Bahan Tugas PAI



Adanya peralihan sistem kepemimpinan dari kekhalifahan menjadi kerajaan
Peralihan sistem dari suatu sistem khilafah ke kerajaan bermula dari masa
khalifah Usman. Yang mana berliau mengangkat sanak kerabatnya untuk
menduduki jabatan-jabatan penting dalam masa pemerintahannya
sebagaimana sistem kerajaan. Hingga akhirnya timbullah gerakan
pemberontak dari masyarakat sebagai rasa kecewa akibat kebijakankebijakan Usman yang menyelimpang dari kebijakan yang semestinya ia
lakukan sebagai khalifah bukan kerajaan, dan khalifah usman pun terbunuh.
Hingga ke kekhlifahanya di gantikan oleh Ali, seyogyanya Ali ingin
meluruskan kebijakan kembali ke khalifahan yang semestinya, akan tapi
keretakan-keretakan yang timbul telah terlanjur mendorong berubahnya
sistem khalifah ke kerajaan. Hingga murni yang berdiri dan di tegakkan
adalah sistem kerajaan pada masa Mu’awiyah.



Pertentangan faham (muktajilah, asy-ariyah, qodariyah, jabariyah, sunni, dan
jil
JIL: yaitu Islam yang menekankan kebebasan pribadi dan pembebasan dari struktur sosial-politik
yang menindas. "Liberal" di sini bermakna dua: kebebasan dan pembebasan. Jaringan Islam Liberal

percaya bahwa Islam selalu dilekati kata sifat, sebab pada kenyataannya Islam ditafsirkan secara
berbeda-beda sesuai dengan kebutuhan penafsirnya. Jaringan Islam Liberal memilih satu jenis tafsir,
dan dengan demikian satu kata sifat terhadap Islam, yaitu "liberal". Untuk mewujudkan Islam Liberal,
kami membentuk Jaringan Islam Liberal (JIL).

Muktajilah: adalah salah satu aliran dalam Islam yang banyak terpengauruh
dengan filsafat barat dan cenderung pada rasio. Bahkan menjadikan akal
sebagai panglima. Nash-nash Al-Qur'an diterjemahkan dan diterangkan
sesuai dengan kemauan aqal dan hawa nafsunya. Maka banyak pendapatpendapatnya yang menyimpang. Seperti, sebagian mereka tidak mewajibkan
jilbab bagi perempuan, pendapat bahwa rakun Iman hanya 5, Keyakinan
bahwa Al-Qur'an itu mahluk, bolehnya imam perempuan dalam sholat,
menolak poligami, menolak hukum pidana dalam Islam, tidak mempercayai
adzab kubur dll.
Asy-Ariyah:
banyak bergantung pada otoritas kekuasaan Allah (wahyu), yang mana wahyu sebagai sumber pendidikan.
Dengan begitu, dalam kehidupan manusia, akal hanya sebagai pembenaran terhadap wahyu, namun
manusia tetap mempunyai andil dalam menentukan kehidupannya.
Qodariyah: tersebut berpendirian bahwa manusia tidak mempunyai kemerdekaan dalam menentukan
kehendak dan perbuatannya, semuanya terpasung oleh kekuasaan mutlak Tuhan, namun ajarannya
tentang kemakhlukan al-Quran dalam perspektif penididkan Islam menjadi pola pikir yang sangat rasional

dikarenakan lafdzi merupakan bentuk kemakhlukan dari firman Tuhan
Jabariyah: beranggapan bahwa perbuatan-perbuatan diciptakan Tuhan di dalam diri manusia, tanpa ada
kaitan sedikit pun dengan manusia, tidak ada kekuasaan, kemauan dan pilihan baginya. Manusia sama
sekali tidak mampu untuk berbuat apa-apa, dan tidak memiliki daya untuk berbuat. Manusia bagaikan
selembar bulu yang diterbangkan angin, mengikuti takdir yang membawanya. Manusia dipaksa, sama
dengan gerak yang diciptakan Tuhan dalam benda-benda mati.
Sunni: adalah mereka yang senantiasa tegak di atas Islam berdasarkan Al Qur'an danhadits yang

shahih dengan pemahaman para sahabat, tabi'in, dan tabi'ut tabi'in. Sekitar 90% umat Muslim sedunia
merupakan kaum Sunni, dan 10% menganut aliran Syi'ah.


Masuknya adat istiadat dan ajaran –ajaran yang bukan berasal dari islam sehingga penganutnya
melakukan penyimpangan-penyimpangan seperti Khurafat, takhayul, bid’ah
Khurafat: diartikan sebagai cerita-cerita yang mempesonakan yang dicampuradukkan dengan
perkara dusta, atau semua cerita rekaan atau khayalan, ajaran-ajaran, pantangan, adat-istiadat,
ramalan-ramalan, pemujaan atau kepercayaan yang menyimpang dari ajaran Islam
misalnya, meyakini kuburan orang saleh dapat memberikan berkah, memuja atau memohon

kepada makhluk halus (jin), meyakini sebuah benda –tongkat, keris, batu, dll.—memikiki kekuatan

ghaib yang bisa diandalkan, dan sebagainya.
-

Takhayul: adalah kepercayaan terhadap perkara ghaib, yang kepercayaan itu hanya didasarkan pada
kecerdikan akal, bukan didasarkan pada sumber Islam, baik al-Qur’an maupun al-hadis. Misalnya,
seorang menyembah kepada pohon, batu atau benda keramat lainnya, mereka beralasan menyembah
batu, pohon, keris dan lain sebagainnya untuk mendekatkan diri kepada Allah (Taqarrub) atau karena
benda-benda tersebut memiliki ke-digdaya-an (baca: kesaktian) yang mampu menolak suatu bencana
atau mampu mendatangkan sebuah kemaslahatan.

-

Bid’ah: adalah suatu amalan yang diada-adakan atau menambah amalan dalam ritual ibadah,

padahal tidak dicontohkan oleh Rosulullah Saw. Misalnya, Perayaan bertepatan dengan kelahiran
Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam pada bulan Rabiul Awwal.


Keyakinan bahwa pintu ijtihad sudah tertutup
Kelompok yang memandang ijtihad sebagai sumber hukum berpendapat bahwa pintu ijtihad tetap terbuka.

Sedangkan kelompok yang memandang ijtihad sebagai kegiatan (pekerjaan) mujtahid berpendapat bahwa
pintu ijtihad telah tertutup, yaitu sejak wafatnya para mujtahid kenamaan. Argumentasi kelompok yang
berpendapat bahwa pintu ijtihad tetap terbuka, antara ialah:
1. Menutup pintu ijtihad berarti menjadikan Hukum Islam yang dinamis menjadi kaku dan beku, sehingga
Islam akan ketinggalan zaman. Sebab, banyak kasus baru yang hukumnya belum dijelaskan oleh Al-Quran,
Sunnah, dan belum juga di bahas oleh ulama-ulama terdahulu.
2. Menutup pintu ijtihad berarti menutup kesempatan bagi para ulama Islam untuk menciptakan pemikiranpemikiran yang baik dalam memanfaatkan dan menggali sumber (dalil ) Hukum Islam.
3. Membuka pintu ijtihad berarti membuat setiap permasalan baru yang dihadapi oleh umat dapat diketahui
hukumnya sehingga Hukum Islam akan selalu berkembang serta sanggup menjawab tantangan zaman.
Argumentasi kelompok yang berpendapat bahwa pintu ijtihad telah tertutup, antara lain, ialah :
1. Hukum-hukum Islam dalam bidang ibadah, muamalah, munakahat, jinayat, dan sebagainya, sudah
lengkap dan dibukukan secara terinci dan rapi. Karena itu, ijtihad dalam hal-hal ini tidak diperlukan lagi.
2. Mayoritas Ahl al-Sunnah hanya mengakui madzhab empat. karena itu, penganut madzhab Ahl al-Sunnah
hendaknya memilih salah satu dari madzhab empat, dan tidak boleh pindah madzhab.
3. Membuka pintu ijtihad, selain hal itu percuma dan membuang-buang waktu, hasilnya akan berkisar pada
hukum yang terdiri atas kumpulan pendapat dua madzhab atau lebih, hal semacam ini terkenal dengan
istilah "talfiq", yang kebolehannya masih diperselisihkan oleh kalangan ulama ushul; hukum yang telah
dikeluarkan oleh salah satu madzhab empat, berarti ijtihad itu hanyalah tahsil al-hasil, hukum yang sesuai
dengan salah satu madzhab di luar madzhab empat, padahal selain madzhab empat tidak dianggap sah
oleh mayoritas ulama Ahl al-Sunnah, hukum yang tidak seorang ulama pun membenarkannya, hal

semacam ini pada hakikatnya sama dengan menentang ijma'.
4. Kenyataan sejarah menunjukkan bahwa sejak awal abad keempat Hijriah sampai kini, tak seorang ulama
pun berani menonjolkan dirinya atau ditonjolkan oleh pengikut-pengikutnya sebagai seorang mujtahid
muthlaq mustaqil. Hal ini menunjukkan bahwa syarat-syarat berijtihad itu memang sangat sulit, kalau tidak
dapat dikatakan tidak mungkin lagi untuk saat sekarang.
Sebelum mempertemukan kedua pendapat yang saling bertentangan tersebut, terlebih dahulu penulis
kutipkan hasil keputusan lembaga Penelitian Islam al-Azhar di Kairo yang bersidang pada Maret 1964 M :
"Muktamar mengambil keputusan bahwa AI-Quran dan Sun¬nah Rasul merupakan sumber pokok Hukum
Islam dan bahwa berijtihad untuk mengambil hukum dari Al-Quran dan Sunnah adalah dibenarkan bagi
orang yang memenuhi persyaratannya manakala ijtihad itu dilakukan pada tempatnya dan bahwa jalan
untuk memelihara kemaslahatan dan untuk menghadapi peristiwa-peristiwa yang selalu timbul, hendaklah
dipilih di antara hukum-hukum fiqh pada tiap-tiap madzhab hukum yang memuaskan. Jika dengan jalan
tersebut tidak terdapat suatu hukum yang memuaskan, maka berlakulah ijtihad bersama (kolektif)
berdasarkan madzhab dan jika tidak memuaskan, maka berlakulah ijtihad bersama secara mutlak. Lembaga
penelitian akan mengatur usaha-usaha untuk mencapai ijtihad beirsaama, baik secara madzhab maupun
secara mutlak, untuk dapat dipergunakan bila diperlukan."
Dari keputusan Lembaga Penelitian Islam al-Azhar terset dapat diambil kesimpulan bahwa :
1. Pintu ijtihad muthlaq mustaqil, baik secara perseorang (fardi) maupun secara kolektif (jama'iy) sudah
tertutup. Ijtihad muthlaq mustaqil ialah ijtihad yang dilakukan dengan cara menciptakan norma-norma
hukum dan kaidah istinbath yang menjadi sistem (metode) bagi mujtahid dalam menggali hukum. Norma

dan kaidah-kaidah itu dapat diubahnya manakala dipandang perlu.
2. Pintu ijtihad muthlaq muntasib, secara perseorangan, sudah tertutup, tetapi tetap terbuka bagi orangorang yang memenuhi syarat dan dilakukan secara bersama. Ijtihad muthlaq muntasib ialah "ijtihad yang
dilakukan dengan mempergunakan norma-norma dan kaidah-kaidah istinbath yang dibuat oleh mujtahid
muthlaq mustaqil, dan berhak hanya menafsirkan apa yang dimaksud dengan norma-norma dan kaidahkaidah tersebut."
3. Pintu ijtihad di bidang tarjih oleh perseorangah maupun bersama masih tetap terbuka bagi mereka yang
memenuhi syarat-syarat ijtihad.
4. Masalah fiqh tidak dapat dilepaskan dari persoalan madzhab sebab madzhab merupakan sistemnya
orang yang melakukan ijtihad.
Berdasarkan tingkatan dan syarat-syarat ijtihad, keputusan Lembaga Penelitian Islam al-Azhar merupakan
jalan tengah yang mempertemukan dua pendapat yang berbeda di atas. Keputu tersebut dapat disimpulkan
sebagai berikut:
Dengan demikian, yang dimaksud "pintu ijtihad telah tutup" ialah ijtihad muthlaq mustaqil perseorangan
maupun kolektif, dan ijtihad muthlaq muntasib perseorangan. Dan yang maksud dengan "pintu ijtihad masih

tetap terbuka" ialah ijtihad muthlaq muntasib. secara kolektif dan ijtihad di bidang tarjih bagi yang memenuhi
persyaratan. Hal ini sesuai dengan sabda Nabi

‫ل تزال طائفة من أمتي على الحق ظاهرين حتى تقوم الساعة‬

Artinya:

Senantiasa ada sekelompok dari umatku yang menjelaskan kebenaran sehingga tiba hari kiamat.
Dan Sabda Nabi Muhammad Saw sebagai berikut :

‫ان الله يبعث لهذه المة على رأس كل ما ئة سنة يجدد لها أمر دينها‬
Artinya:
"sungguhnya Allah SWT akan membangkitkan seorang pembaharu (mujtahid) urusan agama (fiqh) untuk
umat ini (umat Islam) pada setiap satu abad"
Dengan demikian tidak tepat kalau dikatakan bahwa pintu Ijtihad tetap sepenuhnya terbuka tanpa ada
batasan. Sebab, hal ini selain tidak realistis, juga akan membuka peluang bagi orang-jorang yang tidak
bertanggung jawab untuk mengacaukan Islam dengan dalih ijtihad. Hal ini sangat berbahaya. Demikian
juga, tidak tepat kalau dikatakan bahwa pintu ijtihad sudah sepenuhnya tertutup tanpa ada batasan. Sebab
dalam kenyataannya banyak masalah baru muncul, yang belum pemah disinggung oleh Al-Qur'an dan
Sunnah, bahkan belum pemah dibicarakan oleh para mujtahid terdahulu, dan masalah-masalah tersebut
memerlukan ketentuan hukum. Apabila pintu ijtihad tertutup, maka akan banyak permasalahan baru yang
tidak dapat kita ketahui hukumnya. Dengan demikian, Hukum Islam menjadi beku, kaku, danstatis sehingga
Islam akan ketinggalan zaman.
Di sini dapat penulis tegaskan bahwa ijtihad dalam arti menciptakan norma-norma dan kaidah-kaidah
istinbath yang dapat di pergunakan sebagai patokan atau sistem penggalian hukum, adalah tertutup. Sebab,
norma-norma dan kaidah-kaidah istinbath yang telah dirumuskan oleh imam-imam mujtahid terdahulu sudah
baku dan paten, yang validitas dan kredibilitasnya diakui oleh seluruh ulama. Kita memang sudah tidak

mungkin lagi dapat menciptakan norma-norma dan kaidah-kaidah istinbath yang bam. Sedangkan ijtihad
mengenai hukum suatu permasalahan baru yang belum disinggung oleh AI-Quran dan Sunnah serta
pembahasan ulama-ulama terdahulu, tetap terbuka bagi yang memenuhi persyaratan, baik perseorangan
maupun kolektif.


Gerakan modernisasi islam dalam berbagai disiplin ilmu:

Benturan-benturan antara Islam dengan kekuatan Eropa menyadarkan umat Islam bahwa jauh
tertinggal dengan Eropa dan yang merasakan pertama persoalan ini adalah kerajaan Turki Usmani
yang langsung menghadapi kekuatan Eropa yang pertama kali. Kesadaran tersebut membuat
penguasa dan pejuang-pejuang Turki tergugah untuk belajar dari Eropa.
Guna pemulihan kembali kekuatan Islam, maka mengadakan suatu gerakan pembaharuan dengan
mengevaluasi yang menjadi penyebab mundurnya Islam dan mencari ide-ide pembaharuan dan ilmu
pengetahuan dari barat. Gerakan pembaharuan tersebut antara lain:
-

-




Gerakan Wahhabiyah yang diprakarsai oleh Muhammad ibn Abdul Wahhab (1703-1787 M) di
Arabia, Syah Waliyullah (1703-1762) M di India dan Gerakan Sanusiyyah di Afrika Utara yang
dikomandoi oleh Said Muhammad Sanusi dari Al Jazair
Gerakan penerjemahan karya-karya Barat kedalam bahasa Islam dan pengiriman para pelajar
muslim untuk belajar ke Eropa dan Inggris.

-

Sarekat Islam (S I ) dipimpin oleh HOS Tjokroaminoto berdiri pada tahun 1912 dan merupakan
kelanjutan dari Sarikat Dagang Islam yang didirikan oleh H. Samanhudi tahun 1911.

-

Partai Nasional Indonesia (PNI) didirikan oleh Sukarno (1927)

-

Pendidikan nasional Indonesia (PNI-baru) didirikan oelh Mohammad Hatta(1931)


-

Persatuan Muslimin Indonesia (Permi) menjadi partai politik tahun 1932 yang dipelopori oleh
Mukhtar Luthfi

Nilai positif dari modernisasi islam:
NILAI PERSATUAN, mempunyai nilai dasar untuk menjalinpersatuandan kesatuan umat Islam
-

yang selama ini terpecah karenaperbedaan paham danaliran.
NILAI SOLIDARITAS, mengandung nilai ukhuwah Islamiyahyaitupersaudaraan berdasarkan rasa
senasib seperjuangan untuk membelaIslamdalam suka dan duka.
NILAI PEMBARUAN, nilai-nilai tajdid yang meliputi aspek agamayangbebas dari takhayul, bidah,
khurafat, aspek ekonomi, dan aspek politik.
NILAI JIHAD, mengandung nilai perjuangan kerena ingin menemukankembali ajaran Islam yg
penuh dgn dinamika perjuangan.



NILAI KEMERDEKAAN,mengandung nilai kemerdekaan terutama kemerdekaan berpikir

Wahabi
1. Neo Wahabisme di Indonesia Abad ke-19
Pada awal abad ke-19 sebagai gerakan wahabi baik dari sudut puratanisme maupun dalam kadar yang
lebih rendah, penggunaan kekerasan dalam dakwah. Beberapa tokoh Minangkabau tengah melaksanakan
ibadah haji menakhlukan Mekah dan Madinah pada tahun 1803-1804.Para jama’ah Minagkabau ini sangat
terkesan dengan ajaran taukhid dan syariat Wahabi, mereka bertekad menerapkan paham baru ini apabila
kembali ke Sumatra. Tiga di antara mereka : Haji Miskin, Haji Sumansa, Haji Probang, mereka bersamasama dengan Tuanku Nan Renceh,mereka memimpin apa yang kemudian disebut gerakan padri
Haji Miskin menentang beberapa praktik yang dianggap tidak sesuai syariat, yaitu adu ayam jago, minum
tuak, dan menghisap candu.
Tuanku Nan Renceh juga menentang kebiasan adu jago yang dilakukan di Gelanggang yang khusus
dibangun untuk tujuan tersebut, maka Tuanku Naan Renceh mengadopsi ajaran jihad yaitu dengan
memerangi dan membunuh orang-orang yang menjalankan kebiasaan buruk tersebut.
2. Neo-Wahabisme di Indonesia abad ke-20
PengaruhWahabisme yang berfariasi bisa disebutkan secara singkat. Keduanya adalah Muhammadiah
( Pada tahun1912 ) dan al Irsyad ( 1915 ) NU ( 1926 ). Selan perkembangan Islam di Timur Tengah
beberapa faktor penting terkait dengan gerakan-gerakan ini adalah gerakan reformasi Islan di Indonesia.
Haji Ahmad Dahlan ( 1868-1923 ) pendiri Muhammadiah berasal dari periode yang lebih belakangan dari
gerakan padri.
Ketika Mekah dan Madinah di kuasai oleh penguasa Wahabi atau saudi yang sedang membentuk negara
Arab Saudi-Wahabi, ketika dan pada saat yang sama gerakan salafi dicanangkan oleh Muhammad Abduh
dan Rasyid Ridla.
Ahmad Dahlan memiliki hubungan pribadi ( 1903-1905 ). Ahmad Dahlan menimba inspirasi dari dua
gerakan tersebut. Fanatisme dan kekerasan yang dipertontonkan kaum Wahabi di Jazirah Arab.
Syeh Ahmad Surkati ( 1870-1943 ) pendiri pendidikan dan keagamaan Al-Irsyad abalah seorang ulama
keturunan Arab yang berasal dari Sudan dan datang ke Indonesia 1905. Syeh Ahmad Surkati juga
mempelajari karya Muh.Abduh. Ia menentang bid’ah dibidang syarak dan ibadah, ia juga menentang praktik
ziarah kubur dan tempat-tempat keramat atau tawasul dan praktik bid’ah lainnya.
Nahdatul ulama didirikan pada tahun 1926. Terkait dengan dua perkembangan penting didunia islam, yaitu
penghapusan khalifah di Turki dan tegaknya negara Wahabi-Saudi di Jazirah Arab.
Separangkat praktik keagamaan yang selama ini dijalankan di Indonesia tetepi ditentang oleh paham
Wahabi yaitu dengan membangun kuburan, ziarah, membaca puji-pujian seperti dalaillul kharrat,
kepercayaan kepada para wali dan mengamalkan madzab syafi’i.
Namun demikian radikalisasi masih dapat dilihat di daerah tertentu. Dan terkait dengan pertarungan politik
dan elit lokal dimasyarakat muslim. Di Aceh misalnya, konflik antara ulama reformasi yang tergabung dalam
PUSA ( Pesatuan Ulama Seluruh Aceh ). ( Daud Beureuch ) dan ulama tradisionalis yang sebagian
bergabung dalam PERTI ( Persatuan Tarbiah Islamiah ) didirikan di Bukit Tinggi, Sumatra Barat ( 1930 ).
Gerakan darul islam pada tahun 1960-an ( Tahun 1962 ) di Jawa Barat, dan Aceh ( 1963 ), di Kalimantan
Selatan 1965, di Sulawesi,di Jawa Tengah 1955 Kuntosuwiryo sendiri ditembak pada1962.
3. Neo-Wahabisme abad ke-21
Menurut kepemberlakuan syariat islam dan sangat signifikan dalam pergerakannya yang akan dikaji disini.
Organisasi-organisasi ini menurut penerapan syariat islam pada basis yang sama dengan partai-partai
politik islam yakni amandemen pasal 29 ayat 1 UUD 1945.



Kebangkitan dengan hadirnya ormas seperti pui persis nu dan muhamadiyyah

Kebangkitan Islam semakin berkembang membentuk organisasi-organisasi sosial
keagamaan, seperti Sarekat Dagang Islam (SDI)di Bogor (1909) dan Solo (1911), Persyarikatan
Ulama di Majalengka, Jawa Barat (1911), Muhammadiyah di Yogyakarta (1912), Persatuan
Islam (Persis) di Bandung (1920-an), Nahdatul Ulama (NU) di Surabaya (1926), dan Persatuan
Tarbiyah Islamiah (Perti) di Candung, Bukittinggi (1930), dan Partai-partai Politik, seperti
Sarekat Islam (SI) yang merupakan kelanjutan dari SDI, Persatuan Muslimin Indonesia (Permi)
di Padang Panjang (1932) yang merupakan kelanjutan dan perluasan dari organisasi pendidikan
Thawalib dan Partai Islam Indonesia (PII) pada tahun 1938.
Organisasi-organisasi sosial keagamaan Islam dan organisasi-organisasi yang didirikan
kaum terpelajar menandakan tumbuhnya benih-benih nasionalisme dalam pengertian modern,
yang dikemudian hari berperan aktif dalam perjuangan untuk memperoleh kemerdekaan
Indonesia.