PERSEPSI PETANI TERHADAP KINERJA PENYULUH DALAM PENGEMBANGAN PADI ORGANIK DI KECAMATAN PAGELARAN KABUPATEN PRINGSEWU

(1)

PERSEPSI PETANI TERHADAP KINERJA PENYULUH DALAM PENGEMBANGAN PADI ORGANIK DI KECAMATAN PAGELARAN

KABUPATEN PRINGSEWU Oleh

Juwita Sari

Penelitian ini menganalisis : (1) tingkat persepsi petani terhadap kinerja penyuluh dalam pengembangan padi organik, (2) faktor-faktor yang berhubungan dengan persepsi petani terhadap kinerja penyuluh dalam pengembangan padi organik, dan (3) perbedaan persepsi antara petani padi organik dan petani padi anorganik terhadap kinerja penyuluh dalam pengembangan padi organik di Kecamatan Pagelaran Kabupaten Pringsewu. Penelitian ini dilakukan di Desa Pagelaran dan Desa Gemah Ripah Kecamatan Pagelaran Kabupaten Pringsewu. Responden dalam penelitian ini berjumlah 48 orang yang terdiri dari 24 petani padi organik, dan 24 petani padi anorganik, yang dipilih secara acak. Metode analisis data yang digunakan adalah analisis deskriftif kualitatif, tabulasi, Rank Spearman, Mann Whitney. Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1) Persepsi petani terhadap kinerja penyuluh dalam pengembangan padi organik termasuk dalam klasifikasi sedang, (2) faktor-faktor yang berhubungan nyata dengan persepsi petani terhadap kinerja penyuluh dalam pengembangan padi organik yaitu umur, pengetahuan petani, lama berusahatani, dan interaksi sosial petani, (3) tidak ada perbedaan persepsi petani padi organik dan anorganik terhadap kinerja penyuluh dalam pengembangan padi organik. Baik petani padi organik maupun padi anorganik memberikan penilaian yang cukup baik (klasifikasi sedang) terhadap kinerja penyuluh dalam pengembangan padi organik. Kata Kunci : Kinerja Penyuluh, Padi Organik, Persepsi Petani.


(2)

EXTENSION WORKERS IN ORGANIC PADDY DEVELOPMENT IN PAGELARAN SUBDISTRICT PRINGSEWU DISTRICT

By Juwita Sari

This research analyzed : (1) the farmers’ perception level on performance of extension workers in organic paddy development, (2) the factors related tofarmers’perception on the performance, and (3) the difference of perceptions between organic paddy farmers’

and nonorganic paddyfarmers’ in performance of extension workers in organic paddy development in Pagelaran Subdistrict, Pringsewu district. This research was conducted in Pagelaran Village and Gemah Ripah Village in Pagelaran subdistrict, Pringsewu District. Respondents were 48farmers’consisting of all 24 organic paddy farmers’s and 24 nonorganic paddy farmers’which taken randomly. Data were analyzed using Rank Spearman and Mann Whitney. Result showed that : (1)farmers’perception on extension workers performance in organic paddy development was included in medium classification, (2) Factors with real related tofarmers’perception toward performance of extension in organic paddy development were their age, knowledge, duration as a farmer and social interactions, (3) There was no difference between organic paddy

farmers’perception and nonorganic paddy farmers’ perception toward performance of extension in organic paddy development. Both organic paddy farmers’and nonorganic paddy farmers’ gave a good enough valuation towards performance of extension in organic paddy development.


(3)

Oleh

Juwita Sari

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar SARJANA PERTANIAN

Pada

Jurusan Agribisnis

Fakultas Pertanian Universitas Lampung

JURUSAN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG 2015


(4)

(5)

(6)

Penulis dilahirkan di Sukamulya tanggal 12

November 1991 dari pasangan Bapak Ahmad Thoyib dan Ibu Siti Zuhriyah. Penulis adalah anak keempat dari enam bersaudara. Penulis menyelesaikan studi tingkat Sekolah Dasar di Madrasah Ibtidaiyah Mathlaul Anwar (MIMA) Sukamulya pada tahun 2004, tingkat SLTP di MTs Negeri Sukoharjo pada tahun 2007, dan tingkat SLTA di SMA Negeri 1 Sukoharjo pada tahun 2011. Penulis diterima di Jurusan

Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas Lampung pada tahun 2011 melalui jalur Penerimaan Mahasiswa Perluasan Akses Pendidikan (PMPAP). Selama di bangku kuliah, penulis pernah menjadi Asisten Dosen mata kuliah Dasar-dasar

Penyuluhan dan Komunikasi Pertanian (DDPK) pada semester genap tahun ajaran 2012/2013, Asisten Dosen mata kuliah Pengembangan Masyarakat dan Praktik Perkenalan Pertanian pada semester ganjil tahun ajaran 2014/2015, Asisten dosen Mata kuliah Sosiologi Pertanian, Komunikasi Kelompok dan Organisasi (KKO) dan Pengantar Ilmu Ekonomi pada semester genap tahun ajaran 2014/2015. Pada tahun 2014 penulis melakukan Kuliah Kerja Nyata (KKN) di Desa Suka Negara Kecamatan Bangun Rejo Kabupaten Lampung Tengah dan Praktik Umum (PU) di PT Huma Indah Mekar (HIM) Tulang Bawang Barat. Penulis juga pernah


(7)

pelaksanaan survei BULOG di Provinsi Lampung tahun 2015.

Selain di bidang akademik, penulis pernah aktif dalam organisasi kemahasiswaan kampus Koperasi Mahasiswa (KOPMA) Universitas Lampung, organisasi

Himpunan Mahasiswa Sosial Ekonomi Pertanian (Himaseperta) Universitas Lampung periode 2011/2012 menjadi anggota bidang I (Pengembangan Akademik dan Profesi). Penulis melaksanakan penelitian pada tahun 2015 di Desa Pagelaran dan Desa Gemah Ripah Kecamatan Pagelaran Kabupaten Pringsewu.


(8)

Assalamu`alaikum Wr.Wb

Alhamdullilahirobbil ‘alamin,segala puji hanya kepada Allah SWT, yang telah memberikan cahaya dan hikmah sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Sholawat serta salam semoga senantiasa tercurah kepada Baginda Rasulullah Muhammad SAW, yang telah memberikan teladan dalam setiap kehidupan, juga kepada keluarga, sahabat, dan penerus risalahnya yang mulia.

Dalam penyelesaian skripsi yang berjudul“Persepsi Petani Terhadap Kinerja Penyuluh Dalam Pengembangan Padi Organik di Kecamatan Pagelaran

Kabupaten Pringsewu”, banyak pihak yang telah memberikan sumbangsih,

bantuan, nasehat, serta saran-saran yang membangun. Oleh karena itu, dengan rendah hati penulis mengucapkan terimakasih yang tak terhingga nilainya kepada:

1. Prof. Dr. Ir. Wan Abbas Zakaria, M.S., sebagai Dekan Fakultas Pertanian Universitas Lampung.

2. Dr. Ir. FE. Prasmatiwi, M.S., selaku Ketua Jurusan Agribisnis atas arahan, bantuan dan nasehat yang telah diberikan.

3. Ir. Indah Nurmayasari, M.Sc., sebagai Pembimbing Pertama, atas bimbingan, masukan, arahan, dan nasihat yang telah diberikan.


(9)

5. Dr. Ir. Dewangga Nikmatullah, M.S., sebagai Dosen Penguji Skripsi ini atas masukan, arahan, dan nasihat yang telah diberikan.

6. Ir. Eka Kasymir, M.S., selaku Pembimbing Akademik yang telah

memberikan dorongan, bantuan, dan saran dalam penyelesaian skripsi ini. 7. Rio Tedi Prayitno, S.P. M.Si., selaku ketua lab penyuluhan yang telah

membantu dalam verifikasi data, memberikan bimbingan, dorongan dan saran dalam penyelesaian skripsi ini.

8. Orang tuaku tercinta Ayah Ahmad Thoyib dan Ibu Siti Zuhriyah, dan kakakku Umi Kholifah, Yazid Faisal dan Badriatus Suaibah S.Pd. Kakak Iparku Warsum dan Citra Ruspita Veni, kedua adikku tersayang Khuzaimatul Mukarromah dan Fauziatul Marhamah serta keempat keponakanku tersayang Lutfi Muslihah, Farihatul Jannah, Nur Asyifa A. F. dan Nur Askya P. Azizi atas semua limpahan kasih sayang, dukungan, doa, dan bantuan yang telah diberikan hingga tercapainya gelar Sarjana Pertanian.

9. Seluruh Dosen Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian atas semua ilmu yang telah diberikan selama Penulis menjadi mahasiswi di Universitas Lampung. 10. Karyawan-karyawan di Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian, Mba Iin, Mba

Ayi, Mba fitri Mas Bukhari, Mas Sukardi, dan Mas Boim, atas semua bantuan yang telah diberikan.

11. Ibu Kurdiyah, Bapak Supardi, Bapak Riyanto dan Bapak Tri Patmo atas segala bantuan, informasi dan ilmu yang telah diberikan kepada penulis. 12. Sahabat-sahabatku dalam suka dan duka Anna Maryani, Mariyana, M. Faka


(10)

13. Seseorang yang jauh disana terimakasih atas dukungan, doa, dan motivasi selama ini.

14. Rekan-rekan Agribisnis 2011 Aprilia, Erviza, Ica, Aldino, Meri, Siti Asih, Moriska, Fachira, Elsa, Yuliandi, Sartika, mb lindi, Alghoziyah, Faisal, Maia, Intan, Tami, Ni wayan, Ayu V, Ari, Deti, Namira, Eni, Tri P, Haliana,

Tunjung, Winda, Dian, Adiguna g, lilik, Nyoto, Ester, dan Melani, dll yang senantiasa memberikan semangat, dan doa, selama ini.

15. Rekan-rekan KKN Desa Suka Negara Kecamatan Bangun Rejo Yudha, Komala, Kartika, Anggi, Laras, Lilik, bang Jefri, Loli, John terima kasih atas

kebersamaannya selama ini.

16. Kanda, yunda, dan adinda 07, 09,10, 12 dan 13 yang telah memberikan saran, motivasi, bantuan, dan doa kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi. 17. Almamater tercinta dan Semua pihak yang telah membantu demi

terselesainya skripsi ini.

Semoga Allah SWT memberikan balasan terbaik atas segala bantuan yang telah diberikan. Semoga karya kecil ini dapat memberikan manfaat bagi pihak-pihak yang membutuhkan. Akhirnya, penulis meminta maaf jika ada kesalahan dan kepada Allah SWT penulis mohon ampun.

Bandar Lampung, Penulis,


(11)

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI ... i

DAFTAR TABEL ... iv

DAFTAR GAMBAR ... vi

I. PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Perumusan Masalah ... 7

C. Tujuan Penelitian ... 7

D. Kegunaan Penelitian ... 8

II. TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS ... 9

A. Tinjauan Pustaka ... 9

1. Konsep Persepsi ... 9

a. Pengertian Persepsi ... 9

b. Faktor-faktor Yang berperan dalam Persepsi ... 12

2. Pengertian Petani ... 15

3. Penyuluh Pertanian ... 16

4. Kinerja Penyuluh Pertanian ... 19

5. Pengembangan Padi Organik ... 23

6. Budidaya Padi Organik ... 24

7. Method of Succesive Interval(MSI) ... 29

B. Penelitian Terdahulu ... 30

C. Kerangka Pemikiran ... 33

D. Hipotesis ... 36

III. METODE PENELITIAN ... 37

A. Definisi Operasional ... 37

B. Penentuan Lokasi, Responden, dan Waktu Penelitian ... 46

C. Metode Pengumpulan Data ... 48

D. Metode Analisis Data dan Pengujian Hipotesis ... 49

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN ... 52


(12)

B. Keadaan Sarana Dan Prasarana ... 56

V. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 59

A. Keadaan Umum Responden ... 59

B. Deskripsi Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Tingkat Persepsi Petani Terhadap Kinerja Penyuluh Dalam Pengembangan Padi Organik ... 61

1. Umur Petani (X1) ... 61

2. Tingkat Pendidikan Petani (X2) ... 62

3. Pengetahuan Petani(X3) ... 63

4. Lama Berusahatani Petani (X4) ... 66

5. Interaksi Sosial Petani (X5) ... 68

C. Persepsi Petani Terhadap Kinerja Penyuluh Dalam Pengembangan Padi Organik ... 70

1. Tersusunnya Programa Penyuluhan Pertanian ... 71

2. Tersusunnya Rencana Kerja Tahunan (RKT) Penyuluh Pertanian ... 73

3. Tersusunnya Peta Wilayah untuk Pengembangan Teknologi Spesifikasi Lokasi ... 75

4. Tersebarnya Informasi Teknologi Pertanian Secara Merata .. 77

5. Tumbuh Kembangnya Keberdayaan dan Kemandirian Petani 79 6. Terwujudnya Kemitraan Usaha Pelaku Utama dan Pelaku Usaha yang Saling Menguntungkan ... 81

7. Terwujudnya Akses Petani ke Lembaga Keuangan dan Penyedia Sarana Produksi ... 82

8. Terwujudnya peningkatan Produktivitas Agribisnis Komoditi Unggulan di Masing-masing Wilayah Kerja ... 84

9. Terwujudnya peningkatan Pendapatan Petani di Masing-masing Wilayah Kerja ... 85

D. Perbedaan Persepsi Antara Petani Padi Organik Dan Petani Padi Anorganik Terhadap Kinerja Penyuluh Dalam Pengembangan Padi Organik ... 88

E. Pengujian Hipotesis ... 90

1. Analisis Hubungan antara variabel X dengan Variabel Y ... 90

a. Umur ... 91

b. Tingkat Pendidikan ... 93

c. Pengetahuan Petani ... 94

d. Lama Berusahatani ... 95


(13)

2. Perbedaan Persepsi Petani Padi Organik Dan Anorganik Terhadap

Kinerja Penyuluh Dalam Pengembangan Padi Organik ... 98

VI. KESIMPULAN DAN SARAN ... 101

A. Kesimpulan ... 101

B. Saran ... 102 DAFTAR PUSTAKA


(14)

DAFTAR TABEL

1. Luas panen dan produksi padi sawah di Provinsi Lampung ... 3

2. Luas lahan dan produktivitas padi organik di Kecamatan Pagelaran 4 3. Peneltian terdahulu ... 31

4. Penggunaan lahan menurut Desa ... 53

5. Jumlah penduduk Desa Pagelaran dan Gemah Ripah berdasarkan tingkat pendidikan tahun 2014 ... 55

6. Jumlah penduduk Desa Pagelaran dan Desa Gemah Ripah berdasarkan mata pencaharian tahun 2014 ... 56

7. Sarana dan prasarana di Desa Pagelaran dan Gemah Ripah tahun 2014 ... 57

8. Populasi petani padi organik, semi organik dan anorganik ... 59

9. Sebaran responden berdasarkan luas lahan garapan ... 60

10. Sebaran responden berdasarkan umur ... 61

11. Sebaran responden berdasarkan tingkat pendidikan ... 63

12. Sebaran responden berdasarkan pengetahuan petani ... 64

13. Sebaran responden berdasarkan lama berusahatani ... 67

14. Sebaran responden berdasarkan interaksi sosial petani ... 68

15. Persepsi petani responden terhadap tersusunnya program penyuluhan Pertanian ... 72

16. Persepsi petani terhadap tersusunnya recana kerja tahunan penyuluh Pertanian ... 74

17. Persepsi petani terhadap tersusunnya data peta wilayah untuk pengembangan teknologi spesifik lokal ... 76

18. Persepsi petani terhadap terdesiminasinya informasi teknologi Pertanian secara merata ... 78

19. Persepsi petani terhadap tumbuh kembangnya keberdayaan dan kemandirian petani ... 80

20. Persepsi petani terhadap terwujudnya kemitraan pelaku utama dan Pelaku usaha yang menguntungkan ... 81


(15)

21. Persepsi petani terhadap terwujudnya akses pelaku utama dan

pelaku usaha ke lembaga keuangan, informasi dan sarana produksi . 83 22. Persepsi petani terhadap terwujudnya peningkatan produktivitas

agribisnis komoditas unggulan di wilayahnya ... 85 23. Persepsi petani terhadap terwujudnya peningkatan pendapatan dan

kesejahteraan pelaku utama ... 86 24. Persepsi petani terhadap kinerja penyuluh dalam pengembangan

padi organik ... 88 25. Perbedaan tingkat persepsi petani terhadap kinerja penyuluh

dalam pengembangan padi organik ... 89 26. Hasil analisis hubungan variabel X dengan variabel Y ... 91 27. Hasil analisis perbedaan persepsi petani padi organik dan anorganik

terhadap kinerja penyuluh dalam pengembangan padi organik ... 99 28. Identitas Responden ... 108 29. Identitas Responden Berdasarkan Hasil MSI ... 110 30. Persepsi Petani Terhadap Kinerja Penyuluh Dalam Pengembangan

Padi Organik ... 112 31. Persepsi Petani Terhadap Kinerja Penyuluh Dalam Pengembangan


(16)

Gambar Halaman 1. Proses persepsi ... 11 2. Faktor-faktor yang berhubungan dengan persepsi ... 13 3. Kerangka Pemikiran . ... 35


(17)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pembangunan merupakan suatu proses yang berkelanjutan dan berkesinambungan. Pembangunan pertanian yang berhasil dapat diartikan jika terjadi pertumbuhan sektor pertanian yang tinggi dan sekaligus terjadi perubahan ke arah yang lebih baik (Soekartawi, 1995).

Keberhasilan pembangunan pertanian dapat dicapai salah satunya dengan pertanian organik. Pertanian organik adalah teknik budidaya pertanian yang mengandalkan bahan-bahan alami tanpa menggunakan bahan-bahan kimia sintetis. Tujuan utama pertanian organik adalah menyediakan produk-produk pertanian, terutama bahan pangan yang aman bagi kesehatan produsen dan konsumennya serta tidak merusak lingkungan. Isu keamanan bahan pangan ini telah melembaga secara internasional yang mensyaratkan jaminan bahwa produk pertanian harus beratribut aman dikonsumsi (food safety attributes), kandungan nutrisi tinggi (nutritional attributes) dan ramah lingkungan (eco-labelling attributes). Preferensi konsumen seperti ini dan perkembangan ekonomi menyebabkan permintaan produk pertanian organik dunia meningkat pesat.


(18)

Secara teknis, sistem pertanian organik merupakan suatu sistem produksi pertanian yang menggunakan bahan organik baik makhluk hidup maupun yang sudah mati, menjadi faktor penting dalam proses produksi usahatani tanaman, perkebunan, peternakan, perikanan, dan kehutanan. Penggunaan pupuk organik (alami atau buatan) dan pupuk hayati serta pemberantasan hama, penyakit, dan gulma secara biologis adalah contoh-contoh aplikasi sistem pertanian organik (Sugito et al, 1995).

Menurut Mulyani dan Agus (2006) luas lahan yang tersedia untuk pertanian organik di Indonesia sangat besar. Dari 188,2 juta Ha lahan yang dapat

digunakan untuk usaha pertanian, baru sekitar 70 juta Ha yang telah digunakan untuk berbagai sistem pertanian, sisanya belum dimanfaatkan dan bisa

dimanfaatkan untuk pertanian organik. Menurut Nurdin (2012) terdapat 11,1 juta tanah yang diidentifikasikan sebagai tanah terlantar yang sebagian dapat digunakan untuk pertanian organik. Produk pertanian organik utama yang dihasilkan Indonesia adalah padi, sayuran, buah-buahan, kopi, coklat, jambu mete, herbal, minyak kelapa, rempah-rempah dan madu. Padi dan sayuran merupakan komoditi yang banyak diproduksi secara organik oleh petani skala kecil dan pasar lokal.

Sebagian kalangan menyakini budidaya padi organik dapat menjawab tantangan peningkatan produksi beras nasional, karena mampu memberikan hasil panen yang tinggi dan ramah lingkungan. Supaya tidak menimbulkan kesalahpahaman kedua aspek tersebut, padi organik dan peningkatan produksi beras, perlu dicermati secara jernih. Pupuk kimia bila digunakan secara tepat,


(19)

tidak akan menyebabkan pencemaran dan menurunkan kualitas tanah seperti yang sering diutarakan berbagai kalangan. Di sisi lain, pupuk organik tak dapat dipungkiri memiliki pengaruh positif bagi produksi tanaman, tetapi, cenderung menurunkan produksi pada tahap awal implementasi (Winarno, 2004).

Provinsi Lampung sebagai salah satu provinsi yang telah mengembangkan pertanian organik. Salah satu komoditas yang sedang dikembangkan adalah padi organik. Berikut ini adalah data produksi padi di Provinsi Lampung.

Tabel 1. Luas panen dan produksi padi sawah di Provinsi Lampung tahun 2013

No. Kabupaten Luas Lahan

(Ha)

Produksi (Ton)

Rata-rata Produksi (ton/Ha)

1. Lampung Barat 42.565 187.942 4,42

2. Tanggamus 43.466 221.193 5,09

3. Lampung Selatan 85.120 428.965 5,04 4. Lampung Timur 100.243 509.726 5,08 5. Lampung Tengah 142.322 707.596 4,97 6. Lampung Utara 40.233 169.988 4,23

7. Pesawaran 30.616 157.491 5,14

8. Pringsewu 23.875 119.678 5,01

9. Tulang Bawang 42.494 192.811 4,54

10. Way Kanan 38.495 161.173 4,20

Sumber : Badan Pusat Statistik Provinsi Lampung, 2014

Berdasarkan Tabel 1, produksi padi di Kabupaten Pringsewu menempati peringkat kelima jika dilihat dari rata-rata produksi padi. Hal ini menjelaskan bahwa produksi padi di Kabupaten Pringsewu lebih unggul dengan rata-rata produksi 5,01 ton/Ha bila dibandingkan dengan Kabupaten Lampung Tengah yang merupakan sentra produksi padi di Lampung dengan rata-rata produksi hanya sebesar 4,97 ton/Ha. Pada kenyataannya luas lahan yang dimiliki Kabupaten Pringsewu lebih rendah bila dibandingkan dengan Kabupaten Lampung Tengah. Hal itu karena petani di Kabupaten Pringsewu


(20)

menggunakan faktor produksi padi yang berbeda, yaitu menggunakan pupuk organik dan pestisida alami.

Menurut BPS (2013) total luas areal pertanian untuk padi organik di Kabupaten Pringsewu adalah 193 Ha dengan produksi rata-rata sekitar 770 ton/tahun. Berdasarkan Tabel 2, dapat dilihat bahwa dari tahun 2011-2013 luas lahan dan produktivitas padi organik terus meningkat. Peningkatan itu tidak hanya terjadi di Kecamatan Pagelaran saja melainkan di Kecamatan Sukoharjo dan Gading Rejo. Berikut adalah luas panen dan produksi padi organik di Kabupaten Pringsewu tahun 2011-2013 disajikan pada Tabel 2.

Tabel 2. Luas lahan dan produktivitas padi organik di Kabupaten Pringsewu tahun 2013

No. Kecamatan

Tahun

2011 2012 2013

Luas Lahan (Ha) Produktivitas (Ton/ha) Luas Lahan (Ha) Produktivitas (Ton/ha) Luas Lahan (Ha) Produktivitas (Ton/ha)

1. Pagelaran 55 5.5 70 5.5 140 5.5

2. Sukoharjo 10 5.5 15 5.5

3. Gading Rejo 20 5.5

Total 175

Sumber:Dinas Pertanian Provinsi Lampung, 2014

Sentra padi organik terdapat di Kecamatan Pagelaran. Petani memulai berusahatani padi organik pada tahun 1994, namun karena berbagai kendala petani berhenti berusahatani padi organik pada tahun 2000. Pada tahun 2004 petani padi organik di Kecamatan Pagelaran memulai kembali berbudidaya padi organik. Budidaya padi di Kecamatan Pagelaran sebagian besar dikembangkan dengan menggunakan pupuk kompos dan pestisida nabati sehingga memiliki cita rasa dan harga jual lebih tinggi sekitar 30-40% bila


(21)

dibandingkan dengan padi pada umumnya. Harga beras organik berkisar Rp 15.000- 17.000/kg, sedangkan untuk beras biasanya hanya berkisar Rp 7.000-9.000/kg.

Penelitian Nur Asiah (2010) menyatakan bahwa padi organik belum begitu berkembang di Kecamatan Pagelaran. Hal tersebut karena sebagian

masyarakat di Kecamatan Pagelaran tidak memiliki motivasi yang tinggi untuk berbudidaya padi organik karena sebagian petani beranggapan bahwa budidaya padi organik ini secara ekonomi merugikan, sebab membutuhkan tenaga kerja dan pupuk organik yang cukup banyak. Pelaksanaan budidaya padi organik di daerah ini masih mengalami berbagai permasalahan, di antaranya: (a) lokasi sawah jauh dari sumber air yang tidak terkontaminasi bahan kimia; (b)

kurangnya perhatian dari pemerintah seperti bantuan pupuk atau sumber air; (c) skala pemilikan lahan sawah yang rendah; dan (d) sulitnya memasarkan hasil pertanian.

Diperlukan suatu proses pembelajaran bagi petani padi organik melalui kegiatan penyuluhan pertanian. Dengan adanya kegiatan penyuluh pertanian atau pendampingan dari PPL diharapkan para petani mau ikut berpartisipasi untuk menanam padi organik. Kinerja penyuluh pertanian dalam

pengembangan padi organik dapat berjalan lancar jika memenuhi beberapa indikator di antaranya: 1) Penyusunan program penyuluhan pertanian, 2) rencana kerja penyuluh pertanian, 3) data peta wilayah, 4) iseminasi teknologi, 5) keberdayaan dan kemandirian petani, 6) kemitraan usaha, 7) kelembagaan


(22)

petani, 8) informasi sarana produksi dan pemasaran, 9) produktivitas dan pendapatan petani (Deptan, 2009).

Belum berhasilnya pembangunan pada sektor padi organik, selain dipengaruhi oleh permasalahan tersebut, diduga diakibatkan oleh kinerja penyuluh yang masih tergolong rendah. Hal ini karena jumlah penyuluh di Kecamatan

Pagelaran masih sedikit yakni sebanyak 12 orang, sedangkan jumlah desa yang terdapat di Kecamatan Pagelaran sebanyak 20 desa. Upaya peningkatan keberhasilan sektor padi organik di daerah ini diperlukan penyuluh yang profesional, berarti memiliki pengetahuan atau wawasan dalam bidang pertanian yang dicirikan dengan kinerja tinggi, menguasai iptek, kreatif, inovatif dan berwawasan luas. Keberhasilan PPL sangat dipengaruhi oleh semangat kerja atau moral kerja yang tinggi dari penyuluh-penyuluh didalamnya, oleh karena itu perlu adanya motivasi. Motivasi kerja berguna untuk meningkatkan moral dan kepuasan kerja penyuluh, serta meningkatkan produktivitas kerja penyuluh dan tentu saja berpengaruh terhadap kinerja PLL itu sendiri.

Upaya peningkatan keberhasilan sektor padi organik tentunya tidak terlepas dari persepsi petani terhadap kinerja penyuluh. Hal ini karena persepsi sangat erat hubungannya dengan sikap dan respon seseorang terhadap objek tertentu dalam hal ini adalah kinerja penyuluh dalam pengembangan padi organik. Menurut Gibson (1989) mengemukakan bahwa persepsi adalah proses kognitif yang dipergunakan oleh seseorang untuk menafsirkan dan memahami dunia sekitarnya. Persepsi petani terhadap kinerja penyuluh dalam pengembangan


(23)

padi organik merupakan interpretasi petani terhadap usahatani padi organik apakah dapat bermanfaat bagi petani atau tidak dan apakah kinerja penyuluh tersebut berhasil dalam mengembangkan padi organik, sebab persepsi petani berhubungan erat dengan kelanjutan budidaya padi organik.

Petani dapat memahami informasi yang diberikan penyuluh, dan memiliki persepsi terhadap kinerja penyuluh tersebut yang dirasakan melalui indra yang dimilikinya. Setelah mengetahui persepsi petani terhadap kinerja penyuluh diharapkan terjadi peningkatan kinerja para penyuluh yang sesuai dengan kebutuhan petani binaannya. Hal inilah yang melatarbelakangi penulis memiliki ketertarikan untuk dapat meneliti tingkat persepsi petani terhadap kinerja penyuluh di Kecamatan Pagelaran dalam pengembangan padi organik.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian diatas, maka dapat diidentifikasi beberapa permasalahan yang akan dikaji dalam penelitian ini, yaitu:

1. Bagaimana persepsi petani terhadap kinerja penyuluh dalam pengembangan padi organik di Kecamatan Pagelaran?

2. Faktor-faktor apa saja yang berhubungan dengan persepsi petani terhadap kinerja penyuluh dalam pengembangan padi organik?

3. Apakah terdapat perbedaan persepsi antara petani padi organik dan petani padi nonorganik terhadap kinerja penyuluh dalam pengembangan padi organik?


(24)

C. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui:

1. Persepsi petani terhadap kinerja penyuluh dalam pengembangan padi organik di Kecamatan Pagelaran Kabupaten pringsewu

2. Faktor-faktor yang berhubungan dengan persepsi petani terhadap kinerja penyuluh dalam pengembangan padi organik

3. Perbedaan persepsi antara petani padi organik dan petani padi nonorganik terhadap kinerja penyuluh dalam pengembangan padi organik.

D. Kegunaan Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat berguna bagi :

1. Petani padi organik di seluruh Provinsi Lampung, khususnya di Kabupaten Pringsewu sebagai bahan pertimbangan dalam melakukan kegiatan

usahanya agar mampu meningkatkan produksi dan pendapatan. 2. Pemerintah, sebagai bahan informasi dan pertimbangan dalam

mengembangkan budidaya padi organik.

3. Peneliti lain, sebagai bahan informasi dan perbandingan bagi penelitian selanjutnya.


(25)

II. TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS

A. Tinjauan Pustaka

1. Konsep Persepsi

a. Pengertian Persepsi

Persepsi adalah: (1) proses mengetahui atau mengenali objek dan kejadian objektif dengan bantuan indera; (2) kesadaran dari proses-proses organis; (3) satu kelompok penginderaan dengan penambahan arti-arti yang berasal dari pengalaman di masa lalu; (4) variabel yang menghalangi atau ikut campur tangan, berasal dari kemampuan organisasi untuk melakukan pembedaan diantara

perangsang-perangsang; (5) kesadaran intuitif mengenai kebenaran langsung atau keyakinan yang serta merta mengenai sesuatu (Chaplin, 2006).

Persepsi cenderung lebih bersifat psikologis daripada hanya merupakan proses penginderaan saja, maka ada beberapa faktor yang

mempengaruhi, seperti: (a) perhatian yang selektif, individu

memusatkan perhatiannya pada rangsang-rangsang tertentu saja; (b) ciri-ciri rangsang, rangsang yang bergerak di antara rangsang yang diam akan lebih menarik perhatian; (c) nilai dan kebutuhan individu;


(26)

(d) pengalaman dahulu, pengalaman terdahulu sangat mempengaruhi bagaimana seseorang mempersepsi dunianya.

Menurut Sobur (2003: 451) persepsi adalah proses menerima, menyeleksi, mengorganisasikan, mengartikan, menguji, dan memberikan reaksi kepada rangsangan panca indera atau data. Persepsi adalah kemampuan otak dalam menerjemahkan stimulus. Persepsi juga merupakan proses untuk menerjemahkan atau menginterpretasi stimulus yang masuk dalam alat indra. Persepsi manusia, baik berupa persepsi positif maupun negatif akan mempengaruhi tindakan yang tampak. Tindakan positif biasanya muncul apabila kita mempersepsi seseorang secara positif dan sebaliknya.

Menurut Kartono (1996: 61) persepsi merupakan pengamatan secara global belum disertai kesadaran, sedangkan subyek dan obyeknya belum terbedakan satu dari lainnya (baru ada proses memiliki tanggapan).

Menurut Toha (1983) Persepsi pada hakekatnya adalah proses kognitif yang dialami oleh seseorang di dalam memahami informasi tentang lingkungan, baik melalui penglihatan, pendengaran, penghayatan, perasaan dan penciuman. Persepsi merupakan suatu penafsiran yang unik terhadap situasi yang menghasilkan suatu gambar yang mungkin sangat berbeda dari kenyataannya.


(27)

Gibson, Ivancevich, dan Donnely (1989) memperjelas pengertian persepsi dengan menggunakan gambar proses persepsi dari stimulus hingga hasil proses persepsi. Proses persepsi ini dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1. Proses persepsi

Persepsi terjadi kapan saja stimulus menggerakkan indera. Persepsi mencakup penafsiran obyek, tanda dan orang dari sudut pengalaman yang bersangkutan. Dengan kata lain, persepsi mencakup penerimaan, pengorganisasian, dan penerjemahan dengan cara yang dapat

mempengaruhi perilaku dan membentuk sikap.

Terdapat tiga komponen utama proses pembentukan persepsi yaitu: 1) Seleksi, yaitu penyampaian oleh indera terhadap rangsangan dari

luar intensitas dan jenisnya dapat banyak atau sedikit. Setelah diterima, rangsangan atau data diseleksi.

2) Interpretasi, yaitu proses mengorganisasikan informasi sehingga mempunyai arti bagi seseorang. Interpretasi dapat dipengaruhi oleh

Kenyataan Objek Proses Persepsi Hasil peristiwa

Perilaku tanggapan

Sikap yang terbentuk Pengamatan

stimulus

Faktor yang mempengaruhi persepsi

Evaluasi dan penafsiran kenyataan Stimulus


(28)

berbagai faktor seperti pengalaman masa lalu, sistem nilai yang dianut, motivasi, kepribadian, dan kecerdasan. Interpretasi juga bergantung pada kemampuan seseorang untuk mengadakan

pengkategorian informasi yang diterimanya, yaitu proses mereduksi informasi yang komplek menjadi sederhana.

3) Pembulatan, yaitu penarikan kesimpulan dan tanggapan terhadap informasi yang diterima. Persepsi yang diterjemahkan dalam bentuk tingkah laku sebagai reaksi yaitu bertindak sehubungan dengan apa yang telah diserap yang terdiri dari reaksi tersembunyi sebagai pendapat atau sikap dan reaksi terbuka sebagai tindakan yang nyata sehubungan dengan tindakan yang tersembunyi atau pembentukan kesan (Sobur, 2009).

b. Faktor-faktor yang berperan dalam persepsi

Menurut Glimer (1975, dalam Walgito, 2007), menyatakan bahwa persepsi visual seseorang banyak tergantung pada :

1. Faktor yang berkaitan langsung dengan diri pribadi antara lain: pendidikan, pembawaan, pengalaman masa lalu, kemahiran, latihan, ekologis, umur, motivasi, kebutuhan, harapan, interaksi pihak luar atau keadaan sosial, religius, dan ekonomi.

2. Ciri dunia objek perangsang tertentu seperti ukuran, bentuk, jarak, pengulangan rangsangan, dan intensitasnya.

Menurut Tagiuri dan Petrollo (1959, dalam Walgito, 2004), terdapat beberapa faktor yang berpengaruh dengan persepsi individu di antaranya


(29)

adalah keyakinan, proses belajar, cakrawala pengalaman, pengetahuan, selain itu juga faktor kepribadian individu mempengaruhi persepsi setiap individu. Faktor pengalaman, proses belajar, atau sosialisasi

memberikan bentuk dan struktur tentang apa yang dilihat, sedangkan pengetahuan cakrawalanya memberikan arti terhadap objek psikologik tersebut, melalui komponen kognitif ini akan timbul ide, kemudian konsep dari apa yang dilihat.

Apabila seorang individu memandang pada sesuatu objek dan mencoba menafsirkan apa yang dilihatnya, penafsiran itu sangat dipengaruhi oleh karakteristik pribadi dari pelaku persepsi individu itu. Karakteristik yang mempengaruhi persepsi adalah sikap, kepentingan atau minat, pengalaman, harapan, dan motif. Faktor-faktor yang berhubungan dengan persepsi dapat dilihat pada Gambar 2.

Gambar 2. Faktor-faktor yang berhubungan dengan persepsi Faktor pada pemersepsi

 Sikap  Motif  Pengalaman  Kepentingan  Pengharapan

Persepsi

Faktor pada situasi  Waktu

 Keadaan sosial  Tempat kerja

Faktor pada target  Hal baru  Gerakan  Bunyi  Ukuran  Latar belakang  Kedekatan


(30)

Selain faktor-faktor yang berperan dalam persepsi, menurut Walgito (2004) terdapat pula faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi interpersonal seperti:

1) Pengalaman. Seseorang yang telah mempunyai pengalaman tentang hak-hak tertentu akan mempengaruhi kecermatan seseorang dalam memperbaiki persepsi.

2) Motivasi. Motivasi yang sering mempengaruhi persepsi interpersonal adalah kebutuhan untuk mempercayai dunia yang adil, artinya kita mempercayai dunia ini telah diatur secara adil. Menurut kamus besar Bahasa Indonesia (1995) pengertian motif dan motivasi sebagai berikut: Motif adalah alasan atau sebab seseorang melakukan sesuatu, sedangkan motivasi adalah dorongan yang timbul pada diri seseorang untuk melakukan sesuatu tindakan dengan tujuan tertentu, bisa dikatakan juga bahwa motivasi merupakan usaha-usaha yang dapat menyebabkan seseorang atau kelompok orang tertentu bergerak melakukan sesuatu karena ingin mencapai tujuan yang dikehendaki atau mendapat kepuasan dengan perbuatan.

3) Kepribadian. Dalam psikoanalisis dikenal sebagai proyeksi, yaitu usaha untuk mengeksternalisasi pengalaman subyektif secara tidak sadar, orang mengeluarkan perasaan kepada orang lain.

Menurut Sarwono (1996: 43-44), dalam bukunya“Pengantar Umum Psikologi” terdapat 6 faktor yang menyebabkan perbedaan persepsi, yaitu:


(31)

1) Perhatian. Biasanya seseorang tidak menangkap seluruh rangsang yang ada di sekitar kita sekaligus, tetapi memfokuskan perhatian pada satu atau dua obyek saja. Perbedaan fokus antara satu orang dengan orang lain menyebabkan perbedaan persepsi.

2) Set. Set adalah harapan seseorang akan rangsang yang akan timbul. 3) Kebutuhan. Kebutuhan-keebutuhan sesaat maupun yang menetap pada

diri seseorang akan mempengaruhi persepsi seseorang. Kebutuhan yang berbeda akan menyebabkan persepsi yang berbeda pula. 4) Sistem nilai. Sistem nilai yang berlaku dalam suatu masyarakat

berpengaruh terhadap persepsi.

5) Ciri kepribadian. Ciri kepribadian akan mempengaruhi persepsi pula. 6) Gangguan kejiwaan. Gangguan kejiwaan dapat menimbulkan

kesalahan persepsi yang disebut halusinasi. Berbeda dari ilusi, halusinasi bersifat individual, hanya dialami oleh penderita yang bersangkutan saja.

2. Pengertian Petani

Menurut Rodjak (2006) petani adalah orang yang melakukan kegiatan bercocok tanam hasil bumi atau memelihara ternak dengan tujuan untuk memperoleh kehidupan dari kegiatannya itu. Petani sebagai pengelola usahatani berarti ia harus mengambil berbagai keputusan didalam memanfaatkan lahan yang dimiliki untuk kesejahteraan hidup keluarga.

Menurut Anwas (1992), petani adalah orang yang melakukan cocok tanam dari lahan pertaniannya atau memelihara ternak dengan tujuan untuk


(32)

memperoleh kehidupan dari kegiatan itu, sedangkan pengertian pertanian adalah kegiatan manusia mengusahakan terus dengan maksud memperoleh hasil-hasil tanaman ataupun hasil hewan, tanpa mengakibatkan kerusakan alam.

Hernanto (1989), memberikan pengertian tentang petani yang mengatakan bahwa: “Petani adalah setiap orang yang melakukan usaha untuk

memenuhi sebagian atau seluruh kebutuhan kehidupannya dibidang pertanian dalam arti luas yang meliputi usahatani pertanian, peternakan, perikanan (termasuk penangkapan ikan), dan mengutamakan hasil laut.

3. Penyuluh Pertanian

Penyuluhan adalah proses pembelajaran bagi pelaku utama serta pelaku usaha agar mereka mau dan mampu menolong dan mengorganisasikan dirinya dalam mengakses informasi pasar, teknologi, permodalan, dan sumberdaya lainnya, sebagai upaya untuk meningkatkan produktivitas, efisiensi usaha, pendapatan, dan kesejahteraannya, serta meningkatkan kesadaran dalam pelestarian fungsi lingkungan hidup. Pelaku utama dalam kegiatan penyuluhan adalah masyarakat di dalam dan di sekitar kawasan hutan, petani, pekebun, peternak, nelayan, pembudidaya ikan, pengolah ikan serta keluarga intinya. Sedangkan yang dimaksud pelaku usaha adalah perorangan warga negara Indonesia atau koorporasi yang dibentuk menurut hukum Indonesia yang mengelolah usaha pertanian, perikanan dan


(33)

Penyuluhan pertanian merupakan sarana kebijaksanaan yang dapat

digunakan pemerintah untuk mendorong pembangunan pertanian. Di lain pihak, petani mempunyai kebebasan untuk menerima atau menolak saran yang diberikan agen penyuluhan pertanian. Dengan demikian penyuluhan hanya dapat mencapai sasarannya jika perubahan yang diinginkan sesuai dengan kepentingan petani. Tujuan utama kebijakan pembangunan pertanian adalah meningkatkan produksi pangan dalam jumlah yang sama dengan permintaan akan bahan pangan yang semakin meningkat dengan harga bersaing di pasar dunia. Pembangunan seperti ini harus

berkelanjutan dan seringkali harus dilakukan dengan cara yang berbeda dari cara yang terdahulu. Oleh karena itu, organisasi penyuluhan pertanian yang efektif sangat penting di dalam situasi tersebut terutama di negara yang sedang berkembang (Ilham, 2010).

Tujuan penyuluhan pertanian merupakan hasil akhir yang ingin dicapai dari suatu kegiatan penyuluhan pertanian dalam kurun waktu tertentu. Tujuan tersebut harus dirumuskan dengan jelas, singkat dan mudah dipahami oleh petani, sehingga petani dapat mengetahui hasil akhir yang ingin dicapai dalam proses penyuluhan pertanian (Ibrahim, 2003).

Sasaran dalam penyuluhan pertanian adalah pelaku utama dan pelaku usaha. Pelaku utama adalah petani beserta keluarganya atau koperasi yang mengelola usaha dibidang pertanian, wanatani, minatani, agropastur, penangkaran satwa dan tumbuhan di dalam dan di sekitar hutan, yang meliputi : usaha hulu, usahatani, agroindustri, pemasaran dan jasa


(34)

penunjang. Pelaku usaha adalah perorangan atau korporasi yang dibentuk menurut hukum Indonesia yang mengelola usaha pertanian, perikanan, dan kehutanan (Undang-undang No.16, 2006 tentang SPPPK). Sementara itu, penerima manfaat penyuluhan(beneficiaries) adalah mereka yang secara langsung atau tidak langsung memiliki peran dalam kegiatan pembangunan pertanian, menurut Mardikanto (1993) mereka itu dapat dikelompokkan dalam :

a. Pelaku utama. Pelaku utama terdiri dari petani dan keluarganya yang selain sebagai juru tani, sekaligus sebagai pengelola usahatani yang berperan dalam memobilisasi dan memanfaatkan sumberdaya demi tercapainya peningkatan dan perbaikan mutu produksi, efisiensi usahatani serta perlindungan dan pelestarian sumber daya alam dan lingkungan hidup yang lain.

b. Penentu kebijakan. Penentu kebijakan terdiri dari aparat birokrasi pemerintahan sebagai perencana, pelaksana, dan pengendali kebijakan pembangunan pertanian, termasuk elit masyarakat dari aras terbawah (desa) yang secara aktif dilibatkan dalam pengambilan keputusan dan implementasi kebijakan pembangunan pertanian.

c. Pemangku kepentingan yang lain. Pemangku kepentingan yang lain i adalah mereka yang mendukung atau memperlancar kegiatan

pembangunan pertanian. Termasuk dalam kelompok ini adalah peneliti, produsen sarana produksi, pelaku bisnis, pers, aktivis LSM, tokoh masyarakat, artis, dan budayawan.


(35)

Pelaksanaan kegiatan penyuluhan dalam sektor pertanian dapat

dipermudah dengan cara wilayah kerja pertanian di Indonesia dibagi dalam wilayah-wilayah kerja penyuluhan yang lebih kecil, sebagai unit terkecil dalam pembagian wilayah kerja penyuluhan pertanian ini adalah Wilayah Kerja Penyuluh Pertanian (WKPP).

Setiap WKPP mencakup 16 wilayah kelompok tani yang dapat meliputi satu desa atau lebih. Tugas seorang penyuluh lapang antara lain: a. Menyusun program penyuluhan bagi wilayah kerjanya, b. Menetapkanimpact pointdan mencari pemecahannya,

c. Melakukan kunjungan lapang, melaksanakan demonstrasi dan pembinaan kegiatan kelompok tani,

d. Bersama dengan kelompok tani mengembangkan kelompok tani agar menjadi kekuatan ekonomi dan sosial bagi masyarakat sekitarnya, dan e. Bersama dengan Penyuluh Pertanian Urusan Program (PPUP) dan

Penyuluh Pertanian Spesialis (PPS) mencari pemecahan masalah yang dihadapi khususnya yang menyangkut ketrampilan petani

(Suhardiyono, 1989).

4. Kinerja Penyuluh Pertanian

Dessler (2009) berpendapat: Kinerja (prestasi kerja) karyawan adalah prestasi aktual karyawan dibandingkan dengan prestasi yang diharapkan dari karyawan. Prestasi kerja yang diharapkan adalah prestasi standar yang disusun sebagai acuan sehingga dapat melihat kinerja karyawan sesuai dengan posisinya dibandingkan dengan standar yang dibuat. Selain itu


(36)

dapat juga dilihat kinerja dari karyawan tersebut terhadap karyawan lainnya.

Disahkannya Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2006 tentang Sistem Penyuluhan Pertanian, Perikanan dan Kehutanan memberikan kepastian hukum tentang peran penyuluhan diberbagai bidang (pertanian, perikanan dan kehutanan), tetapi terdapat permasalahan mendasar seperti penyiapan sumberdaya manusia penyuluh. Sumberdaya manusia yang handal akan mampu meningkatkan kinerja pelayanan kepada masyarakat. Sumberdaya manusia merupakan salah satu faktor kunci dalam reformasi ekonomi, yaitu menciptakan sumberdaya manusia yang berkualitas dan memiliki

keterampilan serta berdaya saing tinggi dalam menghadapi persaingan global yang selama ini terabaikan.

Penyuluh adalah salah satu unsur penting yang diakui peranannya dalam memajukan pertanian di Indonesia. Penyuluh yang siap dan memiliki kemampuan dengan sendirinya berpengaruh pada kinerjanya. Kinerja adalah prestasi yang dicapai karyawan dalam melaksanakan suatu pekerjaan dalam suatu organisasi.

Kinerja seorang penyuluh dapat dilihat dari dua sudut pandang yaitu: (a) bahwa kinerja merupakan fungsi dari karakteristik individu, karakteristik tersebut merupakan variabel penting yang mempengaruhi perilaku seseorang termasuk penyuluh pertanian; dan (b) bahwa kinerja penyuluh pertanian merupakan pengaruh dari situasional di antaranya terjadi perbedaan pengelolaan dan penyelenggaraan penyuluhan pertanian di


(37)

setiap kabupaten yang menyangkut beragamnya aspek kelembagaan, ketenagaan, program penyelenggaraan dan pembiayaan (Jahi dan Leilani, 2006).

Menurut Berlo (1960) ada empat kualifikasi yang harus dimiliki setiap penyuluh pertanian untuk meningkatkan kinerjanya, yaitu: (a) kemampuan untuk berkomunikasi yaitu kemampuan dan keterampilan penyuluh untuk berempati dan berinteraksi dengan masyarakat sasarannya; (b) sikap penyuluh antara lain sikap menghayati dan bangga terhadap profesinya, sikap bahwa inovasi yang disampaikan benar-benar merupakan kebutuhan nyata sasarannya, dan sikap menyukai dan mencintai sasarannya dalam artian selalu siap memberi bantuan dan melaksanakan kegiatan-kegiatan demi adanya perubahan-perubahan pada sasaran; (c) kemampuan

pengetahuan penyuluh, yang terdiri dari isi, fungsi, manfaat serta nilai-nilai yang terkandung dalam inovasi yang disampaikan, latar belakang keadaan sasaran; dan (d) karakteristik sosial budaya penyuluh.

Departemen Pertanian (2009), merinci standar kinerja seorang penyuluh dapat diukur berdasarkan 9 (sembilan) indikator keberhasilan yakni: (1) tersusunnya program penyuluhan pertanian; (2) tersusunnya recana kerja tahunan penyuluh pertanian; (3) tersusunnya data peta wilayah untuk pengembangan teknologi spesifik lokasi; (4) terdesiminasinya informasi teknologi pertanian secara merata; (5) tumbuh kembangnya keberdayaan dan kemandirian pelaku utama dan pelaku usaha; (6) terwujudnya kemitraan pelaku utama dan pelaku usaha yang menguntungkan; (7)


(38)

terwujudnya akses pelaku utama dan pelaku usaha ke lembaga keuangan, informasi, dan sarana produksi; (8) meningkatnya produktivitas agribisnis komoditas unggulan di wilayahnya; dan (9) meningkatnya pendapatan dan kesejahteraan pelaku utama. Berdasarkan pada berbagai pendapat dan teori tentang kinerja penyuluh tersebut, maka disimpulkan bahwa kinerja

penyuluh adalah prestasi kerja yang dicapai seorang penyuluh sesuai dengan tugas pokok dan fungsi penyuluh.

Menurut Simamora (1995), karakteristik kriteria kinerja mereka mampu diukur dengan cara yang dapat dipercaya, harus sensitif terhadap masukan-masukan dari tindakan pemegang jabatan, dan harus dapat diterima oleh individu yang mengetahui kinerja yang sedang dinilai. Sumaryo dan Effendi (2001), lebih lanjut menyatakan bahwa rendahnya kinerja penyuluh pertanian dapat ditandai dengan rendahnya efektivitas penyuluhan. Hal ini disebabkan karena materi penyuluhan sudah tidak menarik lagi dan

diberikan dengan metode dan teknis yang kurang sesuai. Sasaran penyuluh mempunyai karakter yang beragam, baik sosial maupun ekonomi, sehingga pola pikir dan kemampuan mencerna setiap materi tidak sama, seharusnya pelaksanaan penyuluhan pertanian di lapangan baik materi maupun metode yang digunakan harus sesuai dengan kebutuhan sasaran.

Menurut A. G. Kartasapoetra (1994) kinerja penyuluh pertanian lapangan direalisasikan melalui aktifitas dan penampilan kerja dalam melaksanakan tugas pokoknya. Tugas-tugas pokok yang menjadi tanggung jawab penyuluh yaitu: (1) pengajaran PKS (Pengetahuan, Keterampilan, dan


(39)

Sikap), (2) mengembangkan swakarsa dan swadaya petani, (3) menyusun program penyuluhan, (4) membantu dan menyiapkan petunjuk informasi pertanian, (5) mengidentifikasi masalah yang dihadapi petani atau nelayan dan keluarganya dalam usahatani serta membantu memecahkan

masalahnya, (6) menginventarisasikan data wilayah kerjanya sebagai bahan dasar dalam menetapkan materi penyuluhan pertanian, (7) menggali dan mengembangkan sumberdaya, (8) mengupayakan kemudahan bagi petani, (9) menyusun laporan.

5. Pengembangan Padi Organik

Di Indonesia, perhatian terhadap produk organik masih kurang, khususnya untuk padi organik. Padahal, sebagian masyarakat telah memahami akan pentingnya mengkonsumsi makanan yang aman dan sehat. Karena itu, produk organik memiliki prospek yang cukup baik untuk dikembangkan di masa depan baik untuk pasar domestik maupun luar negeri. Harga pupuk dan pestisida semakin mahal, tidak terjangkau petani sehingga petani akan mencari alternatif pengganti yang lebih murah dan selalu tersedia serta melimpah di daerah yaitu bahan-bahan organik (alamiah). Walaupun perkembangannya kurang memuaskan namun GerakanGo Organic2010 yang telah dicanangkan Kementerian Pertanian memberikan hasil yang positif terhadap para petani. Mereka merasakan manfaat pertanian organik karena mampu mendongkrak pendapatan 20-30 persen (Mayrowani, 2010).

Pada umumnya petani berharap mendapat harga yang tinggi untuk produk-produk organis mereka setelah lahan mereka organik. Jika harga tertinggi


(40)

tidak terpenuhi, sebenarnya petani organik sudah mendapatkan keuntungan karena biaya produksi organik lebih rendah dibandingkan anorganik. Beberapa keuntungan membudidayakan padi secara organik adalah : (1) kesehatan konsumen; (2) penggunaan pupuk organik yang mengembalikan kesuburan tanah dan kelestarian lingkungan; dan (3) meningkatkan

pendapatan petani, karena harga jualnya lebih tinggi dari beras

konvensional. Pangsa pasar produk organik di Indonesia belum termonitor, padahal jika pasar produk organik telah termonitor dengan baik akan menghasilkan tingkat harga produk organik yang baik sehingga petani akan tergerak dan termotivasi untuk mengembangkan pertanian organik. Hasil atau keuntungan tidak hanya bergantung pada produktifitas tetapi juga harga yang diberikan oleh pasar.

Menurut Saptana (2006), jaminan harga dan pemasaran dapat dilakukan melalui kemitraan. Terdapat dua pertanyaan kunci dalam pertanian organik, yaitu (1) masalah lahan sempit yang dapat ditingkatkan produksinya, dan (2) masalah nilai tukar produk pertanian organik. Menghadapi permasalahan tersebut, pertanian organik tidak mampu menjawab secara langsung, tetapi merupakan sebuah peluang. Pertanian organik mempunyai peluang yang kuat dalam memenuhi kebutuhan rumah tangga petani.

Di Provinsi Lampung Padi Organik baru berkembang hanya di Kabupaten Pringsewu dan Tanggamus. Hal ini perlu ditingkatkan lagi agar padi


(41)

organik di Lampung terus berkembang pesat dan memberikan banyak manfaat bagi masyarakat di Lampung.

6. Budidaya Padi Organik

Menurut Andoko (2002), cara bertanam padi organik pada dasarnya tidak berbeda dari bertanam padi secara konvensional. Perbedaan hanyalah pada pemilihan varietas, penggunaan pupuk dasar dan pengendalian hama penyakit.

a. Pemilihan Varietas

Tidak semua varietas padi cocok untuk dibudidayakan secara organik. Padi hibrida kurang cocok ditanam secara organik karena diperoleh melalui proses pemuliaan di laboratorium. Varietas padi yang cocok ditanam secara organik hanyalah jenis atau varietas alami seperti rojolele, mentik, pandan wangi dan lestari.

b. Pembenihan

Pembenihan merupakan salah satu tahap dalam budidaya padi karena pada umumnya padi ditanam dengan menggunakan benih yang sudah disemaikan terlebih dahulu di tempat lain.

c. Pengolahan Lahan

Pengolahan lahan untuk penanaman padi sawah dilakukan dengan cara dibajak dan dicangkul. Biasanya dilakukan minimal 2 (dua) kali

pembajakan yakni pembajakan kasar dan pembajakan halus yang diikuti dengan pencangkulan. Total pengolahan lahan ini bisa mencapai 2-3 hari. Setelah selasai, aliri dan rendam dengan air lahan sawah tersebut


(42)

selama 1 (satu) hari. Pastikan keesokan harinya benih yang telah disemai sudah siap ditanam, yakni sudah mencapai umur 7-12 harian, perlu diingat usahakan bibit yang disemai tidak melebihi umur 12 hari mengingat jika terlalu tua maka tanaman akan sulit beradaptasi dan tumbuh ditempat baru (sawah) karena akarnya sudah terlalu besar. d. Penanaman

Sebelum ditanam, lakukan pencaplakan (pembuatan jarak tanam), jarak tanam yang baik adalah jarak tanam sesuai dengan metode SRI yakni tidak terlalu rapat, biasanya 25 x 25 cm atau 30 x 30 cm. Lakukan penanaman dengan memasukkan satu bibit pada satu lubang tanam. Penanaman jangan terlalu dalam supaya akar bisa leluasa bergerak.

e.

Perawatan

Pada penanaman budidaya padi organik dengan metode SRI yang paling penting adalah menjaga aliran air supaya sawah tidak tergenang terus menerus namun lebih pada pengaliran air saja. Untuk itu, setiap hari petani biasanya melakukan kontrol dan menutup serta membuka pintu air secara teratur. Berikut panduan pengairan SRI:

Penanaman dangkal tanpa digenangi air dan mecek-mecek sampai anakan sekitar 10-14 hari.

Setelah itu, isi air untuk menghambat pertumbuhan rumput dan untuk pemenuhan kebutuhan air dan melumpurkan tanah, digenangi sampai tanah tidak tersinari matahari, setelah itu dialiri air saja.


(43)

Sekitar seminggu jika tidak ada pertumbuhan yang signifikan dilakukan pemupukan, ketika pemupukan dikeringkan dan galengan ditutup.

Ketika mulai berbunga, umur 2 (dua) bulan harus digenangi lagi dan ketika akan panen dikeringkan.

Pemupukan biasanya dilakukan pada umur 20 hari setelah tebar, pupuk yang digunakan adalah kompos sekitar 175-200 kg. Ketika dilakukan pemupukan sawah dikeringkan dan pintu air ditutup. Setelah 27 hari setelah tebar, aliri sawah secara bergilir antara kering dan basah.

Hama yang sering menyerang tanaman padi di antaranya burung, walang sangit, wereng dan penyakit ganjuran atau daun menguning. Cara penanganannya biasanya dengan cara manual, membuat orang-orangan sawah untuk hama burung, penyemprotan dengan pestisida hayati seperti nanas, bawang putih dan kipait atau gadung, serta untuk penyakit

biasanya dengan cara mencabut dan membakar tanaman yang sudah terkena penyakit daun menguning. Pencegahan harus dilakukan penanaman secara serentak supaya hama dan penyakit tidak datang, penggunaan bibit yang sehat, pengaturan air yang baik, dan dengan melakukan sistem budidaya tanaman sehat yang cukup nutrisi dan vitamin sehingga kekebalannya tinggi.

Hama lain yang sering menyerang adalah hama putih,thrips, wereng, walang sangit, kepik hijau, penggerek batang padi, tikus , dan burung. Sementara itu penyakitnya adalah penyakit bercak daun coklat, penyakit


(44)

blast, busuk pelepah daun,fusarium, penyakit kresek atau hawar daun dan penyakit tungro.

f. Panen

Padi mulai berbunga pada umur 2-3 bulan dan bisa dipanen rata-rata pada umur sekitar 3,5 sampai 6 (enam) bulan, tergantung jenis dan

varietasnya. Pada luasan lahan 200 m2, untuk padi yang berumur pendek (3,5 bulan) biasanya diperoleh 2 (dua) kwintal gabah basah, setara dengan 1,5 kwintal gabah kering atau 90 kg beras. Setelah dipanen, padi bisa dijual langsung atau juga dijemur dulu sekitar 1-2 hari baru

kemudian dijual, atau setelah dijemur digiling baru dijual berupa beras ataupun untuk dikonsumsi sebagiannya.

Budidaya padi organik harus memperhatikan beberapa prinsip di antaranya: a. Tanaman bibit muda berusia kurang dari 12 hari setelah semai ketika

bibit masih berdaun 2 (dua) helai

b. Bibit ditanam satu pohon perlubang dengan jarak minimal 25 cm persegi c. Pindah tanam harus sesegera mungkin (kurang dari 30 menit) dan harus

hati-hati agar akar tidak putus

d. Penanaman padi dengan perakaran yang dangkal

e. Pengaturan air, pemberian air maksimal 2 (dua) cm dan tanah tidak diairi secara terus-menerus sampai terendam dan penuh, namun hanya lembab (irigasi berselang atau terputus)


(45)

g. Penyiangan sejak awal sekitar 10 hari dan diulang 2-3 kali dengan interval 10 hari

h. Menjaga keseimbangan biota tanah dengan menggunakan pupuk organik

Selain itu budidaya padi organik pun memiliki keunggulan seperti:

a. Tanaman hemat air, selama pertumbuhan dari mulai tanam sampai panen memberikan air maksimal 2 (dua) cm, paling baik macak-macak sekitar 5 (lima) mm dan ada periode pengeringan sampai tanah retak (irigasi terputus).

b. Hemat biaya, hanya butuh benih 5 (lima) kg per hektar. Tidak memerlukan biaya pencabutan bibit, tidak memerlukan biaya pindah bibit, tenaga tanam kurang, dan lain-lain.

c. Hemat waktu, ditanam bibit muda 5–12 hari setelah semai, dan waktu panen akan lebih awal.

d. Produksi meningkat, di beberapa tempat mencapai 11 ton per hektar. e. Ramah lingkungan, tidak menggunaan bahan kimia dan digantikan

dengan mempergunakan pupuk organik (kompos, kandang dan mikro-organisme lokal), begitu juga penggunaan pestisida.

7. Method of Succesive Interval(MSI)

Menurut Muhidin dan Abdurahman (2007), transformasi data ordinal menjadi data interval dilakukan agar data yang diperoleh dapat diolah menggunakan operasi matematika seperti ditambah , dikurang, dikali dan dibagi tanpa mempengaruhi jarak relatif diantara skor-skornya. Karakteristik lainnya dari data interval adalah skala pengukurannya tidak mempunyai nilai nol mutlak.


(46)

Berbeda dengan data ordinal bilangan atau angka yang diberikan kepada objek hanya menyatakan tempat dalam suatu susunan, tidak menyatakan apa-apa mengenai jarak dari satu datum ke datum lainnya tetapi hanya memberikan urutan (rengking) relatif saja.

Data ordinal adalah data kualitatif, mengkuantifikasikan data ordinal adalah dengan cara menghitung frekuensinya dan di buat rangkingnya, Contohnya seperti kualitas sangat baik = 5, baik =4, cukup = 3, kurang baik = 4, dan buruk = 1.

B. Penelitian Terdahulu

Kajian penelitian terdahulu diperlukan sebagai bahan referensi dan penuntun dalam penentuan metode dalam menganalisis data penelitian. Penelitian ini mengkaji hubungan antara faktor-faktor yang berhubungan dengan persepsi petani terhadap kinerja penyuluh dan perbedaan persepsi antara petani padi organik dan anorganik terhadap kinerja penyuluh dalam mengembangkan padi organik. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian terdahulu yakni penelitian terdahulu hanya melihat persepsi petani terhadap pengembangan padi organik apakah padi organik di Kecamatan Pagelaran sudah berkembangan atau belum, sedangkan penelitian ini melihat bagaimana persepsi petani terhadap tingkat kinerja penyuluh dalam mengembangkan padi organik di Kecamatan


(47)

Tabel 3. Penelitian terdahulu

No Pengarang (Tahun) Tema Penelitian Metodologi Temuan Utama

1. Bekti Wahyu Utami, (2008)

Kinerja Penyuluh Pertanian Lapang (PPL) Dalam

Pengembangan Beras Organik Menuju Terwujudnya

Kabupaten Sragen Sebagai Sentra Beras Organik

Metode deskriptif dan pengumpulan data menggunakan kuisioner, serta dianalisis menggunakan statistik deskriptif

Untuk mengukur kinerja PPL menggunakan ketentuan bahwa jika sebanyak minimal 50% petani responden menyatakan kinerja PPL tinggi maka dapat disimpulkan kinerja PPL baik. Terdapat beberapa kinerja dari seorang penyuluh yaitu seperti :keandalan ppl, daya tanggap, kepastian, empati, dan berwujud.

2. Nur Asiah (2010) Persepsi Petani Terhadap Padi Organik Di Kecamatan Pagelaran Kabupaten Pringsewu

Metode yang digunakan adalah metode survei, pengumpulan data dengan menggunakan kuesioner.

Persepsi petani terhadap padi organik di Kecamatan Pagelaran Kabupaten Pringsewu adalah cukup baik. Persepsi yang cukup baik ini terlihat dari budidaya padi organik, pemasaran padi organik, keunggulan padi organik,

produktivitas padi organik dan keuntungan padi organik.

3. Andi Ishak (2011) Persepsi Dan Tingkat Adopsi Petani Padi Terhadap

Penerapan System Of Rice Intensification (Sri) Di Desa Bukit Peninjauan I, Kecamatan Sukaraja, Kabupaten Seluma

Metode survei dengan pengumpulan data dengan kuisioner skala

pengukuran yang digunakan skala likert

Persepsi petani terhadap teknologi SRI tergolong dalam kategori baik. Hal ini berarti bahwa komponen SRI dianggap baik sehingga dapat menguntungkan dalam kegiatan usahatani.

4. Tarya J Sugarda (2008)

Kajian Pengembangan Usahatani Padi Organik SRI (System Of Rice

Intensification) Berwawasan Agribisnis Dalam Mendukung Program Ketahanan Pangan Secara Berkelanjutan.

Metode Survey Deskriptif Penerapan SRI di Jawa Barat masih pada tahap mencoba karena petani masih banyak yang enggan menerapkan sebab petani kesulitan dalam mendapatkan input organik dan memasarkan hasil. Dari total petani di Jawa Barat hanya 5% petani yang mengadopsi SRI.


(48)

No Pengarang (Tahun) Tema Penelitian Metodologi Temuan Utama

5. Amalia Ritonga (2013)

Persepsi Petani Pekebun Karet Rakyat Terhadap Kinerja Penyuluh Perkebunan

Metode pemberian skor dan metode skala likert

pelaksanaan tugas pokok dan fungsi penyuluh perkebunan berjalan baik. Dengan kinerja atau tingkat keberhasilan yang tinggi. Sehingga petani pekebun karet rakyat berpersepsi positif.

6. Marliati (2008) Faktor-Faktor Penentu

Peningkatan Kinerja Penyuluh Pertanian Dalam

Memberdayakan Petani (Kasus Di Kabupaten Kampar Provinsi Riau)

Metode survei, dengan pengumpulan data menggunakan kuesioner

terstruktur, wawancara mendalam, Diskusi Kelompok Terarah (Focus Group Discussion) dan pengamatan partisipasi (participant observation).

Tingkat kinerja penyuluh pertanian dalam memberdayakan petani relatif belum baik

(kategori “cukup”), hal ini disebabkan oleh faktor -faktor yang berpengaruh nyata terhadap kinerja penyuluh pertanian

7. Awal Maulid Sari (2013)

Kinerja Penyuluh Pertanian Dalam Pengembangan Usaha Peternakan Sapi Bali Di Kabupaten Muna Provinsi Sulawesi Tenggara

Metode survey dengan menggunakan kuisioner.

Kinerja penyuluh pertanian dalam pengembangan usaha peternakan sapi bali di Kabupaten Muna termasuk dalam kategori baik dan kinerja penyuluh pertanian berhubungan tidak nyata dengan keberhasilan peternak dalam usaha peternakan sapi bali di Kabupaten Muna. 8. Listya Puspitasari

(2009)

Persepsi Petani Terhadap Performansi Kerja Penyuluh Pertanian Lapangan Dalam Pengembangan Agribisnis Kedelai Di Kecamatan Toroh Kabupaten

Grobogan

Pengumpulan data menggunakan kuisioner dan analisis data

menggunakan analisis statistik non parametrik dan analisis deskriptif

Performansi kerja PPL dalam pengembangan agribisnis kedelai di Kecamatan Toroh Kabupaten Grobogan menurut persepsi petani sebagai salah satu sasaran kegiatan penyuluhan adalah cukup pada aspek responsivitas, baik

pada aspek responsibilitas, namun masih kurang pada aspek kualitas layanan.

Keterbatasan kemampuan PPL dalam menyediakan dan menyebarkan informasi

mengenai pasar, permodalan dan sumberdaya lain menyebabkan kualitas layanan penyuluh dalam pengembangan agribisnis kedelai dirasakan petani belum optimal.


(49)

C. Kerangka Pemikiran

Provinsi Lampung sebagai salah satu provinsi yang mengandalkan sektor pertanian sebagai sumber perekonomian masyarakat pedesaan. Luas lahan pertanian yang dimiliki Provinsi Lampung pun tidak sedikit, kondisi

agroklimat dan agroekologi yang mendukung untuk mengembangkan komoditi pangan terutama padi, memiliki peluang yang cukup besar untuk

pengembangan budidaya padi organik. Salah satu daerah di Provinsi Lampung yang sudah menerapkan padi organik adalah Kecamatan Pagelaran. Masih sedikit petani yang membudidayakan tanaman padi organik di Kecamatan Pagelaran, hal ini disebabkan karena dua kemungkinan yakni karena petani yang tidak mau berbudidaya padi organik atau karena kinerja penyuluh yang masih rendah dalam pengembangan padi organik. Kondisi ini tentunya tidak terlepas dari persepsi petani terhadap kinerja penyuluh dalam pengembangan padi organik.

Menurut Ban dan Hawkins (1999), persepsi adalah proses penerimaan

informasi atau stimuli dari lingkungan dan mengubahnya ke dalam kesadaran psikologi. Persepsi petani terhadap kinerja penyuluh dalam pengembangan padi organik merupakan interpretasi petani terhadap kinerja penyuluh dalam mengembangkan padi organik apakah kinerjanya sudah baik atau belum, sebab persepsi petani berhubungan erat terhadap kelanjutan padi organik. Setiap individu kemungkinan akan memberikan sikap yang berbeda-beda terhadap objek yang datang pada dirinya.


(50)

Pengembangan padi organik di Kecamatan Pagelaran masih kurang

berkembang. Hal ini karena masyarakat di Kecamatan tersebut masih kurang yakin dan percaya dengan manfaat yang dihasilkan oleh padi organik. Persepsi petani terhadap kinerja penyuluh dalam pengembangan padi organik di

Kecamatan Pagelaran Kabupaten Pringsewu perlu di identifikasi. Sebagai tolak ukur keberhasilan penyuluhan maka ada dua variabel dalam penelitian ini yaitu variabel X dan variabel Y. Variabel X adalah faktor-faktor yang

berhubungan dengan persepsi petani terhadap kinerja penyuluh yaitu variabel X1umur, X2tingkat pendidikan, X3Pengetahuan petani, X4lama berusahatani, X5interaksi sosial.

Variabel Y adalah persepsi petani terhadap kinerja penyuluh dalam

pengembangan padi organik yang didasarkan pada sembilan indikator kinerja, meliputi (1) Tersusunnya program penyuluhan pertanian, (2) Tersusunnya Rencana Kerja Tahunan (RKT) penyuluh pertanian, (3) Tersusunnya peta wilayah untuk pengembangan teknologi spesifik lokasi, (4) Tersebarnya informasi teknologi pertanian secara merata, (5) Tumbuh kembangnya

keberdayaan dan kemandirian petani, (6) Terwujudnya kemitraan usaha pelaku utama dan pelaku usaha yang saling menguntungkan, (7) Terwujudnya akses petani ke lembaga keuangan dan penyedia sarana produksi, (8) Terwujudnya peningkatan produktivitas agribisnis komoditas unggulan di masing-masing wilayah kerja, (9) Terwujudnya peningkatan pendapatan petani di masing-masing wilayah kerja (Departemen Pertanian, 2006)


(51)

Untuk lebih jelasnya maka hubungan antara faktor-faktor yang berhubungan terhadap persepsi petani terhadap kinerja penyuluh dalam pengembangan padi organik dapat dilihat pada Gambar 3.

Gambar 3. Kerangka Pemikiran

Non-Organik Organik

Usahatani Padi

Faktor-faktor yang berhubungan dengan persepsi petani (X)

X1.Umur

X2.Tingkat pendidikan X3.Pengetahuan petani X4.Lama berusahatani X5. Interaksi sosial petani

Indikator variabel Y

1. Tersusunnya program penyuluhan pertanian,

2. Tersusunnya recana kerja tahunan penyuluh pertanian,

3. Tersusunnya data peta wilayah untuk pengembangan teknologi spesifik lokasi,

4. Terdesiminasinya informasi teknologi pertanian secara merata, 5. Tumbuh kembangnya keberdayaan

dan kemandirian pelaku utama dan pelaku usaha,

6. Terwujudnya kemitraan pelaku utama dan pelaku usaha yang menguntungkan,

7. Terwujudnya akses pelaku utama dan pelaku usaha ke lembaga keuangan, informasi, dan sarana produksi,

8. Terwujudnya peningkatan produktivitas agribisnis komoditas unggulan di wilayahnya,

9. Terwujudnya peningkatan pendapatan dankesejahteraan pelaku utama.

Persepsi Petani terhadap Kinerja Penyuluh dalam pengembangan padi


(52)

D. Hipotesis

Berdasarkan kerangka pemikiran tersebut maka dapat diturunkan beberapa hipotesis berikut ini:

1. Terdapat hubungan yang nyata antara umur, lama berusahatani,

pengetahuan petani, lama berusahatani dan interaksi sosial petani dengan persepsi petani terhadap kinerja penyuluh pertanian dalam

pengembangan padi organik.

2. Terdapat perbedaan persepsi antara petani padi organik dan non organik terhadap kinerja penyuluh pertanian dalam pengembangan padi organik.


(53)

III. METODE PENELITIAN

A. Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel

1. Variabel (X)

Berdasarkan hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini dapat diuraikan beberapa batasan, dan ukuran dari variabel yang akan diukur. Adapun variabel X yang akan diukur untuk melihat faktor-faktor yang berhubungan dengan persepsi petani yaitu:

a. Umur responden (X1), adalah usia petani dari awal kelahiran sampai pada saat penelitian dilakukan. Umur petani diukur dalam tahun, indikator umur petani ditunjukkan dengan akte kelahiran atau surat keterangan dari pemerintah setempat. Umur diklasifikasikan dalam lima kelas yakni sangat tua, tua, setengah baya, muda dan sangat muda.

b. Lama pendidikan responden (X2), adalah lamanya petani sukses

menjalankan pendidikan formal. Lama pendidikan diukur dalam tahun. Indikator tingkat pendidikan ditunjukkan dengan ijazah atau Surat Tanda Tamat Belajar (STTB) dan buku raport. Lama pendidikan responden diklasifikasikan dalam lima kelas yakni sangat tinggi, tinggi, sedang, rendah dan sangat rendah.


(54)

c. Pengetahuan petani (X3) adalah apa yang diketahui petani mengenai padi organik. Pengetahuan petani mengenai padi organik diukur berdasarkan pertanyaan yang diajukan kepada responden, seperti cara usahatani padi organik, keunggulan dan keuntungan padi organik. Tingkat pengetahuan petani terhadap padi organik diukur dengan cara menjumlahkan skor dari 3 pertanyaan tersebut yang sebelumnya skor tersebut ditransformasikan terlebih dahulu menjadi data interval, dimana setiap pertanyaan diberi nilai 1-5. Pertanyaan tersebut diklasifikasikan menggunakan skala likert ke dalam lima kelas yakni sangat tinggi, tinggi, sedang, rendah dan sangat rendah.

d. Lama berusahatani padi (X4) adalah lamanya petani dalam berusahatani padi. Pengalaman berusahatani padi dilihat berdasarkan jumlah tahun petani berusahatani padi. Pengalaman berusahatani diklasifikasikan dalam lima kelas yakni sangat lama, lama, sedang, baru dan sangat baru.

e. Interaksi sosial petani (X5), adalah interaksi petani dengan lingkungannya untuk memperoleh informasi mengenai padi organik. Interaksi sosial diukur berdasarkan pertanyaan yang diajukan kepada responden, seperti informasi yang diperoleh petani dari interaksi dengan penyuluh, kelompok tani dan sesama petani lainnya. Serta kehadiran petani dalam mengikuti kegiatan penyuluhan, menceritakan masalah yang kerap dihadapi petani dalam mendapatkan pupuk organik maupun masalah lainnya.

Interaksi sosial petani dengan tetangga, kelompok tani dan penyuluh diukur dengan cara menjumlahkan skor dari 7 (tujuh) pertanyaan, dimana setiap


(55)

pertanyaan diberi nilai 1-5. Pertanyaan tersebut diklasifikasikan

menggunakan skala likert ke dalam lima kelas yakni sangat tinggi, tinggi, sedang, rendah dan sangat rendah.

2. Variabel Y

Variabel terikat (Y) yang dimaksud dalam penelitian ini adalah persepsi petani terhadap kinerja penyuluh dalam pengembangan padi organik di Kecamatan Pagelaran Kabupaten Pringsewu. Persepsi petani terhadap kinerja penyuluh dalam pengembangan padi organik di Kecamatan Pagelaran

Kabupaten Pringsewu diukur melalui sembilan indikator yaitu :

a. Tersusunnya program penyuluhan pertanian adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan keberhasilan penyuluh dalam menyusun program penyuluhan pertanian. Indikator ini dapat diukur berdasarkan pertanyaan yang diajukan kepada responden, seperti mekanisme atau cara, unsur-unsur dan tahap yang dilakukan penyuluh menggali informasi yang akan digunakan dalam penyusunan program penyuluhan padi organik. Serta kesesuaian program penyuluhan padi organik dengan kebutuhan petani dan tersebarnya padi organik di Kecamtan Pagelaran, serta program yang saat ini dibutuhkan oleh petani.

Persepsi petani terhadap tersusunnya program penyuluhan pertanian diukur dengan cara menjumlahkan skor dari 6 (enam) pertanyaan, dimana setiap pertanyaan diberikan nilai 1-5 dan sebelumnya skor tersebut diitransformasikan terlebih dahulu menjadi data interval. Selanjutnya diklasifikasikan dengan


(56)

menggunakan skala likert menjadi 5 (lima) kelas sangat tinggi, tinggi, sedang, rendah dan sangat rendah.

b. Tersusunnya recana kerja tahunan penyuluh pertanian adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan keberhasilan penyuluh dalam menyusun dan melaksanakan RKT penyuluh pertanian. Indikator ini dapat diukur berdasarkan pertanyaan yang diajukan kepada responden, seperti acuan, tahap dan frekuensi yang digunakan penyuluh dalam menyusun RKT, kesesuaian RKT dengan masa yang akan datang, dan pencapaian RKT.

Persepsi petani terhadap tersusunnya rencana kerja tahunan penyuluhan pertanian diukur dengan cara menjumlahkan skor dari 6 (enam) pertanyaan, dimana setiap pertanyaan diberikan nilai 1-5 dan sebelumnya skor tersebut diitransformasikan terlebih dahulu menjadi data interval. Selanjutnya diklasifikasikan dengan menggunakan skala likert menjadi 5 (lima) kelas sangat tinggi, tinggi, sedang, rendah dan sangat rendah.

c. Tersusunnya data peta wilayah untuk pengembangan teknologi spesifik lokasi adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan keberhasilan Penyuluh dalam menyusun data peta wilayah untuk pengembangan teknologi spesifik lokasi. Indikator ini dapat diukur berdasarkan

pertanyaan yang diajukan kepada responden, seperti: unsur yang tercantum dalam peta wilayah yang dibuat penyuluh, cara penyuluh memperoleh data yang digunakan untuk membuat peta wilayah, frekuensi penyuluh


(57)

organik sebagai komoditas unggulan, dan pengembangan padi organik di Kecamatan Pagelaran.

Persepsi petani terhadap tersusunnya data peta wilayah untuk pengembangan teknologi spesifik lokal diukur dengan cara menjumlahkan skor dari 5 (lima) pertanyaan, dimana setiap pertanyaan diberikan nilai 1-5 dan sebelumnya skor tersebut diitransformasikan terlebih dahulu menjadi data interval. Selanjutnya diklasifikasikan dengan menggunakan skala likert menjadi 5 (lima) kelas sangat tinggi, tinggi, sedang, rendah dan sangat rendah.

d. Terdesiminasinya informasi teknologi pertanian secara merata adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan keberhasilan PPL dalam menyediakan dan menyebarkan informasi teknologi pertanian. Indikator ini dapat diukur berdasarkan pertanyaan yang diajukan kepada responden, seperti:cara, media yang digunakan penyuluh dalam memberikan

informasi padi organik, peran aktif penyuluh dalam pengembangan padi organik, bentuk yang digunakan penyuluh menyampaikan informasi padi organik kepada petani.

Persepsi petani terhadap terdesiminasinyainformasi teknologi pertanian secara merata diukur dengan cara menjumlahkan skor dari 5 (lima) pertanyaan, dimana setiap pertanyaan diberikan nilai 1-5 dan sebelumnya skor tersebut diitransformasikan terlebih dahulu menjadi data interval. Selanjutnya diklasifikasikan dengan menggunakan skala likert menjadi 5 (lima) kelas sangat tinggi, tinggi, sedang, rendah dan sangat rendah.


(58)

e. Tumbuh kembangnya keberdayaan dan kemandirian pelaku utama dan pelaku usaha adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan keberhasilan penyuluh dalam memberdayakan petani untuk meningkatkan keaktifan petani dalam hal mencari solusi atas masalah usahatani yang dihadapi serta mengembangkan usahataninya dan kemandirian dalam hal permodalan, sarana produksi, teknologi dan pemasaran. Indikator ini dapat diukur berdasarkan pertanyaan yang diajukan kepada responden, seperti: peranan penyuluh dalam pengembangan jumlah kelompok tani dan kelas kelompok tani padi organik, terbentuknya kelembagaan kelompok tani padi organik penyuluh membantu petani dalam mendapatkan modal, dan penyuluh mampu memberdayakan petani dalam pengembangan padi organik.

Persepsi petani terhadap tumbuh kembangnya keberdayaan dan kemandirian pelaku utama dan pelaku usaha diukur dengan cara menjumlahkan skor dari 4 (empat) pertanyaan, dimana setiap pertanyaan diberikan nilai 1-5 dan sebelumnya skor tersebut diitransformasikan terlebih dahulu menjadi data interval. Selanjutnya diklasifikasikan dengan menggunakan skala likert menjadi 5 (lima) kelas sangat tinggi, tinggi, sedang, rendah dan sangat rendah.

f. Terwujudnya kemitraan pelaku utama dan pelaku usaha yang menguntungkan adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan keberhasilan penyuluh dalam mewujudkan kemitraan usaha pelaku utama dan pelaku usaha yang saling menguntungkan. Indikator ini dapat diukur berdasarkan pertanyaan yang diajukan kepada responden, seperti: penyuluh membantu petani padi organik


(59)

dalam menjual hasil panen, jenis dan legalitas kemitraan yang diberikan penyuluh kepada petani padi organik dan anorganik, dan penyuluh membantu agar kemitraan yang sudah berjalan bermanfaat atau menguntungkan bagi petani.

Persepsi petani terhadap terwujudnya kemitraan pelaku utama dan pelaku usaha yang menguntungkan diukur dengan cara menjumlahkan skor dari 4 (empat) pertanyaan, dimana setiap pertanyaan diberikan nilai 1-5 dan sebelumnya skor tersebut diitransformasikan terlebih dahulu menjadi data interval. Selanjutnya diklasifikasikan dengan menggunakan skala likert menjadi 5 (lima) kelas sangat tinggi, tinggi, sedang, rendah dan sangat rendah.

g. Terwujudnya akses pelaku utama dan pelaku usaha ke lembaga keuangan, informasi, dan sarana produksi adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan keberhasilan penyuluh dalam mewujudkan akses petani ke lembaga keuangan dan penyedia sarana produksi. Indikator ini dapat diukur berdasarkan pertanyaan yang diajukan kepada responden, seperti: penyuluh memfasilitasi lembaga keuangan,jenis lembaga keuangan, lembaga saprodi dan lembaga informasi untuk membantu Bapak dan mengembangkan usahatani padi organik, penyuluh membantu agar jasa lembaga saprodi sangat berperan penting bagi pengembangan usahatani padi organik, dan petani selalu mendapatkan informasi mengenai padi organik dari lembaga informasi, serta informasi yang diberikan penyuluh.


(60)

Persepsi petani terhadap terwujudnya akses pelaku utama dan pelaku usaha ke lembaga keuangan, informasi dan sarana produksi diukur dengan cara menjumlahkan skor dari 5 (lima) pertanyaan, dimana setiap pertanyaan diberikan nilai 1-5 dan sebelumnya skor tersebut diitransformasikan terlebih dahulu menjadi data interval. Selanjutnya diklasifikasikan dengan

menggunakan skala likert menjadi 5 (lima) kelas sangat tinggi, tinggi, sedang, rendah dan sangat rendah.

h. Terwujudnya peningkatan produktivitas agribisnis komoditas unggulan di wilayahnya adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan keberhasilan penyuluh dalam meningkatkan produktivitas agribisnis komoditi unggulan di masing-masing wilayah kerja. Indikator ini dapat diukur berdasarkan pertanyaan yang diajukan kepada responden, seperti: cara penyuluh meningkatkan produktivitas padi organik sebagai komoditas unggulan di Kecamatan Pagelaran, keberhasilan penyuluh dalam pengembangan padi organik, lembaga lain yang membantu penyuluh dalam meningkatkan produktivitas padi organik.

Persepsi petani terhadap Terwujudnya peningkatan produktivitas agribisnis komoditas unggulan di wilayahnya diukur dengan cara menjumlahkan skor dari 4 (empat) pertanyaan, dimana setiap pertanyaan diberikan nilai 1-5 dan sebelumnya skor tersebut diitransformasikan terlebih dahulu menjadi data interval. Selanjutnya diklasifikasikan dengan menggunakan skala likert menjadi 5 (lima) kelas sangat tinggi, tinggi, sedang, rendah dan sangat rendah.


(61)

i. Terwujudnya peningkatan pendapatan dan kesejahteraan pelaku utama adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan keberhasilan penyuluh dalam meningkatkan pendapatan petani di wilayah. Indikator ini dapat diukur berdasarkan pertanyaan yang diajukan kepada responden, seperti: bagaimana perbedaan pendapatan dan kesejahteraan padi organik dan anorganik, penyuluh berperan penting dalam pengembangan padi organik sehingga pendapatan dan kesejahteraan petani padi organik meningkat.

Persepsi petani terhadap tumbuh kembangnya keberdayaan dan kemandirian pelaku utama dan pelaku usaha diukur dengan cara menjumlahkan skor dari 3 (tiga) pertanyaan, dimana setiap pertanyaan diberikan nilai 1-5 dan

sebelumnya skor tersebut diitransformasikan terlebih dahulu menjadi data interval. Selanjutnya diklasifikasikan dengan menggunakan skala likert menjadi 5 (lima) kelas sangat tinggi, tinggi, sedang, rendah dan sangat rendah.

Dasar klasifikasi variabel bebas (X) dan variabel terikat (Y) mengacu pada rumus Sturges (dalam Dajan, 1986) sebagai berikut:

k Y X

Z  

Keterangan: Z = interval kelas X = nilai tertinggi Y = nilai terendah

k = banyaknya kelas atau kategori

Banyaknya kelas dalam penelitian ini ditentukan secara sengaja yakni sebanyak lima kelas. Hal ini berdasarkan pertimbangan untuk memudahkan


(62)

pengklasifikasian dikarenakan pengukuran tingkat kinerja dan tingkat persepsi menggunakan skala Likert. Penentuan klasifikasi kelas dalam penelitian ini menggunakan rata-rata. Rata-rata digunakan untuk melihat suatu angka di sekitar mana nila-nilai dalam suatu distribusi memusat.

B. Penentuan Lokasi, Waktu dan Responden Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Pagelaran Kabupaten Pringsewu. Pemilihan lokasi penelitian ini dilakukan secara sengaja (purposive) dengan pertimbangan bahwa menurut Dinas Perkebunan, Hortikultura, dan Tanaman Pangan Provinsi Lampung, Kecamatan Pagelaran merupakan salah satu pusat produksi padi organik dan sebagai daerah pelopor padi organik di Provinsi Lampung. Waktu penelitian mulai dilakukan Maret sampai dengan April 2015.

Responden penelitian adalah petani yang tergabung dalam kelompok tani, baik yang membudidayakan padi organik maupun padi anorganik di Kecamatan Pagelaran. Petani tersebut berada di Desa Pagelaran dan Desa Gemah Ripah. Kedua desa ini dipilih secarapurposivekarena: 1). Kedua desa ini mewakili daerah dimana petaninya membudidayakan tanaman padi organik. 2). PPL di Desa Gemah Ripah dan Pagelaran wilayah binaannya cukup luas yakni 2 (dua) wilayah binaan, padahal seharusnya 1 (satu) PPL 1 (satu) wilayah binaan.

Jumlah penyuluh di BP3K Kecamatan Pagelaran Kabupaten Pringsewu sebanyak 12 orang, dan 2 orang yang akan diambil sebagai obyek penelitian sesuai dengan daerah binaannya yaitu Desa Gemah Ripah dan Desa Pagelaran. Populasi petani di Desa Pagelaran sebanyak 338 petani dan di Desa Gemah


(63)

Ripah sebanyak 219 petani, sehingga total petani di kedua desa tersebut sebanyak 557 orang. Jumlah kelompok tani yang ada di kedua desa tersebut sebanyak 10 kelompok tani, dengan jumlah kelompok tani yang anggotanya masih menerapkan usahatani padi organik adalah 5 (lima) kelompok tani. Jumlah populasi padi organik di kedua desa tersebut sebanyak 24 orang, dimana terdapat 15 orang petani padi organik di Desa pagelaran dan 9 orang di Desa Gemah Ripah.

Pengambilan sampel untuk petani padi organik dilakukan secara sensus. Menurut Arikunto (2002), apabila subjek penelitian kurang dari 100 unit (orang), maka lebih baik diambil semua sehingga penelitian ini merupakan penelitian populasi. Di kedua daerah penelitian terdapat 24 petani padi organik, sehingga jumlah sampel untuk petani organik adalah 24 orang.

Penentuan jumlah sampel petani padi anorganik sendiri dilakukan secara sengaja, dengan pertimbangan agar jumlah petani padi organik dan anorganik memiliki keseimbangan. Maka, jumlah petani padi anorganik diambil sebanyak 24 orang, yang terdiri dari 9 (sembilan) orang petani desa Gemah Ripah dan 15 orang petani Desa Pagelaran. Responden petani padi anorganik selanjutnya dipilih secara acak sederhana (simple random sampling) dari populasi dengan cara undian. Metodesimple random samplingdipilih dengan pertimbangan bahwa kondisi penyuluhan padi organik di Desa Pagelaran dan Gemah Ripah untuk petani padi anorganik adalah seragam atau homogen dalam teknik penyampaian informasi.


(1)

VI. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Dari hasil penelitian dan pembahasan dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:

1. Persepsi petani terhadap kinerja penyuluh dalam pengembangan padi organik sebesar 88,16 (41,66%) dan termasuk dalam klasifikasi sedang. 2. Faktor-faktor yang berhubungan nyata dengan persepsi petani terhadap

kinerja penyuluh dalam pengembangan padi organik yaitu lama

pendidikan, pengetahuan petani, dan interaksi sosial petani, sedangkan umur dan lama berusahatani tidak berhubungan nyata dengan persepsi petani terhadap kinerja penyuluh dalam pengembangan padi organik. 3. Tidak ada perbedaan persepsi petani padi organik dan anorganik terhadap

kinerja penyuluh dalam pengembangan padi organik. Baik petani padi organik maupun padi anorganik memberikan penilaian yang cukup baik terhadap kinerja penyuluh dalam pengembangan padi organik, persepsi tersebut termasuk dalam klasifikasi sedang.


(2)

a. Hendaknya pemerintah lebih memperhatikan lagi tingkat pengetahuan penyuluh tentang padi organik melalui pelatihan rutin sehingga

budidaya padi organik dapat tersebar merata ke seluruh desa di Kecamatan Pagelaran.

b. Hendaknya kinerja penyuluh lebih ditingkatkan lagi agar penyuluh mampu memberikan program yang saat ini dibutuhkan oleh petani dan mampu berperan aktif menjadikan kelompok tani Sejahtera dan Puji Sutrisno menjadi kelompok tani Organik.

c. Hendaknya penyuluh memberikan akses dengan lembaga informasi agar petani lebih mudah mendapatkan informasi mengenai padi organik, baik informasi dalam berusahatani maupun pemasaran. d. Hendaknya penyuluh memberikan akses dengan lembaga saprodi

untuk mempermudah usahatani padi organik.

e. Hendaknya penyuluh lebih aktif, tidak hanya memberikan penyuluhan melainkan terjun langsung ke lapangan membantu petani

menyelesaikan masalah yang dihadapi petani.

2. Bagi peneliti lain, disarankan agar dapat meneliti variabel lain yang

berhubungan dengan persepsi petani terhadap kinerja penyuluh, dan faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja penyuluh dalam mengembangkan padi organik di Kecamatan Pagelaran, serta tingkat adopsi inovasi padi organik.


(3)

DAFTAR PUSTAKA

Andiwilaga, A.1992.Pengantar Ilmu Pertanian. Rineke Cipta. Jakarta. Andoko, A. 2002.Budidaya Padi Secara Organik. Penebar Swadaya. Jakarta.

92 hlm.

Ardiansyah, A. 2014. Persepsi Petani Persepsi Petani Terhadap Kinerja Penyuluh Di Bp3k Sebagai Model Center Of Excellence (Coe) Kecamatan Metro Barat Kota Metro.Skripsi. Universitas Lampung. Bandar Lampung.

Asiah, N. 2010. Persepsi Petani Terhadap Padi Organik Di Kecamatan Pagelaran Kabupaten Pringsewu.Skripsi. Universitas Lampung. Bandar Lampung. Badan Pusat Statistik. 2013. Lampung Dalam Angka 2013. Badan Pusat Statistik

Provinsi Lampung. Bandar Lampung.

Bakorluh. 2014. Database Kelembagaan Badan Koordinasi Penyuluhan

Pertanian, Perikanan, dan Kehutanan Provinsi Lampung. Bakorluh. Bandar Lampung.

Badan Pelaksana Penyuluhan pertanian Perikanan dan Kehutanan (BP4K) Pringsewu. 2014. Data Petani. BP4K Kabupaten Pringsewu. Pringsewu. Badan Penyuluhan pertanian Perikanan dan Kehutanan (BP3K) Kecamatan

Pagelaran. 2014. Data Penyuluh. BP3K Kecamatan Pagelaran Kabupaten Pringsewu. Pringsewu.

Berliantara.2007. Persepsi Petani Terhadap Budidaya Jarak Pagar Sebagai Sumber Energi Alternatif (Biofuel).Skripsi. Universitas Lampung. Lampung Berlo, David K. 1960.The Process of Communication: An Introduction to Theory

and Practice.Holt, Rinehart and Winston. New York.

Chaplin, C.P. 2006.Kamus Lengkap Psikologi. Penerjemah: Dr. Kartini Kartono. PT Raja Grafindo Persada. Jakarta.

Departemen Pertanian. 2006. Undang-undang Republik Indonesia No. 16 Tahun 2006 tentang Sistem Penyuluhan Pertanian, Perikanan dan Kehutanan. Deptan. Jakarta.


(4)

Gibson, Ivancevich dan Donnely. 1989.Organisasi (perilaku, Struktur, proses). Penerbit Erlangga. Jakarta. 377 hlm.

Hernanto, F. 1989.Ilmu Usahatani. Jurusan Ilmu-Ilmu Sosial Ekonomi Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Ibrahim, dkk. 2000.Pembelajaran Kooperatif. UNESA Press. Surabaya.

Ilham, T. 2010.Diversifikasi Pangan dan Penyuluhan Pertanian Sebagai Upaya Mewujudkan Ketahanan Nasional. Kompas. Diakses 8 Oktober 2014. Jahi. A dan A. Leilani. 2006. Kinerja penyuluh pertanian di beberapakabupaten

provinsi jawa barat. Jurnal penyuluhan. Vol 2 (2) : 99-106.

Kartasapoetra A. G. 1994. Teknologi Penyuluhan Pertanian. Bumi Aksara. Jakarta. 170 Hlm.

Kartono, K.1997. Patologi SosialJilid 5. PT.RajaGrafindo Persada. Jakarta. Kurniasih D,Saputro SG, Nurmayasari I. 2013. Persepsi Masyarakat Terhadap

ProgramCorporate Social Responsibility(Csr) Pt Pln Sektor Pembangkitan Tarahan Provinsi Lampung. Jurnal vol 2 (2):5. Universitas Lampung. Bandar Lampung.

Mardikanto T. 1993. Penyuluhan Pembangunan Pertanian. Universitas Sebelas Maret. Surakarta.

Marliati. 2008.Faktor-Faktor Penentu Peningkatan Kinerja Penyuluh Pertanian Dalam Memberdayakan Petani (Kasus di Kabupaten Kampar Provinsi Riau). Jurnal Penyuluhan September 2008, Vol. 4 (2). Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Mayrowani, H., Supriyati, T. Sugino. 2010. Analisa Usahatani Padi Organik di Kabupaten Sragen. Laporan Penelitian. JIRCAS.

Mulyani, A. dan F. Agus. 2006.Potensi Lahan Mendukung Revitalisasi

Pertanian. Prosiding Seminar Multifingsi dan Revitalisasi Pertanian 27-28 Juni 2006. Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya Lahan. Bogor.


(5)

Puspitasari, L. 2009. Persepsi Petani Terhadap Performansi Kerja Penyuluh Pertanian Lapangan Dalam Pengembangan Agribisnis Kedelai Di Kecamatan Toroh Kabupaten Grobogan.JIIP Vol 5 (1): 6. Universitas Wahid Hasyim Semarang. Semarang.

Rakhmat J. 2002. Metodelogi Penelitian KomunikasiEdisi Kedelapan. Rosda Karya. Bandung.

Ritonga, S. 2013. Persepsi Petani Pekebun Karet Rakyat Terhadap Kinerja Penyuluh Perkebunan (Kasus: Kecamatan Bilah Hulu Kabupaten Labuhan Batu).Skripsi.Universitas Sumatera Utara.

Rodjak.2006.Manajemen Usahatan.Pustaka Gitaguna. Bandung.

Saptana, H. Mayrowani, A. Agustian, Sunarsih.2006. Analisis Kelembagaan Kemitraan Rantai Pasok Komoditas Hortikultura.Laporan Penelitian. Pusat Penelitian Sosial Ekonomi Pertanian. Bogor.

Sari, A M. 2013. Kinerja Penyuluh Pertanian Dalam Pengembangan Usaha

Peternakan Sapi Bali Di Kabupaten Muna Provinsi Sulawesi Tenggara.Tesis. Universitas Udayana. Denpasar.

Sarwono, S. 1996. Psikologi Umum. Bulan Bintang. Jakarta. Hlm 43-44. Siegel, S. 1997. Statistik Non-Parametrik. PT Gramedia Pustaka Utama.

Jakarta. 392 Hlm.

Simamora H. 1995. Manajemen Sumber Daya Manusia. STIE YPKN. Yogyakarta.

Singarimbun M dan Effendi. 1989. Metode Penelitian Survei. Penerbit LP3ES. Jakarta. 336 Hlm.

Sobur, A. 2003. Psikologi Umum. Pustaka Setia. Bandung. . 2009. Psikologi Umum. Pustaka Setia. Bandung.

Sugito, Y., Y. Nuraini, dan E. Nihayati. 1995.Sistem Pertanian Organik. Malang: Penerbit Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya.

Soekartawi. 1995.Analisis Usaha Tani. Universitas Jakrta Press. Jakarta. 110 Hlm.

Suhardiyono L. 1989. Penyuluhan: Petunjuk Bagi Penyuluh Pertanian. Erlangga. Jakarta. 242 Hlm.

Sumaryo, Effendi I. 2001. Telaah terhadap Materi dan Metode Penyuluhan Pertanian di Provinsi Lampung. Jurnal Sosio Ekonomika Vol 7 (2): 141-149.


(6)

THL TBPP.2009.Buku Harian. Kementrian Pertanian RI. Jakarta Thoha, M. 1983.Perilaku Organisasi. Grafindo. Jakarta. 327 hlm. Undang-Undang R.I Nomor 16 Tahun 2006 tentang SP3K.