ANALISIS PENDAPATAN DAN STRATEGI PENGEMBANGAN BUDIDAYA RUMPUT LAUT DI PULAU PAHAWANG KECAMATAN PUNDUH PIDADA KABUPATEN PESAWARAN
ANALISIS PENDAPATAN DAN STRATEGI PENGEMBANGAN BUDIDAYA RUMPUT LAUT DI PULAU PAHAWANG KECAMATAN PUNDUH PIDADA KABUPATEN PESAWARAN
Oleh Dede Putri
Skripsi
Sebagai Salah Satu Syarat Mencapai Gelar SARJANA PERTANIAN
Pada
Jurusan Agribisnis
Fakultas Pertanian Universitas Lampung
UNIVERSITAS LAMPUNG BANDAR LAMPUNG
(2)
ABSTRAK
ANALISIS PENDAPATAN DAN STRATEGI PENGEMBANGAN BUDIDAYA RUMPUT LAUT DI PULAU PAHAWANG KECAMATAN PUNDUH PIDADA KABUPATEN PESAWARAN
Oleh Dede Putri
Penelitian ini bertujuan untuk 1) menganalisis pendapatan, 2) mengetahui faktor internal dan eksternal yang mempengaruhi budidaya rumput laut di Pulau Pahawang, dan 3) menyusun strategi pengembangan budidaya rumput laut. Lokasi penelitian terletak di Pulau Pahawang, Kecamatan Punduh Pidada, Kabupaten Pesawaran. Penelitian ini merupakan metode studi kasus dimana respondennya adalah pembudidaya rumput laut di Pulau pahawang. Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis pendapatan dan analisis SWOT. Hasil penelitian menunjukkan bahwa usaha budidaya rumput laut di Pulau Pahawang layak untuk dikembangkan . Pendapatan rata-rata atas biaya tunai dan biaya total budidaya rumput laut masing-masing adalah Rp 2.011.000 dan Rp 683.483 untuk setiap proses produksi. Nilai IFE sebesar 1,6 dan nilai EFE sebesar 0,4 dalam matriks IE menunjukkan bahwa posisi usaha di quadrant I. Hal ini menunjukkan bahwa, usaha budidaya rumput laut di Pulau Pahawang berada di daerah pertumbuhan, Tiga strategi prioritas untuk pengembangan budidaya rumput laut di Pulau Pahawang adalah: 1) mengadakan pelatihan pembudidaya untuk meningkatan keterampilannya, 2) memanfaatkan areal budidaya yang masih luas, dan 3) menghasilkan rumput laut yang berkualitas baik untuk memperluas jaringan pemasaran.
(3)
(4)
(5)
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL ... iii
DAFTAR GAMBAR ... iv
DAFTAR LAMPIRAN ... v
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1
B. Tujuan Penelitian ... 10
C. Kegunaan Penelitian ... 10
II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN A. Tinjauan Pustaka ... 11
1. Rumput Laut ... 11
a. Klasifikasi Rumput Laut ... 11
b. Habitat Rumput Laut ... 13
c. Perkembangbiakan Rumput Laut ... 14
d. Budidaya Eucheuma sp. ... 14
e. Manfaat Rumput Laut ... 16
2. Konsep Usahatani ... 17
3. Konsep Pendapatan Usahatani ... 18
4. Konsep Strategi Pengembangan ... 20
a. Pengertian analisis SWOT ... 22
b. Lingkunagn Internal dan Eksternal Analisis SWOT ... 23
c. Matriks IFAS dan EFAS ... 24
d. Matriks SWOT ... 27
e. Focus Group Discussion ... 30
B. Kajian Terdahulu ... 31
C. Kerangka Pemikiran ... 33
III. METODE PENELITIAN A. Konsep Dasar dan Batasan Operasional ... 37
B. Lokasi Penelitian, Responden dan Waktu Penelitian ... 40
C. Metode Penelitian dan Pengumpulan Data ... 40
D. Metode Analisis Data ... 41
1. Analisis Pendapatan ... 41
2. Metode Analisis Deskriptif Kualitatif ... 42
3. Focus Group Discussion ... 45
IV. GAMBARAN UMUM PENELITIAN A. Sejarah Desa Pahawang ... 47
(6)
B. Kondisi Geografis ... 48
C. Keadaaan Gemografi ... 49
D. Sumber Daya Desa Pahawang ... 49
1. Sumber Daya Alam ... 49
2. Sumber Daya Manusia ... 50
3. Sumber Daya Sosial ... 51
4. Sumber Daya Buatan ... 52
V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Keadaan Umum Pembudidaya ... 53
1. Umur Responden ... 53
2. Tingkat Pendidikan Responden ... 54
3. Jumlah Tanggungan Keluarga ... 55
4. Pengalaman Usaha ... 55
5. Penguasaan Unit ... 56
B. Keragaan Budidaya Rumput Laut ... 57
1. Musim Tanam ... 58
2. Teknik Budidaya Rumput Laut ... 58
3. Sarana produksi ... 62
a. Bibit ... 62
b. Tenaga kerja ... 63
c. Peralatan ... 66
4. Produksi Budidaya Rumput Laut ... 67
5. Penerimaan Budidaya Rumput Laut ... 69
6. Analisis Pendapatan Budidaya Rumput Laut... 69
C. Analisis SWOT ... 71
1. Faktor Internal ... 71
a. Faktor kekuatan ... 72
b. Faktor kelemahan ... 75
c. Matriks IFE (Internal Factor Evaluasi) ... 78
2. Faktor Eksternal ... 80
a. Faktor Peluang ... 80
b. Faktor Ancaman ... 83
c. Matriks EFE (Eksternal Factor Evaluation) ... 85
3. Strategi Pengembangan ... 87
a. Matriks Internal dan Eksternal (I-E) ... 87
b. Matriks SWOT ... 90
4. Strategi Prioritas Analisis SWOT ... 92
VI. KESIMPULAN DAN SARAN A.Kesimpulan ... 95
B. Saran ... 96 DAFTAR PUSTAKA
(7)
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Indonesia merupakan negara kepulauan yang memiliki sekitar 17.504 pulau dengan 13.466 pulau bernama, dari total pulau bernama, 1.667 pulau diantaranya berpenduduk dan 11.799 tidak berpenduduk. Letak geostrategis yang diapit oleh Samudera Hindia dan Samudera Pasifik menjadikan Indonesia sebagai negara yang strategis dengan potensi sumberdaya kelautan yang sangat prospektif dan keanekaragaman hayati laut tertinggi di dunia (Bengen, 2013).
Potensi perairan yang besar tersebut belum dimanfaatkan secara optimal baik oleh pemerintah maupun masyarakat. Dewasa ini pemerintah Indonesia berupaya untuk mengoptimalkan pemanfaatan potensi perairan yang berada di Indonesia, meliputi sumberdaya perikanan dan kelautan. Potensi perikanan dan kelautan tersebut diharapkan mampu menyediakan pangan yang cukup dan menciptakan lapangan pekerjaan bagi rakyat Indonesia khususnya masyarakat yang berada di sekitar daerah perairan serta memberikan tambahan devisa bagi negara.
Salah satu komoditas unggulan Indonesia dalam sektor perikanan adalah rumput laut. Hal ini dikarenakan permintaan rumput laut yang terus meningkat, baik untuk kebutuhan dalam negeri maupun kebutuhan luar negeri. Kebutuhan rumput laut diperkirakan akan terus meningkat seiring dengan meningkatnya kebutuhan
(8)
untuk konsumsi langsung maupun kebutuhan industri (makanan, farmasi, kosmetik, dan lain-lain) (Kordi, 2011).
Berdasarkan data Ditjen Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) potensi lahan perikanan budidaya yang dimiliki Indonesia untuk jenis tambak 1.224.000 ha, kolam 526.000 ha, perairan umum 20.173.776 ha, sawah 5.963.000 ha dan laut 24.000.000 ha. Luas perairan potensial pulau-pulau kecil Indonesia 1.560.000 km2 dengan luas perairan yang dimanfaatkan sebesar 1.092.000 km2 dan luas perairan potensial untuk rumput laut adalah sebesar 10.920 km2 (Bengen, 2013). Proyeksi produksi komoditas perikanan budidaya unggulan (2011-2014) dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Proyeksi produksi komoditas perikanan budidaya unggulan (2011-2014)
Komoditas
Tahun Kenaikan
rata-rata (%)
2011 2012 2013 2014
Rumput laut 3.504.200 5.100.000 7.500.000 10.000.000 32
Ikan patin 383.000 651.000 1.107.000 1.883.000 70
Ikan lele 366.000 495.000 670.000 900.000 35
Ikan nila 639.300 850.000 1.105.000 1.242.900 27
Ikan bandeng 419.000 503.400 604.000 700.000 19
Udang windu 130.000 139.000 158.000 199.000 10
Udang
Vanname 330.000 390.000 450.000 500.000 17
Ikan mas 280.400 300.000 325.000 350.000 7
Ikan gurame 42.300 44.400 46.600 48.900 5
Ikan kakap 5.500 6.500 7.500 8.500 13
Ikan kerapu 9.000 11.000 15.000 20.000 31
Lain-lain 738.800 925.400 1.032.700 1.038.700 14
Total 6.847.500 9.415.700 13.020.800 16.891.000 29 Sumber: Ditjen Perikanan Budidaya KKP dalam Kordi (2011).
Tabel 1 menunjukkan bahwa salah satu komoditas perikanan non-ikan yang penting di Indonesia adalah rumput laut atau alga laut (sea weed). Produksi
(9)
rumput laut diharapkan setiap tahunnya meningkat sehingga mampu memenuhi kebutuhan rumput laut baik di pasar domestik maupun di pasar dunia. Produksi rumput laut Indonesia berasal dari pengambilan di laut dan pembudidayaan. Pembudidayaan rumput laut dapat dilakukan di laut maupun di tambak. Potensi lahan Indonesia yang sangat luas, serta peningkatan kebutuhan rumput laut baik di pasar domestik maupun pasar dunia menjadi awal yang baik untuk prospek
pengembangan rumput laut di Indonesia.
Produksi rumput laut yang diekspor ke berbagai negara masih dalam bentuk rumput laut kering, sehingga keuntungan yang diperoleh dari hasil perdagangan masih sangat rendah. Diversifikasi produk sangat dibutuhkan agar produksi yang dijual memiliki nilai tambah yang lebih. Negara-negara tujuan ekspor rumput laut Indonesia adalah Jepang, Hongkong, RRC, Filipina, Australia, Amerika, Prancis, Jerman, Cili, Spanyol, Inggris, dan lain-lain. Spesies rumput laut yang diekspor Indonesia antara lain Eucheuma, Gracilaria, Gelidium, dan Hypnea. Rumput laut jenis Eucheuma mendominasi produksi dan ekspor Indonesia. Indonesia sebagai salah satu produsen rumput laut di dunia menjadi negara pemasok nomor dua rumput laut jenis Eucheuma setelah Filipina (Kordi, 2011).
Salah satu perairan Indonesia yang memiliki potensi yang cukup besar dalam pengembangan perekonomian di bidang perikanan baik perikanan umum maupun laut adalah Provinsi Lampung. Luas perairan laut Provinsi Lampung berdasarkan kewenangannya dalam batas laut teritorial Indonesia sekitar 24.820 km2,
sedangkan luas perairan umum sekitar 928 km2. Kegiatan perikanan yang dilakukan pada perairan umum adalah budidaya di sungai, danau, kolam, sawah,
(10)
keramba sedangkan kegiatan perikanan yang dilakukan di laut berupa budidaya dari jaring apung, tambak dengan komoditas utama udang dan bandeng serta kegiatan penangkapan di laut. Produksi perikanan budidaya di Provinsi Lampung dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Produksi perikanan budidaya di Provinsi Lampung dalam ton Jenis Kegiatan
Budidaya
Tahun
2009 2010 2011
Laut 4.201,20 10.239,11 11.483,58 Tambak 78.032,38 53.248,09 54.665,56 Tawar
1. Kolam 21.987,28 27.880,97 50.879,54
2. Keramba 545,33 696,28 508,02
3. KJA tawar 1.481,95 2.036,31 2.746,74 4. Minapadi 744,08 148,52 158,97 Total 106.991,22 94.249,28 120.442,41 Sumber: Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Lampung, 2012
Tabel 2 menunjukkan bahwa pertumbuhan rata-rata setiap jenis kegiatan budidaya memiliki nilai yang berbeda. Laju pertumbuhan yang positif terjadi pada jenis kegiatan budidaya laut, tawar dan keramba jaring apung (KJA) tawar serta sisanya mengalami fluktuasi produksi. Hal ini menunjukkan bahwa potensi perikanan budidaya di Provinsi Lampung belum terkelola secara optimal. Pada tahun 2010 jenis kegiatan tambak mengalami penurunan produksi sebesar 31,76 persen sedangkan pada jenis kegiatan budidaya minapadi mengalami penurunan produksi sebesar 80,02 persen.
Komoditas rumput laut di Provinsi Lampung banyak dibudidayakan di berbagai kabupaten/kota antara lain: Lampung Selatan, Tulang Bawang, Tanggamus dan Pesawaran. Namun, pada tahun 2011 komoditas rumput laut hanya
(11)
dibudidayakan di Pesawaran dan Tanggamus. Produksi dan nilai rumput laut di Provinsi Lampung dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3. Produksi dan nilai rumput laut di Provinsi Lampung tahun 2011
Kabupaten/Kota Produksi Nilai
Ton ( 000)
Tanggamus 255,00 145500,00
Pesawaran 450,25 720400,00
Total 705,25 865900,00
Sumber: Dinas kelautan dan perikanan Provinsi Lampung, 2012
Berdasarkan Tabel 3 produksi terbesar untuk komoditas rumput laut di Provinsi Lampung adalah di Kabupaten Pesawaran. Pada tahun 2011 Kabupaten
Pesawaran memproduksi rumput laut sebesar 450, 25 ton dengan nilai Rp 720.400.000. Berdasarkan laporan tahunan Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Pesawaran, rumput laut merupakan salah satu produksi komoditas unggulan Kabupaten Pesawaran. Pada tahun 2011 target produksi rumput laut basah di Kabupaten Pesawaran adalah 3.000 ton dan realisasinya sebesar 2.150,15 ton atau sebesar 72 persen.
Kontribusi komoditas rumput laut terhadap produk domestik regional bruto Provinsi Lampung subsektor perikanan tahun 2011 adalah sebesar 36,64 persen atau sebesar 5,54 persen dari total produk domestik regional bruto sektor pertanian. Potensi yang ada diharapkan dapat lebih dioptimalkan agar mampu memberi kontribusi jangka panjang baik untuk pembudidaya ataupun pemerintah. Potensi, pemanfaatan dan produksi rumput laut di Kabupaten Pesawaran dapat dilihat pada Tabel 4.
(12)
Tabel 4. Potensi, pemanfaatan dan produksi budidaya laut (rumput laut) menurut kecamatan di Kabupaten Pesawaran tahun 2009-2011.
Kecamatran Pemanfaatan (ha) Produksi (ton)
2009 2010 2011 2009 2010 2011
Punduh Pidada 34,00 35,00 25,00 427,38 429,39 1.151,25
Padang Cermin 41,00 42,00 35,00 552,60 556,70 998,90
Total 75,00 77,00 60,00 979,98 986,09 2.150,15
Sumber: Badan pusat statistik Provinsi Lampung, 2012
Tabel 4 menunjukkan bahwa produksi rumput laut di Kecamatan Punduh Pidada dan Padang Cermin setiap tahunnya mengalami kenaikan, terutama pada tahun 2011 persentase kenaikan produksi di Kecamatan Punduh Pidada mencapai 168,11 persen dari tahun sebelumnya. Kenaikan yang terjadi di Kecamatan Padang Cermin pada tahun 2011 sebesar 79,43 persen. Pada tahun 2011
pemanfaatan lahan yang digunakan sebagai area budidaya rumput laut berkurang dari tahun sebelumnya, tetapi terjadi peningkatan produksi dan produktifitasnya. Hal ini menunjukkan bahwa pengetahuan yang dimiliki pembudidaya mengenai rumput laut telah baik.
Menurut Bengen (2013) potensi produktivitas rumput laut yang dihasilkan dari setiap luas lahan per satuan ha adalah sebesar 200 ton/tahun rumput laut basah. Berdasarkan Tabel 4 produktifitas rumput laut basah pada tahun 2011 adalah sebesar 46,05 ton/ha. Hal ini menunjukkan bahwa hasil budidaya rumput laut masih jauh dari potensi yang seharusnya dapat dicapai. Oleh karena itu pengembangan terhadap rumput laut ini harus dilakukan agar potensi yang dimiliki tersebut dapat dicapai.
(13)
Pembangunan perekonomian diarahkan pada peningkatan produksi sehingga mampu meningkatkan kegiatan ekonomi termasuk kegiatan di sektor lain yang terkait. Dalam pengembangannya Pulau Pahawang mengalami banyak kendala dilihat dari aspek manajemen sumber daya manusia, iklim dan cuaca, pemasaran, teknologi dan sebagainya.
Pulau Pahawang merupakan salah satu pulau yang sangat potensial untuk pengembangan budidaya rumput laut. Hal ini disebabkan lokasi pulau masih sangat jarang digunakan sebagai sarana transportasi umum, kualitas air yang masih terjaga sehingga masyarakat sekitar dapat memanfaatkan kekayaan alam tersebut dengan membudidaya rumput laut dan pembudidayaan ikan. Namun, keberadaan pembudidayaan ikan memberikan dampak negatif terhadap produksi rumput laut. Limbah yang dihasilkan dari ikan yang dibudidayakan akan
menimbulkan penyakit pada rumput laut seperti lumut dan cendawan.
Kondisi iklim dan cuaca yang buruk mengakibatkan pembudidaya mengalami kesulitan pemanenan dan pasca panen. Iklim dan cuaca buruk juga mengganggu proses pemasaran rumput laut, karena pemasaran rumput laut masih menggunakan perahu tradisional. Angin yang sangat kencang akan mengurungkan niat
pembudidaya untuk menjual hasil panennya keluar pulau. Kondisi ini sangat merugikan para pembudidaya karena hasil produksi akan menumpuk di rumah atau di agen pemasaran.
Kondisi cuaca yang tidak menentu juga sangat mempengaruhi proses penjemuran rumput laut. Penjemuran rumput laut masih mengandalkan cahaya matahari yang membutuhkan waktu selama 3 hari serta menggunakan peralatan yang sederhana
(14)
yaitu berupa bambu yang dianyam menjadi alas penjemuran rumput laut. Rumput laut yang dihasilkan dari Sulawesi menjadi pesaing utama hasil rumput laut kering yang dihasilkan Pulau Pahawang. Kualitas yang dihasilkan pembudidaya rumput laut dari Sulawesi lebih baik dibandingkan dengan kualitas rumput laut dari Pulau Pahawang.
Pembudidaya kurang berorientasi pada penanganan pasca panen dan pengolahan, sehingga hasil panen tidak mampu memberi nilai tambah produk. Hal ini
dikarenakan kurangnya pengetahuan pembudidaya akan difersifikasi produk, selain itu sarana dan prasarana yang kurangpun menjadi kendala seperti belum tersedianya pembangkit listrik sehingga pembudidaya harus menggunakan jenset untuk penerangan serta kurangnya sarana transportasi yang memadai sehingga para pembudidaya diharuskan memiliki perahu sendiri untuk keperluan sehari-hari.
Kendala-kendala yang dihadapi oleh pembudidaya rumput laut akan
mempengaruhi besar kecilnya pendapatan yang akan mereka terima. Selama ini pembudidaya hanya mengetahui bahwa budidaya yang mereka lakukan sangat menguntungkan, namun sebagian besar pembudidaya tidak mengetahui kisaran pendapatan yang mereka terima setiap kali panen (40 hari). Oleh karena itu, perhitungan pendapatan dari hasil budidaya tersebut sangatlah penting untuk keberlanjutan usaha mereka.
Tujuan dari budidaya adalah meningkatkan produksi dan pendapatan
pembudidaya. Tujuan ini mendorong pembudidaya untuk mencapai keuntungan yang akan mempengaruhi kegiatan budidaya selanjutnya. Keberhasilan suatu
(15)
usaha tentunya dipengaruhi oleh faktor internal dan eksternal. Faktor internal adalah faktor produksi fisik yang digunakan dalam berusahatani seperti bibit, lahan, dan tenaga kerja yang secara langsung mempengaruhi produktivitas tanaman. Faktor eksternal adalah faktor di luar usahatani yang berpengaruh terhadap keberhasilan usahatani namun tidak berpengaruh langsung terhadap produktivitas tanaman, seperti sarana transportasi, fasilitas kredit, dan pemasaran (Hernanto, 1994).
Selain permasalahan internal terdapat beberapa permasalahan eksternal yang mempengaruhi perkembangan usaha budidaya rumput laut di Pulau Pahawang. Untuk itu perlu adanya strategi yang langsung diarahkan kepada akar persoalan. Strategi yang tepat dengan kondisi budidaya akan mampu meningkatkan
pendapatan serta potensi yang dimilikinya.
Berdasarkan rumusan masalah dapat diidentifikasi beberapa permasalahan yang akan dikaji dalam penelitian ini, yaitu:
1) Berapa besar pendapatan yang diperoleh dari kegiatan pembudidayaan rumput laut di Pulau Pahawang Kabupaten Pesawaran?
2) Bagaimana lingkungan internal dan eksternal mempengaruhi
pengembangan budidaya rumput laut di Pulau Pahawang Kabupaten Pesawaran?
3) Bagaimana strategi pengembangan budidaya rumput laut Pulau Pahawang Kabupaten Pesawaran?
(16)
B. Tujuan Penelitian
Berdasarkan latar belakang dan masalah, tujuan dilakukannya penelitian ini yaitu: 1) Mengetahui besarnya pendapatan pembudidayaan rumput laut di Pulau
Pahawang Kabupaten Pesawaran.
2) Mengetahui lingkungan internal dan eksternal yang mempengaruhi budidaya rumput laut di Pulau Pahawang Kabupaten Pesawaran.
3) Menyusun strategi pengembangan budidaya rumput laut Pulau Pahawang Kabupaten Pesawaran.
C. Kegunaan Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat berguna bagi:
1) Sebagai salah satu sumber informasi bagi individu-individu ataupun lembaga-lembaga dan pertimbangan dalam melakukan usaha budidaya rumput laut.
2) Sebagai bahan pertimbangan bagi pemerintah guna membantu mengembangkan dan meningkatkan produksi rumput laut guna
meningkatkan kesejahteraan pembudidaya dan masyarakat sekitarnya. 3) Sebagai bahan referensi bagi peneliti lain yang melakukan penelitian
(17)
II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN
A. Tinjauan Pustaka 1. Rumput Laut
a. Klasifikasi Rumput Laut
Rumput laut merupakan tanaman berderajat rendah, biasanya tumbuh melekat pada substrat tertentu, tidak mempunyai akar dan batang serta daun sejati, tapi hanya menyerupai batang yang disebut thallus. Pertumbuhan dan penyebaran rumput laut sangat dipengaruhi oleh toleransi fisiologi dari biota tersebut untuk beradaptasi dengan faktor-faktor lingkungan seperti substrak, salinitas,
temperatur, intensitas cahaya, tekanan dan nutrisi. Umunya rumput laut sering dijumpai tumbuh pada daerah yang memiliki perairan yang dakal dengan kondisi dasar permukaan air berpasir, sedikit lumpur atau campuran keduanya
(Anggadiredja dkk., 2010).
Dalam dunia pengetahuan rumput laut (sea weeds) dikenal dengan nama (algae). Tumbuhan yang sering disebut ganggang ini adalah salah satu komoditas hasil perikanan dan sebagai sumber utama penghasil agar-agar, alginat dan karaginan yang banyak dimanfaatkan dalam industri makanan, komestik, farmasi, dan industri lainnya. Berdasarkan manfaat tersebut dapat dilihat bahwa prospek
(18)
pengembangan rumput laut sebagai komoditas perdagangan sangat cerah, baik pasar dalam negeri maupun pasar luar negeri (Kordi, 2011).
Berdasarkan kandungan pigmennya ganggang (algae) dibagi dalam empat kelas yaitu Rhodophyceae (ganggang merah), Phaeophyceae (ganggang coklat),
Chlorophyceae (ganggang hijau), dan Cyanophycae (ganggang hijau-biru). Namun rumput laut yang banyak dimanfaatkan sebagai bahan makanan, industri farmasi, kosmetik, tekstil, kulit dan lain-lain adalah jenis ganggang merah karena banyak mengandung agar-agar, karaginan, porpitan, maupun furcelaran. Jenis ganggang merah dan ganggang coklat merupakan jenis yang komersial dan potensial untuk dikembangkan (Indriani dan Suminarsih, 2003).
Klasifikasi rumput laut menurut Soegiarto, et. Al. (1985) adalah sebagai berikut: Divisi : Rhodophyta
Kelas : Rhodophyceae Ordo : Bangiales Famili : Solieriaceae Genus : Eucheuma
Species :Eucheuma cottonii
Rumput laut jenis Eucheuma pada umumnya diekspor karena rumput laut jenis ini mengandung karbohidrat dalam jumlah yang besar, sedikit protein dan vitamin serta kandungan kimiawi (algin dan carrageenan) dimanfaatkan sebagai bahan baku dan tambahan dalam industri makanan, obat-obatan dan kosmetik (Soegiarto
(19)
Karaginan merupakan ekstrak rumput laut yang tidak lain adalah senyawa kompleks polisakarida yang dibangun dari sejumlah unit galaktosa dan 3,6 anhydro-galaktosa baik mengandung sulfat maupun tidak dengan ikatan alfa 1,3-D-Galaktosa dan beta 1,4 - 3,6-anhydro –galaktosa secara bergantian. Echeuma cottonii terutama dimanfaatkan dalam bentuk kappa-carrageenan. Yunizal dkk. (2000) menyatakan bahwa sebagai bahan baku pengolahan, rumput laut harus dipanen pada umur yang tepat. Eucheuma cottonii dipanen setelah berumur 1,5 bulan atau lebih (Sallata, 2007).
b. Habitat Rumput Laut
Eucheuma cottonii adalah salah satu kelompok algae penghasil karaginan.
Rumput laut jenis ini mempunyai thallus silindris, permukaan licin, cartilogeneus, warna tidak terlalu tetap terkadang hijau, hijau kuning, abu-abu dan merah, hal ini terjadi karena kualitas pencahayaan yang ditangkap. Aslan (1998), mengatakan bahwa Eucheuma cottonii mempunyai habitat khas berupa daerah yang
memperoleh aliran air laut yang tetap, variasi suhu yang kecil dan substrat batu karang mati.
Habitat rumput laut E. cottonii memerlukan sinar matahari untuk proses fotosintesis. Oleh karena itu, rumput laut jenis ini hanya mungkin hidup pada lapisan fotik yaitu kedalam sejauh sinar matahari masih mampu mencapainya. Rumput laut jenis ini tumbuh di dataran terumbu karang dangkal sampai kedalaman 6 m, melekat di batu karang, cangkang kerang, dan benda keras lainnya. Faktor yang sangat berpengaruh pada pertumbuhan jenis ini yaitu arus yang cukup dengan salinitas (kadar garam) yang stabil, yaitu berkisar 28 – 34 per
(20)
mil. Oleh karenanya, rumput laut jenis ini akan hidup baik bila jauh dari muara sungai (Anggadiredja dkk., 2010).
c. Perkembangbiakan Rumput Laut
Perkembangbiakan rumput laut dapat terjadi melalui dua cara, yaitu vegetatif dengan thallus dan secara generatif dengan thallus dipploid yang menghasilkan spora. Perbanyakan secara vegetatif dikembangkan dengan cara setek, yaitu potongan thallus yang kemudian tumbuh menjadi tanaman baru. Sementara, perbanyakan secara generatif dikembangkan melalui spora, baik secara alamiah maupun melalui budidaya. Pertemuan dua gamet membentuk zygot yang selanjutnya berkembang menjadi sporofit (Anggadiredja, dkk., 2010).
d. Budidaya Eucheuma sp.
Menurut Anggadiredja dkk. (2010), syarat-syarat utama dalam keberhasilan budidaya rumput laut adalah:
1) Pemilihan lokasi
Keberhasilan budidaya rumput laut sangat ditentukan pada pemilihan lokasi yang tepat. Hal ini dikarenakan produksi dan kualitas rumput laut
dipengaruhi oleh faktor-faktor ekologi meliputi kondisi substrat perairan, kualitas air, iklim dan geografis dasar perairan. Faktor lain yang tidak kalah pentingnya dalam penentuan lokasi yaitu faktor kemudahan (aksesibilitas), risiko (masalah keamanan), serta konflik kepentingan (pariwisata,
(21)
2) Persiapan Penanaman
Persiapan penanaman rumput laut Eucheuma sp. meliputi penyediaan peralatan budidaya yang sesuai dengan metode yang akan digunakan serta penyediaan bibit yang baik. Peralatan yang diperlukan harus disesuaikan dengan metode yang akan digunakan. Secara garis besar, peralatan yang digunakan antara lain patok kayu, bambu, jangka, tali poietilen (tambang plastik), tali rafia dan pelampung. Persiapan penanaman yang paling penting yaitu pemilihan dan penanganan bibit rumput laut Eucheuma sp. sebelum ditanam.
3) Penanaman
Penanaman rumput laut Eucheuma sp. dapat dilakukan menggunakan
beberapa metode. Terdapat tiga metode yang sudah dikenal masyarakat serta dikembangkan secara luas, yaitu metode lepas dasar (off bottom method), rakit apung (floating rackmethod), dan rawai (long line method). Pemilihan metode ini tergantung pada kondisi geografis lokasi. Saat yang baik untuk penanaman adalah pada saat cuaca teduh (tidak mendung) dan paling baik adalah pagi hari atau sore hari menjelang malam.
4) Pemeliharaan
Selama rumput laut berada di wadah budidaya, selama itu pula beberapa kegiatan terus dilakukan untuk memastikan rumput laut dalam kondisi baik. Pemeliharaan pertumbuhan rumput laut yang dilakukan secara rutin, yaitu membersihkan lumpur dan kotoran yang melekat pada rumput laut;
(22)
bambu, dan pelampung yang rusak; serta menjaga tanaman dari serangan pedator seperti ikan dan penyu.
e. Manfaat Rumput Laut
Pemanfaatan rumput laut kini telah mengalami kemajuan yang sangat pesat. Rumput laut kini tidak hanya sekedar dimakan atau digunakan untuk pengobatan langsung, tetapi olahan rumput laut menjadi agar-agar, algin, keraginan, dan furselaran yang merupakan bahan baku utama dalam industri makanan, farmasi, kosmetik, dan lain-lain. Sebagai bahan pangan dan obat-obatan, rumput laut mengandung nilai gizi yang sangat penting untuk tubuh manusia. Komponen utama gizi rumput laut terdiri dari karbohidrat, protein, sedik lemak dan abu (sebagian besar merupakan senyawa garam, natrium dan kalium) yang dapat dilihat pada Tabel 5.
Tabel 5. Kandungan unsur-unsur mikro dalam rumput laut
Unsur Kisaran kandungan dalam % berat kering Ganggang coklat Ganggang merah
Chlor 9,80-15,00 1,50-3,50
Kalium 6,40-7,80 1,00-2,20
Natrium 2,60-3,80 1,00-7,90 Magnesium 1,00-1,90 0,300-1,00 Belerang 0,70-2,10 0,50-1,80
Silikon 0,50-060 0,20-0,30
Fosfor 0,30-0,60 0,20-0,30
Kalsium 0,20-0,30 0,40-1,50
Besi 0,10-0,20 0,10-0,15
Jod 0,10-0,80 0,10-0,15
Brom 0,03-0,14 >0,005
(23)
2. Konsep Usahatani
Usahatani adalah suatu organisasi produksi di lapangan pertanian dimana terdapat unsur yang mewakili alam, unsur tenaga kerja yang bertumpu pada anggota keluarga tani, unsur modal yang beraneka ragam jenisnya, dan unsur pengolahan dan manajemen yang perannya dibawakan seseorang yang disebut petani (Haris, 2007)
Usahatani biasanya diartikan bagaimana seseorang mengalokasikan sumberdaya yang ada secara efektif dan efisien untuk tujuan memperoleh keuntungan yang tinggi pada waktu tertentu. Usahatani yang dikatakan efektif bila petani atau produsen dapat megalokasikan sumberdaya yang mereka miliki (yang dikuasai) dengan sebaik-baiknya dan dikatakan efisien bila pemanfaatan sumberdaya tersebut menghasilkan output yang melebihi input (Soekartawi, 1995).
Terdapat dua faktor yang mempengaruhi berhasil atau tidaknya usahatani, yaitu faktor yang ada pada usahatani itu sendiri (factor intern) dan faktor dari luar usahatani (factor ekstern). Faktor-faktor yang ada pada usahatani itu sendiri (factor intern) adalah faktor petani sebagai pengelola, unsur-unsur tanah, iklim, air, tenaga kerja, tingkat teknologi, modal, manajemen yang dilakukan oleh petani dan jumlah keluarga. Adapun faktor dari luar usahatani antara lain tersedianya sarana transportasi dan komunikasi (Hernanto, 1994). Keberhasilan usahatani dibidang produksi akan dilihat dari besarnya pendapatan yang diperoleh petani.
(24)
Kumbhakar dan Lovell (2000) dalam Haris (2007) mengatakan bahwa ada tiga cara memaksimumkan keuntungan dari suatu usahatani. Cara pertama yaitu memaksimumkan keluaran (produksi) pada penggunaan masukan tertentu atau sering disebut efisiensi teknik. Kedua, keuntungan maksimum dapat diperoleh melalui kombinasi masukan yang sesuai pada tingkat harga masukan tertentu (efisiensi alokatif masukan). Cara ketiga adalah dengan menghasilkan kombinasi produksi yang tepat pada tingkat harga produksi tertentu (efisiensi alokatif produksi).
Rumput laut merupakan usahatani yang cukup mudah untuk diusahakan. Selain itu, penanganan atau pemeliharaan yang relatif mudah dapat meminimalkan biaya usahatani yang dikeluarkan. Waktu panen yang sangat singkat (45 hari)
menyebabkan petani rumput laut memiliki pendapatan yang rutin sehingga tidak perlu menunggu lebih lama lagi.
3. Konsep Pendapatan Usahatani
Tujuan seorang anggota rumah tangga melakukan suatu jenis pekerjaan adalah untuk memperoleh tambahan pendapatan dalam rangka memenuhi kebutuhan hidup. Pendapatan rumah tanga dapat berasal lebih dari satu macam sumber pendapatan. Sumber pendapatan yang beragam dapat terjadi karena anggota rumah tangga mempunyai kegiatan yang berbeda satu dengan yang lain. Sumber pendapatan dapat digolongkan sebagai sumber pendapatan pokok dan sumber pendapatan tambahan berdasarkan besarnya pendapatan (Nurmanaf, 1985).
(25)
Menurut Soekartawi (1986) penerimaan usahatani adalah suatu nilai produk total dalam jangka waktu tertentu, baik untuk dijual maupun untuk dikonsumsi sendiri. Penerimaan ini mencakup semua produk yang dijual, konsumsi rumah tangga petani, untuk pembayaran dan yang disimpan.
Biaya adalah sejumlah nilai uang yang dikeluarkan oleh produsen atau pengusaha untuk mengongkosi kegiatan produksi (Supardi, 2000). Menurut Hernanto (1994) biaya produksi dalam usahatani dapat dibedakan berdasarkan :
a) Berdasarkan jumlah output yang dihasilkan terdiri dari :
1) Biaya tetap adalah biaya yang besar kecilnya tidak tergantung pada besar kecilnya produksi, misalnya: pajak tanah, sewa tanah,
penyusutan alat-alat bangunan pertanian, dan bunga pinjaman. 2) Biaya variabel adalah biaya yang berhubungan langsung dengan
jumlah produksi, misalnya : pengeluaran untuk benih, pupuk, obat-obatan, dan biaya tenaga kerja.
b) Berdasarkan yang langsung dikeluarkan dan diperhitungkan terdiri dari 1) Biaya tunai adalah biaya tetap dan biaya variabel yang dibayar tunai.
Biaya tetap misalnya : pajak tanah dan bunga pinjaman, sedangkan biaya variabel misalnya pengeluaran untuk benih, pupuk, obat-obatan, dan tenaga kerja luar keluarga. Biaya tunai ini berguna untuk melihat pengalokasian modal yang dimiliki oleh petani.
2) Biaya tidak tunai (diperhitungkan) adalah biaya penyusutan alat-alat pertanian, sewa lahan milik sendiri (biaya tetap), dan tenaga
(26)
kerja dalam keluarga (biaya variabel). Biaya tidak tunai ini melihat bagaimana manajemen suatu usahatani.
Biaya yang diperhitungkan digunakan untuk menghitung berapa sebenarnya pendapatan kerja petani jika modal dan nilai kerja keluarga serta biaya penyusutan peralatan diperhitungkan.
Pendapatan usahatani yang diterima seorang petani dalam satu tahun berbeda dengan pendapatan yang diterima petani lainnya. Perbedaan pendapatan ini dipengaruhi oleh beberapa faktor. Faktor ini ada yang masih dapat diubah dalam batasan-batasan kemampuan petani dan ada faktor yang tidak bisa diubah yaitu iklim dan tanah.
Pendapatan yang besar tidak selalu menunjukkan efisiensi yang tinggi, karena ada kemungkinan pendapatan yang besar itu diperoleh dari investasi yang berlebihan. Oleh karena itu, analisis pendapatan usahatani selalu diikuti dengan pengukuran efisiensi. Ukuran efisiensi pendapatan dapat dihitung melalui perbandingan penerimaan dengan biaya yang dikeluarkan (rasio R/C) yang menunjukkan berapa penerimaan yang diterima petani untuk setiap biaya yang dikeluarkan petani dalam proses produksi.
4. Konsep Strategi Pengembangan
Menurut Tregeo dan Zimmerman (1980) strategi adalah “kerangka yang
membimbing serta mengendalikan pilihan-pilihan yang menetapkan sifat dan arah
(27)
produk-produk atau jasa-jasa, pasar-pasar, kemampuan-kemampuan inti,
pertumbuhan, laba/untung dan pembagian sumber-sumber dari suatu organisasi.
Menurut David (2006) strategi adalah alat untuk mencapai tujuan jangka panjang. Manajemen strategis didefinisikan sebagai seni dan pengetahuan untuk
merumuskan, mengimplementasikan, dan mengevaluasi keputusan lintas fungsional yang membuat organisasi mampu mencapai tujuannya. Proses
manajemen strategi adalah suatu pendekatan secara obyektif, logis, dan sistematis dalam penetapan keputusan utama dalam suatu organisasi. Proses manajemen strategis terdiri dari tiga tahap berturut-turut, perumusan strategi, implementasi strategi, dan evaluasi strategi.
Strategi perusahaan merupakan rumusan perencanaan komprehensif tentang bagaimana perusahaan akan mencapai misi dan tujuannya. Strategi akan
memaksimalkan keunggulan kompetitif dan meminimalkan keterbatasan bersaing (Hunger dan Wheelen, 2003).
Perencanaan strategi adalah: (a) mengukur dan memanfaatkan kesempatan (peluang) sehingga mampu mencapai keberhasilan, (b) membantu meringankan beban pengambil keputusan dalam tugasnya menyusun dan mengimplementasikan manajemen strategi, (c) agar lebih terkordinasi aktivitas-aktivitas yang dilakukan (d) sebagai landasan untuk memonitor perubahan yang terjadi, sehingga dapat segera dilakukan penyesuaian, dan (e) sebagai cermin atau bahan evaluasi, sehingga bisa menjadi penyempurnaan perencanaan strategis yang akan datang (David, 2006).
(28)
a. Pengertian Analisis SWOT
Menurut Rangkuti (2005) analisis SWOT adalah identifikasi berbagai faktor secara sistematis untuk merumuskan strategi dalam suatu usaha. Analisis ini didasarkan pada logika yang dapat memaksimalkan kekuatan (strength) dan peluang (opportunities), namun secara bersamaan dapat meminimalkan
kelemahan (weaknesses) dan ancaman (threats). Proses pengambilan keputusan strategis selalu berkaitan dengan pengembangan misi, tujuan, strategi dan kebijakan pribadi. Dengan demikian suatu perencanaan strategis (strategic planner) harus menganalisis faktor-faktor strategis suatu usaha (kekuatan, kelemahan, peluang, dan ancaman).
Analisis ini terbagi atas empat komponen dasar yaitu :
1) Strength (S), adalah karakterisitik positif internal yang dapat dieksploitasi organisasi untuk meraih sasaran kinerja strategis.
2) Weakness (W), adalah karakteristik internal yang dapat menghalangi atau melemahkan kinerja organisasi.
3) Opportunity (O), adalah karakteristik dari lingkungan eksternal yang
memiliki potensi untuk membantu organisasi meraih atau melampui sasaran strategiknya.
4) Threat (T), adalah adalah karakteristik dari lingkungan eksternal yang dapat mencegah organisasi meraih sasaran strategis yang ditetapkan. Dalam perencanaan analisis SWOT.
(29)
b. Lingkungan Internal dan Eksternal Analisis SWOT
Analisis lingkungan internal adalah lebih pada analisis internal perusahaan dalam rangka menilai atau mengindentifikasi kekuatan dan kelemahan dari tiap-tiap divisi (Rangkuti, 2005). Analisis lingkungan internal perusahaan merupakan proses untuk menentukan dimana perusahaan atau pemerintah daerah mempunyai kemampuan yang efektif sehingga perusahaan dapat memanfaatkan peluang secara efektif dan dapat menangani ancaman di dalam lingkungan.
David (2006), menyebutkan faktor lingkungan yang akan dianalisis berhubungan dengan kegiatan fungsional perusahaan diantaranya adalah bidang manajemen, sumberdaya manusia, keuangan, produksi, pemasaran, dan oragnisasi. Analisis lingkungan internal ini pada akhirnya akan mengidentifikasi kelemahan dan kekuatan yang dimiliki perusahaan.
Lingkungan eksternal adalah suatu kekuatan yang berada di luar perusahaan dimana perusahaan tidak mempunyai pengaruh sama sekali terhadapnya sehingga perubahan-perubahan yang terjadi pada lingkungan ini akan mempengaruhi kinerja semua perusahaan didalamnya. Lingkungan eksternal terdiri dari lingkungan umum, lingkungan industri dan lingkungan internasional (Wahyudi,1996).
Analisis lingkungan eksternal untuk mengidentifikasi peluang dan ancaman yang sedang dihadapi perusahaan. Peluang merupakan kondisi yang menguntungkan bagi perusahaan, sedangkan ancaman adalah keadaan yang tidak menguntungkan bagi perusahaan.
(30)
Matriks internal factors analysis summary ditujukan untuk mengidentifikasi faktor lingkungan internal dan mengukur sejauh mana kekuatan dan kelemahan yang dimiliki unit yang dianalisis. Matriks eksternal factors analysis summary
ditujukan untuk mengidentifikasi faktor lingkungan eksternal dan mengukur sejauh mana peluang dan ancaman yang dihadapi unit yang dianalisis.
Data dan informasi internal perusahaan dapat digali dari fungsional perusahaan, misalnya dari aspek manajemen, keuangan, SDM, pemasaran, sistem informasi dan produksi. Data eksternal dikumpulkan untuk menganalisis hal-hal yang menyangkut persoalan ekonomi, sosial, budaya, demografi, lingkungan politik, pemerintahan, hukum, teknologi, persaingan di pasar industri di mana perusahaan berada (David, 2006)
c. Matriks IFAS dan EFAS
Analisis secara deskriptif dilakukan dengan menggunakan matriks IFAS, EFAS. Analisis ini dilakukan untuk mengetahui kemampuan usaha dalam menghadapi lingkungan internal dan eksternalnya dengan cara mendapatkan angka yang menggambarkan kondisi perusahaan terhadap kondisi lingkungannya. Langkah yang ringkas dalam melakukan penilaian internal adalah dengan menggunakan matriks IFAS, sedangkan untuk mengarahkan perumusan strategi yang
merangkum dan mengevaluasi informasi ekonomi, sosial, budaya, demografis, lingkungan politik, pemerintah, hukum, teknologi dan tingkat persaingan digunakan matriks EFAS (David, 2006).
(31)
Menurut Rangkuti (2005) matriks IFAS dan EFAS diolah dengan menggunakan beberapa langkah sebagai berikut:
1) Identifikasi faktor internal dan eksternal perusahaan
Langkah awal yang dilakukan adalah mengidentifikasi faktor internal yaitu dengan mendaftarkan semua kelemahan dan kekuatan usaha. Faktor internal diidentifikasi dengan mendata semua peluang dan ancaman suatu usaha.
2) Penentuan bobot setiap peubah
Penentuan bobot dilakukan dengan jalan mengajukan identifikasi faktor-faktor strategis eksternal dan internal tersebut kepada pihak yang memiliki pengetahuan yang kuat akan faktor internal dan eksternal usahanya dengan menggunakan metode perbandingan berpasangan.
3) Penentuan peringkat (rating)
Penentuan rating dilakukan terhadap peubah-peubah hasil analisis situasi perusahaan. Hasil pembobotan dan rating dimasukkan dalam matriks IFAS dan EFAS. Selanjutnya nilai dari pembobotan dikalikan dengan nilai rataan rating pada tiap-tiap faktor dan semua hasil kali tersebut dijumlahkan secara vertikal untuk memperoleh total skor pembobotan. Skala nilai rating yang digunakan untuk matriks IFAS yaitu: 1 = kelemahan utama, 2 = kelemahan kecil, 3 = kekuatan kecil, dan 4 = kekuatan umum. Matriks IFAS dapat dilihat pada Tabel 6.
(32)
Tabel 6. Matriks Internal Factors Analysis Summary
faktor-faktor Strategi
Internal Bobot Rating Skor A. Kekuatan:
1. ... 2. ... 3. ... 4. ... 5. ... B. Kelemahan 1. ... 2. ... 3. ... 4. ... 5. ... Total (A+B)
Sumber: Rangkuti 2005
Skala rating yang digunakan untuk matriks EFAS yaitu: 1 = ancaman utama, 2 = ancaman kecil, 3 = peluang kecil dan 4 = peluang utama. Matriks EFAS dapat dilihat pada Tabel 7 .
Tabel 7. Matriks Eksternal Factors Analysis Summary
faktor-faktor Strategi Internal Bobot Rating Skor A. Peluang:
1. ... 2. ... 3. ... 4. ... 5. ... B. Ancaman 1. ... 2. ... 3. ... 4. ... 5. ... Total (A+B)
(33)
Gabungan kedua matriks tersebut menghasilkan matriks IE yang berisikan sembilan macam sel memperlihatka total nilai terboboti dari matriks-matriks IFAS dan EFAS. Tujuan penggunaan matriks-matriks ini adalah untuk memperoleh strategi pengembangan usaha yang lebih detail.
d. Matriks SWOT
Matriks SWOT digunakan untuk menyusun strategi perusahan matriks ini dapat menggambarkan secara jelas bagaimana peluang dan acaman eksteral yang dihadapi perusahaan dapat disesuaikan dengan kekuatan dan kelemahan yang dimilikinya.
Menurut David (2006) faktor-faktor kunci eksternal dan internal merupakan pembentuk matriks SWOT yang menghasilkan empat tipe strategi, yaitu a) Strategi SO yakni strategi yang menggunakan kekuatan internal untuk
memanfaatkan peluang eksternal, b) strategi WO yakni mengatasi kelemahan internal dengan memanfaatkan keunggulan peluang eksternal, c) strategi ST yaitu strategi yang menggunakan kekuatan internal untuk menghindari pengaruh dari ancaman eksternal, serta d) strategi WT adalah strategi bertahan dengan
meminimalkan kelemahan dan mengantisipasi ancaman lingkungan.
Matriks SWOT akan mempermudah perumusan strategi yang perlu dilakukan oleh suatu kegiatan usaha. Pada dasarnya aternatif strategi yang diambil harus diarahkan pada usaha-usaha untuk menggunakan kekuatan dan memperbaiki kelemahan, memnfaatkan peluan dan mengantisipasi ancaman. Sehingga matriks SWOT tersebut akan diperoleh empat kelompok alternatif yang disebut dengan
(34)
strategi SO, strategi WO, strategi ST dan strategi WT (Kuncoro, 2005). Matriks analisis SWOT dapat dilihat pada Gambar 1.
STRENGHT (S) WEAKNESSES (W)
OPPORTUNITIES (O)
Strategi SO :
Menggunakan semua kekuatan yang dimiliki untuk memanfaatkan peluang yang ada
Strategi WO: Mengatasi semua kelemahan dengan memanfaatkan semua peluang yang ada.
THREATS (T)
Strategi ST: Menggunakansemua kekuatan untuk menghindari ancaman Strategi WT: Menekan semua kelemahan-kelemahan dan mencenggah ancaman
Sumber: Kuncoro, 2005.
Gambar 1. Matriks analisis SWOT
Menurut Rangkuti (2005) Apabila strategi dalam Gambar 1 dikaitkan dengan strategi bisnis, maka pilihan-pilihan strategi bisnis yang perlu dilakukan sebagai berikut :
1) Strategi SO (Strenghts-Opportunities), dalam situasi ini perusahaan perlu melakukan pengembangan bisnis yang agresif, yaitu memanfaatkan kekuatan yang substansial untuk menciptakan bisnis baru atau mengembangkan bisnis yang ada. Strategi dalam kuadran SO disebut sebagai strategi agresif.
2) Strategi ST (Strengts-Threats), dalam situasi ini perusahaan perlu melakukan diversifikasi produk atau bisnis, melalui mengembangkan produk-produk unggul. Strategi dalam kuadran ST disebut sebagai strategi diversifikasi. 3) Srategi WO (Weaknesses-Opportunities), dalam situasi ini manajemen harus
(35)
kelemahan utama itu. Strategi dalam kuadaran WO disebut sebagai strategi balik arah.
4) Strategi WT (Weaknesses-Threats), dalam situasi ini manajemen harus melakukan analisis terhadap kelemahan utama yang ada sekaligus
menghindari ancaman. Strategi pada kuadran WT disebut sebagai strategi bertahan. Setelah menganalisis keseluruhan variabel di atas, kemudian faktor strategi internal dan strategi faktor eksternal dituangkan dalam diagram Analisis SWOT seperti disajikan pada Gambar 2.
Mendukung strategi 1.Mendukung strategi
turn around agresif
4. Mendukung strategi 2. Mendukung strategi defensif diversivikasi
Gambar 2. Diagram Analisis SWOT Sumber: Rangkuti, 2005
Keterangan gambar:
Kuadran I : merupakan situasi menguntungkan karena perusahaan mempunyai peluang dan kekuatan sehingga ia dapat memanfaatkan peluang secara maksimal sehingga mampu menerapkan strategi yang mendukung kebijakan
pertumbuhan yang agresif. KELEMAHAN
BERBAGAI ANCAMAN
KEKUATAN BERBAGAI PELUANG
(36)
Kuadran II meskipun menghadapi berbagai ancaman, perusahaan pada situasi seperti ini menggunakan kekuatan dari segi internal untuk memanfaatkan peluang jangka panjang dengan cara pemanfaatan diversifikasi produk.
Kuadran III merupakan situasi dimana perusahaan menghadapi peluang besar tetapi menghadapi kendala internal. Fokus strategi perusahaan pada posisi seperti inilah dapat meminimalkan kendala-kendala internal perusahaan.
Kuadran IV merupakan posisi yang tidak menguntungkan. Perusahaan menghadapi berbagai ancaman dan kendala internal.
d. Focus Group Discussion
Focus group discussion (FGD) merupakan suatu metode pengumpulan data yang tergolong dalam jenis wawancara terfokus atau terstruktur. Minichiello
mengemukakan panduan diskusi tersusun dari beberapa topik tetapi urutan pertanyaannya tidak disusun secara kaku, melainkan lebih fleksibel (Basroni dan Suwandi, 2008).
Bungin (2006) mendefinisikan FGD sebagai sebuah teknik pengumpulan data yang umumnya dilakukan pada penelitian kualitatif. Teknik dimaksudkan untuk memperoleh data dari suatu kelompok berdasarkan hasil diskusi yang terpusat pada suatu permasalahan tertentu. FGD menjadi sangat penting untuk
menghindari pemaknaan yang salah dari seorang peneliti terhadap masalah yang sedang diteliti.
Menurut Irwanto (1988) FGD adalah suatu proses pengumpulan informasi mengenai suatu permasalahan tertentu yang sangat spesifik melalui diskusi kelompok.
(37)
Pengambilan anggota untuk memilih informasi FGD harus memenuhi syarat berdasarkan kriteria yang telah ditetapkan yaitu anggota ditentukan berdasarkan: (1) memiliki keahlian atau kepakaran dalam kasus yang akan didiskusikan, (2) memiliki pengalaman praktis dan kepedulian terhadap fokus masalah, (3) pribadi tersebut harus terlibat pada fokus masalah, (4) merupakan tokoh otoritas terhadap kasus yang didiskusikan, (5) masyarakat awam yang tidak tahu menahu dengan masalah namun ikut merasakan persoalan yang sebenarnya (Basrowi dan Suwandi, 2008).
B. Kajian Penelitian Terdahulu
Berdasarkan hasil peneitian yang dilakukan oleh Mustam (2005) tentang kajian pengembangan agroindustri rumput laut di Sulawesi Tenggara dengan
menggunakan analisis hirarki proses, strategi prioritas yang didapat adalah: (a) agroindustri tepung keraginan skala menengah dengan bobot nilai 0,3568, (b) agroindustri tepung karaginan skala besar dengan bobot nilai 0,2505, (c) agroindustri tepung karaginan skala kecil dengan bobot nilai 0,2278 dan (d) agroindustri pengeringan dengan bobot nilai 0,1650.
Analisis SWOT yang digunakan dalam penelitian Setyaningsih (2011) memberikan hasil bahwa Total skor nilai pada matriks eksternal 2,83
memperlihatkan respon yang diberikan oleh usaha budidaya rumput laut kepada lingkungan eksternal tergolong rataan. Perpaduan kedua nilai tersebut
menunjukkan posisi usaha terletak pada sel V atau strategi pertumbuhan. Strategi yang paling tepat dilakukan untuk pengembangan usaha adalah pemberdayaan
(38)
anggota dan kelompok usaha untuk meningkatkan usahanya, memperluas lahan budidaya, dan peningkatan ketrampilan teknis budidaya untuk peningkatan mutu produk.
Nurdin, Laapo dan Howara (2013) melakukan penelitian dengan tujuan untuk menyusun strategi yang tepat dalam upaya pengembangan usaha budidaya rumput laut di Desa Lalombi Kecamatan Banawa Selatan Donggala, Provinsi Sulawesi Tengah. Berdasarkan hasil penelitian identifikasi faktor internal terdapat lima kekuatan dan lima kelemahan, sementara pada faktor lingkunan eksternal terdapat lima peluang dan lima ancaman . Perpaduan nilai IFE sebesar 2,76 dan nilai EFE sebesar 2,25 dalam matriks IE menunjukkan bahwa posisi usaha terletak pada sel V, yaitu pertumbuhan melalui integrasi horizontal, suatu kegiatan untuk
mengembangkan usaha dengan cara memanfaatkan sumberdaya lahan lebih maksimal dan meningkatkan nilai tambah dengan melakukan olahan rumput laut menjadi produk turunan. Strategi pengembangan usaha budidaya rumput laut di Desa Lalombi adalah mengoptimalkan produksi, memberikan penyuluhan secara bertahap dan memperluas areal budidaya rumput laut.
Penelitian lain yang dilakukan oleh Pandelaki (2012) menghasilkan Pengembangan rumput laut di Pulau Nain membutuhkan strategi untuk
meningkatkan kembali produksinya. Penelitian ini bertujuan untuk menentukan strategi-strategi dalam pengembangan budidaya rumput laut. Penyusunan strategi menggunakan analisis SWOT dan QSPM. Tiga prioritas strategi yang
direkomendasikan untuk pengembangan budidaya rumput laut yakni:
(39)
pembinaan dan pengembangan sumber daya manusia; peningkatan sumber permodalan usaha; dan pengadaan pola kerjasama kemitraan pasar.
C. Kerangka Pemikiran
Usahatani adalah suatu kegiatan mengusahakan dan mengkoordinir faktor-faktor produksi berupa lahan, tenaga kerja, dan modal sehingga memberikan manfaat sebaik-baiknya. Salah satu daerah sentra pembudidaya rumput laut di Provinsi Lampung adalah Kabupaten Pesawaran. Kecamatan Punduh Pidada tepatnya di Pulau Pahawang merupakan sentra pembudidaya terbesar di Kabupaten
Pesawaran. Selain ikan kerapu produk unggulan Kabupaten Pesawaran adalah rumput laut. Pulau Pahawang memiliki potensi yang sangat besar untuk mengembangkan usaha pembudidaya rumput laut.
Penelitian ini diawali dengan melakukan suatu analisis pendapatan. Sebagian besar pembudidaya tidak mengetahui seberapa besar pendapatan yang mereka terima setiap musim panen (40 hari), mereka hanya mengetahui bahwa usaha yang mereka lakukan menguntungkan. Oleh karena itu, analisis pendapatan dilakukan untuk mengetahui seberapa besar pendapatan yang mereka terima setiap kali produksi (40 hari).
Ancaman-ancaman yang sering mengganggu keberlangsungan usaha budidaya rumput laut ini adalah petani yang tidak dapat menentukan harga jual karena kurangnya permintaan di daerah lokal sehingga menyebabkan penumpukan atau kelebihan produk. Selama ini untuk mengatasi masalah tersebut pembudidaya
(40)
rumput laut mencari informasi atau jaringan-jaringan di luar yang mampu menampung atau membeli hasil budidaya mereka.
Kendala-kendala lain yang dihadapi para pembudidaya rumput laut di Pulau Pahawang antara lain; (1) rendahnya pengetahuan pembudidaya akan pengolahan produk olahan rumput laut, (2) tidak adanya pasokan listrik yang memadai dikarenakan para pembudidaya hanya mengandalkan listrik dengan bantuan jenset, (3) limbah pembudidayaan ikan kerapu yang menyebabkan penyakit pada rumput laut, (4) sistem pemasaran yang kurang baik. Oleh karena itu perlu adanya strategi baik dari lingungan internal maupun eksternal untuk memecahkan permasalah yang mereka hadapi.
Dalam kegiatan budidaya rumput laut faktor lingkungan usahatani sangat mempengaruhi dalam pengembangan unit usaha ke depannya. Oleh karena itu, selanjutnya akan dilakukan analisis mengenai lingkungan usahatani. Usahatani mempunyai lingkungan internal dan lingkungan eksternal. Analisis lingkungan internal meliputi produksi, manajemen dan pendanaan, sumber daya manusia, lokasi budidaya dan investasi, sedangkan analisis lingkungan eksternal meliputi aspek ekonomi, sosial dan budaya, teknologi, pesaing, iklim dan cuaca serta pasar. Dari lingkungan internal akan diperoleh kelembahan dan kekuatan sedangkan dari lingkungan eksternal akan diperoleh peluang dan ancaman.
Variabel internal dan eksternal tersebut kemudian diringkas dan dijabarkan dalam matriks Internal Strategic Factors Analysis Summary (IFAS) dan matriks
Eksternal Strategic Factors Analysis Summary (EFAS). Matriks IFAS untuk mengidentifikasi faktor internal sedangkan matriks EFAS untuk mengidentifikasi
(41)
faktor eksternal, dan hasil keduanya dimasukkan ke dalam diagram SWOT. Kerangka berfikir analisis pendapatan dan strategi pengembangan usahatani rumput laut di Pulau Pahawang dapat dilihat pada Gambar 3.
(42)
Gambar 3. Paradigma kerangka pemikiran analisis pendapatan dan strategi pengembangan budidaya rumput laut di Pulau Pahawang
Matrik EFAS
Peluang Ancaman
Lingkungan Eksternal: 1. Ekonomi, sosial, Budaya
2. Teknologi 3. Pesaing 4. Iklim, cuaca 5. Kebijakan pemerintah Lingkungan
Budidaya Rumput Laut
Pengembangan Usaha Budidaya Rumput Laut
Analisis SWOT Lingkungan Internal:
1. Produksi 2. Manajemen dan pendanaan 3. Sumber daya manusia
4. Lokasiusaha 5. Pemasaran
FGD Strategi Prioritas
Matrik IFAS
Kekuatan Kelemahan
Input Bibit Tenaga Kerja Peralatan Biaya produksi penerimaan pendapatan Budidaya Output Rumput laut kering Harga Harga
(43)
III. METODE PENELITIAN
A. Konsep Dasar dan Batasan Operasional
Konsep dasar dan batasan operasional ini meliputi pengertian yang digunakan untuk memperoleh data yang akan dianalisis sesuai dengan tujuan penelitian.
Usaha rumput laut adalah kegiatan terencana pemeliharaan sumber daya hayati (rumput laut) yang dilakukan pada suatu areal lahan untuk diambil manfaat/hasil panennya.
Proses produksi merupakan suatu proses berinteraksinya berbagai faktor produksi untuk menghasilkan output dalam jumlah tertentu.
Produksi rumput laut kering adalah jumlah hasil atau produksi yang telah dikeringkan selama proses produksi berlangsung pada satu periode (40 hari) proses produksi diukur dalam satuan kilogram.
Pengembangan usaha adalah upaya-upaya untuk memajukan atau meningkatkan usaha budidaya rumput laut, untuk mempertahankan keberlangsungan usaha serta meningkatkan pendapatan pembudidaya.
(44)
Total biaya adalah semua pengeluaran yang dikeluarkan dalam usaha budidaya rumput laut, yang terdiri dari biaya tunai dan biaya yang diperhitungkan diukur dalam satuan rupiah (Rp).
Biaya tunai adalah biaya yang dikeluarkan secara tunai untuk memperlancar kegiatan usaha budidaya rumput laut diukur dalam satuan rupiah (Rp).
Biaya yang diperhitungkan adalah biaya yang tidak dikeluarkan oleh
pembudidaya, tetapi masuk dalam perhitungan biaya dan diukur dalam satuan rupiah (Rp).
Biaya investasi adalah sejumlah uang yang dikeluarkan untuk memperlancar usaha dan bersifat jangka panjang serta mengalami penyusutan setiap tahunnya .
Biaya tetap adalah biaya yang besar kecilnya tidak tergantung pada volume produksi. Biaya tetap memiliki nilai yang relatif tetap setiap tahunnya dan diukur dalam satuan rupiah (Rp).
Biaya total adalah total pengeluaran yang dikeluarkan pelaku usaha karena pemakaian faktor produksi baik tunai maupun diperhitungkan dalam proses budidaya rumput laut yang diukur dalam satuan rupiah (Rp).
Tenaga kerja adalah orang yang bekerja untuk membantu kegiatan dalam proses pembudidayaan rumput laut. Tenaga kerja yang digunakan adalah tenaga kerja dalam keluarga dan tenaga kerja luar keluarga.
Upah rata – rata tenaga kerja adalah biaya upah yang dikeluarkan pembudidaya yang diukur dalam satuan rupiah.
(45)
Harga produk adalah nilai dari rumput laut yang dihasilkan dan dinyatakan dalam satuan rupiah per kilogram (Rp/kg).
Penerimaan adalah jumlah uang yang diterima oleh pembudidaya yang diperoleh dari penjualan rumput laut kering dikalikan dengan harga rumput laut kering yang diukur dalam satuan rupiah (Rp).
Pendapatan adalah balas jasa yang diterima pelaku usaha dari kerja dan aktivitas usahanya. Besarnya pendapatan dapat dihitung dengan pengurangan antara penerimaan dengan total biaya yang dikeluarkan serta diukur dalam satuan rupiah (Rp).
Analisis lingkungan internal adalah suatu analisis untuk mengidentifikasi faktor-faktor strategis dari dalam usaha budidaya yang mempengaruhi keberhasilan usaha baik faktor yang menguntungkan (kekuatan atau strength) maupun faktor yang merugikan (kelemahan atau weaknesses) dalam suatu usaha seperti produksi, manajemen dan pendanaan, sumber daya manusia, lokasi usaha dan investasi.
Analisis lingkungan eksternal adalah serangkaian kegiatan dalam pengambilan keputusan dengan menganalisis faktor-faktor strategis dalam usaha budidaya rumput laut baik faktor-faktor dari luar (eksternal) maupun dari dalam (internal) seperti ekonomi, sosial dan budaya, teknologi, pesaing, pesaing, serta iklim dan cuaca.
Strategi pengembangan usaha adalah serangkaian kegiatan dalam pengambilan keputusan dengan menganalisis faktor-faktor strategis dalam perusahaan baik faktor-faktor dari luar (eksternal) maupun dari dalam (internal).
(46)
B. Lokasi Penelitian, Responden dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Pulau Pahawang Kecamatan Punduh Pidada Kabupaten Pesawaran. Pemilihan lokasi dilakukan secara sengaja (purposive) mengingat Pulau Pahawang merupakan daerah penghasil rumput laut terbesar di Provinsi Lampung.
Populasi dalam penelitian ini adalah petani budidaya rumput laut yang berada di Pulau Pahawang yaitu sebanyak 20 pembudidaya rumput laut. Menurut Arikunto (2002), apabila subjek penelitian kurang dari 100 lebih baik diambil semua sehingga penelitiannya merupakan penelitian populasi. Jadi responden dalam penelitian ini terdiri dari 20 pembudidaya rumput laut di Pulau Pahawang serta para ahli atau instansi terkait yang dianggap memiliki pengetahuan di bidang pengembangan rumput laut.
Waktu pengambilan data dilaksanakan pada Bulan Februari- Mei 2013 di Pulau Pahawang Kecamatan Punduh Pidada Kabupaten Pesawaran. Waktu penelitian dilaksanakan pada Bulan Februari – November 2013.
C. Metode Penelitian dan Pengumpulan Data
Penelitian dilakukan dengan metode sensus yaitu seluruh populasi dijadikan sebagai responden. Data yang dikumpulkan terdiri dari data primer dan data sekunder. Pengambilan data primer diperoleh melalui wawancara dan
pengamatan langsung dengan petani pembudidaya dengan menggunakan daftar pertanyaan (kuesioner). Data sekunder diperoleh dari instansi pemerintah,
(47)
lembaga-lembaga penelitian, dan literatur yang berhubungan dengan penelitian ini.
D. Metode Analisis Data
Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian adalah metode analisis kuantitatif dan metode analisis deskriptif kualitatif.
1. Analisis Pendapatan
Analisis pendapatan merupakan analisis kuantitatif yang digunakan untuk mengetahui seberapa besar pendapatan yang diperoleh pembudidaya setiap kali produksi (40 hari). Secara matematis untuk menghitung besarnya pendapatan dari usaha budidaya rumput laut dapat ditulis sebagai berikut :
π = Y.Py - ∑ Xi Pxi - BTT
Keterangan:
π : Pendapatan (Rp) Y : Produksi (Kg)
Py : Harga Produk (Rp/Kg) Xi : Faktor Produksi (1,2,3,…,n) Pxi : Harga Faktor Produksi ke i (Rp) BTT : Biaya Tetap Total(Rp)
Untuk mengetahui apakah usaha budidaya rumput laut ini menguntungkan atau tidak bagi pelaku usaha, maka digunakan analisis nisbah penerimaan dengan biaya total atau analisis R/C yang dirumuskan sebagai berikut :
R/C =
(48)
Dimana kriteria pengukuran pada analisis nisbah penerimaan dengan biaya total : 1) Jika R/C > 1, maka usaha budidaya rumput laut menguntungkan untuk
diusahakan,
2) Jika R/C = 1, maka usaha budidaya rumput laut tidak untung dan tidak rugi, dan
3) Jika R/C < 1, maka usaha budidaya rumput laut rugi untuk diusahakan.
2. Metode Analisis Deskriptif Kualitatif
Metode analisis deskriptif kualitatif digunakan untuk menjawab tujuan kedua dari aspek lingkungan eksternal dan lingkungan internal usahatani berdasarkan data yang diperoleh dari hasil wawancara dan pengisian kuesioner dengan
menggunakan matriks IFAS, EFAS dan diagram analisis SWOT.
Proses penyusunan strategi pengembangan menggunakan analisis SWOT melalui tiga tahap analisis yaitu tahap pengumpulan data, tahap analisis dan tahap
pengambilan keputusan. Setelah informasi yang dibutuhkan terpenuhi dan dianalisis tahap selanjutnya adalah proses pengambilan keputusan.
Untuk memperoleh strategi yang tepat dilakukan dua tahap analisis yaitu tahap pengumpulan data dan tahap analisis:
1. Tahap pengumpulan data
Tahap pengumpulan data merupakan suatu kegiatan pengumpulan pengklasifikasian dan pra analisis data eksternal dan internal. Pengklasifikasian data ini dilakukan dengan sistem pendekatan dari usahatani rumput laut. Pendekatan merupakan suatu pendekatan yang
(49)
memungkinkan usahatani rumput laut secara bersama-sama menganalisis masalah kehidupan usahatani, serta membuat rencana dan tindakan nyata dalam upaya pengembangannya pada masa yang akan datang. Model yang dipakai yaitu matrik faktor strategi eksternal dan faktor internal
Setelah faktor-faktor strategi internal dan eksternal suatu usaha diidentifikasi, suatu tabel IEFAS (Internal Eksternal Factors Analysis Summary) disusun untuk merumuskan faktor-faktor strategi internal dan eksternal tersebut dalam kerangka Strength Weakness Opportunity Threats
(dapat dilihat pada Tabel 10), dengan tahapan sebagai berikut: a. Tentukan faktor-faktor yang menjadi kekuatan, kelemahan,
peluang dan ancaman perusahaan dalam kolom 1.
b. Beri bobot masing-masing faktor tersebut dengan skala mulai dari 1,0 (paling penting) sampai 0,0 (tidak penting), berdasarkan pengaruh faktor-faktor tersebut terhadap posisi strategis perusahaan.
c. Hitung rating (dalam kolom 3) untuk masing-masing faktor dengan memberikan skala mulai dari 4 (outstanding) sampai dengan 1 (poor), berdasarkan pengaruh faktor tersebut terhadap kondisi usaha.
d. Kalikan bobot pada kolom 2 dengan rating pada kolom 3 untuk memperoleh faktor pembobotan (skor) dalam kolam 4. Matrik
Internal Eksternal Factors Analysis Summary pada analisis SWOT untuk mengetahui kondisi usahatani rumput laut kering dapat dilihat pada Tabel 8.
(50)
Tabel 8. Matriks evaluasi faktor internal dan eksternal Faktor Internal Bobot Rating Skor Kekuatan
1. ... 2. ... 3. ... Kelemahan 1. ... 2. ... 3. ...
TOTAL
Faktor Internal Bobot Rating Skor Peluang
1. ... 2. ... 3. ...
Ancaman 1. ... 2. ... 3. ...
TOTAL
Sumber: Rangkuti, 2005.
2. Tahap Analisis
a. Faktor-faktor internal dan eksternal yang didapatkan dari identifikasi yaitu faktor kekuatan, kelemahan, ancaman dan peluang kemudian dimasukkan ke dalam matrik SWOT untuk dianalisis. Analisis SWOT ini menggambarkan secara jelas peluang dan ancaman eksternal yang dihadapi petani, yang disesuaikan dengan kekuatan dan kelemahan yang dimiliki. Matrik ini akan menghasilkan 4 set kemungkinan strategi antara lain strategi SO, strategi ST, strategi WO, dan strategi WT. Bentuk matrik SWOT dapat dilihat pada Gambar 4.
b. Silangkan masing-masing faktor sehingga didapat strategi SO, ST, WO, dan strategi WT.
(51)
c. Pilihlah strategi yang sesuai dengan kuadran I, II, III, DAN IV. Matriks analisis SWOT dapat dilihat pada Gambat 4.
Analisis matrik SWOT berfungsi untuk memperoleh berbagai alternatif strategi yang dapat diplih oleh perusahaan dalam mengembangkan usahanya. Faktor-faktor SWOT akan menganalisis tentang bagaimana memaksimalkan kekuatan dan peluang, serta meminimalkan kelemahan serta ancaman, dan merencanakan strategi yang sepatutnya diambil pada masa mendatang (Rangkuti, 2004).
Strengths (S) Tentukan 5-10 faktor yang menjadi
kekuatan
Weakness (W) Tentukan 5-10 faktor yang menjadi
kelemahan Opportunities (O)
Tentukan 5-10 faktor yang menjadi peluang Strategi (SO) Ciptakan strategi yang menggunakan kekuatan untuk memanfatkan peluang Strategi (WO) Ciptakan strategi yang meminimalkan kelemahan untuk memanfaatkan peluang Threats (T)
Tentukan 5-10 faktor yang menjadi
ancaman
Strategi (ST) Ciptakan strategi yang menggunakan kekuatan untuk mengatasi ancaman Strategi (WT) Ciptakan strategi yang meminimalkan kelemahan untuk menghindari ancaman Gambar 4. Matrik analisis SWOT
Sumber: Kuncoro, 2005.
3. Focus Group Discussion (FGD)
Untuk menentukan strategi prioritas dari berbagai alternatif masalah yang ada digunakan metode analisis focus group discussion dengan melihat dan
(52)
menyesuaikan kebutuhan dan kondisi budidaya rumput laut di Pulau Pahawang Kecamatan Punduh Pidada Kabupaten Pesawaran. Topik pembicaraan dalam FGD ini adalah menentukan strategi prioritas dari 10 strategi alternatif yang disajikan oleh peneliti.
Strategi alternatif tersebut didapat dari perangkingan atas 100 strategi yang merupakan hasil persilangan antara komponen-komponen S, W, O dan T yang ada. Strategi-strategi yang diperoleh kemudian di beri bobot dengan
menyesuaikan visi dan misi dari budidaya rumput laut. Bobot strategi terhadap visi dan misi kemudian dijumlahkan sehingga memperoleh skor dan skor tersebut yang kemudian diurutkan dari yang paling besar. Urutan 1 – 10 dari strategi tersebut kemudian di diskusikan kepada para pelaku yang telibat dengan budidaya rumput laut sehingga diperoleh strategi prioritas.
Peserta FGD dalam suatu diskusi berjumlah 10 orang. Apabila jumlah anggota lebih dari 12 orang akan menyulitkan jalannya diskusi dan analisis (Bungin, 2004). Partisipan tersebut adalah para pembudidaya rumput laut di Pulau
Pahawang,perwakilan instansi pemerintah terkait dan lembaga-lembaga lain yang memiliki pengaruh terhadap perkembangan budidaya rumput laut di Pulau
(53)
IV. GAMBARAN UMUM PENELITIAN
A. Sejarah Desa Pahawang
Sejarah Pulau Pahawang berawal dari datangnya Ki Nokoda tahun 1.700-an yang diikuti pula oleh datangnya Hawang yang merupakan keturunan Cina. Hawang menetap di sebuah pulau sampai memiliki seorang anak perempuan yang kerap kali dipanggil Pok Hawang. Kelaziman memanggil Pok Hawang akhirnya menjadi nama pulau dimana Hawang menetap dengan sebutan Pahawang pada tahun 1850-an. Perkembangan Desa Pahawang diawali dengan datang dan berdiamnya H. Muhammad bin H. Ibrahim Hulubalang dari Kalianda yang tinggal di Kalangan, sedangkan di Pulau Pahawang sejak kedatangan Ki Mandara dari Sulawesi Selatan tahun 1920-an
Pahawang semakin berkembang dengan masuknya masyarakat keturunan Lampung dari Putih Doh (saat ini masuk dalam Kabupaten Tanggamus) dan diikuti pula oleh pendatang dari Bugis untuk menetap sebagai nelayan yang pada akhirnya terjadi asimilasi antara kedua keturunan ini. Perkembangan Desa Pahawang memiliki Dusun Pahawang, Kalangan, Suak Buah, Penggetahan, Cukuh Nyai serta Jeralangan dan berkembang dengan hadirnya pedukuhan-pedukuhan Suak Gebang, Suak Latak, Cukuh Kunda, Cukuh Bedil dan Suak Panjang. Dusun Kalangan adalah dusun yang terletak di daratan Pulau Sumatera
(54)
perahu ketinting ( Dian, 2009).
B. Kondisi Geografis
Secara administratif Desa Pulau Pahawang memiliki batas-batas wilayah yaitu sebelah Utara, Timur dan Selatan berbatasan dengan Teluk Lampung sedangkan sebelah Barat berbatasan dengan Kampung Bebangak. Pahawang merupakan pulau yang terletak di kawasan Teluk Lampung yang berada di Kecamatan
Punduh Pidada Kabupaten Pesawaran. Berdasarkan data statistik 2012 luas Pulau Pahawang adalah sebesar 10,20 km2 atau 1020 ha. Secara geografis berada pada 5o40,2’-5o43,2’LS dan 105o12,2’- 105o15,2BT’. Pulau Pahawang merupakan kawasan pesisir, terdiri dari laut, pantai, rawa, daratan dan daerah perbukitan, serta termasuk bagian pulau-pulau kecil yang ada di kawasan Teluk Lampung. Desa ini terbagi menjadi 6 dusun yaitu, Suak Buah, Penggetahan, Jaralangan, Kalangan, Cukuhnyai dan Dusun Pahawang.
Desa Pulau Pahawang terletak pada ketinggian 10 m dari permukaan laut.
Topografi daerahnya adalah landai dan berbukit, dengan suhu udara rata-rata 28,5
– 32,0 0C. Pulau Pahawang memiliki potensi geografis yang terdapat di wilayah darat maupun lautnya. Sebagian besar ekosistem daratan merupakan hutan, di daerah pantai terdapat hutan mangrove yang relatif masih baik. Di beberapa kawasan terdapat pantai landai, berpasir ataupun berlumpur. Perbedaan ketinggian permukaan air saat pasang dan surut relatif rendah.
(55)
Sebagian besar masyarakat yang tinggal di Desa Pulau Pahawang adalah
masyarakat yang berasal dari suku Sunda dan sebagian kecil lainnya berasal dari Lampung Pesisir, Bugis, Padang dan Jawa. Jumlah masyarakat yang tinggal di Desa Pahawang dapat dilihat pada Tabel .
Tabel 9. Jumlah penduduk Desa Pahawang berdasarkan jenis kelamin Dusun KK Laki-Laki Perempuan Total
Suak Buah 75 155 133 288
Penggetahan 71 138 150 288
Jaralangan 75 132 135 267
Kalangan 58 104 115 219
Desa Pahawang 97 155 178 333
Suka Maju 76 143 138 281
Jumlah 452 827 849 1676
Sumber: Data Statistik 2012 Desa Pahawang (tidak dipublikasikan)
D. Sumber Daya Desa Pahawang 1. Sumber Daya Alam
Sumber daya alam yang dimiliki oleh Desa Pahawang kaya akan keragaman flora dan fauna baik yang terdapat di daratan pulau dan perairan di sekitar pulau yang menjadi sumber penghasilan dan lahan usaha. Sumberdaya alam yang dimiliki oleh Desa Pahawang sebagian besar merupakan lahan perkebunan kelapa dan kakao. Kawasan Pulau Pahawang terdiri dari kawasan bukit, kawasan perkebunan dan kawasan pantai berupa hutan mangrove yang memiliki fungsi ekologis bagi keutuhan Pulau Pahawang, begitu juga dengan Dusun Kalangan yang merupakan bagian dari Desa Pahawang. Keindahan Pulau Pahawang yang dapat dinikmati
(56)
utuh.
Keragaman sumberdaya alam yang terdapat di Desa Pahawang terbilang masih cukup baik dengan beragamnya tumbuhan hutan baik di dataran tinggi maupun dataran rendahnya sampai ke pantai. Suara monyet yang bersautan, kicauan burung-burung yang beragam membuktikan bahwa desa ini merupakan desa yang masih memiliki kondisi alam yang seimbang dan alami.
2. Sumber Daya Manusia
Pahawang memiliki masyarakat dengan dinamika kehidupan yang beragam dan sangat dipengaruhi oleh kondisi aktifitas masyarakatnya. Sumberdaya manusia yang dimiliki tersebar di beberapa dusun yang terdapat di Desa Pahawang. Kehidupan dan akivitas masyarakat yang tinggal di Desa Pahawang merupakan satu kekuatan dalam bentuk potensi sumberdaya manusia yang dimiliki oleh Desa Pahawang. Tingkat pendidikan masyarakat hingga saat ini menjadi perhatian mengingat sebagian besar masyarakat tergolong berpendidikan tingkat rendah.
Desa Pahawang saat ini banyak dihuni oleh masyarakat keturunan suku Sunda, Lampung, Jawa Serang, Bugis dan Padang. Kehidupan masyarakatnya sebagian besar berusaha sebagai petani, buruh dan nelayan. Mata pencaharian ini kerapkali dilakukan oleh masyarakat secara bergantian melihat kondisi usaha yang
dilakukan. Beragamnya usaha yang dilakukan oleh masyarakat Pahawang merupakan cerminan sudah mulai berkembangnya kesadaran masyarakat untuk memanfaatkan sumberdaya alamnya secara berkelanjutan guna menjamin
(57)
kepentingan dan kesejahteraan di tingkat masyarakat Desa Pahawang.
3. Sumber Daya Sosial
Pembangunan di sebuah desa baik fisik maupun nonfisik terkadang meninggalkan pertimbangan sosial masyarakatnya. Kekuatan sosial masyarakat yang
diwujudkan dalam aktivitas dan kegiatan-kegiatan kelompok masyarakat merupakan satu kekuatan yang harus dikembangkan dan dimanfaatkan secara berkesinambungan.
Desa Pahawang memiliki kehidupan sosial yang tertuang dalam kelompok-kelompok masyarakat yang menggabungkan dirinya sebagai upaya
memperjuangkan kepentingan bersama. Paling sedikit di Desa Pahawang terdapat 8 kelompok nonformal yang terdiri dari kelompok PKK, kelompok tani,
kelompok nelayan. Karang taruna, risma dan rukun kematian. Kegiatan
kelompok yang ada ini satu sama lainnya memiliki interaksi sosial yang terbangun baru proses komunikas baik di tingkat rukun tetangga,dusun sampai ke desa. Gambaran umum sumber daya sosial Pahawang dapat dilihat pada Tabel 10.
(58)
No Kegiatan Jumlah 1 PKK:
a. Jimpitan 4
b. Arisan 4
c. Jumat bersih 4
d. Tanaman Keluarga 4
2 Kelompok Tani 4
3 Kelompok Nelayan 23
4 Karang Taruna 4
Total 47
Sumber: Data Statistik Desa Pahawang, 2012 (tidak dipublikasikan)
4. Sumber Daya Buatan
Potensi sumberdaya buatan yang ada di Pulau Pahawang, penggarangan kelapa banyak tersebar di seluruh dusun, hal tersebut menunjukkan bahwa tanaman kelapa banyak dibudidayakan oleh masyarakat. Dari potensi sumberdaya buatan menunjukkan bahwa masyarkat kurang memanfaatkan sumberdaya alam pesisir laut di pulau, keberadaan keramba sebagai sebuah potensi dimiliki atau dikuasai oleh pengusaha atau pemodal dari luar. Sebaran potensi sumberdaya buatan seperti jembatan, kuburan, pos rinfa, MCK, gorong-gorong, bervariasi di setiap dusun. Banyaknya potensi sumberdaya buatan di desa tersebut menunjukkan tuntutan kebutuhan berupa fasilitas umum menjadi kebutuhan yang harus dimiliki oleh desa dengan prioritas yang tepat.
(59)
VI. KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, maka dapat disimpulkan bahwa:
1. Pendapatan rata-rata atas biaya tunai yang diperoleh pembudidaya rumput laut dengan jumlah rakit 4,10 unit untuk satu kali produksi (40 hari) adalah sebesar Rp 2.011.000, sedangkan pendapatan atas biaya total sebesar Rp 686.742,82. Berdasarkan hasil perhitungan R/C rasio, usaha budidaya rumput laut di Pulau Pahawang menguntungkan dan layak unutk diusahakan. Rata-rata R/C rasio atas biaya tunai adalah sebesar 6,602 dan rata-rata rasio atas biaya total adalah sebesar 1,408.
2. Terdapat faktor internal dan faktor eksternal yang mempengaruhi yang terdiri dari komponen-komponen sebaai berikut: 1) produk, 2) manajemen dan pendanaan, 3) sumber daya manusia, 4) investasi, 5) lokasi, 6)
ekonomi, sosial, budaya, dan lingkungan, 7) pasar, 8) pesaing, 9) teknologi, dan 10 ) iklim dan cuaca.
3. Strategi prioritas tertinggi yang dapat digunakan dalam pengembangan dan keberlanjutan usaha budidaya rumput laut di Pulau Pahawang yaitu 1)
(60)
pengolahan produk turunan untuk meningkatkan keterampilan
pembudidaya sehingga mampu berinovasi dalam menghasilkan produk untuk meningkatkan minat konsumen di dalam provinsi, 2) memanfaatkan lahan budidaya yang masih luas untuk menghasilkan rumput laut dalam jumlah besar agar mampu memperluas jaringan pemasaran, 3)
menghasilkan rumput laut yang berkualitas dalam jumlah yang besar sehingga mampu memperluas jaringan pemasaran rumput laut.
B. Saran
Berdasarkan hasil dan pembahasan, maka saran yang dapat diajukan dalam penelitian ini adalah:
1. Pemerintah sebaiknya memberikan penyuluhan-penyuluhan kepada pembudidaya rumput laut di Pulau Pahawang guna menciptakan sumber daya manusia yang terampil.
2. Pemerintah sebaiknya memberikan bantuan kepada pembudidaya berupa pinjaman modal, sehingga pembudidaya dapat memperbanyak jumlah rakitnya untuk memanfaatkan lokasi budidaya yang masih luas sehingga tercipta pembudidaya yang sejahtera.
3. Pembudidaya rumput laut di Pulau Pahawang sebaiknya mulai berinovasi dalam pengolahan produk, sehingga dapat meningkatkan minat konsumen di dalam provinsi.
4. Peneliti lain untuk mengkaji atau meneliti lebih dalam tentang pemasaran rumput laut di Pulau Pahawang.
(61)
DAFTAR PUSTAKA
Anggadiredja, J.T. Zatnika, A. Purwoto, H. Istini, S. 2010. Rumput Laut: Pembudidayaan, Pengolahan, dan Pemasaran Komoditas Perikanan Potensial. Penebar Swadaya. Jakarta
Arikunto, S. 2002. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Rineka Cipta. Jakarta
Aslan, M. 1998. Budidaya Rumput Laut. Kanisius. Yogyakarta. Badan Pusat Statistik. 2012. Lampung Dalam Angka 2012. Lampung Badan Pusat Statistik. 2012. Pesawaran Dalam Angka 2012. Lampung Basroni dan Suwandi. 2008. Memahami Penelitian Kualitatif. Rineka Cipta.
Jakarta.
Bengen, D.G. 2013. Strategi Pembangunan Negara Maritim Indonesia. Makala Seminar Nasional. Blue Economy Sebagai Strategi Pembangunan Nasional Berkelanjutan. Universitas Lampung. Lampung.
Bungin, B. 2004. Metodologi Penelitian Kualitatif Aktualisasi Metodologis Ke Arah Ragam Varian Kontemporer. Raja Garfindo Persada. Jakarta. David, R.F. 2006. Manajemen Strategi : Konsep. Edisi kesepuluh. Jakarta: Dian, N. 2009. Kajian Persepsi dan Partisipasi Masyarakat dalam Pengelolaan
Hutan Mangrove Desa Pahawang Kecamatan Punduh Pidada Kabupaten Pesawaran Provinsi Lampung. Skripsi. Universitas Lampung.
Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Pesawaran. 2012. Laporan Tahunan Statistik Kabupaten Pesawaran Tahun 2011. Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Pesawaran. Lampung.
Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Lampung. 2012. Laporan Tahunan Statistik Perikanan Budidaya Provinsi Lampung tahun 2011. Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Lampung. Lampung
(62)
pada perusahaan trisno insan mandiri mushroom (rimmush) desa cibuntu kecamatan ciampea kabupaten bogor jawa barat. Skripsi. Ipb. Bogor. Hernanto, F. 1994. Ilmu Usahatani. Penebar Swadaya. Jakarta.
Hunger, J.D. dan T.L. Wheelen. 2003. Manajemen Strategis. Andi. Yogyakarta. Indirani H. dan E. Suminarsih. 2003. Buku Seri Agribisnis Rumput Laut. Bogor.
Penebar Swadaya.
Irwanto. 1998. Focus Group Discussion.Andi. Jakarta. Kuncoro, M. 2005. Strategi. Erlangga. Jakarta
Kordi, M.G.H. 2011. Kiat Sukses Budidaya Rumput Laut di Laut dan Tambak.
Andi. Yogyakarta.
Mustam. 2005. Kajian Pengembangan Agroindustri Rumput Laut Di Sulawesi Tenggara. Skripsi. IPB. Bogor
Nurdin, M.F., A. Laapo, D. Howara. 2013. Strategi Pengembangan Usaha Budidaya Rumput Laut di Desa Lalombi Kecamatan Banawa Selatan Kabupaten Dongala. Jurnal Agrotekbis Vol 1 No. 2, Hali: 192-197. Universitas Tadulako. Palu
Nurmanaf, A.R. 1985. Pola Kesempatan Kerja dan Sumber Pendapatan Rumah Tangga di Pedesaan Jawa Barat. Jurnal Forum Penelitian Agro Ekonomi. Edisi Juli, Vol 4, No. 1, Hal: 1-7. Pusat Penelitian Agro Ekonomi. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Bogor.
Pandelaki, L. 2012. Strategi Pengembangan Budidaya Rumput Laut di Pulau Nain Kabupaten Minahasa Utara. Jurnal Perikanan dan Kelautan Tropis Vol. 8. STIMIK. Manado
Rangkuti, F. 2005. Analisis SWOT Teknik Membelah Kasus Bisnis. PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta
Sallata, A.E. 2007. Kajian Potensi sumberdaya untuk pengelolaan budidaya rumput laut dan ikan kerapu di wilayahpesisir kecamatan ampibabo kabupaten parigi moutong sulawesi tengah. Skripsi. IPB. Bogor Setyaningsih, H. 2011. Kelayakan Usaha Budidaya Rumput Laut Dengan
Metode Long Line Dan Strategi Pengembangannya Di Perairan Karimun Jawa. Skripsi. IPB. Bogor
(63)
Manfaat, Potensi dan Usaha Budidayanya. Lembaga Oseanografi Nasional-LIPI. Jakarta.
Soekartawi, Soeharjo, A. Dillon J.L dan J.B. Haedaker. 1986. Ilmu Usahatani dan Penelitian untuk Perkembangan Petani Kecil. Jakarta: Universitas
Indonesia
Soekartawi. 1995. Analisis usahatani. Penerbit universitas indonesia (UI-PRESS). Jakarta.
Supardi, S. 2000. Pengantar Ilmu Ekonomi Bagian I. Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret. Surakarta.
Tregoe, B.B. dan J.W. Zimmerman. 1980. Strategi manajemen. Erlangga. Jakarta.
Wahyudi, A.S. 1996. Manajemen Strategik. Binarupa Aksara. Jakarta. Yunizal, J.T. Murtini, B.S. Utomo, T.H. Suryaningrum. 2000. Teknologi
Pemanfaatan Rumput Laut. Jakarta: Pusat Penelitian dan Pengembangan Esplorasi Laut dan Perikanan
(1)
b. Arisan 4
c. Jumat bersih 4
d. Tanaman Keluarga 4
2 Kelompok Tani 4
3 Kelompok Nelayan 23
4 Karang Taruna 4
Total 47
Sumber: Data Statistik Desa Pahawang, 2012 (tidak dipublikasikan)
4. Sumber Daya Buatan
Potensi sumberdaya buatan yang ada di Pulau Pahawang, penggarangan kelapa banyak tersebar di seluruh dusun, hal tersebut menunjukkan bahwa tanaman kelapa banyak dibudidayakan oleh masyarakat. Dari potensi sumberdaya buatan menunjukkan bahwa masyarkat kurang memanfaatkan sumberdaya alam pesisir laut di pulau, keberadaan keramba sebagai sebuah potensi dimiliki atau dikuasai oleh pengusaha atau pemodal dari luar. Sebaran potensi sumberdaya buatan seperti jembatan, kuburan, pos rinfa, MCK, gorong-gorong, bervariasi di setiap dusun. Banyaknya potensi sumberdaya buatan di desa tersebut menunjukkan tuntutan kebutuhan berupa fasilitas umum menjadi kebutuhan yang harus dimiliki oleh desa dengan prioritas yang tepat.
(2)
VI. KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, maka dapat disimpulkan bahwa:
1. Pendapatan rata-rata atas biaya tunai yang diperoleh pembudidaya rumput laut dengan jumlah rakit 4,10 unit untuk satu kali produksi (40 hari) adalah sebesar Rp 2.011.000, sedangkan pendapatan atas biaya total sebesar Rp 686.742,82. Berdasarkan hasil perhitungan R/C rasio, usaha budidaya rumput laut di Pulau Pahawang menguntungkan dan layak unutk diusahakan. Rata-rata R/C rasio atas biaya tunai adalah sebesar 6,602 dan rata-rata rasio atas biaya total adalah sebesar 1,408.
2. Terdapat faktor internal dan faktor eksternal yang mempengaruhi yang terdiri dari komponen-komponen sebaai berikut: 1) produk, 2) manajemen dan pendanaan, 3) sumber daya manusia, 4) investasi, 5) lokasi, 6)
ekonomi, sosial, budaya, dan lingkungan, 7) pasar, 8) pesaing, 9) teknologi, dan 10 ) iklim dan cuaca.
3. Strategi prioritas tertinggi yang dapat digunakan dalam pengembangan dan keberlanjutan usaha budidaya rumput laut di Pulau Pahawang yaitu 1)
(3)
untuk meningkatkan minat konsumen di dalam provinsi, 2) memanfaatkan lahan budidaya yang masih luas untuk menghasilkan rumput laut dalam jumlah besar agar mampu memperluas jaringan pemasaran, 3)
menghasilkan rumput laut yang berkualitas dalam jumlah yang besar sehingga mampu memperluas jaringan pemasaran rumput laut.
B. Saran
Berdasarkan hasil dan pembahasan, maka saran yang dapat diajukan dalam penelitian ini adalah:
1. Pemerintah sebaiknya memberikan penyuluhan-penyuluhan kepada pembudidaya rumput laut di Pulau Pahawang guna menciptakan sumber daya manusia yang terampil.
2. Pemerintah sebaiknya memberikan bantuan kepada pembudidaya berupa pinjaman modal, sehingga pembudidaya dapat memperbanyak jumlah rakitnya untuk memanfaatkan lokasi budidaya yang masih luas sehingga tercipta pembudidaya yang sejahtera.
3. Pembudidaya rumput laut di Pulau Pahawang sebaiknya mulai berinovasi dalam pengolahan produk, sehingga dapat meningkatkan minat konsumen di dalam provinsi.
4. Peneliti lain untuk mengkaji atau meneliti lebih dalam tentang pemasaran rumput laut di Pulau Pahawang.
(4)
DAFTAR PUSTAKA
Anggadiredja, J.T. Zatnika, A. Purwoto, H. Istini, S. 2010. Rumput Laut: Pembudidayaan, Pengolahan, dan Pemasaran Komoditas Perikanan Potensial. Penebar Swadaya. Jakarta
Arikunto, S. 2002. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Rineka Cipta. Jakarta
Aslan, M. 1998. Budidaya Rumput Laut. Kanisius. Yogyakarta. Badan Pusat Statistik. 2012. Lampung Dalam Angka 2012. Lampung Badan Pusat Statistik. 2012. Pesawaran Dalam Angka 2012. Lampung Basroni dan Suwandi. 2008. Memahami Penelitian Kualitatif. Rineka Cipta.
Jakarta.
Bengen, D.G. 2013. Strategi Pembangunan Negara Maritim Indonesia. Makala Seminar Nasional. Blue Economy Sebagai Strategi Pembangunan Nasional Berkelanjutan. Universitas Lampung. Lampung.
Bungin, B. 2004. Metodologi Penelitian Kualitatif Aktualisasi Metodologis Ke Arah Ragam Varian Kontemporer. Raja Garfindo Persada. Jakarta. David, R.F. 2006. Manajemen Strategi : Konsep. Edisi kesepuluh. Jakarta: Dian, N. 2009. Kajian Persepsi dan Partisipasi Masyarakat dalam Pengelolaan
Hutan Mangrove Desa Pahawang Kecamatan Punduh Pidada Kabupaten Pesawaran Provinsi Lampung. Skripsi. Universitas Lampung.
Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Pesawaran. 2012. Laporan Tahunan Statistik Kabupaten Pesawaran Tahun 2011. Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Pesawaran. Lampung.
Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Lampung. 2012. Laporan Tahunan Statistik Perikanan Budidaya Provinsi Lampung tahun 2011. Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Lampung. Lampung
(5)
Hunger, J.D. dan T.L. Wheelen. 2003. Manajemen Strategis. Andi. Yogyakarta. Indirani H. dan E. Suminarsih. 2003. Buku Seri Agribisnis Rumput Laut. Bogor.
Penebar Swadaya.
Irwanto. 1998. Focus Group Discussion.Andi. Jakarta. Kuncoro, M. 2005. Strategi. Erlangga. Jakarta
Kordi, M.G.H. 2011. Kiat Sukses Budidaya Rumput Laut di Laut dan Tambak. Andi. Yogyakarta.
Mustam. 2005. Kajian Pengembangan Agroindustri Rumput Laut Di Sulawesi Tenggara. Skripsi. IPB. Bogor
Nurdin, M.F., A. Laapo, D. Howara. 2013. Strategi Pengembangan Usaha Budidaya Rumput Laut di Desa Lalombi Kecamatan Banawa Selatan Kabupaten Dongala. Jurnal Agrotekbis Vol 1 No. 2, Hali: 192-197. Universitas Tadulako. Palu
Nurmanaf, A.R. 1985. Pola Kesempatan Kerja dan Sumber Pendapatan Rumah Tangga di Pedesaan Jawa Barat. Jurnal Forum Penelitian Agro Ekonomi. Edisi Juli, Vol 4, No. 1, Hal: 1-7. Pusat Penelitian Agro Ekonomi. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Bogor.
Pandelaki, L. 2012. Strategi Pengembangan Budidaya Rumput Laut di Pulau Nain Kabupaten Minahasa Utara. Jurnal Perikanan dan Kelautan Tropis Vol. 8. STIMIK. Manado
Rangkuti, F. 2005. Analisis SWOT Teknik Membelah Kasus Bisnis. PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta
Sallata, A.E. 2007. Kajian Potensi sumberdaya untuk pengelolaan budidaya rumput laut dan ikan kerapu di wilayahpesisir kecamatan ampibabo kabupaten parigi moutong sulawesi tengah. Skripsi. IPB. Bogor Setyaningsih, H. 2011. Kelayakan Usaha Budidaya Rumput Laut Dengan
Metode Long Line Dan Strategi Pengembangannya Di Perairan Karimun Jawa. Skripsi. IPB. Bogor
(6)
Soegiarto, A., Sulistijo, S.Wanda. dan M. Hasan. 1985. Rumput Laut (Algae) Manfaat, Potensi dan Usaha Budidayanya. Lembaga Oseanografi Nasional-LIPI. Jakarta.
Soekartawi, Soeharjo, A. Dillon J.L dan J.B. Haedaker. 1986. Ilmu Usahatani dan Penelitian untuk Perkembangan Petani Kecil. Jakarta: Universitas
Indonesia
Soekartawi. 1995. Analisis usahatani. Penerbit universitas indonesia (UI-PRESS). Jakarta.
Supardi, S. 2000. Pengantar Ilmu Ekonomi Bagian I. Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret. Surakarta.
Tregoe, B.B. dan J.W. Zimmerman. 1980. Strategi manajemen. Erlangga. Jakarta.
Wahyudi, A.S. 1996. Manajemen Strategik. Binarupa Aksara. Jakarta. Yunizal, J.T. Murtini, B.S. Utomo, T.H. Suryaningrum. 2000. Teknologi
Pemanfaatan Rumput Laut. Jakarta: Pusat Penelitian dan Pengembangan Esplorasi Laut dan Perikanan