

,. :: :i.:l:


: : .. i I

r.' :,. :. !

".,'.."'t'

;.'' '',...,,,t

t,,,,=-''',,,..,,'',,.
fielia;:;,'.r,..',;i"i;.;,''
i"'i'1rj::.'"''i:rr'::::ri:
;*i..'r:.li, '_,,, i'-:,i ;'i'r''.'1
,,,,1.,,.--:ill'';

i'''...,;l

ji :"
-r.,i.yil: t ii'
i;,5ii, r,i.l-:
'

't'
,*.ri\:,i

fn.ifl

r:,.1,,

Tlt'i

,"i,,';...,i i....,it.11.',i'i'iif

:'

,"

',-_"
"'':1.;''::t.r

ii'" r.,rj,.:1,,..t'",']'..',


.

i.,ij"I\'ii;::ri;:'iii ;...,r..,,-...,ri'l;;:':i:
: tt.
I ,, . -',i'l ,"ir lr'..r.
;.,,,,n,,',,,-,^,:.,., ::i
;i i. .:.:-ii,:'i,r,]:;:':,:'l:
: :-,"; "'.t.: r,',trt'1,,r,..,,i .
.. .. r..i:..:.j..ji..ii:

.r,'::.

:.i-';;r'
i..i'.'i i,i;*lli"
'..'.',';:-i^r''i1i i'"',:t

i

t.'


,,r,,,:...,.;.._-1:..:..;;,.

,.'-::,:_-

-'",'- r'

-,, r:,',':

''

''.

i.

-

i_".1ii.;,i:ii i lio;.-r;i."",Oi

't:',,t-, ",, u :"'


t,l:.,

:t'

",i i;oi,'-.

-.'"

..': ;,,

.. -.,:l .i;:-'ir lr i i ,
{vl
-;*l.l-,.:-, : -jr'ii1: "' :ii..'

'-

, t".,i

I,r,,, .,,,,,,ir"-,
: ::'..11:;


:

'.1t,.,..,..-.;i:",

',...,,'.t
.;",t,-:i',ii,,:'ir;,.;;,, .;,1",,=

:.1;1,""

',
-t't,- .ittj''i' i'.; , i,, -, ',,
,

',io'

,..,

,,1 ,,,..a,.,. ,,-.,,..


' t' i-,r,:,''';i,,i i,,.

ri, ".:iiil':':l:li:rr
,i'lr;i,.;1' i,,,i,.
i':
',t,,,,r.,
j''
j'ii'.i,,-..,',..'.:r::.,'.'.".'
tt
t'rti 1i. 1rl'i;':
,r,..,a,
:.. i ,ii,,i t'-:i '...i:-. 'l-.: ,..,,,,,,
'
i.,:iii
jil..lri
,:
i.: :
.,... j..
,..1., ' -: '],
a:


i,;i...:
.-,.: ;..,.t'i:iii;jii
i,i;,. r -,.,,,,..,,..,,.--'ti,t'r,,

:
;ri,,,.-

,'.',t.t.

....,: ::i
, ,,, ,',-r.i..li.ij,.
. .^.,,. ,.; ,.." ._ r.,,- ...,.i;,r:',,..,,,.
r,i'ii:;

:i',ii.r.

i-r;":'

,,,f*
,

,r.'...r.'..,,',

',:. 1;,q1.,5

.,..:,.ii.:ii..j-.ii

...,1

rU*tuii*,$*mi:
.

'.:;',;l-: ,.1;;i,-t;:.: ,,,,1
rI ii',.iill' l.rr;i'i.jr,,r.,*..,,t.,,

"

:

Jf.

i,i:l::,.:

lirui.efls

ttt

i;' '

...

t.,.i,:,.

.',,..,.

,t .'';.1'.:'

.*

riiii;-:
. ::'i."',

;* .."' "l

j i,r.".i:,' :i'iiri :.,lrr,..i,:rittt .: l '-.t^-.;,.,n
t.
''
"..,..,,i,itt
, ,.,, ,'llt : t ,''r , .., I
.
'
,'.t',.i,,,
',";,1',:i1..,
1.,,i,,,,1"i.... , -

;

',i;1,:.,u;,;"
i..:;-"
i.
,.''
.
,l', ,
..,.r,,, , ,l:.

1,a,,i.,.,

. i"-i o;

l '"' "':: iirt.
ii' .r.=,1t" r',, "i'i"rr:'l ii"r::
"
'.t, I t.'t.t t t.,t:-,

1t.

1.
,
t-',',.-,'tr.r,t,

;

- ,-r,t,...t

,

.

..,,

r";'

ii,:

:

'.,r.'

""i',:',;r- .r I'ij.rri
-,., . 1.,
i , i.,,r,',.t',i: .. i..;r;i ;,'.ri
,"i,1,rr,,.:i;;i
,,,.4. .,rt, ....,
,,,,
..t.:
1 .,,1 1,.:1,:;';'-'.,,,,:,r...,,:..
-..:
,'',
-.'..,
-. -., liirrr:,.:: jjl

LEMBAR PERNYATAAN

Saya menyatakan dengan sebenarnya bahwa

l.

:

Slaipsi dengnn judul : '?enegakan Hukum Pidana Terhadap Tindak Pidana Pembuat
SqiataApi llegal"

Adalah karya sendiri dan saya tidak melakukan penjiplakan dau pengutipan das kar,,ra

penulis lain dengan cara yang tidak sesuia dengan etika ilmiatt yang berlaku dalam
masyarakat akademik atau yang disebut plagratisrne.

2.

Hak Inteleltrd atas karya ilmiatr ini diserahkan sepenuhnya kepada Bagan Hukum
Pidana Fakultas Hukum Universias Lampung

Atas pernyataan ini apabila dikemudian hari ternyata diketemukan adanya ketidakbenaran,
saya bersedia menanggung
sanggup

ditmtut sesuai

akib*

dengan

dan sanlci yang diberikan kepada saya serta bersedia dan

hutum yang berlaku.

Bandar Lampung,

Yangmenyatakan,

Johan

NPM.

Azis

t0t20tt2m

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Metro, pada tanggal 11 Mei 1992,
merupakan putra pertama dari empat bersaudara pasangan
Ayahanda Wahyudi dan Ibunda Sri Wahyuni.

Jenjang pendidikan penulis dimulai pada Taman Kanak-Kanak
(TK) Pembina selesai tahun 1998, Sekolah Dasar Negeri 8 metro pusat selesai
pada tahun 2004, Sekolah Menengah Pertama Swasta Yos Sudarso Metro selesai
pada tahun 2007,Sekolah Menengah Atas Negeri 5 Metro diselesaikan pada tahun
2010.

Pada Tahun 2010, penulis terdaftar sebagai mahasiswa Fakultas Hukum
Universitas Lampung melalui jalur Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi
Negeri (SNMPTN) program pendidikan Strata 1 (S1) dan mengambil bagian
Hukum Pidana.

PERSEMBAHAN

Kupersembahkan karya ilmiah ini kepada:

Kedua Orang Tuaku, Ayah Wahyudi dan Ibu Sri Wahyuni
Sebagai kedua orang tua tercinta yang telah mendidik, membesarkan, dan
membimbingku dalam menjalani kerasnya kehidupan
Tidak Ada Kata Yang Dapat Aku Ucapkan Untuk Menggantikan Semua Kasih
Sayang Dan Pengorbananmu Sehingga Aku Bisa
Menjadi Orang Yang Berhasil

Adik-adikku, Shinta Julia Rachelita, Zalfha Febhua Robastian dan Zhoiner
Ciantiwa Neegara
Yang selalu Memotivasi, Memberi Saran, Kritik, Doa untuk selalu berfikir maju
dan jauh lebih baik lagi

Almamater Universitas Lampung
Tempat Aku Menimba Ilmu, Disinilah Aku Mendapatkan Ilmu Dan Pengetahuan
Yang Menjadi Bagian Jejak Langkahku Meraih Kesuksesan

MOTO

“Guru membuka pintu tapi anda harus masuk sendiri”
(Pepatah Cina)

“Pendidikan mempunyai akar yang pahit, tapi buahnya
manis”
(Aristoteles)

“Belajarlah tentang arti kehidupan dari ayahmu dan
belajarlah tentang arti ketulusan dari ibumu”
(JOHAN AZIS)

DAFTAR ISI
Halaman
I.

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah. ................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah. ............................................................................................ 7
C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian. ..................................................................... 7
D. Kerangka Teoritis dan Konseptual. ................................................................... 8
E. Sistematika Penulisan........................................................................................ 13

II.

TINJAUAN PUSTAKA
A. Penegakan Hukum Pidana................................................................................. 15
B. Tinjauan tentang Senjata Api. ........................................................................... 19
C. Dasar Hukum Pembuatan Senjata Api di Indonesia. ....................................... 21
D. Tindak Pidana Pembuat Senjata Api Ilegal. ...................................................... 22
E. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penegakan Hukum Pidana ........................ 23

III.

METODE PENELITIAN
A. Pendeketan Masalah. ......................................................................................... 26
B. Sumber dan Jenis Data. ..................................................................................... 26
C. Penentuan Narasumber...................................................................................... 27
D. Metode Pengumpulan dan Pengolahan Data..................................................... 28
E. Analisis Data. .................................................................................................... 29

IV.

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Karakteristik Narasumber.................................................................................. 30
B. Penegakan Hukum Pidana terhadap Tindak Pidana
Pembuat Senjata Api Ilegal. ..............................................................................

31

C. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penegakan Hukum Pidana terhadap
Tindak Pidana Pembuat Senjata Api ILegal...................................................... 49

V.

PENUTUP
A. Simpulan ........................................................................................................... 56
B. Saran .................................................................................................................. 58
DAFTAR PUSTAKA

1

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Senjata api adalah alat yang boleh digunakan sebagai senjata yang ditembak pada
satu atau berganda proyektil yang ditujukan pada kelajuan tinggi oleh gas yang
dihasilkan melalui kecepatan. Pada senjata api kuno, pendorong ini lazimnya
serbuk hitam, tetapi senjata api modern menggunakan serbuk tanpa asap, kordit,
atau pendorong lain. Kebanyakan senjata api moderen mempunyai laras berpilin
untuk memberikan putaran kepada projektil untuk menambah kestabilan semasa
dalam penerbangan.

Tindak pidana pembuatan senjata api ilegal dapat memberikan andil yang cukup
besar bagi kejahatan bersenjata maupun kepemilikan senjata api secara ilegal.
Senjata api rakitan sebagai produk yang dihasilkan dari tindak pidana ini sangat
digemari karena senjata api ini tidak terdaftar sehingga sulit terlacak, terlebih lagi
mudah dibuat bagi mereka yang memang mempunyai keterampulan dan keahlian
khusus dibidang ini. Seperti yang terdapat diberbagi wilayah di Indonesia terdapat
beberapa home industri, diantaranya terdapat orang yang menyalah gunakan untuk

2

merakit senjata api secara ilegal. Pembuatan senjata api ini sebenarnya sudah
diatur dalam pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Darurat No 12 Tahun 1951.

Kontroversi kepemilikan senjata api ilegal merupakan suatu persoalan yang
hangat dibicarakan. Ilegal yang dimaksud disini ialah tidak legal, atau tidak sah
menurut hukum. Kepemilikan senjata api ilegal ini tidak hanya dilihat sebagai
bentuk pelanggaran hukum, tetapi juga sebagai suatu sarana kejahatan yang
berbahaya oleh pelaku tindak pidana. Hal ini sejalan dengan meningkatnya dan
maraknya tindak kejahatan disekitar kita, penembakan oleh orang tidak dikenal,
teror penembakan disejumlah tempat-tempat umum, hingga kejahatan yang diikuti
oleh ancaman bahkan pembunuhan dengan senjata api tersebut. Senjata api ilegal
merupakan senjata yang beredar secara tidak sah dikalangan sipil, tidak diberi izin
kepemilikan atau yang telah habis masa berlaku izinnya banyak dimiliki oleh
orang-orang terlatih dan memiliki spesialisasi dibidang kejahatan tertentu
sehingga kemudian membutuhkan dukungan senjata api dalam rangka
memuluskan rencananya.

Kepemilikan senjata api ilegal sebenarnya sudah diatur dalam beberapa peraturan
perundang-undangan. Terdapat ketentuan tersendiri mengenai kepemilikan senjata
api oleh masyarakat sipil. Kepemilikan senjata api secara umum diatur dalam
Undang-Undang Darurat No 12 Tahun 1951 yang bersifat pidana. Pasal 1 Ayat (1)
UU Darurat No. 12 Tahun 1951 disebutkan : “Barangsiapa, yang tanpa hak
memasukkan ke Indonesia, membuat, menerima, mencoba memperoleh,
menyerahkan atau mencoba menyerahkan, menguasai, membawa, mempunyai
persediaan padanya atau mempunyai dalam miliknya, menyimpan, mengangkut,
menyembunyikan, mempergunakan atau mengeluarkan dari Indonesia sesuatu
senjata api, amunisi atau sesuatu bahan peledak, dihukum dengan hukuman mati

3

atau hukuman penjara seumur hidup atau hukuman penjara sementara setinggitingginya dua puluh tahun.” 1
Sumber-sumber utama peredaran senjata api ilegal di Indonesia sangat beragam
dan komplek, antara lain :
Pertama, pencurian dari gudang senjata aparat atau pembelian secara ilegal dari
oknum TNI atau Polisi. Prosedur penyimpanan senjata oleh TNI dan Polri
kelihatannya ketat, tetapi gudang senjata dibanyak wilayah tidak dijaga dengan
baik ataupun diinventarisir seperti yang seharusnya, selain keterlibatan oknum
militer ataupun oknum polisi karena memang mereka dilegalkan oleh UU untuk
menyimpan, memiliki dan menggunakan senjata api. Kepemilikan senjata api
yang legal tersebut sering disalahgunakan dengan cara menjual senjata api organik
TNI/Polri dengan harga yang murah kepada masyarakat sipil, mudahnya
penggunaan senjata api laras panjang yang biasa digunakan sebagai kelengkapan
dari TNI/Polri dikalangan masyarakat luas termasuk dikalangan kriminal
menimbulkan tanda tanya siapa oknum pelaku dari bebasnya peredaran senjata
laras panjang yang merupakan tanggungjawab aparat.
PT Pindad sebagai produsen senjata api resmi milik Indonesia selain melayani
permintaan dari dalam negeri juga melayani pembelian senjata api dari beberapa
negara tetapi prosedurnya harus melalui Kementerian Pertahanan RI dan bersifat
G to G (Government to Government). Jalur distribusi resmi ke TNI/Polri telah
ditentukan seperti untuk AD ke Ditpalad (Direktorat Peralatan Angkatan Darat),
AL ke Dissenlekal (Dinas Materil Senjata dan Elektronika Tentara Nasional
Indonesia Angkatan Laut), AU ke Disaeroau (Dinas Aeronautika) dan Polri ke
Slog Polri (Staf Logistik Kepolisian Republik Indonesia).
Kedua, senjata rakitan buatan local, pada dasarnya senjata rakitan juga disebut
small arms karena merupakan replika dan dirakit secara khusus mengikuti polapola senjata api standar tempur, hanya bedanya yang pertama diproduksi secara
1

http://lk2fhui.com/2013/10/02/pembatasan-kepemilikan-senjata-api-oleh-masyarakat-sipildalam-perspektif-hukum-dan-sanksi-pidana-atas-penyalahgunaannya/

4

legal oleh pabrik-pabrik pembuatan senjata sedangkan senjata rakitan bukan
diproduksi oleh pabrik pembuatan senjata tetapi oleh home industri "kerajinan
rumahan" ilegal yang dilakukan oleh masyarakat. Produksi ilegal senjata api
terjadi diberbagai negara seperti Afrika Selatan, Asia Selatan dan Asia Tenggara.
Ketiga, dari penyelundupan, senjata api ilegal didatangkan dengan banyak cara
dan selanjutnya akan menghiasi “pasar gelap” senjata api di Indonesia dimana
keberadaan senjata-senjata itu tidak pernah terpantau dengan jelas. Penyelundupan
senjata api (arms smuggling) tidak hanya berkaitan dengan impor namun juga
ekspor dan sering dilakukan baik oleh perusahaan–perusahaan eksportir/importir
ataupun secara pribadi dengan cara melakukan pemalsuan dokumen tentang isi
dari kiriman. Peredaran senjata api di Indonesia selain diramaikan produk dalam
negeri juga didatangkan dengan cara impor tidak hanya secara resmi karena
pesanan institusi negara, tetapi kerap dilakukan secara ilegal demi kepentingan
perorangan. 2
Kepemilikan senjata api ini sendiri memang diatur secara terbatas, dilingkungan
Kepolisian dan TNI sendiri terdapat peraturan mengenai prosedur kepemilikan
dan syarat tertentu untuk memiliki senjata api. Dilingkungan masyarat sipil juga
terdapat prosedur tertentu untuk memiliki senjata api secara legal. Prosedur
tersebut diatur dalam Undang-Undang No. 8 Tahun 1948 tentang Pendaftaran dan
Pemberian Izin Pemakaian Senjata Api. Pasal 5 Ayat (1) UU No. 8 Tahun 1948
mewajibkan setiap senjata api yang berada ditangan orang bukan anggota Tentara
atau Polisi harus didaftarkan oleh Kepala Kepolisian Karesidenan. Menurut Pasal
9 UU No. 8 Tahun 1948, setiap orang atau warga sipil yang mempunyai dan
memakai senjata api harus mempunyai surat izin pemakaian senjata api menurut

2

file:///C:/Users/User/Downloads/Documents/PEREDARAN%20SENJATA%20API%20ILEGAL
%20DI%20INDONESIA.pdf

5

contoh yang ditetapkan oleh Kepala Kepolisian Negara. Surat izin pemakaian
senjata api ini diberikan oleh Kepala Kepolisian atau orang yang ditunjukkannya.

Lebih lanjut, pengajuan izin kepemilikan senjata api non organik yang dilakukan
oleh masyarakat yang biasa disebut dengan Izin Khusus Senjata Api (IKSHA),
dilakukan sesuai ketentuan Surat Keputusan Kepala Kepolisian Republik
Indonesia No.Pol : Skep/82/II/2004.

Sebagai contoh kasus adalah Lampung Tengah, Jajaran Polsek Terbanggi Besar
membongkar rumah produksi senjata api rakitan, di Dusun IV. Kampung Karang
Endah, Kecamatan Terbanggi Besar, Lampung Tengah. Dari lokasi polisi menyita
tiga pucuk rangka senjata api rakitan jenis revolver, lima butir amunisi dan
sejumlah peralatan untuk merakit senjata api.
Temuan ini berawal dari ditangkapnya Sukiman bin Sangadi, yang membawa
senjata api saat sedang duduk disebuah konter ponsel di Kampung Karang Endah
oleh aparat Polsek Terbanggi Besar. Polisi

lalu

melakukan

pengembangan

dengan memeriksa rumah tersangka, di Dusun IV Kampung Karang Endah. Dari
rumah tersangka polisi menemukan sejumlah peralatan untuk membuat senjata
api rakitan. Kapolsek Terbanggi Besar, AKP M Budhi Setyadi mengatakan
penangkapan tersangka berawal dari laporan masyarakat, bahwa Sukiman sering
membawa senjata api. Selanjutnya, polisi melakukan penggeledahan dirumahnya,
dan ditemukan lima buah silinder dibelakang rumah tersangka, dibekas kandang
kambing, polisi juga menemukan sebuah bunker. “Di dalam bunker itu tersimpan
tiga pucuk rangka Senpi rakitan jenis revolver, 5 (lima) butir amunisi, 11 (sebelas)
rol silinder, 1 (satu) unit bor listrik, 1 (satu) unit las listrik, 8 (delapan) plat besi,
14 (empat belas) besi piston, 1 (satu) buah tanggem, 1 (satu) buah tang jepit, 1
(satu) gergaji besi, dan 1 (satu) buah gerinda." Berdasarkan sejumlah alat bukti
yang ditemukan Polisi menduga, selama ini rumah tersangka sudah menjadi
tempat merakit senjata api. Semula, kata Kapolsek, “tersangka tak mau mengaku
barang-barang itu miliknya”. Tetapi terakhir dia mengakui tiga buah rangka senpi

6

itu buatannya. Dalam pemeriksaan, Sukiman mengaku baru tiga bulan belajar
membuat senpi dan belum pernah menjualnya. Menurutnya, bahan-bahan senpi
diperoleh dari mobil pengangkut barang rongsokan, sedangkan peluru didapat dari
hasil temuan. 3
Contoh kasus buronan Polda Lampung dalam kasus pembuatan senjata api rakitan
dibekuk petugas Polda Yogyakarta di Sleman, tersangka Pompy Armedi, diciduk
karena menipu pedagang di Pasar Godean. Dalam aksinya, ia mengaku sebagai
dukun pengganda uang. Kasat Reskrim Polresta Bandar Lampung, Kompol Dery
Agung Wijaya menjelaskan, Pompy saat ini masih diperiksa di Polda Yogyakarta.
“Kami sudah koordinasi dengan Polda Yogyakarta. Pasalnya, Pompy merupakan
DPO (Daftar Pencarian Orang) Polda Lampung dalam kasus pembuatan senjata
api rakitan sejak tahun 2013 lalu.” Menurut Kompol Dery Agung Wijaya, saat
digeledah dirumah kontrakannya di Jalan Tunggul Ametung, Kec. Kedaton,
Bandar Lampung, pihaknya menyita barang bukti berupa uang palsu senilai Rp
250.000.000,00 (dua ratus lima puluh juta rupiah), 8 (delapan) popor senjata laras
panjang, 3 (tiga) plastik kayu berbentuk peluru, 1 (satu) alat press, 1 (satu) gergaji
besi, komputer untuk membuat uang palsu, sepucuk senjata api laras panjang
rakitan, enam galon cairan kimia dan tiga kotak peralatan untuk membuat senjata
api.4
Maka dapat dilihat bahwa kepemilikan senjata api oleh masyarakat sipil jelas
memerlukan prosedur permohonan izin tertentu mencakup syarat keterampilan
dan psikologis. Hal ini diatur dalam beberapa peraturan perundang-undangan.
Bahkan surat izin tersebut harus diperpanjang perjangka waktu tertentu. Oleh
karena itu, kepemilikan senjata api oleh masyarakat sipil bukanlah hal yang
sembarangan. Bahkan, kepemilikan tanpa hak atas senjata api dapat dijatuhkan

3
4

http://www.kupastuntas.co/?page=berita&&no=19510
https://www.facebook.com/BeritaLampung/posts/571173316312545

7

sanksi pidana hingga hukuman mati. Hal ini terkait potensi besar penyalahgunaan
senjata api ilegal yang bahkan dapat mengancam keamanan dan stabilitas negara.5

Kejadian ini sangat meresahkan masyarakat sehingga pembuatan senjata api
tanpa hak milik tidak dibenarkan. Atas dasar pemikiran tersebut, maka saya
berinisiatif untuk meneliti lebih lanjut pemasalahan mengenai tindak pidana
pembuatan senjata api ilegal dalam Tugas Akhir (Skripsi) dengan judul
“Penegakan Hukum Pidana Terhadap Tindak Pidana Pembuat Senjata Api
Ilegal’’.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang tersebut, maka penulis merumuskan
pemasalahan sebagai berikut, yaitu :
1.

Bagaimanakah penegakan hukum pidana terhadap tindak pidana pembuat
senjata api ilegal ?

2.

Apakah faktor–faktor yang mempengaruhi penegakan hukum pidana
terhadap tindak pidana pembuat senjata api ilegal ?

C. Tujuan dan Kegunaan Penulisan

1. Tujuan Penulisan
a. Untuk mengetahui penegakan hukum pidana terhadap tindak pidana
pembuat senjata api ilegal.

5

http://lk2fhui.com/2013/10/02/pembatasan-kepemilikan-senjata-api-oleh-masyarakat- sipildalam-perspektif-hukum-dan-sanksi-pidana-atas-penyalahgunaannya/

8

b. Untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi penegakan
hukum pidana terhadap tindak pidana pembuat senjata api ilegal.
2. Kegunaan Penulisan
a.

Secara Teoritis
Secara teoritis diharapkan penulisan ini dapat memberikan masukan
atau kontribusi secara teoritis bagi pengembangan ilmu pengetahuan,
terutama disiplin ilmu hukum pidana.

b.

Secara Praktis
Secara praktis penelitian ini diharapkan dapat memberikan
pengetahuan bagi rekan-rekan mahasiswa selama mengikuti program
perkuliahan hukum pidana pada Fakultas Hukum Universitas
Lampung dan dapat dijadikan acuan bagi para penegak hukum dalam
penegakan hukum pidana terhadap tindak pidana pembuat senjata
api ilegal.

D. Kerangka Teori dan Konseptual
1. Kerangka Teoritis
Kerangka teori merupakan pengabstraksian hasil pemikiran sebagai kerangka
acuan atau dasar yang relevan untuk pelaksanaan penelitian ilmiah, khususnya
dalam penelitian ilmu hukum.6 Kerangka teoritis yang digunakan dalam penelitian
adalah sebagai berikut :

6

Soerjono Soekanto. Pengantar Penelitian Hukum. Rineka Cipta. Jakarta. 1983. hlm.11

9

1. Penegakan Hukum Pidana
Penegakan hukum pidana adalah upaya aparat penegak hukum untuk menjamin
kepastian hukum, ketertiban dan perlindungan hukum pada era modernisasi dan
globalisasi saat ini dapat terlaksana, apabila berbagai dimensi kehidupan hukum
selalu menjaga keselarasan, keseimbangan dan keserasian antara moralitas sipil
yang didasarkan oleh nilai-nilai aktual didalam masyarakat beradab. Sebagai
suatu proses kegiatan yang meliputi berbagai pihak termasuk masyarakat dalam
kerangka pencapaian tujuan, adalah keharusan untuk melihat penegakan hukum
pidana sebagai sistem peradilan pidana.7
Penegakan hukum pidana dilaksanakan melalui beberapa tahap kebijakan yaitu
sebagai berikut:
a. Tahap formulasi, yaitu tahap penegakan hukum pidana in abstracto oleh
badan pembuat undang-undang. Dalam tahap ini pembuat undang-undang
melakukan kegiatan memilih nilai-nilai yang sesuai dengan keadaan dan
situasi masa kini dan yang akan datang, kemudian merumuskannya dalam
bentuk peraturan perundang-undangan pidana untuk mencapai hasil
perundang-undangan yang paling baik dalam arti memenuhi syarat keadilan
dan daya guna. Tahap ini disebut tahap Kebijakan Legislatif
b. Tahap aplikasi, yaitu tahap Penegakan Hukum Pidana (tahap penerapan
hukum pidana) oleh aparat-aparat penegak hukum mulai dari Kepolisian
sampai Pengadilan. Dalam tahap ini aparat penegak hukum bertugas
menegakkan serta menerapkan peraturan perundang-undangan pidana yang
telah dibuat oleh pembuat undang-undang. Dalam melaksanakan tugas ini,
aparat penegak hukum harus berpegang teguh pada nilai-nilai keadilan dan
daya guna tahap ini dapat dapat disebut sebagai tahap yudikatif.
c. Tahap eksekusi, yaitu tahap penegakan (pelaksanaan) hukum secara konkret
oleh aparat-aparat pelaksana pidana. Dalam tahap ini aparat-aparat pelaksana
pidana bertugas menegakkan peraturan perundang-undangan pidana yang
telah dibuat oleh pembuat undang-undang melalui penerapan pidana yang
telah ditetapkan dalam putusan Pengadilan. Dalam melaksanakan pemidanaan
yang telah ditetapkan dalam putusan Pengadilan, aparat-aparat pelaksana
pidana itu dalam melaksanakan tugasnya harus berpedoman kepada peraturan

7

Mardjono Reksodiputro. Sistem Peradilan Pidana Indonesia, Melihat Kejahatan dan Penegakan
Hukum dalam Batas-Batas Toleransi, Pusat Keadilan dan Pengabdian Hukum, Jakarta,1994,
hlm.76

10

perundang-undangan pidana yang dibuat oleh pembuat undang-undang dan
nilai-nilai keadilan suatu daya guna.8
Ketiga tahap penegakan hukum pidana tersebut, dilihat sebagai usaha atau proses
rasional yang sengaja direncanakan untuk mencapai tujuan tertentu, jelas harus
merupakan suatu jalinan mata rantai aktivitas yang tidak termasuk yang
bersumber dari nilai-nilai dan bermuara pada pidana dan pemidanaan.

2. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penegakan Hukum Pidana
Penegakan hukum bukan semata-mata pelaksanaan perundang-undangan saja,
namun terdapat juga faktor-faktor yang mempengaruhinya, yaitu sebagai berikut:9
(1) Faktor perundang-undangan (substansi hukum)
Praktek menyelenggaraan penegakan hukum dilapangan seringkali terjadi
pertentangan antara kepastian hukum dan keadilan. Hal ini dikarenakan
konsepsi keadilan merupakan suatu rumusan yang bersifat abstrak sedangkan
kepastian hukum merupakan prosedur yang telah ditentukan secara normatif.
(2) Faktor penegak hukum
Salah satu kunci dari keberhasilan dalam penegakan hukum adalah mentalitas
atau kepribadian dari penegak hukumnya sendiri. Dalam rangka penegakan
hukum oleh setiap lembaga penegak hukum, keadilan dan kebenaran harus
dinyatakan, terasa, terlihat dan diaktualisasikan.

8

Ibid. hlm. 25-26

9

Soerjono Soekanto. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penegakan Hukum. Rineka Cipta.
Jakarta. 1986. hlm. 8-11

11

(3) Faktor sarana dan fasilitas
Sarana dan fasilitas yang mendukung mencakup tenaga manusia yang
berpendidikan dan terampil, organisasi yang baik, peralatan yang memadai,
keuangan yang cukup. Tanpa sarana dan fasilitas yang memadai, penegakan
hukum tidak dapat berjalan dengan lancar dan penegak hukum tidak mungkin
menjalankan peranan semestinya.
(4) Faktor masyarakat
Masyarakat mempunyai pengaruh yang kuat terhadap pelaksanaan penegakan
hukum, sebab penegakan hukum berasal dari masyarakat dan bertujuan untuk
mencapai dalam masyarakat. Bagian yang terpenting dalam menentukan
penegak hukum adalah kesadaran hukum masyarakat. Semakin tinggi
kesadaran hukum masyarakat maka akan semakin memungkinkan penegakan
hukum yang baik. Semakin rendah tingkat kesadaran hukum masyarakat,
maka akan semakin sukar untuk melaksanakan penegakan hukum yang baik.
(5) Faktor kebudayaan
Kebudayaan Indonesia merupakan dasar dari berlakunya hukum adat.
Berlakunya hukum tertulis (perundang-undangan) harus mencerminkan nilainilai yang menjadi dasar hukum adat. Dalam penegakan hukum, semakin
banyak

penyesuaian

antara

peraturan

perundang-undangan

dengan

kebudayaan masyarakat, maka akan semakin mudah dalam menegakannya.

12

2. Konseptual
Konseptual adalah susunan berbagai konsep yang menjadi fokus pengamatan
dalam melaksanakan penelitian.10 Berdasarkan definisi diatas maka peneliti akan
melakukan analisis pokok-pokok bahasan dalam penelitian ini serta memberikan
batasan pengertian yang berhubungan dengan judul skripsi ini, yaitu: “Penegakan
Hukum Pidana Terhadap Tindak Pidana Pembuat Senjata Api Ilegal”. Adapun
pengertian dari istilah yang digunakan tersebut adalah sebagai berikut:
a. Penegakan hukum adalah dapat menjamin kepastian hukum, ketertiban dan
perlindungan hukum pada era moderenisasi dan globalisasi saat ini dapat
terlaksana, apabila berbagai dimensi kehidupan hukum selalu menjaga
keselarasan, keseimbangan dan keserasian antara moralitas sipil yang
didasarkan oleh nilai-nilai aktual didalam masyarakat beradab. Sebagai suatu
proses kegiatan yang meliputi berbagai pihak termasuk masyarakat dalam
kerangka pencapaian tujuan, adalah keharusan untuk melihat penegakan
hukum pidana sebagai sistem peradilan pidana.11
b. Tindak pidana adalah perbuatan yang dilarang oleh suatu aturan hukum,
larangan mana yang disertai ancaman (sanksi) yang berupa pidana tertentu
bagi siapa yang melanggar larangan tersebut. Tindak pidana merupakan
pelanggaran norma atau gangguan terhadap tertib hukum, yang dengan
sengaja atau tidak sengaja telah dilakukan terhadap seorang pelaku.12
c. Pelaku tindak pidana adalah setiap orang yang melakukan perbuatan
melanggar atau melawan hukum sebagaimana di rumuskan dalam undangundang. Pelaku tindak pidana harus diberi sanksi demi terpeliharanya tertib
hukum dan terjaminya kepentingan umum.13

10

Soerjono Soekanto. Pengantar Penelitian Hukum. Rineka Cipta. Jakarta. 1983. hlm.63
Barda Nawawi Arief. Masalah Penegakan Hukum dan Kebijakan Penaggulangan Kejahatan.
PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 2001, hlm. 23
12
Moeljanto, Perbuatan Pidana dan Pertanggungjawaban Dalam Hukum pidana, Bina Aksara,
Jakarta. 1993. hlm. 46
13
Satjipto rahardjo. Bunga Rampai Permasalahan Dalam Sistem Peradilan Pidana. Pusat
Pelayanan Keadilan dan Pengabdian Hukum Jakarta. 1998. hlm. 25
11

13

d. Senjata api adalah setiap alat, baik yang sudah terpasang ataupun yang belum,
yang dapat dioperasikan atau yang tidak lengkap, yang dirancang atau diubah,
atau yang dapat diubah dengan mudah agar mengeluarkan proyektil akibat
perkembangan gas-gas yang dihasilkan dari penyalaan bahan yang mudah
terbakar didalam alat tersebut, dan termasuk perlengkapan tambahan yang
dirancang atau dimaksudkan untuk dipasang pada alat demikian.14
e. Ilegal adalah tidak menurut hukum.15

E. Sistematika Penulisan

Untuk membahas masalah penegakan hukum pidana terhadap tindak pidana
pembuat senjata api ilegal, agar supaya tersusun dengan baik, sistematis, dan
mudah dipahami akhirnya dapat diambil suatu kesimpulan, penulis menggunakan
sistematika penulisan yang berurutan sebagai berikut :
I

PENDAHULUAN
Bab ini merupakan pendahuluan yang berisi latar belakang penulisan
skripsi yang berjudul, permasalahan dan ruang lingkup, tujuan dan
kegunaan penulisan, perangkat teoritis dan konseptual serta sistematika
penulisan.

II

TINJAUAN PUSTAKA
Bab ini berisi tinjauan kepustakaan dari berbagai konsep yang digunakan
dalam penelitian dan diambil dari berbagai refrensi yang sesuai dengan
permasalahan yang dikaji meliputi pengertian penegakan hukum pidana
terhadap tindak pidana pembuat senjata api ilegal.

14

http://www.bumn.go.id/pindad/berita/358/SENJATA.API,.DEFINISI.DAN.PENGATURANNY
A
15
Adhitya Wijaya . Kamus Bahasa Indonesia Lengkap. Nusantara. Surakarta. hlm. 262

14

III

METODE PENELITIAN
Bab ini berisi metode yang digunakan dalam penelitan, meliputi
pendekatan masalah, data, informan (responden) penelitian, prosedur
pengumpulan dan pengolahan data serta analisis data.

IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Bab ini berisi deskripsi berupa penyajian dan pembahasan data yang
penulis dapatkan selama penelitian yang meliputi uraian mengenai
penegakan hukum pidana terhadap tindak pidana pembuat senjata api
ilegal dan faktor-faktor yang mempengaruhi penegakan hukum pidana
terhadap tindak pidana pembuat senjata api ilegal.

V

PENUTUP
Bab ini berisi kesimpulan yang didapatkan setelah melakukan analisis dan
pembahasan atas data yang telah diperoleh selama penelitian, selain itu
juga diberikan berbagai saran yang sesuai dengan hasil dan pembahasan.

15

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Penegakan Hukum Pidana
Penegakan hukum dapat menjamin kepastian hukum, ketertiban dan perlindungan
hukum pada era moderenisasi dan globalisasi saat ini dapat terlaksana, apabila
berbagai dimensi kehidupan hukum selalu menjaga keselarasan, keseimbngan dan
keserasian antara moralitas sipil yang didasarkan oleh nilai-nilai aktual didalam
masyarakat beradab. Sebagai suatu proses kegiatan yang meliputi berbagai pihak
termasuk masyarakat dalam kerangka pencapaian tujuan, adalah keharusan untuk
melihat penegakan hukum pidana sebagai sistem peradilan pidana.16

Sistem peradilan pidana pelaksanaan dan penyelenggaan penegakan hukum
pidana melibatkan badan-badan yang masing-masing memiliki fungsi sendirisendiri. Badan-badan tersebut yaitu Kepolisian, Kejaksaan, Pengadilan dan
Lembaga Pemasyarakatan. Dalam kerangka kerja sistematik ini tindakan badan
yang satu akan berpengaruh pada badan yang lainnya. Instansi-instansi tersebut
masing-masing menetapkan hukum dalam bidang dan wewenangnya.
Negara Indonesia adalah negara hukum (recht staats), maka setiap orang yang
melakukan tindak pidana harus mempertanggungjawabkan perbuatannya melalui
penegakan hukum. Hukum dalam hal ini merupakan sarana bagi penegakan

16

Mardjono Reksodiputro. Sistem Peradilan Pidana Indonesia, Melihat Kejahatan dan
Penegakan Hukum dalam Batas-Batas Toleransi, Pusat Keadilan dan Pengabdian Hukum,
Jakarta, 1994, hlm.76

16

hukum. Penegakan hukum mengandung makna bahwa tindak pidana adalah suatu
perbuatan yang dilarang oleh aturan hukum dan disertai dengan ancaman (sanksi)
yang berupa pidana tertentu sebagai pertanggungjawabannya.

Sistem peradilan pidana adalah sistem dalam suatu masyarakat untuk
menanggulangi kejahatan, dengan tujuan mencegah masyarakat menjadi korban
kejahatan, menyelesaikan kasus kejahatan yang terjadi sehingga masyarakat puas
bahwa keadilan telah ditegakkan dan yang bersalah dipidana dan mengusahakan
mereka yang pernah melakukan kejahatan tidak mengulangi lagi kejahatannya. 17

Sistem peradilan pidana merupakan suatu jaringan (network) peradilan yang
menggunakan hukum pidana sebagai sarana utamanya, baik hukum pidana
materil, hukum pidana formil maupun hukum pelaksanaan pidana. Namun
demikian kelembagaan substansial ini harus dilihat dalam kerangka atau konteks
sosial. Sifatnya yang terlalu formal apabila dilandasi hanya untuk kepentingan
kepastian hukum saja akan membawa bencana berupa ketidak adilan. Dengan
demikian demi apa yang dikatakan sebagai precise justice, maka ukuran-ukuran
yang bersifat materil, yang nyata-nyata dilandasi oleh asas-asas keadilan yang
bersifat umum benar-benar harus diperhatikan dalam penegakan hukum.
Pandangan penyelenggaran tata hukum pidana demikian itu disebut sebagai model
kemudi (stuur model). Jadi kalau polisi hanya memarahi orang yang melanggar
peraturan lalu lintas dan tidak membuat proses verbal dan meneruskan perkaranya
ke Kejaksaan, itu sebenarnya merupakan suatu keputusan penetapan hukum.
Demikian pula keputusan Kejaksaan untuk menuntut atau tidak menuntut
seseorang dimuka pengadilan. Ini semua adalah bagian dari kegiatan dalam
17

Romli Atmasasmita. Sistem Peradilan Pidana, Binacipta, Bandung, 1996, hlm. 2

17

rangka penegakan hukum, atau dalam suasana kriminologi disebut crime control
suatu prinsip dalam penanggulangan kejahatan ini ialah bahwa tindakan-tindakan
itu harus sesuai dengan nilai-nilai yang hidup dalam masyarakat. 18
Sistem peradilan pidana melibatkan penegakan hukum pidana, baik hukum pidana
substantif, hukum pidana formil maupun hukum pelaksanaan pidana, dalam
bentuk yang bersifat prefentif, represif maupun kuratif. Dengan demikian akan
nampak keterkaitan dan saling ketergantungan antar subsistem peradilan pidana
yakni Lembaga Kepolisian, Kejaksaan, Pengadilan dan Lembaga Pemasyarakatan.
Secara toeritis penegakan hukum harus diartikan dalam kerangka tiga konsep,
yaitu19:
a. Konsep penegakan hukum yang bersifat total (total enforcement concept)
yang menuntut agar semua nilai yang ada dibelakang norma hukum
tersebut ditegakkan tanpa terkecuali.
b. Konsep penegakan hukum yang bersifat penuh (full enforcement
concept) yang menyadari bahwa konsep total perlu dibatasi dengan
hukum acara dan sebagainya demi perlindungan kepentingan individual.
c. Konsep penegakan hukum aktual (actual enforcement concept) yang
muncul setelah diyakini adanya diskresi dalam penegakan hukum karena
keterbatasan-keterbatasan, baik yang berkaitan dengan sarana-prasarana,
kualitas sumber daya manusianya, kualitas perundang-undangannya dan
kurangnya partisipasi masyarakat.

18

Sudarto. Kapita Selekta Hukum Pidana, Alumni, Bandung, 1986, hlm.7

19

Mardjono Reksodiputro, Op.Cit. hlm.78

18

Satu istilah hukum yang dapat merangkum cita-cita peradilan pidana, menurut
Muladi yaitu due process of law yang dalam bahasa Indonesia dapat
diterjemahkan menjadi proses hukum yang adil atau layak. Secara keliru arti dari
proses hukum yang adil dan layak ini seringkali hanya dikaitkan dengan
penerapan aturan-aturan hukum acara pidana suatu negara pada seorang tersangka
atau terdakwa. Padahal arti dari due process of law ini lebih luas dari sekedar
penerapan hukum atau perundang-undangan secara formil.20
Pemahaman tentang proses hukum yang adil dan layak mengandung pula sikap
batin penghormatan terhadap hak-hak warga masyarakat meski ia menjadi pelaku
kejahatan, namun kedudukannya sebagai manusia memungkinkan dia untuk
mendapatkan hak-haknya tanpa diskriminasi. Paling tidak hak-hak untuk didengar
pandangannya tentang peristiwa yang terjadi, hak didampingi penasehat hukum
dalam setiap tahap pemeriksaan, hak memajukan pembelaan dan hak untuk
disidang dimuka pengadilan yang bebas dan dengan hakim yang tidak memihak.

Konsekuensi logis dari dianutnya proses hukum yang adil dan layak ialah sistem
peradilan pidana selain harus melaksanakan penerapan hukum acara pidana sesuai
dengan asas-asasnya, juga harus didukung oleh sikap batin penegak hukum yang
menghormati hak-hak masyarakat. Kebangkitan hukum nasional mengutamakan
perlindungan hak asasi manusia dalam mekanisme sistem peradilan pidana.
Perlindungan hak-hak tersebut, diharapkan sejak awal sudah dapat diberikan dan
ditegakkan. Selain itu diharapkan pula penegakan hukum berdasarkan undangundang

tersebut

memberikan

kekuasaan

kehakiman

yang

bebas

dan

bertanggungjawab. Semua itu hanya terwujud apabila orientasi penegakan hukum
20

Muladi. Hak Asasi Manusia, Politik dan Sistem Peradilan Pidana, Badan Penerbit
UNDIP,Semarang, 1997, hlm.62

19

dilandaskan pada pendekatan sistem, yaitu mempergunakan segenap unsur
didalamnya sebagai suatu kesatuan yang saling interrelasi dan mempengaruhi.
Artinya penegakan hukum merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan
antara satu dengan yang lainnya, karena saling berkaitan dan mempengaruhi.
B. Tinjauan tentang Senjata Api
Sebelum mengenal senjata api, manusia menggunakan senjata tradisional dengan
alat sederhana, seperti menggunakan busur panah atau ketapel. Setelah ditemukan
bubuk mesiu untuk amunisi dan alat peledak, senjata api pun mulai berkembang
diperadaban manusia. Penggunaan senjata api secara global pada perang dunia
pertama menyebabkan penyebaran dan perkembangan inovasi dari senjata api
sebagai alat pertahanan diri maupun alat serang. Pada masa sekarang senjata api
digunakan pertahanan diri, sebagai sarana olahraga tembak reaksi, dan berburu
hewan.

Senjata api dapat diartikan suatu alat yang sebagian atau seluruhnya terbuat dari
logam

yang

mempunyai

komponen

pemukul/pelatuk, trigger, pegas, kamar

atau

alat

mekanik

peluru yag dapat

seperti

laras,

melontarkan anak

peluru atau gas melalui laras dengan bantuan bahan peledak.

Dalam Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 1967 yang
menyatakan senjata api adalah salah satu alat untuk melaksanakan tugas pokok
angkatan bersenjata dibidang pertahanan dan keamanan, sedangkan bagi instansi
pemerintah diluar angkatan bersenjata, senjata api merupakan alat khusus yang
penggunaannya diatur melalui ketentuan Instruksi Presiden Nomor 9 Tahun 1967,
yang menginstruksikan agar para Menteri (pimpinan lembaga pemerintah dan

20

non pemerintah) membantu pertahanan dan keamanan agar dapat mencapai
sasaran tugasnya.
Lebih jauh dijelaskan dalam Ordonasi Senjata Api Tahun 1939 UU Darurat No.
12 Tahun 1951, yang juga senjata api adalah :
1. Bagian-bagian dari senjata api
2. Meriam-meriam dan vylamen werpers (penyembur api) termasuk
bagiannnya
3. Senjata-senjata tekanan udara dan tekanan per dengan tanpa
mengindahkan kalibernya
4. Slachtpistolen (pistol penyembelih /pemotong)
5. Sein pistolen (pistol isyarat)
6. Senjata api imitasi seperti alarm pistolen (pistol tanda bahaya), start
revolvers (revolver perlombaan), shijndood pistolen ( pistol suar),
shijndood revolvers ( revolver suar ) dan benda-benda lainnya yang
sejenis itu, yang dapat dipergunakan untuk mengancam atau menakuti,
begitu pula bagian-bagiannya.

Berdasarkan Surat Direktur Intelpan atas nama Kapolri Nomor : R/WSD
404/VII/98/Dit LPP tertanggal 21 Agustus 1998, peralatan keamanan yang dapat
digunakan untuk mengancam atau menakuti/mengejutkan adalah :
1. Senjata gas air mata yang berbentuk : pistol/revelvor gas
stick/pentungan gas, spray gas, gantungan kunci gas, extinguising
gun/pemadam api ringan, pulpen gas, dll
2. Senjata kejutan listrik yang berbentuk : stick/tongkat listrik, kejutan
genggam, senter guna, dll
3. Senjata panah : model cross bow ( senjata panah ), panah busur, dll
4. Senjata tiruan/replika
5. Senjata angin kaliber 4,5mm
6. Alat pemancang paku beton.

21

Surat Direktur Intelpan Nomor : R/SWD-368/VII/1998/Dit LPP tertanggal 24
Juli 1998, senjata api tiruan :
1. Senjata api type clock 17 pistol dari plastik
2. Crossman 50 caliber poin gun
3. The cat pistol
4. Marksman semi auto pistol
5. 22 black revolver mini cross bow
6. Mainan berbentuk senjata api asli
7. Replika senjata api mainan menyerupai senjata api
8. Alat keamanan/ bela diri yang sejenis

Senjata api tidak hanya terbatas pada bentuk utuh senjata api tersebut, namun
bagian-bagian dari padanya pun termasuk dalam definisi dan kriteria senjata api.

C. Dasar Hukum Pembuatan Senjata Api di Indonesia

Instruksi Presiden RI No. 9 Tahun 1967 senjata api adalah salah satu alat untuk
melaksanakan tugas pokok Angkatan Bersenjata dibidang pertahanan dan
kemanan, sedangkan bagi instansi pemerintah diluar Angkatan Bersenjata, senjata
api merupakan alat khusus yang penggunaanya diatur melalui ketentuan Inpres
No. 9 Tahun 1976. Yang menginstruksikan agar para Menteri/Pemimpin Lembaga
Pemerintahan dan Non Pemerintahan membantu Menteri Pertahanan dan Menteri
Keamanan agar dapat mencapai sasaran tugasnya. Pengguna senjata api juga
diperbolehkan di Indonesia untuk kalangan sipil penggunaannya diatur dalam
Undang-Undang No. 8 Tahun 1948, tentang pendaftaran dan pemberian izin
pemakaian senjata api.

22

Polri merupakan satu-satunya instansi yang berwenang untuk mengeluarkan izin
pembuatan senjata api. Berikut dasar hukum pembuatan senjata api di Indonesia :
Pasal 1 Ayat (1) UU Darurat 12/1951
Barangsiapa, yang tanpa hak memasukkan ke Indonesia, membuat,
menerima,

mencoba

memperoleh,

menyerahkan,

atau

menoba

menyerahkan, menguasai, membawa, mempunyai persediaan padanya
atau

mempunyai

dalam

miliknya,

menyimpaan,

mengangkut,

menyembunyikan, mempergunakan atau mengeluarkan dari Indonesia
sesuatu senjata api, amunisi atau sebuah bahan peledak, dihukum dengan
hukuman mati atau hukuman penjara seumur hidup atau hukuman
penjara setinggi-tingginya dua puluh tahun.21

D. Tindak Pidana Pembuat Senjata Api Ilegal

Kamus Bahasa Indonesia yang ditulis oleh Poerwadareminta, dinyatakan bahwa
“tindak pidana adalah perbuatan pidana atau perbuatan kejahatan sebagai perilaku
yang bertentangan dengan nilai-nilai dan norma-norma yang berlaku dimana yang
telah ditetakan dalam hukum yang mengaturnya’’.
Setiap orang yang melakukan tindak pidana pembuatan senjata api ilegal akan
diproses secara hukum sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang
berlaku, karena tindak pidana pembuatan senjata api ilegal dapat memberikan
andil yang cukup besar bagi kejahatan bersenjata maupun kepemilikan senjata api
secara ilegal. Tindak pidana pembuat snjata api ilegal menurut Pasal 1 Ayat (1)
UU Darurat No. 12 Tahun 1951 disebutkan : “Barangsiapa, yang tanpa hak
memasukkan ke Indonesia, membuat, menerima, mencoba memperoleh,
menyerahkan atau mencoba menyerahkan, menguasai, membawa, mempunyai
persediaan padanya atau mempunyai dalam miliknya, menyimpan, mengangkut,
menyembunyikan, mempergunakan atau mengeluarkan dari Indonesia sesuatu
senjata api, amunisi atau sesuatu bahan peledak, dihukum dengan hukuman mati
21

http://m.hukumonline.com/klinik/detail/lt21460bf4/alat-pertahanan-diri-yang-diperbolehkan-diindonesia

23

atau hukuman penjara seumur hidup atau hukuman penjara sementara setinggitingginya dua puluh tahun.” 22

Surat Keputusan Kapolri No. Pol : Ske/1205/ix/2000 tanggal 11 September 2000
tentang Himpunan Juklak (Petunjuk pelaksanaan), Juknis (Petunjuk teknis),
proses penyidikan tindak pidana, yang dimaksud dengan tindak pidana adalah
setiap perbuatan/peristiwa yang diancam hukuman sebagai kejahatan atau
pelanggaran baik yang disebut dalam KUHP maupun peraturan lainnya.
Tindak pidana menurut Abdussalam23 memuat unsur-unsur sebagai berikut :
1. Perbuatan manusia
2. Melanggar peraturan pidana
3. Diancam dengan hukuman
4. Dilakukan oleh orang-orang yang dapat dipertanggungjawabkan.24

E. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penegakan Hukum Pidana
Penegakan hukum bukan semata-mata pelaksanaan perundang-undangan saja,
namun terdapat juga faktor-faktor yang mempengaruhinya, yaitu sebagai
berikut:25
(1) Faktor perundang-undangan (Substansi hukum)
Praktek menyelenggaraan penegakan hukum dilapangan seringkali terjadi
pertentangan antara kepastian hukum dan keadilan. Hal ini dikarenakan
22

http://lk2fhui.com/2013/10/02/pembatasan-kepemilikan-senjata-api-oleh-masyarakat-sipildalam-perspektif-hukum-dan-sanksi-pidana-atas-penyalahgunaannya/

23

Lib.ui.ac.id/file?file=digital/2029262-fenomena%20tindak-full%20text.pdf

25

Soerjono Soekanto. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penegakan Hukum. Rineka Cipta.
Jakarta. 1986. hlm. 8-11

24

konsepsi keadilan merupakan suatu rumusan yang bersifat abstrak
sedangkan kepastian hukum merupakan prosedur yang telah ditentukan
secara normatif. Oleh karena itu suatu tindakan atau kebijakan yang tidak
sepenuhnya berdasarkan hukum merupakan suatu yang dapat dibenarkan
sepanjang kebijakan atau tindakan itu tidak bertentangan dengan hukum.
(2) Faktor penegak hukum
Salah satu kunci dari keberhasilan dalam penegakan hukum adalah
mentalitas atau kepribadian dari penegak hukumnya sendiri. Dalam
kerangka penegakan hukum dan implementasi penegakan hukum bahwa
penegakan keadilan tanpa kebenaran adalah suatu kebejatan. Penegakan
kebenaran tanpa kejujuran adalah suatu kemunafikan. Dalam rangka
penegakan hukum oleh setiap lembaga penegak hukum, keadilan dan
kebenaran harus dinyatakan, terasa, terlihat dan diaktualisasikan.
(3) Faktor sarana dan fasilitas
Sarana dan fasilitas yang mendukung mencakup tenaga manusia yang
berpendidikan dan terampil, organisasi yang baik, peralatan yang
memadai, keuangan yang cukup. Tanpa sarana dan fasilitas yang memadai,
penegakan hukum tidak dapat berjalan dengan lancar dan penegak hukum
tidak mungkin menjalankan peranan semestinya.
(4) Faktor masyarakat
Masyarakat mempunyai pengaruh yang kuat terhadap pelaksanaan
penegakan hukum, sebab penegakan hukum berasal dari masyarakat dan
bertujuan untuk mencapai dalam masyarakat. Bagian yang terpenting
dalam menentukan penegak hukum adalah kesadaran hukum masyarakat.
Semakin tinggi kesadaran hukum masyarakat maka akan semakin
memungkinkan penegakan hukum yang baik. Semakin rendah tingkat
kesadaran hukum masyarakat, maka akan semakin sukar untuk
melaksanakan penegakan hukum yang baik.

25

(5) Faktor kebudayaan
Kebudayaan Indonesia merupakan dasar dari berlakunya hukum adat.
Berlakunya hukum tertulis (perundang-undangan) harus mencerminkan
nilai-nilai yang menjadi dasar hu