Generalisasi Metode Pencabangan Pada Program Integer Campuran

GENERALISASI METODE PENCABANGAN PADA PROGRAM INTEGER CAMPURAN
TESIS Oleh ALI KADIR LUBIS 117021002/MT
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2013
Universitas Sumatera Utara

GENERALISASI METODE PENCABANGAN PADA PROGRAM INTEGER CAMPURAN
TESIS
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Magister Sains dalam
Program Studi Magister Matematika pada Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Universitas Sumatera Utara
Oleh ALI KADIR LUBIS
117021002/MT
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2013
Universitas Sumatera Utara

Judul Tesis
Nama Mahasiswa Nomor Pokok Program Studi

: GENERALISASI METODE PENCABANGAN PADA PROGRAM INTEGER CAMPURAN
: Ali Kadir Lubis : 117021002 : Magister Matematika


Menyetujui, Komisi Pembimbing

(prof. Dr. Saib Suwilo, M.Sc) Ketua

(Prof. Dr. Tulus, M.Si) Anggota

Ketua Program Studi

Dekan

(Prof. Dr. Herman Mawengkang)

(Dr. Sutarman, M.Sc)

Tanggal lulus : 5 Juni 2013

Universitas Sumatera Utara

Telah diuji pada Tanggal 5 Juni 2013
PANITIA PENGUJI TESIS Ketua : Prof. Dr. Saib Suwilo, M.Sc Anggota : 1. Prof. Dr. Tulus, M.Si

2. Prof. Dr. Herman Mawengkang 3. Prof. Dr. Opim Salim S, M.Sc
Universitas Sumatera Utara

PERNYATAAN
GENERALISASI METODE PENCABANGAN PADA PROGRAM INTEGER CAMPURAN
TESIS
Saya mengakui bahwa tesis ini adalah hasil karya sendiri, kecuali beberapa kutipan dan ringkasan yang masing-masing dituliskan sumbernya
Medan, 5 Juni 2013 Penulis, Ali Kadir Lubis
i
Universitas Sumatera Utara

ABSTRAK Penelitian ini mendiskusikan persoalan generalisasi metode pencabangan pada program integer campuran. Mehrotra dan Li (2004) menunjukkan bahwa permasalahan menemukan pencabangan hyperplane yang baik pada program integer campuran dapat dirumuskan pada adjoint lattice dari Kernel lattice dari kendala kesetaraan tanpa memerlukan pengurangan dimensi. Sebagai akibat algoritma vektor kisi menemukan, seperti algoritma Lenstra, Lenstra, Lovasz (algoritma-LLL) atau algoritma pengurangan basis umum dari Lovasz dan Scarf (algoritma-LS) digambarkan dalam variabel ruang asli. Dengan memberikan cara heuristik baru yang alami dalam menghasilkan pencabangan hyperplanes, dan mendiskusikan hubungan dengan teknik reformulasi terbaru Aardal dan Lenstra. Baravykaite dan Ciegis (2007) menyampaikan implementasi template paradigm BnB, C++ untuk semua langkah utama algoritma BnB. Kata kunci : Program linier, Program integer linier campuran, Branch-and bound
ii
Universitas Sumatera Utara

ABSTRACT This study discusses the generalization branching method on mixed integer program. Mehrotra and Li (2004) showed that the problem of finding a good branching hyperplane on mixed integer program can be formulated on the adjoint lattice of Kernel lattice of equality constraints without the need for dimensional reduction. As a result of finding lattice vector algorithm, such as algorithms Lenstra, Lenstra, Lovasz (LLL algorithm) or general basis reduction algorithm of Lovasz and Scarf (algorithm-LS) is described in the original variable space. They provide a natural way of generating new heuristic branching hyperplanes, and discuss the relationship with the latest reformulation techniques of Aardal and Lenstra. Baravykaite and Ciegis (2007) presents a template implementation of the BnB paradigm, C + + for all the major steps on BnB algorithms. Keyword : Linear programming, Mixed integer linear programming,Branch-and
bound
iii
Universitas Sumatera Utara


KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada Allah SWT yang selalu memberikan rahmat dan hidayah yang luar biasa sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis dengan judul : GENERALISASI METODE PENCABANGAN PADA PROGRAM INTEGER CAMPURAN. Penulis menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada : Bapak Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM&H, M.Sc(CTM), Sp.A(K) selaku Rektor Universitas Sumatera Utara. Bapak Dr. Sutarman, M.Sc, Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara, yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk mengikuti Program Magister Matematika di FMIPA Universitas Sumatera Utara. Bapak Prof. Dr. Herman Mawengkang, Ketua Program Studi Magister Matematika FMIPA Universitas Sumatera Utara sekaligus Pembanding-II yang memberikan saran dan kritik dalam penyempurnaan tesis ini. Bapak Prof. Dr. Saib Suwilo, M.Sc, selaku Sekretaris Program Studi Magister Matematika FMIPA Universitas Sumatera Utara, yang juga sebagai pembimbing I, dan banyak memberikan bimbingan dan arahan dalam menyelesaikan tesis ini. Bapak Prof. Dr. Tulus, M.Si, yang juga sebagai pembimbing II yang telah memberikan bimbingan, arahan dan ilmu pengetahuan dalam menyelesaikan tesis ini. Bapak Prof. Dr. Opim Salim S, M.Sc, Pembanding-I yang telah memberikan saran dan kritik dalam penyempurnaan tesis ini. Bapak / Ibu Dosen Program Studi Magister Matematika FMIPA Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan ilmunya selama masa perkuliahan. Ibu Misiani, S.Si, sebagai staf administrasi Program Studi Magister Matematika FMIPA Universitas Sumatera Utara yang banyak membantu proses administrasi.
iv
Universitas Sumatera Utara

Ucapan terimakasih juga penulis sampaikan kepada : Ibunda dan ayahanda tercinta, Almarhumah Rodiah Nasution dan Kadi Lubis serta keluarga tercinta, isteri : Sri Susilawati, S.Pd dan anak anak : Alisha Rizki Andini Lubis dan Fadhil Anugrah Lubis yang telah memberikan kasih sayang dan dukungan baik moril maupun materil selama penulis dalam pendidikan dan penyelesaian tesis ini. Rekan-rekan mahasiswa Program Studi Magister Matematika FMIPA Universitas Sumatera Utara khususnya angkatan reguler tahun 2011 Ganjil, dan semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu pada tesis ini. Semoga Allah SWT membalas segala kebaikan dan bantuan yang telah diberikan.
Medan, Juni 2013 Penulis, Ali Kadir Lubis
v
Universitas Sumatera Utara

RIWAYAT HIDUP Ali Kadir Lubis, dilahirkan di Muara Bungo Jambi pada tanggal 4 Mei 1971, merupakan anak kedua dari delapan bersaudara dari ayah Kadi Lubis dan ibunda Rodiah Nasution. Penulis menyelesaikan pendidikan Sekolah Dasar (SD) di SD Negeri 066056 Medan pada tahun 1984, Sekolah Menengah Pertama (SMP) di SMP Swasta Hang Kesturi Medan pada tahun 1987, dan Sekolah Menengah Atas (SMA) di SMA Negeri 6 Medan pada tahun 1990. Pada tahun 1990 penulis melanjutkan pendidikan Diploma III pada Fakultas Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam jurusan Pendidikan Matematika di IKIP Medan dan melanjut pada tingkatan strata-1 pada Fakultas Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam jurusan Pendidikan Matematika Universitas Negeri Medan, dan memperoleh gelar Sarjana Pendidikan pada tahun 2001. Pada September 2011 penulis melanjutkan studi pada Program Studi Magister Matematika di FMIPA Universitas Sumatera Utara. Saat ini penulis, bertugas sebagai tenaga pengajar pada Sekolah SMP Swasta NU Medan, SMK Swasta NU Medan dan SMK Negeri 1 Patumbak Kab. Deli Serdang.
vi
Universitas Sumatera Utara

DAFTAR ISI

PERNYATAAN ABSTRAK ABSTRACT KATA PENGANTAR RIWAYAT HIDUP DAFTAR ISI DAFTAR GAMBAR

Halaman i ii
iii iv vi vii ix


BAB 1 PENDAHULUAN

1

1.1 Latar Belakang 1.2 Perumusan Masalah 1.3 Tujuan Penelitian 1.4 Manfaat Penelitian 1.5 Metode Penelitian

1 3 3 3 4

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

5

2.1 Program Integer 2.2 Metode Branch and Bound 2.3 Algoritma Branch and Bound untuk Program Integer 2.4 Kelayakan Program Integer 2.5 Algoritma Pencabangan Hyperplane

5 6 8 13 14

BAB 3 PEMBAHASAN

15


3.1 Permasalahan Program Integer Linier Campuran

15

3.2 Menemukan Pencabangan Hyperplane untuk Kasus Integer Campuran 16

vii
Universitas Sumatera Utara

3.3 Pembulatan Matriks Pusat BAB 4 KESIMPULAN DAN SARAN
4.1 Kesimpulan 4.2 Saran DAFTAR PUSTAKA

17 21
21 22 23

viii
Universitas Sumatera Utara

DAFTAR GAMBAR


Nomor

Judul

2.1 Prinsip branch and bound

2.2 Calon solusi 1

2.3 Calon solusi 2

2.4 Calon solusi 3

Halaman 8 10 11 11

ix
Universitas Sumatera Utara

ABSTRAK Penelitian ini mendiskusikan persoalan generalisasi metode pencabangan pada program integer campuran. Mehrotra dan Li (2004) menunjukkan bahwa permasalahan menemukan pencabangan hyperplane yang baik pada program integer campuran dapat dirumuskan pada adjoint lattice dari Kernel lattice dari kendala kesetaraan tanpa memerlukan pengurangan dimensi. Sebagai akibat algoritma vektor kisi menemukan, seperti algoritma Lenstra, Lenstra, Lovasz (algoritma-LLL) atau algoritma pengurangan basis umum dari Lovasz dan Scarf (algoritma-LS) digambarkan dalam variabel ruang asli. Dengan memberikan cara heuristik baru yang alami dalam menghasilkan pencabangan hyperplanes, dan mendiskusikan hubungan dengan teknik reformulasi terbaru Aardal dan Lenstra. Baravykaite dan Ciegis (2007) menyampaikan implementasi template paradigm BnB, C++ untuk semua langkah utama algoritma BnB. Kata kunci : Program linier, Program integer linier campuran, Branch-and bound
ii

Universitas Sumatera Utara

ABSTRACT This study discusses the generalization branching method on mixed integer program. Mehrotra and Li (2004) showed that the problem of finding a good branching hyperplane on mixed integer program can be formulated on the adjoint lattice of Kernel lattice of equality constraints without the need for dimensional reduction. As a result of finding lattice vector algorithm, such as algorithms Lenstra, Lenstra, Lovasz (LLL algorithm) or general basis reduction algorithm of Lovasz and Scarf (algorithm-LS) is described in the original variable space. They provide a natural way of generating new heuristic branching hyperplanes, and discuss the relationship with the latest reformulation techniques of Aardal and Lenstra. Baravykaite and Ciegis (2007) presents a template implementation of the BnB paradigm, C + + for all the major steps on BnB algorithms. Keyword : Linear programming, Mixed integer linear programming,Branch-and
bound
iii
Universitas Sumatera Utara

BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Dalam semua permasalahan minimisasi, sejauh ini menganggap masing-masing desain variabel (termasuk variabel slack, jika ada) diperbolehkan untuk mengambil nilai nyata (atau pecahan). Dalam banyak situasi, sangatlah tepat dan mungkin untuk memiliki solusi pecahan. Misalnya, sangat mungkin untuk menggunakan ketebalan plat 2,66 mm dalam pembangunan struktur, waktu kerja 3,34 jam dalam proyek, dan nitrat 1,78 kg untuk menghasilkan pupuk. Namun, ada permasalahan praktis tertentu dimana nilai-nilai pecahan dari variabel desain tidak praktis dan tidak bermakna secara fisik. Misalnya, tidak mungkin untuk menggunakan 1,6 boiler pada termal pembangkit listrik, sebanyak 1,9 laki-laki dalam suatu proyek, dan 2,76 bubut di bengkel.
Jika solusi bilangan bulat yang diinginkan, adalah mungkin untuk menggunakan salah satu teknik dan pembulatan dari nilai optimum dari desain variabel ke nilai integer terdekat. Namun, dalam banyak kasus sangat sulit untuk melengkapi solusi tanpa melanggar salah satu kendala. Seringkali, pembulatan solusi dapat memberikan nilai fungsi tujuan yang sangat jauh dari nilai optimum asli. Semua kesulitan ini dapat dihindari jika permasalahan optimasi yang diajukan dan diselesaikan sebagai permasalahan program integer (Rao 1984).
Program Integer merupakan pengembangan dari Program Linier yang menyelesaikan suatu persoalan dengan persyaratan tambahan bahwa variabel keputusan mengambil nilai bilangan bulat (integer). Program Integer ini sangat diperlukan karena banyaknya problema-problema yang timbul di dalam suatu perusahaan maupun dalam sistem ekonomi masyarakat yang peubah keputusannya harus mengambil nilai bilangan bulat. Ini dikarenakan adanya komoditas yang tak dapat terbagi, misalnya : jumlah gedung, jumlah jembatan, produksi mobil, kebutuhan tenaga kerja, dan sebagainya.
Untuk persoalan diatas, bilangan-bilangan pecahan tidak mempunyai arti, dan sering dalam prakteknya dilakukan pembulatan. Dalam pembulatan sering terjadi kekeliruan yang dapat menyebabkan solusi menjadi tidak layak ataupun nilai optimal tidak
1
Universitas Sumatera Utara

2
tercapai, terlebih jika Program Integer mempunyai banyak variabel keputusan yang bernilai pecahan.
Sehingga, seharusnya metode pembulatan dihindarkan, karena ada kalanya nilai optimal itu dapat diperoleh tidak hanya dengan membulatkan bilangan pecahan saja tetapi justru harus mengubah nilai bilangan bulat yang sudah ada. Jadi untuk mendapatkan hasil optimal perlu dicari suatu cara untuk mengubah nilai variabel keputusan yang pecahan menjadi bilangan bulat. Proses untuk menentukan solusi yang demikian inilah yang menjadi kerangka dasar utama munculnya model Program Integer.
Dalam permasalahan optimisasi ketika semua variabel yang dibatasi untuk mengambil hanya nilai integer, hal itu disebut permasalahan pemrograman bilangan bulat. Ketika beberapa variabel hanya dibatasi untuk mengambil nilai integer, permasalahan optimasi itu disebut permasalahan program integer campuran. Ketika semua variabel desain permasalahan optimasi diperbolehkan untuk mengambil nilai-nilai baik nol atau satu, permasalahan ini disebut permasalahan pemrograman nol-satu (Rao, 1984).

Memecahkan permasalahan optimasi program integer, yaitu menemukan sebuah solusi optimal untuk berbagai jenis permasalahan, bisa menjadi tugas yang sulit. Tidak ada algoritma yang tepat, yang dapat memecahkan permasalahan ini dalam waktunya, tergantung secara polynomial pada permasalahan masukan panjang data atau permasalahan ukuran data (Arora dan Barak, 2009).
Menurut Genova dan Vassil (2011) program integer linier mengacu pada kelas masalah optimasi kombinatorial terkendala dengan variabel integer, dimana fungsi tujuannya adalah fungsi linier dan kendala ketaksamaan. Permasalahan optimasi program integer linier (ILP) dapat dinyatakan sebagai berikut:
(1) Maksimalkan cx
(2) Dengan kendala : Ax ≤ b,
(3) x ∈ Zn,
dimana solusi x ∈ Zn adalah vektor dari variabel integer n; x = (x1, x2, . . . , xn)T dan data adalah rasional, dan diberikan oleh matriks Amxn, matriks c1xn, dan matriks bmx1.
Universitas Sumatera Utara

3
Pengembangan metode optimasi yang tepat untuk permasalahan optimasi program integer linier setidaknya, ada tiga pendekatan berbeda untuk memecahkan permasalahan program integer, meskipun seringkali digabungkan menjadi prosedur solusi ”hybrid” dalam praktek komputasi ( Chen, etal., 2010), yaitu:
1. Algoritma cutting plane berdasarkan kombinatorik polyhedral 2. Pendekatan enumerative dan metode branch and bound, branch and cut, dan
branch and price 3. Teknik relaksasi dan dekomposisi
Metode branch and bound merupakan metode yang paling sering dipakai untuk menyelesaikan problema Program integer. Metode branch and bound memakai strategi dimana daerah layak dibagi menjadi himpunan bagian yang lebih kecil. Setiap himpunan bagian berurutan diperiksa sehingga penyelesaian layak yang menghasilkan nilai optimal dari fungsi objektif diperoleh.
1.2 Perumusan Masalah
Metode branch and bound dalam menyelesaikan program integer campuran, pada prinsipnya sama dengan pada program integer murni, hanya perlu modifikasi dalam pencabangan pada variabel-variabel yang harus berharga bilangan bulat. Maka yang menjadi rumusan masalah dari penelitian ini adalah menggeneralisasi metode pencabangan untuk program integer campuran.
1.3 Tujuan Penelitian
Penelitian ini mempelajari masalah kelayakan campuran integer. Penelitian ini bertujuan mendiskusikan metode pencabangan pada program integer campuran.
1.4 Manfaat Penelitian Adapun manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah dapat memberikan informasi memecahkan permasalahan umum dalam pemrograman integer. Mendiskusikan penggeneralisasian metode pencabangan dalam pemecahan persoalan program integer
Universitas Sumatera Utara


4 campuran. Dan membuka sejumlah kemungkinan untuk bagaimana algoritma percabangan hyperplane dapat diimplementasikan. 1.5 Metode Penelitian Metode penelitian ini bersifat literatur dan kepustakaan dengan mengumpulkan informasi dari beberapa jurnal. Langkah-langkah yang dilakukan adalah sebagai berikut:
1. Memperkenalkan masalah dalam pertimbangan 2. Mempertimbangkan masalah kelayakan program integer campuran 3. Menguraikan penemuan algoritma pencabangan hyperplane 4. Menguraikan penemuan permasalahan program integer campuran
Universitas Sumatera Utara

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Program Integer
Program Integer merupakan pengembangan dari Program Linear dimana beberapa atau semua variabel keputusannya harus berupa integer. Jika hanya sebagian variabel keputusannya merupakan integer maka disebut Program Integer campuran (Mixed Integer Progamming). Jika semua variabel keputusannya bernilai integer disebut Program Integer Murni (Pure Integer Progamming). Sedangkan Program Integer 0-1 merupakan bentuk Program Integer dimana semua variabel keputusannya harus bernilai integer 0 atau 1 (binary).
Bentuk umum Program Integer adalah: (Mehrotra dan Li 2004)

n
max cjxj
j=1

dengan kendala :

n j=1

aij xj


=

bi,

(i = 1, 2, ..., m)

xj ≥ 0,

(j = 1, 2, ..., n)

xj integer

(untuk beberapa atau semua j = 1, 2, ..., n)

Suatu metode yang sederhana dan praktis untuk menyelesaikan program integer adalah dengan membulatkan hasil variabel keputusan yang diperoleh melalui LP. Pendekatan ini mudah dan praktis dalam hal usaha, waktu dan biaya yang diperlukan untuk memperoleh suatu solusi. Bahkan, pendekatan pembulatan dapat merupakan cara yang sangat efektif untuk permasalahan program integer yang besar dimana biaya-biaya hitungan sangat tinggi atau untuk permasalahan nilai-nilai solusi variabel keputusan yang sangat besar.

Dengan kata lain, solusi pembulatan dapat lebih jelek dibanding solusi integer optimum yang sesungguhnya atau mungkin merupakan solusi tak layak. Ini membawa konsekuensi besar jika jumlah produk-produk seperti pesawat angkut komersial atau kapal perang yang harus diproduksi dibulatkan ke bilangan bulat terdekat.

5
Universitas Sumatera Utara


6
Meskipun IP dibatasi sejumlah solusi layak yang berhingga, namun karena peubahnya mengambil nilai bilangan bulat membuatnya sulit untuk menemukan algoritma yang efisien yang dapat mencari secara langsung titik layak yang integer di dalam ruang solusi. Dalam beberapa hal kesulitan ini sudah dapat diatasi oleh para ahli dengan menghasilkan sebuah prosedur solusi yang didasarkan pada penyelesaian problema LP. Strategi yang dimaksud dapat disimpulkan dalam tiga langkah berikut :
1. Mengkonversi IP menjadi LP biasa 2. Menyelesaikan model LP yang direlaksasi dan mengidentifikasi titik optimum yang
kontinu (yang bernilai pecahan) 3. Dimulai dari titik optimum yang kontinu, dengan menambahkan kendala khusus
berturut-turut yang dapat memaksa titik optimum dari hasil model LP ke arah pembatasan integer yang diinginkan.
Ada dua metode umum yang digunakan untuk menghasilkan kendala khusus yang memaksa titik optimum dari LP yang direlaksasi ke arah solusi integer yang diinginkan, yakni metode :
a. Cutting plane b. Branch and bound
2.2 Metode Branch and Bound Salah satu metode yang dapat digunakan dalam menyelesaikan persoalan program integer (IP) adalah metode Branch and Bound. Menurut Winston (2000) metode branch and bound adalah suatu metode mencari solusi optimal dari suatu persoalan IP dengan mengenumerasi titik-titik dalam daerah fisibel dari suatu subpersoalan. Pada metode branch and bound berlaku :
1. Jika pencabangan dari suatu subpersoalan tidak diperlukan maka subpersoalan itu adalah fathomed. Ada tiga situasi yang menyebabkan suatu subpersoalan fathomed Terukur), yaitu :
Universitas Sumatera Utara

7
a. Apabila subpersoalan itu tidak fisibel b. Apabila subpersoalan itu memberikan solusi optimal dimana seluruh vari-
abelnya berharga bilangan bulat c. Apabila nilai Z optimasi untuk subpersoalan itu tidak lebih baik dari nilai Z
optimal (dalam persoalan maksimal berarti nilai Z optimal dari subpersoalan itu tidak lebih besar daripada batas bawah yang telah diperoleh)
2. Suatu subpersoalan dapat diabaikan (dieliminasi dari pertimbangan selanjutnya) apabila subpersoalan itu berada dalam situasi berikut : a. Tidak fisibel b. Batas bawah (LB) (menyatakan nilai Z dari calon solusi terbaik) sekurangkurangnya berharga sama dengan nilai Z dari subpersoalan yang bersangkutan
Menurut Winston (2004), dikatakan terukur jika terdapat kondisi sebagai berikut:
1. Subpersoalan menghasilkan solusi tak fisibel, sehingga tidak dapat menghasilkan solusi optimal bagi IP
2. Subpersoalan tersebut menghasilkan suatu solusi optimal dengan semua variabelnya bernilai integer. Jika solusi optimal ini mempunyai nilai fungsi objektif yang lebih baik daripada solusi fisibel yang diperoleh sebelumnya, maka solusi ini menjadi kandidat solusi optimal dan nilai fungsi objektifnya menjadi batas bawah nilai fungsi objektif optimal bagi masalah IP pada saat itu. Bisa jadi subpersoalan menghasilkan solusi optimal untuk masalah IP.
3. Nilai fungsi objektif optimal untuk subpersoalan tersebut tidak melebihi (untuk masalah maksimisasi) batas bawah saat itu, maka subpersoalan ini dapat dieliminasi.
Universitas Sumatera Utara

8 2.3 Algoritma Branch and Bound untuk Program Integer Dalam banyak usaha pemecahan permasalahan program integer campuran (atau permasalahan optimasi diskrit lainnya, misalnya pedagang keliling, penjadwalan job shop) metode branch and bound paling berhasil diterapkan hingga saat ini. Misal permasalahan ini disebut P0. Langkah pertama adalah untuk memecahkan masalah LP ’berkelanjutan’ diperoleh dengan mengabaikan kendala integralistik. Jika pada solusi optimal, satu atau lebih dari variabel-variabel bilangan bulat berubah menjadi non-integer, pilih salah satu variabel tersebut dan menggunakannya untuk membagi soal yang diberikan P0 menjadi dua ’sub-masalah’ P1 dan P2. Misalkan variabel yang dipilih adalah yj dan mengambil nilai non-integral βj di optimalkan terus menerus. Kemudian P1 dan P2 didefinisikan sebagai berikut: P1 ≡ P0 dengan penambahan kendala yj ≤ ⌊βj⌋ P2 ≡ P0 dengan penambahan kendala yj ≥ ⌊βj + 1⌋
Setiap solusi untuk P0 adalah juga solusi untuk P1 atau P2 dan sehingga P0 dapat diselesaikan dengan menyelesaikan P1 dan P2. Dilanjutkan dengan memecahkan permasalahan LP terkait dengan P1 dan P2. Kemudian pilih salah satu masalah dan jika perlu membaginya menjadi dua sub-masalah seperti yang dilakukan dengan P0. Prinsip branch and bound diillustrasikan dalam gambar 2.1 berikut ini.
Gambar 2.1 Prinsip branch and bound
Universitas Sumatera Utara

9
Proses ini dapat dilihat sebagai pembangunan sebuah pohon biner dari submasalah yang untuk terminal node yang sesuai dengan permasalahan yang masih harus diselesaikan. Dalam perhitungan yang sebenarnya, satu menyimpan daftar masalah yang belum terpecahkan dimana masalah utama telah terpecahkan. Satu juga menyimpan catatan nilai MIN tujuan solusi integer terbaik yang ditemukan sejauh ini.
Langkah 0: Awalnya, persoalan terdiri dari masalah awal P0. Masukkan MIN sama dengan salah satu nilai dari beberapa solusi bilangan bulat yang diketahui, atau jika salah satu tidak memberikan hasil pada beberapa batas atas dihitung dari data awal, jika tidak ada kemungkinan adalah tidak mungkin menempatkan MIN. Memecahkan masalah LP terkait dengan P0. Jika solusi memiliki nilai integer untuk semua variabel bilangan bulat maka akhiri, jika tidak
Langkah 1: Hapus masalah P dari daftar yang nilai fungsi tujuan optimal x0 lebih besar dari MIN. Jika tidak ada masalah akhiri. Solusi bulat terbaik yang ditemukan sejauh ini adalah optimal. Jika tidak ada ditemukan, maka permasalahan adalah tidak layak.
Langkah 2: Di antara variabel integer dalam masalah P dengan nilai-nilai non-integer dalam solusi optimal terus menerus untuk P , pilih satu untuk percabangan. Biarkan variabel ini menjadi yp dan biarkan nilai tersebut dalam solusi seterusnya menjadi β.
Langkah 3: Buat dua masalah baru P ′ dan P ′′ dengan menambahkan pembatasan ekstra masing-masing yp ≤ β dan yp ≥ β + 1. Selesaikan masalah LP terkait dengan P ′ dan P ′′ dan menambahkan masalah ini ke dalam daftar. Jika solusi bilangan bulat baru dan lebih baik ditemukan, simpan dan memperbarui MIN. Masalah LP baru tidak harus dipecahkan dari awal tetapi dapat kembali dioptimalkan dengan menggunakan algoritma ganda (atau secara parametris mengubah batasan pada yp). Jika selama re-optimasi dari persoalan LP, nilai fungsi tujuan melebihi MIN masalah ini dapat diabaikan. Kembali ke langkah 1.
Universitas Sumatera Utara

10

Jika dianggap bahwa setiap variabel integer dalam P0 memiliki batas atas terbatas (sama dengan beberapa nilai besar untuk variabel nominal yang tak terbatas) maka algoritma harus berhenti pada akhirnya, karena sebagai salah satu hasil yang lebih rendah, pohon dari masalah batas-batas pada variabel semakin ketat dan ketat, dan ini akhirnya akan menjadi tepat jika solusi LP tidak pernah integer.
Perhatikan contoh berikut:

Maksimumkan Z = −7x1 − 3x2 − 4x3

Kendala :

x1 + 2x2 + 3x3 − x4 = 8 3x1 + x2 + x3 − x5 = 5 x1, x2, . . . , x5 ≥ 0 dan integer

(2.1) (2.2) (2.3)

Penyelesaian :
Awalnya persoalan ini diselesaikan sebagai persoalan LP. Solusi optimal LP adalah x1 = 2/5, x2 = 19/5, x3 = x4 = x5 = 0 dengan Z¯0 = [−71/5] = −15.
Selanjutnya P0 dipisahkan pada x1 atau x2 dan pilih sembarang x2. Hasilnya ditunjukkan pada gambar 2.2 berikut :

Gambar 2.2 Calon solusi 1 Solusi optimal dari LP pada node 1 adalah x1 = 1/2, x2 = 3, x3 = 1/2, x4 = x5 = 0 dengan Z¯1 = [−29/2] = −15. Ini tidak merubah batas. Pencabangan dipilih pada node 1 dengan memilih x1. Hasilnya dinyatakan dalam gambar 2.3 berikut:
Universitas Sumatera Utara

11
Gambar 2.3 Calon solusi 2 Dengan mengambil pencabangan sebelah kiri dan menyelesaikan LP-nya, diperoleh solusi yang semuanya integer : x1 = 0, x2 = 3, x3 = 2, x4 = 4, x5 = 0 dengan Z¯1 = −17. Selanjutnya batas bawah baru Z0 = max {z1}=-17. Node 3 difathom dan kembali ke node 4. Hasilnya diperoleh Z¯4 = −18 < z0, maka node 4 difathom. Kembali ke node 2. Solusi optimal dari LP-nya x1 = 1/3, x2 = 4, x3 = 0,x4 = 1/3,x5 = 0 dengan Z¯2 = [−43/3] = −15. Pencabangan dipilih pada x1 dan hasilnya terlihat pada gambar 2.4 berikut:
Gambar 2.4 Calon solusi 3 Pada node 5, solusi optimal dari LP-nya semuanya integer dan Z5 = −15. Selanjutnya Z0 = max {z5}=-15 dan node 5 dan 6 difathom. Sebuah solusi optimal diberikan dengan solusi pada node 5 : x1 = 0, x2 = 5, x3 = 0, x4 = 2, x5 = 0 dan Z = −15.
Universitas Sumatera Utara

12
Sementara Baravukaite dan Ciegis (2007), memberikan algoritma branch and bound sebagai berikut :
Algoritma BnB() begin
(1) cover solution space D by L = Lj |D ⊆ Ujm=1Lj using covering rule (2) S = ∅, U B(D) = ∞ (3) while (subspace list is not empty L = ∅) do (4) choose I ∈ L using selection rule, exclude I from L (5) if (LB(I) ⊂ U B(D) + ǫ (6) Branch I into p subspace Ij using branching rule (7) for all (Ij, j = 1, 2, . . . , p) do (8) find U B(Ij ∩ D) and LB(Ij) using branching rules (9) U B(D) = min(U B(D), U B(Ij ∩ D)) (10) if (LB(Ij) < U B(D) + ε) (11) if (Ij is a possible solution) then S = Ij (12) else L = LU {Ij} (13) end if (14) end if (15) end for (16) end if (17) end while
Universitas Sumatera Utara

13
end AlgoritmaBnB
Dimana L menunjukkan sebagai calon himpunan, S adalah solusi, UB (Di) dan LB (Di) menunjukkan sebagai batas atas dan batas bawah untuk nilai minimum dari fungsi objektif atas sub ruang Di.
Baravukaite dan Ciegis (2007)mendeskripsi dari sebuah template baru ke algoritma parallel branch and bound. Kelas C++ untuk semua langkah utama algoritma BnB termasuk banyak contoh untuk seleksi, estimasi bound dan langkah-langkah pencabangan.

2.4 Kelayakan Program Integer Masalah kelayakan program integer linier murni (FILP) adalah untuk
{x ∈ Z+n |Ax = a}

(2.4)

dimana A ∈ Zm×n, a ∈ Zm, dan A diasumsikan matriks memiliki peringkat tertinggi. Jika tidak, maka baris linier dari A akan dihapus (Mehrotra dan Li 2004).

Masalah kelayakan program integer linier campuran (FMILP) adalah untuk

x = xxzc , xz ∈ Z+n , xc ∈ Rn+¯ |Rx = r

(2.5)

dimana R mempunyai bentuk R =

B:C A:0

,r=

b a

, B ∈ Zm¯ ×n¯ dan C ∈ Zm¯ ×n¯.

Kolom A sebagai variabel integer, dan kolom C sebagai variabel riil. Tanpa menghilangkan asumsi umum bahwa matriks C memiliki peringkat tertinggi. Jika hal ini tidak terjadi, maka dimiliki π sedemikian rupa sehingga πT C = 0, memungkinkan untuk menghapus kendala untuk setiap πi = 0, dan menggantinya dengan kendala πT B = πT b.

Superscript T merupakan transpose dari vektor atau matriks. Untuk x ∈ Rn, x

merupakan norm l2, dan x Q merupakan norm ellipsoid xT Qx. Range space dari ma-

triks Am×n, diwakili oleh R(A). Null space A diwakili oleh N (A) = {p ∈ Rn|Ap = 0}.

Diberikan B = {b1, . . . , bk}, L(B) = x ∈ Rn|x =

k i=1

Zbi

adalah lattice yang diha-

silkan oleh vektor kolom bi, i = 1, . . . , k. Dual dari A didefinisikan sebagai himpunan

Universitas Sumatera Utara

14

A⊥ = z ∈ Rn|Az = 0, zT x ∈ Z, untuk semua x ∈ A .

Suatu lattice K∗(AT ) disebut adjoin lattice dari A jika untuk setiap basis Z dari A ada sebuah basis Z∗ dari K∗(AT ) sehingga

ZTZ∗ = I

(2.6)

Adjoint lattice adalah integral jika setiap anggotanya integral.

Proposisi 2.1 (Mehrotra dan Li, 2004)

Misal Z˜ adalah basis dari lattice A. Maka terdapat matriks integral Z˜∗ sedemikian

rupa sehingga

Z˜∗T Z˜ = I

(2.7)

Mehrotra dan Li (2004) membuktikan dengan mengasumsikan sebuah basis Z dari A
dipenuhi dari perhitungan HNF dari A, dan Z∗ terbentuk seperti yang diuraikan diatas. Karena Z dan Z˜ adalah basis untuk A dimiliki sebuah matriks unimodular V sehingga Z˜ = ZV . Ambil Z˜∗ = Z∗V −T . Sejak V adalah unimodular, V −T juga unimodular.

2.5 Algoritma Pencabangan Hyperplane

Menurut Mehrotra dan Li (2004) masalah persoalan percabangan hyperplane ε(w, Q) adalah untuk menyelesaikan masalah minimasi :

min W (u, ε(w, Q)) atau ekivalen min W (u, ε(0, Q))

u∈A∗ \0

u∈A∗\0

(2.8)

dimana ε(0, Q) = x ∈ Rn| x Q ≤ 1, Ax = 0 .

Adjoint kisi adalah paling sederhana untuk menghasilkan percabangan hyperplanes dalam ruang asli. Untuk sebuah kisi A∗, sejak A∗ ⊕ L(AT ) adalah juga merupakan adjoint kisi, memungkinkan seseorang untuk mengurangi unsur-unsur sebelum A∗ melakukan perhitungan apapun. Numerik ini menguntungkan terutama ketika menambahkan pencabangan hyperplane pada kendala yang ada.

Sedangkan, menurut Lenstra (1983) menghasilkan pencabangan hyperplane sebagai produk sampingan dari perhitungan pembulatan setelah menemukan pembulatan ellipsoidal dan pengurangan basis-LLL.

Universitas Sumatera Utara

BAB 3 PEMBAHASAN
Dalam bab ini akan dibahas tentang permasalahan dalam program interger linier campuran, penemuan pencabangan hyperplane pada program integer campuran, dan pembulatan matriks pusat.
3.1 Permasalahan Program Integer Linier Campuran Permasalahan program integer linier campuran, oleh Mehrotra dan Li (2004) ditunjukkan dalam bentuk berikut, misalkan
P¯ = {x ∈ Rn+n¯|x ≥ 0, Rx = r} ,
Pˆ = {x ∈ Rn+n¯|x ≥ 0, Bxz + Cxc = d} .
Diketahui, P¯ = Pˆ ∩ {xz ∈ Rn|Axz = a}. Untuk himpunan C di Rn+n¯ , misalkan
P rojxz (C) = {xz ∈ Rn |ada sebuah xc ∈ Rn¯ sehingga (xz, xc) ∈ X }
Menurut Mehrotra dan Li (2004), permasalahan menemukan solusi layak dari P¯ adalah setara dengan menemukan solusi layak dalam P rojxz (P¯). Melalui proposisi berikut menunjukkan bahwa kendala kesetaraan Axz = a dipertahankan dalam perhitungan proyeksi himpunan. Proposisi 3.1 (Mehrotra dan Li, 2004)
P rojxz (P¯) = P rojxz (Pˆ) ∩ {xz ∈ Rn|Axz = a} Menurut (Mehrotra dan Li, 2004) perhitungan eksplisit dari P rojxz (P¯) seperti yang diusulkan oleh Lenstra (1983) tidak praktis, dan dapat menghasilkan jumlah yang eksponensial dari kendala-kendala. Dalam hal ini, standar metode log-barrier memungkinkan tidak lagi menghasilkan polinomial perkiraan-γ dari P rojxz (P¯).
15
Universitas Sumatera Utara

16

3.2 Menemukan Pencabangan Hyperplane untuk Kasus Integer Campuran
Lemma berikut memberikan cara untuk menghitung lebar himpunan polyhedral sepanjang arah yang menarik tanpa menghitung proyeksi dari P¯.
Lemma 3.1 (Mehrotra dan Li, 2004) Misalkan Z, Z∗ memenuhi ZT Z∗ = I sebagai basis untuk masing-masing Λ dan Λ∗, dimana Λ adalah kernel lattice dari A dan Λ∗ adalah adjoint lattice dari A. Untuk setiap u ∈ Zn,

max
x∈P¯

uT xz



min
x∈P¯

uT

xz

=

W(u, P rojxz (P¯))

Selain itu, untuk setiap u ∈ Zn, ada u∗ ∈ Λ∗ sehingga

max
x∈P¯

u∗T xz



min
x∈P¯

u∗T

xz

=

W(u, P rojxz (P¯))

Bukti : Mehrotra dan Li (2004) membuktikan sebagai berikut: Bagian pertama dari Lemma ini dengan mengingat (xˆz, xˆc) ∈ P¯, jika dan hanya jika xˆz ∈ P rojxz (P¯), dan nilai-nilai obyektif dalam P¯ dan P rojxz (P¯) adalah sama.
Misalkan U = [UA : Z] adalah sebuah matriks unimodular yang memenuhi AU = [H : O], dimana H adalah bentuk Hermite normal dari A. Misalkan U −T = [UA∗ : Z∗]. Jelas, U T U −T = I, maka ZT UA∗ = 0. Sejak U adalah matriks unimodular, maka U −T juga matriks unimodular, karena itu adalah basis untuk Zn.
Oleh karena itu, untuk setiap u ∈ Zn, dimiliki vektor bilangan bulat p∗ ∈ Zk dan q∗ ∈ Zn−k sehingga u = Z∗p∗+UA∗ q∗. Untuk setiap x ∈ P¯, menyatakan xz = v + Zy untuk beberapa y ∈ Rk, dan v memenuhi Av = a. Oleh karena itu, xTz u = xTz (Z∗p∗ + UA∗ q∗) = (v + Zy)T (Z∗p∗ + UA∗ q∗) = xTz Z∗p∗ + vT UA∗ q∗. Jika xmax(xmin) adalah persoalan maksimasi (minimasi) dari bentuk maxx∈P¯ uT xz minx∈P¯ uT xz , maka uT ((xmax)z −(xmin)z) = (Z∗p∗)T ((xmax)z −(xmin)z), karena itu u∗ = Z∗p∗ adalah vektor yang diinginkan.

Universitas Sumatera Utara

17

Sebagai konsekuensi Lemma 3.1 merumuskan permasalahan menemukan arah tip-

is dari kisi Λ∗. Misalkan E(w, Q) = x ∈ Rn+n¯| x − w Q ≤ 1,

Rx = r} menjadi

ellipsoid dinyatakan dalam P¯ dan E(w, Q) ⊆ P¯ ⊆ E(w, Q/γ), dimana γ adalah para-

meter pendekatan.

Permasalahan menemukan percabangan hyperplane bagi ellipsoid E(w, Q) adalah

min Q−1/2
u∈Λ∗ \0

u 0

PRQ−1/2

(3.1)

Maka, dapat menggunakan algoritma LLL-dan variannya bersama-sama dengan algo-

ritma GBR untuk menghitung u yang cocok seperti dalam kasus PILP, dengan perbe-
daan bahwa perhitungan dilakukan dengan menggunakan proyeksi matriks PRQ−1/2 yang berbeda dan pendekatan-nya. Pembahasan tentang aproksimasi Z∗ dengan ZF mana
F adalah himpunan dari variabel bilangan bulat pecahan pada solusi optimum dari

masalah relaksasi terus berlaku.

3.3 Pembulatan Matriks Pusat

Misalkan wz menjadi komponen variabel integer dan wc menjadi komponen variabel kontinu. Misalkan v menjadi solusi sehingga Rv = r, dimana v = vv¯zc , vz ∈ Zn dan vc ∈ Rn¯. Jelas vz memenuhi Avz = a. Sejak wz − vz ∈ N (A), maka wz − vz = Zζz
untuk beberapa ζz ∈ Rk. Kemudian ζz = vz + Z|ξz| adalah solusi bilangan bulat yang
memenuhi Axz = a. Dibangun solusi v¯ = (v¯z, v¯c) dari Rv = r dengan membiarkan v¯c
menjadi solusi untuk masalah :

min xc

xv¯zc

T
−w Q

xv¯zc

−w

s.t.Bv¯z + Cxc = b.

(3.2)

Jika v¯ memenuhi w − v¯ Q ≤ 1, maka solusi layak ditemukan. Jika tidak, ditunjukkan bahwa ada arah tipis dalam adjoin kisi Λ∗. Proposisi berikut menunjukkan
bahwa ellipsoid dalam ruang asli diproyeksikan menjadi ellipsoid dalam ruang bilangan
bulat murni.

Universitas Sumatera Utara

18

Proposisi 3.2 (Mehrotra dan Li, 2004)

Misalkan Q =

Qz QzTc

Qzc Qc

. Maka P rojxz (E(w, Q)) = E˜(wz, Q˜), dimana E˜(wz, Q˜) =

xz ∈ Rn| xz − wz Q˜ ≤ 1, Axz = a dan Q˜ = Qz − QzcQ−c 1QTzc + (B − CQ−c 1QTzc)T

(CQ−c 1CT )−1(B − CQc−1QTzc)

Bukti :

Mehrotra dan Li membuktikan; misal w = 0, maka wz = 0. Karena baris dalam himpunan asli diproyeksikan ke baris, batas P rojxz (E(0, Q)) adalah sebuah ellips yang didefinisikan oleh Q˜. Untuk setiap xz yang diberikan memenuhi Axz = 0, pertim-
bangkan masalah optimasi berikut :

max ρ
ρ≥0,xc

(3.3)

s.t.

ρxxcz T

Qz Qzc QzTc Qc

ρxxcz

ρBxz + Cxc = 0

≤1

(3.4) (3.5)

Solusi dari persamaan adalah dalam batasan dari E(0, Q). Berikut ditunjukkan bahwa ρ∗xz adalah batas dari E˜(0, Q˜). Sebuah solusi optimal (xc∗, ρ∗, λ∗, µ∗) dari persamaan (3.3-3.4) memenuhi kondisi optimal KKT :
λ∗(2ρ∗QTzcxz + 2Qcx∗c) + CT u∗ = 0, −1 + λ∗(2ρ∗(xzT Qzxz) + 2xzT Qzcx∗c ) + µ∗T Bxz = 0,
(ρ∗xz)T Qz(ρ∗xz) + 2ρ∗xzT QzTcx∗c + xc∗T Qcxc∗ = 0, ρ∗Bxz + Cx∗c = 0,
dimana λ∗ dan µ∗ adalah pengganda Langrange sesuai dengan masing-masing kendala 3.4 dan 3.5. ρ∗xz memenuhi kondisi KKT :
(ρ∗xz)T Q˜(ρ∗xz) = 1, Axz = 0,

Karena wz adalah proyeksi w, dan karena baris dalam ruang asli adalah proyeksi untuk garis, E˜(wz, Q˜) dan E˜(w, Q˜/γ) seperti tertulis dan yang melingkupi ellipsoid dari P rojxz (P¯), yaitu :
E˜(w, Q˜) ⊆ P rojxz (P˜) ⊆ E˜(wz, Q˜/γ)

Universitas Sumatera Utara

19

Oleh karena itu, sebuah pendekatan-γ dari P rojxz (P¯) tersedia. Log penghalang untuk pusat analitik Hessian, dalam kasus terburuk γ = n+n¯. Lebih buruk dari kemungkinan γ = n saat P rojxz (P¯) dihitung secara eksplisit, dan kemungkinan γ = n − m jika dianggap himpunan berdimensi lengkap dengan menghilangkan kendala kesetaraan.

Dari Proposisi 3.2 pemeriksaan kelayakan dari v˜ dapat dilakukan dengan memeriksa apakah vz dalam E˜(wz, Q˜). Dan sebaliknya.

Colorally 3.1 (Mehrotra dan Li, 2004)
Jika wz − vz Q˜ ≤ 1, maka dengan menyelesaikan persamaan (3.2) diperoleh wz − v˜ Q˜ ≤ 1. Selanjutnya, jika wz − v˜ Q˜ > 1 maka wz − v˜ Q˜ > 1.

Menggunakan proposisi 3.2 dan mengikuti argumen dalam lemma 3.1, dapat di-

tunjukkan bahwa

W(u, E˜(wz, Q˜)) = W

u 0

, E(w, Q)

untuk setiap u ∈ Zn. Oleh karena itu, masalah menemukan pencabangan hyperplane

(3.1) setara dengan memecahkan

min Q˜−1/2u

u∈Λ∗\0

PAQ˜ −1/2

(3.6)

Jika v¯ dibangun pada persamaan (3.2) adalah bukan merupakan solusi yang layak, maka pencabangan hyperplane yang baik dapat diperoleh dengan menyelesaikan (3.1).

Teorema 3.1 (Mehrotra dan Li, 2004) Misalkan Q˜1/2Z menjadi pengurang basis LLL. Jika v¯ memenuhi w − v¯ Q > 1. Maka ada sebuah arah pencabangan u ∈ K∗(A)T sehingga

W

u 0

, P¯

√ ≤ γ(3/ 2)k

Khususnya, satu dari u diberikan oleh Z∗ej, dimana j = argmin PAQ˜1/2 Q˜ −1/2Z ∗.

Z¯j∗

dan Z˜∗ =

Bukti :

Dari Colorally 3.1 W u, P rojxz (P¯)

dan w − v¯ √
≤ γ(3/ 2)k

Q > 1, dimiliki wz − vz untuk u = Z∗ej, dimana


j

> =

1. Teorema menunjukkan argmin Z¯j∗ . Dengan

menggunakan proposisi 3.1 dimiliki W

u 0

, P¯

= W u, P rojxz (P¯) .

Universitas Sumatera Utara

20

Teorema 3.1 dan pembangunan prosedur pembulatan dapat memberikan kesan bahwa perlu menghitung Q˜, dan secara terpisah pengurang-LLL Q˜1/2Z perlu dihitung. Proposisi berikut menunjukkan bahwa basis tersebut tersedia Z∗ dihasilkan untuk lebar
minimum permasalahan (3.1).

Proposisi 3.3 (Mehrotra dan Li, 2004)

Misalkan Z menjadi basis dari Λ, dan Z∗ menjadi basis dari adjoint lattice A memenuhi

ZT Z∗ = I. Diasumsikan bahwa vektor dari PAQ˜1/2Q˜−1/2

Z∗ 0

adalah pengurang-2.

Maka, vektor Q˜1/2Z adalah pengurang-2 dalam urutan terbalik.

Bukti : Dari Lemma 3.1 bagian (2) dimiliki
W(u, E˜(wz, Q˜)) = W

u 0

, E(w, Q)

karenanya, norm Q−1/2 Z0i∗

=
PRQ−1/2

Q˜ −1/2Zi∗

.
PAQ˜ −1/2

P Q−1/2 RQ−1/2

Z∗ 0

memberikan pengurang-2 PAQ˜1/2Q˜−1/2Z∗.

Karena pengurang-2 Setelah pengurang-2

Z dihitung, dalam rangka untuk menghitung ukuran pengurang Q˜1/2Z dapat dibentuk

ZT Q˜Z, dan bekerja dengan faktor Choleskynya. Perhitungan ZT Q˜Z membutuhkan

pengerjaan dengan invers dari Qc atau CQ1CC. Dalam kasus linier Qc adalah matriks diagonal, dan perhitungan dengan CQc−1C adalah perhitungan titik interior standar.

Universitas Sumatera Utara

BAB 4 KESIMPULAN DAN SARAN
4.1 Kesimpulan
Berbagai permasalahan besar kehidupan nyata yang berbeda dalam praktek dirumuskan sebagai permasalahan optimasi bilangan bulat. Jumlah dan ukuran meningkat terus menerus. Terlepas dari kenyataan, bahwa produktivitas algoritma yang tepat dirancang untuk memecahkan permasalahan bilangan bulat telah jauh meningkat selama beberapa tahun terakhir, sangat sering tidak dapat diterapkan untuk memecahkan permasalahan praktis dari ukuran menengah dan besar karena waktu operasional berlebihan dan persyaratan memori.
Penyelidikan teoritis dan algoritmik juga diterbitkan yang dikhususkan untuk permasalahan kombinatorial atau biner. Akibatnya, prosedur heuristik yang paling luas untuk memperoleh solusi awal yang cocok, evaluasi calon-solusi, cutting planes, strategi pencarian khusus, dll, terintegrasi dalam produk pemrograman komersial, efektif untuk permasalahan dengan variabel 0-1 atau permasalahan yang memiliki struktur khusus.
Solusi dari permasalahan bilangan bulat dalam kasus umum masih jauh lebih sulit. Metode hibrid adalah alat yang menjanjikan, karena menggabungkan fitur terbaik dari metode yang berbeda (teknik yang tepat atau metaheuristik) dalam mode saling melengkapi (Bertacco, et. al (2007), Hansen, et. al (2006)). Sejak memperoleh solusi layak baik dalam waktu yang wajar benar-benar memuaskan untuk banyak permasalahan praktis, pengembangan algoritma heuristik, memiliki komputasi kompleksitas polinomial, masih menjadi permasalahan hari ini.
Banyak permasalahan ukuran besar yang nyata dapat tidak diselesaikan dengan algoritma yang tepat karena komputasi eksponensial kompleksitas. Dalam kasus seperti ini, satu-satunya cara adalah penggunaan algoritma perkiraan waktu polynomial.
21
Universitas Sumatera Utara

22 4.2 Saran Meskipun uraian di atas dari penemuan ini telah ditunjukkan dan dijelaskan dengan mengacu pada perwujudan dan aplikasi tertentu, telah disajikan untuk tujuan ilustrasi dan deskripsi dan tidak dimaksudkan untuk menjadi pelengkap atau untuk membatasi penemuan ini pada perwujudan tertentu dan pengungkapan aplikasi. Maka akan jelas bagi yang memiliki ketrampilan dalam bidang sejumlah perubahan, modifikasi, variasi, atau perubahan dengan penemuan seperti yang dijelaskan di sini mungkin dibuat, tidak ada yang berangkat dari semangat atau ruang lingkup dari penemuan ini.
Perwujudan tertentu dan aplikasi yang dipilih dan dijelaskan untuk memberikan ilustrasi terbaik dari prinsip-prinsip penemuan dan aplikasi praktis untuk sehingga memungkinkan salah satu ahli di bidangnya untuk memanfaatkan penemuan ini dalam berbagai perwujudan dan dengan berbagai modifikasi yang cocok untuk penggunaan tertentu. Semua perubahan, modifikasi, variasi, dan perubahan karenanya harus dilihat sebagai dalam lingkup penemuan ini seperti ditentukan oleh klaim ketika ditafsirkan sesuai dengan luasnya yang cukup berhak, secara hukum, dan adil.
Universitas Sumatera Utara

DAFTAR PUSTAKA
Aardal K dan A. K. Lenstra. 2004. Hard Equality Constrained Integer Knapsacks, Mathematical of operational Research, 29(3), 724–738.
Arora, S,. dan B. Barak. 2009. Computational Complexity: A Modern Approach. Cambridge University Press.
Barvykaite, M. dan R. Ciegis. 2007. ”An Implementation of a Parallel Generalized Branch and Bound Template”, Mathematical Modelling and Analysis, 12:3, 277– 289.
Bertacco, L., M. Fischetti, A. Lodi. 2007. A Feasibility Pump Heuristic for General Mixed-Integer Problems. -Discrete Optimization, Vol. 4, 2007, No 1, 63–76.
Chen, D., R. G. Batson, Y. Dang. 2010. Applied Integer Programming: Modelling and Solution. John Wiley & Son.
Gao L. dan Y. Zhang. 2002. Computational Experience with Lenstra’s Algorithm”, TR02–12, Department of Computational and Applied Mathematics, Rice University.
Genova, K. dan Vassil Guliashki. 2011. ”Linear Integer Programming Methods and Approaches”. Cybernatics and Imformation Technologies, vol 11.
Hansen, P., N. Mladenovic, D. Urosevic.2006. Variable Neighborhood Search and Local Branching. Computers & Operational Research, Vol. 33, 2006, No 10, 3034–3035.
Lenstra H.W. 1983. Integer programming with a Fixed number of variables,” Mathematics of Operations Research, 8(4), 538–548.
Mehrotra S. dan Z. Li. 2004. On Generalized Branching Methods for Mixed Integer Linier Programming, Technical Report 2004-15, Dept. ofIE/MS, Northwestern University, Evanston, IL60208.
Rao, SS. 1984.”Optimazation: Theory and Aplications”, Second edition, San Diago State University, USA.
Winston,L.W. 2000.Operation Research: Application and Algorithm, third edition, Wadewort Publishing Company, Belmont California.
Wolsey, L. 1998. Integer Programming - In:Wiley - Interscience Series in Discrete Mathematics and Optimization. John Wiley & Sons, Inc.
23
Universitas Sumatera Utara