STUDI KOMPERATIF TENTANG TINGKAT KESADARAN SISWA LAKI-LAKI DENGAN SISWA PEREMPUAN TERHADAP PELAKSANAAN TATA TERTIB SEKOLAH
STUDI KOMPERATIF TENTANG TINGKAT KESADARAN SISWA LAKI-LAKI DENGAN SISWA PEREMPUAN TERHADAP
PELAKSANAAN TATA TERTIB SEKOLAH DI KELAS VII MTs DARUL HUFFAZH
PESAWARAN TP. 2012/2013
ABSTRAK Oleh
Annisa Mei Pratiwi
Tujuan penelitian ini adalah untuk menjelaskan dan menguji perbedaan tingkat kesadaran antara siswa laki-laki dengan siswa perempuan terhadap pelaksanaan tata tertib sekolah di Kelas VII MTs Daarul Huffazh Pesawaran Tahun Pelajaran 2012/2013. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif. Sampel berjumlah 38 orang.
Metode Penelitian ini menggunakan metode deskriptif dengan sampel 38 responden. Teknik pokok pengumpulan data dengan menggunakan angket. Analisis data menggunakan rumus Persentase. Untuk menguji perbedaan tingkat kesadaran siswa laki-laki dengan siswa perempuan terhadap pelaksanaan tata tertib sekolah maka digunakan Mann-Whitney U-Test.
Hasil penelitian sebagai berikut: (1) Tingkat kesadaran siswa laki-laki dan siswa perempuan terhadap pelaksanaan tata tertib sekolah termasuk dalam kategori cukup sadar. (2 Tidak terdapat perbedaan tingkat kesadaran siswa laki-laki dan siswa perempuan tterhadap pelaksanaan tata tertib sekolah.
(2)
STUDI KOMPERATIF TENTANG TINGKAT KESADARAN SISWA LAKI-LAKI DENGAN SISWA PEREMPUAN TERHADAP
PELAKSANAAN TATA TERTIB SEKOLAH DI KELAS VII MTs DARUL HUFFAZH
PESAWARAN TP. 2012/2013
(Skripsi)
Oleh
Annisa Mei Pratiwi
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG 2013
(3)
STUDI KOMPERATIF TENTANG TINGKAT KESADARAN SISWA LAKI-LAKI DENGAN SISWA PEREMPUAN TERHADAP
PELAKSANAAN TATA TERTIB SEKOLAH DI KELAS VII MTs DARUL HUFFAZH
PESAWARAN TP. 2012/2013
Oleh
ANNISA MEI PRATIWI Skripsi
Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Mencapai Gelar SARJANA PENDIDIKAN
Pada
Program Studi Pendidikan Kewarganegaraan Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG 2013
(4)
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
(5)
DAFTAR ISI
Halaman
ABSTRAK ... i
HALAMAN JUDUL ... ii
HALAMAN PERSETUJUAN ... iii
HALAMAN PENGESAHAN ... iv
SURAT PERNYATAAN ... v
RIWAYAT HIDUP ... vi
PERSEMBAHAN ... vii
MOTTO ... viii
SANWACANA ... ix
DAFTAR ISI ... x
DAFTAR TABEL ... xi
DAFTAR GAMBAR ... xii
DAFTAR LAMPIRAN ... xiii
I. PENDAHULUAN A.Latar BelakangMasalah ... 1
B.Identifikasi Masalah ... 6
C.Pembatasan Masalah ... 7
D.Rumusan Masalah ... 7
E. Tujuan Penelitian ... 7
F. Kegunaan Penelitian ... 8
a. Kegunaan Teoritis... 8
b. Kegunaan Praktis ... 8
G.Ruang Lingkup Penelitian ... 8
1. Ruang Lingkup Ilmu ... 9
2. Ruang Lingkup Objek Penelitian ... 9
3. Ruang Lingkup Subjek Penelitian ... 9
4. Ruang Lingkup Lokasi ... 9
5. Ruang Lingkup Waktu ... 9
II. TINJAUAN PUSTAKA A.Deskripsi Teori ... 10
1. Pengertian Tingkat Kesadaran Siswa ... 10
2. Perbedaan Antara Siswa Laki-laki dan Siswa Perempuan ... 12 3. Tinjauan Umum Tentang Pelaksanaan
(6)
Tata Tertib Sekolah ... 17
a. Pengertian Tata Tertib Sekolah ... 17
b. Keharusan Adanya Tata Tertib Sekolah ... 20
c. Tujuan Tata Tertib Sekolah ... 22
d. Peran dan Fungsi Tata Tertib Sekolah ... 24
4. Perkembangan Sosial dan Moral Siswa... 29
B.Penelitian yang Relevan ... 31
C.Kerangka Pikir ... 35
D.Hipotesis ... 36
III. METODOLOGI PENELITIAN A.Metode Penelitian ... 36
B. Langkah-langkah Penelitian 1. Persiapan Penelitian ... 37
2. Penelitian Pendahuluan ... 37
3. Pengajuan Rencana Penelitian ... 38
C.Populasi dan Sampel ... 38
1. Populasi ... 38
2. Sampel ... 39
D.Variabel Penelitian dan Definisi Oprasional ... 41
1. Variabel Penelitian ... 41
2. Definisi Operasional Variabel ... 41
E. Rencana Pengukuran ... 41
F. Teknik Pengumpulan Data ... 42
1. Teknik Pokok ... 42
b. Angket ... 42
c. Wawancara ... 43
2. Teknik Penunjang ... 43
a. Dokumentasi ... 43
b. Observasi ... 43
G.Uji Validitas dan Uji Reliabilitas ... 44
1. Uji Validitas ... 44
2. Uji Reliabilitas ... 44
H.Pelaksanaan Uji Coba Angket ... 46
1. Analisis Validitas Angket ... 47
2. Analisis Reliabilitas Angket ... 47
I. Teknik Analisis Data ... 51
IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A.Gambaran Umum Lokasi Penelitian ... 54
1. Sejarah Singkat MTs Daarul Huffazh Pesawaran ... 54
2. Situasi dan Kondisi Sekolah ... 55
B. Deskripsi Data 1. Pengumpulan Data ... 56
2. Penyajian Data ... 56
a. Tingkat Kesadaran Siswa ... 56
1) Tingkat Kesadaran Siswa dengan Indikator Merasa Tahu ... 56
(7)
2) Tingkat Kesadaran Siswa dengan Indikator
Mengerti ... 59
3) Tingkat Kesadaran Siswa dengan Indikator Bertindak Sesuai Norma ... 61
4) Tingkat Kesadaran Siswa Terhadap Pelaksanaan Tata Tertib Sekolah ... 64
b. Perbedaan Siswa Laki-laki dengan Siswa Perempuan ... 65
1) Maskulinitas ... 65
2) Feminitas ... 68
3) Maskulinitas dan Feminitas Siswa ... 70
c. Pelaksanaan Tata Tertib Sekolah ... 73
1) Membiasakan ... 73
2) Mengendalikan ... 74
3) Mengekang Perilaku yang tidak diinginkan ... 77
4) Pelaksanaan Tata Tertib Sekolah ... 79
d. Pengujian Hipotesis ... 81
C.Pembahasan ... 83
1. Tingkat Kesadaran Siswa Terhadap Pelaksanaan Tata Tertib Sekolah ... 84
2. Perbedaan Siswa Laki-laki dengan Siswa Perempuan Terhadap Pelaksanaan Tata Tertib ... 85
3. Perbedaan Tingkat Kesadaran Siswa Laki-laki dengan Siswa Perempuan ... 86
V. KESIMPULAN DAN SARAN A.Kesimpulan ... 87
B.Saran ... 89
DAFTAR PUSTAKA DAFTAR LAMPIRAN
(8)
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
1.1 Jenis dan Jumlah Pelanggaran Tata Tertib Siswa MTs
Daarul Huffazh TP 2012/2013 ... 5 2.1 Tabel Perbedaan Antara Siswa Laki-laki dengan Siswa
Perempuan ... 14 2.2 Daftar Tata Tertib MTs Daarul Huffazh TP 2012/2013 ... 27 2.3 Tabel Teori Dua Tahap Perkembangan Moral Versi
Piaget ... 29 2.4 Teori Enam Tahap Perkembangan Pertimbangan Moral
Versi Kohlberg ... 30 3.1 Populasi Siswa Kelas VII MTs Daarul Huffazh
Pesawaran tahun Pelajaran 2012/2013 ... 39 3.2 Distribusi Sampel pada Siswa/Siswi MTs Daarul
Huffazh Kabupaten Pesawaran tahun Ajaran 2012/2013 .... 40 3.3 Distribusi skor hasil uji coba angket dari 10 orang
responden untuk item ganjil (X)... 47 3.4 Distribusi skor hasil uji coba angket dari 10 orang
responden untuk item ganjil (Y)... 48 3.5 Tabel Kerja Antara Kelompok Ganjil (X) dengan
Kelompok Genap... 49 4.2Distribusi Frekuensi Angket Indikator Merasa tahu ... 58 4.3Distribusi Frekuensi Angket Indikator Mengerti ... 60 4.3 Distribusi Frekuensi Angket Indikator Bertindak Sesuai
Norma ... 62 4.3 Distribusi Frekuensi Angket Tingkat Kesadaran Siswa
Terhadap Pelaksanaan Tata Tertib ... 64 4.4Distribusi Frekuensi Angket Indikator Maskulinitas ... 65 4.5Distribusi Frekuensi Angket Indikator Feminitas ... 67 4.6Distribusi Frekuensi Angket Maskullinitas dan
Feminitas ... 69 4.7Distribusi Frekuensi Angket Indikator Membiasakan... 72 4.8Distribusi Frekuensi Angket Indikator Mengendalikan ... 76 4.9Distribusi Frekuensi Angket Indikator Mengekang
Perilaku yang tidak diinginkan ... 78 Distribusi Frekuensi Angket Pelaksanaan Tata Tertib
Sekolah ... 80 5.1 Tabel Perhitungan Mann-Whitney U-Test ... 82
(9)
MOTTO
“Dream, belive and make it
happen”
(Agnes Monica)
Tiada Prestasi Tanpa Disiplin
(Aa’gym)
(10)
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di desa Gading Rejo, Pringsewu pada tanggal 7 Mei 1990. Penulis adalah anak pertama dari tiga bersaudara pasangan Bapak Waluyo dan Ibu Rohani.
Pendidikan formal yang pernah ditempuh oleh penulis antara lain:
1. Sekolah Dasar Negeri 2 Bandar Agung yang diselesaikan pada tahun 2003 2. SMP Negeri 3 Way Pengubuan yang diselesaikan pada tahun 2006
3. SMA Negeri 1 Terbanggi Besar yang didelesaikan pada tahun 2009.
Pada tahun 2009 penulis diterima di Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung pada Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial, Program Studi (S1) Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan melalui jalur (PKAB).
(11)
PERSEMBAHAN
Dengan rasa syukur yang mendalam atas rahmat Allah SWT, Tuhan Yang
Maha Esa, ku selesaikan karya ini sebagai tanda bakti dan cinta ku kepada:
Yang tercinta Ayah dan Ibu yang telah bersabar dan berkorban dalam
mendidik, membesarkan, dan
selalu mendo’akanku setiap sujutnya untuk
keberhasilanku.
Adikku yang tersayang yang senantiasa memberi motivasi dalam
kehidupan dan selalu berdo’a dalam keberhasilanku.
Keluarga besarku, kakek, nenek, bibi, paman serta sepupu-sepupuku
persaudaraan adalah anugrah yang terindah yang aku miliki.
Seseorang yang kelak akan menjadi imam untuk mengarungi suka dan
duka jalannya kehidupanku.
(12)
SANWACANA
Bismillaahirrahmaanirrahim,
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena berkat Rahmat dan Hidayahnya-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul
“Studi Komperatif Tentang Tingkat Kesadaran Siswa Laki-laki dengan Siswa Perempuan Terhadap Pelaksanaan Tata Tertib Sekolah di Kelas VII
MTs Daarul Huffazh Pesawaran Tahun Pelajaran 2012/2013’’. Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana Pendidikan pada Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung.
Terselesaikannya penulisan skripsi ini tidak terlepas dari hambatan yang datang baik dari luar dan dari dalam diri penulis. Penulisan skripsi ini juga tidak lepas dari bimbingan Ibu Dr. Adelina Hasyim, M.Pd. selaku pembimbing akademik (PA) sekaligus pembimbing I, yang telah memberikan motivasi dan bimbingannya dalam membantu penyusunan skripsi. Ibu Yunisca Nurmalalisa, S.Pd, M.Pd, selaku pembimbing II, yang telah memberikan pengarahan dengan penuh kesabaran dalam penyempurnaan skripsi. Serta bantuan petunjuk dari berbagai pihak, oleh karena itu Penulis mengucapkan terimakasih kepada :
(13)
1. Bapak Dr. Hi. Bujang Rahman, M.Si. selaku Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung.
2. Bapak Dr. Thoha B.S Jaya, M.S., selaku Pembantu Dekan I Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung.
3. Bapak Drs. Arwin Ahmad, M.Si., selaku Pembantu Dekan II Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung.
4. Bapak Drs. Hi. Iskandar Syah, M.H., selaku Pembantu Dekan III Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung.
5. Bapak Drs. Hi. Buchori Asyik M.Si., selaku Ketua Jurusan Ilmu Pengetahuan Sosial Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung.
6. Bapak Drs. Holilulloh, M.Si., selaku Ketua Program Studi PPKn Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung.
7. Bapak Dr. Irawan Suntoro, M.S., selaku Pembahas I, terimakasih atas masukan, saran, dan kritikannya pada penulis.
8. Bapak Hermi Yanzi S.Pd, M.Pd., selaku Pembahas II, terimakasih atas masukan, saran, dan kritikannya pada penulis.
9. Bunda Dayu, Kak Rohman, Kak Susilo, Kak Ali dan Kak Jarwo yang senantiasa membantu penulis dalam menyelesaikan studi di UNILA.
10.Bapak dan Ibu Dosen Program Studi Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung.
(14)
12.Bapak Marwan, S.S., selaku Kepala Sekolah MTs Daarul Huffazh yang telah memberi izin penelitian dan atas segala bantuan yang diberikan kepada penulis.
13.Bapak dan Ibu guru serta staf tata usaha MTs Daarul Huffazh yang telah membantu dalam penelitian kepada penulis.
14.Para siswa MTs Daarul Huffazh yang telah membantu dalam penelitian yang penulis lakukan.
15.Teristimewa untuk kedua orang tuaku tercinta, Bapak Waluyo dan Ibu Rohani terimakasih atas keikhlasan, cinta dan kasih sayang, doa, motivasi, moral serta finansial yang tidak akan pernah terbayarkan. Untuk adikku Astri Nur Anjani dan Andini Oktavianti, Terimakasih atas do’a, dukungan, bantuan, perhatian dan cinta kasih yang diberikan.
16.Untuk orang yang kelak akan mendampingiku.
17.Sahabat-sahabat terbaikku Vera, Gita, Eta, Muli dalam kita melewati hari-hari bersama, bantuan motivasi, serta canda tawanya sehingga membuat hari-hari menjadi indah.
18.Teman-teman Asrama Difra Veny, Mba Lilis, Mba Eva, Tanjung, Putri, Lia, Nurul terimakasih untuk bantuan dan rasa kekeluargaan yang amat erat. 19.Untuk teman-teman seperjuanganku PKn 2009 Ganjil Vivi, Rindy, Mai, Reni,
Fyka, Roma, Redy, Satria, Roni, Rina, Menik, Nye, Armalia, Amel, Lady, Wahyu, Stepi, Beli Ketut, Eko,Yana, Cahya, Meta, Dwi, Rendy, Juwono, Hendra, Ayu Devia, Agus, Tama, Debi, Stella, Yasmin, Hilda, terimakasih atas do’a dan dukungannya. Suka dan duka kita bersama saat mencari ilmu untuk masa depan kita kelak dan tentunya untuk mencapai ridho Allah SWT.
(15)
20.Untuk teman seperjuanganku PKn 2009 Genap Adit, Tony, TOP 10, Heni V, Ika, Yeni, Tirta, Yuri, Mutia, Yela, Novita, Alan, Tina, Dwi, Rini, Riris, Pipit, Ganda, Cici, Leni, Adel,Nita ,Mas Budi, Edwin, Febrinia, Bela, Lucky, Maulina, Mutya, Novita, Putri, Nurul, Umi, Meyrizka, terimakasih atas do’a dan dukungannya. Suka dan duka kita bersama saat mencari ilmu untuk masa depan kita kelak dan tentunya untuk mencapai ridho Allah SWT.
21.Teman-teman seperjuangan KKN, PPL SMP Paguyuban Bandar Sribhawono Rima, Asti, Dwi, Putri, Yuni, Ayu, Bowo, Deny, Ghea, Bagus, Taufik, Ari, dan Lazuardi terimakasih atas kebersamaannya dalam perjuangan kita. Desa Bandar Agung Bandar Sribhawono, terimakasih atas tempat menimba ilmu kami.
22.Kakak tingkat serta Adik tingkat PKn 2007 sampai 2012 baik reguler maupun mandiri, Genap maupun Ganjil terima kasih atas motivasi dan segala bantuan serta canda tawanya sehingga membuat hari-hari menjadi indah.
23.Iqbal Debby S yang selalu memberikan support dan bantuannya dalam menyelesaikan skripsi.
24.Semua pihak yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu yang telah banyak membantu sehingga penulisan skripsi ini dapat selesai.
Semoga amal baik yang telah Bapak/Ibu/Saudara/i serta teman-teman berikan akan selalu mendapatkan pahala dan balasan dari Allah SWT. Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan dan masih banyak kekurangan baik dari penyampaian maupun kelengkapannya.
(16)
Segala kritik dan saran yang bersifat membangun sangat penulis harapkan sebagai tolak ukur penulis dimasa yang akan datang. Penulis juga berharap semoga karya sederhana ini dapat berguna dan bermanfaat bagi kita semua. Amin.
Bandar Lampung, April 2013 Penulis,
Annisa Mei Pratiwi NPM 0913032003
(17)
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pendidikan merupakan kebutuhan bagi setiap warga negara. Baik itu pendidikan formal melalui lembaga resmi seperti sekolah ataupun pendidikan di luar sekolah. Manfaat dari pendidikan di sekolah, antara lain adalah menambah wawasan dan pengetahuan dari segi kognitif, menanamkan sikap yang baik secara afektif, dan juga memberikan pengalaman atau praktik langsung dari segi psikomotor. Peranan pendidikan selain untuk menambah pengetahuan, juga untuk menanamkan sikap yang baik dan sesuai dengan kaidah yang berlaku dalam masyarakat, serta sebagai pembentuk watak dan kepribadian siswa. Dengan menempuh pendidikan di sekolah siswa yang memiliki kecenderungan sikap dan kepribadian yang negatif, diharapkan dapat diarahkan dan dididik agar memiliki kepibadian yang baik dan santun, sehingga tercipta generasi-generasi yang cerdas, cakap, santun, dan berketerampilan.
Dewasa ini kenyataan yang terjadi pada dunia pendidikan mengenai kepribadian peserta didik, masih jauh dari harapan. Sekolah sebagai lembaga formal yang berperan untuk mendidik dan membina siswa secara keseluruhan, pada umumnya
(18)
2
lebih menekankan pada segi keilmuan atau kognitif. Pencapaian nilai siswa yang menjadi prioritas, terkadang mengabaikan aspek pembentukan watak, sikap, dan kepribadian siswa. Akibatnya, tingkah laku dan kepribadian siswa mengalami kemerosotan atau degradasi. Hal ini ditandai dengan maraknya siswa yang mengacuhkan bahkan melanggar norma-norma, dan peraturan yang berlaku di lingkungan sekolah.
Sekolah sebagai tempat bagi siswa untuk mendapatkan pendidikan dari berbagai aspek. Tetapi dalam pelaksanaannya, individu dari masing-masing siswa menjadi salah satu penentu keberhasilan proses pendidikan. Faktor lain selain siswa adalah lingkungan sekolah sebagai tempat untuk melaksanakan proses pembelajaran. Kepribadian dan tingkah laku siswa tidak hanya ditentukan dari aktivitas siswa dalam proses pembelajaran di lingkungan sekolah. Dalam hal ini lingkungan keluarga memiliki peran penting, karena keluarga adalah dasar dari pembentukan perilaku anak, lingkungan sekitar tempat tinggal juga memiliki peranan dalam membentuk sikap seorang anak. Tugas sekolah adalah mengarahkan dan memperbaiki kemampuan, perilaku dan kepribadian siswa yang memiliki latar belakang lingkungan keluarga atau lingkungan tempat tinggal yang dapat mempengaruhi kepribadian siswa menjadi kurang baik menjadi siswa yang memiliki pengetahuan tentang berbagai disiplin ilmu, berkarakter, dan menjunjung tinggi norma-norma yang berlaku.
Sekolah merupakan salah satu tempat untuk membimbing, mendidik, mengarahkan dan membentuk pribadi seseorang berperilaku yang baik. Inilah hal
(19)
3
yang paling rumit dilakukan karena anak itu berasal dari latar belakang kehidupan yang berbeda-beda maka sekolah membentuk suatu alat untuk mengatur dan membatasi bagi anak-anak untuk berperilaku yang mengarah pada pendisiplinan terhadap norma-norma yang berlaku di sekolah dan sebagai alat pengendalinya adalah penghargaan (reward) dan hukuman (punishment). Tiap-tiap sekolah menggunakan reward dan punishment yang berbentuk tata tertib sekolah. Lahirnya tata tertib ini dikarenakan dapat memberikan motivasi kepada siswa dalam pembentukan perilaku siswa. Dalam usahanya tersebut sekolah melakukan berbagai macam kegiatan, agar kegiatan tersebut dapat berjalan dengan baik diperlukan kedisiplinan yang tinggi dari berbagai pihak yang terkait di dalam proses pendidikan sekolah tersebut. Hal ini dikarenakan tanpa kedisiplinan yang tinggi di sekolah, maka suatu lembaga pendidikan tidak akan menempati fungsi yang semestinya. Sekolah sebagai lembaga pendidikan mempunyai kebijakan tertentu yang dituangkan dalam bentuk aturan. Salah satunya adalah aturan sekolah yang disebut dengan tata tertib. Siswa dituntut untuk mentaati tata tertib sekolah di dalam menuju keberhasilan proses pembelajaran, membentuk karakteristik siswa agar disiplin dan bertanggung jawab.
Tata tertib sekolah dapat berjalan dengan baik apabila siswa memiliki sikap tanggung jawab terhadap tugasnya sebagai siswa di sekolah. Tata tertib apa saja yang harus dibuat sekolah itu sudah tentu ditentukan oleh kepentingan sekolah. Tata tertib sekolah sangat penting sebagai aturan yang harus dipatuhi oleh siswa, bahkan setiap kelas dapat membuat tata tertib sendiri untuk kelasnya masing-masing. Tata tertib untuk unit-unit kegiatan di sekolah itu, seperti perpustakaan
(20)
4
sekolah, laboratorium, fasilitas olah raga, kantin sekolah, dan sebagainya. Tata tertib untuk kepala sekolah, guru, dan tenaga kependidikan lainnya juga sangat perlu diadakan sebagai aturan yang harus diikuti oleh mereka dengan penuh kesadaran, bukan karena tekanan atau paksaan. Tata tertib sekolah dapat menciptakan disiplin dan orientasi akademis siswa pada khususnya, dan meningkatkan tujuan sekolah pada umumnya. Dengan tata tertib sekolah, siswa diharapkan dapat mengembangkan pola sikap dan perilaku yang lebih disiplin dan produktif. Dengan tata tertib tersebut, siswa memiliki pedoman dan acuan dalam proses pembelajaran dan kegiatan sekolah lainnya. Sikap tanggung jawab siswa dapat dilihat dari kepatuhan dan ketaatan siswa terhadap berbagai aturan dan tata tertib yang berlaku di sekolah, yang meliputi jam masuk sekolah dan keluar sekolah, kepatuhan siswa dalam berpakaian, kepatuhan siswa dalam kegiatan sekolah dan lain sebagainya.
Berdasarkan penelitian pendahuluan yang dilakukan pada hari Sabtu tanggal 12 Januari 2013, pukul 13.00 kondisi MTs Daarul Huffazh Pesawaran yang menjadi fokus penelitian memiliki pemasalahan. Pada umumnya siswa perempuan lebih patuh terhadap tata tertib sekolah dibandingkan dengan siswa laki-laki. Aini misalnya sebagai salah satu siswa perempuan yang melanggar tata tertib sekolah yaitu tidak melaksanakan tugas piket, ia menyatakan bahwa kurangnya sarana kebersihan kelas yang menyebabkan tidak terlaksananya terhadap tugas piket yang ada di kelas. Kemudian Ali sebagai siswa laki-laki yang melanggar tata tertib sekolah yaitu tidak melaksanakan tugas piket menyatakan bahwa ia malas untuk melaksanakan tugas piket tersebut. Pelanggaran terhadap tata tertib sekolah
(21)
5
yang sering terjadi meliputi jenis pelanggaran terlambat hadir ke sekolah, tidak hadir tanpa keterangan (alpa), tidak memakai seragam, mengganggu pelajaran di kelas, dan tidak melaksanakan piket. Pelanggaran yang dilakukan oleh siswa kelas VII MTs Daarul Huffazh Kabupaten Pesawaran, dapat dikategorikan dalam pelanggaran ringan. Ketidakpahaman terhadap tata tertib sekolah, kelalaian dan tingkat kesadaran yang masih rendah terhadap peraturan tata tertib sekolah menjadi salah satu faktor penyebab terjadinya pelanggaran terhadap peraturan tata tertib sekolah. Berikut ini jenis dan jumlah pelanggaran terhadap tata tertib sekolah yang dilakukan siswa kelas VII MTs Daarul Huffazh Tahun Pelajaran 2012/2013.
Tabel 1.1 Jenis dan Jumlah Pelanggaran Tata Tertib Siswa MTs Daarul Huffazh Kabupaten Pesawaran tahun Pelajaran 2012/2013
No Jenis Pelanggaran Jumlah Pelanggaran
Laki-laki Perempuan
1 Terlambat hadir ke sekolah 15 7
2 Tidak hadir tanpa keterangan (alpa) 13 8
3 Tidak memakai seragam 10 7
4 Mengganggu pelajaran di kelas 9 9
5 Tidak melaksanakan piket di kelas 10 6
Total 57 37
Sumber: Guru PKn MTs Daarul Huffazh Kabupaten Pesawaran.
Tabel di atas menunjukkan bahwa masih ada banyaknya siswa yang melanggar peraturan sekolah. Dalam tabel tersebut dapat disimpulkan bahwa jumlah pelanggaran yang paling banyak dilakukan adalah terlambat hadir ke sekolah dengan jumlah siswa yang melanggar sebanyak 22, dan pelanggaran yang paling sedikit dilakukan adalah siswa tidak melaksanakan piket dengan jumlah siswa 16,
(22)
6
dari seluruh kelas VII. Berdasarkan hasil wawancara dengan guru PKn, pelanggaran-pelanggaran yang terjadi tersebut banyak dilakukan oleh siswa laki-laki. Oleh karena itu berdasarkan permasalahan yang terjadi di MTs Daarul Huffazh Kabupaten Pesawaran tersebut, maka peneliti tertarik untuk mengangkat judul mengenai: Studi Komperatif Tentang Tingkat Kesadaran Antara Siswa Laki-laki dengan Siswa Perempuan Terhadap Pelaksanaan Tata Tertib Sekolah di Kelas VII MTs Daarul Huffazh Kabupaten Pesawaran Tahun Pelajaran 2012/2013.
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah tersebut, maka dapat diidentifikasikan masalah sebagai berikut:
1. Pengaruh lingkungan teman sebaya menentukan sifat kepribadian. 2. Perhatian orang tua menentukan sifat kepribadian siswa.
3. Tingkat kesadaran siswa dalam mematuhi tata tertib sekolah.
4. Adanya faktor-faktor penyebab terjadinya pelanggaran tata tertib sekolah. 5. Perbedaan pelaksanaan tata tertib sekolah antara siswa laki-laki dengan siswa
perempuan.
C. Pembatasan Masalah
Berdasarkan latar belakang dan identifikasi masalah di atas, maka dalam penelitian ini dibatasi pada perbedaan tingkat kesadaran siswa laki-laki dengan siswa perempuan terhadap pelaksanaan tata tertib sekolah.
(23)
7
D. Rumusan Masalah
Berdasarkan pembatasan masalah di atas, maka masalah tersebut dapat dirumuskan sebagai berikut :
1. Bagaimana tingkat kesadaran siswa laki-laki dan perempuan terhadap pelaksanaan tata tertib sekolah di kelas VII ?
2. Apakah terdapat perbedaan tingkat kesadaran antara siswa laki-laki dengan siswa perempuan terhadap pelaksanaan tata tertib sekolah di kelas VII MTs Daarul Huffazh Kabupaten Pesawaran Tahun Pelajaran 2012/2013 ?
E. Tujuan Penelitian
Tujuan pelaksanaan penelitian ini adalah untuk :
1. Menjelaskan tingkat kesadaran siswa terhadap pelaksanaan tata tertib sekolah di kelas VII MTs Daarul Huffazh Kabupaten Pesawaran.
2. Menguji perbedaan tingkat kesadaran antara siswa laki-laki dengan siswa perempuan terhadap pelaksanaan tata tertib sekolah di kelas VII MTs Daarul Huffazh Kabupaten Pesawaran Tahun Pelajaran 2012/2013.
F. Kegunaan Penelitian
Adapun kegunaan dilaksanakannya penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Kegunaan Teoritis
Penelitian tentang perbedaan tingkat kesadaran siswa laki-laki dengan siswa perempuan terhadap pelaksanaan tata tertib di kelas VII MTs Daarul Huffazh
(24)
8
Kabupaten Pesawaran Tahun Pelajaran 2012/2013 secara teoritik dapat berguna untuk memperkaya konsep-konsep ilmu pendidikan, khususnya PKn dengan kajian pendidikan kewarganegaraan karena setiap siswa wajib mematuhi tata tertib sekolah.
2. Kegunaan Praktis
1. Sebagai informasi bagi sekolah dalam peningkatan disiplin sekolah.
2. Sebagai masukan bagi guru untuk memberikan teladan agar siswa tidak mengalami penyimpangan dan melakukan pelanggaran terhadap tata tertib sekolah.
3. Dapat dijadikan suplemen pendidikan kewarganegaraan dalam materi kuliah Manajemen Pendidikan.
G. Ruang Lingkup Penelitian 1. Ruang Lingkup Ilmu
Penelitian ini termasuk ruang lingkup ilmu pendidikan, khususnya pendidikan kewarganegaraan, dalam menumbuhkan kesadaran yang meliputi hak dan kewajiban serta kesadaran dan ketaatan, sikap serta perilaku terhadap tugas dan tanggung jawab sebagai siswa.
2. Ruang Lingkup Objek Penelitian
Objek dalam penelitian ini adalah perbedaan tingkat kesadaran antara siswa laki-laki dengan siswa perempuan terhadap pelaksanaan tata tertib sekolah di kelas VII.
(25)
9
3. Ruang Lingkup Subjek Penelitian
Subjek dalam penelitian ini adalah siswa MTs Daarul Huffazh Kabupaten Pesawaran Tahun Pelajaran 2012/2013.
4. Ruang Lingkup Lokasi
Ruang lingkup lokasi atau wilayah penelitian ini adalah MTs Daarul Huffazh Kabupaten Pesawaran.
5. Ruang Lingkup waktu
Pelaksanaan penelitian ini dilaksanakan sejak dikeluarkannya surat izin pendahuluan oleh Dekan FKIP sampai selesainya penelitian.
(26)
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Deskripsi Teoritis
1. Pengertian Tingkat Kesadaran Siswa
Sebelum membicarakan lebih jauh mengenai tingkat kesadaran siswa terlebih dahulu penulis akan mendefinisikan apa yang dimaksud dengan kesadaran
Secara harfiah kata ―kesadaran‖ berasal dari kata ―sadar‖, yang berarti insyaf, merasa, tahu dan mengerti. Berdasarkan hal tersebut bahwa sikap atau perilaku yang sadar selalu dilakukan dengan keadaan tahu, mengerti, merasa dan insyaf. Seseorang sadar jika ia tahu, mengerti, insyaf, dan yakin tentang kondisi tertentu, khususnya sadar atas hak dan kewajiban sebagai seorang siswa.
Menurut Koentjaraningrat dkk, (1984: 91) memberikan pengertian tentang kesadaran sebagai berikut:
1. Hal yang dirasakan atau dialami seseorang individu.
2. Keseluruhan perasaan dan pengalaman seseorang individu dan jiwa seseorang individu yang berhubungan dengan hal itu, proses-proses mana berhenti waktu tidur, pingsan, atau koma.
(27)
11
Menurut Kosasih Djahiri (Kumpulan beberapa sarjana, 1985: 25) mengemukakan tingkat kesadaran sebagai berikut:
a. Patuh atau sadar karena takut pada orang atau kekuasaan/ paksaan. b. Patuh karena ingin dipuji.
c. Patuh karena kiprah umum/ masyarakat.
d. Taat atas dasar adanya aturan dan hukum serta untuk ketertiban. e. Taat karena dasar keuntungan atau kepentingan.
f. Taat karena memang hal tersebut memuaskan baginya. g. Patuh karena dasar prinsip etis yang layak dan universal.
Menurut Sigmund Freud yang dikutip oleh Mohammad Fadhil (1988: 9-10)
―kehidupan manusia itu terdiri dari dua bagian yaitu alam sadar dan alam tidak
sadar. Alam sadar merupakan bagian terbesar dalam kehidupan individu, sedangkan alam tidak sadar hanya bagian terkecil dari kehidupan individu‖.
Kesadaran seseorang dapat dilihat dari beberapa sudut pandang, antara lain mencakup sudut pandang pengetahuan dan pengertiannya terhadap hukum atau aturan, dari sudut sikapnya terhadap hukum, dan sudut tindakannya terhadap hukum. Maka, sebagai indikator dan kesadaran hukum menurut Soerjono Soekanto (1982: 159) bahwa ada empat indikator kesadaran hukum yiatu
1. Pengetahuan tentang peraturan-peraturan hukum. 2. Pengetahuan tentang isi peraturan-peraturan hukum. 3. Sikap terhadap peraturan-peraturan hukum.
4. Pola-pola perikelakuan hukum‖.
Berdasarkan pendapat beberapa ahli di atas dapat diketahui bahwa kesadaran adalah sesuatu yang berhubungan dengan perasaan, pengalaman dan proses berpikir serta jiwa seseorang. Apabila seseorang sadar akan suatu peraturan dapat dilihat dari sikap dan perilaku yang ditampilkan seseorang berdasarkan apa yang
(28)
12
diketahui, dimengerti, sehingga ia menaati dan menghargai aturan yang telah ditentukan.
2. Perbedaan Antara Siswa Laki-laki dan Siswa Perempuan
Perbedaan antara siswa laki-laki dengan siswa perempuan jelas terlihat dari identitas jenis kelaminnya. Orang telah berdebat mengenai perbedaan identitas jenis kelamin sejak lama. Berabad-abad, pengalaman dan instuisi pribadi merupakan landasan dari diskusi-diskusi semacam ini. Dewasa ini, teori-teori dan penelitian ilmiah memberikan pemahaman-pemahaman yang lebih seimbang dan mendalam tentang perbedaan perilaku menurut indentitas jenis kelamin.
Istilah jenis kelamin dan gender sering kali digunakan bergantian, yang membedakannya adalah, jenis kelamin didefinisikan sebagai istilah biologis berdasarkan perbedaan anatomi dan fisik antara laki-laki dan perempuan. Sedangkan gender merujuk pada segala sesuatu yang berhubungan dengan jenis kelamin individu, termasuk peran, tingkah laku, kecenderungan, dan atribut lain yang mendefinisikan arti menjadi seorang laki-laki atau perempuan dalam kebudayaan yang ada. Peran gender mempengaruhi tingkah laku laki-laki dan perempuan di sekolah, di rumah, dan dalam pekerjaan. Laki-laki dan perempuan sering kali menunjukkan tingkah laku yang berbeda atau sikap yang berbeda, misalnya lebih besarnya perhatian terhadap penampilan pada perempuan daripada laki-laki.
(29)
13
Menurut Parsons dan Robert Balesn yang dikutip oleh Linda L. Davidoff (1991: 325) dalam buku Psikologi Suatu Pengantar, menyatakan bahwa
Laki-laki berperan sebagai instrumental, atau yang berorientasi kepada tugas, dominan, aktif, dan mementingkan penggunaan otak. Sedangkan perempuan memainkan peran ekspresif, lemah lembut, baik hati, dan peka terhadap perasaan orang lain. Selain itu, berdasarkan pengaruh budaya wanita diharapkan untuk memegang peran mengasuh, penurut, dan bertanggung jawab. Sedangkan laki-laki dituntut untuk bersikap lebih percaya diri dan mandiri.
Menurut Sigmund Freud yang dikutip oleh Sarlito Wirawan.S (2008: 87) mengemukakan perbandingan antara laki-laki dengan perempuan sebagai berikut:
1. Anak perempuan lebih bersifat sosial daripada laki-laki 2. Anak perempuan lebih mudah terpengaruh
3. Anak perempuan punya harga diri yang lebih rendah
4. Anak perempuan lebih mudah mempelajari peran dan tugas yang lebih sederhana
5. Anak laki-laki lebih analisis
6. Anak perempuan lebih dipengaruhi oleh bakat, sedangkan anak laki-laki oleh lingkungan
7. Anak perempuan kurang memiliki hasrat untuk berprestasi
8. Anak perempuan cenderung lebih mendengarkan, sedangkan anak laki-laki lebih melihat.
Teori Freud ini dianggap oleh para ilmuan yang lain sebagai terlalu berorientasi pada laki-laki dan menganggap rendah perempuan. Sehingga muncul studi-studi tentang perempuan, yang dipelopori oleh K. Horney yang mengumpulkan bukti-bukti bahwa anggapan-anggapan tersebut tidak benar.
Kemudian menurut Sandra Bem yang dikutip oleh Sarlito Wirawan.S (2008: 89) dalam buku Psikologi Remaja, dijelaskan bahwa ―sifat kelaki-lakian (masculinity) dan kewanitaan (feminity) bukanlah merupakan dua hal yang bertolak belakang, terlepas satu dari yang lainnya dan tidak selalu terkait dengan jenis kelamin
(30)
14
seseorang‖. Bem mencoba mengukur sifat-sifat kelaki-lakian (ambisius, aktif,
kompetitif, objektif, mandiri, agresif, pendiam dan seterusnya) dan sifat-sifat kewanitaan (pasif, lemah lembut, subjektif, dependen, emosional, dan sebagainya) dari sejumlah orang dalam percobaannya.
Banyak psikolog yang merancang penelitian untuk mengetahui perbedaan perilaku antara laki-laki dengan perempuan. Salah satu temuannya ialah bahwa baik laki-laki maupun perempuan sama-sama memperlihatkan ciri yang amat luas, dan luasnya ciri ini saling tumpah tidih. Misalnya, biasanya laki-laki dianggap lebih agresif daripada perempuan, namun secara rata-rata pada perempuan juga ditemukan ciri-ciri tersebut. Dan perlu diketahui bahwa perilaku yang dikaitkan menurut perbedaan jenis kelamin adalah perilaku-perilaku yang sederhana. Dan pada kenyataannya perbedaan perilaku yang disebabkan karena jenis kelamin sedikit saja muncul sepanjang kehidupan seseorang. Berdasarkan pengamatan ini, maka ditemukan bahwa ciri-ciri maskulin atau feminim lebih banyak ditentukan oleh budaya masyarakat setempat yang dari waktu ke waktu dapat saja mengalami perubahan. Perbedaan antara laki-laki dan perempuan dapat dilihat dari tabel berikut,
2.1 Tabel Perbedaan Antara Laki-laki dengan Perempuan Ciri-ciri Bidang Kelebihan
Laki-laki
Bidang Kelebihan Perempuan Kemampuan
intelektual
Kemampuan matematis lebih tinggi dan
keterampilan spesial visual.
Kecakapan verbal.
Kesehatan Kesehatan mental (lebih sedikit memperlihatkan
Kesehatan fisik (lebih jarang terserang
(31)
15
problem psikologis seperti kecemasan atau rasa rendah diri ketimbang perempuan).
penyakit ketimbang laki-laki, lebih tahan terhadap penyakit sebelum dan sesudah lahir).
Kemampuan fisik Kekuatan dan penguasaan otot keras, ketepatan pengindraan.
Kepekaan jari tangan, suara dengan nada tinggi, nada suaranya dapat berubah dengan cepat.
Sifat kepribadian Aktivitas, agresi, sangat ingin tahu tentang peristiwa dan obyek-obyek non-sosial, implusif, dan dominasi.
Ketaatan, ingin tahu terhadap hal sosial, tergantung, empati, dan tanggung jawab sosial.
Terdapat perbedaan bersifat internal dan substansial yang jelas antara siswa laki-laki dan siswa perempuan ditinjau dari segi fisik, seperti dalam pertumbuhan tinggi badan, rambut, organ genitalia internal dan eksternal, serta jenis hormonal yang mempengaruhi variasi ciri-ciri fisik dan biologinya. ―Hormon memegang peran penting dalam perkembangan genitalia siswa laki-laki dan siswa perempuan, termasuk mempengaruhi oeganisasi otak dan kelenjar pituatari yang mngendalikan sekresi hormon gonad pada masa pubertas (Otten,1995)‖.
Menurut pandangan para ahli kontemporer yang telah melakukan penelitian terhadap psikologi perempuan diketahui bahwa perbedaan kepribadian perempuan dan laki-laki banyak dipengaruhi oleh ekspektasi dan sosialisasi dari orang tua daripada oleh faktor fisioligis. Faktor fisiologis dan biologis hanya
(32)
16
mempersiapkan berlangsungnya tahapan-tahapan penting yang mempengaruhi perbedaan gender seseorang.
Banyak ahli psikologi saat ini, yang berusaha untuk memperbaharui konsep berfikir masyarakat tentang peran gender. Carl Jung adalah seorang ahli psikologi yang mencoba menjelaskan bahwa pada dasarnya manusia memiliki dua aspek sekaligus di dalam dirinya, yaitu aspek feminim dan maskulin, dimana kedua aspek tersebut dalam psikologi dikenal dengan istilah androgenitas, yang berasal
dari bahasa Yunani ―andro‖ adalah laki-laki, dan ―gyne‖ adalah perempuan.
Dalam hal ini, androgenitas tidak semestinya diartikan sebagai aspek jasmaniah, akan tetapi merupakan keadaan kesadaran individu dimana maskulin dan feminim saling bertemu dalam eksistensi yang harmonis. Feminitas dan maskulinitas seringkali dipandang sebagai citra yang bersifat internal dan menetap, padahal sebenarnya merupakan produk budaya yang dinamis dan berkembang.
Menurut teori feminis, perbedaan perempuan dan laki-laki sebagian besar disebabkan oleh penekanan perbedaan peran sebagaimana dibentuk oleh kultur. Kepribadian perempuan biasanya dihubungkan dengan sifat pendiam, patuh, dan status minoritas. Dari hasil studi tersebut, tidak menemukan bukti-bukti yang kuat bahwa potensi perempuan dan laki-laki itu berbeda, sepanjang keduanya memperoleh perlakuan, kesempatan, dan ekspetasi.
(33)
17
3. Tinjauan Umum Tentang Pelaksanaan Tata Tertib Sekolah a. Pengertian Tata Tertib Sekolah
Sebelum membicarakan lebih jauh mengenai pelaksanaan tata tertib sekolah terlebih dahulu penulis akan mendefinisikan apa yang dimaksud dengan tata tertib.
Menurut intruksi Menteri Pendidikan dan Kebudayaan yang dikutip oleh Suryosubroto (2010: 81) dalam buku manajemen pendidikan di sekolah,
dijelaskan bahwa ―tata tertib sekolah adalah ketentuan-ketentuan yang mengatur
kehidupan sekolah sehari-hari dan mengandung sanksi terhadap pelanggaranya‖.
Menurut Zakiah Darajat (1992: 34) dalam buku pendidikan para remaja,
menyebutkan ―bahwa semua peraturan-peraturan yang mengarahkan kepada sikap
dan prilaku merupakan tata tertib yang harus ditaati dan dilaksanakan‖.
Pengertian lain mengenai tata tertib dikemukakan oleh Meichati (1980: 151) dalam buku pengantar ilmu pendidikan, menyatakan bahwa ―tata tertib adalah peraturan-peraturan yang mengikat seseorang atau kelompok, guna menciptakan keamanan, ketentraman, orang tersebut atau kelompok orang tersebut‖.
Tata tertib adalah peraturan yang ditetapkan oleh sekolah, mengatur hak dan kewajiban, larangan-larangan, dan sanksi (Djuita, 1987: 19). Dalam pernyataan
(34)
18
on three overarching moral/ethical principles : preventing harm, upholding freedom, and fostering community‖. Pernyataan Hoekema memberi pelajaran
bahwa tata tertib yang disusun antara lain harus memberi landasan bagi upaya pencegahan perilaku menyimpang siswa.
Berdasarkan pengertian-pengertian di atas maka dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan tata tertib sekolah adalah suatu sistem yang dibuat untuk mengarahkan siswa dan guru untuk bersikap dan berperilaku sesuai peraturan sekolah dengan tujuan untuk menanamkan sikap dan perilaku kepada siswa yang didasarkan atas nilai-nilai yang berfungsi membina, menumbuhkan, dan mengembangkan serta membentuk karakter anak secara optimal sehingga terbentuk perilaku dan kemampuan dasar sesuai dengan tahap perkembangan siswa agar memiliki kesiapan untuk memasuki pendidikan. Peraturan yang dibuat oleh sekolah merupakan tata tertib yang harus dipatuhi oleh semua perangkat sekolah mulai dari para siswa, dewan guru, kepala sekolah dan pegawai/karyawan administrasi.
Menurut Suharsimi Arikunto (1993: 123), semua peraturan yang berlaku umum maupun khusus meliputi tiga unsur yaitu:
1. Perbuatan atau perilaku yang diharuskan dan yang dilarang
Contohnya : Jika terlambat datang harus lapor kebagian pengajar untuk memperoleh surat keterangan keterlambatan yang harus diserahkan kepada guru yang sedang mengajar.
2. Akibat atau sanksi yang menjadi tanggung jawab pelaku atau yang melanggar peraturan
Contohnya : Jika terlambat dan tidak melapor kebagian pengajar dianggap tidak masuk sekolah, dan setibanya di kelas tidak diizinkan mengikuti pelajaran.
(35)
19
3. Cara dan prosedur untuk menyampaikan peraturan kepada subyek yang dikenai peraturan tersebut.
Contohnya : Peraturan tentang keterlambatan datang ke sekolah dikomunikasikan kepada siswa dan orang tua secara tertulis pada waktu mereka mendaftarkan kembali sesudah dinyatakan diterima di sekolah yang bersangkutan.
Hukuman juga dapat mengontrol siswa agar taat dalam mematuhi aturan. Sebab dengan mendapat hukuman siswa menjadi takut untuk mengulangi perbuatannya yang melanggar peraturan itu. Tetapi harus dilihat juga hukuman yang di berikan. Hukuman yang diberikan tidak semata-mata untuk menyiksa dan mengekang siswa. Tapi dengan cara yang baik dan bersifat mendidik. Sebab dengan mendapat hukuman yang sekenanya dapat merusak mental siswa dan mengganggu pskologis siswa sendiri.
Menurut Kohlberg yang dikutip oleh C. Asri Budiningsih (2004: 31), alasan-alasan atau motif-motif yang diberikan orang untuk patuh terhadap peraturan atau perbuatan moral sebagai berikut:
a. Tahap I : Patuh pada aturan utuk menghindarkan hukuman b. Tahap II : Menyesuaikan diri untuk mendapatkan ganjaran,
kebaikannya dibalas dan seterusnya.
c. Tahap III : Menyesuaikan diri untuk menghindarkan ketidak setujuan, ketidak senangan orang lain.
d. Tahap IV : Menyesuaikan diri untuk menghindarkan penilaian oleh otoritas resmi dan rasa diri bersalah yang diakibatkannya.
e. Tahap V : Menyesuaikan diri untuk memelihara rasa hormat dari orang netral yang menilai dari sudut pandang kesejahteraan masyarakat.
f. Tahap VI : Menyesuaikan diri untuk menghindari penghukuman atas diri sendiri
Agar tata tertib sekolah dapat berjalan sesuai dengan tujuan yang ditetapkan maka harus diikuti oleh berbagai larangan, sanksi dan penghargaan. Tata tertib sekolah
(36)
20
harus dirumuskan secara tertulis, dan harus mencakup sanksi-sanksi yang akan diterima jika terjadi pelanggaran terhadap ketentuan-ketentuan yang ada.
Tata tertib di sekolah mencakup aspek-aspek sebagai berikut :
a. Tugas dan kewajiban
1. Dalam kegiatan intra sekolah 2. Dalam kegiatan ekstrakulikuler b. Larangan-larangan bagi para siswa c. Sanksi-sanksi bagi para siswa
Tata tertib harus disertai dengan sanksi yang tegas, penerapan sanksi merupakan salah satu pendukung untuk meningkatkan disiplin siswa. Menurut Douglas MC. Groger dalam Thoha (1994: 237) ―sanksi tersebut mampu memotivasi seseorang untuk berprilaku disiplin‖.
b. Keharusan Adanya Tata Tertib Sekolah
Adanya tata tertib sekolah adalah untuk menjamin kehidupan sekolah yang tertib dan tenang, hingga kelangsungan hidup sosial pun dapat dicapai. Kewajiban seorang siswa adalah menyesuaikan diri tehadap peraturan-peraturan tersebut.setiap pelangggaran akan mengakibatkan gangguan bagi siswa bahkan kehidupan seluruh siswa. Demikian pula halnya dengan kedatangan siswa ke sekolah. Di sekolah ia menjadi anggota baru bagi masyarakat sekolah , barulah diketahui oleh siswa bahwa dalam kesatuan sosial sekolah tersebut terdapat peraturan tata tertib yang baru, yang berlaku bagi siswa, dan apabila siswa tersebut tidak dapat menyesuaikan diri, ia akan menjadi pengganggu tata tertib yang berarti ia melanggar tata tertib sekolah. Peraturan tata tertib sekolah selalu
(37)
21
dilengkapi dengan sanksi-sanksi tertentu, yang berpuncak pada pemberian hukuman.
Bagi siswa yang hidup kurang mendapatkan peraturan dari tata tertib dalam keluarga, akan bereaksi negatif terhadap peraturan tata tertib tersebut. Reaksi negatif itu timbul karena anak memaksakan peraturan tata tertib tersebut sangat berat bagi siswa. Salah satu bentuk frustasi, yaitu perasaan tidak puas karena adanya keinginan yang terhalang.
Berdasarkan hal tersebut ada beberapa cara untuk mengurangi frustasi siswa, menurut Agoes Soejanto (2005: 110) dalam buku Psikologi Perkembangan,antara lain:
a. Tidak terlalu beratnya tuntutan sekolah b. Mengurangi keketatan berlakunya tata tertib c. Memberi contoh yang banyak
d. Menjelaskan maksud dan tujuan tata tertib e. Tidak obral dengan hukuman
Suatu hukuman yang sejati harus bertalian dengan kata hati. Artinya akibat hukuman itu harus mewujudkan terbentuknya sifat positif pada siswa, bukan sebaliknya. Menurut Agoes Soejanto (2005: 112) dalam buku Psikologi Perkembangan, mengemukakan syarat-syarat hukuman sebagai berikut:
1) Hukuman harus menerbitkan rasa bersalah.
2) Hukuman harus selalu menimbulkan rasa menderita bagi si penghukum.
(38)
22
Patuh pada tata tertib sekolah adalah salah satu kewajiban siswa sebagai seorang pelajar. Salah satu keberhasilan seorang pelajar dapat dilihat dari perubahan perilaku yang menjadi lebih baik. Dengan patuh terhadap tata tertib sekolah, siswa dapat dikatakan telah menjalankan kewajibannya sebagai seorang pelajar dengan baik, serta memiliki disiplin dan sikap tanggung jawab sebagai seorang pelajar. Setiap peraturan itu bersifat mengikat, artinya siapapun yang berada pada lingkungan yang memiliki suatu peraturan secara tidak langsung siswa tersebut memiliki tanggung jawab pada peraturan tersebut. Ketika siswa tersebut mematuhi peraturan yang ada maka ia telah bersikap disiplin dan ketika berbuat sebaliknya, maka ia telah bersikap tidak disiplin dan akan dikenai sanksi sesuai aturan yang berlaku.
Pada pelaksanaannya apabila terjadi pelanggaran terhadap tata tertib yang telah ditetapkan dapat dikenai sanksi atau hukuman sebagai berikut:
1) Teguran langsung dari guru 2) Peringatan langsung oleh guru
3) Dikenakan point terhadap pelanggaran yang siswa lakukan 4) Dikeluarkan sementara
5) Dipecat sebagai murid atau dikeluarkan.
c. Tujuan Tata Tertib Sekolah
Menurut Hurlock (1990: 85) bahwa ―peraturan bertujuan untuk membekali anak dengan pedoman berperilaku yang disetujui dalam situasi tertentu‖. Misalnya dalam peraturan sekolah, peraturan ini memuat apa yang harus dilakukan dan apa
(39)
23
yang tidak boleh dilakukan oleh siswa, sewaktu berada di lingkungan sekolah. Tujuan tata tertib adalah untuk menciptakan suatu kondisi yang menunjang terhadap kelancaran, ketertiban dan suasana yang damai dalam pembelajaran.
Menurut Kusmiati (2004: 22), bahwa tujuan diadakannya tata tertib salah satunya sesuai dengan yangtercantum dalam setiap butir tujuan tata tertib, yaitu:
a. Tujuan peraturan keamanan adalah untuk mewujudkan rasa aman dan tentram serta bebas dari rasa takut baik lahir maupun batin yang dirasakan oleh seluruh warga, sebab jika antar individu tidak saling menggangu maka akan melahirkan perasaan tenang dalam diri setiap individu dan siap untuk mengikuti kegiatan sehari-hari.
b. Tujuan peraturan kebersihan adalah terciptanya suasana bersih dan sehat yang terasa dan nampak pada seluruh warga.
c. Tujuan peraturan ketertiban adalah menciptakan kondisi yang teratur yang mencerminkan keserasian, keselarasan dan keseimbangan pada tata ruang, tata kerja, tata pergaulan bahkan cara berpakaian.
d. Tujuan peraturan keindahan adalah untuk menciptakan lingkungan yang baik sehingga menimbulkan rasa keindahan bagi yang melihat dan menggunakannya.
e. Tujuan peraturan kekeluargaan adalah untuk membina tata hubungan yang baik antar individu yang mencerminkan sikap dan rasa gotong royong, keterbukaan, saling membantu, tenggang rasa dan saling menghormati.
Menurut Reynolds (2001: 39) yang mengemukakan bahwa,
“School effectiveness research has long pointed to the importance of school-wide behavior policies in creating the academically oriented, high-achieving school It can often be fruitful to involve students in the making of rules in order to encourage a sense of ownership and shared responsibility and shared responsibility over them and to involved (especially older) students in policing rules and procedures as well‖. (Tata tertib sekolah dapat menciptakan disiplin dan orientasi akadmis warga sekolah pada khususnya, dan meningkatkan capaian sekolah pada umumnya. Dengan tata tertib sekolah, warga sekolah diharapkan dapat mengembangkan pola sikap dan perilaku yang lebih disiplin dan produktif. Dengan tata tertib tersebut, warga sekolah memiliki pedoman dan acuan dalam melaksanakan tugas dan kewajibannya dalam melaksanakan kebijakan, program, dan kegiatan sekolah).
(40)
24
Menurut Rudi, tujuan tata tertib adalah sebagai berikut:
a. Agar sekolah tertib
b. Agar kita dapat mengikuti proses KBM (kegiatan belajar mengajar) c. Melatih untuk tepat waktu
d. Melatih kita disiplin e. Melatih kita untuk mandiri
f. Melatih kita untuk mentaati peraturan di masyarakat kelak g. Melatih respon kita dalam menyikapi sebuah peraturan
sarwono-supeno.blogspot.com/2012/04/fungsi-tata-tertib.html (19-02-2013).
Berdasarkan uraian di atas, maka setiap siswa bertanggung jawab untuk menciptakan suasana yang aman, tertib, bersih, indah dan penuh kekeluargaan, agar proses interaksi antar siswa dalam rangka penanaman dan pengembangan nilai, pengetahuan, keterampilan dan wawasan dapat dilaksanakan secara baik.
d. Peran dan Fungsi Tata Tertib Sekolah
Keberadaan tata tertib sekolah memegang peranan penting, yaitu sebagai alat untuk mengatur perilaku atau sikap siswa di sekolah.
Menurut Soelaeman (1985: 82) berpendapat bahwa ―peraturan tata tertib itu
merupakan alat guna mencapai ketertiban‖. Dengan adanya tata tertib itu adalah
untuk menjamin kehidupan yang tertib, tenang, sehingga kelangsungan hidup sosial dapat dicapai. Tata tertib yang direalisasikan dengan tepat dan jelas serta konsekuen dan diawasi dengansungguh-sungguh maka akan memberikan dampak
(41)
25
terciptanya suasana masyarakat belajar yang tertib, damai, tenang dan tentram di sekolah.
Peraturan dan tata tertib yang berlaku di manapun akan tampak dengan baik apabila keberadaannya diawasi dan dilaksanakan dengan baik, hal ini sesuai yang dikemukakan oleh Durkheim (1990: 107-108) bahwa ―hanya dengan menghormati aturan-aturan sekolahlah si anak belajar menghormati aturan-aturan umum lainnya, belajar mengembangkan kebiasaan, mengekang dan mengendalikan diri semata-mata karena ia harus mengekang dan mengendalikan diri‖.
Berdasarkan pendapat di atas, dapat dijelaskan bahwa sekolah merupakan wadah pendidikan yang akan membawa siswa ke kehidupan yang lebih luas yaitu lingkungan masyarakat, dimana sebelum siswa terjun ke masyarakat maka perlu dibekali pengetahuan dan keterampilan untuk mengekangdan mengendalikan diri. Sehingga mereka diharapkan mampu menciptakan lingkungan masyarakat yang tertib, tenang, aman, dan damai.
Tata tertib sekolah berperan sebagai pedoman perilaku siswa, sebagaimana yang dikemukakan oleh Hurlock (1990: 76) bahwa ―peraturan berfungsi sebagai pedoman perilaku anak dan sebagai sumber motivasi untuk bertindak sebagai harapan sosial‖. Di samping itu, peraturan juga merupakan salah satu unsur disiplin untuk berperilaku.
(42)
26
Kemudian menurut Hurlock (1990: 84) mengemukakan fungsi tata tertib yaitu, Bila disiplin diharapkan mampu mendidik anak-anak untuk berperilaku sesuai dengan standar yang ditetapkan kelompok sosial mereka, ia harus mempunyai empat unsur pokok, apapun cara mendisiplinkan yang digunakan, yaitu: peraturan sebagai pedoman perilaku, konsistensi dalam peraturan tersebut dan dalam cara yang digunakan untuk mengajak dan memaksakannya, hukuman untuk pelanggaran peraturan dan penghargaan untuk perilaku yang sejalan dengan perilaku yang berlaku.
Tata tertib sekolah mempunyai dua fungsi yang sangat penting dalam membantu membiasakan anak mengendalikan dan mengekang perilaku yang tidak diinginkan, seperti yang dikemukakan oleh Hurlock (1990: 85), yaitu:
a. Peraturan mempunyai nilai pendidikan, sebab peraturan memperkenalkan pada anak perilaku yang disetujui oleh anggota kelompok tersebut. Misalnya anak belajar dari peraturan tentang memberi dan mendapat bantuan dalam tugas sekolahnya, bahwa menyerahkan tugasnya sendiri merupakan satu-satunya cara yang dapat diterima di sekolah untuk menilai prestasinya.
b. Peraturan membantu mengekang perilaku yang tidak diinginkan. Agar tata tertib dapat memenuhi kedua fungsi di atas, maka peraturan atau tata tertib itu harus dimengerti, diingat, dan diterima oleh individu atau siswa. Bila tata tertib diberikan dalam kata-kata yang tidak dapat dimengerti, maka tata tertib tidak berharga sebagai suatu pedoman perilaku.
Berdasarkan penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa tata tertib berfungsi mendidik dan membina perilaku siswa di sekolah, karena tata tertib berisikan keharusan yang harus dilaksanakan oleh siswa. Selain itu tata tertib juga berfungsi sebagai pengendali bagi perilaku siswa, karena tata tertib sekolah berisi larangan terhadap siswa tentang suatu perbuatan dan juga mengandung sanksi bagi siswa yang melanggarnya.
(43)
27
Tabel 2.2 DAFTAR TATA TERTIB MTs DARUL HUFFASH
PESAWARAN TAHUN PELAJARAN 2012/2013
No Jenis Pelanggaran Bobot Point
1.Keterlambatan :
a. Setiap terlambat setelah bel berbunyi b. Setiap izin keluar kelas pada saat jam
belajar dan tidak kembali ke kelas c. Setiap keluar kelas saat jam belajar
tanpa izin
d. Setiap keluar sekolah tanpa izin
e. Setiap tidak ikut upacara bendera tanpa izin 5 5 10 10 5 2.Kehadiran a. Setiap tidak masuk sekolah tanpa keterangan b. Setiap membolos 10
10 3.Pakaian/seragam sekolah a. Setiap memakai pakain tidak rapih b. Setiap tidak memakai ikat pinggang c. Setiap memakai sepatu diluar ketentuan sekolah d. Setiap tidak memakai kaos kaki sesuai ketentuan sekolah 5 5 5 5 4.Keperibadian a. Setiap siswa putra mengenakan gelang, kalung, tindik, bertato b. Setiap siswa putra rambut gondrong/panjang c. Setiap rambut dicat selain warna hitam d. Setiap meminta uang/barang orang lain dengan paksa atau ancaman e. Setiap mencuri dilingkungan atau di luar sekolah f. Setiap membawa handphone g. Setiap berkuku panjang h. Setiap mencemarkan nama baik sekolah dengan melakukan tindakan tidak senonoh/mengganggu ketertiban umum 10 5 10 25 50 25 3 75 5.Kebersihan dan keindahan a. Setiap tidak melaksanakan piket sesuai jadwal b. Setiap mencoret-coret dinding sekolah atau tempat lain yang dapat 5
(44)
28
mengganggu kebersihan dan keindahan c. Setiap buang air kecil tidak pada
tempatnya
d. Setiap merusak tanaman dengan sengaja
10 10 6.Ketertiban umum
a. Setiap merusak milik guru, sekolah dan teman secara sengaja
b. Setiap membuat kegaduhan di dalam atau diluar kelas saat jam belajar
c. Setiap merubah nilai atau identitas raport
d. Setiap makan/minum di kelas saat jam belajar
20 10 25 10
7.Senjata tajam
a. Membawa senjata tajam tanpa izin b. Menggunakan senjata/api untuk
mengancam atau melukai orang lain
20 100 8.Rokok, narkoba, dan minuman keras
a. Setiap membawa rokok ke dalam kelas b. Setiap merokok di dalam atau luar
lingkungan sekolah
c. Membawa narkoba atau minuman keras di dalam atau di luar lingkungan sekolah
d. Mabuk karena narkoba atau minuman keras
20 25 80
100 9.Bacaan/film porno
Setiap membawa, melihat buku, CD, photo porno, atau menonton film porno/HP porno di lingkungan sekolah
75
10.Perkelahian/tawuran, intimidasi/ancaman a. Setiap menjadi provokator perkelahian b. Berkelahi antar siswa
c. Berkelahi dan berdampak luas/tawuran d. Setiap mengancam/mengintimidasi
sesama teman
e. Setiap mengancam/mengintimidasi guru/TU, kepala sekolah
20 25 75 20 100 Sumber : Data dokumentasi Sekolah MTs Darul Huffash Pesawaran
(45)
29
4. Perkembangan Sosial dan Moral Siswa
Pendekatan terhadap perkembangan sosial/moral anak dalam aliran psikologi kognitif lebih banyak dilakukan Kohlberg daripada Piaget sendiri selaku tokoh utama psikologi ini. Namun Kohlberg mendasarkan teori perkembangan sosial dan moralnya pada prinsip-prinsip dasar hasil temuan Piaget, terutama yang berkaitan dengan prinsip perkembangan moral.
2.3 Tabel Teori Dua Tahap Perkembangan Moral Versi Piaget Usia anak Tahap perkembangan moral Ciri khas 4 – 7 tahun Realisme moral
(dalam tahap perkembangan kognitif praoperasional)
1. Memusatkan pada akibat-akibat perbuatan 2. Aturan-aturan
dipandang tak berubah 3. Hukuman atas
pelanggaran bersifat otomatis 7-10 tahun Masa transisi
(dalam tahap perkembangan kognitif
konkret-operasional)
Perubahan secara berharap ke arah pemilikan moral tahap kedua
11 tahun ke atas
Otonomi, realisme, dan resiprositas moral (dalam tahap pekembangan kognitif formal-operasional)
1. Mempertimbangkan tujuan—tujuan perilaku moral 2. Menyadari bahwa
aturan moral adalah kesepakatan tradisi yang dapat berubah.
(46)
30
Seperti yang tampak pada Tabel 2.1 tersebut, tahap-tahap perkembangan moral versi Piaget selalu dikaitkan dengan tahap-tahap perkembangan kognitif. Perkembangan yang pertama misalnya, bersamaan rentang waktunya dengan tahap perkembangan kognitif praoperasional. Tahap perkembangan yang berlangsung antara usia 4-7 tahun itu merupakan tahap realisme moral, artinya anak-anak menganggap moral sebagai suatu kenyataan yang ada dalam kehidupan sosial. Pada tahap kedua, perkembangan moral yang bertepatan dengan tahap perkembangan kognitif formal operasional itu menunjukkan bahwa manusia pada awal mas yuwana dan pascayuwana, yaitu masa remaja awal dan masa setelah remaja memiliki persepsi yang jauh lebih maju daripada sebelumnya. Para yuwana dan pascayuwana memandang moral sebagai sebuah perpaduan yang terdiri atas otonomi moral (sebagai hak pribadi), realisme moral (sebagai kesepakatan sosial), dan resiprositas moral (sebagai aturan timbal balik).
Pengikut Piaget, Lawrence Kohlberg mengemukakan tiga tingkat pertimbangan moral yang dilalui manusia prayuwana, yuwana, dan pascayuwana. Setiap tingkat perkembangan terdiri atas dua tahap perkembangan, sehingga secara keseluruhan perkembangan moral manusia itu dapat terjadi dalam enam tahap.
Tabel 2.4 Teori Enam Tahap Perkembangan Pertimbangan Moral Versi Kohlberg
Tingkat Tahap Konsep Moral
Tingkat I Moralitas prakonvensional
(usia 4-10 tahun) Tahap 1: memperhatikan
ketaatan dan hukum Tahap 2: memperhatikan
pemuasan kebutuhan
1. Anak menentukan tingkat hukuman akibat keburukan tersebut 2. Perilaku baik
dihubungkan dengan penghindaran diri dari hukuman
Perilaku baik dihubungkan dengan pemuasan keinginan
(47)
31
dan kebutuhan diri sendiri tanpa mempertimbangkan kebutuhan orang lain Tingkat II Moralitas konvensional
(usia 10-13 tahun) Tahap 3: memperhatikan
citra ―anak baik‖
Tahap 4: memperhatikan hukum dan peraturan
1.Anak dan remaja
berperilaku sesuai dengan aturan dan patokan moral agar memperoleh
persetujuan orang dewasa, bukan untuk menghindari hukuman
2.Perbuatan baik dan buruk dinilai berdasrkan
tujuannya. Jadi ada perkembangan kesadaran terhadap perlunya aturan. 1.Anak dan remaja
memiliki sikap pasti terhadap wewenang dan peraturan
2.Hukum harus ditaati oleh semua orang
Tingkat III Moralitas pascakonvensional
(usia 13 tahun ke atas) Tahap 5: memperhatiakan
hak perseorangan
Tahap 6: memperhatikan prinsip-prinsip etika
1.Remaja dan dewasa mengartikan perilaku baik sebagai hak pribadi sesuai dengan aturan dan
patokan sosial
2.Perubahan hukum dan aturan dapat diterima jika diperlukan untuk
mencapai hal-hal yang paling baik
3.Pelanggaran hukum dan aturan dapat terjadi karena alasan-alasan tertentu
1.Keputusan mengenai perilaku-perilaku sosial didasarkan atas prinsip-prinsip moralitas pribadi yang bersumber dari hukum universal yang selaras dengan kebaikan umum dan kepentingan orang lain
2.Keyakinan terhadap moral pribadi dan nilai-nilai tetap melekat
(48)
32
meskipun sewaktu-waktu berlawanan dengan hukum yang dibuat untuk mengekalkan aturan sosial. Contoh: seorang suami yang istrinya sedang sakit keras dan ia tidak punya uang untuk membeli obat untuk menyelamatkan nyawa istrinya itu. Ia yakin bahwa di satu sisi tindakan mencuri merupakan keharusan, sedang di sisi lain melestarikan kehidupan manusia itu merupakan kewajiban moral yang lebih tinggi daripada mencuri itu sendiri.
B. Penelitian Yang Relevan
Terdapat beberapa penelitian yang menyangkut masalah tentang tata tertib di perguruan tinggi. Dari penelitian tersebut terdapat berbagai macam fokus ynag ingin di analisis, baik mengenai peranannya, hubungannya, urgensi antara tata tertib dan faktor-faktor yang berkolerasi dengan hal tersebut. Beberapa penelitian tentang tata tertib tersebut salah satunya adalah sebagai berikut:
1. Skripsi yang berjudul Pengaruh Kepemimpinan Kepala Sekolah Terhadap Ketaatan Mematuhi Peraturan Sekolah. Skripsi ini ditulis oleh Etri Witantri tahun 2011 Universitas Lampung. Dalam penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif yang menggambarkan pengaruh kepemimpinan kepala sekolah terhadap ketaatan mematuhi peraturan sekolah memiliki positif dan signifikan terhadap berjalannya peraturan sekolah.
(49)
33
2. Studi kasus sekolah dasar yang berjudul Perbedaan Jenis Kelamin Terhadap Kemampuan Siswa dalam Mata Pelajaran Matematika yang ditulis oleh Aminah Ekawati dan Shinta Wulandari tahun 2011 Universitas Borneo Tarakan. Dalam penelitian ini menggunakan metode deskriptif yang menggambarkan perbedaan kemampuan siswa laki-laki dengan siswa perempuan dalam mata pelajaran Matematika. Dengan hasil penelitian tidak ada perbedaan kemampuan yang signifikan antara siswa laki-laki dengan siswa perempuan, yang dilihat dari perolehan nilai rata-rata.
3. Skripsi yang berjudul Discipline Problems among Secondary School Students in Johor Bahru, Malaysia. Skripsi ini ditulis oleh Azizi Yahaya tahun 2009 Universiti Teknologi Malaysia. Dalam penelitian ini menggunakan metode kuantitatif dalam bentuk deskripsi yang menggambarkan perbedaan yang signifikan antara masalah disiplin siswa seperti pembolosan, absensi, mencuri dan berkelahi di kalangan siswa sekolah menengah di Johor Bahru Kabupaten Pasir Gudang dengan prestasi akademik. Dengan hasil penelitian tidak ada perbedaan yang signifikan antara masalah disiplin siswa dengan pengeruh kelompok sebaya dan tingkat pendidikan orang tua.
Berdasarkan beberapa penelitian di atas, ada persamaan pembahasan yang akan dibahas dalam skripsi yang akan penulis tulis. Namun yang membedakan dalam penelitian ini yaitu peneliti ingin mengetahui bagaimana perbedaan pelaksanaan tata tertib sekolah antara siswa laki-laki dengan siswa perempuan.
(50)
34
C. Kerangka Pikir
Tingkat kesadaran siswa adalah suatu keadaan seseorang yang tahu dan mengerti apa yang memang menjadi kewajibannya, dengan adanya kesadaran diri tersebut maka seseorang itu dapat mempengaruhi dirinya agar bertindak sesuai dengan kewajibannya.
Tata tertib sangatlah penting sebagai aturan yang harus dipatuhi oleh siswa. Tata tertib dapat menciptakan disiplin dan orientasi akademis warga sekolah dan meningkatkan tujuan sekolah pada umumnya. Dengan tata tertib sekolah, warga sekolah diharapkan dapat mengembangkan pola sikap dan perilaku yang lebih disiplin dan produktif. Dengan adanya tata tertib sekolah, siswa memiliki pedoman dan acun dalam melaksanakan tugas dan kewajibannya di sekolah. Tata tertib bertujuan menanamkan sikap dan perilaku kepada siswa yang didasarkan atas nilai-nilai yang berfungsi membina, menumbuhkan dan mengembangkan sikap serta membentuk karakter anak sampai optimal sehingga terbentuk perilaku dan kemampuan dasar sesuai dengan tahap perkembangannya.
Perbedaan tingkat kesadaran antara siswa laki-laki dengan siswa perempuan dalam pelaksanaan tata tertib sekolah dapat dilihat dari tingkat kepatuhan dan ketaatan siswa terhadap berbagai aturan dan tata tertib yang berlaku di sekolah. Dimana secara umum terdapat dua perbedaan sifat antara laki-laki dengan perempuan yang dilihat dari dua aspek yaitu maskulinitas dan feminitas.
(51)
35
Berdasarkan uraian tersebut, maka dapat dibentuk kerangka pikir sebagai berikut:
D. Hipotesis
Berdasarkan landasan teori yang telah dikemukakan di atas, maka penulis mengajukan hipotesis dalam penelitian sebagai berikut:
1. Ho: Tidak terdapat perbedaan tingkat kesadaran anatara siswa laki-laki dengan siswa perempuan terhadap pelaksanaan tata tertib sekolah.
2. Ha : Terdapat perbedaan tingkat kesadaran antara siswa laki-laki dengan siswa perempuan terhadap pelaksanaan tata tertib sekolah.
Tingkat Kesadaran Siswa (X1)
1. Merasa tahu 2. Mengerti
3. Bertindak sesuai norma
Pelaksanaan Tata Tertib Sekolah (Y)
1. Membiasakan 2. Mengendalikan 3. Mengekang perilaku
yang tidak diinginkan Perbedaan Antara Siswa
Laki-laki dengan Siswa Perempuan (X2)
1. Feminitas 2. Maskulinitas
(52)
DAFTAR PUSTAKA
Arikunto, Suharsimi. 2006. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek.
Jakarta: Rineka Cipta.
--- . 1993. Manajemen Pengajaran Secara Manusiawi. Jakarta: Rineka Cipta
Budiningsih, C. Asri. 2004. Pembelajaran Moral. Jakarta: Rineka Cipta Byrne, Baron.2003. Psikologi Sosial. Jakarta: Erlangga
Djahiri, A.K. 1985. Strategi Pengajaran Afektif Nilai Moral VCT dan Games terhadap VCT. Bandung: Jurusan PMPKn FPIPS IKIP Bandung
Djali,H. 2008. Psikologi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara
Elizabeth, B. Hurlock. 1990. Perkembangan Anak. Jakarta: Erlangga
Fadhil, Mohammad. 1988. Menerabas Krisis Pendidikan Dunia Islam. PT Golden Terayon Press: Jakarta
Furchan, Arief. 2004. Pengantar Penelitian Dalam Pendidikan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Howard, S. Friedman dan Miriam, W. Schustack. 2006. Kepribadian Teori Klasik dan Riset Modern. Jakarta: Erlangga
Mallo, Manase. 1985. Metode Penelitian Sosial. Rajawali. Jakarta.
Mohammad, Ali dan Mohammad Asrori. 2006. Psikologi Remaja Perkembangn Peserta Didik. Jakarta: Bumi aksara
Melchaty, Siti. 1990. Pengantar dan Pendekatan Praktik. Jakarta: Ganeca Exact Nurhayati, Eti. 2012. Psikologi Perempuan.Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Sarwono, Supeno. www. Google. Com. 2012. Fungsi Tata Tertib
(53)
Suryosubroto, B. 2010. Manajemen Pendidikan Sekolah. Jakarta: Rineka Cipta Soejanto, Agoes. 2005. Psikologi Perkembangan. Jakarta: Rineka Cipta
Santoso. 2002. Metodelogi Penelitian. Tarsito: Bandung
Sarwono, Sarlito. Wirawan. 2008. Psikologi Remaja. Jakarta: RajaGrafindo Persada
Uno, B. Hamzah. 2008. Orientasi Baru Dalam Pembelajaran. Jakarta: Bumi Aksara
(1)
meskipun sewaktu-waktu berlawanan dengan hukum yang dibuat untuk mengekalkan aturan sosial. Contoh: seorang suami yang istrinya sedang sakit keras dan ia tidak punya uang untuk membeli obat untuk menyelamatkan nyawa istrinya itu. Ia yakin bahwa di satu sisi tindakan mencuri merupakan keharusan, sedang di sisi lain melestarikan kehidupan manusia itu merupakan kewajiban moral yang lebih tinggi daripada mencuri itu sendiri.
B. Penelitian Yang Relevan
Terdapat beberapa penelitian yang menyangkut masalah tentang tata tertib di perguruan tinggi. Dari penelitian tersebut terdapat berbagai macam fokus ynag ingin di analisis, baik mengenai peranannya, hubungannya, urgensi antara tata tertib dan faktor-faktor yang berkolerasi dengan hal tersebut. Beberapa penelitian tentang tata tertib tersebut salah satunya adalah sebagai berikut:
1. Skripsi yang berjudul Pengaruh Kepemimpinan Kepala Sekolah Terhadap Ketaatan Mematuhi Peraturan Sekolah. Skripsi ini ditulis oleh Etri Witantri tahun 2011 Universitas Lampung. Dalam penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif yang menggambarkan pengaruh kepemimpinan kepala sekolah terhadap ketaatan mematuhi peraturan sekolah memiliki positif dan signifikan terhadap berjalannya peraturan sekolah.
(2)
33
2. Studi kasus sekolah dasar yang berjudul Perbedaan Jenis Kelamin Terhadap Kemampuan Siswa dalam Mata Pelajaran Matematika yang ditulis oleh Aminah Ekawati dan Shinta Wulandari tahun 2011 Universitas Borneo Tarakan. Dalam penelitian ini menggunakan metode deskriptif yang menggambarkan perbedaan kemampuan siswa laki-laki dengan siswa perempuan dalam mata pelajaran Matematika. Dengan hasil penelitian tidak ada perbedaan kemampuan yang signifikan antara siswa laki-laki dengan siswa perempuan, yang dilihat dari perolehan nilai rata-rata.
3. Skripsi yang berjudul Discipline Problems among Secondary School Students in Johor Bahru, Malaysia. Skripsi ini ditulis oleh Azizi Yahaya tahun 2009 Universiti Teknologi Malaysia. Dalam penelitian ini menggunakan metode kuantitatif dalam bentuk deskripsi yang menggambarkan perbedaan yang signifikan antara masalah disiplin siswa seperti pembolosan, absensi, mencuri dan berkelahi di kalangan siswa sekolah menengah di Johor Bahru Kabupaten Pasir Gudang dengan prestasi akademik. Dengan hasil penelitian tidak ada perbedaan yang signifikan antara masalah disiplin siswa dengan pengeruh kelompok sebaya dan tingkat pendidikan orang tua.
Berdasarkan beberapa penelitian di atas, ada persamaan pembahasan yang akan dibahas dalam skripsi yang akan penulis tulis. Namun yang membedakan dalam penelitian ini yaitu peneliti ingin mengetahui bagaimana perbedaan pelaksanaan tata tertib sekolah antara siswa laki-laki dengan siswa perempuan.
(3)
C. Kerangka Pikir
Tingkat kesadaran siswa adalah suatu keadaan seseorang yang tahu dan mengerti apa yang memang menjadi kewajibannya, dengan adanya kesadaran diri tersebut maka seseorang itu dapat mempengaruhi dirinya agar bertindak sesuai dengan kewajibannya.
Tata tertib sangatlah penting sebagai aturan yang harus dipatuhi oleh siswa. Tata tertib dapat menciptakan disiplin dan orientasi akademis warga sekolah dan meningkatkan tujuan sekolah pada umumnya. Dengan tata tertib sekolah, warga sekolah diharapkan dapat mengembangkan pola sikap dan perilaku yang lebih disiplin dan produktif. Dengan adanya tata tertib sekolah, siswa memiliki pedoman dan acun dalam melaksanakan tugas dan kewajibannya di sekolah. Tata tertib bertujuan menanamkan sikap dan perilaku kepada siswa yang didasarkan atas nilai-nilai yang berfungsi membina, menumbuhkan dan mengembangkan sikap serta membentuk karakter anak sampai optimal sehingga terbentuk perilaku dan kemampuan dasar sesuai dengan tahap perkembangannya.
Perbedaan tingkat kesadaran antara siswa laki-laki dengan siswa perempuan dalam pelaksanaan tata tertib sekolah dapat dilihat dari tingkat kepatuhan dan ketaatan siswa terhadap berbagai aturan dan tata tertib yang berlaku di sekolah. Dimana secara umum terdapat dua perbedaan sifat antara laki-laki dengan perempuan yang dilihat dari dua aspek yaitu maskulinitas dan feminitas.
(4)
35
Berdasarkan uraian tersebut, maka dapat dibentuk kerangka pikir sebagai berikut:
D. Hipotesis
Berdasarkan landasan teori yang telah dikemukakan di atas, maka penulis mengajukan hipotesis dalam penelitian sebagai berikut:
1. Ho: Tidak terdapat perbedaan tingkat kesadaran anatara siswa laki-laki dengan siswa perempuan terhadap pelaksanaan tata tertib sekolah.
2. Ha : Terdapat perbedaan tingkat kesadaran antara siswa laki-laki dengan siswa perempuan terhadap pelaksanaan tata tertib sekolah.
Tingkat Kesadaran Siswa (X1)
1. Merasa tahu 2. Mengerti
3. Bertindak sesuai norma
Pelaksanaan Tata Tertib Sekolah (Y)
1. Membiasakan 2. Mengendalikan 3. Mengekang perilaku
yang tidak diinginkan Perbedaan Antara Siswa
Laki-laki dengan Siswa Perempuan (X2)
1. Feminitas 2. Maskulinitas
(5)
DAFTAR PUSTAKA
Arikunto, Suharsimi. 2006. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek.
Jakarta: Rineka Cipta.
--- . 1993. Manajemen Pengajaran Secara Manusiawi. Jakarta: Rineka Cipta
Budiningsih, C. Asri. 2004. Pembelajaran Moral. Jakarta: Rineka Cipta Byrne, Baron.2003. Psikologi Sosial. Jakarta: Erlangga
Djahiri, A.K. 1985. Strategi Pengajaran Afektif Nilai Moral VCT dan Games terhadap VCT. Bandung: Jurusan PMPKn FPIPS IKIP Bandung
Djali,H. 2008. Psikologi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara
Elizabeth, B. Hurlock. 1990. Perkembangan Anak. Jakarta: Erlangga
Fadhil, Mohammad. 1988. Menerabas Krisis Pendidikan Dunia Islam. PT Golden Terayon Press: Jakarta
Furchan, Arief. 2004. Pengantar Penelitian Dalam Pendidikan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Howard, S. Friedman dan Miriam, W. Schustack. 2006. Kepribadian Teori Klasik dan Riset Modern. Jakarta: Erlangga
Mallo, Manase. 1985. Metode Penelitian Sosial. Rajawali. Jakarta.
Mohammad, Ali dan Mohammad Asrori. 2006. Psikologi Remaja Perkembangn Peserta Didik. Jakarta: Bumi aksara
Melchaty, Siti. 1990. Pengantar dan Pendekatan Praktik. Jakarta: Ganeca Exact Nurhayati, Eti. 2012. Psikologi Perempuan.Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Sarwono, Supeno. www. Google. Com. 2012. Fungsi Tata Tertib
(6)
Suryosubroto, B. 2010. Manajemen Pendidikan Sekolah. Jakarta: Rineka Cipta Soejanto, Agoes. 2005. Psikologi Perkembangan. Jakarta: Rineka Cipta
Santoso. 2002. Metodelogi Penelitian. Tarsito: Bandung
Sarwono, Sarlito. Wirawan. 2008. Psikologi Remaja. Jakarta: RajaGrafindo Persada
Uno, B. Hamzah. 2008. Orientasi Baru Dalam Pembelajaran. Jakarta: Bumi Aksara