Optimalisasi Sistem Fermentasi Rumen Melalui Suplementasi Sulfur, Defaunasi, Reduksi Emisi Metan dan Stimulasi Pertumbuhan Mikroba pada Ternak Ruminansia

OPTIMALISASI SISTEM FERMENTAS1 RUMEN MELALUX
, SUPLEMENTASI SULFUR,DEFAUNASI, REDUKSI EMISI

METAN DAN STIMULASI PERTUMBUHAN MIKROBA
PADA TERNAK RUMINANSIA

PROGRAM PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR
1995

ERWANTO. Optimalisasi Sistem Fermentasi Rumen melalui Suplementasi Sulfur,
Defaunasi, Reduksi Emisi Metan dan Stimulasi Pertumbuhan Mikroba pada
Terdak Ruminansia (di bawah bimbingan Toha Sutardi (ketua), Djokowoerjo
Sastradipradja, Narsum, Muhilal dan Suryahadi).
Limbah serat mem il iki kecernaan rendah, karena itu penggunaannya sebagai
pakan memerlukan sentuhan teknologi. Teknologi pengolahan, misalnya amoniasi,
dapat meningkatkan fermentabilitas. Peningkatan fermentabilitas harus disertai penyediaan nutrien prekursor sintesis biomassa mikroba. Keterbatasan nutrien menurunkan
pertumbuhan mikroba.
Kecernaan dalam rumen ditentukan populasi mikroba. Peningkatan populasi
mi kroba dapat d idekati dari segi ekologi dan kecukupan pasokan nutriennya. Pada

ternak yang mendapat pakan serat, kehadiran protozoa dalam rumen kurang menguntungkan, karena menekan perkembangan bakteri. Defaunasi rumen ditujukan untuk
menghilangkan atau mengurangi protozoa, agar tercipta kondisi ekologi yang kondusif
bagi pertumbuhan bakteri. Beberapa ha1 perlu diperhatikan pada pelaksanaan defaunasi, misalnya kecukupan pasokan nitrogen (N) dan kerangka karbon bercabang dalam
rumen.
Pakan serat rendah kadar N, sehingga pemakaiannya perlu disertai penambahan
N . Penggunaan ransum mengandung nitrogen bukan protein (NPN) akan berhasil apabila disertai suplementasi asam lemak rantai cabang (BCFA). BCFA dalam rumen
berasal dari fermentasi protein pakan dan bakteri yang lisis. Apabila ransum rendah
protein dan ada penerapan defaunasi, maka jumlah BCFA dalam rumen sangat terbatas.
Pada ransum menganglung NPN, selain suplementasi karbon bercabang, perlu
pula suplementasi sulfur (S). Mineral tersebut diperlukan untuk sintesis de novo asam
amino mengandung S. Mikroba rumen dapat memanfaatkan S anorganik dengan baik.
S terinkorporasi ke dalam sistein dalam bentuk sul fida.
Pada ruminansia sebagian energi pakan terbuang dalam bentuk metan (CH,).
Metan terbentuk dari reaksi CO, dan H,, yaitu reaksi untuk menyalurkan akumulasi
hidrogen dala~nrumen. Perlu metode manipulasi proses nutrisi untuk menekan produksi
metan. Hal tersebut dapat dicapai misalnya dengan mengarahkan fermentasi menuju
sintesis propionat, atau dengan mengalihkan akumulasi hidrogen untuk menjenuhi asam
lemak tidak jenuh.

Penelitian ini ditujukan untuk memadukan teknologi defaunasi, suplementasi

sulfur, asam lemak tidak jenuh dan asam amino rantai cabang, sebagai upaya memacu
bioproses pakan serat dalam rumen dan meningkatkan pertumbuhan ternak.
Percobaan dilaksanakan di Fakultas Peternakan IPB selama 4 bulan. Ternak
yang digunakan 15 ekor sapi perah jantan, yang dibagi menjadi 3 kelompok berdasarkan bobot tubuhnya. Bobot tubuh pada awal penelitian 215 f 26 kg. Percobaan
pemberian makanan selama 10 minggu, sedangkan percobaan mikrobiologi rumen
selama 10 hari. Suplementasi sulfur diberikan berupa amonium sulfat. Defaunasi
rumen menggunakan minyak kelapa. Sumber asam lemak tidak jenuh untuk mengalihkan hidrogen dalam rangka menekan metan digunakan minyak ikan. Kerangka karbon
bercabang diberikan berupa asam amino, yaitu L-Valin dan L-Leusin.
Semun bahan suplementasi dicampurkan merata ke dalam ransum. Ransum
berbahan dasar rumput raja yang diamoniasi dengan urea. Ransum basal (Rl) disusun
dengan kadar protein kasar 14% dan kandungan energi metabolis (ME) 10.5 MJ per kg
bahan kering. Ada 5 macam ransum perlakuan yang dicobakan, dan masing-masing
Amonium
perlakuan terdiri atas 3 ulangan, yaitu: R1 = Ransum basal, R2 = R1
sulfat (sumber sulfur), R3 = R2 Minyak kelapa (agensia defaunasi), R4 = R3 +
Minyak ikan (sumber asam lemak tidak jenuh), dan R5 = R4 Asam amino bercabang (L-Valin dan L-Leusin).
Percobaan disusun dalam rancangan acak kelompok (RAK) dengan 3 ulangan.
Ransum diberikan 2 kali sehari dalam bentuk pelet, sedangkan air minum disediakan
sepanjang hari. Peubah yang diamati adalah: (1) pertambahan bobot tubuh, (2) komposisi tubuh (3) kecernaan zat-zat makanan, (4) populasi bakteri dan protozoa, (5) kadar
VFA individcal cairan rumen, (6) pH dan konsentrasi amonia cairan rumen, (7) kadar

asam-asam amino plasma darqh, dan (8) kadar allantoin dalam urin.

+

+

+

Pertambahan Bobot Tubuh dan Konsumsi Ransum
Pengaruh perlakuan tidak nyata terhadap konsumsi BK dan BO, yang mencerminkan bahwa suplementasi belum sampai pada taraf mengganggu selera makan ternak.
Meskipun demikian secara keseluruhan suplementasi yang diberikan ada efek terhadap
pertambahan bobot tubuh dan EPR. Perlakuan dapat meningkatkan pertambahan bobot
tubuh. Peningkatan pertambahan bobot tubuh tidak diimbangi oieh peningkatan konsumsi BK, sehingga EPR cenderung meningkat. Pertambahan bobot tubuh dan EPR
terbaik dicapai perlakuan R5.

Penambahan sulfur memperbaiki pertambahan bobot tubuh dan berpengaruh
positif pada pencernaan fermentatif di rumen. Penambahan sulfur memacu pertumbuhan mikroba, sehingga meningkatkan produk fermentasi rumen (VFA) dan pasokan
nutrien untuk ternak induk semang. Hal tersebut dapat dilihat pada peningkatan populasi b'akteri dnn p r o t o m rumen.
Pertambahan bobot tubuh dapat ditingkatkan dengan defaunasi menggunakan
minyak kelapa. Penambahan minyak kelapa menurunkan populasi protozoa sebesar

23 %. Pada perlakuan R3 turunnya populasi protozoa diiringi peningkatan populasi
bakteri.. Peningkatan populasi bakteri berpengaruh baik terhadap kecernaan, terutama
fraksi serat. Kecernaan serat deterjen asam meningkat pada perlakuan R3. lmplikasi
dari semua perbaikan tersebut adalah pertambahan bobot tubuh meningkat.
Penambahan minyak ikan (akseptor hidrogen dalam rangka menekan metan)
pada perlakuan R4, tidak memberikan perubahan pada pertumbuhan, meskipun berdasarkan profil VFA individual dan data produksi metan terlihat usaha menekan produksi metan berhasil. Kejadian tersebut diduga akibat tingginya kadar lemak pada perlakuan R4. Pada perlakuan tersebut selain suplementasi minyak kelapa juga ada suplementasi min::ak ikan. Kadar lemak yang tinggi dapat menekan kecernaan ransum.
Penurunan kecernaan yang terjadi pada perlakuan R4 terlihat jelas pada kecernaan
ADF. Gangguan kecernaan menyebabkan pasokan nutrien, sehingga tidak mendukung
peningkatan produksi.
Penambahan asam amino bercabang memperbaiki pertalnbahan bobot tubuh.
Seperti halnya perlakuan R4, pada perlakuan R5 sebenarnya juga ada gangguan kecernaan oleh lemak. Tetapi gangguan tersebut dapat dikonvensasi oleh manfaat positif
suplementasi asam amino bercabang. Pada perlakuan R5 juga ada suplementasi sulfur
dan defaunasi. Defaunasi rnenyebabkan berkurangnya bakteri yang lisis (pemasok
karbon bercabang). Karena itu pada ternak didefaunasi karbon bercabang mungkin
sekali menjadi faktor pembatas pertumbuhan mikroba, sehingga suplementasi nutrien
tersebut dalam ransum sangat bermanfaat.

Kecernaan Zat-Zat Makanan
Kecernaan zat-zat makanan cenderung meningkat setelali penambahan sulfur.
Data populasi mikroba mendukung indikasi tersebut, yaitu ada peningkatan populasi

bakteri dan protozoa. Peningkatan populasi bakteri karena suplementasi sulfur berlanjut
pada peningkatan kecernaan ADF. Pengaruh positif sulfur terhadap kecernaan dan

pertumbuhan mikroba rumen menyebabkan pertumbuhan ternak membaik.
Kecernaan protein meningkat setelah suplementasi sulfur. Perbaikan kecernaan
protein tersebut mengindikasikan terjadinya peningkatan efisiensi penggunaan N ransum. Data retensi N memperkuat indikasi tersebut, bahwa sulfur dapat meningkatkan
retensi N. Penambahan sulfur dapat memacu pertumbuhan mikroba rumen, sehingga
meningkatkan laju asimilasi amonia (N).
Pada perlakuan R4 cenderung terjadi penurunan kecernaan. Penurunan paling
drastis terjadi pada kecernaan ADF. Kecernaan rendah pada ransum kadar lemak tinggi
sering dihubungkan dengan lipid coating theory. Sebagai senyawa nonpolar lemak
sul it larut da!am sistem rumen, sehingga lemak cenderung berasosiasi dengan partikel
pakan. Lemak membentuk lapisan tipis menutup permukaan partikel pakan, sehingga
menghalangi kontak langsung antara mikroba serta enzimnya dengan partikel pakan.
Penambahan lemak berpengaruh positif terhadap kecernaan lemak ransum.
Perlakuan R4 dan R5, yang mendapat tambahan minyak kelapa dan minyak ikan,
memiliki kecernaan lemak lebih tinggi dibandingkan ransum lainnya. Minyak yang
ditambahkan menjadi komponen lemak ransum di luar struktur partikel pakan, sehingga langsung terdedah kepada mikroba rumen dan enzim-enzim pengurai lemak.
Pada perlakuan R5 populasi bakteri tertinggi. Populasi bakteri yang tinggi
tersebut berimplikasi pada meningkatnya kecernaan ADF yang semula turun drastis

(pada perlakuan R4). Hasil tersebut menambah bukti bahwa bakteri yang sangat respansif terhadap asam amino bercabang adalah bakteri selulolitik. Data pengeluaran
alantoin urin juga mencerminkan bahwa pada perlakuan R5 sumbangan protein asal
mikroba rumen untuk ternak tertinggi (P < 0.06).

Parameter Metabolismq Rumen dan Alantoin di Urin
Perlakuan mempengarulii fermentasi dalam rumen, terutama terhadap populasi
mikroba dan kadar amonia rumen. Ransum penelitian menggunakan pakan serat diamoniasi dengan urea. Tampak bahwa semua ransum perlakuan dapat dikatakan mampu
menyediakan amonia rumen dalam kadar yang cukup untuk pertumbuhan mikroba.
Hasil tersebut membuktikan bahwa amoniasi selain meningkatkan degradasi pakan, juga
dapat menjaniin kecukupan pasokan amonia pada kondisi in vivo.
Sulfur meningkatkan populasi bakteri. Di dalam rumen sulfat segera direduksi,
dan sulfur tereduksi selanjutnya bereaksi dengan 0-acetyl serine membentuk sistein.
Sistein merurakan prekursor sintesis metionin. Metionin diperlukan pada proses awal

(tahap inisiasi) sintesis protein dalam sel mikroba. Karena fungsi metionin yang strategis tersebut, maka penambahan sulfur meningkatkan pertumbuhan bakteri.
Minyak kelapa sebagai agensia defaunasi berpengaruh positif terhadap populasi
bakteri. Pada perlakuan R3 populasi protozoa lebih rendah daripada perlakuan R2.
Terhdmbatnya pertumbuhan protozoa memungkinkan kondisi ekologi yang baik untuk
pertumbuhan bakteri. Di dalam rumen protozoa dikenal sebagai predator bakteri.
Asam amino bercabang memacu pertumbuhan mikroba. Pada perlakuan R5

populasi bakteri lebih tinggi daripada perlakuan R4. Pada perlakuan R5 ada defaunasi,
yang dapat menurunkan pasokan asam lemak bercabang. Menurunnya pasokan karbon
bercabang menyebabkan metabolit tersebut menjadi faktor pembatas pertumbuhan
mikroba dan rumen menjadi sangat tanggap terhadap suplementasi karbon bercabang.
Peningkatan pertumbuhan bakteri tercermin pula dari data alantoin urin. Perlakuan R5
yang mendapat suplementasi lengkap memberikan angka ekskresi alantoin tertinggi .
Minyak kelapa sebagai agensia defaunasi menurunkan populasi protozoa.
Beberapa teori menjelaskan mekanisme efek anti protozoa tersebu t, tetapi teori physical
couting lebih mantap. Asam lemak cenderung membalut sel mikroba rumen. Protozoa
tidak memiliki aktivitas lipolitik sebaik bakteri. Akibatnya apabila dalam rumen banyak
asam lemak maka protozoa sulit bertahan hidup, sehingga populasinya berkurang.
Penurunan populasi protozoa diikuti penurunan kadar amonia rumen. Fenomena
ini mengingatkan peranan protozoa dalam daur ulang N. Protozoa berperan dalam daur
ulang N dengan mencerna N bakteri. Protein bakteri yang dimangsa protozoa sebagian
dikeluarkan kembali ke dalam rumen berupa peptida, asam amino dan amonia. Saat
defaunasi peranan protozoa tidak berjalan dan daur ulang N dalam rumen terganggu.
Pena~nbahanminyak ikan meningkatkan asam propionat, menurunkan angka
NGR, nisball AIP dan produksi metan dalam rumen. Dari segi efisiensi penggunaan
energi ransum, fermentasi rumen yang mengarah kepada sintesis propionat lebi h
menguntungkan, karena energi yang terbuang sebagai metan berkurang. NGR diperlihatkan berkorelasi positif dengan produksi metan, sehingga turunnya NGR dengan

masuknya minyak ikan ikut mencerminkan adanya penurunan produksi metan.
Penambahan minyak ikan mernbuat efisiensi konversi energi meningkat. Pola
peubah efisiensi konversi energi sejalan dengan peubah propionat dan NGR, sehingga
semakin meyakinkan adanya peningkatan efisiensi penggunaan energi ransum. Lemak
mengalam i 1ipol isis dan hidrogenasi . Pengal ihan hidrogen untuk hidrogenasi tersebut
menghambat reaksi sintesis metan, sehingga produksi metan menurun.

Pada perlakuan R4 konsentrasi isoacids sedikit menurun. Kecenderungan
menurun mungkin disebabkan menurunnya pasokan asam amino bercabang yang berasal
dari bakteri yang lisis. Data populasi protozoa mendukung dugaan tersebut. PopuIasi
protozoa pada perlakuan R4 adalah terendah, sedangkan protozoa berperan ddam daur
ulani isoacids dalam rumen.
Penambahan asam amino bercabang , meskipun tidak nyata, meningkatkan kadar
isoacids dalam rumen. Peningkatan pasokan kerangka karbon bercabang tersebut
meningkatkrn populasi bakteri. Hasil ini mencerminkan bahwa kerangka karbon
bercab'ang pada perlakuan R4 mulai menjadi faktor pembatas, dan suplementasinya
pada perlakuan R5 dapat mengoreksi kekurangan tersebut.

Asam Amino Plasma Darah clan Komposisi Tubuh
Perlakuan tidak banyak menimbulkan perbedaan berarti pada kadar asam amino

plasma. -Suplementasi sulfur sedikit menaikkan konsentrasi metionin. lhjuan suplementasi sulfur adalah mendukung sintesis de mvo asam amino mengandung sulfur. Sulfur
tereduksi bersama 0-asetilserin membentuk sistein, yang selanjutnya akan menjadi
met ionin melalui proses transulfurisasi.
Pertumbuhan tinggi pada perlakuan R5 tentunya diikuti pasokan asam amino
dalam laju yang tinggi dari aliran darah ke dalam sel. Dengan kata lain pada perlakuan
R5 nilai "flukswasam amino darah lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan lainnya.
Berarti meskipun kadar asam amino mengandung sulfur pada perlakuan R1 tidak
berbeda nyata dengan empat ransum lainnya, dapat terjadi ada perbeciaan dalam angka
fluks asam aminonya. Fenomena yang sama dapat pula terjadi pada kadar asam amino
bercabang dalam darah antara sapi pada perlakuan R5 dengan empat perlakuan lainnya.
Komposisi tubuh re ktif tidak berbeda antar perlakuan. Perbedaan yang nyata
hanya pada kadar mineral tubuh. Setelah suplementasi sulfur kadar mineral tubuh
meningkat. Hasif tersebut mencerminkan bahwa suplementasi sulfur pada ransum yang
defisien sulfur, dapat meningkatkan retensi mineral dalam tubuh terna..
Suplementasi sulfur, mi nyak kelapa, dan asam amino bercabang dapat meningkatkan energi teretensi (RE)dan deposisi protein tubuh, yang berarti ada akumulasi
protein dalam komponen pertumbuhan. Pola deposisi protein dan energi teretensi tidak
jauh berbeda dengan pola pertambahan bobot tubuh. Hasil ini Inencerminkan bahwa
sebenarnya peubah pertambahan bobot tubuh, bila diukur dengan akurat, tidak terlalu jauh berbias.

OPTIMALISAS1 SISTEM FERMENTMI RUMEN MELALUI


.

SUPLEMENTASI SULFUR, DEFAUNASI, REDUKSI EMISI
METAN DAN S-AS1

PEKI'UMBUHAN MIKROBA

PADA TERNAK RUMINANSIA

oleh
ERWANTO, NRP. B510

Disertasi sebagai salah satu syarat untuk
memperoleh gelar Doktor pada Program Pascasarjana
htitut Pertanian Bogor

PROGRAM PASCASUANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
1995


Judul Penelitian

: Optimalisasi Sistem Fermentasi Rumen melalui Suplementasi

Sulfur, Defaunasi, Reduksi Emisi Metan dan Stimulasi Pertumbuhan Mikroba psda Ternak Ruminansia
Nama Mahasiswa : ERWANTO
Nomor Pokok

: 92510/PTK

Menyetujui
1. Komisi Pembimbing,

/

Prof. Dr. Toha Sutardi, M.Sc.
Ketua

C-

Prof. Dr. D. Sastradi~radia
Anggota

Prof. Dr. Narsum
Anggota

Dr. Ir. H. Survahadi. DEA

Dr. H. Muhilal
Anggota

Anggota

,

2. Ketua Program Studi
Ilmu Ternak,

Luius Ujian Doktor pada tanggal 18 Juli 1995

Penulis dilahiriran di Pau8ragan (Imnpung Utara) pada t a w 25 P e M
1961, merupakan putra pertama dari tujuh bersaudam, d e w ibu bernama Nllwiroh

dan ayah Abdullah Sani. Pendidikan Sekolah Dasar diselesaikan tdm 1973 dari SD
~ e ~ ePansragao
ri
dan Pendidikan Sekolah Menengab Pertama diselesaikm tahun 1976

dsri SMP Negeri Mensgala Pendidikan Sekolah Menen& Atas diselesaikan tahun
1980 pada SMA Ne~eriKotabumi.

-

Tahm 1980 permlis diterima sebagai mahasiswa Institut Pertanian Bogor lewat

jalur Proyek Perintis I1 dan lulua sebagai Sarjana Peternakan tahrm 1984. Pendidikan
Magistet- Sains (M.S.) dalam bidang Ilmu Ternak diselesaikan tahun 1992 pada
Program Pascasarjana Iastitut Pertanian Bogor.

Tahun 1992 penulis -1

melanjutkan Pendidikan Doktor pada Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor,
dengan biaya dari Tim Manajemen Program Doktor Direktorat Jenderal Pendidikan
Tiaggi. Sejak tahun 1985 penulis menjadi Staf Pengajar pada Program Studi Produksi
Ternak Fakultas Pertanian Universitas Laqung.
Penulis menikah dengan Ir. Mucharomah Prayu Widayati. Sampai saat ini
penulis telah dikanmiai seormg anak laki-laki bemama Andre Purnarna Alam.

KATA PENGANTAR
Disertasi berjudul Optimaliiasi Sistem Fermentasi Rumen melalui Suplementasi
Sulfur, Defeunasi, Reduksi Emisi Metan dan Stimulasi Pertumbuhan Mikroba
pada Ternak Ruminansia, disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
~ o k pada
r Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Penelitian dil-n
di
Laboratorium Ruminologi dan Mikrobiologi Nutrisi Fakultas Peternakan IPB.
Penelitian dan penulisan disertasi ini dapat terselesaikan atas pengarahan serta
bimbingan dari Tim Komisi Pembimbing. Penulis menyampaikan terimakasih kepada
prof.* Dr. Toha Sutardi sebagai ketua komisi, Prof. Dr. Djokowoerjo Sastradipradja,
Prof. Dr. Narsum, Dr. H. Muhilal dan Dr. IT. H. Suryahadi, DEA atas pengarahan,
bimbingan dan segala bentuk bantuan yang sangat berharga.
Ucapan terima kasih disampaikan kepada Rektor IPB dan Pimpinan Program
Pascasarjana IPB atas kesempatan mengikuti studi program Doktor. Kepada Rektor
Universitas Lampung dan Dekan Fakultas Pertanian Unila disampaikan terima kasih
atas ijin melcnjutkan studi Doktor. Ucapan terimakasih juga disampaikan kepada Tim
Manajemen Program Doktor Ditjen Dikti yang membiayai studi pascasarjana penul is di
IPB. Kepada Ibu Yayah Koswara dari Dikti penulis menyampaikan ucapan terima
kasih, karena melalui dukungan dana Proyek Hibah Bersaing 113 (a.n. Prof. Dr. Toha
Sutardi) di bawah program beliau penelitian ini dapat dilaksanakan.
Kepada Gubernur Lampung Bapak Poedjono Pranyoto, Harian Kompas, Yayasan Toyota Astra dan PT Indocement Tunggal Prakarsa disampaikan banyak terima
kasih atas bantuan yang diberikan. Bantuan tersebut sangat membantu proses penyelesaian studi penulis tepat pada waktunya.
Kepada isteri tercinta lr. Mucharomah Prayu Widayati, ananda tercinta Andre
Purnama Alam, orang tua dan mertua tercinta, penulis menyampaikan terima kasih dan
penghargaan atas pengertian dan doa restunya. Terima kasih juga disampaikan kepada
Sdr. Despal, Siti Nurbaya, Jalaludin, Iyan dan Eko semua pihak yang telah memberikan
berbagai bentuk bantuan sehingga penelitian dan penulisan disertasi ini dapat terwujud.
Akhirnya, semoga hasil penelitian ini dapat bermanfaat untuk kesejahteraan manusia.
Bogor, April 1995
Pe~lulis
Erwanto

KATA PENGANTAR
DAFTAR IS1
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
PEN~AHULUAN
Latar Belakang
Tujuan Penelitian
Kegunaan Penelitian

TINJAUAN PUSTAKA
Sistem Pencernaan pada Ternak Ruminansia
Pasokan Zat-Zat Makanan untuk Ternak Ruminansia
Metabolisme Karbohidrat
Metabolisme Protein
Peranan Sulfur pada Nutrisi Ternak Ruminansia
Protozoa dan Penggunaan Lemak sebagai Agensia Defaunasi
Peranan Isoacids dalam Pertumbuhan Mikroba Rumen
MATERI DAN METODE
Prosedur Pendugaan Komposisi Tubuh dengan Ruang Urea
Pengukuran Kecernaan Zat-zat Makanan dan Retensi Nitrogen
Prosedur Pencacahan Populasi Protozoa Rumen
Prosedur Pencacahan Populasi Bakteri Rumen
Prosedur Anal isis VFA Individual
Prosedur Pengukuran Konsentrasi N-Amonia
Prosedur Analisis Asam Amino Plasma Darah
Prosedur Analisis Alantoin Urin
Analisis Data
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pertambahan Bobot Tubuh dan Konsumsi Ransum
Kecernaan Zat-Zat Makanan
Parameter Metabolisme Rumen dan Alantoin Urin
Asam Amino Plasma dan Komposisi Tubuh
Tinjauan Komprehensif
KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

iii

Nomor

JuduI 'ItrbeI

.

Halaman

1.

Komposisi Asam-Asam Amino Bakteri Rumen

14

2.

Ketersediaan Relatif Berbagai Sumber Sulfur diukur Berdasarkan
Sintesis Protein In Vitro

30

3.

Pengaruh Defaunasi Rumen terhadap Pertumbuhan Ternak,
Konsumsi dan Parameter Rumen

35

4.

Pengaruh Suplementasi Asarn Lemak Bercabang terhadap Kecernaan Dinding Sel dan Konsentrasi Amonia

43

5.

'Komposisi Bahan Makanan dan Nutrien dalam Ransum Perlakuan

46

6.

Pengaruh Perlakuan Ransum terhadap Pertambahan Bobot
'Ibbuh, Konsumsi BK, BO, PK dan Retensi N

56

7.

Pengaruh Ransum Perlakuan terhadap Kecernaan Zat-zat Makanan

61

8.

Pengaruh Perlakuan Ransum terhadap Populasi Mikroba, Kadar
Amonia dan pH Rumen

65

Pengaruh Perlakuan Ransum terhadap Konsentrasi Asam Lemak
Terbang Individual Cairan Rumen

72

Pengaruh Perlakuan Ransum terhadap Komposisi Asam Amino
Plasma Darah

79

Pengaruh Perlakuan Ransum terhadap Komposisi Tubuh Sapi

82

9.
10.

11.

Nomor

Judul Gambar

Halaman

1.

Skema Fermentasi Karbohidrat dalam Rumen

20

2.

Ikhtisar Degradasi Protein di dalam Rumen

25

3.

Pengaruh Ransum Perlakuan terhadap Bobot lbbuh, Konsumsi
dan Efisiensi Penggunaan Ransum

58

4.

Pengaruh Ransum Perlakuan terhadap Kecernaan Serat Deterjen
Asam

63

5.

Pengaruh Ransum Perlakuan terhadap Ekskresi Alantoin di Urin

69

6.

Pengaruh Ransum Perlakuan terhadap Populasi Bakteri,
Protozoa dan Kadar Amonia Rumen

71

7.

Pengaruh Ransum Perlakuan terhadap Estimat Produksi Gas
Metan

74

Pengaruh Ransum Perlakuan terhadap Propionat, Nisbah AIP
dan Angka NGR

75

Pengaruh Ransum Perlakuan Terhadap Efis iensi Konversi
Energi Heksosa menjadi VFA

75

8.
9.
-

10.

Pengaruh Ransum Perlakuan terhadap Metionin, TAAS dan
TAARC

Nomor

Judul Lampiran

Halaman

1.

Data, Hasil Analisis Ragam dan Uji Kontras Ortogonal untuk
Pertarnbahan Bobot Tubuh (kglhari)

95

2.

Data, Hasil Analisis Ragam dan Uji Kontras Ortogonal untuk
. Efisiensi Penggunaan Ransum (kg bobot tubuhkg rallsum)

95

3.

Data, Hasil Analisis Ragam dan Uji Kontras Ortogonal u~ituk
Konsumsi Bahan Kering (gtkg bobot metaboliklhari)

4.

Data, Hasil Analisis Ragam dan Uji Kontras Ortogonal untuk
Konsumsi Bahan Organik (gkg bobot metabolikfhari)

5.

Data, Hasil Analisis Ragam dan Uji Kontras Ortogonal untuk
Kecernaan Bahan Kering (%)

6.

Data, Hasil Analisis Ragam dan Uji Kontras Ortogonal untuk
Kecernaan Bahan Organik (%)

7.

Data, Hasil Analisis Ragam dan Uji Kontras Ortogonal untuk
Kecernaan Protein (96)

8.

Data, Hasil Analisis Ragam dan Uji Kontras Ortogonal untuk
Kecernaan Lemak (%)

9.

Data, Hasil Analisis Ragam dan Uji Kontras Ortogonal untuk
Serat Deterjen Asam (%)

10

Data, Hasil Analisis Ragam dan Uji Kontras Ortogonal untuk
Kecernaan Energi ( %)

11

Data, Hasil Analisis Ragam dan Uji Kontras Ortogonal untuk
Populasi Bakteri Rumen (skala logaritma)

12

Data, Hasil Analisis Ragam dan Uji Kontras Ortogonal untuk
Populasi Protozoa Rumen (skala logaritma)

13

Data, Hasil Analisis Ragam dan Uji Kontras Ortogonal untuk
Konsct~trasiAmonia Cairan Rumen (mM)

14

Data, Hasil Analisis Ragam dan Uji Kontras Ortogonal untuk
pH Cairan Rumen

Data, Hasil Analisis Ragam dan Uji Kontras Ortogonal untuk
Ekskresi Alantoin Urin (glhari)

102

Data, Hasil Analisis Ragam dan Uji Kontras Cktogonal untuk
Retensi Nitrogen (gfhari)

102

Data, Hasil Analisis Ragam dan Uji Kontras Ortogonal untuk
Konsentrasi Asetat Cairan Rumen (mM)

103

Data, Hasil Analisis Ragam dan Uji Kontras Ortogonal untuk
Konsentrasi Propionat Cairan Rumen (mM)

103

Data, Hasil Analisis Ragam dan Uji Kontras Ortogonal untuk
Konsentrasi Butirat Cairan Rumen (mM)

104

Data, Hasil Analisis Ragam dan Uji Kontras Ortogonal untuk
Konsentrasi Isobutirat Cairan Rumen (mM)

104

Data, Hasil Analisis Ragam dan Uji Kontras Ortogonal untuk
Konsentrasi Valerat Cairan Rumen (mM)

105

Data, Hasil Analisis Ragam dan Uji Kontras Ortogonal untuk
Konsentrasi Isovalerat Cairan Rumen (mM)

105

Data, Hasil Analisis Ragam dan Uji Kontras Ortogonal untuk
Konsentrasi Isoacids Cairan Rumen (mM)

106

Data, Hasil Analisis Ragam dan Uji Kontras Ortogonal untuk
Konsentrasi Total VFA Cairan Rumen (mM)

106

Data, Hasil Analisis Ragam dan Uji Kontras Ortogonal untuk
Nisbah AsetatIPropionat Cairan Rumen

107

Data, Hasil Analisis Ragam dan Uji Kontras Ortogonai untuk
Angka NGR Cairan Rumen

107

Data, Hasil Analisis Ragam dan Uji Kontras Ortogonal untuk
Konsentrasi Metionin Plasma ~rno11100ml)

108

Data, Hasil Analisis Ragam dan Uji Kontras Ortogonal untuk
Sistein Plasma (pmo1/100ml)

108

Data, Hasil Analisis Ragam dan Uji Kontras Ortogonal untuk
Konsentrasi Isoleusin Plasma (pmo11100mI)

109

,

Data, Hasil Analisis Ragam dan Uji Kontras Ortogo
Konsentrasi Leusin Plasma (pmo11100ml)

31

Data, Hasil Analisis Ragam dan Uji Kontras Ortogonal untuk
Konsentrasi Valin Plasma (pmo1/100ml)

32

Data, Hasil Analisis Ragam dan Uji Kontras Ortogonal untuk
Konsentrasi Asam Amino Sulfur (pmo1/100mI)i)

1

33

Data, Hasil Analisis Ragam dan Uji Kontras Ortogonal untuk
Kadar Asam Amino Rantai Cabang (AARC)

34

Data, Hasil Analisis Ragam dan Uji Kontras Ortogonal untuk
Kadar Air Tubuh Kosong (%)

35

Data, Hasil Analisis Ragam dan Uji Kontras Ortogonal untuk
Kadar Lemak Tubuh (%)

36

Data, Hasil Analisis Ragam dan Uji Kontras Ortogonal untuk
Kadar Protein Tubuh ( %)
Data, Hasil Analisis Ragam dan Uji Kontras Ortogonal untuk
Kadar Mineral Tubuh (%)
Data, Hasil Analisis Ragam dan Uji Kontras Ortogonal untuk
Produksi Gas Metan (mMl100mM VFA)
Data, Hasil Analisis Ragam dan Uji Kontras Ortogonal untuk
Efisiensi Konversi Energi Heksosa Menjadi VFA (%)
Data, Hasil Analisis Ragam dan Uji Kontras Ortogonal untuk
Pertumbuhan/Konsumsi ME
Data, Hasil Analisis Ragam dan Uji Kontras Ortogonal untuk
Deposisi Protein (glhari)
1

Data, Hasil Analisis Ragam dan Uji Kontras Ortogonal untuk
Energi Teretensi (MJthari)
Data, Hasil Analisis Ragam dan Uji Kontras Ortogonal untuk
Deposisi Lemak (glhari)
Data, Hasil Analisis Ragam dan Uji Kontras Ortogonal untuk
Konsumsi Protein (glkg BW."Ihari)
Data dan Rataan Bobot Badan Awal Sapi Percobaan
46

Data dan Rataan Bobot Badan Akhir Sapi Percobaan

47

Tinjauan Aspek Ekonomi Ransum Perlakuan

Latar Belakang
4

Untuk mampu berproduksi sesuai dengan potensi genetiknya, ternak unggul
hasil pemuliaan dan bioteknologi memerlukan pakan berkualitas baik. Limbah serat
merupakan sumberdaya yang tersedia dalam jumlah besar dan murah di daerah
tropis. Untuk menekan biaya ransum, manfaat limbah serat sebagai pakan utama
ternak ruminansia perlu terus ditingkatkan. Selarna ini limbah serat dikenal sebagai
pakan berkualitas rendah. Karakteristik utama kelompok pakan tersebut adalah
tinggi kadar serat (fiber), sehingga memiliki nilai kecernaan yang rendah. Dengan
demikian untuk penggunaannya sebagai pakan dalam jumlah besar, memerlukan
sentuhan teknologi.
Upaya-upaya yang telah dilakukan selama ini masih terpusat pada teknikteknik pengolahan pakan, misalnya pengolahan secara fisik, kimia dan biologis,
untuk meningkatkan kecernaan bahan tersebut di dalam rumen. Berbagai teknologi
pengolahan pakan, misalnya perlakuan amoniasi dengan urea, perlakuan alkali dan
fermentasi mikologis telah berhasil meningkatkan fermentabilitas pakan serat di
dalam rumen. Tetapi berbagai teknologi pengolahan tersebut masih memerlukan
kajian lebih lanjut untuk dapat diaplikasikan secara komersial. Teknologi tersebut
harus segera dipadukan dengan usaha memacu fermentasi dalam rumen.
Untuk memaksimumkan pasokan nutrien kepada ternak, keberhasilan meningkatkan fermentabilitas pakan di dalam rumen harus diikuti dengan upaya penyediaan semua prekursor untuk sintesis biomassa mikroba rumen. Biomassa mikroba
rumen telah diketahui merupakan sumber protein berkualitas bagi ternak induk
semang. Keterbatasan pasokan salah satu nutrien akan menurunkan laju pertumbuhan mikroba.

Laju sintesis protein mikroba rumen sangat ditentukan oleh keterse-

diaan energi (dalam bentuk ATP).

Pada ternak ruminansia kecernaan pakan serat sangat ditentukan d e h populasi mikroba rumen. Proses perombakan pakan serat pada dasarnya adalah kerja
enzimenzim yang diproduksi oleh mikroba rumen.

Keberhasilan usaha peningka-

tan populasi mikroba rumen akan meningkatkan konsentrasi enzim-enzim tersebut,
sehingga diharapkan dapat meningkatkan kecernaan pakan. Bagi ternak induk
semang, peningkatan populasi mikroba rumen tersebut selain akan meningkatkan
kecerriaan pakan, juga akan meningkatkan pasokan protein asal mikroba rumen yang
telah diketahui berkualitas tinggi.
Peningkatan populasi mikroba rumen pencerna serat dapat didekati dari segi
ekologi dan dari segi kecukupan pasokan nutrien (prekursor) untuk pertumbuhan
mikroba tersebut. Pada ransum dengan bahan utama pakan serat berkualitas rendah,
kehadiran protozoa di dalam rumen kurang menguntungkan, karena cenderung
menekan perkembangan populasi bakteri rumen. Pada kondisi ini hubungan yang
positif dalam interrelasi antara bakteri-protozoa tidak menonjol, bahkan kehadiran
protozoa akan banyak memboroskan energi untuk pemenuhan kebutuhan hidup
pokoknya.
Teknologi defaunasi yang dapat mengendalikan populasi protozoa pada situasi
seperti tersebut di atas diharapkan akan memberikan kondisi ekologi yang kondusif
bag i pertumbuhan bakteri rumen. Beberapa penel itian telah memperlihatkan indikasi
I

bahwa defaunasi dapat meningkatkan pertumbuhan bakteri rumen. Meskipun demikian ada beberapa ha1 yang perlu diperhatikan pada pelaksanaan defaunasi, misalnya
kecukupan pasokan nitrogen dan kerangka karbon bercabang di dalam rumen.
Protozoa mempunyai andil yang berarti pada daur ulang nitrogen (nitrogen recycling) dan penyediaan kerangka karbon bercabang di dalam rumen.
Pakan serat sangat rendah kandungan nitrogennya, sehingga penggunaannya
dalam jumlah besar dalam ransum perlu disertai dengan penambahan sumber

nitrogen untuk mendukung pertumbuhan mikroba rumen. Sumber nitrogen yang
murah dan dapat digunakan adalah nitrogen bukan protein (Non-Protein Nitrogen
= NPN). Mikroba rumen telah terbukti dapat menggunakan amonia asal urea (atau

sumber NPN-lainnya) dengan sangat baik. Sekitar 80%dari jenis mikroba rumen
diketahui dapat menggunakan amonia sebagai sumber nitrogen tunggal (Bryant dan
Robinson, 1963).
Penggunaan ransum yang mengandung NPN dalarn jumlah besar, akan lebih
berhasil apabila disertai dengan suplementasi asam lemak rantai cabang (Branched
Chain Fatty Acids = BCFA). Asam-asam lemak tersebut sangat diperlukan terutama untuk pertumbuhan kelompok bakteri selulolitik. Asam-asam lemak rantai
cabang dalam rumen berasal dari hasil fermentasi protein pakan dan dari protein
bakteri yang mengalami lisis dalam rumen. Dengan dernikian apabila ransum rendah
kadar proteinnya, tentu saja jumlah asam lemak rantai cabang di dalam rumen akan
sangat terbatas. Keterbatasan asam lemak rantai cabang akan semakin kritis apabila
kondisi tersebut disertai dengan penerapan defaunasi dalam rumen. Defaunasi
menyebabkan aliran protein bakteri ke organ pascarumen meningkat dan bakteri
yang mengalami lisis oleh protozoa cenderung berkurang. Karena itu penerapan
defaunasi selayaknya juga memperhatikan aspek kecukupan pasokan kerangka
karbon bercabang.
Pada ransum yang mengandung NPN dalam jumlah besar, selain suplementasi kerangka karbon bercabang, perlu pula diikuti dengan suplementasi mineral sulfur

(S). Tanpa suplementasi, maka mineral sulfur akan menjadi faktor pembatas pertumbuhan mikroba rumen. Mineral tersebut sangat diperlukan untuk sintesis de
novo asam-asam amino mengandung sulfur (Sulphur Containing Amino Acids =

SCAA). Mikroba rumen telah dibuktikan dapat memanfaatkan sulfur anorganik
dengan amat baik. Sulfur terinkorporasi ke dalam asam amino sistein dalam bentuk

sulfida (sulfur tereduksi). Mikroba rumen, terutama fungi sangat responsif terhadap
penambahan sulfur dalam ransum. Akhir-akhir ini telah diketahui bahwa fungi
rumen ternyata memiliki peranan sangat berarti pada pencernaan pakan serat.

Karkna itu suplementasi sulfur dapat diharapkan berdampak positip terhadap kecernaan ransum yang banyak mengandung pakan serat.
Pada ternak ruminansia sebagian energi pakan ada yang terbuang dalam
bentuk produksi gas metan (CHJ. Gas metan terbentuk dari reaksi antara gas CO,
dan gas H,. Proses tersebut terjadi untuk menyalurkan akumulasi hidrogen di dalam
rumen, sehingga potensial redoks dalam rumen tetap dapat dipertahankan pada
kisaran yang ideal.

Potensial redoks dalam rumen sekitar -250 sampai - 450 mV,

yang mencerminkan kondisi tanpa oksigen dan daya reduksi tinggi (Van Soest,
1982). Pemborosan energi pakan yang muncul dalam bentuk produksi gas metan
ternyata cukup b a r , umumnya berkisar 12.4 % .
Akhir-akhir ini muncul isu pemanasan global (global warming), yang menganggap bahwa emisi gas metan merupakan salah satu faktor penyebab yang perlu
segera dikendalikan. Dengan demikian perlu segera diupayakan metode manipulasi
proses nutrisi yang mengarah kepada penurunan produksi gas metan di dalam rumen.
Hal tersebut dapat dicapai misalnya dengan mengarahkan fermentasi menuju sintesis
asam propionat, atau dengan mengalihkan akumulasi hidrogen dalam rumen.
I

Pemberian asam lemak tidak jenuh (polyunsaturated fatty acids = PUFA) ke dalam
ransum diharapkan dapat mengalihkan penggunaan gas hidrogen untuk menjenuhi
asam lemak tak jenuh (biohidrogenasi). Dengan demikian produksi gas metan diharapkan dapat ditekan.
Optimasi bioproses di dalam rumen, menuntut penciptaan kondisi ekologi
sistem fermentasi yang mendukung dan kecukupan pasokan nutrien untuk pertumbuhan mikroba rumen secara bersamaan. Pendekatan menyeluruh untuk optimasi

bioproses yang melibatkan secara bersamaan teknologi defaunasi (segi ekologi),
suplementasi sulfur, kerangka karbon bercabang serta penggunaan asam lemak tidak
jenuh perlu dikaji rnanfaatnya. Optimasi bioproses di dalarn rumen diharapkan dapat
memhcu fermentasi dan pertumbuhan mikroba rumen, sehingga dapat meningkatkan
produksi ternak ruminansia.

Tujuan Penelitian
Berdasarkan pemikiran di atas, rangkaian percobaan dalam penelitian ini
ditujukan untuk memadukan teknologi defaunasi, suplementasi sulfur, asam lemak
tidak jenuh dan asam amino rantai cabang, sebagai upaya optimasi bioproses pakan
serat di -cialam rumen. Dengan pendekatan bioproses tersebut diharapkan porsi
pakan serat di dalam ransum dapat lebih dominan. Pertumbuhan mikroba rumen,
kecernaan zat-zat makanan dan pertumbuhan ternak merupakan tolok ukur utama
keberhasilan pendekatan bioproses yang dilakukan.

Kegunaan Penelitian
Hasil penel itian, di samping untuk pengembangan ilmu pengetahuan, juga
diharapkan membuka jalan untuk lebih efektif memanfaatkan limbah serat sebagai
pakan utama ternak ruminansia. Pemanfaatan limbah serat sebagai pakan ternak
,

akan memberikan nilai tambah yang berarti pada sumberdaya limbah serat tersebut.
Penggunaan limbah serat tersebut, selain menunjang pembangunan peternakan, juga
akan menjadi alternatif menarik dalam mencegah pencemaran lingkungan yang
semakin serius. Pengolahan limbah serat dalam sekala besar dapat melahirkan
cabang usaha baru dalam agroindustri, sehingga dapat menciptakan lapangan kerja
baru. Pemanfaatan sumberdaya dengan efisien akan meningkatkan keunggulan
kompetitif agribisnis memasuki era globalisasi.

TINJAUAN PUSTAKA

Sistem Pencernaan pada Ternak Ruminansia
' Pencemaan adalah rangkaian proses perubahan fisik dan kimia yang dialami

oleh bahan makanan di dalam alat pencernaan. Proses pencernaan makanan pada
ternak ruminansia relatif lebih kompleks dibandingkan dengan proses pencernaan
pada jenis ternak lainnya. Menurut Sutardi (1980) proses pencernaan pada ternak
ruminansia terjadi secara mekanis (di dalarn mulut), secara fermentatif (oleh enzimenzim yang berasal dari mikroba rumen) dan secara hidrolitis (oleh enzim-enzim
pencernaan hewan induk semang). Lokasi (posisi) proses pencernaan fermentatif
bervariasi antar jenis ternak. Posisi tersebut akan menentukan karakteristik pakan
yang sesuai untuk jenis ternak bersangkutan.
Organ pencernaan pada temak ruminansia terdiri atas 4 bagian penting, yaitu:
mulut, perut, usus halus dan organ pencernaan bagian belakang (hind gut). Perut
ternak ruminansia dibagi menjadi 4 bagian, yaitu retikulum (perut jala), rumen
(perut beludru), omasum (perut buku), dan abomasum (perut sejati). Dalam studi
fisiologi pencernaan ternak ruminansia, rumen dan retikulum sering dipandang
sebagai organ tunggal (single organ) dengan sebutan retikulorumen. Omasum disebut sebagai perut buku karena dipenuhi oleh lembaran jaringan (tissu leaves), yaitu
sekitar 100 lembar. Fungsi omasum belum terungkap dengan jelas, tetapi pada
organ tersebut ada penyerapan air, amonia, asam lemak terbang dan elektrolit, serta
ada produksi amonia dan mungkin asam lemak terbang (Forbes dan France, 1993).
Termasuk organ pencernaan bagian belakang adalah sekum (cecum), kolon (colon)
dan rektum (rectum). Pada organ pencernaan bagian belakang tersebut juga terjadi
aktivitas fermentasi. Namun, belum banyak informasi yang terungkap tentang peranan fermentasi pada organ tersebut, yang terletak setelah organ penyerapan utama.

Proses pencernaan fermentatif di dalam retikulo-rumen terjadi amat intensif
dan dalam kapasitas yang sangat besar. Proses pencernaan tersebut terletak sebelum
usus halus (organ penyerapan utama). Hal tersebut sangat menguntungkan, karena:

(1) {akan dapat diubah dan disajikan dalam bentuk produk fermentasi yang mudah
diserap, (2) ternak ruminansia menjadi mampu memanfaatkan pakan serat dalam
jumlah lebih banyak dan lebih efisien. Sebaliknya, pada ternak kuda, babi dan ayarn
proses'pencernaan fermentatif terjadi setelah usus halus, yaitu di sekum (hind gut
fermenter). Karena itu kelompok ternak ini memerlukan pakan yang lebih bermutu
(lebih rendah kadar serat) dibandingkan dengan pakan ternak ruminansia.
Pada sistem pencernaan ternak ruminansia terdapat suatu proses yang disebut
memamah biak (ruminasi). Pakan berserat (hijauan) yang dimakan di tahan untuk
sementara di dalam rumen. Pada masa hewan tersebut beristirahat, pakan dari
dalam rumen lalu dikembalikan ke mulut (proses regurgitasi) untuk dikunyah kembali (proses remastikasi), kemudian pakan ditelan kembali (proses redeglutasi). Selan-

jutnya pakan tersebut dicerna lagi oleh enzim-enzim mikroba rumen (microbial
attack). Kontraksi retikulorumen yang terkoordinasi dalam rangkaian proses tersebut
bermanfaat pula untuk pengadukan digesta, inokulasi digesta dan penyerapan nutrien. Selain itu kontraksi retikulorumen juga bermanfaat untuk pergerakan digesta
meninggalkan reti kulorumen vmelalui recikulo-omasal oriJice.
Pada proses pencernaan fermentatif di dalam rumen karbohidrat struktural
berupa serat (selulosa dan hemiselulosa) dan karbohidrat sederhana yang fermentabel
(gula, pati) mengalami fermentasi anerob oleh mikroba rumen menjadi asam-asam
lemak terbang (VFA), gas metan (CH,) dan gas karbon dioksida (CO,). Sebagian
VFA akan diserap melalui dinding rumen, lalu masuk ke dalam aliran darah dan
menjadi sumber energi utama bagi sel-sel tubuh. Menurut Sutton (1986) pada ternak

ruminansia asam lemak terbang meliputi sekitar 50% dari energi pakan yang tercerna. Meskipun kontribusi proses pencernaan fermentatif tersebut cukup besar, etapi
pada tahap tersebut sebagian energi pakan ada yang terbuang sebagai gas metan dan
4

panas fermentasi.
Aktivitas pengunyahan dan ruminasi di dalam mulut membantu perombakan
pakan secara mekanis. Selain itu aktivitas tersebut juga merangsang proses sekresi
cairan 'saliva dari mulut. Pada sapi produksi saliva sangat banyak, dapat mencapai
180 literlhari pada ransum hijauan berkualitas baik (Church, 1988), dan kondisinya
lebih alkalis (pH8.2). Saliva tersebut merupakan sumber cairan buffer utama untuk
stabilisasi ekosistem rumen. Selain berperan sebagai bufer, manfaat lain saliva
adalah bagian dari siklus nitrogen, sebagai lubrikan (pelicin) dan berperan dalam
ekonomi air. Sekitar 70% nitrogen dalam saliva ada dalam bentuk urea.
Ukuran rumen dan retikulum sangat besar, dapat mencapai 15-2296 dari
bobot tubuh ternak (Sutardi, 1981). Jumlah tersebut meliputi sekitar 75% dari
seluruh volume organ pencernaan ternak ruminansia (Van Soest, 1982). Retikulorumen dihuni oleh macam-macam mikroba. Dari segi pencernaan zat-zat makanan,
peranan rumen memberi andil sekitar 40-70% dari angka kecemaan bahan organik
ransum (Hvelplund dan Madsen, 1985). Karena itu rumen dan retikulum (forestomachs) merupakan bagian yang' sangat penting dari organ pencernaan ruminansia.
Rumen dihuni oleh tidak kurang dari 4 jenis mikroorganisme anerob, yaitu
bakteri, protozoa, fungi (jamur) dan virus (Preston dan Leng, 1987). Dua jenis
mikroorganisme yang disebut pertama telah lama dipelajari dan diungkap peranannya
dalam fermentasi rumen dan manfaatnya sebagai pemasok nutrien untuk hewan
induk sernang. Akhir-akhir ini studi tentang mikroba rumen mulai memperhatikan
peranan fungi anerob (anaerobic fungi), misdnya Neocallimastixfrontalis, Sphaero-

monas communis dan Piromonas commutis. Peranan fungi rumem dalarn pencemaan
pakan diperkirakan cukup berarti, terutama pada kelompok temak yang mendapat
ransum tinggi kadar serat.
6

Kehadiran fungi di dalam rumen diakui sangat bermanfaat bagi kecernaan
fraksi serat dalam pakan. Fungi dapat membentuk koloni pada jaringan lignoselulosa partikel pakan (Fonty et al., 1990). Dengan cara demikian fungi menjadi mikroba pelopor dalam aktivitas selulolitik di dalam rumen. Rhizoid fungi tumbuh jauh
menembus dinding sel serat tanaman, sehingga menciptakan akses bagi mikroba
(bakteri) dan enzim selulasenya untuk mencema serat. Namun, masih banyak aspek
yang perlu diungkap ten tang peranan fungi rumen, terutama menyangkut aspek
kuantitas dan kualitasnya sebagai sumber nutrien untuk hewan induk semang.
Bakteri merupakan mikroba rumen yang paling banyak jenisnya dan lebih
beragam macam substratnya. Selain itu populasinya sangat tinggi, yaitu 10''

-

10"

cacahan sel per gram isi rumen (Yokoyama dan Johnson, 1988). Berdasarkan
macam substrat yang disukainya bakteri rumen dapat dikelompokkan sebagai bakteri
pencerna selutosa (misalnya Rurninococcus. albus), pencema hemiselulosa (Buryn'vibrio jibrisolvens), pencerna pati (Bacteroides amylophilus), pencerna gula (Lactobacillus ruminus) dan bakteri pengguna produk sekunder (pemakai laktat). Sekitar
38 % bakteri rumen memilikf aktivitas proteolitik.
Protozoa rumen lebih sedikit populasinya, yaitu l d - 106 cacahan sel per ml
isi rumen (Yokoyama dan Johnson, 1988), tetapi dari segi jumlah biomassa temyata
cukup besar. Produk fermentasi yang dihasilkan protozoa termasuk asam asetat,
asam butirat, asam iaktat, gas karbon dioksida dan gas hidrogen (Russell dan Hespell, 1981). Protozoa lebih menggemari substrat yang fermentabel (pati, gula dan
bakteri). Karbohidrat fermentabel dalam rumen akan dengan cepat diamankan

(ditelan) oleh protozoa. Proses tersebut ternyata ada manfaatnya, yaitu memperlambat proses konversi karbohidrat menjadi asam laktat oleh bakteri rumen, sehingga
rumen terhindar dari penurunan pH secara drastis.
#

Akumulasi asam laktat dan penurunan pH rumen akan mengganggu keselunthan sistem rumen. Pada keadaan tersebut populasi Streptococcus bovis dan Lactobacilli meningkat pesat. Russell dan Dombrowski (1980) memperlihatkan melalui

kuItivasi kultur murni daIam kemostat, bahwa S. bovis dan Lactobacillus vitulinus
lebih toleran terhadap kondisi pH yang rendah. Secara kontinyu sesungguhnya
sistem rumen mendapat pasokan bufer bikarbonat dan fosfat yang berasal dari saliva.
Meskipun demikian pada keadaan tertentu seperti tersebut di atas kapasitas bufer
(buffering capacity) dapat terlampaui.
Banyaknya jenis mikroorganisme rumen dan masing-masing mikroorganisme
memiliki produk fermentasi intermedier dan produk fermentasi akhir yang bermacam-macam, menyebabkan kehidupan di dalam rumen menjadi sangat kompleks.
Terdapat interaksi atau interrelasi yang luas antar mikroorganisme di dalam rumen.
Bentuk interelasi tersebut dapat berupa ketergantungan akan substrat, saling menguntungkan, kompetisi substrat atau berupa hubungan yang merugikan. Studi tentang
ekologi mikroba rumen umumnya masih dipusatkan pada dua aspek utama, yaitu
pengendalian populasi mikroba rumen dan peningkatan peranan mikroba rumen
dalam mencerna pakan .

Pasokan Zat-Zat Makanan untuk Ternak Rurninansia
Pakan ternak ruminansia biasanya dikelompokkan menjadi pakan hijauan dan
pakan konsentrat. Sampai saat ini belum ada definisi yang mantap tentang batasan
pakan hijauan dan pakan konsentrat. Namun, biasanya yang dianggap sebagai

kelompok pakan hijauan (roughages) adalah jenis rumput-rumputan, tanaman leguminosa, aneka jerami, silase dan limbah serat tanaman. Pakan hijauan biasanya
berciri amba (bulky) dan tinggi kadar serat (fibrous). Karena itu pakan hijauan
cenderung memiliki nilai kecernaan energi dan kepadatan energi yang rendah.
Termasuk kelompok pakan konsentrat meliputi produk biji-bijian dan limbah
pengolahannya serta jenis bungkil-bungkilan. Pakan konsentrat umumnya berciri
rendah kadar serat dan lebih kaya fraksi isi sel. Keadaan tersebut menyebabkan nilai
kecernaan energi pakan konsentrat cenderung lebih tinggi dibandingkan dengan
kecernaan energi pakan hijauan. Karena perbedaan yang kontras tersebut maka
nisbah pakan hijauan dan konsentrat dalam ransum erat hubungannya dengan pasokan energi untuk proses-proses biologis ternak.
Pada tabel-tabel komposisi pakan informasi kandungan energi pakan dinyatakan dalam bentuk energi tercerna (DE), energi termetabolisasi (ME), energi netto
(NE) atau dalani satuan TDN (total digestible nutrients). Namun, informasi tersebut

biasanya tidak dilengkapi dengan data konsumsi bahan keringnya. Akibatnya sering
terjadi kesulitan dalam penyusunan ransum, terutama menyelaraskan kebutuhan
energi ternak dengan kemampuan konsumsi bahan keringnya. ~esulitanmenjadi
semakin besar pada daerah tropik, karena umumnya pakan hijauan yang tersedia
berkualitas rendah.
Fraksi karbohidrat dalam ransum ternak ruminansia sangat dominan, dapat
berkisar 60 - 75 % dari bahan kering ransum (Sutardi, 1980). Komponen karbohidrat tersebut dapat berasal dari isi sel (misalnya gula dan pati) dan dinding sel
(misalnya selulosa dan hemiselulosa). Ternak ruminansia mampu memanfaatkan
fraksi serat pakan (selulosa dan hemiselulosa) karena sistem pencernaannya dilengkapi retiku-lorurnen (forestomachs), yaitu tempat berlangsungnya proses fermentasi

anerob oleh mikroba rumen. Di dalarn retikulo-rumen karbohidrat struktwal mengalami perombakan yang sangat intensif menjadi produk yang dapat diserap dan
dicerna di usus halus.
4

Kebutuhan zat-zat makanan pada ternak ruminansia dipenuhi dari 3 sumber,

yaitu: (1) zat-zat makanan hasil fermentasi dalam rumen, (2) zat-zat makanan asal
pakan yang 1010s degradasi rumen, dan (3) dari mikroba mmen yang tercerna di
dalam'organ pencernaan pascarumen. Pada ternak yang mendapat ransum dengan
bahan utama pakan serat berkualitas rendah (low quality roughages), maka pasokan
zat-zat makanan lebih diharapkan berasal dari mikroba rumen dan produk fermentasi
(asam lemak terbang). Pada kondisi tersebut sebagian besar asam-asam amino yang
sampai hi usus halus berasal dari mikroba rumen. Menurut Sniffen dan Robinson
(1987) sumbangan protein asal mikroba rumen terhadap kebutuhan asam-asam amino
ternak ruminansia dapat mencapai 40 - 80%. Selain untuk deposisi protein tubuh,
asam amino juga merupakan bahan baku sintesis glukosa melalui proses glukoneogenesis. Sumbangan asam amino terhadap kebutuhan glukosa dapat mencapai 36%
(Bergman, 1983).
Asam lemak terbang (VFA) hasil proses fermentasi di dalam rumen telah
diketahui merupakan sumber energi utama bagi ternak ruminansia. Menurut Ensminger et ul. (1990) sumbangan energi yang berasal dari asam lemak terbang dapat
mencapai 60 - 80% dari kebutuhan energi pada ternak ruminansia. Hampir semua
VFA yang diproduksi diserap di mmen, retikulum dan omasum. Hanya sedikit VFA
yang sampai di abomasum (Fahey dan Berger, 1988). Karena itu pada ternak yang
mendapat ransum pakan serat berkualitas rendah ada 2 aspek penting yang perlu
ditingkatkan, yaitu aspek fermentabilitas pakan dan aspek pertumbuhan mikroba
rumen.

Asam asetat yang diserap melalui dinding rumen sebagian kecil dikonversi
menjadi badan keton (ketone bodies). Tetapi sebagian besar asam asetat (80%)bisa
sampai dihati dan masuk peredaran darah tanpa mengalami oksidasi. Selanjutnya
4

sebagian asam asetat dioksidasi lewat siklus TCA (tricarboxylic acid) atau digunakan
untuk proses lipogenesis (Fahey dan Berger, 1988). Selama proses penyerapan

-

melalui epitel rumen asam propionat (2 5 96) dikonversi menjadi asam laktat, dan
sisanya masuk ke aliran darah portal (Elliot, 1980). Sebagian besar asam propionat
yang sampai di hati dikonversi menjadi glukosa melalui proses glukoneogenesis.
Untuk mencapai pasokan asam-asam amino yang seimbang ke usus halus
maka komposisi asam-asam amino asal pakan yang 1010s degradasi haruslah saling
melengkapi dengan asam-asam amino asal mikroba rumen. Dengan demikian maka
informasi komposisi asam-asam amino mikroba rumen perlu diketahui. Pada kenyataannya data komposisi asam-asam amino mikroba rumen cukup bervariasi. Namun,
Clark et al. (1992) berhasil menyajikan hasil review komposisi bakteri rumen dari

35 percobaan yang melibatkan 441 sampel bakteri rumen. Hasil tersebut diperlihatkan pada Tabel 1.
Peningkatan fermentabilitas pakan berserat tinggi dapat diupayakan dengan
memberikan beberapa perlakuan pendahuluan (pretreatment) pada pakan. Sebagai
contoh, misaln ya dengan pe!rlakuan

kimia (perlakuan alkali,