12
serta akibat hukum yang dapat timbul sehubungan dengan pemberian kuasa dari direksi kepada anggota dewan komisaris perseroan terbatas.
E. Keaslian Penelitian
Berdasarkan penelusuran kepustakaan, khususnya di lingkungan Universitas Sumatera Utara USU Medan, penelitian mengenai “Analisis Yuridis Mengenai
Pemberian Kuasa Dari Direksi Kepada Komisaris Dalam Meminjam Kredit Pada PT. Bank Mestika Dharma Medan” belum pernah dilakukan oleh peneliti sebelumnya,
meskipun ada beberapa penelitian terdahulu yang memiliki keterkaitan dengan judul penelitian ini. Adapun penelitian terdahulu yang pernah dilakukan tersebut adalah
sebagai berikut: 1. Unsur Itikad Baik Dalam Pengelolaan Perseroan Oleh Direksi – Chandra
Lubis 087005117MHum, dengan permasalahan: a. Bagaimanakah tanggung jawab direksi atas kerugian perseroan dalam
ketentuan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas?
b. Bagaimanakah standar itikad baik dalam pengelolaan perseroan oleh Direksi?
c. Bagaimanakah doktrin Business Judgment Rule untuk pembelaan Direksi dan kaitannya dengan itikad baik dalam Undang-Undang Perseroan
Terbatas?
Universitas Sumatera Utara
13
2. Tanggung Jawab Direksi Perseroan Terbatas Dalam Tindakan Ultra Vires – Erlina 027011015MKn, dengan permasalahan:
a. Bagaimanakah pengaturan tanggung jawab Direksi perseroan? b. Bagaimanakah pengaturan Ultra Vires di dalam melindungi perusahaan
dan pihak ketiga? c. Bagaimanakah gerak pelaksanaan tanggung jawab Direksi dalam tindakan
Ultra Vires? Pada dasarnya penelitian terdahulu yang dilakukan oleh para peneliti tersebut
di atas tidak sama dengan penelitian ini baik dari segi judul maupun pokok permasalahan yang dibahas. Oleh karena itu secara akademik penelitian ini dapat
dipertanggungjawabkan keasliannya.
F. Kerangka Teori Dan Konsepsi 1.
Kerangka Teori
Teori adalah kerangka intelektual yang diciptakan untuk bisa menangkap dan menjelaskan objek yang dipelajari secara seksama. Suatu hal yang semula tampak
bagaikan cerita cerai berai tanpa makna sama sekali, melalui pemahaman secara teori bisa dilihat sebagai sesuatu yang lain, sesuatu yang mempunyai wujud yang baru dan
bermakna tertentu.
16
Penelitian ini menggunakan teori organ organ theory yang memberikan status perseroan terbatas tersebut sama seperti organ manusia dimana yang
16
Satjipto Rahardjo, Sosiologi Hukum : Esai-Esai Terpilih, Genta Publishing, Yogyakarta, 2010, hal. 1.
Universitas Sumatera Utara
14
melakukan pengurusan adalah organ perseroan. Hal ini merupakan salah satu prinsip dari sebuah perseroan terbatas.
Teori organ menganggap badan hukum tidak sebagai suatu fiksi atau
perumpamaan melainkan sebagai suatu kenyataan belaka realitas. Para penganut teori ini menggambarkan badan hukum sebagai
sesuatu yang tidak berbeda dari seorang manusia.
17
Kalau seorang manusia bertindak dengan alat-alatnya organ berupa tangan, kaki, jari, mulut, otak, dan lain sebagainya, maka badan hukum juga bertindak
dengan alat-alatnya berupa rapat anggota atau ketuanya dari badan hukum. Oleh karena alat-alat ini berupa orang-orang manusia juga, maka apabila ada syarat-
syarat dalam peraturan hukum yang melekat pada tubuh manusia syarat-syarat ini dapat juga dipenuhi oleh badan hukum.
18
Teori organ atau teori peralatan atau kenyataan Otto von Gierke, menurut teori ini badan hukum adalah sesuatu yang sungguh-sungguh ada di dalam
pergaulan yang mewujudkan kehendaknya dengan perantaraan alat-alatnya organ yang ada padanya pengurusnya, jadi bukanlah sesuatu yang fiksi tetapi
merupakan makhluk yang sungguh-sungguh ada secara abstrak dari konstruksi yuridis.
19
Menurut teori organ, badan hukum merupakan een bestaan, dat hun realiteit dari konstruksi yuridis seolah-olah sebagai manusia, yang sesungguhnya dalam
lalu lintas hukum juga mempunyai kehendak sendiri yang dibentuk melalui alat- alat kelengkapannya, yaitu pengurus dan anggotanya dan sebagainya. Putusan
yang dibuat oleh pengurus adalah kemauan badan hukum.
20
Prinsip pengurusan oleh suatu organ dalam suatu perseroan terbatas timbul sebagai
akibat dari sifat perseroan terbatas yang merupakan asosiasi modal dan mempunyai sifat mobilitas atas penyertaan. Sifat asosiasi modal dalam perseroan
17
Wirjono Prodjodikoro, Hukum Perkumpulan Perseroan dan Koperasi Di Indonesia, Penerbit Dian Rakjat, 1969, Jakarta, hal. 10.
18
Ibid.
19
R. Soeroso, Perbandingan Hukum Perdata, Sinar Grafika, Jakarta, 2007, hal 153.
20
H. Salim, HS., Perkembangan Teori Dalam Ilmu Hukum, Rajawali Pers, Jakarta, 2010, hal. 180.
Universitas Sumatera Utara
15
terbatas adalah bahwa perseroan itu merupakan wadah penghimpun modal yang dibagi dalam saham. Sifat mobilitas atas penyertaan artinya bahwa pemegang saham
yang telah menyertakan modalnya dalam perseroan dapat memperoleh kembali modalnya dengan cara menjual bagian saham yang dimilikinya sehingga modal
dalam perseroan tidak terpecah. Maksud dari PT sebagai wadah penghimpun modal adalah sedemikian rupa
agar sekali modal telah terkumpul harus benar-benar dijaga jangan sampai tercerai berai kembali.
21
Oleh karena itu, dalam suatu perseroan terbatas tidak mungkin diadakan suatu pengurusan oleh semua pemegang saham. Dalam hubungan itu, menurut ajaran,
pengurusan pada PT harus dilakukan oleh suatu organ. Apa artinya oleh suatu “organ’, maksudnya tidak oleh para pemegang saham, melainkan oleh suatu lembaga
tersendiri, yang terpisah kedudukannya sebagai pemegang saham.
22
Dalam UUPT diatur bahwa organ perseroan terbatas adalah RUPS, Direksi dan komisaris.
Menurut undang-undang, RUPS adalah Organ Perseroan yang mempunyai wewenang yang tidak diberikan kepada Direksi atau Dewan Komisaris dalam batas
yang ditentukan dalam Undang-Undang ini danatau anggaran dasar.
23
Direksi adalah Organ Perseroan yang berwenang dan bertanggung jawab penuh atas pengurusan
21
Rudhi Prasetya, Kedudukan Mandiri Perseroan Terbatas, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 1996, hal. 14.
22
Ibid., hal. 16
23
Pasal 1 angka 4 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas
Universitas Sumatera Utara
16
Perseroan untuk kepentingan Perseroan, sesuai dengan maksud dan tujuan Perseroan serta mewakili Perseroan, baik di dalam maupun di luar pengadilan sesuai dengan
ketentuan anggaran dasar.
24
Dewan Komisaris adalah Organ Perseroan yang bertugas melakukan pengawasan secara umum danatau khusus sesuai dengan anggaran dasar
serta memberi nasihat kepada Direksi.
25
RUPS merupakan wadah tempat para pemegang saham dapat menyatakan pendapatnya mengenai pengurusan yang dilakukan oleh direksi dan komisaris.
Melalui RUPS, para pemegang saham memberikan persetujuan ataupun menolak terhadap suatu bentuk rencana usaha yang mempunyai risiko besar terhadap
perseroan seperti misalnya menjaminkan atau mengalihkan asset perseroan, pembubaran, penggabungan perusahaan merger, dan pengalihan perseroan. Hal-hal
demikianlah yang disebut sebagai wewenang yang tidak diberikan kepada direksi dan komisaris.
Pelaksanaan pengurusan sehari-hari dijalankan oleh suatu organ yang dinamakan direksi. Direksi dapat terdiri dari satu orang atau beberapa orang.
Pejabatnya dinamakan direktur. Melalui
lembaga Direksi,
yang menurut
visi pengundang-undang
kemungkinan PT akan terdiri dari sejumlah orang yang amat banyak, dapatlah dihindarkan seluruh pemegang saham menjalankan pengurusan sehari-hari.
Menurut ajaran, PT itu suatu asosiasi modal. Dengan demikian merupakan perusahaan besar. Dalam hal demikian mereka yang menjalankan perusahaan itu
harus seorang profesional.
26
24
Pasal 1 angka 5 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas.
25
Pasal 1 angka 6 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas
26
Rudhi Prasetya II, Op.Cit., hal. 17.
Universitas Sumatera Utara
17
Keberadaan direksi dalam suatu perseroan adalah sangat penting oleh karena direksi dalam suatu perseroan mempunyai peran yang sangat penting dalam
menjalankan operasional perseroan sehingga perseroan dapat mencapai maksud dan tujuannya.
Keberadaan direksi dalam perseroan terbatas ibarat nyawa bagi perseroan. Tidak mungkin suatu perseroan tanpa adanya direksi. Sebaliknya, tidak mungkin ada
direksi tanpa adanya perseroan. Oleh karena itu, keberadaan direksi bagi perseroan terbatas sangat penting.
27
Pada prinsipnya ada 2 dua fungsi utama dari direksi suatu prseroan, yaitu sebagai berikut:
1. Fungsi manajemen, dalam arti direksi melakukan tugas memimpin perusahaan.
2. Fungsi representasi, dalam arti direksi mewakili perusahaan di dalam dan di luar pengadilan. Prinsip mewakili perusahaan di luar pengadilan
menyebabkan perseroan sebagai badan hukum akan terikat dengan
transaksi atau kontrak-kontrak yang dibuat oleh direksi atas nama dan untuk kepentingan perseroan.
28
Keberadaan direksi adalah untuk mengurus perseroan sesuai dengan maksud dan tujuan perseroan dengan itikat baik dan penuh tanggung jawab.
29
Direksi sebagai pengurus perseroan adalah alat perlengkapan perseroan yang melakukan semua kegiatan perseroan. Pimpinan perseroan berikut usaha-usahanya
berada di tangan Direksi. Kewenangan pengurusan meliputi semua perbuatan hukum yang tercakup dalam maksud dan tujuan serta kegiatan usaha perseroan sebagaimana
27
Try Widiyono, Direksi Perseroan Terbatas, Penerbit Ghalia Indonesia. Bogor, 2008, hal. 40.
28
Munir Fuady, Doktrin-Doktrin Modern Dalam Corporate Law Dan Eksistensinya Dalam Hukum Indonesia, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 2002, hal. 32.
29
Ibid., hal. 41.
Universitas Sumatera Utara
18
itu dimuat dalam anggran dasarnya. Dengan demikian direksi adalah organ melalui mana perseroan mengambil bagian dalam lalu lintas hukum sesuai dengan maksud
dan tujuannya. Ini pula yang menjadi sumber kewenangan Direksi untuk dan atas nama perseroan melakukan perbuatan hukum dengan pihak ketiga.
Direksi merupakan organ perseroan yang berwenang dan bertanggung jawab penuh dalam pengurusan perseroan sehingga sesuai dengan maksud dan tujuan
perseroan serta mewakili perseroan baik di dalam maupun diluar pengadilan. Adapun yang dimaksud dengan mewakili perseroan di luar pengadilan adalah
dalam hal melakukan tindakan hukum dengan pihak ketiga yang sesuai dengan maksud dan tujuan perseroan sebagaimana yang ditentukan dalam anggaran dasar
perseroan dengan tetap memperhatikan batas-batas yang ditentukan dalam peraturan perundang-undangan.
Keberadaan direksi diperlukan oleh perseroan sebagai salah satu pilar utama dalam mengurus perseroan. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa direksi dapat
diibaratkan sebagai nahkoda perseroan.
30
Dalam hal ini dapat dikatakan bahwa kemajuan suatu perseroan bergantung pada pengurusan dari direksinya. Adapun kemajuan suatu perseroan dapat diukur dari
berkembangnya perseroan dan tercapainya maksud dan tujuan perseroan. Dalam menjalankan tugasnya, direksi mempunyai tanggung jawab hukum
yakni :
31
30
Ibid.
Universitas Sumatera Utara
19
1. Tanggung jawab karena melanggar perundang-undangan yang berlaku 2. Tanggung jawab karena melanggar anggaran dasar perseroan
3. Tanggung jawab karena melanggar putusan Rapat Umum Pemegang Saham RUPS
4. Tanggung jawab karena kegagalan manajemen management failure. Sehubungan dengan tanggung jawab hukum direksi maka direksi dalam
menjalankan tugasnya haruslah memperhatikan keempat hal tersebut diatas yakni peraturan perundang-undangan, anggaran dasar perseroan, Keputusan Rapat Umum
Pemegang Saham, dan manajemen perseroan. Dalam menjalankan tugas perwakilan, bagi direksi yang anggotanya lebih dari
satu orang, maka UUPT memberikan kewenangan yang sama bagi tiap-tiap anggota direksi dalam mewakili perseroan, kecuali ditentukan lain dalam UUPT dan atau
anggaran dasar. Hal ini dikarenakan UUPT menganut sistem perwakilan kolegial, yang berarti tiap-tiap anggota direksi berwenang mewakili perseroan.
32
Sistem kolegial ini juga terlihat dari pertanggungjawaban direksi dalam menjalankan pengurusan perseroan dimana direksi bertanggung jawab secara
bersama-sama apabila salah seorang anggota direksi bersalah atau lalai dalam menjalankan tugasnya.
33
Untuk tanggung jawab direksi ini, UUPT menganut prinsip presumsi bersalah presumption of guilt bagi semua anggota direksi. Artinya, hukum
31
Munir Fuady, Perseroan Terbatas Paradigma Baru. PT. Citra Aditya Bakti. Bandung, 2003, hal 53-54.
32
Penjelasan Pasal 98 ayat 2 UUPT
33
Pasal 97 ayat 3 dan 4 UUPT
Universitas Sumatera Utara
20
menganggap semua anggota direksi bertanggung jawab renteng personally andor jointly, yaitu secara sendiri-sendiri dan atau bersama-sama atas seluruh kerugian
pihak lain, tanggung jawab mana berlaku atas segala perbuatan yang dilakukan oleh direksi untuk dan atas nama perseroan, meskipun anggota direksi tersebut tidak ikut
melakukan bahkan tidak mengetahui adanya tindakan tersebut.
34
Direksi sebagai organ yang menjalankan kepengurusan perseroan mempunyai tugas fiduciary duties. Fiduciary duties dari direksi adalah tugas yang terbit secara
hukum by the operation of law dari suatu hubungan fiduciary antara direksi dengan perseroan yang dipimpinnya, dimana seorang direksi haruslah mempunyai kepedulian
dan kemampuan duty of care and skill, itikad baik, loyalitas dan kejujuran terhadap perseroan dengan derajat yang tinggi high degree.
Dalam melaksanakan tugas fiduciary duties, seorang direksi harus melakukan tugasnya sebagai berikut:
35
1.
Dilakukan secara itikad baik Bona Fides.
2.
Dilakukan dengan Proper Purpose.
3.
Dilakukan tidak dengan kebebasan yang tidak bertanggung jawab Unfettered Discretion.
4.
Tidak memiliki benturan tugas dan kepentingan Conflict of Duty and Interest.
34
Munir Fuady II, Op.Cit., hal. 78-79.
35
Ibid., hal. 82.
Universitas Sumatera Utara
21
Dikatakan bahwa direksi sudah menjalankan tugasnya dengan itikad baik Bona Fides jika direksi tersebut telah menjalankan tugas dengan memperhatikan
secara sungguh-sungguh kepentingan-kepentingan dari perusahaan, pemegang saham, pekerja, dan stakeholder lainnya.
36
Direksi dikatakan telah menjalankan tugasnya dengan tujuan yang benar proper purpose jika dia menjalankan tugasnya secara:
37
1.
Tidak melanggar hukum illegal.
2.
Tidak bertentangan dengan kepentingan umum.
3.
Tidak bertentangan dengan anggaran dasar. Anthony Collins dalam The Duties and Responsibilities of Directors
mengemukakan adanya tujuh jenis fiduciary duty, yaitu:
38
1.
Duty to act in good faith;
2.
Duty to manage the company’s affairs with the proper degree of skill and care;
3.
Duty to act strictly within the provisions of the constitution and to satisfy yourself of its terms;
4.
Duty to act within the scope of any given authority for proper purpose;
5.
Duty to act personally;
6.
Duty not to take personal benefitprofit;
7.
Duty to secure the proper and effective use of property. Dalam pandangan Collins, yang dimaksud dengan duty to act in good faith
adalah:
1.
Act in the best interest of the company;
2.
Not to put yourself in a position where your personal interest or a duty you owe to another conflicts with the duties you owe to the company;
3.
Only use company property for the benefit of the company and not for your own benefit.
Jadi dalam duty to act in good faith ini terkandung kewajiban bagi direksi untuk hanya mengutamakan kepentingan perseroan semata-mata, serta tidak
36
Ibid., hal. 82-83.
37
Ibid.
38
Gunawan Widjaja II, Op.Cit., hal. 47.
Universitas Sumatera Utara
22
untuk memanfaatkan kedudukannya sebagai direksi untuk memperoleh manfaat baik langsung maupun tidak langsung dari perseroan secara tidak adil.
39
Dalam Duty to manage the company’s affairs with the proper degree of skill and care direksi wajib untuk bertindak dengan penuh kehati-hatian. Yang
dimaksud dengan penuh kehati-hatian ini adalah bahwa jika direksi tidak tahu dengan persis atau tepat mengenai suatu perbuatan hukum yang harus diambil
olehnya, maka ia wajib untuk memperoleh pendapat ahli dalam bidangnya mengenai hal berkenaan, walau demikian ia tetap memiliki kebebasan dan
kewenangan untuk memutuskan jadi tidaknya perbuatan hukum tersebut dilaksanakan.
40
Duty to act strictly within the provisions of the constitution and to satisfy yourself of its terms adalah bahwa direksi dalam bertindak untuk dan atas nama
perseroan, haruslah memenuhi semua aturan main yang ada dalam undang-undang dan anggaran dasar perseroan.
41
Duty to act within the scope of any given authority for proper purpose menunjuk pada berlakunya asas intra vires, bahwa direksi hanya akan bertindak
sesuai dengan kewenangan yang telah diberikan kepadanya, termasuk pembatasan- pembatasan kewenangan direksi jika ada.
42
Duty to act personally menunjuk pada sifat pertanggungjawaban direksi sebagai satu “board” atau dewan dimana setiap keputusan yang diambil, baik
dengan suara bulat atau melalui “voting” mengikat seluruh anggota direksi sebagai
satu kesatuan dewan yang dinamakan direksi. Meskipun demikian, setiap anggota direksi berhak dengan bebas menyatakan keberatannya atau
dukungannya terhadap suatu tindakan yang dimajukan oleh salah satu anggota direksi ke hadapan Rapat Direksi. Setiap anggota direksi yang tidak setuju
dengan keputusan direksi berhakuntuk mencatatkan pendapatnya yang berbeda tersebut pada risalah rapat direksi. Disinilah sebenarnya derajad kehati-hatian
direksi dipertaruhkan.
43
39
Ibid., hal. 47.
40
Ibid., hal. 48.
41
Ibid.
42
Ibid.
43
Ibid.
Universitas Sumatera Utara
23
Duty not to take personal benefitprofit mensyaratkan agar direksi tidak mengambil keuntungan pribadi atas setiap transaksi yang dilakukannya untuk
dan atas nama perseroan terbatas. Pada pokoknya hal ini terkait dengan masalah benturan kepentingan, yaitu adanya pertentangan kepentingan antara kepentingan
dan kewajiban anggota direksi pribadi dengan kepentingan perseroan atau kewajiban anggota direksi tersebut terhadap perseroan.
44
Duty to secure the proper and effective use of property, bahwa direksi wajib untuk:
45
1.
Company property is only used for company business;
2.
All the company’s property is under the control of the Board and kept in good condition;
3.
Activities and property are properly and adequately insured;
4.
Funds are properly invested and reviewed regularly to ensure that they remain suitable for the company’s need; and
5.
Proper procedures are in pleace to control finance. Kelima hal tersebut di atas pada dasarnya merupakan pelaksanaan atau
refleksi kegiatan direksi sehari-hari. Doktrin fiduciary duty berkaitan erat dengan doktrin business judgment rule,
dimana dalam menjalankan kegiatan usaha perseroan, direksi perseroan senantiasa dilindungi oleh business judgment rule.
Dalam Black’s Law Dictionary, business judgment rule adalah rule immunizes management from liability in corporate transaction undertaken within power of
corporation and authority of management where there is reasonable basis to indicate that transaction was made due care and in good faith.
46
44
Ibid.
45
Ibid.
46
Henry Campbell Black, Black’s Law Dictionary, Abridged Fifth Edition, West Publishing Co. St. Paul, Minn, hal. 200.
Universitas Sumatera Utara
24
Dari pengertian tersebut diketahui bahwa business judgment rule melindungi direksi atas setiap keputusan bisnis yang merupakan transaksi perseroan selama hal
tersebut dilakukan dalam batas-batas kewenangan dan dengan penuh kehati-hatian. Business judgment rule adalah a presumption that in making business decision
directors acted on an informed basis, in good faith and in the honest believe that the action was taken in the best interest of the corporation.
47
Dengan adanya business judgment rule maka setiap keputusan bisnis yang dibuat oleh direksi dianggap adalah merupakan keputusan yang telah diambil dengan
penuh kehati-hatian, dengan itikad baik dan kepercayaan bahwa keputusan tersebut diambil demi kepentingan perseroan semata-mata. Setiap pihak yang menyatakan
bahwa direksi telah melanggar kewajibannya fiduciary duty harus membuktikannya. Untuk dapat menilai apakah telah terjadi pelanggaran terhadap business
judgment rule, maka harus ada standard of review yang menjadi dasar bagi penilaian apakah tindakan direksi adalah tindakan yang memang sudah sewajarnya dan
seharusnya dilakukan. Dalam hukum perseroan, yang dipergunakan sebagai standard of review adalah good faith, prudence, negligence, gross negligence, waste and
fairness.
48
Fairness berkaitan dengan ada tidaknya benturan kepentingan dalam suatu transaksi yang melibatkan kepentingan direksi dengan kepentingan perseroan yang
diwakilinya.
47
Gunawan Widjaja II, Loc.Cit., hal. 48.
48
Gunawan Widjaja II, Op.Cit., hal. 60.
Universitas Sumatera Utara
25
Dalam menjalankan tugasnya, bagi direksi tidaklah boleh terdapat benturan kepentingan conflict of interest. Sebab, jika terdapat benturan kepentingan, maka
disangsikan direksi akan dapat bertindak objektif dan dapat memikirkan kepentingan perseroan semata-mata. Oleh karena itu, jika direksi melakukan transaksi perseroan
yang mengandung benturan kepentingan maka dapat dikatakan direksi telah melanggar prinsip fiduciary duty.
Seorang direktur perseroan dikatakan telah mempunyai benturan kepentingan jika terjadi hal-hal sebagai berikut:
49
1.
Berperkara di pengadilan mewakili perseroan, tetapi pihak lawan ada hubungannya dengan direktur tersebut.
2.
Berlakunya doktrin Oportunitas Perseroan Corporate Opportunity.
3.
Berlakunya Transaksi untuk pribadi Self Dealing. Doktrin Oportunitas Perseroan Corporate Opportunity adalah suatu doktrin
yang mengajarkan bahwa direksi, komisaris, pemegang saham ataupun pegawai perseroan tidak diperkenankan untuk mengambil kesempatan untuk mencari
keuntungan pribadi manakala tindakan yang dilakukannya itu sebenarnya merupakan perbuatan yang seharusnya dilakukan oleh perseroan dalam menjalankan bisnisnya.
50
49
Munir Fuady II, Op.Cit., hal. 93.
50
Ibid.
Universitas Sumatera Utara
26
Doktrin Transaksi untuk Pribadi Self Dealing adalah suatu transaksi yang dilakukan oleh direksi secara pribadi, baik langsung maupun tidak langsung, dengan
perseroan yang dipimpinnya sebagai pihak lawan transaksi.
51
Perlindungan business judgment rule tidak berlaku bagi anggota direksi perseroan, jika dalam transaksi bisnis yang dilakukan oleh direksi, diketahui bahwa
direksi tersebut telah berupaya mengendapkan kepentingan pribadinya, atau telah terdorong
untuk membuat
syarat-syarat transaksi
yang dilakukannya
demi kepentingan pribadinya
52
Secara umum dapat dikatakan bahwa pertimbangan dan keputusan judgment seorang anggota direksi tidak dapat diganggu gugat kecuali apabila judgment
tersebut didasarkan atas suatu kecurangan fraud, atau lahir dari tidak adanya keterbukaan mengenai keberadaan benturan kepentingan conflict of interest,
atau terjadi sebagai akibat atau merupakan kesalahan atau perbuatan yang
melanggar hukum illegality, dan telah menerbitkan kerugian sebagai akibat kelalaian berat gross negligence.
53
Semua hal yang dikatakan sebagai pelanggaran yang menyebabkan tidak
berlakunya business judgement rule adalah pelanggaran terhadap fiduciary duty direksi. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa direksi yang melanggar fiduciary
duty tidak dilindungi oleh business judgment rule. Dalam menjalankan pengurusan perseroan, direksi mempunyai wewenang
yang cukup luas dalam mengelola usaha perseroan mulai dari bidang keuangan, pemasaran, manajemen dan lainnya yang menyangkut operasional perusahaan. Oleh
karena itu, untuk mengawasi setiap kebijakan direksi dalam menjalankan pengurusan
51
Ibid.
52
Gunawan Widjaja II, Op.Cit., hal. 60.
53
Ibid., hal. 63.
Universitas Sumatera Utara
27
perseroan agar sesuai dengan maksud dan tujuan yang tercantum dalam anggaran dasar perseroan, maka undang-undang memasukkan dewan komisaris sebagai salah
satu organ perseroan. Dalam teori manajemen pengelolaan perseroan terbatas dikenal suatu konsep
yang disebut agency theory. Pengelola perusahaan atau direksi adalah suatu pihak
agent yang
diberikan kepercayaan
oleh pemilik
modal untuk
melaksanakan tugas untuk kepentingan mereka berdasarkan suatu kesepakatan, dan untuk itu agent mendapat imbalan. Untuk melaksanakan tugas ini tidak
cukup bila diserahkan begitu saja, karena bukan mustahil bahwa pihak pengelola akan lebih banyak melihat kepentingannya daripada kepentingan pemilik modal,
maka diperlukan
berbagai perangkat untuk mengawasi pengelola serta memberikan imbalan yang memadai yang tentunya merupakan tambahan bagi
pelaksanaannya.
54
Undang-undang menetapkan satu organ yang tugasnya adalah mengawasi setiap tindakan pengurus perseroan yakni Direksi, agar setiap keputusan yang diambil
oleh direksi tetap berada pada koridor maksud dan tujuan serta demi kepentingan perseroan semata-mata, dan organ dimaksud dinamakan dewan komisaris.
Dewan komisaris selain berfungsi sebagai pengawas juga berkewajiban
dalam memberikan nasihat dan masukkan kepada direksi dalam pengelolaan perusahaan, bahkan dalam hal tertentu dewan komisaris diperkenankan untuk
memberikan bantuan kepada direksi apabila hal tersebut diatur dalam anggaran dasar. Komisaris bertugas mengawasi pekerjaan direksi, memberi nasehat kepada
direksi, dan bilamana perlu memberhentikan sementara direksi yang dianggap menyimpang dari tujuan perseroan. Rincian lebih lengkap mengenai lingkup hak dan
54
Moenaf H. Regar, Pembahasan Kritis Aspek Manajemen dan Akuntansi Undang-Undang Perseroan Terbatas 1995, Penerbit Pustaka Quantum, Jakarta, 2001, hal. 11-12.
Universitas Sumatera Utara
28
kewenangan Komisaris diatur dalam akta perseroan, sehingga kita melihat bahwa pengawasan terhadap direksi itu sesungguhnya dapat dilakukan.
55
Namun dalam prakteknya fungsi dewan komisaris sering juga menyangkut masalah yang menentukan kebijakan serta mengambil keputusan yang penting
yang tidak dapat dilakukan oleh dewan direksi, seperti keputusan melakukan investasi dan melakukan penyertaan pada perusahaan dalam jumlah yang besar.
Melakukan fungsi pengawasan oleh dewan komisaris tidak dapat diartikan bahwa direksi harus tunduk kepada dewan komisaris, walaupun dikatakan dewan
komisaris dapat memberhentikan sementara dewan direksi.
56
Dalam menjalankan pengurusan, tidak jarang direksi mengalami beberapa hal yang menghalanginya untuk bertindak sendiri dalam mewakili perseroan untuk
mengadakan hubungan hukum dengan pihak lain. Oleh karena itu, undang-undang telah memberikan solusinya yakni dengan cara direksi dapat memberikan kuasa
kepada karyawan perseroan ataupun pihak lain untuk dapat mewakili direksi dalam melakukan hubungan hukum dengan pihak lain.
Adapun hubungan hukum yang sering dilakukan oleh direksi dalam mengurus perseroan adalah mengadakan perjanjian dengan pihak lain.
Perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih.
57
Menurut undang-undang, untuk sahnya suatu perjanjian diperlukan 4 empat syarat yakni :
58
1.
Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya
55
Todung Mulya Lubis, Loc.Cit.
56
Moenaf H. Regar, Op.Cit., hal. 14-15
57
Pasal 1313 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
58
Pasal 1320 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
Universitas Sumatera Utara
29
2.
Cakap untuk melakukan suatu perikatan
3.
Suatu hal tertentu
4.
Suatu sebab yang halal. Kedua syarat yang pertama dinamakan syarat subjektif, karena kedua syarat
tersebut mengenai subjek perjanjian. Sedangkan kedua syarat terakhir disebut dengan syarat objektif karena mengenai objek perjanjian.
Dengan diperlukannya kata sepakat mengadakan perjanjian, maka berarti bahwa kedua pihak haruslah mempunyai kebebasan kehendak. Para pihak tidak
mendapat sesuatu tekanan yang mengakibatkan adanya “cacat” bagi perujudan kehendak tersebut.
59
Pasal 1329 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata menyatakan bahwa setiap orang adalah cakap untuk membuat perikatan-perikatan jika oleh undang-undang
tidak dinyatakan tidak cakap. Sehubungan dengan kecakapan bertindak, maka bagi suatu perseroan terbatas
untuk dapat bertindak haruslah diwakili oleh wakilnya yang sah menurut hukum, dan dalam hal ini adalah direksi.
Salah satu bentuk hubungan hukum yang sering dilakukan oleh suatu perseroan yang ingin berkembang adalah memperoleh bantuan modal dalam bentuk
kredit pada bank. Dalam memperoleh dana dalam bentuk pinjaman dari pihak bank ini maka yang berhak untuk mewakili perseroan adalah Direksi.
59
Mariam Darus Badrulzaman dkk., Kompilasi Hukum Perikatan, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 2001, hal. 73.
Universitas Sumatera Utara
30
Dalam memperoleh pinjaman kredit dari pihak bank, maka perseroan wajib mengadakan hubungan hukum dengan pihak bank dengan cara menandatangani
perjanjian dengan pihak bank yang sering disebut juga dengan perjanjian kredit. Menurut Mariam Darus Badrulzaman, istilah “kredit” yang digunakan dalam
perjanjian pinjam meminjam uang dengan bank memiliki hal-hal terselubung yang perlu diselami artinya.
60
Kata “kredit” berasal dari bahasa Romawi “credere” artinya percaya, Belanda: vertrouwen, Inggris: believe, trust or confidence.
Secara umum kredit diartikan sebagai “the ability to borrow on the opinion conceived by the lender that he will be repaid”.
61
Menurut Mariam Darus Badrulzaman, kredit adalah penyediaan uang untuk dipinjamkan kepada penerima kredit. Lebih lanjut Mariam Darus Badrulzaman
menyatakan bahwa
dalam pengertian
kredit terkandung
“kewajiban untuk
mengembalikan pinjaman”. Dari kewajiban ini dapat ternyata bahwa kredit hanya dapat diberikan kepada
mereka yang “dipercaya mampu” mengembalikan kredit itu dibelakang hari.
62
Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan atas Undang- Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan memberikan rumusan mengenai
pengertian kredit. Kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat
60
Mariam Darus Badrulzaman, Beberapa Masalah Hukum Dalam Perjanjian Kredit Bank Dengan Jaminan Hypotheek Serta Hambatan-Hambatannya Dalam Praktek Di Medan, Penerbit
Alumni, Bandung, 1978, hal. 20.
61
Ibid., hal. 21.
62
Ibid., hal. 23.
Universitas Sumatera Utara
31
dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam antara Bank dengan pihak lain yang mewajibkan peminjam untuk
melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan jumlah bunga, imbalan atau pembagian hasil keuntungan.
63
Dari pengertian kredit tersebut maka elemen-elemen kredit adalah:
64
1.
Kredit mempunyai arti khusus yaitu meminjamkan uang.
2.
Penyediapemberi pinjaman uang khusus terjadi di dunia perbankan.
3.
Berdasarkan perjanjian pinjam meminjam sebagai acuan dari perjanjian kredit.
4.
Dalam jangka waktu tertentu.
5.
Adanya prestasi dari pihak peminjam untuk mengembalikan utang disertai dengan jumlah bunga atau imbalan. Bagi Bank Syariah atau Bank
Muamalat pengembalian utang disertai imbalan atau adanya pembagian keuntungan tetapi bukan bunga.
Dalam menandatangani perjanjian kredit dengan pihak Bank, maka yang berhak untuk mewakili perseroan dan bertindak untuk dan atas nama serta
kepentingan perseroan hanya direksi, baik hanya oleh salah seorang anggota direksi ataupun segenap direksi sesuai dengan yang ditentukan dalam anggaran dasar
perseroan. Undang-undang memberikan hak kepada direksi untuk memberikan kuasa
kepada pihak lain untuk mewakili perseroan dalam melakukan perbuatan hukum tertentu. Perbuatan hukum tertentu yang dimaksud adalah perbuatan hukum yang
tercantum dalam surat kuasa.
63
Pasal 1 angka 11 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1998.
64
Sutarno, Aspek-Aspek Hukum Perkreditan Bank, CV. Alberta, Bandung, 2003, hal. 95-96.
Universitas Sumatera Utara
32
Surat kuasa dalam hukum Indonesia diatur dalam KUHPerdata alias Burgerlijk Wetboek BW. Sayangnya, walaupun disebut dalam banyak pasal BW,
Pasal 1792 sd 1819, tak satupun mencantumkan definisi surat kuasa.
65
Pasal 1792 sebagai pembuka hanya berbunyi Pemberian kuasa adalah suatu perjanjian dengan nama seseorang memberikan kekuasaan kepada seorang lain,
yang menerimanya, untuk atas namanya menyelenggarakan suatu urusan. Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Ketiga keluaran Balai Pustaka,
mendefinisikan surat kuasa adalah surat yang berisi tentang pemberian kuasa kepada seseorang untuk mengurus sesuatu. Sementara, dalam gramatikal bahasa Inggris,
definisi surat kuasa atau Power of Attorney adalah sebuah dokumen yang memberikan kewenangan kepada seseorang untuk bertindak atas nama seseorang
lainnya a document that authorizes an individual to act on behalf of someone else.
66
Dalam Kamus
Hukum Belanda-Indonesia
Marjanne Termorshuizen
dikatakan bahwa last berarti beban, kewajiban, atau tanggungan. Ini berarti suatu lastgeving, sesungguhnya tidak hanya terbatas pada suatu perbuatan hukum
untuk memberikan kewenangan melakukan suatu pengurusan atas suatu hal atau kepentingan tertentu dari lastgever, melainkan juga membebani lasthebber
dengan kewajiban, dan tanggungan untuk menyelesaikan tugas atau perintah yang diberikan tersebut hingga selesai.
67
Dalam suatu perjanjian pemberian kuasa lastgeving tidak selalu diberikan kuasa atau diperjanjikan adanya kewenangan mewakili. Jika di dalam lastgeving
sekaligus juga diberikan kuasa, penerima tugasbeban lastnemer berhak mewakili
65
Surat Kuasa,
Konsep Amanah
Yang Sering
Salah Kaprah,
http:www.hukumonline.comberitabacahol19198surat-kuasa-konsep-amanah-yang-sering-salah- kaprah, terakhir diakses tanggal 23 Februari 2011.
66
Ibid.
67
Gunawan Widjaja, Aspek Hukum Dalam Bisnis : Pemilikan, Pengurusan, Perwakilan, dan Pemberian Kuasa Dalam Sudut Pandang KUHPerdata, Kencana, Jakarta, 2006, hal. 171.
Universitas Sumatera Utara
33
pemberi tugasbeban
lastgever, yakni
berdasarkan perjanjian
contractuele vertegenwoordiging.
68
Lebih lanjut diatur dalam undang-undang bahwa seorang penerima kuasa wajib untuk menyelesaikan perbuatan hukum yang dimaksud dalam suatu pemberian
kuasa dan apabila hal tersebut tidak dilaksanakan maka penerima kuasa dapat dimintakan ganti kerugian bila terjadi kerugian sebagai
akibat dari tidak dilaksanakannya perbuatan hukum sebagaimana yang dimaksud dalam pemberian
kuasa.
69
2. Konsepsi