commit to user
1
BAB 1 PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pendidikan abad 21 menuntut siswa untuk memiliki kecakapan hidup sebagai inti dari kompetensi dan hasil pendidikan yaitu: 1 belajar untuk menguasai ilmu
pengetahuan learning to know; 2 belajar untuk menguasai keterampilan learning to do; 3 belajar untuk hidup bermasyarakat learning to live together; dan 4
belajar untuk mengembangkan diri secara maksimal learning to be, kecakapan hidup tersebut dapat terwujud melalui generasi yang memiliki kemampuan berpikir
yang baik UNESCO, 2013. Kemampuan berpikir terutama kemampuan berpikir tingkat tinggi menurut Archer dalam Listyani, 2011 merupakan kemampuan yang
sangat esensial untuk kehidupan dan mempengaruhi keberhasilan hidup karena meny- angkut apa yang dikerjakan dan apa yang dihasilkan individu, sehingga kemampuan
berpikir memiliki peranan yang penting dalam mengembangkan sikap dan perse psi yang mendukung terciptanya kondisi kelas yang positif, memperoleh, dan meng
integrasikan pengetahuan, memperluas wawasan pengetahuan, mengaktualisasikan kebermaknaan pengetahuan, dan mengembangkan perilaku berpikir yang mengun
tungkan. Kemampuan berpikir tingkat tinggi dapat diberdayakan, salah satunya melalui pengembangan aspek kemampuan analisisnya.
Kemampuan berpikir analisis adalah kemampuan berpikir siswa untuk menguraikan, memperinci, dan menganalisis informasi yang digunakan untuk
memahami suatu pengetahuan dengan menggunakan akal dan pikiran yang logis, bukan berdasar perasaan atau tebakan belaka Montaku, 2011. Kemampuan berpikir
analisis merupakan keterampilan menguraikan sebuah struktur ke dalam komponen - komponen agar mengetahui pengorganisasian struktur. Kemampuan berpikir analisis
yang dikemukakan oleh Elder Paul 2007 terdiri dari delapan komponen yaitu; 1 mengemukakan pertanyaan berkaitan dengan permasalahan; 2 merumuskan
tujuan; 3 menggunakan informasi berupa data, fakta observasi, percobaan; 4 membu
commit to user 2
at asumsi; 5 menggunakan konsep; 6 mengimplikasikan; 7 menggunakan informasi wacana lain; 8 membuat kesimpulan. Kemampuan berpikir analisis memiliki
peranan yang sangat penting dalam membantu mengambil keputusan, menyelesaikan masalah, menganalisis, dan menilai situasi dengan cara menundukkan satu situasi,
masalah subjek atau keputusan pada pemeriksaan yang ketat dan langkah demi langkah yang logis, menguji pernyataan atau bukti atau proposal di depan standar
objektif, menukik ke bawah permukaan hingga kepada akar permasalahan, serta menimbang dan memutuskan atas dasar logika Rose Nicholl, 2002.
Kemampuan berpikir analisis merupakan salah satu faktor yang menentukan keberhasilan pembelajaran. Siswa yang memiliki kemampuan analisis tinggi lebih
terampil dalam menguraikan struktur ke dalam komponen - komponen, lebih aktif dan kreatif dalam memecahkan masalah, serta memiliki keingintahuan yang besar
terhadap fenomena yang dipelajari Mahmudah, 2014. Kemampuan berpikir analisis sangat mempengaruhi pembentukan sistem konseptual siswa. Pembelajaran dengan
mengutamakan kemampuan berpikir analisis mampu mendukung siswa memperoleh pemahaman, ingatan yang bertahan lama, dan mampu mengerjakan soal
– soal yang berbasis pemecahan masalah Jonassen Hung, 2008. Oleh karena itu, kemampuan
berpikir analisis penting untuk diberdayakan. Kemampuan berpikir analisis dapat dilatihkan melalui proses belajar siswa,
namun kenykonseptual siswa. Pembelajaran dengan mengutamakan kemampuan berpikir analisis mampataan yang sering dijumpai di sekolah
– sekolah keterampilan berpikir analisis kurang terlatihkan Silberman, 2001. Hasil observasi dan
wawancara terkait dengan 8 Standar Nasional Pendidikan SNP di SMA Negeri 8 Surakarta menunjukkan data skor kumulatif implementasi 85,19 dengan skor
kesenjangan sebesar 14,81. Skor kesenjangan terbesar diperoleh dari standar proses yaitu sebesar 4,2, yang mengindikasikan bahwa kurang terpenuhinya standar proses
yang berdampak pada hasil belajar siswa, hasil analisis kebutuhan yang juga dilakukan di SMA tersebut menunjukkan kemampuan berpikir analisis siswa masih
rendah yaitu sebesar 38,35. Pembelajaran masih bersifat teacher centered, 45,83
commit to user 3
siswa terbiasa belajar dengan menggunakan model pembelajaran ceramah bervariasi oleh guru,
58,33 siswa masih menganggap bahwa biologi adalah
mata pelajaran
hafalan, 62,50 siswa menganggap model pembelajaran yang digunakan oleh guru kurang menarik, dan 58,33 siswa tidak terbiasa dilatih kemampuan berpikir tingkat
tinggi. Siswa kurang terlibat aktif dalam proses pembelajaran, siswa hanya duduk
diam mendengarkan penjelasan guru, mencatat materi pelajaran. Proses pembelajaran yang memfasilitasi siswa untuk mengkonstruk pengetahuannya sendiri dan
mengembangkan kemampuan berpikir melalui metode dan sikap ilmiah sangatlah kurang diberdayakan, sehingga siswa menganggap mata pelajaran biologi sebagai
pelajaran yang sulit, banyak hafalan, kurang menarik, dan membosankan. Data hasil ujian nasioanal tahun pelajaran 20132014 menunjukkan persentase penguasaan
materi berkaitan dengan kompetensi dasar sistem reproduksi pada manusia masih rendah yaitu sebesar 31,00 pada tingkat sekolah, 56,47 pada tingkat kabupaten,
39,01 pada tingkat provinsi dan 43,18 pada tingkat nasional BSNP, 2013. Rendahnya persentase penguasaan materi menunjukkan bahwa masih kurang
terpenuhinya indikator - indikator yang menjadi tujuan dalam pembelajaran. Solusi yang dilakukan untuk mengatasi permasalahan kurang terpenuhinya
indikator – indikator yang menjadi tujuan pembelajaran pembelajaran termasuk
indikator kemampuan berpikir analisis siswa adalah dengan memilih model pembelajaran yang student centered, mampu mengkonstruk pengetahuan, dan
memberdayakan kemampuan berpikir analisis siswa, salah satunya adalah model pembelajaran discovery. Model pembelajaran discovery merupakan suatu model
pembelajaran yang memberi peluang siswa untuk mengembangkan cara belajar aktif dengan menemukan dan menyelidiki sendiri pengetahuannya, sehingga siswa mampu
menggali kemampuan berpikir analisis dan mencoba memecahkan sendiri masalah yang dihadapi melalui metode dan sikap ilmiah Husain, 2013. Model pembelajaran
discovery memiliki lima sintaks pembelajaran yaitu: stimulation, problem statement, data collecting, data processing, verification, dan generalization Ilahi, 2012. Model
commit to user 4
pembelajaran discovery memiliki kelemahan yaitu kurang efektif dalam pelaksanaannya, karena tidak semua siswa mampu melakukan penemuan, seperti
yang dituliskan oleh Kemendikbud 2013 bahwa model discovery dikembangkan berdasarkan asumsi siswa sudah memiliki kesiapan pikiran dalam belajar
. Akibatnya,
siswa yang kurang pandai akan mengalami kesulitan untuk berpikir dan mengungkapkan hubungan antar konsep, baik tertulis atau lisan sehingga dapat
menimbulkan frustasi. Kelemahan dari proses pembelajaran discovery tersebut dapat diatasi dengan memadukannya dengan unsur pembelajaran lain yang sesuai. Salah
satu alternatif model pembelajaran yang dapat dipadukan dengan model pembelajaran kooperatif.
Team Assisted Individualization TAI adalah salah satu model pembelajaran kooperatif yang dirancang untuk mengatasi kesulitan belajar siswa secara individual,
mengingat kemampuan siswa di dalam kelas berbeda – beda Jannah, 2009. Model
pembelajaran kooperatif tipe TAI ini dikembangkan berdasarkan pemikiran bahwa siswa memasuki kelas dengan pengetahuan, kemampuan, dan motivasi yang sangat
beragam. Ketika guru menyampaikan sebuah materi pembelajaran pada masing –
masing kelompok, besar kemungkinan ada sebagian siswa yang tidak memiliki syarat kemampuan untuk mempelajarinya akan gagal Slavin, 2009. Salah satu ciri dari
model TAI adalah pentingnya saling belajar dan membelajarkan melalui kegiatan diskusi. Pemberian skor dan penghargaan pada kelompok membuat siswa sadar diri
atas tanggungjawab pribadinya, karena siswa sadar bahwa teman sekelompoknya menginginkan keberhasilan meraih prestasi sebagai pembuktian status sosial mereka
di dalam kelas. Model pembelajaran TAI juga mampu mengatasi pemasalahan alokasi waktu
Slavin, 2004. Alokasi waktu yang dibutuhkan tidak terlalu banyak, karena guru tidak membimbing satu per satu siswa melainkan melalui kegiatan tutor sebaya.
Siswa yang kurang pandai akan belajar dengan bantuan teman satu kelompoknya yang mempunyai kemampuan akademik lebih tinggi, demikian juga sebaliknya
anggota kelompok dengan kemampuan akademik tinggi melalui kegiatan tutorial
commit to user 5
pada siswa berkemampuan rendah, akan membuat pemahaman mereka terhadap konsep semakin baik, sehingga prestasi belajar mereka menjadi meningkat, tetapi
model pembelajaran TAI memiliki kelemahan yaitu kurang memberdayakan karakteristik biologi sebagai sains. Dalam konteks ini, perlu mengintegrasikan model
pembelajaran discovery dengan TAI yang dapat saling melengkapi satu sama lain menjadi model pembelajaran discovery with team assisted individualization D-TAI.
Integrasi antara model pembelajaran discovery dengan TAI menjadi model pembelajaran D-TAI bertujuan untuk menciptakan pembelajaran yang memunculkan
konflik kognitif, siswa tidak hanya bekerja dalam ranah berpikir rendah namun sudah mengacu pada berpikir analisis. Siswa mampu memberdayakan karakteristik sains
yang menghasilkan produk melalui proses dan metode ilmiah yang didasari oleh sikap ilmiah sehingga siswa mampu mengkonstruk pengetahuan sendiri serta mampu
belajar dan membelajarkan melalui kegiatan kooperatif yang harapannya mampu mengubah paradigma dari teacher centered menjadi student centered.
B. Rumusan Masalah