Faktor Risiko Penyebab Kejadian Gizi Lebih pada Mahasiswa Akademi Kebidanan Agatha Yayasan Vala Agatha Pematangsiantar Tahun 2013

(1)

FAKTOR RISIKO PENYEBAB KEJADIAN GIZI LEBIH PADA MAHASISWA AKADEMI KEBIDANAN AGATHA YAYASAN VALA AGATHA

PEMATANGSIANTAR TAHUN 2013

TESIS

Oleh

MOSTRO MIJOYO AMBARITA 127032219/IKM

PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(2)

THE FACTORS WHICH INFLUENCE THE INCIDENCE OF OVER- NUTRITION IN THE STUDENTS OF MIDWIFERY ACADEMY

AGATHA, VALA AGATHA FOUNDATION PEMATANGSIANTAR, IN 2013

THESIS

By

MOSTRO MIJOYO AMBARITA 127032219/IKM

MAGISTER OF PUBLIC HEALTH SCIENCE PROGRAM STUDY FACULTY OF PUBLIC HEALTH

UNIVERSITY OF SUMATERA UTARA MEDAN


(3)

FAKTOR RISIKO PENYEBAB KEJADIAN GIZI LEBIH PADA MAHASISWA AKADEMI KEBIDANAN AGATHA YAYASAN VALA AGATHA

PEMATANGSIANTAR TAHUN 2013

TESIS

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat

untuk Memperoleh Gelar Magister Kesehatan (M.Kes) dalam Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi Administrasi KesehatanKomunitas/Epidemiologi

pada Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara

Oleh

MOSTRO MIJOYO AMBARITA 127032219/IKM

PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(4)

Judul Tesis : FAKTOR RISIKO PENYEBAB KEJADIAN GIZI LEBIH PADA MAHASISWA AKADEMI

KEBIDANAN AGATHAPEMATANGSIANTAR TAHUN 2013

Nama Mahasiswa : MostroMijoyoAmbarita Nomor Induk Mahasiswa : 127032219

Program Studi : S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat

Minat Studi : Administrasi KesehatanKomunitas/Epidemiologi

Menyetujui Komisi Pembimbing

(Dr. Ir. Evawany Aritonang, M.Si) (Drs. Jemadi M.Kes

Ketua Anggota

)

Dekan

(Dr. Drs. Surya Utama, M.S)


(5)

Telah diuji

Pada Tanggal : 29 Agustus 2014

PANITIA PENGUJI

Ketua : Ir. Evawany Aritonang, M.Si Anggota : 1. Drs.Jemadi, M.Kes

2. dr.Mhd.ArifinSiregar,MS 3. drh.Rasmaliah M.Kes


(6)

PERNYATAAN

FAKTOR RISIKO PENYEBAB KEJADIAN GIZI LEBIH PADA MAHASISWA AKADEMI KEBIDANAN AGATHA YAYASAN VALA AGATHA

PEMATANGSIANTAR TAHUN 2013

TESIS

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan

sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang tertulis diacu dalam naskah ini dan disebut dalam daftar pustaka.

Medan, Oktober2014

MostroMijoyoAmbarita 127032219/IKM


(7)

ABSTRAK

Prevalensi berat badan berlebih dan gizi lebih telah meningkat secara signifikan di seluruh dunia selama beberapa dekade terakhir dan dianggap sebagai masalah kesehatan masyarakat yang penting. Di Indonesia prevalensi Gizi lebih terus meningkat. Berdasarkan data Riskesdas tahun 2010 prevalensiGizi Lebih pada orang dewasa di Indonesia mencapai 24,6%, sedangkan di Pematangsiantar Gizi lebihmencapai 25,5%. Prevalensi gizi lebih pada orang dewasa di akademi Kebidanan Agatha 68 orang dari 338 mahasiswa mencapai 20,1% (Maret 2014). GiziLebihpadausiadewasamudaberhubungandenganpeningkatanrisikokejadiangizilebi hpadamahasiswaAkademiKebidanan Agatha PematangsiantarTahun 2014.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh asupan zatgizi (energi, lemak,dan serat) dan aktivitas fisik berpengaruh terhadap kejadian gizi lebih pada mahasiswa Akademi Kebidanan Agatha Pematangsiantar. Jenis penelitian ini adalah kasus-kontrol dengan sampel penelitian mahasiswa Akbid Agatha yang masuk kuliah tahun 2011, 2012, 2013 yang berusia 17-25 tahun sebanyak 68 populasi kasus dan 44 sampel kasus,44 sampel kontrol. Pengambilan sampel dilakukan secara Systematik random sampling. Data yang dikumpulkan melalui survey bersifat analitik dengan pendekatan Matched case control .Metode analisa data dengan cara analisis univariat,analisis bivariat,analisis multivariate dengan uji square dan uji regresi logistic ganda dilakukan untuk menentukan factor dominan yang berpengaruh terhadap gizi lebih.

Hasil penelitian menunjukkan prevalensi gizi lebih di Akademi kebidanan Agatha mencapai 20,1%, asupan energi, asupan karbohidrat,asupan lemak, asupan serat dan aktifitas fisik berpengaruh terhadap gizi lebih sedangkan Riwayat Keluarga dan asupan protein tidak berpengaruh terhadap kejadian gizi lebih.

Disarankan kepada pihak Akademi Kebidanan Agatha pematangsiantar untuk menyediakan sarana olahraga, dan menerapkan konseling gizi sebagai upaya menurunkan prevalensi gizi lebih. Mahasiswa perlu meningkatkan aktivitas fisik dan memperbaiki pola makan.


(8)

ABSTRACT

The prevalence of overweight and over-nutrition has rapidly increased throughout the world in the last few decades so that it is considered as the important problem in public health. In Indonesia, the prevalence of over-nutrition is increasing. Based on Indonesia Health Survey data in 2009, the prevalence of over-nutrition in adults in Indonesia has reached to 24.6%, while at Pematangsiantar, over-nutrition has reached to 25.5%. The prevalence of over-nutrition at Midwifery Academy Agatha was that of 338 students, 68 of them (20.1%) was over-nutrition (March, 2014). Over-nutrition in young adults is correlated with the risk of the incidence of over-nutrition in the students of Midwifery AcademyAgatha, Pematangsiantar, in 2014.

The objective of the research was to find out the influence of nutrition intake (energy, fat, and fiber) and physical activity on the incidence of over-nutrition in the students of Midwifery AcademyAgatha, Pematangsiantar. The research used case-control method. The population was 68 students at Midwifery AcademyAgatha in the academic year of 2011, 20123, and 2013 with the average age of 17 to 25; 44 of them were in the case samples and the other 44 students were in the design samples., taken by using systematic random sampling technique. The data were gathered by using an analytic survey with matched case-control approach. The gathered data were analyzed by using univatriate analysis, bivatriate analysis, and multivatriate analysis with chi square test and multiple logistic regression tests in order to determine the dominant factor which influenced the incidence of over-nutrition.

The result of the research showed that the prevalence of over-nutrition in Midwifery AcademyAgatha was 20.1%. Energy intake, carbohydrate intake,fat intake, fiber intake, and physical activity influenced the incidence of over-nutrition, while the history of family and protein intake did not have any influence on over-nutrition.

It is recommended that the management of Midwifery AcademyAgatha, Pematangsiantar, provide sports facility and implement nutrition counseling in order to decrease the prevalence of over-nutrition. The students should increase their physical activity and improve their eating pattern.


(9)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa, karena atas berkat dan rahmat-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan Tesis ini dengan judul“Faktor Risiko Penyebab Kejadian Gizi Lebih pada Mahasiswa Akademi Kebidanan Agatha Yayasan Vala Agatha Pematangsiantar Tahun 2013”.

Dalam penulisan Tesis ini, penulis banyak mendapatkan bantuan dari berbagai pihak, untuk itu pada kesempatan ini penulis juga ingin menyampaikan ucapan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM&H., M.Sc (CTM)., Sp.A.,(K), selaku Rektor Universitas Sumatera Utara

2. Bapak Dr. Drs. Surya Utama, M.S selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

3. Ibu Dr. Ir. Evawani Aritonang, M.Si selaku Sekretaris Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara dan sekaligus Pembimbing I (satu) yang telah memberikan banyak saran dan masukan.

4. Bapak Drs. Jemadi, M.Kes selaku Pembimbing II (dua) yang telah memberikan banyak saran dan masukan.

5. Ibu drh. Rasmaliah, M.Kes selaku Ketua Departemen Epidemiologi FKM USU dan selaku penguji II (dua) yang telah banyak memberikan masukan demi kesempurnaan tulisan ini.


(10)

6. Bapak. dr. Mhd. Arifin Siregar, M.S selaku penguji I (satu) yang telah banyak memberikan masukan demi kesempurnaan tulisan ini.

7. Bapak dan Ibu Dosen di Departemen Epidemilogi FKM USU yang telah memberikan banyak ilmu, masukan dan dukungan bagi penulis.

8. Ibu Corah Julianti Sinulingga,SSTselaku DirektrisAkademi Kebidanan Agatha Pematangsiantaryang telah memberi izin kepada penulis untuk menyelesaikan pendidikan ini.

9. Teristimewa untuk Ayahanda H.Ambarita (+) dan Ibunda S.Manurung, sertaIstri saya Pdt.Rita Ramaitta Siregar,SThdan Anak saya Welldy Ambarita,Wellga Ambarita,Wellco Ambarita yang telah banyak memberikan motivasi, semangat, dukungan moril maupun materil dari awal perkuliahan sampai akhir, dan yang selalu mendoakan penulis.

10. Sahabat-sahabat di Minat Studi Epidemiologi (AKK/E) 2012 FKM USU terima kasih banyak atas kebersamaan, bantuan, dukungan, waktu serta masukan yang diberikan.

11. Buat semua pihak yang telah banyak membantu yang tidak dapat disebutkan satu persatu, penulis mengucapkan banyak terima kasih atas dukungan, kerja sama dan doanya.


(11)

Akhir kata semoga Tuhan Yang Maha Kuasa senantiasa melimpahkan karunia-Nya kepada kita semua dan semoga tulisan ini bermanfaat bagi semua pihak.

Medan, Oktober2014 Penulis

Mostro Mijoyo Ambarita 127032219/IKM


(12)

RIWAYAT HIDUP

Mostro Mijoyo Ambarita, lahir pada tanggal 03 Nopember 1975 di Rihninggol, Kecamatan Hutabayuraja, Kabupaten Simalungun,Provinsi sumatera utara beragama Kristen Protestan, anak kesebelas dari sebelas bersaudara dari pasanganAyahanda H.Ambarita (+) dan Ibunda S.br. Manurung.

Penulis mulai melaksanakan pendidikan dasar di SD Inpres Siranggitgit di Rihninggol (1982-1989), SMP Negeri Hutabayu Raja (1989-1992), SMA Kalam Kudus Pematangsiantar (1992-1995), D-III Akademi Perawat Abdi Florensia Pematangsiantar (1995-1998), S-1 di Fakultas lmu Pendidikan Universitas Negeri Medan (2003-2005) dan Tahun 2012 penulis mengikuti pendidikan lanjutan di Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat pada minat studi Manajemen Administrasi Kesehatan Komunitas/Epidemiologi, Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

Bekerja sebagai tenaga pengajar di Akademi Kebidanan Agatha Pematangsiantar mulai Tahun 2000 sampai sekarang.


(13)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

RIWAYAT HIDUP ... vi

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR GAMBAR ... x

DAFTAR LAMPIRAN ... xi

BAB 1. PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Permasalahan... 7

1.3. Tujuan Penelitian ... 7

1.4. Hipotesis ... 8

1.5. Manfaat Penelitian ... 8

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA ... 9

2.1. Defenisi Gizi Lebih ... 9

2.2. Pengukuran dan Klasifikasi Gizi Lebih ... 10

2.3. Penyebab Gizi Lebih ... 11

2.3.1. Faktor Genetik ... 11

2.3.2. Faktor Lingkungan ... 12

2.4. Konsekuensi Gizi Lebih terhadap Kesehatan ... 13

2.5. Pencegahan Gizi Lebih ... 15

2.6. Konsumsi dan Tingkat Kecukupan Zat Gizi ... 16

2.7. Serat Makanan (Dietary Fiber) ... 21

2.8. Aktivitas Fisik ... 25

2.9. Riwayat Keluarga ... 26

2.10. Pengaruh Konsumsi Energi dan Lemak terhadap Gizi Lebih ... 27

2.11. Pengaruh Konsumsi Serat terhadap Gizi Lebih ... 29

2.12. Pengaruh Aktivitas Fisik dengan Gizi Lebih ... 30

2.13. Landasan Teori ... 32

2.14. Kerangka Konsep ... 34

BAB 3. METODE PENELITIAN ... 35

3.1. Jenis Penelitian ... 35

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 35

3.2.1. Lokasi Penelitian ... 35


(14)

3.3. Populasi dan Sampel ... 36

3.3.1. Populasi ... 36

3.3.2. Sampel ... 36

3.3.3. Teknik Pengambilan Sampel ... 37

3.3.4. Kriteria Inklusi dan Ekslusi ... 38

3.4. Metode Pengumpulan Data ... 38

3.4.1. Jenis Data ... 38

3.4.2. Uji Validitas dan Reliabilitas ... 39

3.5. Variabel dan Definisi Operasional ... 40

3.6. Aspek Pengukuran ... 41

3.7. Metode Analisis Data ... 44

3.7.1. Analisis Univariat ... 44

3.7.2. Analisis Bivariat ... 44

3.7.3. Analisis Multivariat ... 46

BAB 4. HASIL PENELITIAN ... 48

4.1. Karakteristik Penderita ... 48

4.2. Analisis Bivariat ... 50

4.3. Analisis Multivariat ... 55

4.4. Population Attribute Risk (PAR) ... 59

BAB 5. PEMBAHASAN ... 60

5.1. Pengaruh Riwayat Keluarga terhadap Gizi Lebih pada Mahasiswa Akademi Kebidanan Agatha Pematangsiantar ... 60

5.2. Pengaruh Asupan Energi terhadap Gizi Lebih pada Mahasiswa Akademi Kebidanan Agatha Pematangsiantar ... 62

5.3. Pengaruh Asupan Protein terhadap Gizi Lebih pada Mahasiswa Akademi Kebidanan Agatha Pematangsiantar ... 64

5.4. Pengaruh Asupan Karbohidrat terhadap Gizi Lebih pada Mahasiswa Akademi Kebidanan Agatha Pematangsiantar ... 66

5.5. Pengaruh Asupan lemak terhadap Gizi Lebih pada Mahasiswa Akademi Kebidanan Agatha Pematangsiantar ... 67

5.6. Faktor Risiko Asupan Serat terhadap Gizi Lebih pada Mahasiswa Akademi Kebidanan Agatha Pematangsiantar ... 69

5.7. Pengaruh Aktifitas Fisik terhadap Gizi Lebih pada Mahasiswa Akademi Kebidanan Agatha Pematangsiantar ... 70

BAB 6. KESIMPULAN DAN SARAN ... 72

6.1. Kesimpulan ... 72

6.2. Saran ... 72

DAFTAR PUSTAKA ... 73


(15)

DAFTAR TABEL

No. Judul Halaman

2.1. Kategori Ambang Batas IMT Untuk Indonesia ... 11

2.2. Resiko Relative (RR) terjadinya Masalah Kesehatan yang Berhubungan dengan Gizi Lebih ... 14

2.3. Angka Kecukupan Energi dan Protein untuk Mahasiswa ... 17

2.4. Angka Kebutuhan Serat yang Dianjurkan (Per Orang PerHari) ... 24

3.1. Kategori Ambang Batas IMT untuk Indonesia ... 43

3.2. Metode Pengukuran Variabel Dependen dan Independen ... 43

3.3. Odds Ratio ... 45

4.1. Distribusi Karakteristik Penderita Berdasarkan Umur dan Angkatan ... 48

4.2. Distribusi Faktor Risiko Gizi Lebih Pada Mahasiswa Akademi Kebidanan Agatha Pematangsiantar ... 48

4.3. Hubungan Faktor Risiko dengan Kejadian Gizi Lebih pada Mahasiswa Akademi Kebidanan Agatha Pematangsiantar ... 51

4.4. Pengaruh Asupan Energi, Asupan Lemak, Asupan Serat dan Aktifitas Fisik dengan Kejadian Gizi Lebih pada Mahasiswi Akademi Kebidanan Agatha PematangSiantar ... 55


(16)

DAFTAR GAMBAR

No. Judul Halaman

2.1. Mekanisme terjadinya Gizi Lebih (Wahlqvist, 1997) ... 33 2.2. Kerangka Konsep Penelitian ... 34


(17)

DAFTAR LAMPIRAN

No. Judul Halaman

1. Pernyataan Kesediaan Menjadi Responden ... 81

2. Kuesioner Penelitian ... 82

3. Master Data Penelitian ... 88

4. Hasil Olahan Data ... 92

5. Dokumentasi Penelitian ... 106

6. Surat Izin Penelitian dari Fakultas Kesehatan Masyarakat USU ... 110

7. Surat Izin Uji Kuesioner dari Fakultas Kesehatan Masyarakat USU ... 111

8. Surat Penerimaan Izin Penelitian dari Akademi Kebidanan “Agatha” ... 112


(18)

ABSTRAK

Prevalensi berat badan berlebih dan gizi lebih telah meningkat secara signifikan di seluruh dunia selama beberapa dekade terakhir dan dianggap sebagai masalah kesehatan masyarakat yang penting. Di Indonesia prevalensi Gizi lebih terus meningkat. Berdasarkan data Riskesdas tahun 2010 prevalensiGizi Lebih pada orang dewasa di Indonesia mencapai 24,6%, sedangkan di Pematangsiantar Gizi lebihmencapai 25,5%. Prevalensi gizi lebih pada orang dewasa di akademi Kebidanan Agatha 68 orang dari 338 mahasiswa mencapai 20,1% (Maret 2014). GiziLebihpadausiadewasamudaberhubungandenganpeningkatanrisikokejadiangizilebi hpadamahasiswaAkademiKebidanan Agatha PematangsiantarTahun 2014.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh asupan zatgizi (energi, lemak,dan serat) dan aktivitas fisik berpengaruh terhadap kejadian gizi lebih pada mahasiswa Akademi Kebidanan Agatha Pematangsiantar. Jenis penelitian ini adalah kasus-kontrol dengan sampel penelitian mahasiswa Akbid Agatha yang masuk kuliah tahun 2011, 2012, 2013 yang berusia 17-25 tahun sebanyak 68 populasi kasus dan 44 sampel kasus,44 sampel kontrol. Pengambilan sampel dilakukan secara Systematik random sampling. Data yang dikumpulkan melalui survey bersifat analitik dengan pendekatan Matched case control .Metode analisa data dengan cara analisis univariat,analisis bivariat,analisis multivariate dengan uji square dan uji regresi logistic ganda dilakukan untuk menentukan factor dominan yang berpengaruh terhadap gizi lebih.

Hasil penelitian menunjukkan prevalensi gizi lebih di Akademi kebidanan Agatha mencapai 20,1%, asupan energi, asupan karbohidrat,asupan lemak, asupan serat dan aktifitas fisik berpengaruh terhadap gizi lebih sedangkan Riwayat Keluarga dan asupan protein tidak berpengaruh terhadap kejadian gizi lebih.

Disarankan kepada pihak Akademi Kebidanan Agatha pematangsiantar untuk menyediakan sarana olahraga, dan menerapkan konseling gizi sebagai upaya menurunkan prevalensi gizi lebih. Mahasiswa perlu meningkatkan aktivitas fisik dan memperbaiki pola makan.


(19)

ABSTRACT

The prevalence of overweight and over-nutrition has rapidly increased throughout the world in the last few decades so that it is considered as the important problem in public health. In Indonesia, the prevalence of over-nutrition is increasing. Based on Indonesia Health Survey data in 2009, the prevalence of over-nutrition in adults in Indonesia has reached to 24.6%, while at Pematangsiantar, over-nutrition has reached to 25.5%. The prevalence of over-nutrition at Midwifery Academy Agatha was that of 338 students, 68 of them (20.1%) was over-nutrition (March, 2014). Over-nutrition in young adults is correlated with the risk of the incidence of over-nutrition in the students of Midwifery AcademyAgatha, Pematangsiantar, in 2014.

The objective of the research was to find out the influence of nutrition intake (energy, fat, and fiber) and physical activity on the incidence of over-nutrition in the students of Midwifery AcademyAgatha, Pematangsiantar. The research used case-control method. The population was 68 students at Midwifery AcademyAgatha in the academic year of 2011, 20123, and 2013 with the average age of 17 to 25; 44 of them were in the case samples and the other 44 students were in the design samples., taken by using systematic random sampling technique. The data were gathered by using an analytic survey with matched case-control approach. The gathered data were analyzed by using univatriate analysis, bivatriate analysis, and multivatriate analysis with chi square test and multiple logistic regression tests in order to determine the dominant factor which influenced the incidence of over-nutrition.

The result of the research showed that the prevalence of over-nutrition in Midwifery AcademyAgatha was 20.1%. Energy intake, carbohydrate intake,fat intake, fiber intake, and physical activity influenced the incidence of over-nutrition, while the history of family and protein intake did not have any influence on over-nutrition.

It is recommended that the management of Midwifery AcademyAgatha, Pematangsiantar, provide sports facility and implement nutrition counseling in order to decrease the prevalence of over-nutrition. The students should increase their physical activity and improve their eating pattern.


(20)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang

Gizi merupakan salah satu indikator untuk menilai keberhasilan pembangunan kesehatan sebuah negara dalam membangun sumber daya manusia yang berkualitas (Depkes, 2009). Permasalahan gizi yang masih menjadi masalah utama di dunia adalah malnutrisi. Malnutrisi dapat meningkatkan kerentanan anak terhadap penyakit dan mempengaruhi tumbuh kembangnya (Katz et al, 2006).

Gizi lebih atau dalam istilah awam lebih dikenal sebagai kegemukan merupakan status gizi tidak seimbang akibat asupan nutrisi yang berlebihan sehingga menghasilkan ketidakseimbangan energi antara konsumsi makanan dan pengeluaran energi yang dapat menyebabkan gangguan kesehatan (Elsevier, 2009). Prevalensi gizi lebih (overweight dan obesitas) di seluruh dunia mengalami tren yang terus meningkat dalam sekitar 30 tahun terakhir. Salah satu kelompok umur yang berisiko terjadinya gizi lebih adalah kelompok umur remaja (Arisman, 2009). Berbagai penelitian menunjukkan bahwa gizi lebih 70% dipengaruhi oleh lingkungan dan 30% dipengaruhi oleh genetik. Faktor perilaku dan lingkungan meliputi pola makan dan aktifitas fisik merupakan hal yang paling berpengaruh untuk terjadinya gizi lebih. Adapun faktor-faktor yang berpengaruh dari pola makan antara lain : kuantitas, porsi makan, kepadatan energi dari makanan yang dimakan, frekuensi makan dan jenis makanan (Nugraha, 2009). Sedangkan Barasi (2007) menambahkan bahwa kebiasaan


(21)

makan di luar, meningkatnya asupan makanan jajanan, dan meningkatnya gaya hidup kurang gerak (sedentary lifestyle) berkontribusi pada kejadian gizi lebih dan keseimbangan energi.

Indonesia sendiri belum memiliki data yang lengkap untuk menggambarkan prevalensi gizi lebih, namun penelitian yang dilakukan oleh Soegih, et al tahun 2004 pada 6318 orang pengunjung suatu laboratorium dari berbagai daerah, pekerjaan dan kelompok umur (20 s/d lebih dari 55 tahun) dapat menjadi gambaran dari jumlah penderita gizi lebih di Indonesia.

Gizi lebih pada remaja perlu mendapat perhatian, sebab gizi lebih yang muncul pada usia remaja cenderung berlanjut hingga dewasa dan lansia. Sementara gizi lebih itu sendiri merupakan salah satu faktor risiko penyakit degeneratif, seperti penyakit kardiovaskuler, diabetes melitus, beberapa jenis kanker, dan sebagainya. Pada study longitudinal oleh Lytle menyatakan bahwa kelebihan berat badan pada remaja berisiko terjadinya penyakit kardiovaskuler di usia dewasa (WHO, 2006).

Beberapa faktor yang berhubungan dengan tingginya Indeks Massa Tubuh (gizi lebih) diantaranya adalah pola konsumsi tinggi energi dan kurangnya aktivitas fisik yang mengarah pada pola hidup sedentaris (sedentary lifestyle). seperti menonton televisi dan bemain computer/video games. Penelitian Hanley et al pada masyarakat Kanada menemukan bahwa remaja usia 10-19 tahun yang menonton televisi > 5 jam per hari, secara signifikan lebih berpeluang mengalami gizi lebih dibandingkan dengan remaja yang hanya menonton televisi ≤ 2 jam per hari (Hanley et al, 2000).


(22)

Peningkatan kemakmuran dan pengaruh westernisasi dapat mengakibatkan terjadinya perubahan gaya hidup dalam pemilihan makanan yang cenderung menyukai makanan cepat saji (fast food) yang kandungan gizinya tidak seimbang yaitu mengandung energi, garam, dan lemak termasuk kolesterol dalam jumlah tinggi dan hanya sedikit mengandung serat (Bowman, 2004). Penelitian oleh Fauzul, dkk pada siswa sekolah dasar di Manado menyebutkan bahwa siswa-siswi yang sering mengkonsumsi fast food minimal 3 kali per minggu mempunyai risiko 3,28 kali menjadi gizi lebih (Badjeber dkk, 2012).

Berbagai penelitian mengungkapkan bahwa terdapat hubungan antara asupan energi dengan kejadian gizi lebih. Para peneliti dari Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia membuktikan adanya hubungan yang bermakna antara asupan kalori, karbohidrat, protein, lemak dan pola makan lemak dengan prevalensi gizi lebih . Hasil penelitian tersebut menunjukkan rata-rata asupan kalori dan lemak kelompok gizi lebih lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok tidak gizi lebih (Yussac et al, 2007).

Penelitian yang dilakukan oleh Frisna dan Hamid (2008) membuktikan juga bahwa asupan energi, asupan karbohidrat, asupan lemak dan aktivitas fisik berkaitan erat dengan risiko seseorang menderita gizi lebih. Seseorang yang memiliki asupan energi dan lemak lebih tinggi dari kebutuhan yang dianjurkan memiliki risiko lebih tinggi menderita gizi lebih daripada seseorang dengan asupan energi dan lemak yang cukup.


(23)

Asupan energi yang tinggi ada kaitannya dengan kebiasaan makan fast food. Fast food umumnya mengandung kalori, lemak, gula dan sodium (Na) yang tinggi tetapi rendah serat kasar, vitamin A, asam askorbat, kalsium dan folat (Khomsan, 2004). Penelitian yang dilakukan oleh Risnaningsih dan Woro (2008) membuktikan bahwa ada hubungan yang nyata antara kebiasaan makan fast food dengan kejadian gizi lebih. Jumlah kalori fast food yang dikonsumsi berpengaruh terhadap kejadian gizi lebih.

Perkembangan teknologi dengan penggunaan kendaraan bermotor dan berbagai media elektronika memberi dampak berkurangnya aktivitas fisik yang akhirnya mengurangi keluaran energi. Peningkatan kemakmuran biasanya juga akan diikuti oleh perubahan gaya hidup dan kebiasaan makan. Pola makan di kota-kota besar telah bergeser dari pola makan tradisional yang mengandung banyak karbohidrat, serat dan sayuran, ke pola makanan barat seperti fast food yang komposisinya banyak mengandung protein, lemak, gula, dan garam tetapi miskin gizi (Sjarif, 2003).

Berkurangnya aktivitas fisik sangat berhubungan dengan gizi lebih. Penelitian di negara maju menunjukkan bahwa individu dengan aktivitas fisik yang rendah mempunyai risiko peningkatan berat badan sebesar > 5 kg. Berbagai penelitian juga menunjukkan bahwa lamanya kebiasaan menonton televisi berhubungan dengan peningkatan gizi lebih (Nugraha, 2009).

Prevalensi gizi lebih pada orang dewasa di seluruh dunia mengalami peningkatan. Pada tahun 2000 diperkirakan ada sekitar 300 juta orang dewasa gizi


(24)

lebih dan angka ini masih terus meningkat. Di United State of America (USA), lebih 60% populasi dewasa mengalami overweight dan gizi lebih, pada anak remaja 20 - 25% mengalami gizi lebih. Menurut data yang dikumpulkan Center for Disease Control (CDC), prevalensi gizi lebih mulai meningkat secara dramatis sejak 1980.

Peningkatan prevalensi secara cepat juga dilihat pada kelompok minoritas, seperti etnis Maori di Selandia Baru, suku Indian di Inggris (UK), Malaysia dan Singapura, Australia Aborigin, populasi kepulauan di selat Torres (Hamam, 2005).

Studi yang dilakukan pada orang dewasa di Malaysia menunjukkan prevalensi overweight sebesar 25.9% (n=114) dan gizi lebih 17% (n=75). Masalah gizi lebih secara nyata ditemukan lebih tinggi pada perempuan khususnya ibu rumah tangga (Narayan dan Khan, 2007). Hal yang sama juga ditemukan dalam Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas, 2010) yang mendapatkan prevalensi overweight pada perempuan lebih tinggi (11,4% dan 15,5% ) dibandingkan prevalensi overweight pada laiki-laki (8,5% dan 7,8%). Beberapa faktor yang mungkin berkaitan dengan tingginya persentase gizi lebih pada responden perempuan, antara lain adalah: (1) Konsumsi makanan berlemak yang mungkin lebih sering dibandingkan dengan laki-laki; (2) Aktivitas olahraga yang jarang dilakukan; (3) Status perkawinan, dimana perempuan yang sudah menikah cenderung mengalami pertambahan berat badan di kemudian hari (4) Pemakaian alat kontasepsi hormonal seperti: susuk, pil, dan suntikan dapat menimbulkan efek samping bertambahnya berat badan (Sandjaja & Sudikno, 2005) serta penggunaan alat kontrasepsi hormonal (Sugiharti, 2002).


(25)

Berdasarkan penelitian tersebut terdapat 9,16% pria dan 11,02% wanita yang gizi lebih (IMT ≥ 30) de ngan lingkar pinggang ≥ 90 cm sebanyak 41,2% pada pria dan 53,3% pada wanita. Apabila digunakan klasifikasi gizi lebih untuk orang Asia yang indeks massa tubuhnya lebih 25 kg/m2, maka hasilnya menjadi 48,97% pada pria dan 40,65 % pada wanita.

Riskesdas (2007) melaporkan prevalensi gizi lebih di Sumatera Utara sebanyak 20,9%, yaitu pada penduduk berumur 15 tahun ke atas. Sedangkan hasil Riskesdes 2010 menemukan prevalensi gizi lebih di Sumatera Utara sebesar 25,4%, berarti terjadi peningkatan gizi lebih di Sumatera Utara sebesar 4,5%. Masalah overweight lebih banyak pada responden yang tinggal di daerah kota dari pada pedesaan yaitu dengan prevalensi overweight di Kota Medan sebesar 24,6 %. Sedangkan di Pematangsiantar berdasarkan hasil dari balitbang Kesehatan pematangsiantar masalah overweight 25,5 %.

Berdasarkan hasil survey awal di Akademi kebidanan pada bulan Maret 2014, dari 338 mahasiswa yang dilakukan penimbangan berat badan dan pengukuran tinggi badan terdapat 68 orang (20,1 %) menderita overweight. Mahasiwa yang mengalami overweight ternyata hasil berat badan dan tinggi badan pada saat pendaftaran masuk mahasiswa baru mereka memiliki berat badan yang normal, setelah proses perkuliahan berlangsung terjadi penambahan berat badan sehingga mencapai overweight.


(26)

Berdasarkan latar belakang di atas, maka perlu dilakukan penelitian tentang faktor risiko penyebab kejadian gizi lebih pada mahasiswa Akademi Kebidanan Agatha Pematangsiantar.

1.2.Permasalahan

Berdasarkan uraian diatas maka dapat dirumuskan masalah penelitian adalah faktor risiko apa saja yang berpengaruh terhadap kejadian gizi lebih pada mahasiswa Akademi Kebidanan Agatha Pematangsiantar

1.3.Tujuan Penelitian 1.3.1. Tujuan Umum

Untuk menganalisa faktor risiko apa saja yang berpengaruh terhadap kejadian gizi lebih pada mahasiswa Akademi Kebidanan Agatha Pematangsiantar Tahun 2014 1.3.2. Tujuan Khusus

a. Untuk mengetahui pengaruh riwayat keluarga terhadap kejadian gizi lebih pada mahasiswa Akademi Kebidanan Agatha Pematangsiantar tahun 2014.

b. Untuk mengetahui pengaruh asupan pangan (asupan energi, asupan protein, asupan karbohidrat, asupan lemak dan asupan serat) terhadap kejadian gizi lebih pada mahasiswa Akademi Kebidanan Agatha Pematangsiantar tahun 2014. c. Untuk mengetahui pengaruh aktivitas fisik terhadap kejadian gizi lebih pada


(27)

1.4.Hipotesis

1. Ada pengaruh riwayat keluarga terhadap kejadian gizi lebih pada mahasiswa Akademi Kebidanan Agatha Pematangsiantar tahun 2014.

2. Ada pengaruh asupan pangan ( asupan energi, asupan protein, asupan karbohidrat, asupan lemak dan asupan serat ) terhadap kejadian gizi lebih pada mahasiswa Akademi Kebidanan Agatha Pematangsiantar tahun 2014.

3. Ada pengaruh aktivitas fisik terhadap kejadian gizi lebih pada mahasiswa Akademi Kebidanan Agatha Pematangsiantar tahun 2014

1.5.Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat, antara lain :

1. Bagi Akademi Kebidanan Agatha Pematangsiantar menjadi bahan masukan dalam melakukan upaya promotif dan preventif masalah gizi lebih serta ancaman penyakit degeneratif.

2. Bagi Dinas Kesehatan Kota Pematangsiantar menjadi masukan untuk menyusun program pencegahan dan promotif masalah gizi lebih dan ancaman penyakit degeneratif di Kota Pematangsiantar.

3. Bagi pengembangan ilmu gizi dapat dijadikan bahan masukan untuk melakukan upaya promotif dan pencegahan masalah gizi lebih dan ancaman penyakit degeneratif.


(28)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi Gizi Lebih

Status gizi lebih merupakan keadaan tubuh seseorang yang mengalami kelebihan berat badan, yang terjadi karena kelebihan jumlah asupan energi yang disimpan dalam bentuk cadangan berupa lemak. Ada yang menyebutkan bahwa masalah gizi lebih identik dengan kegemukan. Kegemukan dapat menimbulkan dampak yang sangat berbahaya yaitu dengan munculnya penyakit degeneratif, seperti diabetes mellitus, penyakit jantung koroner, hipertensi, gangguan ginjal dan masih banyak lagi.

Gizi lebih merupakan kondisi ketidaknormalan atau kelebihan akumulasi lemak pada jaringan adiposa. Gizi lebih tidak hanya berupa kondisi dengan jumlah simpanan kelebihan lemak, namun juga distribusi lemak di seluruh tubuh.Distribusi lemak dapat meningkatkan risiko yang berhubungan dengan berbagai macam penyakit degeneratif (WHO, 2000).

Masalah gizi lebih ada dua jenis yaitu overweight dan gizi lebih. Batas IMT untuk dikategorikan overweight adalah antara 25,1-27,0 kg/m2, sedangkan gizi lebih adalah ≥ 27,0 kg/m2. Kegemukan (gizi lebih) dapat terjadi mulai dari masa bayi, anak-anak,sampai pada usia dewasa. gizi lebih pada masa bayi terjadi karena adanya penimbunan lemak selama dua tahun pertama kehidupan bayi. Bayi yang menderita gizi lebih maka ketika menjadi dewasa akan mengalami gizi lebih pula. pada masa


(29)

anak-anak terjadi sejak anak tersebut berumur dua tahun sampai menginjak usia remaja dan secara bertahap akan terus mengalami gizi lebih sampai usia dewasa. Gizi lebih pada usia dewasa terjadi karena seseorang telah mengalami gizi lebih dari masa anak-anak (Suyono, 2006).

2.2. Pengukuran dan Klasifikasi Gizi Lebih

Indeks Massa Tubuh (IMT) merupakan indeks pengukuran sederhana untuk kekurangan berat (underweight), kelebihan berat (overweight), dan gizi lebih dengan membandingkan berat badan dengan tinggi badan kuadrat. Cut off point dalam pengklasifikasian gizi lebih adalah IMT _ 30.00.Cut off point gizi lebih di Asia Pasifik memiliki kriteria lebih rendah daripada kriteria WHO pada umumnya. Cut off point gizi lebih pada penduduk Asia Pasifik adalah IMT ≥ 25.00.

Mengukur lemak tubuh secara langsung sangat sulit dan sebagai pengukur pengganti dipakai body mass index (BMI) atau indeks massa tubuh (IMT) untuk menentukan berat badan lebih pada remaja dan dewasa. IMT merupakan indikator yang paling sering digunakan dan praktis untuk mengukur tingkat populasi berat badan lebih pada orang dewasa. Untuk penelitian epidemiologi digunakan IMT atau indeks Quetelet, yaitu berat badan dalam kilogram (kg) dibagi tinggi dalam meter kuadrat (m2). Saat ini IMT merupakan indikator yang paling bermanfaat untuk menentukan berat badan lebih.

Untuk kepentingan Indonesia, batas ambang dimodifikasi lagi berdasarkan pengalaman klinis dan hasil penelitian di beberapa negara berkembang. Akhirnya


(30)

diambil kesimpulan ambang batas IMT untuk Indonesia adalah seperti Tabel 2.1 berikut :

Tabel 2.1. Kategori Ambang Batas IMT Untuk Indonesia

Kategori IMT

Gizi Kurang <18,5

Normal 18,5-24,99

Gizi Lebih 25,0 – 27,0

Sumber: WHO 2006

2.3. Penyebab Gizi Lebih

Gizi lebih terjadi karena adanya ketidakseimbangan antara energi yang masuk dengan energi yang keluar dan merupakan akumulasi simpanan energi yang berubah menjadi lemak (Pritasari, 2006). Dengan meningkatnya usia kecepatan metabolisme juga mulai menurun mulai usia 30 tahun, bila aktivitas fisik juga berkurang maka timbunan lemak menjadi kegemukan. Penyebab lain gizi lebih menurut Syarif (2002) adalah multifaktorial, genetik dan lingkungan yang berinteraksi terus menerus:

2.3.1. Faktor Genetik

Parental fatness merupakan faktor genetik yang berperanan besar. Bila kedua orangtua gizi lebih, 80% anaknya menjadi gizi lebih, bila salah satu orangtua gizi lebih, kejadian gizi lebih menjadi 40% dan bila kedua orangtua tidak gizi lebih, kejadian gizi lebih 14%.


(31)

2.3.2. Faktor Lingkungan a. Faktor Nutrisi

Peranan nutrisi dimulai sejak dalam kandungan yaitu jumlah lemak tubuh dan pertumbuhan bayi dipengaruhi oleh berat badan ibu. Sedangkan kenaikan berat badan dan lemak anak dipengaruhi oleh: waktu pertama kali mendapat makanan padat, asupan tinggi kalori dari karbohidrat dan lemak serta kebiasaan mengkonsumsi makanan yang mengandung energy tinggi seperti makanan siap saji dan camilan. b. Aktifitas Fisik

Aktifitas fisik anak saat ini cenderung menurun karena lebih banyak bermain di dalam rumah dibandingkan di luar rumah.

c. Sosial Ekonomi

Perubahan pengetahuan, sikap, perilaku dan gaya hidup serta peningkatan pendapatan mempengaruhi pemilihan jenis dan jumlah makanan yang dikonsumsi.

Misnadiarly (2007) melaporkan bahwa terjadinya gizi lebih dapat dipengaruhi oleh faktor umur dan jenis kelamin. Meskipun sering terjadi pada semua umur, gizi lebih sering dianggap kelainan pada umur pertengahan. Gizi lebih yang muncul pada tahun pertama kehidupan biasanya disertai dengan perkembangan angka yang cepat. Anak yang gizi lebih cenderung menjadi gizi lebih pada saat remaja dan dewasa.

Jenis kelamin tampaknya ikut berperan dalam timbulnya gizi lebih. Meskipun dapat terjadi pada kedua jenis kelamin, tetapi gizi lebih lebih umum dijumpai pada wanita terutama setelah kehamilan dan pada saat menopause.


(32)

Mungkin juga gizi lebih pada wanita disebabkan karena pengaruh faktor endokrin, karena kondisi ini muncul pada saat adanya perubahan hormonal tersebut di atas (Misnadiarly, 2007).

Agoes dan Maria (2003) menyatakan bahwa bila remaja mengkonsumsi makanan dengan kandungan energi sesuai yang dibutuhkan tubuhnya maka tidak ada energi yang disimpan. Sebaliknya remaja dalam mengkonsumsi energi melebihi kebutuhan tubuh maka kelebihan enegi akan disimpan sebagai cadangan energi. Cadangan energi secara berkesinambungan ditimbun setiap hari yang akhirnya menimbulkan gizi lebih.

Kondisi psikologis dan keyakinan seseorang berpengaruh terhadap asupan makanan. Faktor stabilitas emosi berkaitan dengan gizi lebih. Keadaan gizi lebih merupakan dampak dari pemecahan masalah emosi yang dalam, dan ini merupakan suatu pelindung bagi yang bersangkutan. Dalam keadaan semacam ini menghilangkan gizi lebih tanpa menyediakan pemecahan masalah yang tepat, justru akan memperberat masalah (Misnadiarly, 2007).

2.4. Konsekuensi Gizi Lebih terhadap Kesehatan

Konsekuensi gizi lebih terhadap kesehatan sangat bervariasi mulai dari kematian premature sampai kualitas hidup yang rendah. Umumnya gizi lebih dikaitkan dengan “ Non Communicable Diseases” seperti CVD, kanker, dan berbagai gangguan psikososial. Untuk memberi gambaran yang jelas dikelompokkan sebagai berikut (Soegih, 2009).


(33)

Tabel 2.2. Resiko Relative (RR) terjadinya Masalah Kesehatan yang Berhubungan dengan Gizi Lebih

Risiko Relatif Meningkat Tajam Risiko Relatif Meningkat Sedang Risiko Relatif Meningkat Ringan

RR ≥ 3 RR 2-3 RR >1-<2

Diabetes mellitus Resistensi insulin Hipertensi Dislipidemia Sleep apnoe Kandung empedu PJK Osteoartritis Hiperurisemia Gout Gangguan fertilitas Low back pain

Kanker

Abnormal hormone reproduksi

Sindrom polikistik ovarium

Defek pada bayi dari ibu yang obes

Sumber : Khaodar dan Blackburn, 2005 dengan Modifikasi

Wiramihardja (2007)menyatakan, bahwa orang dewasa yang gzi lebih berisiko untuk mengendap beberapa penyakit kronis non infeksi tertentu. Beresiko artinya bila dibandingkan dengan orang berbadan normal, penderita gizi lebih lebih berpeluang untuk mengindap penyakit non infeksi tersebut. Penyakit kronis non infeksi yang menjadi resiko kegemukan atau disebut penyakit penyerta gizi lebih terbagi dalam golongan yang tidak membahayakan tetapi tidak mengganggu, dan golongan yang membahayakan. Golongan penyakit penyerta gizi lebih yang tidak membahayakan tetapi menggangu adalah gangguan pernafasan, nyeri tulang, gangguan kulit, dan ketidaksuburan. Sedangkan golongan penyakit penyerta gizi lebih yang membahayakan adalah :

a. Gangguan jantung dan pembuluh darah (hipertensi, stroke, PJK) b. Resisten terhadap hormone insulin (DM Tipe 2)

c. Kanker usus dan beberapa kanker yang berkaitan dengan hormone d. Penyakit hati dan kantung empedu


(34)

2.5. Pencegahan Gizi Lebih

Prinsip pencegahan gizi lebih adalah menurunkan berat badan dengan cara menciptakan defisit energi dengan mengurangi konsumsi energi atau menambah penggunaan energi melalui olahraga yang teratur (Wiramihardja, 2007).

Aktif berolah raga adalah salah satu cara menurunkan berat badan di samping berdiit mengurangi makanan berlemak dan gula. Tetapi remaja gemuk merasa malu ikut olah raga, dan sikap yang demikian akan membuat badan tetap atau malah bertambah gemuk. Cara lain menurunkan berat badan adalah dengan cara berdiit, tetapi diit yang ketat juga berbahaya terhadap kesehatan karena selain mengurangi konsumsi energi juga mengurangi konsumsi zat-zat gizi lainnya. Oleh karena itu, dalam menjalankan program diit, maka ahli gizi atau dokter perlu dimintakan nasehatnya (Depkes RI, 2000).

Barasi (2010) menambahkan bahwa pencegahan gizi lebih dapat dilakukan dengan melalui pendekatan diet dan gaya hidup dengan mengintegrasikan : perubahan perilaku, pengaturan diet dan peningkatan aktivitas fisik. Pencegahan dapat dilakukan pada tingkat individu dan tingkat komunitas. Adapun pencegahan gizi lebih pada tingkat individu antara lain :

a. Mengubah pemilihan makanan menjadi lebih sehat, dan berimbang

b. Menurunkan asupan energi total sehingga sebanding dengan pengeluaran energi melalui pengurangan ukuran porsi makan

c. Mengatur pemilihan kudapan yang lebih sehat d. Melakukan lebih banyak aktivitas fisik.


(35)

Sedangkan pencegahangizi lebih pada tingkat komunitas berupa kebijakan yang mendukung upaya pencegahan tingkat individu, diantaranya adalah :

a. Kebijakan tentang pencantuman label makanan untuk memudahkan masyarakat mendapatkan makanan sehat

b. Industri makanan memperkecil ukuran hidangan

c. Membatasi iklan promosi makanan yang kurang menyehatkan

d. Mendorong aktivitas berjalan, bersepeda dan olahraga lain dengan memperhatikan keamanan/keselamatan di jalan raya dan lingkungan perkotaan.

2.6. Konsumsi dan Tingkat Kecukupan Zat Gizi

Konsumsi zat gizi sehari-hari dipengaruhi oleh ketersediaan bahan pangan dalam keluarga. Ketersediaan bahan makanan dalam rumah tangga tergantung dari pendidikan, kemampuan untuk membeli dan ketersediaan bahan makanan di pasaran dan produksi (Tabor, et al, 2000). Konsumsi makanan berpengaruh terhadap status gizi seseorang. Status gizi yang optimal apabila tubuh memperoleh cukup zat-zat gizi yang dapat digunakan secara efisien (Almatsier, 2003).

Kebutuhan energi bervariasi tergantung aktivitas fisik. Seseorang yang kurang aktif dapat menjadi kelebihan berat badan ataugizi lebih walaupun asupan energi lebih rendah dari kebutuhan energi yang direkomendasikan. Hasil penelitian di Barat menunjukkan bahwa rata-rata konsumsi energi orang gemuk sama atau sedikit lebih kecil dari konsumsi energi rata-rata penduduk yang berbadan normal. Tetapi penggunaan energinya lebih rendah daripada rata-rata orang yang berbadan


(36)

normal. Mereka lebih tidak aktif sehingga keseimbangan energinya tetap surplus (Wiramihardja, 2007).

Kecukupan gizi adalah rata-rata asupan gizi harian yang cukup untuk memenuhi kebutuhan gizi bagi hampir semua (97,5%) orang sehat dalam kelompok umur, jenis kelamin dan fisiologis tertentu. Nilai asupan harian zat gizi yang diperkirakan dapat memenuhi kebutuhan gizi mencakup 50% orang sehat dalam kelompok umur, jenis kelamin dan fisiologis tertentu disebut dengan kebutuhan gizi (Hardinsyah dan Tampubolon 2004).

Kecukupan energi dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu umur, jenis kelamin, ukuran tubuh, status fisiologis, kegiatan, efek termik, iklim dan adaptasi. Untuk kecukupan protein dipengaruhi oleh faktor-faktor umur, jenis kelamin, ukuran tubuh, status fisiologi, kualitas protein, tingkat konsumsi energi dan adaptasi (Hardinsyah dan Tampubolon 2004). Angka kecukupan energi dan zat gizi untuk usia mahasiswa yang digunakan dalam penelitian ini seperti terlihat pada Tabel 2.3.

Tabel 2.3. Angka Kecukupan Energi dan Protein untuk Mahasiswa

Usia(thn) Energi

(kkal/hr)

Protein (g/hr) Laki-Laki

16-18 2600 65

19-29 2550 60

Wanita

16-18 2200 50

19-29 1900 50


(37)

Untuk menilai kecukupan konsumsi pangan maka didekati dengan menghitung tingkat kecukupan gizinya atau besarnya persentase angka kecukupan gizi. Pada penelitian ini tingkat kecukupan konsumsi zat gizi dinyatakan sebagai tingkat kecukupan energi, protein, karbohidrat, lemak dan serat. Angka kecukupan gizi adalah nilai yang menunjukkan jumlah zat gizi yang diperlukan tubuh untuk hidup sehat setiap hari bagi hampir semua populasi menurut kelompok umur, jenis kelamin dan kondisi fisiologis tertentu seperti kehamilan dan menyusui.

Angka kecukupan gizi berguna sebagai nilai rujukan yang digunakan untuk perencanaan dan penilaian konsumsi makanan dan asupan gizi bagi orang sehat, agar tercegah dari defisiensi ataupun kelebihan asupan zat gizi (IOM 2002 dalam Muhilal & Hardinsyah 2004). Tingkat kecukupan energi dinyatakan sebagai hasilperbandingan antara konsumsi energi aktual (Susenas) dengan kecukupan energi yang direkomendasikan oleh WNPG tahun 2004, dan dinyatakan dalam persen. Demikian pula untuk menghitung tingkat kecukupan protein, dinyatakan sebagai perbandingan antara konsumsi protein aktual dengan kecukupan protein yang direkomendasikan WNPG. Perhitungan tingkat kecukupan gizi dirumuskan sebagai berikut :

a. Tingkat kecukupan energi

TKE = [(Konsumsi energi aktual)/(Angka kecukupan energi)] x 100% b. Tingkat kecukupan protein


(38)

Selanjutnya dari perhitungan tersebut tingkat kecukupan energi dan protein diklasifikasikan menurut Departemen Kesehatan sebagaimana dikutip oleh Badan Ketahanan Pangan (2006) yaitu: (1) TKE: < 70% adalah defisit berat, (2) TKE: 70 - 79% adalah defisit sedang, (3) TKE: 80 – 89% adalah defisit ringan, (4) TKE: 90 -119% adalah normal, dan (5) TKE > 120% adalah kelebihan.

Karbohidrat merupakan zat gizi utama sumber energi bagi tubuh. Dalam1gram karbohidrat menghasilkan 4 kalori (almatsier, 2003). Terpenuhinya kebutuhan tubuh akan karbohidrat menentukan jumlah energi yang tersedia bagi tubuh setiap hari. Menurut Pedoman Umum Gizi Seimbang (PUGS) kecukupan karbohidrat yang baik adalah setengah dari kebutuhan energi (50-60%). Jika lebih dari itu, kemungkinan zat-zat lain akan sulit terpenuhi kebutuhannya (Depkes, 2002).

Lemak terdiri dari fosfolipid, sterol, dan trigliserida. Sebagian besar lemak (99%) terdiri dari trigliserid yang terdiri dari asam lemak dan gliserol (Hardinsyah &Tambunan 2004). Fungsi lemak dan minyak dalam makanan adalah membantu penyerapan vitamin A, D, E, K, menambah energi dan melezatkan makanan. Lemak dikelompokkan menjadi 3 menurut tingkat pencernaanya asam lemak jenuh yang sulit dicerna, asam lemak tidak jenuh tunggal yang mudah dicerna, dan asam lemak tidak jenuh ganda yang paling mudah dicerna (Depkes, 2002).

Lemak merupakan penyumbang energi terbesar dibandingkan zat gizi lainnya. 1 gram lemak mengandung 9 kkal, dibandingkan karbohidrat dan protein yang menghasilkan 4 kkal per gramnya. Anjuran konsumsi lemak tidak melebihi 30% dari total energi yang dianjurkan (Soedjiningsih, 2004).


(39)

Penilaian jumlah dan jenis makanan yang di konsumsi individu menurut Hadi (2003) dan Gibson (1990), dapat dikelompokkan menjadi :

a. Mengingat makanan (food recall) yang dimakan oleh individu selama 24 jam sebelum dilakukan wawancara. Contoh makanan (food model) dapat dipakai sebagai alat bantu. Jumlah bahan makanan yang dikonsumsi diperkirakan atau dihitung dengan ukuran rumah tangga yang kemudian dikonversikan ke dalam ukuran berat. Pemakaian metode food recall ini digunakan untuk mengukur rata- rata konsumsi makanan dan zat gizi kelompok masyarakat yang jumlahnya besar. b. Pencatatan makanan yang dimakan (food records) oleh individu dalam jangka waktu tertentu, jumlahnya ditimbang dan diperkirakan dengan ukuran rumah tangga.

c. Frekuensi konsumsi makanan (food frequency questionaire) adalah recall makanan yang dimakan pada waktu lalu. Kuesioner terdiri dari daftar bahan makanan dan frekuensi makan. Cara ini merekam keterangan tentang berapa kali konsumsi bahan makanan dalam sehari, seminggu, sebulan, tiga bulan atau jangka waktu tertentu.

4. Riwayat makan (dietary history) yaitu mencatat apa saja yang dimakan dalam waktu lama. Cara ini memerlukan petugas wawancara yang terlatih. Periode yang diukur biasanya adalah selama 6 bulan atau 1 tahun yang lalu. Metode wawancara ini merupakan modifikasi dari cara recall 24 jam untuk dapat memperoleh informasi tentang makanan yang dikonsumsi, frekuensi dan kebiasaan makan.


(40)

2.7. Serat Makanan (Dietary Fiber)

Secara fisiologis serat makanan didefinisikan sebagai karbohidrat yang resisten terhadap hidrolisis oleh enzim pencernaan manusia (karena itu tidak dapat dicerna) dan lignin. Termasuk didalamnya adalah selulosa, hemiselulosa, pektin, lignin, gum, β-glukan, fruktan dan resistant starch. Para ahli mengelompokkan serat makanan sebagai salah satu jenis polisakarida yang lebih lazim disebut karbohidrat kompleks. Karbohidrat ini terbentuk dari beberapa gugusan gula sederhana yang bergabung menjadi satu membentuk rantai kimia panjang. Akibatnya, rantai kimia tersebut sangat sukar dicerna oleh enzim pencernaan (Arisman, 2004).

Serat makanan sering juga disebut sebagai ”unavailable carbohydrate”, sedangkan yang tergolong sebagai ”available carbohydrate” adalah gula, pati dan dekstrin, karena zat-zat tersebut dapat dihidrolisa dan diabsorpsi manusia, yang kemudian di dalam tubuh diubah menjadi glukosa dan akhirnya menjadi energi atau disimpan dalam bentuk lemak (Muchtadi, 2005).

Berdasarkan kelarutannya dalam air, serat dapat diklasifikasikan menjadi serat larut (hemiselulosa, pektin, gum, psillium, β-glukan, dan musilages) dan serat tidak larut (selulosa, hemiselulosa, dan lignin). Sifat kelarutan ini sangat menentukan pengaruh fisiologis serat pada proses-proses di dalam pencernaan dan metabolisme zat-zat gizi (Arisman, 2004).

Serat makanan (fiber) terdapat di dalam bahan makanan nabati, seperti sayuran dan buah-buahan, merupakan bagian tumbuhan (dinding sel, daun, kulit


(41)

buah, selaput biji-bijian, dan lain-lain) yang memiliki struktur berupa karbohidrat kompleks. Serat makanan dapat diperoleh dari berbagai sumber makanan, seperti: a. Serealia

Serealia adalah bahan pangan dari tanaman yang termasuk famili rumput-rumputan (Gramineae), diantaranya padi (Oryza sativa L.), gandum(Triticum sp.), jagung (Zea mays), dan sorgum (Sorghum vulgare L.). Serealia memiliki dua jenis serat, yakni serat larut air dan serat tidak larut air. Kandungan serat tidak larut air, yakni selulosa dan hemiselulosa terdapat pada kulit luar biji dan endospermanya. Sedangkan serat larut air, yakni musilages dan gum terdapat pada endospermanya. Serealia yang mengandung serat, yakni oat, gandum, jagung, beras, dan beras merah (Sediaoetama, 2008).

b. Kacang-kacangan

Bahan nabati dari golongan kacang-kacangan yang biasa dikonsumsi meliputi kacang kedelai, kacang tanah, kacang merah, kacang tolo, serta kacang hijau (Sulistijani, 2001).

c. Sayuran

Sayuran merupakan bagian tanaman yang dapat dikonsumsi dalam keadaan mentah maupun matang. Bahan nabati ini sangat dibutuhkan dan harus dikonsumsi setiap hari sesuai dengan jumlah dan komposisi yang seimbang. Selain itu, sayuran bermanfaat bagi kesehatan tubuh karena kaya akan kandungan vitamin, mineral dan serat. Beberapa contoh sayuran, antara lain bayam, kangkung, daun pepaya, brokoli,


(42)

tomat, paprika, bawang putih, bawang merah, asparagus dan jamur (Sulistijani, 2001).

d. Buah-buahan

Buah-buahan sangat dianjurkan untuk dikonsumsi setiap hari. Selain dikonsumsi dalam bentuk segar, buah-buahan juga dapat diolah dalam bentuk jus atau dihidangkan bersama dengan sayuran. Buah-buahan sebaiknya dikonsumsi pada saat perut sedang kosong. Tujuannya adalah agar penyerapan zat-zat tersebut tidak terhambat oleh kehadiran makanan lain, juga untuk menghindari fermentasi di dalam kolon. Beberapa contoh buah-buahan yang mengandung serat, antara lain apel, pir, jeruk, lemon, strawberi, mangga, anggur, pepaya, dan pisang (Sediaoetama, 2008).

Konsumsi serat makanan adalah jumlah asupan dan jenis bahan pangan sumber serat yang dikonsumsi per hari (Sulistijani, 2001). Walaupun konsumsi serat makanan berpengaruh positif bagi tubuh dan sangat dianjurkan, namun harus memperhatikan nilai kecukupannya bagi tubuh. Sebab, mengkonsumsi serat makanan secara berlebihan akan berdampak negatif bagi tubuh. Tubuh akan mengalami defisiensi mineral dan perut menjadi kembung. Kondisi ini terjadi akibat menumpuknya serat di dalam kolon sehingga menyebabkan fermentasi serat di dalam kolon. Fermentasi ini lalu memicu timbulnya gas, seperti gas metan, hidrogen, dan karbondioksida di dalam sekum dan kolon yang terbentuk dari kerja enzim-enzim bakteri yang memetabolisme serat. Jumlah gas yang dihasilkan tergantung dari serat makanan yang dikonsumsi dan flora bakterial (Isselbacher, 2000).


(43)

Kelebihan volume serat juga dapat mengurangi absorpsi mineral, seng, besi dan kalsium. Meskipun ada bakteri di dalam usus besar yang berangsur-angsur akan beradaptasi dengan adanya asupan serat makanan. Namun, asupan serat yang terlalu tinggi tetap tidak dapat menghilangkan rasa kembung di dalam perut. Lebih jauh Wirakusumah (2001), menambahkan bahwa konsumsi serat makanan yang terlalu banyak dapat menghalangi absorpsi vitamin B12, A, D, E, dan K, oleh karena adanya pektin. Terhalangnya absorpsi vitamin sering dijumpai pada para vegetarian. Asam fitat di dalam lambung para vegetarian ini mampu mengikat serat. Defisiensi vitamin-vitamin itu sendiri bermula dari serat makanan yang larut air mengikat dan menyingkirkan asam empedu yang berfungsi mencerna lemak di dalam tubuh (Sulistijani, 2001).

Rekomendasi untuk Angka Kecukupan Gizi (AKG) yang pasti untuk konsumsi serat makanan belum ada. Namun, untuk diet 2000 kalori pada orang dewasa, paling sedikit 1000 sampai 2000 kalori harus berasal dari karbohidrat kompleks. Diet serat yang dianjurkan adalah 25 sampai 30 gram per hari untuk orang dewasa dan 10 sampai 15 gram untuk anak-anak cukup untuk pemeliharaan tanpa efek negatif terhadap kesehatan (Baliwati et al, 2004).

Tabel 2.4. Angka Kebutuhan Serat yang Dianjurkan (Per Orang Per Hari)

Golongan Umur Serat (gram)

Laki-laki

14-18 tahun 38 gram

19-21 tahun 38 gram

Perempuan

14-18 tahun 25 gram

19-21 tahun 25 gram


(44)

2.8. Aktivitas Fisik

Aktivitas fisik merupakan salah satu bentuk penggunaan energi dalam tubuh. Oleh karena itu berkurangnya aktivitas akibat dari kehidupan tang semakin modern dengan kemajuan teknologi yang mutakhir akan menimbulkan kegemukan.

Menurut Caspersen dkk, (1985) dalam PAGAC Report (2008), olahraga merupakan subkategori dari aktivitas fisik yang dirancang, berstruktur, dan diulangi serta bertujuan untuk memperbaiki satu atau lebih komponen fitness fisik. Olahraga dan latihannya sering juga dikenal sebagai aktivitas fisik waktu lapang dengan tujuan primer untuk menjaga fitness fisik, tingkat prestasi fisik atau kesehatan.

Aktivitas fisik dilaporkan merupakan 20-40% total pengeluaran energi. Energi yang digunakan untuk aktivitas fisik sangat ditentukan oleh jenis aktivitas dan lama waktu melakukan aktivitas tersebut. Aktivitas yang melibatkan kerja otot dan dilakukan lebih lama akan memerlukan energi lebih besar (Dwiriani, 2008).

Gaya hidup yang kurang menggunakan aktivitas fisik akan berpengaruh terhadap kondisi tubuh seseorang. Aktivitas fisik diperlukan untuk membakar energi dalam tubuh. Bila pemasukan energi berlebihan dan tidak diimbangi dengan aktivitas fisik yang seimbang akan memudahkan seseorang untuk menjadi gemuk (Wirakusumah, 2001).

Aktifitas fisik remaja diukur sebagai pengeluaran kalori (caloric cost), tetapi tidak selalu sesuai karena keuntungan dan efek kesehatan aktivitas fisik melalui pengeluaran energi sebagai contoh lari dengan suatu intensitas tertentu, sedangkan


(45)

pengeluaran energi rendah contohnya latihan peregangan tidak berhubungan dengan besarnya penegeluaran kalori (Subardja, 2004).

Aktivitas fisik remaja atau usia sekolah pada umumnya memiliki tingkatan aktivitas fisik sedang, sebab kegiatan yang sering dilakukan adalah belajar di sekolah. Kegiatan belajar yang mereka lakukan mulai pukul 07.00- 13.00 WIB. Tingkat aktivitas remaja laki dan remaja perempuan sangat berbeda, untuk remaja laki-laki tingkat aktivitasnya lebih tinggi dari pada perempuan. Remaja laki-laki-laki-laki aktivitas fisiknya lebih berat, sebab pada usia tersebut sedang memprioritaskan olah raga seperti hiking, sepak bola, tenis, dan berenang. Sedangkan untuk remaja perempuan aktivitasnya lebih ringan dari remaja laki-laki seperti megerjakan pekerjaan rumah, merawat tanaman, berdandan dan sebagainya (Subardja, 2004).

Peningkatan rata-rata pemakaian energi sebanyak 418,4 kJ (100 kkal) per hari oleh satu populasi akan dicapai hanya dengan meningkatkan aktivitas fisik mereka (Azwar, 2004). Aktivitas fisik tingkat sedang seperti berjalan kaki selama tiga jam seminggu, didapati sangat mengurangi insidens dan risiko terjadinya pelbagai penyakit kronik, terutama diabetes mellitus tipe 2, obesitas, hipertensi, penyakit kardivaskuler, depresi, kegelisahan dan banyak jenis kanker 2002).

2.9. Riwayat Keluarga

Menurut penelitian Muktiharti dkk (2010) menunjukkan bahwa sebagian besar responden (55%) mempunyai riwayat Keluarga yang kurang mendukung


(46)

kejadian Gizi Lebih. Hal ini dikarenakan responden tidak mempunyai orang tua atau anggota keluarga yang mempunyai riwayat keluarga gizi lebih.Hasil Penelitian ini terdapat hubungan antara faktor riwayat keluarga dengan kejadian gizi lebih dengan p value sebesar 0,002.

2.10. Pengaruh Konsumsi Energi dan Lemak terhadap Gizi Lebih

Gizi lebih disebabkan oleh konsumsi energi yang melebihi kebutuhan sehari-hari untuk memelihara dan memulihkan kesehatan, proses tumbuh kembang dan melakukan aktifitas jasmani, yang berlangsung secara terus menerus dalam jangka waktu yang cukup lama. Faktor makanan ini merupakan faktor yang terpenting untuk terjadinya kegemukan. Banyaknya pilihan jenis makanan, tersedianya makanan sepanjang hari dan metode pengawetan makanan yang semakin canggih berpengaruh terhadap tingginya asupan energy (Barasi, 2007).

Apabila konsumsi energi melebihi dari yang dibutuhkan, maka jaringan adiposa meningkat disertai dengan peningkatan kadar leptin dalam peredaran darah. Leptin kemudian merangsang anorexigenic center di hipotalamus agar menurunkan produksi Neuro Peptide –Y(NPY), sehingga terjadi penurunan nafsu makan.

Demikian pula sebaliknya bila kebutuhan energi lebih besar dari konsumsi energi, maka jaringan adiposa berkurang dan terjadi rangsangan pada orexigenic center di hipotalamus yang menyebabkan peningkatan nafsu makan. Pada sebagian besar penderita gizi lebih terjadi resistensi leptin, sehingga tingginya kadar leptin tidak menyebabkan penurunan nafsu makan (Harrison, 2003).


(47)

Penelitian Croezen (2007) menunjukkan, pola makan yang tidak teratur pada remaja seperti tidak sarapan pagi, asupan alkohol, dan rendahnya aktivitas fisik menyebabkan gizi lebih pada masa remaja (Indeks Massa Tubuh/IMT meningkat). Penelitian desain potong lintang tersebut mengikut sertakan 25.000 remaja laki-laki dan perempuan menemukan bahwa faktor yang paling berhubungan dengan gizi lebih adalah tidak sarapan pagi. Toshcke (2007) menyatakan, adanya peningkatan berat badan pada masa pertumbuhan dan pubertas merupakan faktor risiko terjadinya gizi lebih dewasa. Penelitan kohor tersebut mengikut sertakan 505 anak laki-laki dan perempuan, menemukan gizi lebih usia 7 dan 11 tahun berkaitan erat dengan terjadinya gizi lebih setelah 23 tahun kemudian.

Almatsier (2003) menyatakan, bahwa keseimbangan energi dicapai bila energi yang masuk ke dalam tubuh melalui makanan sama dengan energi yang dikeluarkan. Keadaan ini akan menghasilkan berat badan ideal/normal. Kelebihan energi terjadi apabila konsumsi energi melalui makanan melebihi energi yang dikeluarkan. Kelebihan energi ini akan diubah menjadi lemak tubuh. Akibatnya, terjadi berat badan lebih atau kegemukan. Kegemukan bisa disebabkan oleh kebanyakan makan dalam hal jenis karbohidrat, lemak maupun protein, tetapi juga karena kurang gerak.

Perubahan budaya makan ternyata dapat menyokong kecendrungan terjadinya kegemukan khususnya di negara maju dan pada sebagian masyarakat perkotaan di negara berkembang. Kebiasaan makan keluarga suka ditiru olek anak anak, misalnya makan berlebihan, frekuensi makan sering, kelebihan snack dan makan di luar waktu makan (Wirakusumah, 2001).


(48)

2.11. Pengaruh Konsumsi Serat terhadap Gizi Lebih

Individu dengan intake tinggi serat beresiko lebih rendah secara signifikan untuk mengembangkan penyakit jantung koroner, stroke, hipertensi, diabetes, gizi lebih, dan penyakit pencernaan tertentu. Meningkatnyaasupan serat menurunkan tekanan darah dan kadar kolesterolserum. Peningkatan asupan serat larut meningkatkan glikemiadan sensitivitas insulin pada individu non-diabetes dan diabetes. Serat suplementasi pada orang gizi lebih secara signifikan meningkatkan penurunan berat badan (Anderson JW, et al 2009).

Peningkatan asupan serat makanan bermanfaat untuk pengobatan gizi lebih dan diabetes melitus. Makanan kaya serat biasanya mengenyangkan tanpa kandungan kalori yang banyak. Diet normal yang disuplementasikan dengan serat berbentuk gel, seperti guar gum meningkatkan rasa kenyang karena memperlambat waktu pengosongan lambung. Studi-studi panjang sebelumnya telah menjelaskan kegunaan. Studi jangka panjang belakangan telah mengkonfirmasi manfaatdari serat kental sebagai tambahan untuk pengobatan diet reguler gizi lebih. Terlepas dari efek yang bermanfaat selama pembatasan kalori, serat makanan dapat meningkatkan beberapa penyimpangan metabolisme yang terlihat pada gizi lebih. Gel pembentuk serat sangat efektif dalam mengurangi peningkatan kolesterol LDL tanpa mengubah fraksi HDL. Efek ini mungkin berhubungan dengan bahan pembentuk gel dari serat yang mengarah kepeningkatan viskositas dari lapisan unstirred sehingga menunda proses penyerapan (Anderson JW, et al 2009).


(49)

2.12. Pengaruh Aktivitas Fisik dengan Gizi Lebih

Apabila melakukan aktivitas fisik, hormon dan hasil metabolisme akan meningkat di darah dan jaringan tubuh serta aktivitas otot menghasilkan panas dan peningkatan suhu inti yang juga dikenal sebagai hiperthermia akibat olahraga (exercise induced hyperthermia, EIH). Menurut Radomski (1998), banyak faktor yang mempengaruhi regulasi pelepasan hormon sewaktu berolahraga, seperti intensitas dan durasi olahraga, fitness fisik subjek, kekurangan oksigen dan ketersediaannya sewaktu olahraga, serta perubahan asidosis dan hasil metabolisme yang bersirkulasi. Namun, satu faktor yang sering kurang diperhatikan adalah EIH. Peningkatan metabolisme membakar lemak di tubuh dan membebaskan panas.

Hemmingsson (2006), dalam penelitiannya melaporkan adanya hubungan antara aktivitas fisik dan IMT bervariasi bergantung kepada status gizi lebih responden. Aktivitas fisik memberi efek yang baik terhadap IMT kelompok responden yang gizi lebih berbanding kelompok responden yang bukan gizi lebih. Dimana tingkat aktivitas yang berat lebih memberi efek terhadap IMT responden yang obese dibanding tingkat aktivitas yang rendah dengan gizi lebih. Sedangkan menurut Petersen, L (2004), melaporkan bahwa thermogenesis dari aktivitas fisik yang ringan dan sedang memberi rintangan dalam peningkatan berat badan. Apabila seseorang itu memang sudah tergolong sebagai underweight, aktivitas fisik yang terlalu banyakakan mengurangi penyimpanan energi pada badannya dan menyebabbkan underweight.


(50)

Satu studi yang dilakukan pada tikus yang gizi lebih akibat diet, menunjukkan bahwa olahraga memberi efek pada jaras sentral yang meregulasi homeostasis energi. Pada tikus yang gizi lebih akibat diet ini, aktivitas berlari roda mengurangi penumpukan lemak di adiposit secara selektif tanpa meningkatkan kebutuhan energi. Efek ini mungkin diakibatkan sinyal yang dihasilkan oleh aktivitas olahraga seperti interleukin-6, asam lemak dan panas yang memberi efek umpan balik ke otak untuk regulasi sistem neuropeptida sentral yang berperan dalam regulasi homeostasis energi (Patterson & Levin, 2007).

Penggunaan energi setiap hari pada setiap individu bervariasi berdasarkan aktivitas yang dilakukannya. Misalnya, seorang yang duduk menggunakan energi basal yang sangat rendah, dapat meningkatkan kebutuhan kalori harian sebanyak 500 kalori dengan berenang selama satu jam. Apabila pengambilan energi harian melebihi permintaan jumlah energi, kelebihan energi itu akan disimpan sebagai trigliserida di jaringan adiposa. Apabila penggunaan kalori melebihi kalori yang disediakan melalui diet, cadangan energi akan di ubah dan ini akan menyebabkan penurunan berat badan. Hal ini berpengaruh dalam arti penghitungan kalori dalam program pengaturan berat badan melalui olahraga. Pada seorang yang underweight, penggunaan kalori yang meningkat akibat aktivitas fisik yang terlalu tinggi akan mula membakar otot-ototnya sebagai pengganti lemak dan akan memperparah lagi keadaannya (Martini, 2006).


(51)

2.13. Landasan Teori

Faktor penyebab terjadinya gizi lebih adalah faktor genetik, faktor hormonal, penyakit tertentu, faktor lingkungan, psikologi, gaya hidup, sosial ekonomi dan aktivitas fisik.

Menurut Syarif (2003) gizi lebih terjadi karena ketidakseimbangan asupan energi dengan keluaran energi sehingga terjadi kelebihan energi yang selanjutnya disimpan dalam bentuk jaringan lemak. Asupan energi yang berlebihan disebabkan oleh konsumsi yang melebihi kebutuhan. Pengeluaran energi yang rendah disebabkan oleh rendahnya metabolisme tubuh, aktivitas fisik dan efek termogenesis makanan.

Perubahan pola makan yaitu kecenderungan mengkonsumsi makanan dengan kalori berlebihan disertai kurangnya aktivitas fisik menyebabkan kejadian gizi lebih cenderung meningkat (Malfeis et al., 2001).

Gizi lebih terjadi pada individu yang mempunyai kebiasaan makan lebih banyak terutama makanan yang berlemak dan mempunyai pengeluaran energi yang lebih rendah dibandingkan pada individu yang mempunyai berat badan normal. Lemak sering dianggap sebagai faktor yang berperan besar dalam terjadinya gizi lebih. Lemak merupakan makronutrien paling padat energi. Jika asupan lemak tidak diatur maka akan terjadi konsumsi energi berlebihan. Asupan energi dan lemak yang berlebihan menjadi salah satu penyebab gizi lebih (Wahlqvist, 1997). Mekanisme yang menjelaskan terjadinya gizi lebih disajikan pada Gambar 2.1.


(52)

Gambar 2.1. Mekanisme terjadinya Gizi Lebih (Wahlqvist, 1997)

Tingkat Pendidikan

Sosial

Ekonomi Asupan Energi Tinggi

Gaya Hidup

Faktor Lingkungan

Psikologi

Asupan lemak Tinggi

Hormonal Gizi Lebih

Aktivitas Fisik Riwayat

Keluarga

Penyakit tertentu


(53)

Kejadian Gizi Lebih

Riwayat Keluarga

Asupan pangan - Asupan energi - Asupan protein - Asupan karbohidrat - Asupan lemak - Asupan serat

Aktivitas Fisik

2.14. Kerangka Konsep

Berdasarkan landasan teori di atas, kerangka konsep penelitian disajikan pada Gambar 2.2.

Variabel Independen Variabel Dependen


(54)

BAB 3

METODE PENELITIAN

3.1. Jenis Penelitian

Penelitian ini menggunakan rancangan penelitian observasional dengan cara mengadakan pengamatan pada kelompok atau anggota kasus yang akan diteliti. Dalam rancangan penelitian observasional ini menggunakan metode case control. Case control merupakan rancangan penelitian dengan cara membandingkan kelompok kasus dengan kelompok control dengan tujuan untuk mengetahui proporsi kejadian berdasarkan riwayat ada tidaknya sebuah paparan, hal ini dikenal dengan sifat restrospektif yaitu rancang bangun dengan melihat kebelakang tentang penyebab kejadian gizi lebih pada mahasiswa Akademi Kebidanan Agatha Pematang Siantar.

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2.1. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Akademi Kebidanan Agatha Pematang Siantar. Alasan dilakukan penelitian di Akademi Kebidanan Agatha Pematang Siantar karena pada saat survei awal didapati mahasiswa yang memiliki berat badan berlebih dan gizi lebih (IMT ≥ 25) sebesar 20,1%.

3.2.2. Waktu Penelitian


(55)

3.3. Populasi dan Sampel 3.3.1. Populasi

Populasi kasus adalah seluruh mahasiswa angkatan 2011, 2012 dan 2013 yang memiliki masalah gizi lebih dengan IMT 25-27 di Akademi Kebidanan Agatha Pematang Siantar. Populasi kontrol adalah seluruh mahasiswa angkatan 2011, 2012 dan 2013 yang tidak memiliki masalah gizi lebih dengan IMT 18-24 di Akademi Kebidanan Agatha Pematang Siantar.

3.3.2. Sampel

Dalam penelitian ini sampel terdiri dari kasus dan kontrol.

a. Kasus adalah sebagian mahasiswa angkatan 2011, 2012 dan 2013 yang memiliki masalah gizi lebih dengan IMT 25-27 di Akademi Kebidanan Agatha Pematang Siantar.

b. Kontrol adalah sebagian mahasiswa angkatan 2011, 2012 dan 2013 yang tidak memiliki masalah gizi lebih dengan IMT 18-24 di Akademi Kebidanan Agatha Pematang Siantar .

Penentuan besarnya sampel penelitian dengan memperhatikan Odds Ratio (OR) hasil beberapa penelitian terdahulu tentang beberapa faktor risiko gizi lebih. Untuk memenuhi jumlah sampel minimal, penentuan ukuran sampel menggunakan rumus Lameshow (1997) sebagai berikut :

(

)

2 2 1 2 2 2 1 1 1 2 2 2 / 1 ) ( ) 1 ( ) 1 ( ) 1 ( 2 p p p p p p z p p z n − − + − + −

=

(

−α −β

)

2 2 1 2 2 2 1 1 1 2 2 2 / 1 ) ( ) 1 ( ) 1 ( ) 1 ( 2 p p p p p p z p p z n − − + − + −


(56)

Keterangan:

n = besar sampel minimal

Z1-α= nilai distribusi baku normal pada α = 5% (1,96) Z1-β= nilai distribusi baku normal pada β = 80% (0,842) p1= perkiraan probabilitas paparan pada kasus (0,76)

p2 = perkiraan probabilitas paparan pada kontrol (0,47)

= 44

Berdasarkan perhitungan diatas terdapat jumlah sampel minimal kasus sebanyak 44 orang. Dilakukan matching terhadap terhadap umur dan angkatan yang sama. Apabila kasus yang diambil adalah mahasiswa dengan IMT 25-27 berasal dari angkatan 2011, 2012, 2013.

3.3.3. Tehnik Pengambilan Sampel

Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah untuk kasus dengan menggunakan tehnik systematik random sampling yaitu pengambilan sampel secara acak dengan jumlah populasi mahasiswa yang memiliki IMT 25-27 ada 68 orang, besar sampel yang diinginkan sebanyak 44 untuk kasus berarti K = 68 : 44 = 1,5 maka dibulatkan menjadi 2. Unsur pertama dapat dipilih secara random dari nomor 1-3. Sampel yang terpilih No 2 maka sampel berikutnya adalah (2 + 2) = 4, (2 + 4) = 6, (2 + 6) = 8 dan seterusnya sehingga diperoleh sampel sebanyak 44 orang. dan untuk

(

)

2 2 ) 47 , 0 76 , 0 ( ) 47 , 0 1 ( 47 , 0 ) 76 , 0 1 ( 76 , 0 842 , 0 ) 47 , 0 1 ( 47 , 0 2 96 , 1 − − + − + − = x n


(57)

kontrol dengan tehnik purposive sampling yaitu pengambilan sampel yang memenuhi kriteria penelitian sampai kurun waktu tertentu sehingga jumlah sampel terpenuhi 3.3.4. Kriteria Inklusi dan Eksklusi

3.3.4.1. Kriteria Inklusi

a. Kriteria Inklusi Kasus:

- Mahasiswa yang memiliki IMT 25-27 - Memiliki orang tua

- Bersedia dan dapat diwawancarai b. Kriteria Inklusi Kontrol

- Mahasiswa yang memiliki IMT 18- 24 - Memiliki orang tua

- Bersedia dan dapat diwawancarai 3.3.4.2. Kriteria Eksklusi

Kriteria eksklusi kasus dan kontrol adalah: - Mahasiswa tidak bersedia diwawancarai

- Mahasiswa tidak memiliki orang tua

3.4. Metode Pengumpulan Data 3.4.1. Jenis Data

Data primer meliputi karakteristik sosial demografi responden meliputi umur, aktivitas fisik dan riwayat keluarga diperoleh melalui wawancara langsung dengan menggunakan kuesioner terstruktur.


(58)

Data antropometri mahasiswa dengan melakukan pengukuran berat badan dan tinggi badan. Tinggi badan diukur dengan menggunakan microtoise dengan ketelitian 0,1 cm, sedangkan berat badan ditimbang dengan menggunakan timbangan secca dengan kapasitas 130 kg, tingkat ketelitian 0,1 kg. Selanjutnya, hasil pengukuran yang diperoleh dibandingkan dengan klasifikasi IMT untuk orang Asia berdasarkan kriteria WHO 2004.

Data asupan gizi (energi, protein, lemak, karbohidrat dan serat) diperoleh melalui cara wawancara langsung pada responden dengan menggunakan kuesioner penelitian berupa Food Frequency Questionaire (FFQ) dan melalui recall (tanya ulang) konsumsi selama 1 x 24 jam yang dilakukan selama 2 kali yaitu 1 kali pada hari-hari biasa dan 1 kali pada hari libur/minggu.

Data sekunder meliputi data daftar nama mahasiswa, umur, angkatan, dan alamat diperoleh dari bagian kependidikan Akademi Kebidanan Agatha Pematangsiantar.

3.4.2. Uji Validitas dan Reliabilitas

Uji validitas dan reliabilitas kuesioner sebagai instrumen pengumpul data dilakukan sebelum penelitian dilaksanakan. Validitas merupakan sejauh mana alat ukur (pengukuran, tes, instrumen) mengukur apa yang memang sesungguhnya hendak diukur (Last, 2001; Streiner, 2000 dalam Murti, 2003), dan reliabilitas adalah indeks yang menunjukkan sejauh mana pengukuran individu-individu pada situasi-situasi yang berbeda memberikan hasil yang sama (Streiner dan Norman, 2000; Gerstman, 1998 dalam Murti, 2003). Uji coba kuesioner dilakukan terhadap 30


(59)

mahasiswa yang memiliki Gizi lebih di Akademi kebidanan Henderson Pematang siantar.

3.5. Variabel dan Definisi Operasional

Variabel dalam penelitian ini terdiri dari variabel bebas (independent variable) dan variable terikat (dependent variable). Variabel bebas dalam penelitian ini meliputi: riwayat keluarga, asupan gizi (energi, protein, lemak, karbohidrat dan serat), dan aktivitas fisik. Sedangkan variabel terikat adalah kejadian gizi lebih.

Adapun definisi operasional tiap variabel adalah sebagai berikut:

1. Kasus adalah mahasiswa Akademi Kebidanan Agatha yang mengalami gizi lebih (IMT ≥25), berumur 17-25 tahun.

2. Kontrol adalah mahasiswa Akademi kebidanan Agatha yang tidak gizi lebih (IMT<25), berumur 17-25 tahun

3. Riwayat keluarga adalah riwayat anggota keluarga yang memiliki hubungan darah dengan responden yang mempunyai riwayat gizi lebih.

4. Asupan energi adalah total konsumsi energy dari makanan dan minuman yang reponden konsumsi dengan satuan kkal/hari

5. Asupan protein adalah Jumlah asupan makanan dan minuman yang dikonsumsi responden dalam berat bersih yang mengandung protein dengan satuan gram/hari.


(60)

6. Asupan karbohidrat adalah Jumlah asupan makanan dan minuman yang dikonsumsi responden dalam berat bersih yang mengandung karbohidrat dengan satuan gram/hari

7. Asupan Lemak adalah Jumlah asupan makanan dan minuman yang dikonsumsi responden dalam berat bersih yang mengandung lemak dengan satuan gram/hari. 8. Asupan serat adalah jumlah serat yang dikonsumsi mahasiswa dari makanan

dengan satuan gram/hari.

9. Aktivitas fisik adalah seluruh kegiatan yang biasa dilakukan mahasiswa setiap hari selama 24 jam.

10. Kejadian gizi lebih adalah suatu keadaan akibat timbunan lemak yang berlebihan pada tubuh yang diukur dengan melakukan penimbangan berat badan dan tinggi badan, kemudian dihitung nilai IMT (BB/TB2). Disebut gizi lebih apabila Indeks Massa Tubuh (IMT) 25-27 dan tidak gizi lebih apabila IMT 18-24.

3.6. Aspek Pengukuran

Pengukuran terhadap variabel bebas meliputi: riwayat keluarga, asupan energi, asupan protein, asupan karbohidrat, asupan lemak, asupan serat dan aktivitas fisik dan variabel terikat yaitu gizi lebih dilakukan dengan metode sebagai berikut : 1. Asupan energi, protein, karbohidrat, lemak dan serat diukur dengan

menggunakan metode recall 2 x 24 jam. Recall 2 x 24 jam dilakukan sebanyak 2 kali yaitu pada recall 24 jam pada hari biasa dan recall 24 jam pada hari libur. Pertimbangan dilakukan recall pada hari biasa dan libur adalah


(61)

untuk melihat gambaran kebiasaan makan dan konsumsi gizi responden pada hari-hari biasa di kampus dan pada waktu libur di rumah/indekost. Jumlah makanan dinyatakan dalam satuan URT (Ukuran Rumah Tangga) selanjutnya dikonversi dalam satuan gram dan dihitung konsumsi zat gizinya dengan menggunakan software Nutri Survei. Tingkat konsumsi gizi dihitung berdasarkan Angka Kecukupan Gizi (AKG) yang dianjurkan menurut umur dan berat badan sehat (WNPG 2004).

2. Tingkat konsumsi energi dan protein dapat diketahui dengan cara membandingkan total konsumsi energi dan protein dengan Angka Kecukupan Gizi yang dianjurkan (AKG). Tingkat konsumsi energi dan protein dikategorikan menjadi (WKNPG, 2004) :

1. Lebih : ≥ 80 % AKG 2. Cukup : < 80 % AKG

Kategori untuk tingkat konsumsi karbohidrat (WKNPG, 2002). 1. Lebih : ≥ 65% dari total energi

2. Cukup : 50- 65 % dari total energi

Kategori untuk tingkat konsumsi lemak (WKNPG, 2004) : 1. Lebih : ≥ 30 % dari total energi

2. Cukup : 20-30% dari total energi

Kategori untuk konsumsi serat (National Academy Sciences, 2007): 1. Kurang : ≤ 25 gram/hari


(62)

3. Aktivitas fisik diukur dengan Physical Activity Level (PAL) dalam FAO/WHO/UNU (2001). Aktivitas fisik dikategorikan dengan menggunakan skala ordinal berdasarkan kategori WHO(2001) menjadi:

1. Kurang : 1,40 ≤ PAL ≤ 1,69 2. Cukup : 1,70 ≤ PAL ≤ 1,99

Tabel 3.1. Kategori Ambang Batas IMT untuk Indonesia

Kategori IMT

Gizi Kurang <18,5

Normal 18,5-24,99

Gizi Lebih 25,0 – 27,0

Sumber: WHO, 2006

1. Riwayat keluarga diukur berdasarkan wawancara terhadap responden dengan riwayat keluarga yang mengalami gizi lebih.

2. Kejadian gizi lebih diukur dengan menggunakan metode antropometri berdasarkan IMT, yang diperoleh dengan membandingkan berat badan (kg) dengan tinggi badan kuadrat (m). Selanjutkan nilai IMT dikategorikan menjadi gizi lebih = IMT 25-27, tidak gizi lebih = IMT 18-25.

Tabel 3.2. Metode Pengukuran Variabel Dependen dan Independen

No Variabel Kategori Range Skala

Ukur 1 Gizi lebih 1. gizi lebih

2. tidak gizi lebih

IMT ≥ 25 IMT < 25

Ordinal 2 Riwayat

Keluarga

1.Ya 2.Tidak

Ordinal

3 Asupan energi (kkal/hari)

1.Lebih 2.Cukup

≥ 80 % AKG < 80 % AKG

Ordinal 4 Asupan protein

(gram/hari)

1. Lebih

2. Cukup ≥ 80 % AKG< 80 % AKG


(63)

Tabel 3.2. (Lanjutan)

No Variabel Kategori Range Skala

Ukur 5 Asupan

karbohidrat (gram/hari)

1. Lebih

2.Cukup ≥ 65 % total energi< 65 % total energi

Ordinal

6 Asupan lemak (gram/hari)

1. Lebih

2. Cukup ≥ 20 % total energi< 20 % total energi

Ordinal 7 Asupan serat

(gram/hari)

1.Kurang 2.Cukup

< 25 gram/hari

≥ 25 gram/hari= Ordinal

8 Aktivitas Fisik 1. Kurang 2. Cukup

1,40 ≤ PAL ≤ 1,69 1,70 ≤ PAL ≤ 1,99

Ordinal

3.7.Metode Analisis Data 3.7.1. Analisis Univariat

Analisis data secara univariat dilakukan untuk mendapatkan gambaran distribusi frekuensi responden. Analisa ini digunakan untuk memperoleh gambaran pada masing-masing variabel independent yang meliputi faktor riwayat keluarga, asupan pangan (asupan energi, asupan protein, asupan karbohidrat, asupan lemak dan asupan serat), aktivitas fisik dan variabel dependen yaitu kejadian Gizi Lebih. Analisis univariat disajikan dalam bentuk tabel dan grafik atau narasi.

3.7.2. Analisa Bivariat

Analisis bivariat digunakan untuk melihat hubungan antara variabel independen (riwayat keluarga, asupan pangan (asupan energi, asupan protein, asupan karbohidrat, asupan lemak dan asupan serat), aktivitas fisik dengan variabel dependen (kejadian gizi lebih dengan menggunakan uji chi-square pada tingkat kepercayaan 95%, dan untuk menentukan ukuran risiko menggunakan Odds Ratio (OR).


(64)

Hubungan signifikan bila nilai p≤0,05 dan tidak signifikan bila p> 0,05. Beberapa analisis yang menyangkut analisis bivariat:

a) Odds Ratio

Untuk mengukur risiko dari paparan terhadap terjadinya suatu penyakit atau kejadian, digunakan Odds Ratio dengan perhitungan untuk tabel 2 x 2 berikut:

Tabel 3.3. Odds Ratio

Faktor Risiko Kasus Kontrol Jumlah

Positif A B a + b

Negatif C D c + d

Jumlah a + c b + d a + b + c + d

Keterangan :

a : jumlah kasus dengan faktor risiko positif (+) b : jumlah kontrol dengan faktor risiko positif (+) c : jumlah kasus dengan faktor risiko negatif (-) d : jumlah kontrol dengan faktor risiko negatif (-)

Selain itu untuk menghitung estimasi besar risiko masing-masing variabel bebas terhadap variabel terikat dihitung digunakan nilai Odds Ratio (OR).

Rumus : OR = a.d / b.c OR : Odds ratio

� �

� : Rasio antara jumlah kasus dengan faktor risiko positif (+) dan jumlah kontrol dengan faktor risiko positif (+)

� �

� : Rasio antara jumlah kasus dengan faktor risiko positif (-) dan jumlah kontrol dengan faktor risiko positif (-)


(65)

Interpretasi :

a. OR >1 : menunjukkan bahwa variabel independen merupakan faktor risiko kejadian Gizi Lebih.

b. OR=1 : menunjukkan bahwa variabel independen bukan merupakan faktor risiko kejadian Gizi Lebih.

c. OR<1 : menunjukkan bahwa variabel independen merupakan faktor protektif. b) Confidence Interval (CI)

Perhitungan Confidence Interval (95% CI) untuk menentukan Odds Ratio dengan kriteria bermakna/signifikan apabila nilai CI tidak melebihi nilai 1.

3.7.3. Analisa Multivariat

Analisis multivariat adalah untuk melihat pengaruh beberapa variabel bebas secara bersama-sama terhadap variabel kejadian Gizi Lebih sehingga diketahui variabel bebas yang paling dominan pengaruhnya terhadap kejadian Gizi Lebih dengan menggunakan regresi logistik berganda (logistic binary regression).

Tahapan proses analisa multivariat adalah sebagai berikut:

1. Memasukkan variabel kandidat dalam proses analisis multivariat regresi logistik berganda dengan cara memilih variabel independen yang memiliki nilai p< 0,25. 2. Melakukan analisis semua variabel independen yang masuk dalam pemodelan

dengan cara mengeluarkan variabel independen yang memiliki nilai p terbesar sehingga didapatkan model awal dengan variabel faktor penentu yang memiliki nilai p< 0,05.


(66)

3. Hasil uji multivariat yang mempunyai nilai p< 0,05, merupakan pemodelan akhir dari penentu faktor risiko yang berpengaruh terhadap kejadian Gizi Lebih di Akademi Kebidanan Agatha Pematangsiantar.

Model yang diasumsikan dari regresi logistik berganda untuk probabilitas kejadian suatu penyakit dengan menggunakan rumus :

� = 1

1+� (�+�1�1+�2�2+�3�3……+����฀ Dimana :

e = Bilangan natural (2,718) α = Konstanta

β = Keofisien regresi X1,2...i = Variabel independen

Selanjutnya untuk mengetahui kasus Gizi Lebih yang dapat dicegah dengan memperbaiki factor risiko yang dominan, maka dilakukan perhitungan Population Attribute Risk (PAR) = �(�−1)

�(�−1)+1

Keterangan:

p = proporsi kontrol yang mempunyai faktor terpajan r = Odds Ratio variabel


(1)

Dependent Variable Encoding

Original Value Internal Value

Gizi lebih 0

tidak gizi lebih 1

Block 0: Beginning Block

Classification Tablea,b

Observed

Predicted

Status gizi Percentage Correct Gizi lebih tidak gizi lebih

Step 0 Status gizi Gizi lebih 0 44 .0

tidak gizi lebih 0 44 100.0

Overall Percentage 50.0

a. Constant is included in the model. b. The cut value is .500

Variables in the Equation

B S.E. Wald df Sig. Exp(B)

Step 0 Constant .000 .213 .000 1 1.000 1.000

Variables not in the Equation

Score df Sig.

Step 0 Variables Energi 4.555 1 .033

Karbohidrat 4.583 1 .032

Lemak 4.545 1 .033

serat 5.503 1 .019

Aktifits 4.701 1 .030


(2)

Block 1: Method = Enter

Omnibus Tests of Model Coefficients

Chi-square df Sig.

Step 1 Step 22.797 5 .000

Block 22.797 5 .000

Model 22.797 5 .000

Model Summary

Step -2 Log likelihood Cox & Snell R Square Nagelkerke R Square

1 99.197a .228 .304

a. Estimation terminated at iteration number 5 because parameter estimates changed by less than .001.

Classification Tablea

Observed

Predicted

Status gizi Percentage Correct Gizi lebih tidak gizi lebih

Step 1 Status gizi Gizi lebih 34 10 77.3

tidak gizi lebih 11 33 75.0

Overall Percentage 76.1

a. The cut value is .500

Variables in the Equation

B S.E. Wald df Sig.

Exp(B )

95% C.I.for EXP(B) Lower Upper St

ep 1a

Energi 1.005 .520 2.050 1 .042 2.107 1.160 5.841 Karbohidrat 1.010 .507 2.559 1 .047 2.249 1.133 6.069 Lemak 1.067 .512 4.342 1 .037 2.907 1.265 7.934 serat 1.380 .517 7.117 1 .008 3.973 1.442 10.946 Aktifits 1.015 .505 4.035 1 .045 2.758 1.225 7.423 Constant -5.616 1.905 15.979 1 .000 .000


(3)

(4)

(5)

(6)