PENEGAKAN HUKUM TERHADAP TINDAK PIDANA K

Jurnal Ummul Qura Vol III, No. 2, Agustus 2013

92

PENEGAKAN HUKUM TERHADAP TINDAK PIDANA
KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA MENURUT
UNDANG-UNDANG NO 23 TAHUN 2004 1
Oleh :
Abd.Hadi.SH., MH 2
A. PENDAHULUAN
Negara Republik Indonesia adalah negara hukum berdasarkan
Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 yang menunjung tinggi
hak asasi menusia serta menjamin segala warga negara bersamaan
kedudukannya di dalam hukum dan Pemerintah itu dengan tidak
ada kecualinya. Oleh karena itu hak-hak dan martabat kemanusiaan
harus benar-benar diwujudkan dalam kehidupan berbangsa dan
bernegara demi terciptanya tata kehidupan yang aman, tertib, dan
sejahtera tanpa ada diskriminasi kepada seluruh masyarakat.
Tetapi dalam kenyataanya hal itu belum sepenuhnya terwujud,
terbukti dengan masih banyak terjadinya kekerasan, terutama
kekerasan terhadap perempuan, yang lebih ironis lagi hal itu sebagian

besar jutru terjadi dalam lingkup rumah tangga mereka sendiri.
Harus disadari bahwa perbuatan tersebut adalah pelanggaran
hukum oleh karenanya harus dilawan dan dihapuskan.
Kasus-kasus kekerasan terhadap perempuan khususnya yang
tejadi dalam rumah tangga, pada kenyataanya dilakukan dihampir
semua lapisan masyarakat tanpa membedakan tingkat pendidikan,
strata ekonomi, maupun latar belakang pendidikan, bahkan para
pelaku kekerasan tersebut yang kebanyan adalah suami, mantan
suami, orang tua, anak, dan majikan merupakan orang-orang yang
sangat dekat dengan korban dan seharusnya melindunginya.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa tindak kekerasan dalam rumah
tangga atau masih dalam istilah lain disebut domestic violence sudah
menjadi fenomena sosial yang melanda sebgaian besar masyarakat,
bahkan hal itu sudah terjadi secara iniversal diseluruh belahan
Tema diangkat sebagai bahan Penyuluhan Kesadaran Hukum Masyarakat, yang
disampaikan dalam rangka Penelitian dan Pemgabdian masyarakat, yang
selanjutnya diangkat sebagai Jurnal.
2 Penulis adalah Dosen Akhwal al-Syakhsyiyah Sekolah Tinggi Agama Islam Raden Qosim
(STAIRA) Lamongan
1


Jurnal Ummul Qura Vol III, No. 2, Agustus 2013

93

dunia. Mengenai kenyataan tersebut Aziz Hoesien, mengatakan :
Kekerasan terhadap perempuan bukanlah masalah yang terjadi di
Indonesia saja, tetapi juga menjadi masalah perempuan di seluruh
dunia. Untuk itu msalah kekerasan terhadap perempuan merpakan
salah satu dari 12 Critical area of concern hasil pertemuan kongres
perempuan sedunia ke 4 di Beijing tahun 1995.
Padahal
sesuai dengan ketentuan
peraturan perundangundangan yang berlaku di Indonesia. Menghendaki adanya
keserasian d an kerukunan dalam rumah tangga. Mengenai hal ini
sebagaimana yang terdapat dalam penjelasan atas Undang-undang
No 23 tahun 2004 Tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah
Tangga : “Keutuhan dan kerukunan rumah tangga yang bahagia,
aman, tentram, dan damai merupakan dambaan setiap orang dalam
rumah tangga. Negara Republik Indonesia adalah negara yang

berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa dijamin oleh Psal 29 Undangundang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945, dengan
demikian setiap orang dalam lingkup
rumah
tangga dalam
melaksanakan hak dan kewajiban harus didasari oleh agama. Hal ini
perlu terus ditumbuhkan kembangkan dalam rangka membangun
keutuhan rumah tangga”.
Mengatakan hal itu, Muthia Farida Hatta Mengutarakan
Pendapatnya bahwa “Permsalahan kekerasan Terhadap Perempuan
(KTP) terlebih Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) adalah
pelanggaran Hak Asasi manusia (HAM) dan kejahatan terhadap
kemanusiaan, artinya, ia tidak bisa didiamkan namun harus dilawan
dan dihapuskan. Karena tindak pidana kekerasan dalam rumah
tangga dari waktu ke waktu tidak semakin berkurang tetapi justru
semakin meningkat
baik secara
kualitas maupun kuantitas.
Perkembangan yang demikian tentu sangat meresahkan dan
menimbulkan kekhwatiran kepada semua pihak, sebab hal itu dapat
menimbulkan

gangguan
ketertiban dan keaamanan dalam
masyarakat.
B. PERMASALAHAN
Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) akhir-akhir ini
memang perlu dipikirkan kemudian dicarikan pemecahannya. Pada
umumnya, KDRT dipicu oleh berbagai factor, antara lain adalah faktor
Ekonomi, gender, lingkungan, relasi kuasa yang timpang, dan role

Jurnal Ummul Qura Vol III, No. 2, Agustus 2013

94

modeling (perilaku meniru-niru) misalnya media masa terutama
Televisi yang banyak menayangkan hal-hal yang berbau kekerasan
sehingga
timbul
kecenderungan
untuk
meniru

sehingga
meningkatkan kesadaran hokum masyarakat khususnya pada kaum
wanita.
Penyebab paling besar tejadinya KDRT adalah fakta bahwa lelaki
dan perempuan kekuasaannya tidak sama didalam masyarakat.
Suaami menganggap bahwa perempuan yang menjadi istri adalah sah
milik mereka lewat perkawinan, sehingga mereka boleh berbuat apa
saja terhadap perempuan
yang menjadi istrinya itu, tanpa
seorangpun yang berhak melarang kondisi.ini semakin ironis dimana
banyak pihak yang tidak mau melaporkan perilaku kekerasan yang
dilakukan suaminya.
Dalam kenyatannya, suami melakukan KDRT, karena kesalahan
atas dasar standar nilai suami. KDRT, juga terjadi pada pasangan
yang saling mencintai, suami dalam kondisi normal, pasangan
ekonomi kuat, suami bukan pemabuk bahkan sukses dalam kariernya,
suami yang sopan santun orang, juga menjadi persoalan manusia,
dilakukan dengan kesadaran, dan sering dilakukan dengan alasan
diperbulehkan agama.
C. PEMBAHASAN

Kekerasan dalam rumah tangga hal ini dimaksudkan, untuk
mendapatkan permainan yang benar mengenai topik pembicaraan
serta untuk menghindari timbulnya kerancuan pda pembahasan
berikutnya. Untuk dapat mengerti isitlah kekerasan dalam rumgah
tangga maka terlebih dahulu perlu dibahas mengenai pengertian
dari kekerasan dalam rumah tangga itu sendiri.
Berbicara mengenai pengertian kekerasan ternyata sampai saat
ini belum terdapat kesamaan pendapat dari para ahli, hal ini
disebabkan masing-masing orang mempunyai sudut pandang yang
berbeda dalam masalah ini, yang sama dipengaruhi oleh lingkungan
dan budaya dimana mereka berasal dan bertempat tinggal. Mengenai
hal itu, dalam makalahnya yang
berjudul
Pembktian
dan
pentalaksanaan Kekersan Terhadap Perempuan Tinjauan Klinis dan
Forensik, Budi Sampurna, mengatakan :

Jurnal Ummul Qura Vol III, No. 2, Agustus 2013


95

Definisi kekerasan ternyata belum mencapai kesepakatan. Pengertian
kekerasan berbeda dari satu individu ke Individu lain, dari suatu
negara ke negara lain dan dari budaya yang satu ke budaya yang lain.
Kekerasan dalam bentuk verbal dan emosional tidak dianggap kekerasan
pada beberapa budaya atau negera. Demikian pula kekerasan fisik pada
tingkat tertentu. Terutama terhadap hubungan pelaku-korban tertentu,
juga dianggap bukan kekerasan pada budaya dan negri tertentu. 3
Dengan demikian dapat diketahui bahwa asal daerah atau tempat
tenggal latar belakang budaya masyarakat sangat menentukan dalam
menentukan sudut pandang dan penilaian terhadap apa yang disabut
dengan kekerasan. Sejalan dengan pendapat diatas, Harkrisnowo
mengatakan dalam makalahnya berjudul Hukum Pidana Dan Kekerasan
Terhadap perempuan dengan mengutip pendapat Michael Levi bahwa
“tindak kekerasan, atau violenca”, pada dasarnya merupakan suatu
konsep yang makna dan isinya sangat bergantung kepada
masyarakat sendiri-sendiri dengan tidak adanya kesamaan persepsi
tentang definisi terhaap istilah kekerasan, maka terdapat beberapa
pengertian yang muncul dan berkembang meskipun demikian dari

peredaan-perbedaan tersebut pada prinsipnya terdapat kesamaan,
yaitu bahwa perbuatan yang dimaksud tersebut menimbulkan
kerugian dan penderitaan pada orang lain, sebagaimana yang
dikatakan oleh Jerome skolnick, bahwa tindak keekrasan merupakan
an ambiguous term whose meaning is established thorough political
proses.4
Dalam
berbagai ligteriature terdapat penggunaan
kekerasan, dengan isitlah viclence, assult dan Batter.

istilah

Pengertian violence dapat diartikan sebagai :
1.

Ketidak adilan atau ketidak inginan kekuatan dengan disertai
kebiadaban / kekejaman dari kemarahan berapi-rapi.

2.


Kekuatan
fisik yang dilatih
dari
ketidaksahan hukum,
penyalahgunaan kekutan, kekuatan tersebut digunakan untuk
menentang keadaan biasa melawan hukum, dan menentang
kebebasan publik/masyarakat.

Achie Sudiarti Luhulima, ed. Pemahaman Bentuk-Bentuk Tindakan Kekerasan Terhadap
Perempuan Dan Alternatif Pemecahannya, Kelompok Kerja “Convention Watch” Pusat
Kajian Wanita Dan Jender Universitas Indonesia, Jakarta, 2000, hlm. 51.
4 Ibid, hlm. 80

3

Jurnal Ummul Qura Vol III, No. 2, Agustus 2013

3.

Penggunaan

dari sebuah
penyalahgunaan.

96

penyaluran, pengarusakan, atau

Pengertian Assault adalah ( Black’s Law Dictionary):
“Any willful attempt or theat to Infict upon the person of another…”
“Any intentional display of forse such as woul give the victim reason to
fear or expect immediate bodily harm”
An assault may be commited wihout acrually touching, or strinking, or
doing bodily harm, to the person another “5
Pengertian Batttery ( Black’s Law Dictionary ) adalah :
“Criminal Battery defined as the unlawful application of force to the
person oranotrhe, may be divided into its there basic elements:
1. The defendant’s conduct ( act or omisior);
2. His “ mental state “ Which may be intent to kill or injure, or
criminal negligence ,or perhaps the doing oif an unlawful act:
3. The harmfull result to the victim,which may be a bodily injury or

an offensive touching”.
Berdasarkan uraian di atas dapat ditarik sebuah kesimpulkan
bahwa “kekerasan dapat diartikan sebagai suatu bentuk tindakan
yang dilakukan terhadap pihak
lain yang si pelakunya
perseorangan/lebih
dari seorang
yang dapat mengakibatkan
penderitaan pada pihak lain”.
Sedangkan pengertian dari rumah tangga adanya suatu yang
mengikat anggota-anggota keluarga dengan ikatan batin yang halus
lagi kuat atau dapat pula dikatakan rumah tangga house hold adalah
kelompok sosial yang biasanya berpusat pada suatu keluarga batin,
ditambah dengan beberapa. Keluarga yang lain, yang tinggal dan
hidup bersama dalam satu rumah sehingga merupakan kesatuan
kedalam dan keluar.
Berdasarkan pengertian istilah kekerasan dan keluarga di atas
dapat dirumuskan mengenai pengertian kekerasan dalam rumah
tanggal. Abdul Wahid dan Muhammad Irfan dalam bukunya yang
5

Ibid

Jurnal Ummul Qura Vol III, No. 2, Agustus 2013

97

berjudul Perlindungan Terhadap Korban Kekerasan
Seksual
(Advokasi Atas Hak Asasi Perempuan) memberikan pengertian
kekerasan dalam rumah tangga sebagai “sebagai bentuk perilaku yang
dilakukan oleh unsur (anggota) keluarga terhadap unsur (anggota)
keluarga yang lain, yang memunculkan perasaan tidak nyaman dan
bahkan rasa takut, sedangkan menurut Budi Sempurna, yang
mengutip pendapat dari Kyriacou, mengatakan, bahwa kekerasan
dalam rumah tangga (keluarga) didefinisikan sebagai “Pola Perilaku
yang bersifat menyerang atau memaksa yang menciptakan ancaman
atau menciderai secara fisik yang dilakukan oleh padangannya atau
mantan pasangannya” atau secara lebih luas dapat disebutkan
seabgai penalahgunaan kekerasan atau kekuasaan oleh salah satu
anggota kelaurga kepada anggota keluarga yang lain, yang
melanggar hak individu/perdata.
Uraian diatas pada dasarnya sudah cukup untuk
mendefinisikan istilah kekerasan dalam rumah tangga, namun untuk
dapat menentukan pengertian terhadap istilah dalarn hukum pidana,
maka tidak boleh terlepas darl ketentuan peraturan perundangundangan yang berlaku. Berkaitan dengan topik pernbicaraan dalarn
penulisan ini, maka. definisi kekerasan dalarn rumah tangga harus
mengacu pada UU No.23 Tahun 2004 Tentang Penghapusan
Kekerasan Dalam Rumah Tangga.
Pasal 1 ayat (1) menyebutkan :
Kekerasan dalarn rumah tangga adalah setiap perbuatan terhadap
sesecrang terutama perempuan, yang berakibat timbulnya
kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, seksual, psikologis,
dan/atau penelantaran rumah tangga termasuk ancaman untuk
melakukan
perbuatan,
pemaksaan,
atau
perampasan
kemerdekaan secara melawan hukum dalam lingkup rumah
tangga.
Sedangkan yang dimaksud dengan lingkup rumah tangga, terdapat
dalarn Pasal 2 yang berbunyi :
Ayat (1) : Lingkup rumah tangga dalarn Undang-Undang ini
meliputi:
a. Suami, istri ,dan anak;

Jurnal Ummul Qura Vol III, No. 2, Agustus 2013

98

b. Orang-orang yang mempunyai hubungan ketuarga dengan
orang sebagaimana dimaksud pada huruf a karena hubungan
darah, perkawinan, persusuan, pengasuhan, dan perwalian,
yang menetap dalam rumah tangga; dan/atau;
c. Orang yang bekeria membantu rumah tangga dan menetap
dalam rumah tangga tersebut.
Ayat (2) : Orang yang bekerja sebagaimana dimaksud huruf c
dipandang sebagai anggota keluarga dalam jangka waktu
selama berada dalam rumah tangga yang bersangkutan.
Dengan demikian termonologi kekerasan dalam rumah tangga
mempunyai ciri bahwa tindakan tersebut :
a. Dapat berupa fisik, seksual, maupun non-fisik (psikis)
b. Dapat dilakukan secara Aktif maupun dengan cara pasif (tidak,
berbuat),
c. Dikehendaki/diniati oleh pelaku,
d. Ada akibat atau kemungkinan akibat yang merugikan pada
korban (fisik, seksual, atau psikis) yang tidak dikehendaki korban.
Bentuk-Bentuk Kekerasan Dalam Rumah Tangga
E Kristi Poorwandari, dalam makalahnya berjudul Kekerasan
Terhadap Perempuan : Tinjauan Feministik, mengatakan bahwa semua
bentuk kekerasan, siapapun pelaku dan korbannya dapat
dikelompokkan dalam penggolongan besar, antara lain sebagai
berikut :
1.

Kekerasan dalam area domestik/hubungan intim personal
berbagai bentuk kekerasan yang pelaku dan korbannya memiliki
hubungan keluarga.

2.

Hubungan kedekatan lain. Termasuk disini penganiayaan
terhadap istri, penganiayaan terhadap pacar, bekas istri, tunangan,
anak kandung dan, anak tiri, penganiayaan terhadap orang tua,
serangan seksual atau perkosaan oleh anggota keluarga.

3.

Kekerasan dalam area publik : berbagai bentuk kekerasan yang
terjadi di luar hubungan keluarga atau hubungan personal lain.
Dapat dimaksudkan disini, berbagai bentuk kekerasan yang
sangat luas cakupannya, baik yang terjadi di tempat kerja (dalam
semua tempat kerja termasuk untuk kerja-keria domestik,

Jurnal Ummul Qura Vol III, No. 2, Agustus 2013

99

misalnya baby sister, pernbantu rumah tanggga, perawat orang
sakit), di tempat umum (bus dan kendaraan umum, di pasar,
restoran, tempat-tempat umum lain; di lembaga-lembaga
pendidikan; dalam bentuk publikasi atau produk dan pratik
ekonomis yang meluas distribusinya (misalnya pornografi,
perdagangan perempuan, pelacuran paksa, d1l) maupun bentuk
lain.
4.

Kekerasan yang dilakukan oleh/dalam lingkup negara : kekerasan
secara fisik, seksual dan/atau psikologis yang dilakukan,
dibenarkan, atau didiamkan/dibiarkan terjadi oleh negara dimana
pun terjadinya. Dalam bagian ini termasuk pelanggaranpelanggaran hak asasi perempuan dalam pertentangan antar
kelornpok, dalam situasi konflik bersenjata, berkait dengan antara
lain pembunuhan, perkosaan (sisternatis), perbudakan seksual
dan kehamilan paksa.

Terhadap fenornena tersebut Abdul Wahid dan Muhammad
Irfan mengatakan bahwa kekerasan yang terjadi dalam area domestik
itu dapat terjadi dengan bentuk-bertuk sebagai berikut
1.

Kekerasan fisik misalnya menampar, memukul, menendang,
menjambak, membekap, melukai,dll.

2.

Kekerasan psikologis, misalnya menghina, meremehkan, berbicara
kasar, memaki, mengancam/memaksa sebagai sarana.

3.

Kekerasan seksual, misalnya memaksa unsur anggota keluarga
lain (perempuan) tintuk melakukan hubungan seksual.

Sedangkan menurut E. Kristi Poerwandari dalam buku
Pemahaman Bentuk-bentuk Tindak Kekerasan Terhadap “Perempuan
dan Alternatif Pemecahannya ciptaan Achie Sudiarti Luhulima
dengan rumusan yang hampir sama dengan pendapat diatas membagi
bentuk-bentuk kekerasan dalarn rumah tangga menjadi 5 (lima)
bentuk, yaitu antara lain meliputi :
Fisik

: Memukul, menampar, meneekiki, menenclang,
melempar barang ke tubuh korban, menginjak,
melukai dengan tangan kosong atau alat/
senjata, membunuh.

Psikologis

: Berteriak-teriak,
merendahkan,

menyumpah,
mengatur,

mengancam,
melecehkan,

Jurnal Ummul Qura Vol III, No. 2, Agustus 2013

100

menguntit, dan memata-matai, tindakantindakan lain yang menimbulkan rasa takut
(termasuk yang diarahkan kepada orang-orang
dekat korban, misalnya keluarga, anak, suami,
teman dekat, dll).
Seksual

: Melakukan tindakan yang mengarah pada ke
ajakan/desakan
seksual
seperti
meraba,
mencium, dan/atau melakukan tindakantindakan lain yang tidak dikehndaki korban,
memaksa korban menonton produk pornografl,
gurauan-gurauan
seksual
yang
tidak
dikehendaki korban,
Ucapan-ucapan
yang
merenclahkan
clan
melecehkan dengan mengarah pada aspek jenis
kelamin/seks korban, memaksa berhubungan
seks tanpa persetujuan korban, dengan
kekerasan fisik maupun tidak, memaksa
rnelakukan aktivitas-aktivitas seksual yang tidak
disukai, merendahkan, atau melukai korban.

Finansial

: Mengambil uang korban, menahan atau tidak
mernberikan pernenuhan kebutuhan finansial
korban,
mengendalikan
dan
mengawasi
pengeluaran uang sampai sekecil-kecilnya,
semua
dengan
maksud
untuk
dapat
mengendalikan korban.

Spiritual

: Merendahkan keyakinan dan kepercayaan
korban, memaksa korban mempratikkan ritual
dan keyakinan tertentu

Diatas sudah diuraikan panjang lebar mengenai bentuk-bentuk
dari kekerasan dalam rumah tangga, namun untuk dapat mengambil
kesimpulan tentu harus tetap mengacu dan berlandaskan pada
ketentuan hukum yang mengaturriya, yaitu UU No. 23 Tahun 2004
Tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rurnah Tangga, terkait
dengan topik pembicaraan pada sub bab ini mengenai bentuk-bentuk
kekerasan daldm rurnah tangga, disebutkan dalam Pasal 5 yang
berbunyi : Setiap orang dilarang melakukan kekerasan dalam rumah
tangga terhadap orang dalam lingkup rumah tangganya, dengan cara :

Jurnal Ummul Qura Vol III, No. 2, Agustus 2013

101

a. Kekerasan fisik;
b. Kekerasan psikis,
c. Kekerasan seksual; atau
d. Penelantaran dalam rumah tangga.
Dengan berdasarkan pada ketentuan peraturan perundangundangan diatas, maka secara garis besar kekerasan dalam rumah
tangga dapat digolongkan menjadi 4 (empat) bentuk, antara lain
sebagai berikut :
1. Kekerasan Fisik
Kekerasan dalam kategori ini merupakan bentuk kekerasan dalam
rumah tangga yang sering terjadi terhadap perempuan (istri) dan
anak-anak, dimana pelaku biasanya suami (bapak). Pasal 6 LJU
No.23 Tahun 2004 Tentang Penghapuasan Kekerasan Dalam
Rumah Tangga, rnenyebutkan :
"Kekerasan, fisik sebagairnana dimaksud dalam pasal 5 huruf a adalah
perbuatan yang mengakibatkan rasa sakit, jatuh sakit, atau luka berat."
Berkaitan dengan hal itu, untuk melakukan tindakan dalam
pengamatan terhadap korban kekerasan fisik, Budi Sampurna
mengklasifikasikan perlukaan yang terjadi akibat kekerasan fisik,
Budi Sampurna mengklasifikasikan perlukaan yang terjadi akibat
kekerasan secara fisik sebagai berikut :
a. Perlukaan atau cedera pada kulit dan jaringan bawah kulit:
Beberapa bentuk yang dikaitkan deagan adanya penganiayaan
adalah :
1. Memar akibat tamparan yang kuat dengan meninggalkan
bekas telapak jaringan,
2. Memar yang membentuk gambaran jari dan ibu jari sering
tampak pada muka, lengan atas atau pantat.
3. Memar yang berbentuk garis, lengkungan atau lingkaran
benda-benda tumpul seperti ikat pinggang, kabel, kain
pembekap mulut dan sebagainya.

Jurnal Ummul Qura Vol III, No. 2, Agustus 2013

102

4. Bekas gigitan mantisia yang berbentuk bulan sabit. Gigitan
manusia dapat dibedakan denpn gigitan binatang (pemakan
dengan gigi yang tajam atau runcing), yaitu bahwa gigitin
manusia hanya menyebabkan perickanan pada daging,
sedangkan gigitan binatang akan merobek daging yang
menyebabkan mernar.
5. Luka bakar yang berbentuk khas sebagai akibat dari
sundutan rokok atau setrika., atau luka bakar akibat cairan
panas yang terletak pada fokasi yang janggal. Luka bakar
memang scring terjadi pada masa anak-anak, baik karena
kecelakaan maupun karena kesengajaan. Namun pada usia
dewasa Kecelakaan menjadi semakin jarang. Kekerasan
termis (akibat suhu tinggi) dapat disebabkan oleh api yang
terbuka,benada padat yang panas atau benda cait yang
panas. Sundutan api rokok pada tangan, kaki dan pantat
merupakan bentuk yang cukup sering dijumpai, luka bakar
dapat juga membentuk gambaran benda padat (alat rumah
tangga) yang panas seperti bekas setrika di punggung.
b. Perlukaan dan cedera di daerah wajah
Perlukaan di daerah wajah dapat meliputi
hidung, dan mulut :

mata, telinga,

1. Mata adalah organ yang sensitife, bila seseorang mendapat
pukulan di daerah rongga mata harus di cari kemungkinan
perdarahan dalam rongga bola mata.
2. Hidung
yang mengalami
pukulan langsung akan
menimbulkan pergeseran sekat hidung atau patahnya
tulang rawan. Tanda yang
mudah tampak adalah
pengeluaran darah dari rongga hidung (mimisan).
3. Mulut adalah yang mendapat pukulan langsung dapat
menimbulkan lepasnya gigi. Bahkan patah tulang rahang
bawah elinga sering mendapatkan jeweran yang bila
berlebihan akan menimbulkan memar.pukulan tunggal
yang keras pada telinga akan menyebabkan robekan
gendang telinga dan pendarahan. Adanya
pendarahan
dibelakang gendang telinga atau bercak pendarahan pada

Jurnal Ummul Qura Vol III, No. 2, Agustus 2013

103

tulang mastoed dapat menunjukkan adanya patah pada
dasar tulang tengkorak.
c. Perlukaan dan cedera pada kepala dan susunan saraf pusat
menjambak rambut hingga suatu daerah rambut tercabut
merupakan hal yang umum dalam penganiayaan, hal ini
tampak pada beberapa daerah yang rambutnya sangat p
endek hingga kulit kepala dapat mengakibatkan tumpul
dengan itensitas tinggi pada kepala dapat mengakibatkan
gangguan pada susunan saraf pusat, seperti gegar otak,
pendarahan di dalam rongga kepala, memar jaringan otak, dll.
Gejala yang timbul dapat berupa kehilangan kesadaran,
kehilangan ingatan pusing sakit kepala, mual muntah, dll.
Pada keadaan yang agak lanjut dapat disertai dengan
kelumpuhan.
d. Perlukaan dan cedera pada dada dan perut
Kekerasan tumpul pada dada dapat menimbulkan patahnya
tulang rusuk, yang dapat
menimbulkan komplikasi
pendarahan dalam rongga dada dan masuknya udara ke
dalam rongga dada atau ke jaringan bawah kulit.Tanda yang
mudah tampak adalah kelainan bentuk dada serta ke susuahan
gerak atau kesulitan bernafas.
Kekerasan tumpul pada perut dapat menyebabkan robekan
pada organ dalam>Tanda dari kekerasan tumpul ini
umumnya tidak khas. Seperti memar atau lecet yang tak
bermakna pada kulit, tetapi mungkin disertai dengan
kerusakan alat dalam perut, adanya kerusakan alat dalam
perut ditandai menurunya bising usus, muntah-muntah, nyeri
pada perut s hok dan sebagainya.
e. Perlukan dan lecetan pada tulang
Gejala yang tampak pada kekerasan ini adalah deformasi
(patah tulang atau cerai send ) rasa sakit dan bengkak,
kelumpuhan serta kesulitan bergerak .Hal ini dapat terjadi
akibat keserlakaan atau kesengajaan. Bila anggota gerak I
lengan/tungkai) perempuan dengan paksa ditarik aau di
tekan dapat mengakibatkan terlepasnya sendi. Gejala kekerasan
pada tulang tampak lebih jelas
pada pemeriksaan

Jurnal Ummul Qura Vol III, No. 2, Agustus 2013

104

radiologi/foto rontogen yang mengambarkan tanda tanda
kecerdasan yang lama danbaru sekaligus menunjukkan bahwa
perempuan tersebut sering mendapat kekerasan tumpul.
Dengan demikian dapat ditarik sebuah kesimpulan bahwa
kekerasan fisik yang terjadi dalam lingkup rumah tangga, dapat
terjadi dengan segala macam tindakan yang mengakibatkan
penderitaan, rasa sakit, jatuh sakit, atau luka berat pada anggota
tubuh dari korbannya.
2.

Kekerasan Psikis

Mengenai bentuk kekerasan ini, pasal 7 UU NO 23 Tahun 2004
tentang penghapusan psikis sebagaimana dimaksud dalam pasal 5
huruf b adalah
perbuatan yang
mengakibatkan
ketakutan,
hilangnnya rasa percaya diri, hilangnya
kemampuan
untuk
bertindak, rasa tidak berdaya, dan/atau penderitaan psikis berat
pada seseorang.”
Bentuk kekerasan yang termasuk dalam katagori ini
meskipun tidak menimbulkan luka yang nyata secara fisik pada
tubuh dari korbannya , sesungguhnya dapat menimbulkan dampak
langsung secara fisik, maka kekerasan ini sulit didefinisikan, berkaitan
dengan hal tersebut Budi Sampurna mengatakan “bentuk tindakan ini
sulit untuk dibatasi pengertiannya karena sensivitas emosi seseorang
sangat bervariasi. Dalam suatu rumah tangga hal ini dapat berupa
tidak diberikannya suasana kasih sayang pada isteri agar terpenuhi
kebutuhan emosinya lebih lanjut dapat diaktakan “Ke dalam
kekerasan psikologis atau mental in dapat dimasukkan semua jenis
tindakan yang bersifat verbal abose, pelecehan, sikap memiliki yang
berlebihan, isolasi, ancaman atau berbagai bentuk lain.”
3.

Kekerasan Seksual

Kekerasan seksual merupakan sebuah bentuk pelanggaran
seksual yang dampaknya sangat besar terhadap korban, apalagi
kalau hal itu dilakuan dalam lingkup rumah tangga, karena antara
pelaku dan korban sudah saling kenal dan ada kemungkinan untuk
selalu berinteraksi setiap saat.

Jurnal Ummul Qura Vol III, No. 2, Agustus 2013

105

Mengenai definisi kekerasan seksual yang dilakukan dalam
lingkup rumah tangga ini, Pasal 8 UU NO 23 tahun 2004 Tentang
penghapusan Kekerasan dalam Rumah tangga, menyebutkan :
Kekerasan seksual sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf
c meliputi :
a. Pemaksaan hubungan sexsual yang dilakukan terhadap orang
yang menetap dalam lingkup rumah tangga tersebut.
b. Pemaksaan hubungan sekxual terhadap salah seorang dalam
lingkup rumah tangganya denga orang lain untuk tujuan omersial
dan /atau tujuan tertentu.
Berdasarkan ketentuan diatas maka tolak ukur untuk dapat
menyebut sebuah perbuatan sebagai kekerasan, seksual adalah
apabila terdapat unsur pemaksaan dari pelaku terhadap korbannya.
Meskipun demikian tidak menutup kemungkinan bahwa kekerasan
seksual ini dilakukan tanpa paksaan, melainkan dengan rayuan atau
karena iming-iming sesuatu. Tetapi secara kasus yang sering terjadi
adalah dilakukan dengan unsur paksaan. Berkaitan dengan itu Budi
Sampuna menjelaskan:
Pelanggaran seksual tanpa unsur pemaksaan dilakukan
dengan bujukan pada anak-anak, yang terjadi karena keterbatasan
pengalaman dan penaralannya belum dapat memberikan keputusan
atau persetujuan secara sempurna, sehingga dianggap persetujuan
yang sah .kemungkinan terjadinya tindakan ini telah lama disadari
oleh para ahli hukum sehingga delik-deliknya telah lama diatur
dalam kitab undang-undang hukum pidana. Seorang anak yang
berusia belum cukup 15 th dianggap belum dapat memberikan
persetujuan sehingga dijadikan delik biasa. KUHP juga mengancam
perbuatan seksual yang dilakukan oleh sesama jenis yang dilakukan
dengan paksa atau melibatkan anak dibawah umur, namun, pada
perempuan dewasa yang belum terikat perkawinan, melakukan
perbuatan
seksual
tanpa paksaan seorang laki-laki, tidak
mengakibatkan ancaman pidana bagi laki-laki.
Untuk melengkapi pembahasan mengenai kekerasan seksual
ini, akan penulis kemukakan pendapat dari Groth dan Bimbaum,
yang mengemukakan mengani identifikasi terhadap jenis kekerasan
seksual :

Jurnal Ummul Qura Vol III, No. 2, Agustus 2013

4.

106

1.

Anger rape, dalam hal ini serangan seksual menjadi sarana
menyalurkan kemarahan atau keberangan yang melibatkan
serangan fisik yang berlebihan terhadap korban .

2.

Power Rape : terjadi apabila pelaku ingin menunjukkan
dominasinya terhadap korban.

3.

Sadistic rape : apabila pelaku mengkonsumsikan seksualitas
dan agresi yang ditunjukkan pada psikotik untuk menyiksa
atau menyakiti korban

Penelantaran Rumah Tangga

Mengenai bentuk kekerasan dalam rumah tangga yang
terakhir ini, Pasal 9 UU No 23 tahun 2004 Penghapusan Kekesaran
Dalam Rumah Tangga menyebutkan :
Ayat (1)

: Setiap orang dilarang menelantarkan orang dalam
lingkup rumah tangganya. Padahal menurut hukum
yang berlaku baginya atau karena persetujuan atau
perjanjian ia wajib memberikan kehidupan. Perawatan,
atau pemeliharaan kepada orang tersebut.

Ayat (2)

: Penelantaran sebagaimana dimaksud ayat (1) juga
berlaku
bagi setiap orang yang menagkibatkan
ketergantungan ekonomi dengan cara membatasi
dan/atau melarang untuk bekerja yang layak di dalam
atau di luar rumah sehingga korban berada dibawah
kendali orang tersebut.

Penelantaran dalam rumah tangga sebagaimana yang
tersebut diatas sangat berkaitan dengan permasalahan ekonomi.
Sebab yang mendasari terjadinya kekerasan adalah faktor ekonomi.
Tentang hal ini Budi sampurna mengatakan :
“Penelantaran rumah tangga
adalah kelalainan dalam
memberikan kebutuhan hidup pada seseorang yang memiliki
ketergantunan kepda pihak lain Khususnya dalam lingkungan
rumah tangga .Kurangnya menyediaakan sarana dan prawatan
kesehatan . Pemebrian makanan , pakai dan perumahan yang
sesuai merupakan faktor utama dalam menentukan adanya
penelantaran .Namun harus hati-hati untuk membedakan antara
ketidak mampuan ekonomi dengan penelantaran yang disengaja

Jurnal Ummul Qura Vol III, No. 2, Agustus 2013

107

Bentuk kekerasan jenis ini menonjol. Khususnya terhadap anak
karena anak belum mampu mengurus dirinya sendiri.”
Dengan demikian, seorang laki-laki (suami) yang tidak mempu
memberikan kebutuhan hidup, sandang, pangan papan, dan saranasarana lain, kepada keluarganya tidak dapat begitu saja dikatakan
melakukan penelantaran rumah tangga. Selama ia telah berusaha
dengansungguh-sungguh secara msksimal maka ia tidak dapat
dikenai tuduhan melakukan penelantaran rumah tangga . Sebaliknya
bagi seorang suami yang sebenarnya memunyai kemampuan secara
ekonomi untuk menghidupi keluarganya. Tetapi karana kelalaiannya
sehingga mengabaikan kewajiban nya untuk mencukupi kebutuhan
hidup dalam rumah tangga.
D. PENUTUP
Penegakan hukum terhadap tindak pidana kekerasan dalam
rumah tangga, khusunya setelah adanya Undang-Undang Nomor 23
tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalarn Rumah Tangga,
nampaknya sudah mulai menuju ke arah yang lebih baik,
dibandingkan sebelum adanya undang-undang ini. Alat penegak
hukum berkewajiban untuk :
1. Mencegah segala bentuk kekerasan dalam rumah tangga;
2. Melindungi korban Kekerasan dalam rumah tangga
3. Menindak pelaku kekerasan dalam rumah tangga;
4. Memelihara keutuhan rumah tangga yang harmonis dan sejahtera.
Disamping aturan hukum dalam peraturan perundang-undangan,
pencegahan KDRT dapat dilakukan dengan memberikan pemahaman
yang benar menurut norma agama terutama Islam yang dianut
mayoritas masyarakat Indonesia

Jurnal Ummul Qura Vol III, No. 2, Agustus 2013

108

DAFTAR PUSTAKA

Abdul Hakim G. Nusantara, e.t.al,
Kekuasaan, Cet. I FH UII, 1996.

Penyiksaan Dalam Anarki

Abdul Wahid dan Muhammad Irfan, Perlindungan Terhadap
Korban Kekerasan Seksual (Advokasi Atas Hak-Hak Asasi
Peremuan ), Bandung : Refika Ditama, 2001.
Abu Umar Basyier dan Abu Ibrahim, Sutra Ungu : Panduan
Hubungan Intim dalam Perspektif Islam, Solo : Nikah Media
Semara, 2005.
Achie Sudiarta Luhulima,ed. Pemahaman Bentuk-Bentuk Tindak
Kekerasan
Terhadap
Perempuan
danAlternatif
Pemecahannya, Jakarta kelompok Kerja ; Convention Watch
Pusat Kajian Wanita dan Jender Universitas Indonesia, 2000.
Hasan Syadili, Ensiklopedi Umum, Yogyakarta : Yayasan Kanisius,
1979.
Johnny Ibrahim, Teori & Metode Penelitian Hukum Normative,
Bayumedia Puiblishing, Malang, 2005
Melly Sri Sulastri Rifa’i, Garis Besar Pendidikan Kesejahteraan
Keluarga, Bandung IKIP, 1979.
Moeljatno, Azas-azas hukum Pidana, Jakarta, Bina Aksara, 1985.
Noeng Muhadjir, Metodologi Penelitian Kuanlitatif, Yogyakarta, Rake
Sarsin , 2000.
Sahatapy, Kausa Kejahatan, Fakultas Hukum Unair, 1979.
--------- Suatu study kasus mengenai Ancaman Pidana Terhadap
Pembunuhan Berencana, Jakarta Rajawali 1982
Tumbu Saraswati, Seminar Nasional Pelecehan dan Kekerasan
Seksual Terhadap Perempuan, Balai Pertemuan UGM, 1996
Eko

Bambang S., Penegakan Hukum Target Sosialisasi UU
Penghapusan KDRT, Jurnal Perempuan.c om, 25 April 2005.

Fadma Sustiwi, Kekerasan Masih Jadi “Hantu Bagi Perempuan,
Kedaulatan rakyat, 8 Maret 2005.