Pengaruh model pembelajaran kooperatif tipe team assisted individuallization (tai) terhadap pemahaman konsep matematika siswa kelas v sdi ummul quro bekasi

(1)

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE

TEAM ASSISTED INDIVIDUALIZATION (TAI) TERHADAP

PEMAHAMAN KONSEP MATEMATIKA SISWA KELAS V

SDI UMMUL QURO BEKASI

Skripsi

Diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan

untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Mencapai Gelar Sarjana Pendidikan Islam

Oleh AMELIA SIDIK NIM. 1111018300031

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU MADRASAH IBTIDAIYAH FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA


(2)

(3)

(4)

(5)

i

Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 2015.

Team Assisted Individualization merupakan tipe pembelajaran kooperatif yang menggabungkan pembelajaran individual dan kelompok. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh model pembelajaran kooperatif tipe team assisted individualization terhadap pemahaman konsep matematika siswa kelas V SDI Ummul Quro Bekasi. Metode penelitian yang digunakan adalah eksperimen semu dengan rancangan penelitian postest control group design. Pengambilan sampel dilakukan dengan menggunakan teknik purposive sampling. Sampel penelitian yang pertama berjumlah 25 siswa untuk kelas eksperimen dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe team assisted individualization. Sampel yang kedua berjumlah 25 siswa untuk kelas kontrol dengan menggunakan model konvensional. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat pengaruh model pembelajaran kooperatif tipe team assisted individualization terhadap pemahaman konsep matematika siswa.

Kata kunci : Model Pembelajaran Kooperatif, Team Assisted Individualization (TAI), Pemahaman Konsep Matematika, Penelitian Eksperimen Semu


(6)

ii

Mathematical Concepts. Minithesis of Elementary School Teacher Education, Faculty of Tarbiyah and Teachers Training, Syarif Hidayatullah State Islamic University Jakarta, 2015.

Team Assisted Individualization is type cooperative model integrate individual learning and group learning. The purpose of this research is to know the effects of cooperative learning model type team assisted individualization to student understanding of mathematical concepts in fifth class SDI Ummul Quro Bekasi. The method used in this research was a quasi experiment with a posttest control group design. The sample taken by used purposive sampling technique. The first sample were 25 students for experiment class used cooperative learning model type team assisted individualization. The second sample were 25 students for control class with used conventional model. The result of this research that there were significant cooperative learning model type of team assisted individualization to the understanding of mathematical concepts.

Keywords : Cooperative Learning Model, Team Assisted Individualization (TAI), Understanding of Mathematical Concepts, Quasi Experiment


(7)

iii

kepada orang yang bersungguh-sungguh dan memberikan jalan keluar terhadap segala kesulitan. Shalawat serta salam selalu tercurah kepada baginda Rasulullah SAW yang memberikan tauladan bagi umatnya sehingga selamat di dunia dan akhirat.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa dalam penulisan skripsi ini masih banyak kekurangan dan kelemahan. Berkat dukungan dan bantuan serta dorongan dari berbagai pihak secara moril maupun materiil, akhirnya skripsi ini dapat diselesaikan. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terimakasih kepada:

1. Prof. Dr. Ahmad Thib Raya, MA., selaku Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Dr. Khalimi, M.Ag, selaku Ketua Jurusan Pendidikan Guru Madrasah Ibtidaiyah Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan.

3. Dr. Tita Khalis Maryati, M.Kom, selaku dosen pembimbing skripsi yang telah bersedia meluangkan waktunya untuk memberikan bimbingan dan arahan dalam penyelesaian penulisan skripsi ini.

4. Seluruh Bapak dan Ibu dosen Jurusan Pendidikan Guru Madrasah Ibtidaiyah Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah banyak membantu dan mengembangkan ilmu selama penulis mengikuti proses perkuliahan.

5. Keluarga besar SDI Ummul Quro Bekasi. Ainur Rofiq, S.Sos selaku kepala sekolah, Yunqi Manuwia, S.Pd.I selaku wali kelas VA, Aan Ansori, S.Pd.I selaku wali kelas VC, seluruh dewan guru, serta siswa siswi SDI Ummul Quro Bekasi khususnya kelas VA dan VC.

6. Teristimewa untuk kedua orangtua saya yang tercinta dan tersayang, Bapak Sutarman Sidi dan Ibu Eni, yang selalu mendoakan dan memberikan kasih


(8)

iv

secepatnya menyelesaikan studi dan skripsinya.

8. Sahabat tercinta dan tersayang Sri Yulianingsih, Femmi Rahayu, Siti Bahriyah, dan Siti Fatimah yang selalu ada bersama penulis dikala sedih dan suka, memberikan semangat dan selalu memotivasi satu sama lain.

9. Untuk semua rekan mahasiswa Jurusan Pendidikan Guru Madrasah Ibtidaiyah Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta angkatan 2011.

Serta seluruh pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu, semoga bantuan, bimbingan, semangat, do’a, dan dukungan yang diberikan pada penulis dibalas oleh Allah SWT. Penulis menyadari sepenuhnya bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, semua itu dikarenakan keterbatasan pengalaman dan pengetahuan penulis. Oleh karena itu, penulis mengharapkan segala bentuk saran serta masukan yang membangun sebagai bahan perbaikan dari berbagai pihak. Akhir kata, semoga skripsi ini bermanfaat, khususnya bagi penulis dan umumnya bagi pembaca.

Jakarta, November 2015


(9)

v

ABSTRACT ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR GAMBAR ... ix

DAFTAR LAMPIRAN ... x

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Identifikasi Masalah ... 5

C. Pembatasan Masalah ... 6

D. Perumusan Masalah ... 6

E. Tujuan Penelitian ... 7

F. Manfaat Penelitian ... 7

BAB II KAJIAN TEORI DAN PENGAJUAN HIPOTESIS ... 9

A. Deskripsi Teoretik ... 9

1. Pemahaman Konsep Matematika Siswa ... 9

a. Pemahaman Konsep ... 9

b. Pengertian dan Karakteristik Matematika ... 12

c. Kemampuan Pemahaman Konsep Matematika ... 15

2. Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Team Assisted Individualization (TAI) ... 17

a. Model Pembelajaran ... 17

b. Model Pembelajaran Kooperatif ... 19

c. Keunggulan dan Kelemahan Model Pembelajaran Kooperatif ... 24


(10)

vi

Assisted Individualization (TAI) ... 29

3. Model Pembelajaran Konvensional ... 30

B. Penelitian yang Relevan ... 32

C. Kerangka Berfikir ... 34

D. Hipotesis Penelitian ... 36

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 37

A. Tempat dan Waktu Penelitian ... 37

B. Metode dan Desain Penelitian ... 37

C. Populasi dan Sampel ... 38

D. Teknik Pengumpulan Data ... 38

E. Instrumen Penelitian ... 39

1. Uji Validitas ... 41

2. Uji Realibilitas ... 41

3. Uji Taraf Kesukaran ... 42

4. Uji Daya Pembeda ... 43

F. Teknik Analisis Data ... 44

1. Uji Prasyarat Analisis ... 44

a. Uji Normalitas ... 44

b. Uji Homogenitas ... 45

2. Uji Hipotesis ... 46

G. Hipotesis Statistik ... 47

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 48

A. Deskripsi Data ... 48

1. Pemahaman Konsep Matematika Kelas Eksperimen ... 48

2. Pemahaman Konsep Matematika Kelas Kontrol ... 51

3. Perbandingan Pemahaman Konsep Matematika Siswa Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol ... 53


(11)

vii

b. Uji Homogenitas ... 56

2. Pengujian Hipotesis ... 57

C. Pembahasan Hasil Penelitian ... 57

1. Proses Pembelajaran dengan Model Kooperatif Tipe Team Assisted Individualization (TAI) ... 58

2. Analisis Hasil Pemahaman Konsep Matematika Siswa .... 66

D. Keterbatasan Penelitian ... 74

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 75

A. Kesimpulan ... 75

B. Saran ... 76

DAFTAR PUSTAKA ... 77


(12)

viii

Tabel 3.1 Desain Penelitian ... 37

Tabel 3.2 Kisi-kisi Instrumen Pemahaman Konsep ... 39

Tabel 3.3 Indeks Taraf Kesukaran ... 43

Tabel 3.4 Kriteria Daya Pembeda ... 44

Tabel 4.1 Distribusi Frekuensi Posttest Pemahaman Konsep Matematika Siswa Kelas Eksperimen ... 49

Tabel 4.2 Nilai Rata-rata Kategori Pemahaman Kelas Eksperimen ... 51

Tabel 4.3 Distribusi Frekuensi Posttest Pemahaman Konsep Matematika Siswa Kelas Kontrol ... 51

Tabel 4.4 Nilai Rata-rata Kategori Pemahaman Kelas Kontrol ... 53

Tabel 4.5 Perbandingan Pemahaman Konsep Matematika Siswa Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol ... 54

Tabel 4.6 Rekapitulasi Nilai Rata-rata Kategori Pemahaman Konsep Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol ... 54

Tabel 4.7 Hasil Perhitungan Uji Normalitas Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol ... 55

Tabel 4.8 Hasil Perhitungan Uji Homogenitas ... 56


(13)

ix

Gambar 4.1 Grafik Histogram Frekuensi Pemahaman Konsep Matematika Kelas Eksperimen ... 50 Gambar 4.2 Grafik Histogram Frekuensi Pemahaman Konsep

Matematika Kelas Kontrol ... 52 Gambar 4.3 Siswa Mempelajari Materi Pembelajaran Secara

Individual ... 60 Gambar 4.4 Siswa Melakukan Pembelajaran Kelompok ... 61 Gambar 4.5 Guru Sebagai Fasilitator dalam Proses Pembelajaran

Kelompok ... 62 Gambar 4.6 Perwakilan Siswa Mempresentasikan Hasil Pekerjaannya ... 63 Gambar 4.7 Siswa Mengerjakan Kuis Individual ... 63 Gambar 4.8 Hasil Pekerjaan Kuis Individual Pertemuan Ketiga ... 64 Gambar 4.9 Hasil Pekerjaan Kuis Individual Pertemuan Kedelapan ... 65 Gambar 4.10 Jawaban Posttest untuk Kategori Penerjemahan Kelas

Eksperimen ... 67 Gambar 4.11 Jawaban Posttest untuk Kategori Penerjemahan Kelas

Kontrol ... 68 Gambar 4.12 Jawaban Posttest untuk Kategori Penafsiran Kelas

Eksperimen ... 70 Gambar 4.13 Jawaban Posttest untuk Kategori Penafsiran Kelas Kontrol

... 70 Gambar 4.14 Jawaban Posttest untuk Kategori Ekstrapolasi Kelas

Eksperimen ... 72 Gambar 4.15 Jawaban Posttest untuk Kategori Ekstrapolasi Kelas


(14)

x

Lampiran 3 Lembar Kerja Siswa ... 130

Lampiran 4 Soal Kuis Individual ... 152

Lampiran 5 Kisi-kisi Instrumen Pemahaman Konsep ... 155

Lampiran 6 Soal Uji Coba Instrumen Pemahaman Konsep ... 157

Lampiran 7 Kunci Jawaban ... 159

Lampiran 8 Pedoman Penskoran Pemahaman Konsep Matematika ... 163

Lampiran 9 Hasil Uji Validitas ... 169

Lampiran 10 Hasil Uji Realibilitas ... 172

Lampiran 11 Hasil Uji Tingkat Kesukaran ... 175

Lampiran 12 Hasil Uji Daya Pembeda ... 178

Lampiran 13 Data Nilai Posttest Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol .... 181

Lampiran 14 Nilai Posttest Kelas Eksperimen Berdasarkan Kategori Bloom ... 182

Lampiran 15 Nilai Posttest Kelas Kontrol Berdasarkan Kategori Bloom .. 184

Lampiran 16 Distribusi Frekuensi Kelas Eksperimen ... 186

Lampiran 17 Distribusi Frekuensi Kelas Kontrol ... 189

Lampiran 18 Perhitungan Uji Normalitas Hasil Posttest Kelas Eksperimen ... 192

Lampiran 19 Perhitungan Uji Normalitas Hasil Posttest Kelas Kontrol .... 194

Lampiran 20 Perhitungan Uji Homogenitas Hasil Posttest Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol ... 196

Lampiran 21 Perhitungan Uji Hipotesis Statistik Hasil Posttest Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol ... 197


(15)

1

Matematika merupakan salah satu mata pelajaran yang diajarkan di lembaga pendidikan formal (sekolah). Matematika menjadi salah satu mata pelajaran yang dapat menempatkan siswa untuk masuk dalam lembaga pendidikan ternama. Dalam kehidupan sehari-hari pun matematika menjadi ilmu yang penting dan dibutuhkan. Disadari atau tidak dalam kehidupan sehari-hari seseorang memanfaatkan konsep dalam matematika. Kegiatan jual beli untuk memenuhi kebutuhan memanfaatkan konsep matematika yakni penjumlahan dan pengurangan. Pentingnya matematika mengharuskan ilmu ini perlu dipelajari oleh setiap siswa mulai dari jenjang dasar.

Pemahaman konsep merupakan tujuan awal dari pembelajaran matematika. Dengan memahami konsep siswa mampu menyelesaikan permasalahan menggunakan daya nalarnya secara logis dan tepat. Konsep dalam matematika memiliki keterkaitan dan saling berkesinambungan. Oleh karena itu, konsep dalam matematika wajib difahami oleh siswa mulai dari tingkat dasar. Hal ini sejalan dengan Lampiran Permendiknas No. 22 Tahun 2006 pada jenjang pendidikan dasar, salah satu tujuan mata pelajaran matematika adalah agar peserta didik memiliki kemampuan: memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antarkonsep dan mengaplikasikan konsep atau algoritma, secara luwes, akurat, efisien, dan tepat, dalam pemecahan masalah.1

Namun yang terjadi saat ini, matematika menjadi salah satu mata pelajaran yang tidak disukai para siswa. Berdasarkan hasil wawancara dengan siswa saat prapenelitian pada tanggal 21 Sepetember 2015 di SDI Ummul Quro Bekasi, memberikan informasi bahwa beberapa siswa tidak menyukai pelajaran matematika. Menurut salah satu siswa kelas V sekolah dasar tersebut yang

1

Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar (Jakarta: Badan Standar Nasional Pendidikan, Kementrian Pendidikan Nasional, 2006), h. 417.


(16)

bernama Fathin Naabilah mengungkapkan bahwa, matematika sebagai mata pelajaran yang tidak disukai karena memusingkan dan sulit untuk dipahami sehingga membuat minat dalam belajar rendah.

Persepsi negatif tentang matematika masih dimiliki oleh para siswa. Supardi menyatakan bahwa, kebanyakan siswa masih menganggap pelajaran matematika sulit, penuh perhitungan yang memusingkan, banyak rumus, simbol, angka, serta pelajaran yang membosankan sehingga menimbulkan sikap malas belajar yang ditunjukan siswa dalam belajar.2 Ketidaktertarikan siswa menyebabkan siswa kurang berminat dalam belajar. Kurangnya minat dalam belajar menghambat tercapainya tujuan pembelajaran matematika salah satunya adalah pemahaman konsep.

Hasil wawancara yang dilakukan peneliti dengan guru kelas V SDI Ummul Quro Bapak Yunqi Manuwia, S.Pd.I pada tanggal 21 September 2015, diperoleh informasi bahwa terdapat hambatan dalam pembelajaran matematika yaitu kurangnya pemahaman siswa dalam menguasai materi yang diajarkan. Siswa belum menguasai materi prasyarat sehingga menghambat siswa untuk menguasai materi yang diajarkan. Siswa pun kesulitan untuk menyelesaikan soal yang membutuhkan pemahaman seperti soal cerita atau soal yang diberikan variasi berbeda. Kesulitan siswa tersebut dapat diamati dari sikap siswa yang tidak mandiri dalam menyelesaikan. Siswa terus bertanya cara penyelesaian dan rumus yang digunakan. Bahkan beberapa siswa ketika dihadapkan soal tersebut menjadi malas dan tidak bersungguh-sungguh untuk mencari penyelesaian.

Selain itu, berdasarkan hasil observasi di kelas V SDI Ummul Quro serta wawancara yang dilakukan dengan guru dan siswa, didapatkan informasi bahwa pembelajaran masih bersifat teacher center. Proses pembelajaran yang berlangsung didominasi oleh guru sebagai pemberi informasi dengan metode ekspositori. Pembelajaran dengan metode ekspositori menjadi model pembelajaran konvensional yang dilaksanakan. Penekanan pada pembelajaran

2 Supardi U.S., “Peran Kedisiplinan Belajar dan Kecerdasan Matematis Logis dalam


(17)

konvensional menyebabkan guru tidak menggunakan variasi model pembelajaran lain. Pembelajaran konvensional yang dilakukan biasanya memposisikan siswa sebagai individu yang pasif. Siswa kurang diberikan kesempatan untuk terlibat langsung dalam memahami konsep yang diberikan. Siswa hanya menerima rumus jadi yang disajikan tanpa mengetahui proses rumus tersebut terbentuk. Rumus jadi yang diberikan hanya mampu dihafalkan oleh siswa, sehingga rumus tersebut mudah untuk dilupakan.

Berdasarkan tes prapenelitian pendahuluan yang dilakukan pada tanggal 24 September 2015 mengenai bangun datar dapat diidentifikasi bahwa pemahaman konsep siswa masih rendah. Siswa kurang tepat dalam menentukan sudut dari bangun datar yang ditampilkan. Pernyataan simbol sudut pada bangun datar dinyatakan siswa sebagai sisi bangun datar. Siswa juga belum tepat dalam menentukan rumus yang akan digunakan dari permasalahan yang diajukan. Selain itu, siswa juga kurang memahami keliling dan luas pada bangun datar, sehingga siswa keliru dalam menentukan rumus keliling dan luas pada bangun datar.

Berdasarkan hasil observasi pendahuluan yang telah dilaksanakan di SDI Ummul Quro Bekasi, diketahui bahwa nilai hasil belajar matematika kelas V SDI Ummul Quro Bekasi masih rendah. Hal ini terlihat dari hasil ulangan harian yang telah dilakukan pada materi sudut. Nilai Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) yang ditetapkan ialah 70. Hasil nilai ulangan harian yang diperoleh pada materi sudut terdapat 40 siswa atau 53% belum mencapai KKM dari 75 siswa yang mengikuti ulangan harian.

Permasalahan di SDI Ummul Quro dapat diselesaikan dengan memperbaiki proses pembelajaran di dalam kelas yang melibatkan siswa untuk memahami konsep. Pembelajaran kooperatif dapat dijadikan sebagai model pembelajaran yang digunakan agar siswa dapat mencapai tujuan pembelajaran. Melalui model pembelajaran kooperatif siswa dapat memanfaatkan siswa lain sebagai sumber belajar, selain guru dan sumber belajar lainnya.3 Bagi siswa

3

Made Wena, Strategi Pembelajaran Inovatif Kontemporer, (Jakarta: Bumi Aksara, 2011), h. 190.


(18)

yang mengalami kesulitan dapat diberikan bantuan secara individual oleh guru ataupun teman yang pandai di kelompoknya, sehingga siswa dapat memahami konsep dan menguasai materi yang diajarkan. Hal itu sejalan dengan pendapat Slavin, bahwa tujuan yang paling penting dalam pembelajaran kooperatif adalah memberikan siswa pengetahuan, konsep, kemampuan, dan pemahaman bagi siswa yang dapat bermanfaat bagi dirinya maupun orang disekitarnya.4

Sebagaimana firman Allah SWT dalam surat Al-Maidah ayat 2: . . .

ۚنوۡدعۡل و مۡثإۡل لع ْا نواعت الو ۖ ۡقَّل و ِّبۡل لع ْا نواعتو

. . .

Artinya:

“ . . . Dan tolong-menolonglah kamu dalam kebajikan dan ketakwaan jangan tolong-menolong dalam dosa dan pelanggaran . . .” (Q.S. Al-Ma’idah:2)

Pada ayat tersebut Allah SWT memberikan prinsip dasar dalam melakukan kerjasama dengan siapapun, selama tujuannya adalah kebajikan dan ketakwaan. Belajar merupakan salah satu perbuatan kebajikan. Dalam kegiatan pembelajaran siswa dapat mengambil manfaat dari siswa lainnya melalui kerjasama. Suatu tujuan akan lebih mudah untuk dicapai bila dilakukan dengan bersama-sama. Begitu pula dengan pemahaman, siswa akan lebih mudah mencapai pemahaman melalui proses kerjasama yang dilakukan.

Salah satu tipe model pembelajaran kooperatif yang dapat digunakan yaitu Team Assisted Individualization (TAI). Model pembelajaran kooperatif TAI ini mengkombinasikan keunggulan pembelajaran kooperatif dan pengajaran individual. Pada prosesnya siswa dapat membangun dasar yang kuat sebelum melanjutkan ke tahap selanjutnya. Penghargaan atau rewards yang diberikan kepada kelompok terbaik menumbuhkan motivasi siswa untuk memberikan kontribusi terbaik bagi kemajuan kelompoknya. Seperti yang dinyatakan Alsa bahwa sistem pemberian rewards pada tim akan memotivasi kerjasama siswa dalam kelompok untuk bekerja secara cepat dan tepat.5

4

Robert E. Slavin, Cooperative Learning, (Bandung: Nusa Media, 2005), h. 33.

5 Asmadi Alsa, “Pengaruh Metode Belajar

Team Assisted Individualization terhadap Prestasi Belajar Statistika Pada Mahasiswa Psikologi”, Jurnal Psikologi, Vol. 38, 2011, h. 84.


(19)

ciri khas pada tipe TAI ini adalah setiap siswa secara individual belajar materi pembelajaran yang sudah dipersiapkan oleh guru. Hasil belajar individual dibawa ke kelompok-kelompok untuk didiskusikan dan saling dibahas oleh anggota kelompok, dan semua anggota kelompok bertanggung jawab atas keseluruhan jawaban sebagai tanggung jawab bersama.6

Model Pembelajaran Kooperatif Tipe TAI dapat digunakan sebagai model pembelajaran matematika. Dalam prosesnya siswa diberikan kesempatan untuk belajar secara individu kemudian saling mengkoreksi dan memberi penguatan terhadap pembelajaran yang dilakukan. Siswa pun akan mengetahui kesalahan dan memperbaikinya dengan memanfaatkan bimbingan dari guru atau orang-orang pandai di kelompoknya. Dengan demikian pemahaman konsep siswa akan meningkat. Sebagaimana yang dinyatakan oleh Purnamayanti, Selain itu ada beberapa alasan perlunya menggunakan model pembelajaran TAI untuk dikembangkan sebagai variasi model pembelajaran, agar pemahaman konsep dapat tercapai.7

Berdasarkan permasalahan sebelumnya, penulis tertarik untuk

melakukan penelitian “Pengaruh Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Team Assisted Individualization (TAI) Terhadap Pemahaman Konsep Matematika Siswa Kelas V SDI Ummul Quro Bekasi”.

B.Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah sebelumnya, penulis mengidentifikasi masalah sebagai berikut:

1. Matematika merupakan salah satu mata pelajaran yang tidak disukai siswa karena dianggap sebagai mata pelajaran yang sulit dan membosankan sehingga membuat minat siswa dalam belajar matematika rendah.

6

Widyantini, Model Pembelajaran Matematika Dengan Pendekatan Kooperatif, (Yogyakarta: Pusat Pengembangan dan Penataran Guru Matematika, 2006), h.8-9.

7 Ni L. Pt. Deni Purnamayanti, “Model Pembelajaran TAI Berbantuan Media Kartu

Bilangan Berpengaruh Terhadap Hasil Belajar Matematika Siswa Kelas V SD GUGUS 8 MENGWI”, e-Journal Mimbar PGSD Universitas Pendidikan Ganesha, Vol. 2, 2014.


(20)

2. Model pembelajaran yang digunakan guru kurang bervariasi menekankan pada pembelajaran konvesional dengan metode ekspositori sehingga membuat siswa menjadi pasif.

3. Rumus jadi yang telah diberikan guru hanya mampu dihafalkan dan mudah untuk dilupakan siswa.

4. Siswa kurang dilibatkan secara aktif untuk memahami konsep dari materi yang diajarkan.

5. Pemahaman konsep matematika siswa masih rendah. 6. Hasil belajar matematika siswa rendah.

C.Pembatasan Masalah

Agar penelitian ini lebih terarah, maka penulis melakukan pembatasan masalah sebagai berikut:

1. Penelitian dilakukan pada siswa kelas V di SDI Ummul Quro Bekasi tahun pelajaran 2015/2016 pada pokok bahasan luas bangun datar yang diajarkan pada semester 1.

2. Model pembelajaran yang digunakan ialah model kooperatif tipe Team Assisted Individualization (TAI). Model ini menggabungkan pembelajaran kooperatif dan pengajaran individual yang dikembangkan oleh Robert E. Slavin.

3. Pemahaman konsep yang digunakan berdasarkan kategori pemahaman menurut Bloom yang meliputi penerjemahan, penafsiran, dan ekstrapolasi. Kategori pemahaman menurut Bloom mudah untuk diaplikasikan pada siswa kelas V sekolah dasar dengan materi luas bangun datar.

4. Pembelajaran konvensional yang dimaksud dalam penelitian ini adalah pembelajaran yang berpusat pada guru sebagai pemberi informasi dengan metode ekspositori.

D.Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan dan pembatasan masalah, maka permasalahan dalam penelitian ini dirumuskan sebagai berikut:


(21)

1. Bagaimana kemampuan pemahaman konsep matematika siswa kelas V SDI Ummul Quro Bekasi yang memperoleh model pembelajaran kooperatif tipe Team Assisted Individualization (TAI) ?

2. Bagaimana kemampuan pemahaman konsep matematika siswa kelas V SDI Ummul Quro Bekasi yang memperoleh model pembelajaran konvensional ? 3. Apakah pemahaman konsep matematika siswa kelas V SDI Ummul Quro

Bekasi yang memperoleh pembelajaran dengan model kooperatif tipe Team Assisted Individualization (TAI) lebih tinggi dibandingkan dengan siswa yang memperoleh metode pembelajaran konvensional ?

E.Tujuan Penelitian

Berdasarkan permasalahan yang telah dirumuskan, maka penelitian ini bertujuan untuk:

1. Menjelaskan pemahaman konsep matematika siswa kelas V SDI Ummul Quro Bekasi dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Team Assisted Individualization (TAI).

2. Menjelaskan pemahaman konsep matematika siswa kelas V SDI Ummul Quro Bekasi dengan menggunakan model pembelajaran konvensional. 3. Membandingkan pemahaman konsep matematika siswa kelas V SDI

Ummul Quro Bekasi yang memperoleh pembelajaran dengan model koopertif tipe Team Assisted Individualization (TAI) dengan siswa yang memperoleh model pembelajaran konvensional.

F. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Bagi sekolah, hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan dalam memperbaiki dan memperbaharui kegiatan belajar mengajar yang dilaksanakan di sekolah.

2. Bagi guru, hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai referensi untuk melaksanakan pembelajaran matematika.


(22)

3. Bagi penulis, hasil penelitian ini dapat memberikan informasi dan meningkatkan keterampilan dalam mengajar agar tujuan pembelajaran dapat dicapai dengan maksimal.


(23)

9

1. Pemahaman Konsep Matematika Siswa

Salah satu tujuan pembelajaran matematika ialah siswa mampu memahami konsep yang termuat dalam matematika. Kemampuan pemahaman konsep matematika merupakan bagian yang penting dalam pembelajaran. Pemahaman konsep menjadi landasan untuk berfikir dalam menyelesaikan permasalahan matematika. Teori-teori pendukung pada bagian ini meliputi beberapa sub bagian yaitu pemahaman konsep, pengertian dan karakteristik matematika, serta kemampuan pemahaman konsep matematika.

a. Pemahaman Konsep

Konsep adalah suatu kesepakatan bersama untuk penamaan sesuatu dan merupakan alat intelektual yang membantu kegiatan berfikir dan memecahkan masalah.1 Pendapat lain mengemukakakan bahwa konsep adalah suatu ide abstrak yang memungkinkan orang untuk mengklasifikasikan apakah sesuatu objek tertentu merupakan contoh atau bukan contoh dari ide abstrak tersebut.2

Berdasarkan pendapat di atas dapat diartikan bahwa konsep merupakan pemberian label atau nama dari hasil pemikiran agar lebih mudah untuk mengenalinya. Konsep merupakan ide abstrak yang memiliki karakteristik khusus. Karakteristik yang dimiliki suatu konsep dapat digunakan untuk menggolongkan sesuatu termasuk bagian konsep yang dituju atau bukan. Suprijono menyatakan bahwa konsep merupakan satu ide yang mengkombinasikan beberapa unsur sumber-sumber berbeda ke dalam satu gagasan tunggal.3 Hal itu sesuai dengan pendapat Rosser, konsep adalah suatu

1

Sapriya, dkk., Konsep Dasar IPS, (Bandung: UPI PRESS, 2006), h. 43.

2

Sri Anitah, dkk., Strategi Pembelajaran Matematika¸(Jakarta: Universitas Terbuka, 2007), h. 8.9.

3


(24)

abstraksi yang mewakili suatu kelas objek-objek, kejadian-kejadian, atau hubungan-hubungan yang mempunyai atribut yang sama.4

Menurut Hamalik menyatakan bahwa untuk mengetahui apakah siswa telah mengetahui suatu konsep paling tidak ada empat hal yang diperbuatnya, yakni:5

1) Ia dapat menyebutkan nama contoh-contoh konsep. 2) Ia dapat menyatakan ciri-ciri konsep tersebut,

3) Ia dapat membedakan antara contoh-contoh dan yang bukan contoh. 4) Ia mungkin lebih mampu memecahkan masalah yang berhubungan

dengan konsep tersebut.

Suatu konsep disusun berdasarkan unsur-unsur yang membentuknya. Konsep dapat dikatakan sebagai bentuk abstraksi yang menggambarkan objek, kejadian, atau pengalaman lainnya. Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa konsep merupakan ide abstrak yang dituangkan dalam nama atau simbol terdiri dari unsur-unsur yang dapat digunakan untuk mengelompokkan sesuatu dalam satu golongan.

Pemahaman berasal dari kata dasar paham yang berati mengerti. Pemahaman merupakan salah satu indikator ketercapaian pembelajaran yang dilaksanakan. Pemahaman merupakan jenjang kemampuan yang menuntut peserta didik untuk memahami atau mengerti tentang materi pelajaran yang

disampaikan guru dan dapat memanfaatkannya tanpa harus

menghubungkannya dengan hal-hal lain.6 Menurut Sagala, pemahaman mengacu pada kemampuan untuk mengerti dan memahami sesuatu setelah sesuatu itu diketahui atau diingat dan memaknai arti dari bahan maupun materi yang dipelajari.7

Berdasarkan pendapat di atas dapat diketahui proses pemahaman terjadi ketika siswa sudah melakukan tahap mengetahui atau mengingat.

4

Syaiful Sagala, Konsep dan Makna Pembelajaran, (Bandung: Alfabeta, 2013), h. 73.

5

Oemar Hamalik, Perencanaan Pengajaran Berdasarkan Pendekatan Sistem, (Jakarta: Bumi Aksara, 2005), h. 166.

6

Zainal Arifin, Evaluasi Pembelajaran, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2011), h. 21.

7


(25)

Seseorang dapat dikatakan paham terhadap suatu hal jika ia mengerti benar dan mampu menjelaskan yang dipahaminya menggunakan bahasanya sendiri.

Pemahaman bukan hanya sekedar mengingat fakta, akan tetapi berkenaan dengan kemampuan menjelaskan, menerangkan, menafsirkan, atau kemampuan menangkap makna atau arti suatu konsep.8 Hal itu sejalan dengan pernyataan Hamalik bahwa, pemahaman tampak pada alih bahan dari suatu bentuk ke bentuk lainnya, penafsiran, dan memperkirakan.9

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa pemahaman merupakan kemampuan memahami makna dibalik sesuatu sehingga dapat didefinisikan kembali dalam bentuk lain. Misalnya seseorang dapat menafsirkan grafik ke dalam kalimat-kalimat. Jika seseorang memiliki pemahaman, maka ia akan mampu membandingkan, membedakan, bahkan mempertentangkan yang telah dipahaminya dengan pengetahuan baru yang diterimanya.

Pemahaman konsep menurut Benjamin Bloom dibedakan dalam tiga kategori, yakni sebagai berikut:10

1) Penerjemahan (transalation), yaitu menerjemahkan konsep abstrak menjadi suatu model, misalnya dari lambang ke arti. Kata kerja operasional yang digunakan adalah menerjemahkan, mengubah, mengilustrasikan, menggambarkan, memberi definisi, dan menjelaskan kembali.

2) Penafsiran (interpretation), yaitu kemampuan memahami ide utama

dan mampu menentukan konsep yang digunakan dalam

menyelesaikan permasalahan. Kata kerja operasional yang

digunakan adalah menginterpretasikan, membedakan,

memperhitungkan, menjelaskan, dan menggambarkan.

3) Ekstrapolasi (extrapolation), yaitu menyimpulkan dan mengkaitkan dari sesuatu yang telah diketahui. Kata kerja operasional yang dapat

8

Wina Sanjaya, Perencanaan dan Desain Sistem Pembelajaran, (Jakarta: Kencana, 2012), h. 126.

9

Oemar Hamalik, Kurikulum dan Pembelajaran, (Jakarta: Bumi Aksara, 2011), h. 80.

10


(26)

dipakai untuk mengukur kemampuan ini adalah memperhitungkan, menduga, menyimpulkan, meramalkan, membedakan, menentukan dan mengisi.

Berdasarkan uraian di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa pemahaman konsep merupakan kemampuan untuk mengerti makna dari suatu konsep, menerapkan konsep untuk menyelesaikan permasalahan, serta mengkaitkan konsep satu dengan lainnya. Pemahaman terhadap suatu konsep diperlukan dalam melakukan setiap pembelajaran. Hal tersebut dikarenakan pemahaman terhadap suatu konsep menjadi modal dasar untuk melanjutkan pembelajaran berikutnya. Pemahaman konsep yang dimaksud dalam penelitian ini adalah pemahaman berdasarkan kategori Benjamin Bloom yaitu penerjemahan, penafsiran, dan ekstrapolasi.

b. Pengertian dan Karakteristik Matematika

Matematika merupakan salah satu mata pelajaran yang diajarkan pada jenjang Sekolah Dasar, Sekolah Menengah Pertama, Sekolah Menengah Atas, bahkan Perguruan Tinggi. Asal mula istilah matematika yang dinyatakan dalam berbagai ungkapan berasal dari Bahasa Yunani yaitu mathematike. Kata tersebut mengandung pengertian hal-hal yang berhubungan dengan belajar (relating to learning) dan mempunyai akar kata mathema yang artinya pengetahuan atau ilmu. Kata ini pun berhubungan erat dengan kata lain, yaitu mathenein, yang maknanya adalah belajar (learning).11

Matematika adalah pola berfikir, pola mengorganisasikan, pembuktian logis direpresentasikan dengan bahasa simbol yang jelas, akurat, padat, lebih berupa bahasa simbol mengenai ide daripada mengenai bunyi.12 Soedjadi menyatakan bahwa matematika memiliki objek tujuan abstrak, bertumpu pada kesepakatan, dan pola pikir yang deduktif.13

11

Suhendra, Pengembangan Kurikulum dan Pembelajaran Matematika, (Jakarta: Universitas Terbuka, 2007), h. 7.4.

12

Asep Jihad, Pengembangan Kurikulum Matematika, (Yogyakarta: Multipressindo, 2008), 152.

13

Heruman, Model Pembelajaran Matematika, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2008), h. 1.


(27)

Berdasarkan definisi diatas dapat dikatakan bahwa matematika bukanlah ilmu yang bersifat hafalan, namun lebih kepada ilmu yang membutuhkan daya pikir dan nalar dalam mempelajarinya. Daya pikir dan nalar digunakan untuk memahami objek abstrak dalam matematika. Kelogisan dan kehati-hatian dalam mengambil keputusan diperlukan dalam matematika. Hal tersebut dikarenakan keputusan dalam matematika hanya bisa bernilai salah atau benar. Keputusan dalam matematika pun berlandaskan pada kesepakatan yang telah diakui sebelumnya.

Matematika berkenaan dengan ide-ide, struktur-struktur dan hubungan-hubungan yang diatur menurut urutan yang logis.14 Pernyataan tersebut sesuai dengan pendapat Suhendra bahwa matematika mengandung pola hubungan ide atau gagasan dan pola berpikir manusia.15 Matematika terdiri dari konsep-konsep yang bertingkat atau berjenjang. Sehingga konsep dalam matematika memiliki sifat saling berkesinambungan dan harus diberikan secara bertahap.

Matematika merupakan konstruktivisme sosial dengan penekananya pada knowing how, yaitu siswa dipandang sebagai mahluk yang aktif dalam mengkonstruksi ilmu pengetahuan dengan cara berinteraksi dengan lingkungannya.16 Ketika siswa belajar matematika seharusnya siswa tidak hanya diam pasif menerima, namun siswa terlibat aktif berinteraksi untuk menyelesikan permasalahan dalam matematika. Oleh karena itu, guru hendaknya perlu membangun suasana belajar aktif yang memungkinkan siswa dapat berinteraksi agar kemampuan berfikir siswa terus berkembang.

Perbedaan pandangan yang dikemukakan oleh para ahli membuat matematika dapat di definisikan dari berbagai sudut pandang. Hal tersebut menyebabkan matematika tidak memiliki definisi baku yang telah disepakati oleh para ahli sampai saat ini. Berbagai definisi yang dikemukakan para ahli

14

Anitah, op. cit., h. 7.4.

15

Suhendra, op. cit., h. 7.5.

16

Abdul Halim Fathani, Matematika Hakikat dan Logika, (Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2008), h. 19.


(28)

jika diperhatikan terdapat ciri-ciri atau karakteristik matematika. Beberapa karakteristik yang terdapat dalam matematika adalah:17

1) Memiliki Objek Kajian Abstrak

Objek dasar matematika merupakan objek abstrak berupa fakta, konsep, skill/keterampilan, dan prinsip. Fakta dalam matematika merupakan kesepakatan yang disajikan dalam bentuk bilangan atau simbol. Konsep dalam matematika adalah ide abstrak yang dapat diklasifikasikan dan dinyatakan melalui definisi, gambar, model, dan peraga. Skill dalam matematika biasa disebut operasi dan prosedur yang dijadikan sebagai proses memperoleh suatu hasil tertentu. Prinsip dalam matematika merupakan objek dasar yang paling kompleks, memuat keseluruhan objek lain seperti fakta, konsep, dan operasi.

2) Bertumpu Pada Kesepakatan

Kesepakatan yang sangat mendasar dalam matematika adalah unsur-unsur yang tidak dapat didefinisikan (unsur-unsur primitif) dan aksioma (unsur-unsur pernyataan pangkal) agar dapat menghindari pendefinisian dan pembuktian yang tidak ada akhirnya. Salah satu contoh dari unsur primitif adalah geometri Euclides yaitu titik, garis, dan bidang. Salah satu contoh dari pernyataan

pangkal (aksioma) adalah “melalui dua titik dapat dibuat tepat satu garis”.

3) Berpola Pikir Deduktif

Matematika sebagai ilmu, pola pikir yang diterima hanya yang bersifat deduktif, yaitu suatu pemikiran dari hal yang bersifat umum menuju hal bersifat khusus. Kebenaran pernyataan berlandaskan pada kebenaran pernyataan sebelumnya.

4) Memiliki Simbol yang Kosong dari Arti

Simbol yang digunakan dalam matematika dapat berupa huruf, lambang bilangan, lambang operasi, dan lain-lain. Rangkaian simbol yang disusun dalam matematika dapat membentuk model matematika seperti persamaan, pertidaksamaan, fungsi dan sebagainya. Sebelum ditentukan semesta yang digunakan dengan jelas, simbol tersebut kosong tanpa arti.

17


(29)

Misalnya huruf yang digunakan dalam model persamaan x + y = z masih kosong dari arti tergantung pada siapa yang menggunakan.

5) Memperhatikan Semeseta Pembicaraan (Universal)

Semesta pembicaraan diperlukan untuk memberikan kejelasan dan menjadi arahan dalam menyelesaikan model matematika. Misalanya jika semesta pembicaraannya bilangan maka simbol-simbol yang digunakan dapat diartikan sebagai bilangan. Semesta pembicaraan dapat menentukan benar atau salahnya maupun ada atau tidaknya penyelesaian model matematika.

6) Konsisten dalam Sistemnya

Suatu sistem dalam matematika harus konsisten dan tidak boleh ada kontradiksi baik makna atau kebenarannya. Suatu definisi atau teorema harus menggunakan konsep yang telah ditetapkan terdahulu. Misalnya x + y = a dan a + b = c maka x + y + b haruslah sama dengan c.

Berdasarkan uraian penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa, matematika merupakan salah satu ilmu yang identik dengan perhitungan didalamnya terdapat konsep-konsep abstrak dituangkan dalam bentuk kata atau bahasa simbol yang memerlukan strategi, pemikiran, pertimbangan agar dapat menyelesaikan permasalahan dengan tepat. Sehingga dapat dikatakan pula bahwa matematika dapat mengembangkan kemampuan daya pikir bagi siswa.

c. Kemampuan Pemahaman Konsep Matematika

Konsep dalam matematika dapat diperkenalkan melalui definisi, gambar, contoh, model atau peraga. Misalnya konsep persegi adalah bangun datar yang memiliki empat sisi sama panjang dan memiliki empat sudut sama besar. Konsep dalam matematika saling berkaitan dan berjenjang. Siswa akan sulit memahami konsep matematika yang kompleks sebelum memahami konsep yang sederhana. Oleh karena itu, konsep dalam matematika perlu diberikan secara berjenjang dan bertahap. Dimulai dari konsep yang sederhana hingga konsep yang lebih rumit dan kompleks.

Kemampuan pemahaman konsep merupakan salah satu tujuan awal dari pembelajaran matematika. Pemahaman konsep matematika ditunjukan


(30)

terhadap konsep-konsep yang terdapat dalam matematika. Pemahaman konsep memiliki tingkat kedalaman arti yang berbeda-beda. Para ahli memiliki pandangan yang berbeda mengenai hasil akhir dari pencapaian pemahaman konsep.

Polya membedakan empat jenis pemahaman matematika yaitu:18 1) Pemahaman mekanikal, yaitu dapat mengingat, menerapkan rumus

secara rutin, dan melakukan perhitungan secara sederhana.

2) Pemahaman induktif, yaitu dapat menerapkan rumus atau konsep dalam kasus sederhana dan mengetahui rumus atau konsep tersebut dapat diberlakukan dalam kasus yang mirip.

3) Pemahaman rasional, yaitu dapat membuktikan kebenaran rumus. 4) Pemahaman intuitif, yaitu dapat membuktikan kebenaran hingga

yakin sebelum melakukan analisis lebih lanjut.

Sedangkan Pollastek membedakan pemahaman matematika dalam dua jenis, yaitu:19

1) Pemahaman komputasional, yaitu dapat menerapkan sesuatu atau rumus dalam perhitungan rutin/sederhana dan mengerjakannya secara algoritmik.

2) Pemahaman fungsional, yaitu dapat mengkaitkan rumus satu dengan rumus lainnya secara benar dan menyadari proses yang dilakukan. Menurut Copelland pemahaman matematika dikategorikan dalam dalam dua jenis, yaitu:20

1) Knowing how to, yaitu dapat mengerjakan sesuatu secara secara rutin/sederhana. Pemahaman ini hanya dapat mengerjakan suatu soal atau permasalahan secara berurutan tetapi tidak menyadari proses yang dilakukan.

2) Knowing, yaitu dapat mengerjakan sesuatu dengan sadar akan proses yang dikerjakannya. Pemahaman ini memahami benar proses yang dilakukan dalam menyelesaikan permasalahan atau soal.

18

Jihad, op. cit., h. 167.

19

Ibid.

20


(31)

Suhendra menyatakan bahwa seseorang dikatakan memahami suatu konsep matematika apabila ia telah mampu melakukan hal sebagai berikut:21

1) Menemukan kembali konsep yang belum diketahuinya didasarkan pada pemahaman konsep yang telah lalu.

2) Medefinisikan konsep dengan kalimat sendiri tetapi sesuai dengan ide utama dari konsep yang didefinisikan

3) Mengidentifikasi hal-hal yang sesuai dengan suatu konsep 4) Memberikan contoh dan bukan contoh dari suatu konsep.

Pemahaman terhadap suatu konsep dalam matematika perlu dimaksimalkan karena pemahaman konsep menjadi landasan utama bagi kemampuan matematika lainnya. Kemampuan pemahaman konsep menjadi pendukung siswa untuk meningkatkan dan mengembangkan kemampuan penalaran, kemampuan komunikasi, bahkan kemampuan pemecahan masalah.

2. Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Team Assisted Individualization

(TAI)

Model pembelajaran kooperatif merupakan salah satu model yang dapat meningkatkan keaktifan dalam belajar dan mengembangkan kecakapan sosial siswa. Model pembelajaran kooperatif memiliki banyak tipe, salah satunya ialah tipe Team Assisted Individualization (TAI). Teori-teori pendukung pada bagian ini meliputi beberapa sub bagian yaitu pengertian model pembelajaran, pengertian model pembelajaran kooperatif, keunggulan dan kelemahan pembelajaran kooperatif, pembelajaran Team Assisted

Individualization (TAI), langkah-langkah pembelajaran Team Assisted

Individualization (TAI), keunggulan dan kelemahan pembelajaran Team Assisted Individualization (TAI).

a. Model Pembelajaran

Model adalah “kerangka kerja konseptual”, dapat pula disebut “pola

kerja konseptual”.22

Model diartikan sebagai kerangka konseptual yang

21

Suhendra, op. cit., h. 7.21.

22


(32)

digunakan sebagai pedoman dalam melakukan kegiatan.23 Model dapat dijadikan sebagai landasan dalam melaksanakan kegiatan karena memuat rancangan pelaksanaan.

Pembelajaran merupakan proses kegiatan belajar dan mengajar. Pembelajaran adalah suatu kombinasi yang tersusun meliputi unsur-unsur manusiawi, material, fasilitas, perlengkapan, dan prosedur yang saling mempengaruhi mencapai tujuan pembelajaran.24 Pembelajaran diartikan sebagai proses interaksi yang dilakukan oleh guru dan siswa dengan memberikan ruang bagi siswa untuk berkembang sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan. Seperti yang telah dikemukakan bahwa dalam pembelajaran terdapat prosedur atau metode yang digunakan untuk mencapai tujuan pembelajaran. Tidak hanya sebatas metode saja yang digunakan dalam pembelajaran. Namun terdapat istilah lain yang digunakan dalam pembelajaran seperti strategi, pendekatan, teknik, maupun model pembelajaran.

Menurut Joyce model pembelajaran adalah suatu perencanaan atau pola yang digunakan sebagai acuan dalam merencanakan pembelajaran dan untuk menentukan perangkat-perangkat pembelajaran termasuk di dalamnya buku-buku, film, komputer, kurikulum, dan lain-lain.25

Soekamto mengemukakan bahwa model pembelajaran adalah kerangka konseptual yang melukiskan prosedur yang sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan belajar tertentu, dan berfungsi sebagai pedoman bagi para perancang pembelajaran dan para pengajar dalam merencanakan aktivitas belajar mengajar.26

Berdasarkan pendapat para ahli dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran merupakan rancangan secara umum proses pembelajaran yang didalamnya terdapat prosedur atau cara khusus yang digunakan untuk melaksanakan pembelajaran tersebut. Model pembelajaran mencakup berbagai

23

Sagala, op. cit., h. 175.

24

Oemar Hamalik, op. cit., h. 57.

25

Trianto, Mengembangkan Model Pembelajaran Tematik, (Jakarta: Perstasi Pustaka, 2011), h. 74.

26

Aris Shoimin, Model Pembelajaran Inovatif dalam Kurikulum 2013, (Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2014), h. 23.


(33)

hal yang berkaitan dengan proses pembelajaran, seperti strategi, metode, teknik, media, evaluasi, dan sebagainya.

Model pembelajaran mempunyai ciri-ciri khusus yang

membedakannya dengan strategi, metode atau prosedur. Ciri-ciri tersebut adalah sebagai berikut: 27

1) Bersifat rasional teoritik logis disusun oleh para ahli atau pengembangnya

2) Landasan pemikiran tentang apa dan bagaimana siswa belajar serta berisi tujuan pembelajaran yang akan dicapai

3) Tingkah laku atau cara mengajar yang diperlukan agar model tersebut dapat dilaksanakan dengan berhasil

4) Lingkungan belajar yang diperlukan agar tujuan pembelajaran itu dapat tercapai.

Berdasarkan uraian di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa model pembelajaran merupakan buah pikiran penciptanya memuat gambaran secara umum proses pembelajaran yang dilaksanakan dari awal hingga akhir pertemuan meliputi penggunaan media, strategi, metode, teknik, serta lingkungan belajar yang berguna sebagai acuan untuk mencapai tujuan yang telah direncanakan.

b. Model Pembelajaran Kooperatif

Pembelajaran kooperatif berasal dari kata cooperative bekerjasama. Pembelajaran kooperatif merupakan model pembelajaran dengan menggunakan sistem pengelompokan terdiri antara empat sampai enam orang yang memiliki latar belakang kemampuan akademik, jenis kelamin, ras, atau suku yang berbeda atau heterogen.28 Dalam pembelajaran kooperatif, para siswa akan

27

Ibid., h. 24.

28

Wina Sanjaya, Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan, (Jakarta: Kencana, 2013), h. 242.


(34)

duduk bersama dalam kelompok yang beranggotakan empat orang untuk menguasai materi yang disampaikan oleh guru.29

Berdasarkan definisi diatas model pembelajaran kooperatif dilakukan dengan menempatkan siswa dalam kelompok yang heterogen secara terstruktur untuk menguasai materi pelajaran. Dalam pembelajaran kooperatif siswa dapat saling memanfaatkan dan memberi manfaat yang positif. Bagi siswa yang memiliki kemampuan akademik rendah dapat terbantu dengan siswa yang memiliki kemampuan diatasnya. Kemudian bagi siswa yang memiliki kemampuan akademik tinggi dapat lebih menguasai materi apabila sudah mampu menjelaskan kepada siswa lain.

Menurut Davidson dan Worshman Cooperative learning adalah model pembelajaran yang sistematis dengan mengelompokkan siswa untuk tujuan menciptakan pendekatan pembelajaran yang efektif yang mengintegrasikan keterampilan sosial yang bermuatan akademis.30 Riyanto mengatakan pembelajaran kooperatif adalah model pembelajaran yang dirancang untuk membelajarkan kecakapan akademik (akademik skill), sekaligus keterampilan sosial (social skill) termasuk interpersonal skill.31

Pembelajaran kooperatif tidak hanya memberikan efek pada kemampuan akademik, tetapi pembelajaran kooperatif juga memberikan efek pada sikap sosial siswa. Melalui pembelajaran kooperatif siswa dapat mengembangkan sikap sosialnya. Sikap saling menghargai, peduli terhadap orang lain, saling sepenanggungan dan menerima kelebihan serta kekurangan orang lain tergambar dalam proses pembelajaran kooperatif.

Model pembelajaran kooperatif mengutamakan kerja sama dalam menyelesaikan permasalahan untuk menerapkan pengetahuan dan keterampilan dalam rangka mencapai tujuan pembelajaran.32 Unsur gotong royong dan kerjasama merupakan komponen utama yang membedakan model kooperatif

29

Robert E. Slavin, Cooperative Learning, (Bandung: Nusa Media, 2005), h. 8.

30

Zulfiani, dkk., Strategi Pembelajaran Sains, (Jakarta: Lembaga Penelitian UIN Jakarta, 2009), h. 130.

31

Yatim Riyanto, Paradigma Baru Pembelajaran, (Jakarta: Kencana, 2012), h. 267.

32

Widyantini, Model Pembelajaran Matematika dengan Pendekatan Kooperatif, (Yogyakarta: Pusat Pengembangan dan Penataran Guru Matematika, 2006), h. 3.


(35)

dengan model lainnya. Sumber belajar dalam kooperatif tidak hanya guru atau lingkungan, tetapi siswa juga dapat menjadi sumber belajar bagi siswa lainnya untuk mencapai tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan.

Pembelajaran koopertif merupakan miniatur kecil dalam kehidupan masyarakat. Perbedaan latar belakang anggota kelompok diibaratkan sebagai masyarakat di lingkungan sekitar yang hidup saling berdampingan. Dalam menggunakan model pembelajaran ini siswa diarahkan agar mampu hidup berdampingan dan bekerjasama dengan orang lain yang berbeda latar belakang untuk mencapai tujuan bersama. Pembelajaran kooperatif dapat dijadikan sebagai alternatif untuk melaksanakan kegiatan pembelajaran agar siswa lebih aktif dan mampu mengembangkan sikap sosial para siswa. Melibatkan siswa secara langsung dalam kegiatan belajar memberikan efek pada pembelajaran yang lebih bermakna bagi siswa. Siswa akan lebih mudah memahami dan menguasai materi dengan dilibatkan secara langsung.

Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran kooperatif merupakan model pembelajaran dengan mengelompokkan siswa secara heterogen dan terstruktur yang dapat mengembangkan kecakapan sosial dan mencapai tujuan pembelajaran yang ditetapkan. Terstruktur dalam pembelajaran kooperatif memiliki arti bahwa setiap siswa dalam kelompok memiliki kontribusi yang sama. Tidak hanya satu orang siswa yang bekerja untuk menyelesaikan pekerjaan kelompok, akan tetapi setiap anggota bekerja demi keberhasilan kelompoknya.

Model pembelajaran kooperatif atau cooperative learning dapat dipastikan sebagai model kerja kelompok. Beberapa unsur perlu diterapkan agar pembelajaran kelompok bisa dikatakan sebagai pembelajaran kooperatif. Untuk mencapai hasil yang maksimal, lima unsur model pembelajaran cooperative learning harus diterapkan. Lima unsur tersebut yaitu:33

1) Saling Ketergantungan Positif

Dalam pembelajaran kooperatif perlu adanya pembagian pemerataan tugas kepada masing-masing anggota kelompok. Tugas kelompok tidak

33


(36)

mungkin bisa diselesaikan apabila terdapat anggota yang tidak dapat menyelesaikan tugasnya. Oleh karena itu masing–masing anggota memiliki ketergatungan pada anggota kelompoknya.

2) Tanggung Jawab Perseorangan

Keberhasilan kelompok tergantung pada setiap anggotanya, maka dari itu setiap anggota kelompok harus memiliki tanggung jawab sesuai dengan tugasnya. Setiap anggota kelompok harus berusaha memberikan yang terbaik untuk kelompoknya.

3) Tatap Muka

Tatap muka disini berarti memberikan kesempatan kepada siswa untuk berinteraksi, memberikan informasi, mengenal satu sama lain, saling membelajarkan, dan berdiskusi. Interaksi tatap muka akan memberikan pengalaman kepada setiap anggota kelompok untuk bekerja sama, menghargai setiap perbedaan, memanfaatkan kelebihan masing-masing anggota, dan mengisi kekurangan masing-masing.

4) Komunikasi Antaranggota

Salah satu tujuan pembelajaran koopeartif agar siswa mampu berpartisipasi aktif dan berkomunikasi. Keberhasilan suatu kelompok bergantung pada kesediaan anggota kelompok untuk saling mendengarkan dan saling mengutarakan pendapat.

5) Evaluasi Proses Kelompok

Pengajar perlu menjadwalkan waktu khusus bagi kelompok untuk melakukan evaluasi. Evaluasi dilakukan untuk menilai proses kerja kelompok dan hasil kerja kelompok. Evaluasi digunakan untuk melakukan perbaikan agar selanjutnya bisa melakukan kerjasama dengan lebih baik.

Pembelajaran kooperatif memiliki berbagai macam jenis, diantaranya adalah :34

a) STAD (Student Teams Achievment Division)

STAD merupakan tipe pembelajaran kooperatif yang sederhana. Ide dasar STAD adalah memotivasi siswa dalam kelompok agar dapat saling

34


(37)

mendorong dan membantu satu sama lain dalam menguasai materi yang disajikan, serta menumbuhkan kesadaran bahwa belajar itu penting, bermakna, dan menyenangkan. Tahapan dalam STAD dimulai dengan penyajian kelas, kegiatan kelompok, tes individual, memberikan skor peningkatan individual, dan pengakuan terhadap kelompok.

b) Jigsaw

Jigsaw adalah salah satu tipe pembelajaran kooperatif yang memberi kesempatan siswa untuk aktif dan saling membantu menguasai materi. Setiap anggota ditugaskan secara acak untuk menjadi ahli pada bagian tertentu dengan membaca bagian materi yang didapat. Setelah membacanya, para ahli dari tim berbeda bertemu untuk mendiskusikan bagian materi yang sama. Kemudian mereka kembali pada timnya untuk mengajarkan bagiannya kepada teman satu kelompok. Selanjutnya dilakukan kuis untuk semua materi pembahasan.

c) TGT (Team Games Tournament)

TGT merupakan salah satu tipe pembelajaran kooperatif yang menggunakan turnamen mingguan. Dalam turnamen siswa berkompetisi dengan kelompok lain agar memperoleh poin untuk kemajuan kelompok. Pembelajaran kooperatif tipe TGT terdiri dari lima tahapan, yaitu tahap penyajian kelas, belajar dalam kelompok, permainan, pertandingan, dan penghargaan kelompok. Pertandingan dirancang dengan memberi kesempatan siswa untuk berkompetisi dengan tingkat kemampuan yang sama.

d) TAI (Team Assisted Individualization)

TAI merupakan tipe pembelajaran kooperatif dengan pemberian bantuan secara individual. Pengkombinasian belajar individual dan kelompok menjadi ciri khas TAI yang membedakan dengan tipe kooperatif lainnya. Siswa diberikan kesempatan memulai belajar secara individual dengan kemampuan yang dimiliki. Hasil belajar siswa dibawa ke kelompok untuk dikoreksi dengan mendiskusikan, mendebat, atau saling memberi masukan. Kemudian siswa diberikan kuis individual untuk mengecek pemahaman siswa dan tidak diperkenakan untuk bekerja sama dalam mengerjakan kuis tersebut. Tanggung jawab individu dapat dipastikan muncul karena skor yang


(38)

diperhitungkan adalah skor akhir, dan siswa melakukan kuis tanpa bantuan teman satu tim.35

e) CIRC (Cooperative Integrated Reading & Composition)

Model pembelajaran tipe ini menekankan pada pembelajaran membaca, menulis, dan tata bahasa. Model kooperatif tipe CIRC merupakan model pembelajaran khusus mata pelajaran bahasa dalam rangka membaca dan menemukan ide pokok pikiran atau tema sebuah wacana. Dalam melaksanakan pembelajaran CIRC siswa saling menilai kemampuan membaca, menulis, tata bahasa, baik secara tertulis maupun lisan dalam kelompok. Kegiatan CIRC diawali dengan presentasi dari guru, latihan tim, latihan independen, pra penelitian teman, latihan tambahan, dan tes.

c. Keunggulan dan Kelemahan Model Pembelajaran Kooperatif

Setiap model pembelajaran tidak ada yang sempurna. Kelebihan atau keunggulan dan kekurangan atau kelemahan pasti dimiliki oleh suatu model pembelajaran. Begitu pula dengan model pembelajaran kooperatif.

Keunggulan penggunaan model pembelajaran kooperatif bagi siswa adalah sebagai berikut:36

1) Siswa dapat menambah kepercayaan kemampuan untuk berpikir sendiri, menemukan informasi dari berbagai sumber, dan belajar dari siswa yang lain.

2) Melalui penggunaan model pembelajaran kooperatif, siswa dapat mengembangkan kemampuan mengungkapkan ide atau gagasan dengan kata-kata secara verbal dan membandingkannya dengan ide yang dimiliki oranglain.

3) Dapat membantu siswa untuk peduli pada orang lain dan menyadari segala keterbatasannya serta menerima segala perbedaan.

4) Pembelajaran koperatif dapat membantu memperdayakan setiap siswa untuk lebih bertanggung jawab dalam belajar.

35

Slavin, op. cit., h. 15-16.

36


(39)

5) Dapat meningkatkan prestasi akademik dan keterampilan sosial, termasuk mengembangkan rasa harga diri dan hubungan interpersonal positif dengan orang lain.

6) Melalui pembelajaran koperatif, dapat mengembangkan kemampuan siswa untuk menguji ide dan pemahamannya sendiri serta memberikan ruang kebebasan untuk siswa memecahkan masalah tanpa takut membuat kesalahan.

7) Pembelajaran kooperatif yang dilakukan dapat meningkatkan kemampuan siswa menggunakan informasi dan kemampuan belajar abstrak menjadi nyata.

8) Interaksi dalam kegiatan pembelajaran dapat meningkatkan motivasi dan memberikan rangsangan untuk berpikir.

Selain memiliki keunggulan model pembelajaran kooperatif juga memiliki kelemahan atau keterbatasan, diantaranya yaitu:37

1) Siswa yang memiliki kemampuan lebih dapat merasa terhambat sehingga dapat berakibat pada iklim kerjasama dalam kelompok. 2) Apabila kegiatan peer teaching tidak dilakukan secara efektif akan

menghambat siswa mencapai tujuan pembelajaran.

3) Siswa kurang mengharapkan penilaian didasarkan hasil kelompok, penilaian secara individu yang menjadi harapan siswa.

4) Membutuhkan waktu yang lama bagi siswa dan guru, sehingga sulit mencapai target kurikulum.

5) Tidak semua aktivitas pembelajaran dapat dilaksanakan dengan berkelompok.

d. Pembelajaran Team Assisted Individualization (TAI)

Model pembelajaran kooperatif tipe Team Assisted Individualization (TAI) dikembangkan oleh Robert E. Slavin. Pembelajaran TAI ini dilakukan dengan mengkombinasikan pembelajaran kooperatif dan pengajaran individual. Tipe ini dirancang untuk mengatasi kesulitan belajar siswa secara individual.

37


(40)

Dasar pemikiran pengembangan model ini ialah untuk mengadaptasi pengajaran terhadap perbedaan individual siswa berkaitan dengan kemampuan siswa maupun pencapaian prestasi siswa.38 Ketika memasuki ruang kelas siswa memiliki pengetahuan, kemampuan, dan motivasi yang berbeda. Perbedaan tersebut menjadi landasan bagi siswa untuk memulai pembelajaran yang dilaksanakan.

Ciri khas dari model pembelajaran TAI ini adalah menitikberatkan keaktifan siswa dalam belajar. Siswa secara individual belajar materi yang sudah dipersiapkan oleh guru. Hasil belajar individual dibawa ke kelompok untuk didiskusikan dan saling dibahas oleh anggota kelompok. Semua anggota kelompok memiliki tanggung jawab atas keseluruhan jawaban sebagai tanggung jawab bersama.

Model Pembelajaran tipe TAI memiliki 8 (delapan) komponen, yaitu:39 (a) Teams, yaitu kelompok kecil yang kemampuan anggotanya heterogen tediri dari 4-6 siswa, (b) Placement Test, yaitu tes awal atau rata-rata nilai harian siswa atau nilai pada bab sebelumnya untuk mengetahui kelemahan siswa pada bidang tertentu, (c) Student Creative, yakni memberi penekanan dan menciptakan persepsi bahwa keberhasilan setiap siswa ditentukan oleh keberhasilan kelompoknya, (d) Team Study, merupakan tindakan belajar yang harus dilaksanakan oleh kelompok. Pemberian bantuan kepada siswa yang membutuhkan diperkenankan pada tahap ini. Pemberian bantuan dapat dilakukan oleh guru dan siswa yang pandai dalam kelompok, (e) Team Score and Team recognition, yaitu memberikan skor pada hasil kerja kelompok dan memberikan penghargaan terhadap kelompok yang berhasil maupun yang kurang berhasil, (f) Teaching Group, yakni memberikan materi secara singkat menjelang tugas kelompok, (g) Fact Test, yakni memberikan tes-tes kecil seperti kuis, (h) Whole Class Units, yaitu menyajikan kembali materi dengan strategi pemecahan masalah untuk seluruh siswa dikelas.

38

Slavin, op. cit., h. 187.

39 Asmadi, Alsa “Pengaruh Metode Belajar

Team Assisted Individualization terhadap Prestasi Belajar Statistika Pada Mahasiswa Psikologi”, Jurnal Psikologi, Vol. 38, 2011. h. 83.


(41)

Penghargaan merupakan salah satu cara yang dapat digunakan untuk menumbuhkan motivasi siswa dalam melakukan pembelajaran. Dalam pembelajaran TAI ini guru memberikan penghargaan kepada kelompok berdasarkan perolehan nilai peningkatan hasil belajar dari nilai dasar (awal) ke nilai kuis/tes setelah siswa bekerja dalam kelompok.40

Adapun langkah-langkah untuk memberikan penghargaan terhadap kelompok sebagai berikut:41

1) Menentukan nilai dasar (awal) masing-masing siswa dapat dilakukan dengan memberikan pre test atau menggunakan nilai ulangan sebelumnya.

2) Menentukan nilai terkini berdasarkan perolehan nilai yang didapat dari hasil kuis/tes siswa. Misalnya nilai tes 1, nilai tes 2, atau bisa juga rata-rata nilai tes 1 dan nilai tes 2.

3) Menentukan nilai peningkatan hasil belajar yang besarnya ditentukan berdasarkan selisih nilai kuis/tes terkini dan nilai dasar dengan menggunakan kriteria pada Tabel 2.1.

Tabel 2.1

Perolehan Nilai Peningkatan

Kriteria Nilai Peningkatan

Nilai kuis turun lebih 10 poin di bawah nilai awal 5

Nilai kuis turun 1 - 10 poin di bawah nilai awal 10

Nilai kuis/tes terkini sama dengan nilai awal sampai

dengan 10 diatas nilai awal 20

Nilai kuis/tes terkini lebih dari 10 di atas nilai awal 30

e. Langkah-langkah Pembelajaran Team Assisted Individualization

(TAI)

Menurut Widyantini, langkah-langkah pembelajaran kooperatif tipe TAI sebagai berikut: 42

40

Widyantini, op. cit., h. 10.

41


(42)

1) Guru memberikan tugas kepada siswa untuk mempelajari materi pembelajaran secara individual yang sudah dipersiapkan oleh guru. 2) Guru memberikan kuis secara individual kepada siswa untuk

mendapatkan skor dasar atau skor awal.

3) Guru membentuk beberapa kelompok. Setiap kelompok terdiri dari 4

– 5 siswa dengan kemampuan heterogen.

4) Hasil belajar siswa secara individual didiskusikan dalam kelompok. Dalam diskusi kelompok, setiap anggota kelompok saling memeriksa jawaban teman satu kelompok.

5) Guru memfasilitasi siswa dalam membuat rangkuman, mengarahkan, dan memberikan penegasan pada materi pembelajaran yang telah dipelajari.

6) Guru memberikan kuis kepada siswa secara individual.

7) Guru memberi penghargaan pada kelompok berdasarkan perolehan nilai peningkatan hasil belajar individual dari skor dasar ke skor kuis berikutnya (terkini).

Berdasarkan langkah-langkah di atas, langkah model pembelajaran kooperaatif tipe TAI dalam penelitian ini yaitu:

1) Guru memberikan tugas kepada siswa untuk mempelajari materi pembelajaran secara individual yang sudah dipersiapkan oleh guru. 2) Guru memberikan lembar kerja siswa yang didalamnya terdapat

petunjuk untuk dikerjakan secara individual (mengadopsi komponen teaching group). Pada tahap ini kemampuan pemahaman yang dilatihkan adalah penerjemahan dan penafsiran. Siswa diberikan arahan untuk dapat menemukan konsep (kembali) berdasarkan konsep yang telah diketahuinya dan menerapkan konsep untuk menyelesaikan suatu permasalahan.

3) Guru membentuk beberapa kelompok yang terdiri dari 4-5 orang secara heterogen dengan mencermati nilai pre test siswa (mengadopsi komponen teams dan placement test).

42


(43)

4) Hasil kerja siswa secara individual berupa kuis didiskusikan dalam kelompok dengan saling memeriksa jawaban teman satu kelompok (mengadopsi komponen team study dan student creative). Pada tahap ini kemampuan pemahaman yang dilatihkan menekankan pada ekstrapolasi. Siswa diberikan kesempatan untuk mendiskusikan hasil pekerjaannya dan teman dikelompoknya. Sehingga pada tahap ini siswa mampu melakukan perbandingan, membedakan, dan menyimpulkan jawaban yang mereka anggap benar.

5) Guru meminta perwakilan siswa untuk mempresentasikan hasil pekerjaan kelompoknya dan memberikan penguatan (mengadopsi komponen whole class unit). Saat siswa melakukan presentasi siswa menjelaskan kembali terhadap apa yang dipahaminya. Sehingga pada tahap ini kemampuan pemahaman yang dilatihkan ialah penerjemahan.

6) Guru memberikan kuis kepada siswa secara individual (mengadopsi komponen fact test). Kemampuan pemahaman yang dilatihkan pada tahap ini sesuai indikator soal yang diajukan.

7) Guru memberi penghargaan pada kelompok berdasarkan perolehan nilai peningkatan hasil belajar individual dari skor dasar ke skor terkini (mengadopsi komponen team score and team recognition).

f. Keunggulan dan Kelemahan Pembelajaran Team Assisted

Individualization (TAI)

Keunggulan dan kelemahan merupakan hal yang pasti ada pada setiap model pembelajaran. Begitu pula dengan model Pembelajaran dengan tipe Team Assisted Individualization (TAI) memiliki keunggulan dan kelemahan.

Adapun keunggulan pembelajaran tipe TAI, yaitu: 43

1) Meminimalisir peran guru dalam pemeriksaan dan pengelolaan rutin. 2) Guru hanya menghabiskan sebagian dari waktunya untuk mengajar

kelompok-kelompok kecil.

43


(44)

3) Program yang dijalankan sederhana sehingga siswa kelas tiga ke atas dapat melaksanakannya.

4) Siswa akan termotivasi untuk mempelajari materi yang diberikan dengan cepat dan akurat.

Sedangkan kelemahan pembelajaran tipe TAI, diantaranya yaitu:44 1) Butuh waktu yang lama untuk membuat dan mengembangkan

perangkat kegiatan pembelajaran.

2) Jika jumlah siswa dalam kelas terlalu banyak, maka guru akan mengalami kesulitan dalam memberikan bimbingan kepada siswa.

3. Model Pembelajaran Konvensional

Model pembelajaran konvensional merupakan model pembelajaran yang biasa digunakan dalam proses pembelajaran di kelas. Biasanya peran guru dalam model pembelajaran ini lebih dominan. Salah satu contohnya adalah metode ceramah yang berpusat kepada guru. Dalam pembelajaran yang berpusat kepada guru hampir seluruh kegiatan dikendalikan penuh oleh guru. Guru diposisikan sebagai pemberi informasi tunggal dan siswa diposisikan sebagai individu yang siap menerima informasi. Selain ceramah metode pembelajaran konvensional lainnya adalah tanya jawab, penugasan, dan ekspositori.

Dari beberapa metode konvensional yang telah disebutkan, pembelajaran konvensional yang digunakan dalam penelitian ini yaitu metode ekspositori. Metode ekspositori adalah metode mengajar yang banyak digunakan oleh guru adalah dimana guru lebih banyak bertutur di dalam kelas sedangkan siswa hanya menyimak penjelasan guru.45 Kegiatan mengajar dalam pandangan metode ini ialah menyampaikan informasi kepada siswa dan menempatkan siswa sebagai objek penerima informasi. Siswa diharapkan dapat

44

Juniar, Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Team Assisted Individualization (TAI) dalam Pembelajaran Matematika Kelas VIII SMPN 5 Padangpanjang Pada Materi Relasi dan Fungsi Tahun Pelajaran 2013/2014, h. 5, dari: http://jurnal.umsb.ac.id/wp-content/uploads/2014/04/juniar.pdf (11 Juni 2015, pukul 12.38WIB).

45


(45)

menangkap informasi dan mengungkapkannya kembali melalui respon jawaban yang diberikan saat pertanyaan diajukan.

Dalam metode ekspositori peran guru lebih banyak dan lebih aktif dalam melakukan aktivitas proses pembelajaran. Penyajian materi dilakukan oleh guru secara terperinci. Siswa berperan lebih pasif tanpa banyak aktivitas dan hanya menerima bahan ajar yang disampaikan guru. Siswa hanya duduk manis mendengar penjelasan guru dan sesekali bertanya apabila terdapat bagian yang tidak dimengerti olehnya.

Prosedur pembelajaran dengan ekspositori sebagai berikut:46

a. Persiapan (preparation) yaitu guru mempersiapkan bahan selengkapnya secara sistematik dan rapi.

b. Pertautan (apperception) bahan terdahulu. Pada tahap ini guru dapat melakukan proses tanya jawab bekaitan dengan pengetahuan yang telah dimilikinya untuk dihubungkan dengan pengetahuan yang akan diberikan.

c. Penyajian (presentation) terhadap bahan yang baru. Pada tahap ini guru menyampaikan bahan ajar yang sudah disiapkan. Penyampaian bahan ajar dapat dilakukan melalui ceramah atau membaca teks yang sudah disiapkan.

d. Evaluasi (resitation) untuk mengecek kemampuan siswa. Evaluasi dapat dilakukan melalui proses tanya jawab atau meminta siswa untuk menjelaskan pemahamannya terhadap materi yang dipelajari.

Setiap ada keunggulan tentu ada kelemahan, begitu pula dengan metode ekspositori. Keunggulan dan kelemahan yang termuat pada metode pembelajaran dapat dijadikan sebagai acuan dalam menggunakan metode tersebut.

Keunggulan penggunaan metode ekspositori, yaitu:47

1) Guru mudah mengontrol dan menguasai kelas sehingga dapat mengetahui perkembangan siswanya.

46

Sagala, op. cit., h. 79.

47


(46)

2) Efektif untuk materi pelajaran yang luas dan waktu yang dimiliki terbatas.

3) Siswa dapat mendengar dan melihat sehingga pembelajaran ini cocok untuk siswa yang memiliki gaya belajar auditori atau visual. 4) Dapat digunakan untuk jumlah siswa dan ukuran kelas yang besar.

Sedangkan kelemahan penggunaan metode ekspositori, yaitu:48

1) Metode ini hanya mungkin dapat dilakukan pada siswa yang memiliki kemampuan mendengar dan menyimak secara baik.

2) Tidak dapat melayani perbedaan setiap individu baik dalam kemampuan, pengetahuan, minat, bakat, serta gaya belajar.

3) Sulit mengembangkan kemampuan siswa dalam hal sosialisasi, hubungan interpersonal, serta kemampuan berpikir kritis.

4) Guru memegang peran yang dominan terhadap pencapaian tujuan pembelajaran.

5) Pembelajaran bersifat satu arah yaitu berasal dari apa yang disampaikan guru, sehingga akan sulit untuk mengetahui sudah sejauh mana pemahaman siswa terhadap bahan ajar, juga dapat membatasi pengetahuan siswa hanya sebatas apa yang disampaikan oleh guru di depan kelas.

Berdasarkan uraian diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa metode ekspositori merupakan metode yang menekankan penuturan lisan guru dalam penyajian materi sehingga tujuan pembelajaran akan tercapai bergantung dengan kemampuan guru dalam menyampaikan materi.

B.Penelitian yang Relevan

Beberapa penelitian yang relevan dengan penelitian yang dilakukan penulis, diantaranya sebagai berikut:

1. Penelitian yang dilakukan oleh Arief Rahmat Setyawan (2012) yang

berjudul “Perbedaan Hasil Penerapan antara Model Pembelajaran

Kooperatif Tipe Team Assisted Individualization dan Konvensional terhadap

48


(47)

Hasil Belajar Matematika Siswa Kelas IV SDN Timuran Kota Yogyakarta

Tahun Ajaran 2011/2012” (Skripsi Universitas Negeri Yogyakarta). Hasil

penelitian ini menunjukan adanya perbedaan hasil belajar siswa yang diajarkan dengan model pembelajaran kooperatif tipe Team Assisted Individualization dan model pembelajaran konvensional pada kelas IV SDN Timuran Kota Yogyakarta. Hasil belajar kelas eksperimen lebih tinggi daripada kelas kontrol.

2. Penelitian yang dilakukan oleh Bakhrodin (2013) yang berjudul “Efektivitas Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Team Assisted Individualization (TAI) Terhadap Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Siswa kelas VII

MTs Mu’allimin Muhammadiyah Yogyakarta” (Skripsi Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta). Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran kooperatif tipe Team Assisted

Individualization (TAI) dengan Pendekatan Contextual Teaching and

Learning (CTL) lebih efektif disbanding model pembelajaran konvensional dalam kemampuan pemecahan masalah matematika siswa.

3. Penelitian yang dilakukan oleh Irfa Kalimatillah (2014) yang berjudul

“Pengaruh Penggunaan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Team Assisted

Individualization (TAI) Terhadap Kemampuan Koneksi dan Komunikasi

Matematis Siswa MTs” (Tesis Universitas Terbuka Jakarta). Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa kemampuan koneksi dan komunikasi matematis siswa melalui penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe Team Assisted Individualization (TAI) lebih baik daripada kemampuan koneksi dan komunikasi matematis siswa melalui penggunaan model pembelajaran konvensional serta terdapat perbedaan kemampuan koneksi dan komunikasi matematis siswa yang mendapat pembelajaran kooperatif tipe Team Assisted Individualization (TAI) dengan siswa yang mendapat pemebelajaran konvensional ditinjaudari tingkat kemampuan siswa tinggi, sedang, dan rendah.

Pada penelitian sebelumnya mempunyai variabel hasil belajar, kemampuan pemecahan masalah, serta kemampuan koneksi dan komunikasi


(48)

matematis. Berbeda dengan hal itu, variabel dalam penelitian ini ialah pemahaman konsep matematika. Berdasarkan hasil penelitian sebelumnya model pembelajaran kooperatif tipe TAI memiliki pengaruh positif terhadap variabel penelitian. Oleh karena itu, tidak menutup kemungkinan model kooperatif tipe TAI ini juga akan berpengaruh positif terhadap pemahaman konsep matematika siswa. Hal tersebut dilatarbelakangi pada proses pembelajaran yang memberikan kesempatan siswa untuk belajar secara mandiri terlebih dahulu, sehingga siswa dapat membangun konsep yang kuat dalam melaksanakan pembelajaran.

C.Kerangka Berfikir

Salah satu tujuan pembelajaran matematika berdasarkan Permendiknas adalah agar peserta didik memiliki kemampuan pemahaman konsep. Pemahaman konsep merupakan kemampuan untuk mengerti makna dari suatu konsep, menerapkan konsep untuk menyelesaikan permasalahan, serta mengkaitkan konsep satu dengan konsep lainnya. Indikator siswa memahami konsep menurut Bloom diantaranya ialah siswa mampu menerjemahkan yakni mengubah dari lambang ke arti, mampu memahami ide utama dari konsep, dan mampu membuat kesimpulan berdasarkan konsep yang telah diketahui.

Namun yang terjadi saat ini, pemahaman konsep yang dimiliki siswa masih rendah. Persepsi negatif dan tidak sukanya siswa terhadap matematika menyurutkan minat siswa dalam belajar, sehingga menghambat siswa untuk mencapai tujuan pembelajaran matematika. Kemudian guru dalam melaksanakan pembelajaran masih menitikberatkan pada pembelajaran konvensional yang berpusat kepada guru. Kegiatan pembelajaran yang dilakukan belum memberikan kesempatan kepada siswa untuk membangun dan memahami konsep dalam matematika. Siswa diberikan rumus jadi sehingga siswa hanya mampu menghafal rumus dan belum mampu mengaplikasikan rumus yang diterima ke dalam situasi yang berbeda.


(49)

Untuk mengatasi permasalahan diatas dapat dilakukan dengan memperbaiki proses pembelajaran yang dilaksanakan. Guru harus pandai memilih model pembelajaran yang tepat untuk menyajikan materi agar konsep yang disampaikan dapat dipahami dengan baik oleh para siswa. Menurut Lie, pengajaran oleh rekan sebaya (peer teaching) lebih efektif daripada pengajaran oleh guru. Hal itu dikarenakan siswa lebih mudah memahami bahasa yang disampaikan oleh rekan sebaya daripada bahasa yang disampaikan guru sebagai orang dewasa. Model pembelajaran yang dapat digunakan ialah model pembelajaran kooperatif. Model ini memberi kesempatan kepada siswa untuk aktif dalam belajar dan memahami konsep yang diajarkan melalui kerjasama dengan teman sekelompoknya.

Pembelajaran kooperatif memiliki banyak tipe salah satunya adalah tipe Team Assisted Individualization. Pembelajaran kooperatif tipe Team Assisted Individualization ini menggabungkan pembelajaran kooperatif dan individual. Selain itu, tipe Team Assisted Individualization ini juga memperhatikan perbedaan kemampuan individual dalam memulai pembelajaran. Pada prosesnya siswa diberi kesempatan untuk membangun konsep secara mandiri. Proses membangun konsep melibatkan kemampuan awal siswa sehingga dapat menjadi dasar yang kuat bagi pemahaman siswa. Kemudian hasil konsep yang telah dibangun siswa dilakukan pengecekan melalui diskusi dengan anggota dalam kelompok. Dalam kegiatan diskusi siswa dapat saling berdebat tetapi pada akhirnya setiap siswa dalam kelompok harus mengambil keputusan secara bulat terhadap konsep yang dibangun.

Pemberian bantuan bagi siswa yang memiliki kemampuan lemah dapat dilakukan oleh guru dan siswa dalam kelompok. Setiap kelompok harus memastikan anggotanya telah menguasai materi yang diajarkan karena akan menentukan keberhasilan kelompok. Dengan demikian setiap siswa lebih termotivasi untuk memahami materi yang diajarkan sehingga pemahaman konsep siswa dapat meningkat. Skema kerangka berpikir dapat dilihat pada Gambar 2.1.


(50)

Skema Kerangka Berfikir

pemahaman yang dilatihkan

Gambar 2.1

Skema Kerangka Berpikir

D.Hipotesis Penelitian

Berdasarkan kajian teori dan kerangka berfikir yang telah dijelaskan sebelumnya, maka dalam penelitian ini dapat diajukan hipotesis penelitian yaitu pemahaman konsep matematika siswa yang diajarkan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe TAI lebih tinggi dibandingkan pemahaman konsep matematika siswa yang diajarkan menggunakan model pembelajaran konvensional.

Rendahnya pemahaman konsep

Persepsi negatif tentang matematika

Pembelajaran berpusat pada guru

Pemberian rumus jadi kepada siswa

Model pembelajaran kooperatif

Tipe Team Assisted Individualization (TAI)

Penerjemahan Penafsiran Ekstrapolasi

Pemahaman konsep meningkat diperlukan


(51)

37

Penelitian ini dilaksanakan di SDI Ummul Quro pada semester ganjil bulan September sampai dengan bulan Oktober 2015 tahun pelajaran 2015/2016.

B.Metode dan Desain Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian quasi eksperimen (eksperimen semu), yaitu metode eksperimen yang tidak memungkinkan peneliti melakukan pengontrolan penuh terhadap variabel dan kondisi eksperimen. Metode ini memiliki kelompok kontrol, tetapi tidak dapat berfungsi sepenuhnya untuk mengontrol variabel-variabel luar yang mempengaruhi pelaksanaan eksperimen.1 Penelitian ini dilakukan terhadap dua kelompok pengamatan, yaitu kelompok XE dan kelompok XK. Kelompok XE adalah kelompok eksperimen yang dalam proses pembelajaran diberikan perlakuan dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe TAI, sedangkan XK adalah kelompok kontrol yang dalam proses pembelajaran diberikan perlakukan dengan menggunakan model pembelajaran konvensional.

Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini yaitu postest control group design dengan melibatkan dua kelompok yang dibandingkan, yaitu kelompok eksperimen dan kontrol. Desain penelitian ini sebagai berikut:

Tabel 3.1 Desain Penelitian

Kelompok Perlakuan Posttest

Eksperimen XE Y

Kontrol XK Y

1

Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D, (Bandung: Alfabeta, 2013), h. 114.


(52)

Keterangan:

XE = Perlakuan dengan menggunakan model kooperatif tipe TAI dalam

pembelajaran

XK = Perlakuan dengan menggunakan model konvensional dalam pembelajaran

Y = Tes yang diberikan kepada kedua kelompok setelah diberi perlakuan

C.Populasi dan Sampel

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas V SDI Ummul Quro pada semester Ganjil Tahun Ajaran 2015/2016 yang terbagi menjadi tiga kelas. Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah purposive sampling yaitu teknik pengambilan sampel dengan pertimbangan tertentu.2 Kedua kelas yang terpilih menjadi sampel yaitu kelas VA dan VC. Kelas VA sebagai kelas eksperimen dan kelas VC sebagai kelas kontrol dengan masing-masing jumlah siswa sebanyak 25 orang. Pengambilan sampel berdasarkan pertimbangan dari wali kelas V dan kepala sekolah SDI Ummul Quro Bekasi. Selain itu, pertimbangan menggunakan kelas tersebut dikarenakan kegiatan prapenelitian dilaksanakan di kelas tersebut.

D.Teknik Pengumpulan Data

Penelitian ini menggunakan teknik pengumpulan data melalui tes. Data yang diperlukan dalam penelitian ini adalah skor pemahaman konsep matematika siswa. Data tersebut diperoleh dari hasil tes pemahaman konsep matematika kedua kelompok (eksperimen dan kontrol). Tes yang akan diberikan merupakan tes tertulis berupa tes uraian. Tes ini diberikan kepada kelompok eksperimen yang dalam pembelajarannya diterapkan model pembelajaran tipe Team Assisted Individualization (TAI) dan kelompok kontrol yang dalam pembelajarannya diterapkan model pembelajaran konvensional dengan soal yang sama. Tujuan dari tes tertulis ini untuk mengetahui kemampuan pemahaman konsep matematika siswa dalam menjawab soal-soal yang diberikan.

2


(53)

E.Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian adalah suatu alat yang digunakan mengukur fenomena alam maupun sosial yang diamati. Secara spesifik semua fenomena ini disebut variabel penelitian.3 Variabel dalam penelitian ini terdiri dari variabel independen dan dependen. Variabel independen (bebas) dalam penelitian ini adalah model pembelajaran kooperatif tipe TAI sebagai variabel (x), sedangkan variabel dependen (terikat) adalah pemahaman konsep matematika siswa sebagai variabel (y).

Instrumen penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah instrumen tes. Tes yang digunakan adalah tes uraian yang berupa soal-soal pemahaman konsep yang berguna untuk mengukur pemahaman konsep matematika siswa. Tes kemampuan pemahaman konsep matematika yang diberikan sesuai dengan indikator pemahaman konsep matematika. Indikator pemahaman konsep yang digunakan dalam instrumen tes ini mengacu pada indikator menurut Benjamin S. Bloom yaitu, penerjemahan (transalation), penafsiran (interpretation), dan ekstrapolasi (extrapolation). Kisi-kisi instrumen yang digunakan untuk mengetahui pemahaman konsep matematika siswa dapat dilihat pada Tabel 3.2.

Sebelum instrumen digunakan, instrumen terlebih dahulu diujicobakan kepada siswa yang bukan sampel penelitian. Uji coba instrumen dilakukan untuk mengetahui sejauh mana kualitas instrumen penelitian yang akan digunakan. Instrumen penelitian ini diuji dengan mengukur validitas, uji realibilitas, taraf kesukaran, dan daya pembeda.

Tabel 3.2

Kisi-kisi Instrumen Pemahaman Konsep Pokok Bahasan : Luas Bangun Datar

Kompetensi Dasar : 3.1 Menghitung luas trapesium dan layang-layang 3.2 Menyelesaikan masalah yang berkaitan dengan luas

bangun datar

3


(54)

No Kategori Indikator No. Soal

1. Penerjemahan

a. Mengubah satuan luas ke satuan luas lain

yang tingkatannya berbeda 1a

b. Menggambar bangun datar trapesium 2 c. Menggambar bangun datar

layang-layang 4a

d. Menggambar bangun datar belah ketupat 9 e. Mengidentifikasi sifat bangun datar

trapesium 3a

f. Mengidentifikasi sifat bangun datar

layang-layang 5

g. Mengidentifikasi sifat bangun datar belah

ketupat 11a

2. Penafsiran

a. Menghitung gabungan beberapa satuan

luas 1b

b. Menghitung luas bangun datar trapesium 3b c. Menghitung luas bangun datar

layang-layang 4b

d. Menghitung luas bangun datar belah

ketupat 11b

3. Ekstrapolasi

a. Menghitung tinggi trapesium 8

b. Menghitung diagonal layang-layang 6

c. Menghitung diagonal belah ketupat 12 d. Menyelesaikan soal cerita yang berkaitan

dengan luas trapesium 7

e. Menyelesaikan soal cerita yang berkaitan

dengan luas layang-layang 10

f. Menyelesaikan soal cerita yang berkaitan


(1)

(2)

(3)

(4)

(5)

(6)

Dokumen yang terkait

Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis Matematis Siswa dengan Menggunakan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Team Assisted Individualization (TAI).

6 9 167

PENINGKATAN PEMAHAMAN KONSEP MATEMATIKA DENGAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE TEAM ASSISTED INDIVIDUALIZATION (TAI) MENGGUNAKAN METODE INKUIRI DI KELAS VIII SMP SWASTA HKBP SIDORAME.

0 6 21

PENINGKATAN PEMAHAMAN KONSEP MATEMATIKA DENGAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE TEAM ASSISTED INDIVIDUALIZATION (TAI) MENGGUNAKAN METODE INKUIRI DI KELAS VIII SMP SWASTA HKBP SIDORAME.

0 2 22

PENINGKATAN KEMAMPUAN PEMAHAMAN KONSEP MATEMATIKA SISWA DENGAN STRATEGI TEAM ASSISTED INDIVIDUALIZATION (TAI) Peningkatan Kemampuan Pemahaman Konsep Matematika Siswa Dengan Strategi Team Assisted Individualization (TAI) Bagi Siswa Kelas VII SMP Negeri 2

0 1 16

PENGGUNAAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE TAI (TEAM ASSISTED INDIVIDUALIZATION) Penggunaan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Tai (Team Assisted Individualization) Untuk Meningkatkan Motivasi Dan Prestasi Belajar Siswa Dalam Pembelajaran Matematika

0 2 16

PENINGKATAN KREATIVITAS BELAJAR MATEMATIKA MELALUI MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE TEAM ASSISTED INDIVIDUALIZATION Peningkatan Kreativitas Belajar Matematika Melalui Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Team Assisted Individualization (TAI) pada Siswa K

0 1 17

PENINGKATAN PARTISIPASI BELAJAR MATEMATIKA MELALUI MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE TEAM ASSISTED Peningkatan Partisipasi Belajar Matematika Melalui Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Team Assisted Individualization (TAI) Pada Siswa Kelas V SDN I Gonda

0 1 17

PENINGKATAN PARTISIPASI BELAJAR MATEMATIKA MELALUI MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE TEAM ASSISTED Peningkatan Partisipasi Belajar Matematika Melalui Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Team Assisted Individualization (TAI) Pada Siswa Kelas V SDN I Gonda

0 2 11

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE TAI (Team Assisted Individualization) TERHADAP KEMAMPUAN BERPIKIR KREATIF DAN MOTIVASI BELAJAR SISWA

1 1 17

BAB II KAJIAN TEORI A. Pembelajaran Kooperatif Tipe TAI (Team Assisted Individualization) - PENGARUH PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE TAI (TEAM ASSISTED INDIVIDUALIZATION) TERHADAP PRESTASI BELAJAR MATEMATIKA DITINJAU DARI EFIKASI DIRI SISWA KELAS VII SMP NEG

0 0 19