Faktor Penyebab Kejadian Sistik Ovari pada Sapi

FAKTOR PENYEBAB KEJADIAN SISTIK OVARI
PADA SAPI

SKRIPSI

Oleh
SYAIFUL AKHYAR

B 16 1059

FAKULTAS

KEDOKTERAN HEWAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

1987

RINGKASAN
SYAIFUL AKHYAR.


Faktor penyebab kejadian sistik ovari pada

sapi (Di bawah bimbingan Drh. Suharto Djojosoedarmo dan
Drh. Muchidin Noordin).
Tulisan ini bertujuan untuk mengetahui faktor penyebab
sistik ovari sebagai salah satu kelainan pada ovarium yang
menimbulkan gangguan dalam proses reproduksi.
Sistik ovari merupakan salah satu penyebab kegagalan
reproduksi yang serius pada sapi perah.

Terutama yang ber-

sifat patologik adalah sistik folikel dan sistik luteal.
Sistik folikel lebih sering ditemukan dibandingkan sistik
luteal,

lebih besar dari 2,5 em, menetap pada
「セイ、ゥ。ュ・エ@

ovarium selama 10 hari atau lebih dengan tanpa ditemukan

adanya korpus luteum.
Ada beberapa pendapat yang berbeda mengenai penyebab
sistik ovari.

Diduga sebagai sebab dasarnya adalah kegagal

an hipophisa melepaskan sejumlah LH sebanyak yang dibutuhkan untuk ovulasi dan pembentukan korpus luteum.
Sistik ovari umumnya menyerang sapi perah, tetapi
dapat juga ditemukan pada sapi potong.

Menyerang sapi-sapi

dari yang sUdah pubertas sampai senilitas.

Terjadinya me-

ngikuti waktu kelahiran anak yang ke 2 - ke 5, atau pada
umur 4,5 - 10 tahun.

Biasanya terbentuk pada bulan ke 1 -


ke 4 pospartum, dengan waktu puneak pad a hari ke 15 - ke 45
pospartum.
Gejala klinis sistik ovari adalah nimphomania (berahi
terus-menerus), keinginan seksual yang hebat dan atau

anestrus (tidak berahi).

Terlihat adanya relaksasi dari

ligamentum sakroisehiadikum, odema vulva dan peningkatan
besar uterus, pangkal ekor terangkat keatas dan tulang
pelvis menurun serta melenguh seperti sapi jan tan.
Pada palpasi rektal alat kelamin terasa atonik dan
agak odematos, servik dan uterus membesar, dindingnya
tebal dan lemas.

Pada keadaan kronis uterus atropis,

keeil dan lunak.


Terdapat satu sampai dengan 4 sista,

ukurannya mulai dari 2 sampai 7 em, teraba pada satu atau
dua ovaria.

Terletak periperal, dindingnya tipis dan

mudah pecah bila ditekan.
Penanggulangan sistik ovari harus didasarkan pada
pengembangan korpus luteum yang berfungsi secara normal,
sehingga dapat dilakukan dengan pemecahan sista, penyunti
kan preparat LH atau pencegahan pelepasan LH yang terusmenerus dengan penyuntikan progesteron.

FAKTOR PENYEBAB KEJADIAN SISTIK OVARI
PADA SAPI

SKRIPSI

skripsi ini diajukan

sebagai salah satu syarat
untuk memperoleh gelar
Dokter 'Hewan pada
Fakultas Kedokteran Hewan
Institut Pertanian

Bogor

Oleh
Syai ful Akh.var
B 16 1059

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
INSTITUT PERTANIAN
1987

BOGOR

FAKTOR PENYEBAB KEJADIAN SISTIK OVARI


PADA SAPI

SKRIPSI

Oleh
Syaiful Akh.yar
B 16 1059

Disetujui tang gal

Oleh

I.

Drh. SUharto Djojosoedarmo

/
r'
II •..
NセMK


Tulisan ini dipersembahkan.
untuk ayah., ibu dan. saudarasaudaraku, yang telah membantu
penulis baik moril maupun
materil selama menempuh studi
di almamater tercinta.

RIWAYAT HIDUP
Penulis di lahirkan pada tanggal 18 Januari 1959 di
Tanjung Redeb, Kalimantan Timur, sebagai putra ke tujuh
dari ayah yang bernama Sanusi Achmad dan ibu yang bernama
Maslian.
Penulis berhasil lulus dari Sekolah Dasar Negeri II
Tanjung Redeb pada tahun 1972, dan pada tahun 1975 sewaktu
menduduki bangku kelas III Sekolah Menengah Pertama Negeri
I Tanjung Redeb, penulis, memperoleh juara ke dua pelajar
teladan, tingkat propinsi.

Pada tahun itu juga penulis ber-


hasil lulus Sekolah Menengah Pertama Negeri I Tanjung Redeb.
Penulis dapat menyelesaikan pendidikan Sekolah Menengah
Atas Negeri I Samarinda tahun 1979.
Melalui Proyek
p・イゥセエウ@

II tahun 1979 penulis diterima

sebagai mahasiswa di IlllStitut Pertanian Bogor..

Tahun 1981

penulis terdaftar sebagai mahasiswa di Fakultas Kedokteran
He.an yang merupakan pilihan pertama untuk program pendidikan selanjutnya.

Berhasil lulus Sarjana Kedokteran Hewan

pada tanggal 11 Maret 1987.

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah swt at as
segala rakhmat Nya, hingga penulls berhasil menyelesaikau
tulisan lni.
Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk
ュ・セ@

capai gelar Dokter Hewan pada Fakultas Kedokteran Hewan
Institut Pertanian Bogor.
Pada kesempatan ini penulis menyampaikan rasa terima
kasih kepada :
1. Bapak Drh. Suharto Djojosoedarmo dan Drh. Muchidin, 'Noordin

selaku dosen pembimbing I dan II dalam penyusunan skripsi
ini.
2. Seluruh staf pengajar di lingkungan Fakultas Kedokteran
Hewan Institut Pertanian Bogor yang telah membimbing selama penulis menuntut ilmu.

3. Seluruh staf Perpustakaan Pusat Institut Pertanian Bogor,
Perpustakaan Balai Penelitian Ternak (BPT) Ciawi Bogor,
Perpustakaan Balai Penelitian Veteriner (Balitvet) Bogor

dan Perpustakaan Fakultas Kedokteran Hewan Institut
Pertanian Bogor, yang telah berkenan membantu penulis
dalam penyusunan tulisan ini.
4. Semua pihak yang telah membantu penulis, yang tidak dapat
penulis sebutkan satu persatu.
Penulis menyadari bahwa tulisan ini masih jauh dari
sempurna, oleh karena itu penulis senantiasa menerima segala
kritik dan saran yang berslfat membangun.

Walaupuu demikian,

penulis merasa bersyukur telah dapat menyelesaikan tulisan

ini yang mungkin bermanfaat bagi pembaca yang memerlukannya.

Bogor, September 1987
Penulis

DAFTAR lSI
Halaman


............................................................

ii

.........................................................

vii

DAFTAR TABEL

..............................................................

x

DAFTAR GAMBAR

............................................................

xi

................................................................

1

..................

7

RINGKASAN
KATA PENGANTAR

I.
II.
III.

PENDAHULUAK

SISTEM ALAT REPRODUKSI SAPI BETINA

FUNGSI FISIOLOGIS ALAT REPRODUKSI SAP I
BETINA

IV.

..........................................................................

20

..........................................

27

SISTIK OVARI PADA SAPI
1.

Penyebab

....................................................

27

2.

Sapi Yang Menderita Sistik
ovari .. .. .. .. .. .. .. .. . .. .. .. . . .. .. . .. . .. .. . .. .. .. .. . .. .

31

.. . .. .. .. .. . .. .. . . . . . .. . .. .. . . .. .. . . .. . .
Pengobatan .. . . .. . . .. . .. .. .. . . .. .. .. . .. .. .. . . .. ..

34

.. .. . .. . . . . . .. . .. . . . . . . . . .. . . . .. .. . .. .. .. .. . ..

37

.. . . . . . .. . . . .. . . .. .. . . .. . .. . .. .

40

. .. .. . . . .. .. . . .. .. . .. .. .. . .. . . . .. .. .

40

.. . .. .. . . . . .. . .. .. .. . . . . .. .. .. .. .. .. .. .. .. . .. ..
.. . .. . . .. .. . . .. .. . .. . .. .. .. .. .. .. . . .. .. .. .. .. . .

40

Simp tom

V.
VI.

PEHBAHASAK

KESIHPULAN DAN SARAN
A.

Kesimpu1an

B.

Saran

DAFTAR PUSTAKA

33

42

DAFTAR TABEL
Ha1aman

Nomor
Teka
1.

2.

Anatomi ー・イ「。ョ、ゥァセ@
ovarium dewaaa pad a
beberapa speaiea ternak ••••••••••••••••

10

Anatomi perbandingan sa luran reproduksi sapi
betina dewasa yang tidak bunting: •••••••

17

DAFTAR GAMBAR
Ha1aman

Nomor
1.

A1at reproduksi sapi betina ••••••••••••••••••

8

2.

Tipe-tipe uterus hewan betina dewasa •••••••••

15

3.

Anatomi perbandingan organ reproduksi
hewan betina dewasa (sapi, babi dan
kuda) ..................................................................

19

I.

PENDAHULUAN

Peningkatan taraf hidup, kecerdasan dan kesejahteraan
rakyat merupakan tujuan pembangunan nasional.

Pengembangan

dan perbaikan produksi ternak adalah salah satu faktor penunjang dalam usaha pencapaian tujuan tersebut.
Berbagai kegiatan telah dilakukan untuk peningkatan
produktivitas ternakj

akan tetapi pertambahan penduduk

yang pesat dan peningkatan daya beli rakyat menyebabkan pal:
mintaan akan daging dan susu jauh melampaui produksi.
Angka kelahiran dan pertambahan pOpulasi ternak adalah
masalah reproduksi atau perkembangbiakan ternak.

PenurUl'lan

angka kelahiran dan populasi ternak, terutama dipengaruhi
olen efisiensi reproduksi atau kesuburan yang rendah dan
ォセ@

matian prenatal.
Ternak sapi terdapat hampir diseluruh wilayah
Indonesia baik di desa maupun. di kota dan merupakan ternak
yang mempunyai banyak fungsi.

Maka masalah yang berhubung-

an dengan proses reproduksi ternak tersebut mutlak harus di
tangani dengan baik.
Rendahnya angka konsepsi akibat adanya gangguan reproduksi.menyebabkan jumlah ternak yang lahir tidak dapat mengatasi atau mengimbangi penurunan pOpulasi yang terjadi.
Hal ini dikarenakan peningkatan kebutuhan akan daging, peningka tan daya beli masyarakat, pemotongan betina bun.ting.
atau yang masih produktif dan kematian ternak akibat
penyakit.
Berdasarkan kenyataan sekarang menunjukkan, bahwa

2

permasa1ahan nasiona1 yang kita hadapi ada1ah 1aju

ー・イュゥョエセ@

an bahan pangan setiap tahun khususnya yang berasa1 dari
ternak masih diatas laju produksi ternak nasional.

Hal te£

sebut disebabkan oleh pertumbuhan penduduk yang masih cukup
tinggi yaitu 2,3 prosen setiap tahun dan daya beli masyarakat semakin bertambah sebagai akibat adanya peningkatan
dapatan..

ー・セ@

Sedangkan tingkat konsumsi rata-rata perkapita

perhari sampai tahun. terakhir pelita III baru mencapai 2,31
gram protein hewani, hal ini berarti masih di bawah ratarata kebutuhan gizi Nasional sebanyak 4 gram per kapita pe£
hari.

Di,samping itu pendapatan peternak sebagai produsen

masih rendah yang berarti tabungan dan investasi peternak
da1am bidang peternakan juga rendah (Anonymous, 1985).
Dengan melihat permasalahan terse but diatas, maka pada
tahun-tahun mendatang diperkirakan permintaan akan konsumsi
daging, telur, dan susu akan terus meningkat.

Oleh karena

itu dalam .rangka untuk meningkatkan penghasilan peternak,
per1uasan lapangan kerja, perbaikan gizi masyarakat, dan
ュセ@

nunjang pembangunan insustri, serta peningkatan ekspor nonmigas, kegiatan produksi peternakan perlu ditingkatkan secara berkesinambungan.
Pada umumnya gangguan hormonal sebagai penyebab infertilitas (kemajiran temporer) atau sterilitas (kemajiran
permanen) pada sapi, berpangka1 pada faktor-faktor : Makanan, genetik dan stres atau kerja.

Kadangkala gangguan hor-

monal justru disebabkan oleh pemberian atau penyuntikan

3
hormon steroid atau hormon lainnya secara serampangan
(Toelihere, 1981).
Partodihardjo (1982), menyebutkan bentuk infertilitas
(kemajiran sementara) atau sterilitas (kemajiran permanen)
yang diduga di sebabkan oleh kelainan fungsi hormon ada beberapa macam, salah satu diantaranya adalah:

sistik ovari.

Menurut Arthur (1975), ovarium dikatakan sistik apabila
mengandulLg sejumlah cairan yang menetap mengisi ruangan
(folikel), lebih besar daripada folikel matang'.
Sistik ovari merupakan salah satu dari beberapa kelainan pada ovarium yang ditandai dengan pengumpuJ.an cairan
sistik pada folikel ovarium, baik folikel yang

ウオ、。セ@

ovula-

si maupun yang belum ovulasi; sehingga biasanya ukuran foli
kel tersebut lebiru besar dari normal.
Sebab dasar dari kejadian. sistik ovari adalah kegagalan, hipophisa melepaskan sejumlah luitenizing hormon (LH'),
sebanyak yang dibutuhkan untuk ovulasi dan pembentukan
korpus luteum (Roberts, 1971).
Roberts (1971) menyebutkan, sistik ovari dapat dibagi
dalam tiga bentuk, yaitu:

sistik folikel atau sistik dege-

nerasi dari folikel de Graaf, sistik luteal dan sistik korpus luteum.

Sistik folikel dan sistik luteal adalah sistik

anovulatorik, terjadi pada folikel yang belum ovulasi,
sedangkan sistik korpus luteum adalah sistik ovulatorik
atau yang telah mengalami ovulasi.

Sistik folikel adalah

folikel yang berisi cairan sistik, menetap pada ovarium

4

selama 10 hari atau lebih, dengan. diameter lebih besar dari

2,5 cm.

Tanda karakteristik umumnya adalah nimphomania

(berahi terus-menerus), tetapi kadang-kadang dijumpai juga
gejala anestrus (tidak berahi).

Sistik luteal adalah sis-

tik pada folikel, dengan diameter lebih besar dari 2,5 cm,
sebagian, terluteinisasi dan akan menetap dalam suatu periode
yang lama, umumnya ditandai dengan gejala an,estrus.

Sistik

korpus luteum terjadi mengikuti ovulasi yang normal, tatapi
mengadun,g rongga sen,tral berdiameter 7 - 10 mm dan berisi
Cairan. sistik.

Pada palpasi rektal sistik korpus luteum

terasa sep,erti korpus luteum normal, besar dan menggembung
dimana
ォ・、オ。ョセ@

mempunyai mahkota tenunan luteal yang me-

nonjol melalui tempat bekas ovulasi.

Perbedaannya adalah:

pada sistik korpus luteum sering berfluktuasi dan konsistell
sinya agak lunak.

Kejadian sistik korpus luteum lebih

sering, diperkirakan frekuensinya 2,5 kali lipat dibandingkan dengan kejadian sistik folikel.
Sistik folikel dan sistik luteal sulit dibedakan secara klinis.

Biasanya sistik folikel berbentuk jarnak, pada

salah satu atau kedua ovaria, sedangkan umumnya sistik
luteal berbentuk tunggal pada salah satu ovarium.

Sistik

folikel mempunyai dinding tipis, lebih tegang dan lebih
menggembung dibandingkan dengan sistik luteal yang berdinding tebal dan lunak.

Dinding sistik luteal tebal

karena memiliki lapisan jaringan luteal.

Sistik folikel

dan sistik luteal mempunyai permukaan yang licin dan konvek

5
karena ovulasi tidak terjadi.

Sistik folikel lebih sering

dijumpai daripada sistik luteal (Roberts, 1971).
Roberts (1971) menyatakan, bahwa sistik folikel dan
sistik luteal bersifat patologik karena menyebabkan tergang
gunya proses reproduksi, konsepsi tidak berlangsung diseba£
kan ovulasi tidak terjadi.

Sedangkan kebanyakan sistik

ォッセ@

pus luteum tidak mempengaruhi konsepsi, karena ovulasi telah
terjadi.

Disamping i tu tenunan luteal yang terbentuk pada

sistik korpus luteum masih dapat menghasilkan progesteron
untuk menjaga dan memelihara kebuntingan.
sistik
ォセイーオウ@

Atas dasar ini

luteum dinyatakan tidak patologik dan para

ahli membatasi sistik ovari pada bentuk folikuler saja.
Sebagai salah satu penyebab:kegegalan reproduksi pada
sapi betina, sisjik ovari umumnya dijumpai pada sapi perah,
tetapi kadang-kadang dapat juga ditemukan pada sapi potong
(Roberts, 1971).

Mungkin hal ini disebabkan karena faktor

kesempatan bergerak di lapangan.

Dari kenyataan ini peru-

sahaan sapi perah yang bijaksana berusaha agar sapi-sapi
perahnya dapat digembalakan sepanjang hari, dimasukkan kedalam kandang hanya kalau hendak diperah susunya.
Jelaslah bahwa penanggulangan kegagalan reproduksi
pada ternak sapi mempunyai peranan penting, disamping kegiatan IB dan pemberantasan penyakit, dalam usaha meningkat
kan populasi dan produksi ternak tersebut.
Adapun tujuan penulisan skripsi ini adalah, untuk mengetahui faktor-faktor yang dapat menyebabkan terjadinya

6
sistik ovari pada ternak sapi.
faat bagi pembaca yang
ュ・イャオォ。ョセN@

Semoga tulisan ini
「・イュ。ョセ@

.

II.

SISTEM ALAT REPRODUKSI SAPI
bᆪセina@

Berbagai bentuk kegagalan reproduksi sapi betina, diantaranya di sebabkan oleh penyimpangan bentuk anatomi dan
fisiologis yang normal dari alat kelamin.

Untuk dapat me-

nelaahnya lebih lanjut, maka_:sebagai dasar perlu diketahui
segi-segi normalnya, sebelum ki ta mempelajari
ォ・ャ。ゥョMセ@

lainan yang menyebabkan kegagalan reproduksi.
Hafez (1980) mengatakan, sistem alat reproduksi hewan
betina terdiri .dari ovarium, oviduk, uterus, vagina dan
alat kelamiu. luar.
Ovarium.

Roberts (1971) menyebutkan, bahwa sebagai

organ reproduksi pada
ィ・セ。ョ@

oval dengan variasi ukuran:

betina, ovarium sapi bentuknya
panjang 1,3 - 5 em, lebar 1,3

- 3,·2 em, tebal 0,6 - 1,9 em dan berat 5 - 15 gram.

Ovari-

urn kanan umumnya lebih besar dari ovarium kiri, karena seeara fisiologis lebih aktif.

Ovarium kuda bentuknya

seperti ginjal dengan variasi ukuran:

panjang 4 - 8 em,

lebar 3 - 6 em, tebal 3 - 5 em dan berat 30 - 90 gram.
Domba bentuk ovariumnya sarna dengan bentuk ovarium sapi,
perkiraan panjangnya adalah 1,3 - 1,9 em.

Sedangkan ovari-

um babi berbentuk oval dengan berat 3,5 - 10 gram, tetapi
pada waktu pubertas bentuknya berubah menyerupai setangkai
buah anggur.

Ukuran-ukuran dari ovarium di atas bervariasi

menurut struktur yang dikandungnya, folikel dan at au korpus
luteum.
Hafez (1980), membagi ovarium menjadi bagian kortek
dan medulla serta bagian epithel keeambah yang

8
Gambar 1.

Alat reproduksi sapi betina

Vagina

Kandung kencing

Sumber

Salisbury dan Van Demark (1961)

9

mengelilinginya.

Saat hewan menjelang pubertas, umumnya

ovarium akan mengalami peningkatan berat 4 - 7 kali dari
berat waktu lahir.

Medulla ovarium mengandung jaringan

ikat fibro-elastis, sistem syaraf dan pembuluh darah yang
masuk melalui Mlus (pertautan antara ovarium dengan mesovarium).

pembuluh darah
エ・イウセオ@

bentuk spiral yang definitif.

tersusulJ1 dalam suatu
Kortek mengandung bakat-bakat

folikel dan hasil akhirnya, disamping itu. disini juga tempat
memproduksi beberapa hormon reproduksi.

Selain itu ov.arium

juga dapat mempunyai struktur-struktur yang berbeda (folikel at au korpus luteum) pada berbagai tingkat perkembangan
atau regresi.
Jaringan ikat kortek mengandung banyak fibroblas, sedikit kolagen dan serabut retikuIer, pembuluh darah, pembuluh limphe, syaraf serta serabut-serabut otot licin.

Sel-

sel jaringan ikat yang dekat dengan bagian permukaan tersusun sejajar dengan permukaan ovarium, dimana susunannya
agak lebih padat dari sel-sel yang terletak kearah medulla.
Lapisan padat ini dikenal sebagai tunica albuginea.

Pada

permukaan ovarium terdapat selapis sel yang datar dan disebut dengan epithel kecambah (Hafez, 1980).
Roberts (1971) menyebutkan, ovarium sapi terletak pada
perbatasan kranial ligamentum lata, kadangkala didasar
(ventro-lateral) pelvis dekat bagian kranial dari gerbang
dalam pelvis dan kranto-lateral mulut servik.

Ovarium di-

burugkus. oleh bursa ovaria yaitu kantong yang dibentuk oleh

10
Tabe1 1.

Anatomi perbandingan ovarium dewasa pada
beberapa spesies ternak

Organ
Ovarium
bentuk

berat satu.
ovarium
Folike1
de Graaf
matang
jum1ah
diameter
Ovarium ;Eang:
J2aii!!B: aktif
korJ2u 1uteum
matang:
bentuk

Spesies
Babi

Sapi

Domba

lonjong

lonjong

bagaikan
setangkai
anggur
ュ・ョケイオーセゥ@

10-20 gr

3-4 gr

3-7 gr

40-80 gr

1-2
12-19 mm

1-4
5-10

10-25
8-12 mID

1-2
25-70

kanan

kanam.

kiri

kiri

bundar/
lonjong
20-25 mID

bundar/
lon.joIalg
9 mm.

bundar/
lonjong
10-15 mm

seperti
buah pir
10-25 mm.

7-9

14

14

12-14

13

17

diameter
ukuran terbesar
dipero1eh Chari
sebe1um ovu1asi) 10
mu1ai regresi
Chari sesudah
ovu1asi)
14-15

mID

Kuda

ginja1, dengan
fossa ovu1atoris

mID

uォオイ。ョセ@
da1am tabe1 di atas bervariasi menurut
umur, bangsa, paritas (berapa ka1i beranak), tingkat
makanan dan siklus estrus.

Sumber: Hafez (1980).

11

ligamentum utero-ovaria dengan mesovarium.

Bagian ovarium

yan.g tidak bertaut dengan mesovarium menonjol ke dalam
kavum abdominalis dan pad a bagian inilah terlihat penonjolan. dari folikel ovarium.
Sedan.gkan menurut Laing (1970), ovarium terletak diruang abdomen sebelah kaudal agak lateral dari ujung kornua
uteri dan dapat. ditemukan dengan jalan menelusuri kornua·
dari servik.
Oviduk.

Roberts (1971) menyatakan, bahwa oviduk atau

tUba Fallupii merupakan saluran kelamin paling anterior,
kecil, berliku-liku dan terasa keras seperti kawat terutama
pada pangkalnya.

Panjang dan derajat liku-likunya berbeda-

beda tergantung species.

Pada sapi dan kuda panjang oviduk

mencapai 20 - 30 em dengan diameter 1,5 - 3,0 mm.
Tuba Fallupii tergantung pada mesosalpinx.

Ia dapat

dibagi atas tiga bagian yaitu infundibulum dengan fimbriae,
ampula, dan isthmus.

Ujung oviduk dekat ovarium membentang

dan ternganga membentuk suatu struktur berupa corong disebut
infundibulum.

Pada sapi luas permukaan infundibulum men-

eapai 20 - 30 em2 •

Muara infundibulum disebut ostium abdo-

minale, dikelilingi oleh. penonjolan-penonjolan ireguler
pada tepi ujung oviduk yang disebut fimbriae.

Ampula tuba

Fallupii merupakan setengah dari panjang tuba dan dilanjutkan dengan bagian tuba yang sempit disebut isthmus.
tuba Fallupii terdiri dari:

Dinding

mukosa, muskulator, dan selaput

serosa dibagian luar (Toelihere, 1981).

12
uterus.

Roberts (1971) m,enyatakan, bahwa uterus ada-

1ah suatu struktur sa1uran musku1ar yang diper1ukan untuk
menampung ovum yang telah dibuahi,

ー・ュ「イゥセ@

nutrisi dan

per1indungan foetus, serta stadium permu1aan dari ekspulsi
foetus pada wakru kelahiran.

Uterus sapi, kedua

ninggalkan korpus uteri pada satu sudut
hampir sejajar satu dengan lainnya.
nya kira-kira 2 - 4 cm.

ォッセオ。@

me-

dan. terletak
ャセ」ゥー@

Korpus uteri panJang-

Tergantung, pada umur dan bang,sa

sapi, kornua uteri panjangnya berkisar antara 15 - 30 cm
deng!Ultdiam.eter 1,25 - 5 cm pada keadaan tidak bunting.
Kedua kornua disatukan oleh ligamen interkornual dorsal dan
ventral, kira-kira separoh panjang kornua.

uterus dapat

terletak di lantai pelvis, tepi pelvis atau pada sapi yang
sudan s.ering melahirkan melewati tepi pelvis dari lantai
kaudal rongga perut.

uterus umumnya terletak dorsal atau

lateral dari vesika urinaria dan dipertautkan ke dorsolateral oleh ligamentum lata atau m.esometrium.

Selama ke-

buntingan, uterus sangat besar, tertarik kedepan dan kebawah dalam kavum abdominalis.
Hafez (1980), membagi uterus menjadi 3 bagian yaitu
kornua uteri, korpus uteri, dan servik uteri.

Proporsinya

sangat relatif dari masing-masing bagian ini, demikian pula
bentuk dan susunan kornua uteri, berbeda-beda tergantung
species.

Pada sapi, domba dan kuda dengan uterus tergolong

bipartitus, terdapat suatu dinding penyekat (septum) yang
memisahkan kedua kornua dan korpus uteri yang cukup panjang.

13
Dilihat dari luar, korpus uteri pada sapi dan domba tampak
1ebih. besar daripada yang sebenarnya, karena bagian kauda1
kornua dipersatukan oleh ligamentum interkornualis.

Kedua

kornua uteri dipertautkan pada dinding pelvis dan dinding
abdomen oleh ligamentum lata.

Pada ternak pluripara ligamen

uterus mengembang dan uterus menggantung ke rongga pelvis.
Kemudian Hafez (1971) menambahkan, bahwa dinding.
utefus terdiri dari:

se1aput mukosa dibagian da1am, se-

lapis otot liein dibagian tengah, dan selapis serosa dibagian lUar yang disebut peritonium.

Dari segi fisiologik,

hanya dua lapisan uterus yang dikenal yaitu endometrium dan
miometrium.
Perm.ukaan dalam uterus ruminansia mengandung penonjol
an-penonjolan seperti eendawan dan tidak berke1enjar disebut karunkula.

Karunkula tersusun dalam 4 jalur, mulai

dari korpus uteri ke kedua kornua uteri dan terdiri dari
jaringan ikat seperti yang ditemukan dalam stroma kortek
ovari.

uterus sapi yang tidak bunting memiliki 70 - 120

karunku1a, masing-masing berdiameter 15,0 rom.

Selama ke-

buntingan karunku1a meneapai diameter 10 em (Toelihere,
1981) •
Servik.

Roberts (1971) menyebutkan, servik atau leher

uterus merupakan suatu otot sphinter tubular yang sangat
kuat dan terdapat antara vagina dan uterus.

Dindingnya

1ebih keras, 1ebih. tebal dan lebih kaku dari pad a din ding
uterils at au vagina.

Hal ini lebih jelas pada hewalil-hewan

14
primipara daripada pluripara.

Pemberian darah dan syaraf

Sama seperti untuk vagina keeuali arteri utero-ovarii.
Servik uteri berukuran panjang 5 - 10 em, diameter 1,5 - 7
em (rata-rata 3 - 4 em), sedangkan diameter terbesar dijumpai pad a hewan yang sudah sering beranak (pluripara).
Servik terletak kaudal dari korpus uteri didalam rongga pel
vis, pada tepi pelvis, at au didalam rongga
ー・イセエN@

Selama

kebuntingan,. servik tertarik kedalam kavum abdominalis.
Sedangkan menurut Hafez (1980), servik adalah suatu
struktur berupa sphinter yang menon·jol ke kaudal at au kedalam vagina, dimana dindingnya tebal dengan lumen yang
rapat.

Walaupun struktur servik berbeda-beda an tara golong

an mamalia, akan tetapi dindingnya selalu ditandai oleh
bagai penonjo1an-penonjo1an.

「・セ@

Pada ruminansia penon.jo1an-

penonjo1an ini terdapat dalam bentuk
ャ・イョァセN@

tranver-

sal dan saling mel!lyi1ang. disebut sebagai einein-ein.ein annular'..
species.

Derajat perkembangantl\1a berbeda tergantung dari
Cinein-einein ini san'gat nyata pada sapi (biasa-

nya 4 buah).
Hafez (1980) menambahkan, dinding servik terdiri dari
mukosa, muskularis, dan serosa.

Sel-sel yang menghasi1kan

mukus pada mukosa mempunyai permukaan sekretoris yang luas.
Aktifitas sekretoris yang tertinggi ditemukan pada waktu
estrus, dimana mukus dalam keadaan tidak begitu kenta1.
Vagina..

Roberts (1971) berpendapat bahwa, vagina ada-

lah organ ke1amin betina dengan struktur se1ubung musku1er

15
G'ambar 3.

Tipe-tipe uterus hewan betina dewasa

sa'pi, domba

kuda

uterus bipartitus

babi
uterus bikornis

Keterangan :
0

: ovarium

t

Tuba Fallupii

h

kortl!ua uteri

u : korpus uteri
c

servik

v

vagina

Sumber : Rafez

HQYVセIN@

.'

.

16
yang terletak didalam rongga pelvis, dorsal dari vesika uri
naria.

Berfungsi sebagai alat kopulatoris dan sebagai
ォセ@

tempat lewatnya foetus sewaktu partus.

Vagina mempunyai

sanggupan. berkembang yang cukup besar.

Ujung kaudal vagina

tepat berbatasan dengan bagian kranial dari muara urethra,
didaerah himen.

Rimen adalah suatu konstriksi sirkuler

an.tara vagina dan vulva.

Rimen dapat men.etap dalam berbagai

derajat pada semua species.

Sekitar 14 prosen sapi dara

ュセ@

miliki sisa himen, sedangkan biasanya akan menghilang sesudah kopulasi atau kelahiran.

Vagina sapi yang tidak bun-

ting mencapai panjang 25 - 30 cm.
Dinding vagina terdiri dari:
serosa.

mukosa, muskularis, dan

Selaput lendir terdiri dari sel-sel epithel tidak

berkelenjar, bersusun dan squamous.

Kecuali pada sapi, be-

berapa sel mukus terdapat dibagian kranial dekat servik dimana permukaan epithel tidak berkonifikasi, mungkin karena
kadar estrogen yang rendah dalam sirkulasi darah (Toelihere,
1981) •
Alat kelamin luar.

Toelihere (1981) menyatakan, alat

kelamin lUar terbagi atas vestibulum dan vulva.

Vulva ter-

diri dari labia mayora, labia minora, kommisura dorsalis,
kommisura ventralis dan klitoris.

Pertemuan antara vagina

dan vestibulum ditandai oleh muara urethra eksterna yang
disebut dengan orifisium urethra eksterna, disamping itu
sering pula oleh lereng himen.
urethra pada lantai

Bagian posterior dari muara
suatu kantong buntu

17
Tabel 2.

Anatomi perbandingan saluran reproduksi
sapi betina dewasa yang tidak bunting

Organ

Spesies
Sapi

Domba

Babi

Kuda

15-19 em

15-30 em

20-30 em

bipartitus
10-12 em
1-2 em

bikornuata bipartitus
40-65 em
15-25 em
5 em
15-20 em

88-96
karunkula

sedikit
lipatan
longitudinal

1ipatan
longitudinal jelas

4-10 em
2-3 em

10 em
2-3 em

7-8 em·
3,5-5 em

einein
annuler

・ゥョセ@

berbentuk 1ipatansekrup ー・セ@
1ipatan
buka botol jelas

keeil dan
menonjol

keeil dan
menonjol

tidak
jelas

jelas

Vagina anterior
panjang
!limen

25-30 em
tidak jelas

10-14 em
berkembang
baik

10-15 em
tidak
jelas

20-35 em
berkembang
baik

Vestibulum
Panjang

10-12 em

2,5-3 em

6-8 em

10-12 em

Tuba Fallupii
panjang
25 em
Uterus
tipe uterus
bipartitus
ー。セェョァ@
kornua 35-40 em
panjang korpus 2-4 em
permukaan endQ.
metrium
70-120
karunkula
Servik
panjang
diameter luar
1 umen servik
bentuk
Os uteri
bentuk

8-10 em
3-4 em
2-5 einein
annuler

Ukuran. ukuran dalam tabel di at as bervariasi menurut umur,
bangsa, paritas (barapa kali heranak), dan tingkat
makanan
Sumber: Hafez (1980).

18
yang disebut divertikulum suburethralis, hal ini biasanya
ditemukan pad a sapi, domba dan babi.

Vestibulum sapi mem-

punyai panjang kira-kira 10 - 12 em pada bagian ven.tral dan

7,5 - 10 em pada din ding dorsal.

Bagian luar klitoris yang

terlihat pada sapi sangat keeil.

Vulva sapi panjang 10 -

12,5 em pada bagian ventral dan 7,5 - 10 em pada dinding
dorsal (Roberts, 1971).

19
Gambar.2.

Anatomi perbandingaa organ reproduksi hewan
betina dewasa

sapi

babi
Keterangan
b

vesika urinaria

m

ke1enjar susu

r

rektum

t

..

Tuba Fa11up:i:i

u : Uterus
v : vagina

x

servik

y

ovarium

Sumber: Ha'ez (1980)

III.

FUNGSI FISIOLOGIS ALAT REPRODUKSI SAPI BETINA

Fungsi ovarium.

Salisbury dan Van Demark (1961) me-

nyatakan, bahwa ovarium merupakan organ reproduksi primer
yang berfungsi tidak hanya menghasilkan sel telur, tetapi
juga hormon.

Hormon yang dihasi1kan berperan untuk menyi-

apkan sa1uran reproduksi da1am proses kebuntingan dan
ー・ュセ@

1iharaannya.
Proses pembentukan ovum atau se1 te1ur di da1am ovarium melalui beberapa tahapan, yaitu:

proses pembentukan

Ova atau oogenesis, pembentukan fo1ike1 atau fo1ikulogenesis dan pe1epasan se1 te1ur atau ovu1asi.

Proses-proses

tersebut bermu1a dari masa embriona1 (Toe1ihere, 1981).
Zuckerman (1962) yang dikutip Toe1ihere (1981) menyatakan, bahwa oogenesis atau pembentukan ova berakhir sebelum atau segera sesudah partus.
Proses perkembangan fo1ike1 yang te1ah dimu1ai sebe1um
hewan 1ahir, untuk mencapai kematangan harus me1a1ui beberapa tingkat perkembangan yaitu:
tertier dan fo1ike1 de Graaf.

fo1ike1 primer, sekunder,

Pada anak sapi betina yang

baru 1ahir, diperkirakan terdapat 75000 folike1 dan akan
berkurang sampai kira-kira 2500 pada sapi betina tua (12 14 tahun).

Keadaan itu terutama disebabkan oleh kegaga1an

fo1ike1 menjadi matang, dan at au tidak terjadi ovu1asi tetapi ma1ah berdegenerasi (Toe1ihere, 1981).
Menurut Hafez (1980), proses perkembangan fo1ike1 dirangsang oleh FSH (follicle stimulating hormone).

FSH be-

kerja sama dengan LH (Luiteinizing Hormone) menyebabkan

21
terjadinya pematangan folikel dan produksi estrogen. didalam
folikel.

Kemudian LH akan menyebabkan terjadinya ovulasi

dengan merangsang pemecahan dinding folikel yang masak dan
pembentukan korpus luteum dari bekas folikel yang pecah.
Bekerja sama dengan LTH (Luteothropic hormone), LH merangsang produksi progesteron dari korpus luteum.
Salisbury dan Van Demark (1961) menyatakan, walaupun
folikel telah terbentuk sebelum pubertas, namun proses pematangan dan pemecahannya menunggu saat pubertas.
Roberts (1971) menyebutkan, bahwa apabila hewan telah
pubertas, maka akan terjadi proses fisiologis
ュ・ョァ。ャセゥ@

yang nyata dari alat-alat reproduksi.

Proses fisiologis

tersebut berja1an dalam suatu rangkaian siklus yang
kan siklus estrus.

、ゥョ。ュセ@

Masa pubertas pada hewan ternak dicapai

dalam umur yang berbeda, yaitu:

sapi 6 - 18 bulan, kuda 10

- 12 bulan, kambing 6 - 12 bulan dan babi 5 - 8 bulan.
Siklus estrus biasanya dibagi dalam empat phase atau
periode, yang mana saling berhubungan antara satu dengan
lainnya.

Periode-periode tersebut adalah:

estrus, metestrus, dan diestrus.

proestrus,

Beberapa penulis membagi

siklus estrus tersebut dalam dua tahap yaitu periode estrogenik atau folikuler (termasuk di dalamnya proestrus dan
estrus) dan periode progestational at au luteal (termasuk
didalamnya metestrus dan diestrus).

(Roberts, 1971).

Selanjutnya Roberts (1971) menyatakan, bahwa proestrus
adalah periode sebelum estrus.

Pada periode ini terlihat

22

pertumbuhan folikel de Graaf dibawah pengaruh FSli dan terjadi kenaikan produksi estradiol.

Cole dan Cupps (1969)

yang dikutip oleh Roberts (1971) menyatakan, bahwa pada
periode proestrus terlihat adanya peningkatan pengeluaran
estrogen dalam urine dan mulai terjadi penurunan jUllllah prQ.
gesteroa dalam darah.

Korpus luteum mengalami vakuolisasi,

degenerasi dan penurunan besar dengan cepat.
Estrus adalah periode atau phase dimana hewan memperlihatkan gejala berahi atau keinginan kelamin, hewan betina
mencari-cari pejantan dan mau menerima pejantan untuk melakukan kopulasi.

Folikel de Graaf menjadi besar dan matang.

Pada sapi ovulasi akan terjadi kira-kira dua belas jam setelah akhir estrus
Hrッ「・セエウL@

1971).

Metestrus at au posestrus adalah periode setelah berakhirnya estrus.

Pada periode ini korpus luteum tumbuh

dengan pesat dari sel granulosa bekas folikel yang pecah.
Periode metestrus ini sebagiam besar dipengaruhi oleh hormon
ーイッァ・ウエセ@

yang dihasilkan oleh korpus luteum.

Kehadiran

hormoa irui. akan. menghambat pengeluaran FSH, sehingga tidak
terjadi lagi pertumbuhan folikel de Graaf dan estrus.

Se-

lama metestrus epithel vagina mengalami pertumbuhan baru
telah banyak yang hilang karena terjadi desquamasi.

ウセ@

Pada

sapi permulaan metestrus epithel kecambah karunkula uterus
sangat hiperemi dan terjadi haemorrhagia kapiler sehingga
disebut dengan perdarahan metestrus atau perdarahan posestrus (Roberts, 1971).

23
Diestrus adalah periode terakhir dan terlama dari siklus estrus.

Korpus luteum menjadi matang dan efek proges-

teron terhadap saluran reproduksi menjadi nyata.

Pada

akhir periode ini korpus luteum mengalami kemundu.ean dam
vakuolisasi secara berangsur-angsur serta mulai terjadi

ー・セ@

kembangan folikel primer dan sekunder, akhirnya kembali ke
proestrus (Roberts, 1971).
Fungsi oviduk.
ュ・ーオセ。ゥ@

Partodihardjo (1982) menyatakan oviduk

beberapa fungsi yaitu, menerima telur yang, di ovg
lasikan" menyeleksi sperma yang masuk, kapasitasi, mempertemukan ovum
、セ@

spermatozoa dan menyalurkan ovum yang telan

dibuahi kedalam uterus.

Seleksi sperma yang masuk kedalam

tuba Fallupii terjadi pada pertemuan antara oviduk dengan
uterus yang disebut Utero-Tubal-Junction (UTJ).

Sedangkan

proses kapasitasi sperma adalah proses pendewasaam sperma
sehingga sperma mampu membuahi sel telur.
Sedangkan menurut Toelihere (1971), oviduk mempunyai
fungsi antara lain:

kapasitasi sperma, fertilisasi, pem-

belahan. embrio dan menghasilkan cairan yang disekresikan
cara aktif dari lapisan epithel tuba.

ウセ@

Volume cairan yang

disekresikan oleh kedua tuba ternyata bervariasi selama
siklus berahi.

Volume tersebut rendah selama fase luteal,

meninggi pad a permulaan estrus, mencapai maksimum sehari
kemudian, lalu menurun ketingkat yang khas pada fase luteal.
Fungsi uterus.

Toelihere (1981) menyatakan, sewaktu

perkawinan kerja kontraksi uterus mempermudah pengangkutan

24
sperma ke tuba Fallupii.

Sebelum implantasi, uterus menga!!

dung cairan estrus yang men·jadi medium bersifat suspensi
dan. sumber makanan bagi blastosit.

Sedangkan sesudah im-

plantasi uterus menjadi tempat pembentukan plasenta dan peK
kembangan foetus.

uterus dan ovarium mempunyai hubungan

kerja timbal balik dimana korpus luteum merangsang uterus
untuk menghasilkan suatu sUbstansi yang dapat melisiskan
korpus luteum.

SUbstansi luteolitik (PgF 2 alpa) dibentuk

oleh endometrium, akan berdifusi dari vena uterus ke dalam
arteri ovarika..
korpus

Jadi adanya uterus penting untuk regresi

secara normal.
セオエ・ュ@

Pernyataan ini didukung oleh

Anderson (1966) yang dikutip Toelihere (1981) menyatakan,
bahwa histerektomi atau penyingkiran sebagian atau seluruh
uterus selama siklus berahi, mengakibatkan perpanjangan
fungsi korpus luteum.

Perpanjangan umur korpus luteum ber-

banding lurus dengan jumlah jaringan atau bagian uterus
yang, disingkirkan.
Sedangkan menurut Partodihardjo (1982), pada waktu
estrus kelenjar-kelenjar endometrium menghasilkan cairan
uterus, yang sangat diperlukan oleh spermatozoa sewaktu
masuk kedalam uterus untuk proses kapasitasi.

uterus me-

ngadakan kontraksi yang berfungsi untuk pengangkutan
tozoa dari uterus ke tuba Fallupii.
sebagai

エ・ューセGゥャ。ョウ@

ウー・イュセ@

Selain itu endometrium

at au nidasi bagi embrio muda,

tempat pertumbuhan foetus dan resorbsi telur yang tidak dibuahi dan mati.

25
Fungsi servik.

Toelihere (1981) menuliskan, fungsi

servik adalah mencegah benda-benda asing atau mikroorganisme memasuki lumen uterus.

Servik tertutup rapat kecuali

waktu estrus, dimana akan terjadi relaksasi sehingga sperma
akan dapat masuk kedalam uterus.

Selama kebuntingan se-

jumlah besar mukus disekresikan oleh sel-sel goblet didalam
servik yang akan menutup at au menyumbat mati kanalis servikalis, sehingga menghambat pemasukan materi infeksius.
s・セ@

vik akan: terbuka saat Illenjelang, partus, pada waktu im sumbat servik mencair dan lumen servik mengembang (dilatasi),
untuk memungkinkan pengeluaran foetus dan selubung foetus.
Sedangkan menurut Partodihardjo (1982), fungsi servik
terutama menutup lumen, uterus sehingga tak mem,beri kemungkinan un,tuk masuknya jasad mikroskopik maupun makroskopik
kedalam uterus.

Lumen, servik selalu tertutup kecuali pad a

waktu berahi dan melahirkan.

Pada waktu berahi akan ter-

buka sediki t untuk memberi jalan bagi masuknya semeR'.

Pada

waktu, berahi sel-sel goblet pada dinding lumen servik menghasilkan sekresi yang banyak mengandung' air.

Cairan servik

pada sapi bersifat terang tembus, jernih dan bersih.

jumlah

nya cukup banyak dan terlihat keluar dari vulva, sehingga
dapat dipakai sebagai salah satu tanda bahwa sapi dalam
keadaan berahi.

Fungsi cairan servik, memberi jalan dan

arah bagi spermatozoa yang disemprotkan baik dalam kana
alam maupun kawin buatan, sekaligus untuk menseleksi
tozoa.

ウー・イュセ@

Pada hewan bunting sekresi yang bersifat mukus pada

26
kanalis servikalis akan menutup lumen servik.

Menjelang
ォセ@

lahiran, yaitu pada stadium pembukaan servik, sekretum mukus
yang ken tal akan mencair.

Kemungkinan pencairan ini ter-

jadi dibawah pengaruh suatu hormon.

Setelah sumbat servik

mencair akan diikuti dengan relaksasi dari seluruh bagian
servik.
Fungsi vagina.

Roberts (1971) menyatakan, bahwa va-

gina adalah organ kelamin betina dengan struktur selubung
muskuler yang terletak di dalam rongga pelvis, dorsal dari
vesika urinaria.

Berfungsi sebagai alat kopulatoris di-

samping tempat lewatnya foetus sewaktu part us.

IV.
1.

SISTIK OVARI PADA SAP I

penyebab.
Roberts (1971) berpendapat, bahwa sebab dasar dari ke-

jadian sistik ovari ada1ah kegaga1an hipophisa me1epaskan
sejum1ah LH (Luteinizing Hormone), sebanyak yang dibutuhkan
untuk ovu1asi dan pembentukan korpus 1uteum.
Kesler dan Garverick (1982), memperhatikan sapi-sapi
perah pospartum yang secara spontan membentuk sistik ovari
dan sapi-sapi pospartum dengan atau tanpa sistik ovari setelah pemberian estradiol-benzoat.

Beliau menyatakan,

bahwa sistik ovari terbentuk apabila hipothalamus dan hipophisa k,urang memberikan respon untuk melepaskan LH dibawah
pengaruh estradiol.
Sequin et a1 (1976) menyatakan, kekurangan pe1epasan
GnRH (Gonadotropin Releasing Harmon) dari hipotha1amus sebagai penyebab kejadian sistik ovari.

Pendapat ini berda-

sarkan pada hasi1 percobaan mereka, dimana sapi-sapi dengan
sistik ovari akan me1epaskan LH sebagai respon dari pemberi
an GnRH.
Erb et al (1971) menduga rangsangan FSH yang ber1ebihan
pada waktu pembentukan folikel dan atau LH yang merangsang
ovulasi jumlahnya dibawah normal, sebagai penyebab terjadinya sistik ovari.

Gangguan parsial mekanisme kontrol pele-

pasan LH juga diduga sebagai penyebab terjadinya sistik
ovari

Hiセイ「@

et al, 1973).

Toelihere (1971) menyatakan, sistik ovari disebabkan
oleh defisiensi LH yang dilepaskan sebelum atau sewaktu

28
ovulasi.

penyuntikan estrogen dalam dosis tinggi atau terus

menerus dapat m,enghambat pelepasan LH dan menyebabkan terbentuknya sistik ovari.
Partodihardjo (1982) menerangkan, sistik ovari 、ゥウ・「。セ@
kan kurangnya sekresi LH dari hipophisa anterior pada saatsaat menjelang ovulasi.

Folikel yang terbentuk cukup besar

karena sekresi FSH cukup memadai, tetapi untuk berovulasi
tidak didapatkan cukup LH.

Hal ini telah dibuktikan dengan

menyuntikkan LH pada saat-saat menjelang ovulasi akan terjadi proses ovulasi.
Salisbury dan Van Demark (1961) menyatakan, bahwa 6istik ovari disebabkan kadar LH terlalu rendah.

Hal ini

telah dibuktikan dimana LH memiliki nilai tinggi untuk pengobatan sistik ovari.
Bayon (1983) menyatakan, bahwa sistik ovari dapat terjadi pada sapi-sapi yang makan tanaman dengan kandungan
estrogen yang tinggi.

Hal ini akan menyebabkan kembalinya

berahi dengan jarak yang lebih pendek atau berahi secara
t erus-menerus.
Marion dan Gler (1968) yang dikutip Toelihere (1981)
menyatakan bahwa, terjadinya sistik ovari sering berhubung
an dengan produksi susu yang tinggi.

Banyak peneliti per-

caya bahwa pemberian makanan dengan kadar protein tinggi
untuk menstimulir laktasi dapat menyebabkan sistik ovari.
Hal ini dapat dihubungkan dengan kenyataan bahwa sistik
ovari biasanya terbentuk 1 sampai

4

bulan sesudah partus,

29
yaitu suatu periode dimana produksi susu ada pada puncaknya.
Toelihere et al (1978) menyatakan bahwa, pad a ー・イオウ。ィセ@
an sapi perah peternak berusaha mengejar produksi susu semaksimal mungkin dengan memberikan makanan terlampau banyak
tetapi tidak berimbang, sehingga banyak terjadi kaaus aistik ovari yang menimbulkan nimphomania maupun anestrus.
Johnson. Legates dan Ulberg (1966) menyatakan, bahwa
sistik ovari pada sapi perah dengan gejala anestrus memproduksi susu lebih banyak dibandingkan dengan sistik ovari
dengan gejala nimphomania dan juga dari sapi perah normal.
Meraka menyebutkan ada tiga kemungkinan terjadinya hal tersebut. yaitu: 1.

Kadar hormonal pada anestrus lebih optimal

dari nimphomania untuk memproduksi susu tetapi tidak untuk
memperlihatkan estrus.

2.

Kadar estrogen yang tinggi pada

nimphomania menghambat produksi susu disamping adanya pengaruh estrus.

3.

Karena pad a hewan estrus aktifitas fisik

bertambah sehingga mengganggu proses produksi susu.
Toelihere et al (1978) menyebutkan bahwa, daun. kacang
tanah bukanlah rimput yang diperlukan oleh ternak ruminansia
dalam jumlah yang banyak. melainkan legume yang mengandung
protein cukup tinggi.

Pemberiannya bersama makanan penguat

yang berlebihan pada perusahaan sapi perah memberi peluang
untuk terjadinya sistik ovari dengan segala akibatnya, termasuk nimphomania atau anestrus.

Pemberian protein yang

lebihan malah menurunkan fertilitas (Rattray. 1977 dalam
Toelihere, 1978).

「・セ@

30
Roberts (1971) menyebutkan, bahwa kejadian sistik ovari berhubungan dengan produksi susu.

Pada umumnya kejadian

sistik ovari lebih sering pada sapi perah yang berproduksi
tinggi.

Beberapa peneliti yakin, bahwa dengan meningkatkan

makanan untuk merangsang laktasi terutama yang berkadar
protein tinggi, dapat menyebabkan terjadinya sistik ovari.
Sedangkan Arthur (1975) berpendapat, bahwa terjadinya
peningkatan kasus sistik ovari terutama pada sapi perah
hasil seleksi untuk mendapatkan yang berproduksi tinggi.
Hal tersebut karena pada sapi perah produksi tinggi terjadi
pelepasan prolaktin yang sangat banyak, sehingga menghambat
sintesa dan pelepasan LH.
Johnson, Legates dan Ulberg (1966) telah membuktikan
bahwa, sapi perah penderita sistik ovari menghasilkan susu
lebih banyak.

Padahal sebelum terjadi sistik produksi

tidak berbeda nyata dibandingkan dengan kelompoknya yang
identik.

Dari hasil pengamatan tersebut mereka berpendapat,

bahwa sistik ovari bertanggung jawab terhadap peningkatan
produksi susu dan bukan produksi susu yang bettanggung
jawab terhadap kejadian sistik ovari.

Peningkatan produksi

susu mungkin terjadi karena adanya perubahan kadar hormonal
pada sistik ovari (Kesler dan Garverick, 1982).
Disamping itu ada beberapa faktor lain yang berhubungan
dengan kejadian sistik ovari, tetapi hingga kini hubungan
sebab akibatnya belum diketahui secara pasti.

Roberts

(1971) menghubungkan kejadian sistik ovari dengan musim,

31
yaitu sering terjadi pada musim rontok.

Henrickson (1957)

dalam Roberts (1971), menyatakan ada faktor predisposisi
heredi ter pada kejadian sistik ovari.

Donaldson dan Hansel

(1968) menghubungkan kejadian sistik ovari dengan kurang
berfungsinya kelenjar hiphopisa.
2.

Sa pi Penderita Sistik Ovari
Roberts (1971) menyatakan, bahwa sistik ovari umumnya

menyerang sapi perah, tetapi tidak menutup kemungkinan terjadi pada sapi potong.
Garm (1949) dikutip Roberts (1971) menyebutkan, bahwa
sistik

menyerang sapi-sapi yang telah pubertas sampai
ッセ。イゥ@

senili tas..

Tetapi lebih sering didapatkan mengikuti masa

kelahiran ke 2 sampaL.denglut ke 5, at au pada umur 4,5
sampai dengan 10 tahun (Henrickson, 1957 dalam Roberts,
1971).
Hasil penelitian Roberts (1955), dari 352 kasus sistik
ovari : 13,9 prosen adalah penderita yang berumur 1 - 3
エ。ィオセL@

54,2
ーイッウ・セ@

berumur 4 - 6 tahun, 25,1 prosen berumur

7 - 9 tahun dan 6,8 proseD! berumur lebih dari 10 tahun.
Sedangkan sistik ovari yang terjadi pada sapi dara hanya
ada tiga kasus.
Morrow, Marion dan Gier yang dikutip oleh Roberts
(1971) menyebutkan, bahwa waktu kejadian sistik ovari

「ゥ。ウセ@

nya bulan ke 1 sampai dengan ke 4 pospartum, dengan titik
puncaknya pada hari ke 15 sampai dengan ke 45 pospartum.

32
Toelihere (1981) menyatakan, bahwa dari gejala kelakuan kelamin, sapi-sapi penderita sistik ovari dapat di bagi
atas 2 kelompok yaitu yang. menunjukkan tanda-tanda nimphomania atau anestrus.
Casida, McSchan dan Meyer (19440 menyatakan, bahwa sapisapi penderita sistik ovari menunjukkan gejala keinginan
seksual yang hebat (nimphomania).

Tetapi kemudian mereka

menambahkan, bahwa sapi-sapi yang mengandung sistik ovari
memperlihatkan juga gejala yang berubah-rubah.
ォ。、ョァセ@

Tidak semua sapi dengan sistik ovari menunjukkan tanda
berahi yang terus-menerus, berulang dan sering.

Kadang-

kadan'g sapi dengan sistik ovari hanya dapat menampakkan berahi yang lemah (Salisbury dan Van Demark, 1961).

Kemudian

Salisbury dan Van Demark (1961) menambahkan bila terdapat
folikel yang tidak pecah pada ovarium maka folikel ini akan
terus menghasilkan hormon estrogen.

Keadaan inilah yang
ュセ@

nyebabkan kembalinya berahi dengan jarak yang pendek at au
berahi secara terus-menerus.
Roberts (1955), melakukan pengamatan terhadap 265 kasus
sistik ovari pada sapi perah ditemukan dua macam gejala yang
timbul yaitu : 73,6 prosen memperlihatkan gejala nimphomania
dan 26,4 prosen malah kegagalan estrus.

Kejadian sistik

ovari kadang-kadang terlihat adanya relaksasi dari ligamentum sakroiskhiadikum, oedema vulva dan juga peningkatan
besar uterus..

Tetapi kemudian Roberts (1971) mengutip Garm

(1949) menambahkan, bahwa keadaan terakhir tersebut merupakan

33
tanda-tanda yang terlihat pada kejadian sistik ovari dengan
gejala nimphomania.

Sedangkan Bierschwal et al (1975) men-

dapatkan, mayoritas penderita sistik ovari yang mereka amati
memperlihatkan gejala anestrus.

3.

Simptom
Roberts (1971) menyatakan bahwa, kasus sistik ovari

pada sapi perah menunjukkan gejala berupa nimphomania dan
kegagalan estrus.

Terlihat adanya relaksasi dari ligamen-

tum. sakroiskhiadikum, oedema vulva dan juga peningkatan
besar uterus.
Sapi dengan gejala nimphomania, pangkal ekornya akan
terangkat keatas, tulang pelvis menurun dan melenguh
ti sapi jan tan.

ウ・ーセ@

Keadaan yang hampir sama dapat terjadi

bila sapi itu disuntik secara terus-menerus dengan hormon
estrogen selama 1 sampai

a

bulan (Salisbury dan Van Demark,

1961).
Toelihere (1981) menyatakan, bahwa sapi-sapi dengan
gejala nimphomania memperlihatkan berahi yang sering, ireguIer, lama atau terus-menerus.
tidak tenaag dan sering menguak.

Mereka sering gelisah,
Kebanyakan sapi yang nim-

phomania mencoba menaiki betina lain, tetapi sering juga
tidak mau berdiri, diam untuk dinaiki.
Dari lUar seekor betina yang menderita sistik ovari
memperlihatkan relaksasi ligamentum sakroiskhiadikum, terutama pada tepi kaudal.

Gejala nimphomania yang kronis ter-

jadi relaksasi dari ligamentum-ligamentum disekitar pelvis

34
sehingga menyebabkan pangkal ekor terangkat dan membentuk
II

legok kemajiran ".

Vulva membesa:lt, relaks dan membengkak.

Lendir banyak keluar dari vulva (Toelihere, 1981).
Selanjutnya beliau menyatakan, bahwa pada palpasi rektal alat kelamin terasa atonik dan agak oedematos.
dan uterus membesar, dindingnya tebal dan lemas.
adaan kronis malah uterus

。エイッーセウL@

Servik
Pada ke-

keeil dan lunak.

Satu

sampai 4 sista dapat dirasakan dengan ukuran yang berbeda
dari 2 sampai 7 em, pada satu atau dua ovaria.

Sista ter-

sebut biasanya terletak periperal, berdinding tipis dan
mudah peeah bila ditekan dengan jari.
k。、ョァセォ@

tidak

dapat dibedakan an tara sista dan folikel normal.
4.

Pengobatan'
Penanggulangan sistik ovari harus didasarkan pada pe-

ngembangan korpus luteum yang berfungsi secara normal.
Penanggulangan dapat dengan pemeeahan sista, penyuntikan
preparat LH atau peneegahan pelepasan LH yang terus-menerus
dengan, penyuntikan preparat progestron.
Bierchwal et Hl (1975) menyatakan, bahwa dahulu pengobatan kejadian sistik ovari dilakukan dengan cara memeeahkan dinding sistik secara manual dengan interval 6 - 10
hari, sampai terjadi siklus estrus kembali normal.
Menurut Roberts (1955), berdasarkan pengamatannya terhadap sapi-sapi penderita sistik ovari yang di-obati secara
manual, dapat menyebabkan terjadinya trauma dan adhesi dari
ovarium..

Beliau menganjurkan untuk tidak melakukan

35
penanggulangan dengan cara tersebut.
Johnson dan Ulbrg (1967), melakukan pengobatan sistik
ovari dengan menyun.tikkan progestron setiap hari selama 14
hari dengan dosis 50 dan 100 mg per-hari.

Hasil yang di-

dapat adalah 61,5 prosen dan 62,5 prosen kembali estrus
dengan normal, dim ana 48,5 prosen dan 51,2 prosen dari pad a
nya bunting setelah di inseminasi dengan jarak rata-rata
sejak pengobatan sampai menjadi bunting adalah 72 dan 40
hari.
Toelihere (1981) menyatakan, bahwa penyuntikan preparat ReG (Ifumanchorionik Gonado:i:.ropin) 5000 IU intra vena
atau 10 000 IU intra muskular, dapat memberikan kesempatan
konsepsi sekitar 75 prosen.

01eh karena harganya yang

mahal maka sebaiknya dipakai penyun.tikan ReG 2500 IU intra
muskular ata