Analisis Hukum Atas Klausula Pelarangan Penggantian Direksi Dan Komisaris Perseroan Terbatas Sebagai Debitur Dalam Perjanjian Kredit Pada Bank

(1)

ANALISIS HUKUM ATAS KLAUSULA PELARANGAN PENGGANTIAN

DIREKSI DAN KOMISARIS PERSEROAN TERBATAS SEBAGAI

DEBITUR DALAM PERJANJIAN KREDIT PADA BANK

TESIS

OLEH

RUDY HAPOSAN SIAHAAN 097011119

PROGRAM STUDI MAGISTER KENOTARIATAN FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(2)

ANALISIS HUKUM ATAS KLAUSULA PELARANGAN PENGGANTIAN

DIREKSI DAN KOMISARIS PERSEROAN TERBATAS SEBAGAI

DEBITUR DALAM PERJANJIAN KREDIT PADA BANK

TESIS

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Magister Dalam Program Studi Magister Kenotariatan pada Fakultas Hukum

Universitas Sumatera Utara

OLEH:

RUDY HAPOSAN SIAHAAN 097011119

PROGRAM STUDI MAGISTER KENOTARIATAN FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(3)

Judul : ANALISIS HUKUM ATAS KLAUSULA PELARANGAN PENGGANTIAN DIREKSI DAN KOMISARIS PERSEROAN TERBATAS SEBAGAI DEBITUR DALAM PERJANJIAN KREDIT PADA BANK

Nama : RUDY HAPOSAN SIAHAAN

NIM : 097011119

Program Studi : Magister Kenotariatan

Menyetujui Komisi Pembimbing

Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH, MS, CN

Ketua

Chairani Bustami, SH, SpN, MKn Dr. T. Keizerina Devi A, SH, CN. M.Hum

Anggota Anggota

Mengetahui,

Ketua Program Dekan

Magister Kenotariatan

Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH, MS. CN Prof. Dr. Runtung, SH, M.Hum

Tangga Lulus : 07 Juli 2010


(4)

Tanggal : 07 Juli 2010

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH, MS, CN Anggota : Chairani Bustami, SH, SpN. MKn

Dr. T.Keizerina Devi A, SH, CN, MHum Prof. Dr. Budiman Ginting, SH, MHum Prof. Dr. Sunarmi, SH, Mhum


(5)

ABSTRAK

Perseroan Terbatas sebagai subjek hukum adalah artificial person, dimana kapasitas anggota Direksi dilakukan orang perorangan. Jadi siapapun anggota Direksi, tanggungjawabnya tetap pada perseroan sepanjang Direksi tersebut menjalankan kegiatan perseroan sesuai dengan kepentingan perseroan, maksud dan tujuan perseroan dan tidak melanggar larangan dan batasan UUPT serta anggaran dasar perseroan. Dan Hal ini juga sama halnya bagi anggota Dewan Komisaris dalam menjalankan tugas dan wewenang yang diberikan kepadanya.

Klausula pelarangan penggantian Direksi Dan Komisaris dalam perjanjian kredit akan menimbulkan ketidakseimbangan dalam hubungan konsensual, karena Direksi dan Komisaris dalam keadaan terpaksa menandatangani perjanjian kredit tersebut tanpa mempunyai hak tawar atas klausula-klausula yang baku (standart). Asas kebebasan berkontrak yang menjadi dasar hukum perjanjian kredit berdasarkan pasal 1320 KUH Perdata juncto pasal 1338 KUH Perdata, para pihak bebas membuat perjanjian dan berlaku sebagai undang-undang yang mengikat para pihak, bukanlah sesuatu yang mutlak. Tetapi isi perjanjian kredit tersebut berupa syarat-syarat dan klausula-kalusula yang di dalamnya tidak boleh bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, asas kepatutan dan itikad baik serta adanya unsur paksaan.

Dengan adanya pelarangan tersebut dalam klausula perjanjian kredit, ada pihak lain yang dibatasi hak dan kewenanganya yaitu organ Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS), di mana kewenangan tersebut telah diatur dalam UUPT dan ketentuan anggaran dasar perseroan. Akibat perbuatan hukum yang dilakukan demikian Direksi dan Komisaris bertanggung jawab penuh secara pribadi atas pemberian kredit yang berikan oleh bank kepada perseroan terbatas.


(6)

ABSTRACT

Limited Company as the subject of law is an artificial person, where the capacity of members of the Board of Directors made individual. So any member of the Board of Directors, their responsibilities throughout the company remained on the Board of Directors has been running the company activities in accordance with corporate interests, purposes and objectives of the company and does not violate the prohibitions and limitations of the UUPT and the articles of association of the company. And it is also the same as for members of the Board of Commissioners in performing their duties and given authority.

Clause of prohibiting reimbursement of Directors and Commissioners in the credit agreement would lead to an imbalance in a consensual relationship, because the Board of Directors and Commissioners in the state was forced to sign the loan agreement without having bargaining rights for clauses standard. The principle of freedom of contract which form the legal basis of the credit agreement pursuant to article 1320 Civil Code Article 1338 Civil Code as amended, the parties are free to make appointments and act as a law binding on the parties, is not absolute. But the contents of the form of the loan agreement the terms and clauses-in which must not be contrary to the statutory regulations applicable, the principle of decency and good faith and the existence of coercion.

Owing to existence of such restrictions in a clause into a credit agreement, there are other parties that restricted the rights and authority namely RUPS (General Meeting Shareholders) elements, where such authority has been set forth in the Company Law and the provisions of the articles of association of the company. As a result of legal actions undertaken thus Directors and Commissioners are fully responsible for the provision of personal loans given by banks to a limited company.


(7)

KATA PENGANTAR

Dengan megucapkan puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa karena berkat dan rahmat-Nya, maka tesis ini dapat diselesaikan dengan judul Analisis Hukum Atas Klausula Pelarangan Penggantian Direksi Dan Komisaris Perseroan Terbatas Sebagai Debitur Dalam Perjanjian Kredit Pada Bank.

Penulis menyadari dalam penulisan tesis ini, bukanlah semata-mata atas kemampuan diri penulis sendiri, melainkan atas bantuan, dukungan dan bimbingan dari semua pihak dalam penyusunan tesis ini. Terima kasih yang yang mendalam dan tulus

saya ucapkan secara khusus kepada yang terhormat dan amat terpelajar Bapak Prof. Dr.Muhammad Yamin, SH, MS, CN selaku Ketua Komisi Pembimbing dan Ibu

Chairani Bustami, SH, SpN, MKn serta Ibu Dr. T. Keizerina Devi A, SH, CN, M.Hum, masing masing selaku anggota Komisi Pembimbing yang telah memberi pengarahan, nasehat serta bimbingan kepada penulis dalam penulisan tesis ini.

Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan secara khusus kepada yang terhormat dan amat terpelajar Bapak Prof. Dr. Budiman Ginting, SH, M.Hum dan Ibu Prof. Dr. Sunarmi, SH, M.Hum selaku dosen yang selama ini membimbing dan membina penulis dan pada kesempatan ini dipercayakan menjadi Dosen Penguji sekaligus sebagai Panitia Penguji Tesis.


(8)

Selanjutnya ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya penulis sampaikan kepada :

1. Bapak Prof. DR.Dr. Syahril Pasaribu, DTM & H, MSc (CTM), SpA (K), selaku Rektor Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Prof. Dr. Runtung, SH, M.Hum, selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH, MS, CN dan Ibu Ibu Dr. T. Keizerina Devi A, SH, CN, Mhum, selaku Ketua dan Sekretaris Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

4. Bapak dan Ibu para Guru Besar serta Dosen Staf Pengajar dan para karyawan pada Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara. 5. Para Narasumber Bapak Alex, Bapak Budi Fransetia Tarigan, Bapak Erwin Ritonga,

Bapak Torang Panjaitan, Bapak Ardiman Zebua dan Bapak Rifai Dalimunthe.

6. Rekan-rekan dan teman-teman mahasiswa Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, khususnya rekan mahasiswa penyataraan Tahun 2009 (bang Buhari, Taufik, kak Igum, Lila, Awi dan Netti).

Secara khusus penulis menghaturkan sembah dan sujud dan ucapan terima kasih yang tak terhingga kepada ayahanda tercinta Hasoloan Siahaan, SH dan Ibunda tercinta Triene Elvi Ujung atas doa dan dukungannya selama perkuliahan dan dalam menyelesaikan tesis ini.


(9)

Teristimewa buat yang tercinta isteri penulis Rumia Parapat, SH dan anak-anakku yang tercinta dan tersayang Ruben Nathan Siahaan dan Reagan Brian Siahaan yang mendukung penulis untuk melanjutkan dan menyelesaikan studi pada Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara dengan penuh kesabaran dan pengorbanan yang tak ternilai harganya serta yang selalu mendoakan penulis.

Akhirnya penulis ucapkan terima kasih kepada semua pihak yang membantu dalam penulisan tesis ini yang tidak dapat penulis sebutkan namanya satu persatu dan penulis berharap tesis ini bermamfaat bagi bidang ilmu hukum, khususnya dalam bidang ilmu kenotariatan.

Medan, Juni 2010 Penulis


(10)

RIWAYAT HIDUP

Saya yang bertanda tangan di bawah ini :

DATA PRIBADI

Nama : Rudy Haposan Siahaan, SH, SpN Tempat /Tanggal Lahir : Medan, 04 Pebruari 1967

Jenis Kelamin : Laki-laki

Pekerjaan : Notaris dan PPAT Kota Medan Agama : Kristen Protestan

Status : Menikah

Alamat Kantor : Jalan K.H.Wahid Hasyim Nomor 106 Medan (20119) Telepon/Fax : 061-4522269, 061-4574863/061-4513501

Alamat Rumah : Jalan Sei Serapuh nomor 27/69 Medan Telepon/HP : 061-4157375/ 08126028612

PENDIDIKAN FORMAL

1. SD Katolik Lulus tahun 1980 2. SMP Fatima Katolik Sibolga Lulus tahun 1983 3. SMA Katolik Sibolga Lulus tahun 1986 4. S-1 Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran Bandung Lulus tahun 1991 5. SpN Program Spesialis Notariat Fakultas Hukum Universitas Lulus tahun 1994 Padjadjaran Bandung

6. S-2 Program studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara Medan


(11)

PENDIDIKAN INFORMAL

1. Pendidikan dan Latihan Pejabat Pembuat Akta Perkoperasian , Bali, Tahun 2004 2. Pendidikan dan Latihan Pejabat Pembuat Akad Syariah, Medan, Tahun 2007

3. Pembekalan dan Penyegaran Pengetahuan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT), Surabaya, Tahun 2007

4. Pembekalan dan Penyegaran Pengetahuan Ikatan Notaris Indonesia (INI), Palembang, Tahun 2008

5. Pendidikan dan Latihan Pejabat Pembuat Akta Badan Hukum Pendidikan, Medan, Tahun 2009

6. Pembekalan dan Penyegaran Pengetahuan Ikatan Notaris Indonesia (INI), Bali, Tahun 2010

7. Pembekalan dan Penyegaran Pengetahuan Ikatan Notaris Indonesia (INI), Batam, Tahun 2010

PENGALAMAN KERJA

1. Asisten Notaris/PPAT Dr. Antje Mariana Ma’moen, SH, Notaris di Bandung, Tahun 1991 s/d 1994

2. Notaris Pengganti Nenny Isnaeni, SH, Notaris di Ciamis (Jawa Barat), Tahun 1994 3. Notaris Pengganti Dr. Antje Mariana Ma’moen, SH, Notaris di Bandung, Tahun 1995 4. Asisten Notaris/PPAT Hasan Zainal Zaini, SH, Notaris di Jakarta, Tahun 1995 5. Notaris /PPAT di Watansoppeng (Makasar), Tahun 1995 s/d 1999

6. Notaris/PPAT di Medan, Tahun 1999 s/d sekarang

PENGALAMAN AKADEMIS

1. Dosen Luar Biasa Fakultas Hukum Sekolah Tinggi Ilmu Hukum (STIH) Algazali Soppeng (Makasar) Tahun 1996 s/d 1999

2. Pengajar/Trainer pada Pelatihan Hukum bagi praktisi hukum Pelabuhan di lingkungan PT (Pesero) Pelindo I Medan yang di selenggarakan oleh Lembaga Manajemen Dan Hukum Indonesia Jakarta, di Medan Tahun 2002.


(12)

3. Pengajar/Trainer pada Training BPR Group NBP yang diselenggarakan oleh PT. Permodalan Nasional Madani (Persero), di Medan Tahun 2009

4. Penguji dalam pelaksanaan ujian Kode Etik Notaris Pengwil Sumatera Utara Periode tahun 2009

5. Pemberi pembekalan dan pembinaan dalam Organisasi Dan Administrasi Perkantoran Notaris Pengwil Sumatera Utara, Tahun 2010

6. Penguji dalam pelaksanaan ujian Kode Etik Notaris Pengwil Sumatera Utara Periode tahun 2010

PENGALAMAN ORGANISASI

1. Himpunan Mahasiswa Perdata (HIMATA) Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran Bandung, sebagai anggota Tahun 1989 s/d 1991

2. Himpunan Mahasiswa Penelitian dan Penyuluhan Hukum, Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran Bandung, sebagai anggota Tahun 1989 s/d 1991

3. Ikatan Mahasiswa Notariat (IMNO) Universitas Padjadjaran Bandung sebagai anggota/sekretaris Tahun 1991 s/d 1994

4. Ikatan Notaris Indoesia (INI) Pengda Indonesia Timur, Cabang Bone dan sekitarnya sebagai anggota/bendahara Tahun 1995 s/d 1999

5. Ikatan Notaris Indonesia (INI) Pengda Sumatera Utara/Aceh sebagai anggota/kopja Tahun 2000 s/d 2003

6. Ikatan Notaris Indonesia (INI) Pencab Kota Medan sebagai anggota/wakil ketua tahun 2003 s/d 2006

7. Ikatan Pejabat Pembuat Akta Tanah (IPPAT) Pencab Medan, sebagai wakil ketua Tahun 2003 s/d 2006

8. Ikatan Alumni Universitas Padjadjaran Bandung (IKA-UNPAD) Komda Sumatera Utara sebagai anggota Tahun 1999 s/d sekarang

9. Pengurus Perkumpulan Penguruan Kristen Medan ((PPKM) sebagai anggota Tahun 2002 s/d sekarang.


(13)

10. Ikatan Alumni Notariat Universitas Padjadjaran Bandung (IKANO-UNPAD) sebagai anggota Tahun 2007 s/d sekarang.

11. Ikatan Pejabat Pembuat Akta Tanah (IPPAT) Pengwil Sumatera Utara sebagai anggota/wakil ketua Tahun 2008 s/d sekarang

12. Ikatan Notaris Indonesia (INI) Pengwil Sumatera Utara sebagai anggota/seksi Perlindungan Profesi dan Peraturan Perundang-Undangan Tahun 2009 s/d sekarang

Demikian daftar riwayat hidup ini saya perbuat dengan sebenarnya.

Medan, Juni 2010 Saya yang membuat


(14)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

RIWAT HIDUP ... ... iii

KATA PENGANTAR... vii

DAFTAR ISI... x

BAB I PENDAHULUAN... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Perumusan Masalah ... 9

C. Tujuan Penelitian ... 9

D. Manfaat Penelitian ... 10

E. Keaslian Penelitian... 11

F. Kerangka Teori dan Landasan Konsepsional ... 12

1. Kerangka Teori ... 12

2. Landasan Konsepsional ... 25

G. Metode Penelitian ... 28

1. Sifat Penelitian... 29

2. Pendekatan Penelitian... 29

3. Sumber Data ... 29

4. Pengumpulan Data... 30

5. Analisis Data ... 31

BAB II BERBAGAI ASPEK YANGMENJADI PERTIMBANGAN BANK DALAM PEMBERIAN KREDIT KEPADA PERSEROAN TERBATAS ... 32

A. Aspek legalitas Perusahaan ... 33


(15)

a. Perseroan Terbatas yang belum Memperoleh Keputusan

Pengesahan Status Badan Hukum dari Menteri... 36

b. Perseroan Terbatas yang telah Memperoleh Keputusan Pengesahan Status Badan Hukum dari Menteri... 40

c. Pendaftaran dan Pengumuman Perseroan Terbatas yang telah Memperoleh Keputusan Pengesahan Status Badan Hukum ... 42

2. Perubahan Anggaran Dasar Perseroan Terbatas... 47

a. Perubahan Anggaran Dasar Perseroan yang harus mendapat persetujuan Menteri. ... 47

b. Perubahan Anggaran Dasar yang cukup dengan Pemberitahuan Menteri. ... 48

B. Aspek Manajemen dan Organisasi... 49

1. Direksi... 51

2. Dewan Komisaris... 55

3. Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) ... 58

C. Aspek Risiko ... 63

D. Aspek Jaminan ... 66

1. Jaminan Kebendaan ... 68

a. Jaminan Kebendaan Barang Bergerak ... 69

b. Jaminan Kebendaan Barang tak Bergerak)... 72

2. Jaminan Perorangan (Personal Guarantee/Borgtocht) ... 75

3. Jaminan Perusahaan (Corporate Guarantee) ... 76

E. Aspek Dokumentasi... 77


(16)

BAB III KEWENANGAN DAN TANGGUNG JAWAB PERSEROAN

TERBATAS DALAM MELAKUKAN PERJANJIAN

KREDIT PADA BANK ... 81

A. Mekanisme Kewenangan Bertindak Perseroan Terbatas dalam

Melakukan Perjanjian Kredit pada Bank ... 83 1. Kewenangan yang diberikan kepada Direksi ... 84 2. Kewenangan yang diberikan kepada Direksi dengan

persetujuan Dewan Komisaris ... 87 3. Kewenangan yang diberikan kepada Direksi dengan persetujuan

Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS)... .... 90 B. Tanggungjawab Direksi, Dewan Komisaris dan Pemegang

Saham Atas kedit yang diberikan oleh Bank kepada Perseroan

Terbatas... 94

BAB IV PELAKSANAAN PERJANJIAN KREDIT PADA BANK KETIKA ADA KLAUSULA PELARANGAN

PENGGANTIAN DIREKSI DAN KOMISARIS PADA

PERSEROAN TERBATAS ... 103

A. Klausula dalam Perjanjian Kredit terhadap Perseroan Terbatas

Sebagai Debitur pada Bank... 106 B. Klausula Pelarangan penggantian Direksi dan Komisaris

Perseroan Terbatas dalam Perjanjian Kredit pada Bank... 114 C. Akibat Hukum atas klausula Pelarangan penggantian Direksi

dan Komisaris Perseroan Terbatas dalan Perjanjian Kredit pada


(17)

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN... 143

A. Kesimpulan ... 143

B. Saran ... 145


(18)

ABSTRAK

Perseroan Terbatas sebagai subjek hukum adalah artificial person, dimana kapasitas anggota Direksi dilakukan orang perorangan. Jadi siapapun anggota Direksi, tanggungjawabnya tetap pada perseroan sepanjang Direksi tersebut menjalankan kegiatan perseroan sesuai dengan kepentingan perseroan, maksud dan tujuan perseroan dan tidak melanggar larangan dan batasan UUPT serta anggaran dasar perseroan. Dan Hal ini juga sama halnya bagi anggota Dewan Komisaris dalam menjalankan tugas dan wewenang yang diberikan kepadanya.

Klausula pelarangan penggantian Direksi Dan Komisaris dalam perjanjian kredit akan menimbulkan ketidakseimbangan dalam hubungan konsensual, karena Direksi dan Komisaris dalam keadaan terpaksa menandatangani perjanjian kredit tersebut tanpa mempunyai hak tawar atas klausula-klausula yang baku (standart). Asas kebebasan berkontrak yang menjadi dasar hukum perjanjian kredit berdasarkan pasal 1320 KUH Perdata juncto pasal 1338 KUH Perdata, para pihak bebas membuat perjanjian dan berlaku sebagai undang-undang yang mengikat para pihak, bukanlah sesuatu yang mutlak. Tetapi isi perjanjian kredit tersebut berupa syarat-syarat dan klausula-kalusula yang di dalamnya tidak boleh bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, asas kepatutan dan itikad baik serta adanya unsur paksaan.

Dengan adanya pelarangan tersebut dalam klausula perjanjian kredit, ada pihak lain yang dibatasi hak dan kewenanganya yaitu organ Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS), di mana kewenangan tersebut telah diatur dalam UUPT dan ketentuan anggaran dasar perseroan. Akibat perbuatan hukum yang dilakukan demikian Direksi dan Komisaris bertanggung jawab penuh secara pribadi atas pemberian kredit yang berikan oleh bank kepada perseroan terbatas.


(19)

ABSTRACT

Limited Company as the subject of law is an artificial person, where the capacity of members of the Board of Directors made individual. So any member of the Board of Directors, their responsibilities throughout the company remained on the Board of Directors has been running the company activities in accordance with corporate interests, purposes and objectives of the company and does not violate the prohibitions and limitations of the UUPT and the articles of association of the company. And it is also the same as for members of the Board of Commissioners in performing their duties and given authority.

Clause of prohibiting reimbursement of Directors and Commissioners in the credit agreement would lead to an imbalance in a consensual relationship, because the Board of Directors and Commissioners in the state was forced to sign the loan agreement without having bargaining rights for clauses standard. The principle of freedom of contract which form the legal basis of the credit agreement pursuant to article 1320 Civil Code Article 1338 Civil Code as amended, the parties are free to make appointments and act as a law binding on the parties, is not absolute. But the contents of the form of the loan agreement the terms and clauses-in which must not be contrary to the statutory regulations applicable, the principle of decency and good faith and the existence of coercion.

Owing to existence of such restrictions in a clause into a credit agreement, there are other parties that restricted the rights and authority namely RUPS (General Meeting Shareholders) elements, where such authority has been set forth in the Company Law and the provisions of the articles of association of the company. As a result of legal actions undertaken thus Directors and Commissioners are fully responsible for the provision of personal loans given by banks to a limited company.


(20)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Perseroan terbatas sebagai salah satu badan usaha dalam kegiatan perekonomian, membutuhkan pengaturan yang mampu mengikuti perkembangan jaman, baik secara nasional maupun secara internasional. Pengaturan mengenai perseroan terbatas yang tercantum dalam pasal 36 sampai dengan pasal 56 Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD) sangat sumir dan sederhana, sehingga tidak dapat mengikuti tantangan perkembangan jaman.

Disamping itu masih terdapat bentuk hukum perseroan terbatas dengan nama Maskapai Andil Indonesia (MAI) yang diatur dalam Ordonansi Maskapai Andil Indonesia (Ordonantie op Indonesiche Maatschappy) Staatblad 1939: 569 juncto 717. Oleh karenanya diperlukan pembaharuan dan kesatuan pengaturan mengenai perseroan terbatas.

Guna menjawab tantangan tersebut maka diundangkanlah Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1995. Adapun alasan penggantian menurut Undang-Undang Perseroan Terbatas tersebut dalam konsiderans antara lain :

1. Ketentuan yang diatur dalam KUHD dianggap tidak sesuai lagi peraturan perseroan terbatas yang ditentukan oleh KUHD, tidak sesuai lagi dengan perkembangan ekonomi dan dunia usaha yang semakin pesat, baik secara nasional maupun internasional.


(21)

2. Menciptakan kesatuan hukum dalam perseroan yang berbentuk badan hukum (rechts person, legal person, legal entity)1

Selain dari konsideran yang dikemukakan, dalam penjelasan umum juga dirumuskan hal-hal berikut antara lain:

1. Sasaran umum pembangunan, antara lain diarahkan kepada peningkatan kemakmuran rakyat.

2. Untuk mencapai sasaran tersebut, sarana penunjang antara lain tatanan hukum yang mampu mendorong dan mengendalikan berbagai kegiatan pembangunan di bidang ekonomi.

Kemudian diganti lagi dengan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 (UUPT), tentang Perseroan Terbatas, dan yang menjadi alasan dilakukannya penggantian UUPT tersebut sebagaimana dalam konsideran menimbang UUPT Nomor 40 Tahun 2007 yaitu:2

a. Bahwa perekonomian nasional yang diselenggarakan berdasarkan atas demokrasi ekonomi dengan prinsip kebersamaan, efisiensi, berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian, serta dengan menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional, perlu didukung oleh kelembagaan perekonomian yang kokoh dalam rangka mewujudkan kesejahteraan rakyat.

b. Bahwa dalam rangka lebih meningkatkan pembangunan perekonomian nasional dan sekaligus memberikan landasan yang kokoh bagi dunia usaha dalam menghadapi perkembangan perekonomian dunia dan kemajuan ilmu pengetahuan dan tekhnologi di era globalisasi pada masa mendatang, perlu didukung oleh suatu undang-undang yang mengatur tentang perseroan terbatas yang mendapat menjamin terselenggaranya iklim dunia usaha yang kondusif.

c. Bahwa perseroan terbatas sebagai salah satu pilar pengembangan perekonomian nasional perlu diberikan landasan hukum untuk lebih memacu pembangunan nasional yang disusun sebagai usaha bersama berdasarkan asas kekeluargaan. d. Bahwa Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas

dipandang sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan hukum dengan kebutuhan masyarakat sehingga perlu diganti dengan undang-undang yang baru.

1 M. Yahya Harahap, Hukum Perseroan Terbatas, (Jakarta: Sinar Grafika, 2009), halaman 24. 2 Habib Adjie, Status Badan Hukum, Prinsip-Prinsip dan Tanggungjawab Sosial Perseroan Terbatas


(22)

Selanjutnya dalam penjelasan Undang-Undang nomor 40 tahun 2007 tersebut ditegaskan bahwa:

a. Dalam perkembangannya ketentuan Undang-Undang nomor 1 tahun 1995 dipandang tidak lagi memenuhi perkembangan hukum dan kebutuhan masyarakat karena keadaan ekonomi serta kemajuan ilmu pengetahuan, teknologi dan informasi sudah berkembang begitu pesat, khususnya era globalisasi.

b. Meningkatnya tuntutan masyarakat akan layanan yang cepat, kepastian hukum. c. Tuntutan akan perkembangan dunia usaha yang sesuai dengan prinsip pengelolaan

perusahaan yang baik (Good Corporate Governance).

Dengan perspektif seperti tersebut diatas, diharapkan UUPT bersifat akomodatif, fasilitatif dan antisipatif serta preskriftif3 untuk mendorong berbagai bentuk kegiatan ekonomi dan dapat menumbuhkan bidang-bidang usaha yang saling terkait dengan bidang lainnya.

Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tersebut belum dapat menampung tuntutan pelembagaan perekonomian, ilmu pengetahuan dan teknologi secara substansial. Sebab bagaimanapun bagus dan sempurnanya undang-undang pada saat dibahas dan diperdebatkan di parlemen, namun pada saat undang-undang itu diundangkan pasti akan langsung, berhadapan dengan seribu satu macam masalah yang sebelumnya tidak diperkirakan dan tidak diprediksi pada saat Undang-Undang itu dirumuskan.

Barangkali demikianlah keadaan objektif yang akan dihadapi Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007. Dia akan langsung berhadapan dengan berbagai masalah dalam penerapan, baik yang disebabkan adanya kekosongan atau celah hukum yang terbuka, rumusan yang terlampau luas (broad term), kekeliruan perumusan atau pendefinisian

3

Ibid, halaman 3,

Fungsi Hukum pada saat ini haruslah akomodatif, fasilitatif dan antisipatif serta preskriftif.

- Akomodatif, yang berarti hukum dapat mengakomodasikan semua kepentingan masyarakat, jangan sampai terjadi hukum membelenggu dan memasung kreativitas masyarakat, dalam segala aspek hidup dan kehidupan

- Fasilitatif, yang berarti hukum dapat memfasilitasi semua kepentingan atau kebutuhan masyarakat, dan selalu ada jalan bagi masyarakat ketika mengalami kebuntuan, dalam rangka memenuhi segala kepentingan dan kebutuhannya.

- Antisipatif, yang berarti hukum dapat mengantisipasi kejadian-kejadian yang mungkin timbul dikemudian hari, yang pada saat ini belum tentu terjadi.

- Preskriftif, yang berarti hukum dapat meramalkan dan mengatur suatu kejadian yang mungkin terjadi dan hukum akan memberikan arah kepada sesuatu yang akan terjadi tersebut.


(23)

(ill defined) maupun kata atau rumusan yang mengandung ambiguitas (ambiquity). Apalagi jika di hubungan dengan realitas perubahan masyarakat yang sangat cepat (speed social change) pada saat sekarang. 4

Dalam praktek hukum menunjukkan bahwa pada dasarnya hanya subjek hukum yang berhak menjadi penyandang hak dan kewajiban, termasuk menjadi pemilik dari suatu benda atau kekayaan tertentu. Subjek hukum tersebut adalah individu orang perorangan yang dinilai mampu untuk dan memiliki untuk kecakapan bertindak dalam hukum dan mempertahankan haknya didalam hukum yang merupakan actificial

person, yaitu sesuatu yang diciptakan oleh hukum guna memenuhi kebutuhan

perkembangan kehidupan masyarakat.5

Ketentuan ini dapat ditemukan dan diatur dalam pasal 519 KUH Perdata, yang menyebutkan:6

Ada kebendaan yang bukan milik siapapun juga, kebendaan lainnya adalah milik negara, milik badan kesatuan atau milik seseorang.

Dari ketentuan pasal ini dapat diketahui bahwa selain negara yang menjadi milik7 sebagai subjek hukum adalah orang perorangan biasa, baik dalam orang perorangan atau lebih8 atau badan kesatuan sebagai badan hukum.9

Badan kesatuan atau yang sering disebut badan hukum, menurut R. Subekti, adalah:

Suatu badan atas perkumpulan yang dapat memiliki hak-hak dan melakukan perbuatan seperti manusia serta memiliki kekayaan sendiri, dapat digugat atau mengugat didalam hukum10

4

M. Yahya Harahap, Op.cit, halaman 28.

5 Gunawan Wijaya, Resiko Hukum sebagai Direksi, Komisaris dan Pemilih (Jakarta: Forum Sahabat,

2008), halaman 1.

6 KUH Perdata, Pasal 519 7 KUH Perdata, Pasal 520 8

KUH Perdata, Pasal 526

9 KUH Perdata, Pasal 527

10 Subekti, Pokok-pokok Hukum Perdata, Cetakan Keduapuluh sembilan (Jakarta: Intermaju, 2001),


(24)

Perseroan Terbatas adalah badan hukum yang merupakan persekutuan modal yang didirikan berdasarkan perjanjian dan melakukan usaha dengan modal dasar yang seluruh modalnya terbagi dalam saham.11

Kepemilikan badan hukum atas harta kekayaan tertentu pada pokoknya bersumber dari hasil kekayaan yang dipisahkan dari orang perorangan secara khusus, yang diperuntukkan bagi penggunaan maksud dan tujuan badan hukum tersebut.12

Perseroan Terbatas sebagai badan hukum untuk mencapai tujuannya memerlukan adanya organisasi atau pembagian tugas yang teratur.13 Dalam pasal 1 ayat (2) UUPT disebutkan ada tiga organ, yaitu:

1. Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) 2. Direksi

3. Dewan Komisaris

Untuk mendukung maksud dan tujuan perseroan salah satunya usaha yang dilakukan adalah berhubungan dengan bank untuk memperoleh bantuan permodalan guna meningkatkan usahanya. Bantuan berupa kredit yang diterima perseroan inilah yang kemudian untuk memperbesar volume usaha dengan produktivitasnya.

Hubungan yang paling utama dan lazim antara bank dengan nasabah debitur adalah hubungan kontraktual. Hal ini berlaku hampir terhadap semua nasabah debitur baik nasabah debitur, nasabah deposan ataupun nasabah non debitur-non deposan.

11

Undang-Undang nomor 40 Tahun 2007, pasal 1 angka 1.

12 Gunawan Wijaya, Op.cit, halaman 1.

13 Parasian Simanungkalit, RUPS Kaitannya dengan Tanggungjawab Direksi pada Perseroan Terbatas


(25)

Terhadap nasabah debitur, hubungan kontraktual tersebut berdasarkan atas suatu kontrak yang dibuat antara bank sebagai kreditur (pemberi dana) dengan debitur (peminjam dana).14

Didalam dunia perbankan, dibandingkan dengan perkumpulan-perkumpulan dagang lainnya seperti Maatchaap, Firma dan Perseroan Komanditer, Perseroan Terbatas merupakan bentuk perkumpulan dagang yang paling diminati kalangan perbankan dalam pemberian kredit kepada nasabahnya. Hal ini berkemungkinan karena dalam perseroan Terbatas itu terdapat pembatasan tugas dan wewenang yang jelas antara ketiga organ yang terdapat didalamnya, yaitu RUPS, Direksi dan Dewan Komisaris.

Dengan diundangkannya Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, dapat dipilah hal-hal apa saja yang termasuk lingkup tugas pengurusan sehingga menjadi tanggungjawab Direksi dan hal-hal apa saja yang termasuk lingkup pengawasan sehingga menjadi tanggungjawab Dewan Komisaris serta kewenangan yang dimiliki RUPS.

Hal ini agar Direksi dan Dewan Komisaris dalam melakukan tugasnya dengan penuh tanggung jawab karena UUPT memberi sanksi dan tanggung jawab renteng kepada Direksi dan Dewan Komisaris atas kerugian yang diderita oleh perseroan maupun pihak ketiga. Oleh karena itu Direksi sebagai organ perseroan yang menjalankan kepengurusan dituntut bekerja secara profesional karena maju mundurnya suatu perseroan terbatas sangat dipengaruhi oleh peran Direksi dalam perseroan.


(26)

Sehubungan dengan pemberian kredit yang diberikan kepada perseroan terbatas sebagai debitur pada bank, umumnya hubungan kontraktualnya dilakukan dengan perjanjian kredit. Perjanjian kredit ini perlu mendapat perhatian yang khusus baik oleh bank sebagai kreditur maupun oleh nasabah sebagai debitur, karena perjanjian kredit mempunyai fungsi yang sangat penting dalam pemberian pengelolaannya maupun penatalaksanaan kreditur sendiri. Menurut Ch. Gatot Wardoyo, dalam tulisannya mengenai klausula-klausula perjanjian kredit bank, perjanjian kredit mempunyai beberapa fungsi yaitu diantaranya:15

1. Perjanjian kredit berfungsi sebagai perjanjian pokok, artinya perjanjian kredit merupakan sesuatu yang menentukan batal atau tidak batalnya perjanjian lain yang mengikutinya, misalnya perjanjian pengikat jaminan. 2. Perjanjian kredit berfungsi sebagai alat bukti mengenai batasan-batasan hak

dan kewajiban diantara kreditur dan debitur

3. Perjanjian kredit berfungsi sebagai alat untuk melakukan monitoring kredit.

Selanjutnya dalam mengisi materi perjanjian kredit tersebut para pihak akan mengadakan suatu perundingan yang menyangkut klausula-klausula yang diperlukan dalam perjanjian tersebut.

Perjanjian kredit yang dibuat oleh bank dengan nasabahnya bersifat perjanjian baku atau perjanjian standart. Dimana hampir setiap bank telah mempersiapkan blangko dan formulir ataupun telah memberikan ketentuan-ketentuan tertentu dalam hubungan dengan para nasabahnya. Manakala perjanjian kredit dalam bentuk akta otentik atau akta notaris, tidak jarang syarat perjanjian telah ditentukan terlebih dahulu oleh pihak bank sehingga isi perjanjian kredit dalam bentuk inipun dapat dikatakan merupakan suatu perjanjian baku, dengan klausula baku pula. Hal ini memberikan suatu kesan dan asumsi bahwa bank dengan cara demikian sebagai pihak yang kuat mendominasi pihak lawan dan telah memaksakan kehendaknya terhadap pihak yang lemah pada nasabahnya. Nasabah menyetujui klausula dari perjanjian baku dengan pilihan ”take it or leave it”.16

15

Ch. Gatot Wardoyo, dalam Muhammad Djumhana, Hukum Perbankan di Indonesia (Bandung: Citra Aditya Bakti, 1993), halaan 228.

16 Herlien Budiono, Kumpulan Tulisan Hukum Perdata Dibidang Kenotariatan (Bandung: PT. Cipta


(27)

Salah satu klausula yang menjadi baku yang sering dijumpai dalam perjanjian kredit baik yang dibuat dengan akta dibawah tangan maupun akta otentik yang dibuat dihadapan Notaris adalah mengenai:

” Pelarangan perubahan susunan pengurus perseroan (Direksi dan Komisaris)”

Pelarangan terhadap penggantian pengurus (Direksi dan Komisaris) dalam klausula baku dalam perjanjian kredit oleh bank, jika dikaitkan dengan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, akan bertentangan dengan kewenangan yang dimiliki organ RUPS dari perseroan terbatas itu sendiri sebagai badan hukum.

Melihat bahwa kewenangan penggantian Direksi dan Komisaris dalam perseroan terbatas adalah merupakan kewenangan organ RUPS, sementara dalam anggaran dasar perseroan meminjam uang merupakan kewenangan yang diberikan kepada Direksi sebagai organ yang mengurus dan mewakili perseroan dengan persetujuan Dewan Komisaris tanpa memerlukan persetujuan dari RUPS, maka peneliti tertarik melakukan pengkajian dan analisis terhadap peraturan-peraturan hukum sehubungan adanya pelarangan penggantian Direksi dan Komisaris dalam klausula perjanjian kredit pada bank ketika perseroan terbatas sebagai Debitur.


(28)

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang diatas, maka permasalahan yang akan dibahas dalam penulisan tesis ini adalah:

1. Apakah yang menjadi aspek pertimbangan bank atas pemberian kredit kepada Perseroan Terbatas?

2. Bagaimana kewenangan dan tanggung jawab Perseroan Terbatas dalam melakukan perjanjian kredit pada bank?

3. Bagaimana pelaksanaan perjanjian kredit pada bank ketika ada klausula pelarangan penggantian Direksi dan Komisaris pada Perseroan Terbatas?

C. Tujuan Penelitian

Adapun yang merupakan tujuan dari tesis ini adalah untuk mendapatkan gambaran dan jawaban dari perumusan masalah, sehingga dapat memberikan penjelasan sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui apa yang menjadi aspek pertimbangan bank atas pemberian kredit oleh bank kepada Perseroan Terbatas.

2. Untuk mengetahui kewenangan dan tanggung jawab Perseroan Terbatas dalam melakukan perjanjian kredit pada bank.

3. Untuk mengetahui pelaksanaan perjanjian kredit pada bank ketika ada klausula pelarangan penggantian Direksi dan Komisaris pada Perseroan Terbatas.


(29)

D. Manfaat Penelitian

Manfaat penulisan ini dapat kita lihat dari 2 (dua) aspek, yaitu: 1. Aspek secara teoritis

Adalah diharapkan dari hasil penelitian menguatkan asas bahwa semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai Undang-Undang bagi mereka yang membuatnya, asal saja tidak bertentangan dengan Undang-Undang, kesusilaan dan ketertiban umum, sehingga memberikan kepastian dan perlindungan hukum serta manfaat yang merupakan tujuan dari pada hukum.

2. Aspek secara praktis

Adalah diharapkan dari hasil penelitian menjadi masukan bagi kalangan praktisi hukum khususnya Notaris dan kalangan perbankan dalam membuat perjanjian kredit baik yang dibuat secara dibawah tangan maupun dengan akta otentik, yang berhubungan dengan Perseroan Terbatas sebagai Debitur pada bank.

E. Keaslian Penelitian

Telah banyak penelitian yang dilakukan mengenai Perseroan Terbatas, namun sejauh ini berdasarkan informasi dan penelusuran kepustakaan khususnya dilingkungan Sekolah Pasca Sarjana Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, Medan belum ada penelitian sebelumnya, dengan judul:

”Analisis Hukum atas Klausula Pelarangan Penggantian Direksi dan Komisaris Perseroan Terbatas sebagai Debitur dalam Perjanjian Kredit pada Bank”


(30)

Namun pernah ada penelitian dari mahasiswa Kenotariatan Universitas Sumatera Utara, dengan judul:

A. Kedudukan, Peran dan Tanggungjawab Hukum Direksi dalam Pengurusan BUMN, oleh Dina Khairunnisa NIM. 077011014/MKN dengan permasalahan sebagai berikut:

1. Bagaimana kedudukan dan peran Direksi dalam Pengurusan BUMN? 2. Bagaimana tanggungjawab hukum Direksi dalam Pengurusan BUMN?

3. Bagaimana penerapan, prinsip business judgement rule sebagai wujud perlindungan terhadap direksi dalam pengurusan BUMN?

B. Tanggungjawab Direksi Perseroan Terbatas dalam Tindakan Ultra Vires, oleh Erlina NIM. 02 7011015 dengan permasalahan sebagai berikut:

1. Bagaimanakah pengaturan tanggungjawab Direksi Perseroan?

2. Bagaimana pengaturan Ultra Vires didalam melindungi perusahaan dan pihak ketiga

3. Bagaimana gerak pelaksanaan tanggungjawab direksi dalam tindakan Ultra Vires.

Adapun penelitian penelitian yang sebelumnya tersebut berbeda permasalahan dengan yang akan diteliti dan permasalahan tersebut masih mengacu kepada Undang-Undang PT yang lama yaitu Undang-Undang-undang Nomor 1 Tahun 1995, oleh karena itu penelitian dan penulisan tesis ini dijamin keaslian dan dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah.


(31)

F. Kerangka Teori dan Landasan Konsepsional

1. Kerangka Teori

Untuk penelitian hukum diperlukan kerangka teoritis yang dalam ilmu hukum, agar permasalahan yang diteliti menjadi jelas.

Mengenai Perseroan sebagai badan hukum kita mengenal Otto Van Gierke17 dalam teori organnya mengatakan:

Badan hukum suatu yang abstrak atau anggapan dalam pikiran manusia tetapi suatu yang rill atau nyata. Badan hukum adalah organ seperti halnya manusia yang dapat melakukan perbuatan atau menyatakan kehendak melalui organnya seperti pengurus, Direksi atau Komisaris atas nama badan hukum menjalankan tujuan badan hukum tersebut.

Pengikuti teori organ ini selain Otto Van Gierke adalah Z.E. Polano, menyatakan:18

Badan hukum menurut teori ini bukan abstrak (fiksi) dan bukan kekayaan (hak) yang tidak bersubjek. Tetapi badan hukum adalah organisme yang rill, yang menjelma sungguh-sungguh dalam pergaulan hukum yang dapat membentuk kemauan sendiri dengan perantaraan alat-alat yang ada padanya (pengurus, anggota-anggotanya), seperti manusia biasa yang mempunyai organ (panca indera) dan sebagainya.

Jadi menurut teori organ ini badan hukum itu tidak berbeda dengan manusia, mempunyai sifat kepribadian yang sama dengan manusia, karena badan hukum mempunyai kehendak yang dibentuk melalui alat-alat perlengkapannya seperti RUPS, Pengurus Direksi dan Dewan Komisaris.19

17 Otto Van Gierke, dalam Sutarno, Aspek Hukum Perkreditan pada Bank, Cetakan Ketiga (Bandung:

CV. Alfabeta, 2005), halaman 12.

18

Otto Van Gierke dan Z.E. Polano dalam Titik Triwulan Tutik, Pengantar Hukum Perdata di Indonesia (Jakarta, Prestasi Pustaka Publisher, 2006), halaman 46.

19 Gatot Supramono, Kedudukan Perusahaan sebagai subjek dalam Gugatan Perdata di Pengadilan


(32)

Selain organ theory, yang dewasa ini merupakan salah satu teori mengenai kewenangan bertindak badan hukum yang paling banyak dianut, dikenal juga teori-teori lainnya, seperti teori tentang perwakilan, yang menyatakan bahwa badan hukum bertindak melalui suatu sistem perwakilan yang ada pada tangan pengurusnya (dalam hal ini direksi dibawah pengawasan komisaris)20

Menurut Hans Kelsen dalam teori Kapasitas Untuk Bertindak (Handlungsfahigkeit), kapasitas transaksi hukum, yakni kapasitas untuk menciptakan kewajiban dan hak, juga merupakan kewenangan hukum. Ini karena kewajiban hukum dan hak ditetapkan oleh norma-norma hukum dan norma-norma itu diciptakan dengan transaksi hukum. Sebuah analisa tentang transaksi hukum hukum khusus, yakni kontrak membuktikan hal itu. Kontrak menetapkan bahwa kedua belah pihak harus berprilaku dengan cara tertentu dalam hubungan timbal balik mereka; kontrak penjualan misalnya, menetapkan bahwa si penjual mesti memberikan suatu barang kepada si pembeli dan pembeli memberikan sejumlah uang kepada penjual. Kontrak merupakan suatu tindakan yang subjektifnya adalah ”seharusnya”. Tataan hukum dalam mewenangkan individu, melalui norma–norma hukum, untuk menandatangani kontrak, meningkatkan makna subjekif dari transaksi itu menjadi makna objektif. Kontrak menciptakan kewajiban bagi kedua belah pihak, karena tatannan hukum memberikan sanksi kepada prilaku yang bertentangan dengan ketentuan dalam kontrak.21

Perseroan Terbatas adalah badan hukum, yang dibentuk berdasarkan Undang Nomor 40 tahun 2007 yang merupakan pengganti Undang-Undang Nomor 1 tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas dijelaskan bahwa ketiga organ tersebut tidak ada yang paling tinggi, masing-masing melaksanakan fungsi dan tugasnya sesuai yang diperintahkan dalam Undang-Undang tersebut.

Dan dari ketiga organ tersebut yang ada dalam perseroan, Direksi adalah organ yang Undang-Undang berikan hak dan kewajiban / diberikan tugas melakukan /

20

Gunawan Wijaya, 150 Pertanyaan tentang Perseroan Terbatas (Jakarta: Forum Sahabat, 2008), halaman 49.

21 Han Kelsen, Teori Hukum Murni, Terjemahan Pure Theory of Law, Cetakan IV (Jakarta: Penerbit


(33)

melaksanakan kegiatan-pengurusan dan perwakilan untuk dan atas nama perseroan, dan bagi kepentingan perseroan, dibawah pengawasan Dewan Komisaris. Walaupun demikian, organ perseroan itu sendiri adalah juga sesuatu yang fiktif. Untuk menjadikannya suatu hal yang konkrit, maka organ-organ tersebut dilengkapi dengan anggota yang merupakan orang-orang yang memiliki kehendak, yang akan menjalankan perseroan tersebut sesuai dengan maksud dan tujuan pendirian perseroan. Dengan demikian berarti pada dasarnya perseroan juga dijalankan oleh orang perorangan yang duduk dan menjabat sebagai pengurus perseroan (Direktur) yang berada dalam satu wadah/organ yang dikenal dengan nama Direksi.22

Oleh karena itu sangat penting untuk mengontrol perilaku dari para Direktur yang mempunyai posisi dan kekuasaan besar dalam mengelola perusahaan, termasuk menentukan standar perilaku (standart of conduct) untuk melindungi pihak-pihak yang akan dirugikan apabila Direktur berprilaku tidak sesuai dengan kewenangannya atau perilaku tidak jujur.23

Awalnya dari pentingnya fungsi control terhadap Direktur tidak terlepas dari perkembangan teori pemisahan kekayaan dalam hukum perusahaan itu sendiri. Teori ini berasal dari teori Salomon yang muncul dari putusan pengadilan kasus Salomon v Salomon & Co. Ltd (1897). Teori ini mengungkapkan bahwa sebuah pembentukan Perseroan Terbatas, perusahaan menjadi bagian terpisah dari orang yang membentuknya atau menjalankannya, dimana perusahaan tersebut mempunyai hak dan kewajiban yang berkaitan erat dengan aktivitasnya bukan kepada orang yang memiliki atau menjalankannya.24

Dalam perkembangannya, teori Salomon sering disalahgunakan oleh para pemilik atau Direktur yang beritikad buruk untuk kepentingannya sendiri. Hal ini terjadi karena seorang Direktur dari sebuah perusahaan akan selalu berurusan dengan aset milik orang lain, tidak hanya dalam aspek hukum dimana dia akan berkuasa penuh untuk mengelola aset-aset perusahaan, tetapi juga perusahaan

22 Gunawan Widjaya, Resiko Hukum Sebagai Direksi, Komisaris dan Pemilik PT, opcit, halaman

41.

23 Janet Dine, Company Law, Macwillan Press Ltd, 198, dalam Bismar Nasution, UU No. 40 Tahun

2007. Persepektif Hukum Bisnis Pembelaan Direksi melalui Prinsip Business Judgment Rule, Disamping pada seminar Bisnis 46 tahun FE USU: “Pengaruh UU No. 40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas terhadap Iklim Usaha di Sumatera Utara”, Aula Fakultas Ekonomi USU, 24 November 2007, halaman 4.

24 Cristopher L. Ryan, Company Direitors, Liabilities, Right and Duties, (Cts. Editions Limited


(34)

mungkin mempunyai pemegang saham yang menginvestasikan uangnya dalam perusahaan tersebut dengan membeli saham.

Pemegang saham ini sering kali hanya mempunyai pengawasan yang kecil atau bahkan tidak sama sekali terhadap prilaku Direktur. Oleh karena itu dengan adanya pemisahan kekayaan antara Direktur dan perusahaannya, para Direktur mempunyai moral hazard yang tinggi karena mereka tidak mendapat konsekwensi finansial yang serius apabila keputusan mereka merugikan perusahaan. Akibatnya banyak para Direktur yang menggunakan kekuasaannya untuk memperkaya diri sendiri yang seringkali menyebabkan perusahaan mereka mengalami kerugian.

Adanya penyimpangan ini tentunya menimbulkan suatu isu tersendiri dalam hukum perusahaan. Kerugian perusahaan tentunya dapat merugikan pemilik modal perusahaan. Investasi mereka akan hilang apabila perusahaan tersebut menjadi insolven. Demikian juga apabila ada barang atau jasa yang digunakan oleh perusahaan yang diperoleh secara kredit, Direktur akan mengelola barang dan jasa yang didalamnya terdapat hak para kreditur yang baru akan hilang apabila hutang kredit tersebut dibayar lunas.25

Dalam hal ini maka dibuatlah pengecualian terhadap teori ini, misalnya dalam hal para pemilik dan Direktur berada pada posisi yang tidak terlindungi (exposed position) maka mereka bertanggungjawab secara pribadi kepada akibat-akibat hukum dari perbuatan mereka.26

Oleh karena itu Direktur harus mengetahui tugas dan tanggung jawabnya kepada perusahaan untuk menghindari hal yang diatas.27

Jika terjadi suatu perbuatan melanggar hukum dari suatu badan usaha, menurut Wirjono Prodjodikoro, ada 3 (tiga) teori yang dapat menerangkan pertanggungjawaban dari badan hukum dimaksud, yaitu :28

1. Teori Perumpamaan (fichtie-theorie)

Oleh perumpamaan diakui betul, bahwa unsur kesalahan terang benderang tidak ada pada badan hukum, akan tetapi badan hukum itu boleh dianggap seolah-olah seorang manusia (perumpamaan, fictie). Oleh karena badan

25 Ibid, Bismar Nasution, halaman 6. 26

Op.Cit, Cristofer L. Ryan, dalam Bismar Nasution, halaman 6

27 Op.Cit, dalam Bismar Nasional, halaman 6.

28 Wirjono Prodjodikoro, Pebuatan Melanggar Hukum Dipandang dari Sudut Hukum Perdata,


(35)

hukum diumpamakan seorang manusia, terlepas dari orang-orang manusia, maka tindakan orang-orang manusia, yang bertindak dalam lingkungan badan hukum itu sebagai pengurus tidak dapat dianggap tindakan langsung dari badan hukum itu melainkan sebagai tindakan seorang lain, atas tindakan mana badan hukum itu juga bertanggung jawab.

2. Teori Peralatan (organ theorie)

Teori peralatan memandang suatu badan hukum tidak sebagai suatu perumpamaan (fictie), melainkan sebagai suatu kenyataan (realita), yang tidak berada daripada manusia dalam bertindak dalam masyarakat. Orang manusia bertindak dengan mempergunakan alat-alat berupa tangan, kaki, jari, mulut, otak dan lain lain. Demikian juga badan hukum mempunyai alat-alat (organen) berupa rapat anggota dan orang-orang pengurus bermacam-macam, yang semua bertindak sebagai alat belaka dari badan hukum itu. Oleh karena alat-alat itu berupa orang-orang manusia juga, maka sudah selayaknya syarat-syarat dalam peraturan hukum, yang melekat

pada badan seorang manusia, seperti hal kesalahan subjek perbuatan melanggar hukum, dapat dipenuhi juga oleh- badan-badan hukum. Maka perbuatan melanggar hukum yang dilakukan oleh seorang manusia, yang kebetulan merupakan suatu alat dari suatu badan hukum, boleh dianggap sebagai perbuatan langsung dari badan hukum itu, artinya harus tidak ke luar dari lingkungan pekerjaan badan hukum itu dan harus bertindak menurut anggaran dasar dari badan hukum itu.

3. Teori kepemilikan bersama (theori van de gezamenlijke eigendom atau

propriete colletive).

Teori kepemilikan bersama ini menganggap badan hukum sebagai kumpulan dari orang-orang manusia. Menurur teori ini kepentingan- kepentingan badan hukum tidak lain dari pada kepentingan-kepentingan segenap orang-orang yang menjadi ”background” dari badan hukum itu, yaitu dari satu negara segenap penduduk atau segenap warga negara, dari suatu korporasi segenap anggota, dari suatu yayasan segenap orang-orang yang mendapat hasil dari bekerjanya yayasan itu. Teori ini menganggap badan hukum langsung betanggung jawab hanya atas perbuatan melanggar hukum, yang dilakukan oleh badan kekuasaan tertinggi dalam organisasi badan hukum.

Jadi perihal perbuatan melanggar hukum, bahwa apabila suatu alat perlengkapan dari badan hukum bertindak melanggar hukum, langsung bertanggung jawab, menurut teori perumpamaan badan hukum sama sekali tidak


(36)

dapat langsung, menurut teori kepemilikan bersama badan hukum hanya langsung bertanggung jawab apabila perbuataannya dilakukan oleh badan kekuasaan yang tertinggi dalam organisasi badan hukum.29

Dalam usaha perdagangan mula-mula manusia hanya usaha perorangan, jual beli perorangan, transaksi perorangan, meminjam kredit perorangan, namun dengan perkembangannya didunia perdagangan, berdagang berusaha tidak lagi bertindak seorang diri/perorangan tetapi secara bersama-sama menggabungkan diri dengan orang lain dengan membentuk persekutuan atau perseroan.

Adapun tujuan perorangan menggabungkan diri dalam persekutuan atau perseroan antara lain:30

1. Dengan bekerjasama antara pengusaha perorangan yang lain akan memudahkan dalam mencapai tujuan bersama yaitu mendapatkan profit yang sebesar besarnya.

2. Penggabungan berusaha antara penguasa perorangan akan memperkuat modal bersama, jaringan, pengetahuan atau manajemen berusaha, pemasaran, teknik produk dan lain-lain.

3. Resiko rugi berusaha dapat ditanggung bersama dan keuntungan yang diperoleh dapat dinikmati bersama.

Pemberian kredit oleh bank selaku kreditur dapat diberikan kepada subjek hukum perorangan maupuan pada perseroan terbatas selaku debitur.

Perseroan terbatas suatu bentuk perkumpulan dagang yang berbadan hukum yang berarti sebagai subjek hukum pendukung hak dan kewajiban, memiliki kewenangan berhak untuk perbuatan hukum sendiri, memiliki kekayaan sendiri yang terpisah dengan harta kekayaan pemegang saham. Status Perseroan Terbatas sebagai badan hukum tidak melekat dengan sendirinya tetapi diberikan oleh hukum positif yaitu diberikan oleh negara melalui undang-undang yang dibuatnya, yaitu Undang-Undang Nomor 40 tahun 2007, tentang Perseroan Terbatas.31

29 Ibid, halaman 58

30 Sutarno, Aspek-aspek Hukum Perkreditan pada Bank, OpCit, halaman 19 31 Ibid, halaman 21


(37)

Pemberian kredit oleh bank kepada nasabahnya selalu dimulai dengan permohonan nasabahnya yang bersangkutan, apabila bank menganggap permohonan tersebut layak untuk diberikan, maka untuk dapat terlaksananya pemberian kredit, terlebih dahulu haruslah dengan diadakannya suatu persetujuan atau kesepakatan dalam bentuk perjanjian yang disebut perjanjian kredit.32 Salah satu dasar yang cukup jelas bagi bank mengenai keharusan adanya suatu perjanjian kredit adalah dalam pasal 1 ayat (11) Undang-Undang tentang perbankan, berbunyi:33

” Kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam-meminjam antar bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga.”.

Pencantuman kata-kata persetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam didalam defenisi kredit atau pengertian kredit sebagaimana tersebut diatas, menurut Sutan Remi Sjahdeini mempunyai beberapa maksud sebagai berikut:34 1. Bahwa pembentuk undang-undang bermaksud untuk menegaskan bahwa

hubungan kredit bank adalah hubungan kontraktual antara bank dan nasabah debitur yang berbentuk pinjam meminjam.

Dengan demikian, bagi hubungan kredit bank berlaku buku ketiga (tentang perikatan) pada umumnya dan Buku Ketigabelas (tentang pinjam meminjam) KUH Perdata khususnya.

2. Bahwa pembentuk undang-undang bermaksud untuk mengharuskan hubungan kredit bank dibuat berdasarkan perjanjian tertulis. Kalau semata-mata hanya dari berbunyi ketentuan pasal 1 ayat (11) Undang-Undang nomor 10 tentang

32 H.R. Daeng Naja, Hukum Kredit dan Bank Garansi, (Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 2005),

halaman 181.

33

Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Undang-undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankkan.

34 Sutan Remi Sjahdeini, Kebebasan Berkontrak dan Perlindungan yang Seimbang bagi Para


(38)

Perbankan tersebut, sulit kiranya untuk menafsirkan bahwa ketentuan tersebut memang menghendaki agar pemberian kredit harus diberikan berdasarkan perjanjian tertulis. Namun ketentuan undang-undang harus dikaitkan dengan Instruksi Presidium Kabinet Nomor 15 / EK / IN/10/1966 tanggal 3 Oktober 1966 jo Surat Edaran Bank Negara Indonesia Unit I Nomor 2/539/UPK/Pemb, tanggal 8 Oktober 1966 dan Surat Edaran Bank Negara Indonesia Unit I Nomor 2/649/UPK/Pemb, tanggal 20 Oktober 1966 dan Instruksi Presidium Kabinet Ampera Nomor 10/EK/IN/2/1967 tanggal 6 Februari 1967 yang menentukan bahwa dalam memberian kredit dalam bentuk apapun bank harus wajib menggunakan / membuat akad perjanjian kredit.

Dalam praktek perbankan di Indonesia, pelaksanaan akad perjanjian kredit tersebut dapat dilakukan dengan dua bentuk atau cara, yaitu:

a. Perjanjian kredit yang dibuat dibawah tangan atau akta dibawah tangan b. Perjanjian kredit yang dibuat dihadapan Notaris atau akta otentik

Perseroan Terbatas (atau disebut juga PT) sebagai badan hukum yang melakukan perbuatan hukum dalam transaksi perjanjian kredit selaku debitur dengan bank tunduk pada asas kebebasan berkontrak, sebagaimana yang terkandung dalam pasal 1338 KUH Perdata, yang berbunyi:

”Semua persetujuan yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya. Persetujuan-persetujuan itu tidak dapat ditarik kembali selain sepakat kedua belah pihak atau karena alasan-alasan yang oleh Undang-Undang dinyatakan cukup untuk itu”.

Perjanjian kredit sebagai suatu persetujuan pinjam meminjam antara bank dengan pihak lain (nasabah) tunduk pada kaidah hukum perdata. Demikian pula halnya dalam pendirian perseroan terbatas didirikan berdasarkan perjanjian. Hal ini ditegaskan dalam pasal 1 UUPT Nomor 40 Tahun 2007 yang mengatakan perseroan sebagai badan hukum yang merupakan persekutuan modal didirikan


(39)

oleh para pihak berdasarkan perjanjian berarti pendirian perseroan didirikan secara konsensual dan kontraktual.

Suatu persetujuan atau perjanjian dalam istilah hukum perdata tercantum dalam pasal 1313 yang berbunyi:

”Suatu persetujuan adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih”.

Hubungan antara dua orang tersebut adalah suatu hubungan hukum dimana hak dan kewajiban diantara para pihak tersebut dijamin oleh hukum.

Menurut R. Subekti, suatu perjanjian adalah:

”Suatu peristiwa dimana seorang berjanji kepada orang lain atau dimana dua orang itu saling berjanji untuk melaksanakan sesuatu hal”35.

Dari peristiwa ini, timbullah suatu hubungan antara dua orang tersebut yang dinamakan perikatan. Perjanjian itu menerbitkan suatu perikatan antara dua orang yang membuatnya. Dalam bentuknya, perjanjian itu berupa suatu rangkaian perkataan yang mengandung janji-janji atau kesanggupan yang diucapkan atau ditulis.

Sedangkan yang dimaksud dengan perikatan adalah:

”Suatu perhubungan hukum antara dua orang atau dua pihak, berdasarkan mana pihak yang satu berhak menuntut sesuatu hal dari pihak yang lain, dan pihak yang lain berkewajiban untuk memenuhi tuntutan itu”.36

Dengan demikian hubungan antara perikatan dan perjanjian bahwa perjanjian menerbitkan perikatan. Perjanjian adalah sumber perikatan disamping

35 R. Subekti, Hukum Perjanjian, Cetakan Keduapuluhsatu Intermasa, 2005), halaman 1. 36 Ibid, halaman 1.


(40)

sumber lain. Suatu perjanjian juga dinamakan persetujuan, karena dua pihak itu setuju untuk melakukan sesuatu. Dapat dikatakan bahwa dua perkataan (perjanjian dan persetujuan) itu adalah sama artinya.37

Jadi perikatan adalah suatu pengertian abstrak sedangkan perjanjian adalah suatu hal yang konkrit atau suatu peristiwa.38

Perjanjian itu baru dianggap sah jika memenuhi syarat-syarat yang ditentukan oleh undang-undang sebagaimana diatur dalam pasal 1320 KUH Perdata, yaitu:

a. Sepakat mereka yang mengikat dirinya b. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan c. Suatu hal tertentu

d. Suatu sebab yang halal

Syarat pertama dan kedua adalah mengenai subjeknya atau pihak-pihak dalam perjanjian sehingga disebut syarat subjektif sedangkan syarat ketiga dan keempat disebut syarat objektif karena mengenai objek dalam perjanjian.39

Dalam pasal 1321 KUH Perdata menyebutkan:

”Tiada kesepakatan yang sah apabila sepakat itu diberikan karena kekhilafan atau diperolehnya dengan paksaaan atau penipuan”.

Jadi kata sepakat harus diberikan secara bebas, dalam arti tidak ada paksaan, penipuan maka perjanjian menjadi batal. Sedangkan kekhilafan tidak

37

Ibid, halaman 1.

38 Ibid, halaman 3.

39 Mariam Darus Badrulzaman, KUHPerdata Buku III Hukum Perikatan dengan Penjelasan


(41)

mengakibatkan batalnya perjanjian, kecuali jika kekhilafan itu mengenai hakikat barang yang menjadi pokok perjanjian.40

Adapun yang menjadi bagian dari suatu perjanjian, terdiri atas:41

1. Bagian Essentialia

Adalah bagian dari perjanjian yang harus ada. Apabila bagian tersebut tidak ada, bukan merupakan perjanjian (bernama) yang dimaksudkan oleh para pihak melainkan perjanjian lain. Kata sepakat merupakan bagian essentialia yang harus ada.

2. Bagian Naturalia

Adalah bagian perjanjian yang berdasarkan sifatnya dianggap ada tanpa perlu diperjanjikan secara khusus oleh para pihak. Bagian dari perjanjian ini yang galibnya bersifat mengatur termuat didalam ketentuan perundang-undangan untuk masing-masing perjanjian bernama.

Ini berarti bahwa para pihak bebas untuk mengaturnya sendiri, bahkan karena ketentuan tersebut tidak bersifat memaksa, bebas untuk menyimpanginya. Sebaliknya, jika para pihak tidak mengatur sendiri didalam perjanjian, ketentuan perundang-undangan tersebut akan berlaku.

3. Bagian Accidentalia

Adalah bagian dari perjanjian berupa ketentuan yang diperjanjikan secara khusus oleh para pihak. Misalnya: termin (jangka waktu) pembayaran, pilihan domisili, pilihan hukum dan cara penyerahan barang.

Didalam teori hukum diakui bahwa sumber hukum mencakup tidak saja perundang-undangan, kebiasaan dan putusan pengadilan, tetapi juga asas-asas hukum. Asas-asas hukum sebagai norma-norma penguji yang fundamental adalah

40

Djaja S. Meliala, Perkembangan Hukum Perdata Tentang Benda dan Hukum Perjanjian, (Bandung: CV. Nuansa Aulia, 2007), halaman 94.

41 Herlien Budiono, Ajaran Umum Hukum Perjanjian dan Penerapannya dibidang Kenotariatan,


(42)

pokok-pokok pikiran yang melandasi sistem hukum yang nyata berfungsi sebagai hukum positif.42

Menurut Herlien Budiono asas-asas hukum merupakan dasar/pokok yang karena sifatnya fundamental dan yang dikenal di dalam hukum kontrak, terdiri dari empat asas-asas, yaitu:43

a. Asas konsensualisme (consensualisme)

b. Asas kekuatan mengikat (verbindende kracht der overeenkomst) c. Asas kebebasan berkontrak (contractsvrijheid)

d. Asas keseimbangan (evenwichtbeginsel) a. Asas konsensualisme (Consensualisme)

Bahwa perjanjian terbentuk karena adanya perjumpaan kehendak (consensus) dari pihak–pihak. Perjanjian pada pokoknya dapat dibuat bebas tidak terikat bentuk dan tercapai tidak secara formil, tetapi cukup melalui konsensus belaka. b. Asas kekuatan mengikat (verbindende kracht der overeenkomst)

Bahwa para pihak harus memenuhi apa yang telah mereka buat. Dengan kata lain asas ini melandasi pernyataan bahwa suatu perjanjian hukum akan mengakibatkan suatu kewajiban hukum karena itu para pihak terikat untuk melaksanakan kesepakatan kontraktual.

c. Asas kebebasan berkontrak (contractsurijheid)

Bahwa pihak menurut kehendak bebasnya masing-masing dapat membuat perjanjian dan setiap orang bebas mengikatkan diri dengan siapapun yang ia kehendaki. Para pihak juga bebas menentukan cakupan isi persyaratan dari suatu perjanjian dengan ketentuan bahwa perjanjian tersebut tidak boleh bertentangan, baik dengan peraturan perundang-undang yang bersifat memaksa, ketertiban umum maupun kesusilaan.

d. Asas keseimbangan (evenwichtbeginsel)

Bahwa suatu asas yang dimaksudkan untuk menyelaraskan pranata hukum dan asas-asas pokok hukum perjanjian yang dikenal dalam KUH Perdata yang mendasarkan pemikiran dan latar belakang individualisme pada satu pihak dan cara berpikir bangsa Indonesia pada pihak lain. Asas keseimbangan perlu kita tambahkan sebagai asas hukum perjanjian Indonesia mengingat kenyataan bahwa KUH Perdata disusun dengan mendasarkan pada tata nilai serta filsafat

42 Herlien Budiono, Asas Keseimbangan bagi Hukum Perjanjian Indonesia, Hukum Perjanjian

Berlandaskan Asas-asas Wigati Indonesia (Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 2006), halaman 2.


(43)

hukum barat. Padahal kita mempunyai tata nilai dan filsafat hukum yang berbeda.

2. Landasan Konsepsional

Suatu kerangka konsepsionil, merupakan kerangka yang menggambarkan hubungan antara konsep-konsep khusus, yang ingin akan diteliti. Suatu konsep bukan merupakan gejala yang akan diteliti, akan tetapi merupakan suatu abstraksi dari gejala tersebut. Gejala ini sendiri biasanya dinamakan fakta, sedangkan konsep merupakan uraian mengenai hubungan dalam fakta tersebut.44

Dalam rangka melakukan penelitian ini, perlu disusun serangkaian operasional dan beberapa konsep yang dipergunakan dalam penulisan ini. Hal ini untuk menghindarkan salah pengertian dan untuk memberikan pegangan pada proses penelitian.

1. Perjanjian Kredit

Menurut H. Salim HS mengatakan:

Perjanjian kredit adalah perjanjian yang dibuat antara kreditur dan debitur, dimana kreditur berkewajiban untuk memberikan uang atau kredit kepada debitur, dan debitur berkewajiban untuk membayar pokok dan bunga, serta biaya-biaya lainnya sesuai jangka waktu yang telah disepakati antara keduanya.45

Sedangkan dalam Pasal 1 butir 3 rancangan Undang-Undang tentang perkreditan perbankan disebutkan :

Perjanjian kredit adalah persetujuan dan/atau kesepakatan yang dibuat bersama antara kreditur dan debitur atas sejumlah kredit dengan kondisi

44 Soejono Soekanto,Op.cit halaman 132.

45 H. Salim HS, Perkembangan Hukum Kontrak diluar KUHPerdata (Jakarta: PT. Raja Grafindo


(44)

yang telah diperjanjikan, hal mana pihak debitur wajib untuk mengembalikan kredit yang telah diterima dalam jangka waktu tertentu disertai bunga dan biaya-biaya yang disepakati.46

2. Akta

Adalah merupakan pernyataan tertulis yang ditandatangani, dibuat oleh seseorang atau oleh pihak-pihak dengan maksud dapat dipergunakan sebagai alat bukti dalam proses hukum.47

3. Akta Otentik

Adalah suatu akta yang dalam bentuk yang ditentukan oleh Undang-Undang, dibuat oleh atau dihadapan pejabat umum yang berwenang untuk itu ditempat dimana akta itu dibuat.48

4. Akta Dibawah Tangan

Adalah akta yang dibuat tidak oleh atau tanpa perantaraan seorang pejabat umum, melainkan dibuat dan ditandatangani sendiri oleh para pihak yang mengadakan perjanjian.49

5. Notaris

Adalah pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta otentik dan kewenangan lainnya sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang ini.50

46 Herlien Budiono, Op.cit halaman 142.

47 Widjaya, I.G.Rai, Merancang Suatu Kontrak, Cetakan Kelima (Jakarta: Kesain Blanc, 2008),

halaman 12.

48 KUH Perdata, Pasal 1868. 49 Ibid, halaman 14.


(45)

6. Perjanjian Baku

Adalah perjanjian yang hampir seluruh klausula-klausulanya sudah dibakukan oleh pemakaiannya dan pihak yang lain pada dasarnya tidak mempunyai peluang untuk merundingkan atau meminta perubahan.51

7. Klausula

Adalah ketentuan terpisah yang berdiri sendiri dari suatu perjanjian, dimana salah satu pokok atau pasalnya diperluas atau dibatasi dengan suatu persyaratan khusus52

8. Perseroan Terbatas

Perseroan Terbatas yang selanjutnya disebut Perseroan adalah badan hukum yang merupakan persekutuan modal, didirikan berdasarkan perjanjian, melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar yang seluruhnya terbagi dalam saham dan memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam undang-undang ini serta peraturan pelaksanaannya.53

9. Rapat Umum Pemegang Saham

RUPS yang selanjutnya disebut RUPS adalah organ perseroan yang mempunyai wewenang yang tidak diberikan kepada direksi atau dewan

51

Sutan remi Sjahdeini, Op.cit halaman 66.

52 M. Marwan & Jimmy P, Kamus Hukum, Dictionary Law Complete, (Surabaya, Reality

Publisher, 2009), halaman 365.


(46)

komisaris dalam batas yang ditentukan dalam Undang-Undang ini dan/atau anggaran dasar.54

10.Direksi

Adalah organ perseroan yang berwenang dan bertanggungjawab penuh atas pengurusan perseroan untuk kepentingan perseroan, sesuai dengan maksud dan tujuan perseroan serta mewakili perseroan, baik didalam maupun diluar pengadilan sesuai dengan anggaran dasar.55

11.Dewan Komisaris

Adalah organ yang bertugas melakukan pengawasan secara umum dan/atau khusus sesuai dengan anggaran dasar serta memberi nasehat kepada Direksi.56

G. Metode Penelitian

Metode penelitian ilmiah pada hakekatnya merupakan operasionalisasi dan metode keilmuan dengan demikian maka penguasaan metode ilmiah merupakan persyaratan untuk memahami jalan pikiran yang terdapat dalam langkah-langkah penelitian. Langkah-langkah penelitian mencakup apa yang diteliti, bagaimana penelitian dilakukan serta untuk apa hasil penelitian digunakan.57

1. Sifat Penelitian

54 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007, tentang Perseroan Terbatas pasal 1 angka 4. 55

Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007, tentang Perseroan Terbatas pasal 1 angka 5.

56 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007, tentang Perseroan Terbatas pasal 1 angka 6.

57 Badher Johan Nasution, Metode Penelitian Ilmu Hukum (Bandung: CV. Mandar Maju, 2008),


(47)

Sifat penelitian yang dilakukan adalah yuridis normatif dengan mempertimbangkan bahwa titik tolak penelitian analisis terhadap peraturan perundang-undangan58 yang berkaitan dengan klausula pelarangan penggantian Direksi dan Komisaris Perseroan Terbatas dalam perjanjian kredit sebagai debitur pada Bank.

2. Pendekatan Penelitian

Sehubungan dengan sifat penelitian yang digunakan yakni yuridis normatif, maka pendekatan yang dilakukan adalah pendekatan hukum dengan melihat peraturan-peraturan, baik bahan hukum primer, maupun bahan hukum sekunder, atau pendekatan masalah dengan cara melihat dari peraturan perundang-undangan yang berlaku.

3. Sumber Data

Adapun sumber data dari penelitian ini adalah bahan-bahan hukum yang dikaji meliputi:

a. Bahan Hukum Primer

Yakni bahan hukum yang terdiri dari perundang-undangan, seperti KUH Perdata, Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan, Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Peraturan Jabatan Notaris dan Peraturan-peraturan lainnya b. Bahan Hukum Sekunder

58 Jonny, Ibrahim, Teori dan Metodologi Penelitian Normatif, Cetakan Ketiga (Malang: Bayu


(48)

Yakni bahan hukum yang terdiri atas buku-buku teks (texkbook) yang ditulis oleh para ahli hukum, jurnal-jurnal hukum, pendapat para sarjana, kasus-kasus hukum, yurisprudensi dan hasil seminar/simposium yang berkaitan dengan permasalahan penelitian.

c. Bahan Hukum Tersier

Yakni bahan hukum yang memberikan petunjuk atau penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder seperti kamus hukum, encyklopedia dan lain-lain

4. Pengumpulan Data

Pengumpulan data yang dilakukan dalam penelitian ini adalah : a. Library research (penelitian perpustakaan)

yaitu dengan cara mempelajari bahan-bahan hukum yang terkait dan berhubungan dengan permasalahan yang akan diteliti, kemudian dianalisis untuk menginterprestasikan dengan hukum yang berlaku.

b. Pedoman wawancara dengan narasumber yaitu pejabat bank sebanyak 6 (enam) orang. Wawancara berpedoman pada pertanyaan yang telah disusun

terlebih dahulu yang dilakukan sebagai sarana untuk memperoleh data yang diperlukan sebagai pendukung penelitian normatif dalam penulisan tesis ini. 5. Analisa Data

Adapun sumber data yang berupa bahan hukum yang diperoleh dari studi kepustakaan, aturan perundang-undangan dan artikel serta hasil wawancara


(49)

dimaksud diuraikan dan dihubungkan sedemikian rupa, sehingga disajikan dalam penulisan yang lebih sistematis. Data primer dan data sekunder yang diperoleh akan dianalisis dengan menggunakan metode analisis kuantatif dengan logika deduktif yakni berpikir dari hal yang umum menuju kepada hal yang khusus atau spesifik dengan menggunakan perangkat normatif sehingga dapat memberikan jawaban yang jelas atas permasalahan yang diidentifikasi.


(50)

BAB II

BERBAGAI ASPEK YANG MENJADI PERTIMBANGAN BANK DALAM PEMBERIAN KREDIT KEPADA PERSEROAN TERBATAS

Dalam pemberian kredit ada berbagai aspek yang menjadi pertimbangan bank dalam pemberian kredit kepada perseroan terbatas. Bank dalam hal ini sebagai pemberi kredit kepada debitur/nasabahnya akan menganalisis mengenai berbagai aspek dari pemohon kredit tersebut. Setelah melakukan analisa aspek-aspek tersebut, bank akan menyetujui atau menolak permohonan kredit. Jika bank menyetujuinya, maka calon debitur akan memperoleh offering letter atau surat persetujuan prinsip bersyarat dari bank yang bersangkutan. Perjanjian dan pemufakatan kredit, biasanya dituangkan dalam surat perjanjian kredit yang dilakukan antara pemberi dan penerima kredit. 59

Oleh karena itu dalam proses pemberian kredit harus disertai dengan analisa secara mendalam mengenai calon nasabah.

Seorang analisis kredit dan pejabat yang bertugas di unit kerja perkreditan harus mampu memahami seluk beluk aspek-aspek yang menjadi pertimbangan bank dalam pemberian kredit, karena hal ini yang menentukan disetujui atau tidaknya kredit yang dimohonkan calon debitur. Dalam hal ini setidak-tidaknya ada beberapa aspek yang menjadi pertimbangan dan perhatian bank terhadap debitur badan hukum yang berbentuk perseroan terbatas dalam mengajukan permohonan kredit pada bank, diantaranya : aspek legalitas perusahaaan, aspek manajemen dan organisasi, aspek risiko, aspek jamian dan aspek dokumentasi.60

A. Aspek Legalitas Perusahaan

59

Suryaputra N. Awangga, Cara Efektif Menyusun Dan Mengajukan Profosal Kredit, (Yogyakarta : Zenith Publisher, 2009) halaman 70.

60 Hasil wawancara dengan Bapak Alex, Relationship Offiser Approver Comercial Banking , Bank


(51)

Setiap pemberian kredit akan menimbulkan hak dan kewajiban antara pihak yang bersepakat. Maka aspek hukum menjadi salah satu aspek yang sangat penting dalam perkreditan. Bank dan nasabah harus mengetahui dan melaksanakan ketentuan-ketentuan yang disepakati bersama serta masing-masing pihak tidak mengabaikan ketentuan dan peraturan yang berlaku.61

Salah satu yang merupakan bagian dari aspek hukum tersebut dalam pemberian kredit adalah aspek legalitas perusahaan. Aspek ini penting karena apabila pemahaman aspek ini keliru maka dapat mengakibatkan perjanjian kredit yang dibuat menjadi batal demi hukum atau dapat dibatalkan akibatnya merugikan bank sebagai pemberi kredit.

Sebagaimana dikemukan di atas bahwa setiap pemberian kredit, akan timbul hak dan kewajiban. Bank hanya dapat mempertimbangkan pemberian kredit bila pemohon tersebut merupakan subjek hukum karena subjek hukum merupakan pendukung hak dan kewajiban artinya dapat menerima hak dan kewajiban. Subjek hukum dapat berbentuk manusia secara pribadi maupun badan-badan hukum.

Manusia sebagai pribadi/orang mampu dan cakap untuk melakukan suatu tindakan hukum oleh undang-undang (KUH Perdata) ditentukan antara lain :

a. Telah dewasa, yaitu mencapai 21 tahun atau telah menikah; b. Telah ditaruh di bawah perwalian;

c. Tidak ditaruh di bawah pengampuan (curatele).

61 H.Veithzal Rivai dan Andria Permata Veithzal, Credit Management Handbook, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2007), halaman 59.


(52)

Dengan demikian, tidak semua manusia pribadi/orang dapat dikatakan subjek hukum yang cakap. Oleh karena itu, bank hanya akan mempertimbangkan permohonan kredit dari orang/manusia pribadi yang cakap seperti yang tercantum di atas karena merekalah yang dapat bertindak sendiri dalam melaksanakan hak-haknya.

Badan-badan (perkumpulan-perkumpulan) tertentu di dalam hukum dapat memiliki hak-hak dan kewajiban seperti manusia. Badan-badan (perkumpulan-perkumpulan) tersebut untuk mejadi badan hukum, terlebih dahulu harus memiliki persyaratan yang telah ditentukan oleh undang-undang atau peraturan yang berlaku.

Perseroan Terbatas untuk dapat dikatakan berbadan hukum, dapat dilihat dari anggaran dasar/akta pendiriannya apakah telah memenuhi persyaratan sebagai badan hukum sesuai dengan undang-undang yang berlaku, yaitu Undang-Undang nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas. Pihak dalam organ perseroan yang secara sah bertindak mewakili badan hukum perseroan dimaksud dapat dilihat dalam anggaran dasar/akta pendirian tersebut. Jadi hal ini penting diketahui dan dipahami mengenai subjek hukum dalam hubungannya dengan pemberian kredit adalah perusahaan terbatas, maka perlu diteliti perseroan tersebut apakah telah berbadan hukum atau tidak dan apakah pemohon berwenang mengajukan permohonan kredit sesuai akta anggaran dasar perseroan dan ketentuan undang-undang perseroan terbatas.


(1)

dengan Bank Indonesia, lembaga Konsumen, Ikatan Notaris Indonesia serta kalangan Universitas dari Fakultas yang ada kaitannya. Selanjutnya klausula-klausula tersebut disahkan atau disetujui oleh Menteri serta diumumkan di dalam Berita Negara Republik Indonesia guna memenuhi asas publisitas. Dan hal ini akan dapat menjamin asas keseimbangan antara hubungan debitur dan bank selaku kreditur dalam perjanjian kredit.


(2)

DAFTAR PUSTAKA

A. Buku-Buku

Adjie, Habib, Status Badan Hukum, Prinsip-Prinsip dan Tanggungjawab Sosial Perseroan Terbatas (Bandung: CV. Mandar Maju, 2008).

Awangga, N, Suryaputra, Cara Efektif Menyusun Dan mengajukan Proporsal Kredit, (Yogyakarta : Zenith Publisher, 2009).

Badrulzaman, Mariam Darus, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Buku III Tentang Hukum Perikatan dengan Penjelasan (Bandung: Alumni, 1983).

______________, Perjanjian Baku (Standart) Perkembangannya di Indonesia, (Bandung : Almni, 1981)

Budiono, Herlien, Ajaran Umum Hukum Perjanjian dan Penerapannya Dibidang Kenotariatan (Bandung, PT. Cipta Aditya Bakti, 2009).

______________, Kumpulan Tulisan Hukum Perdata Dibidang Kenotariatan (Bandung: PT. Cipta Aditya Bakti, 2007).

______________, Asas Keseimbangan bagi Hukum Perjanjian Indonesia, Hukum Perjanjian Berlandaskan Asas-asas Wigati Indonesia (Bandung: PT. Cipta Aditya Bahti, 2006).

Djumhana, Muhammad, Hukum Perbankan di Indonesia, (Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 1993).

Fuady, Munir, Hukum Kontrak (Dari Sudut Pandang Hukum Bisnis)cetakan kedua, (Bandung: PT Citra Aditya Bakti, 2007)

______________, Pengantar Hukum Bisnis, (Bandung : PT.Citra Aditya Bakti, cetakan ke II, 2005)

_______________, Hukum Perkreditan Kontemporer, Cetakan ke 2 Edisi Revisi (Bandung, PT Citra Aditya Bakti, 2002)


(3)

_______________, Hukum Perbankan Modern, (Bandung, PT. Citra Adiyta Bakti, 1999).

Ginting, Jamin,Hukum Perseroan Terbatas (UUNo.40 Tahun 2007), (Jakarta: Citra Aditya Bakti, 2007)

Harahap, M. Yahya, Hukum Perseroan Terbatas, (Jakarta: Sinar Grafika, 2009). Hernoko, Agus Yudha, Hukum Perjanjian Azas Proposionalitas dalam Kontrak

Komersial (Yogyakarta: LaksBang Mediatama, 2008).

HS. H. Salim, Perkembangan Hukum Kontrak diluar KUHPerdata (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2006).

Ibrahim, Jonny, Teori dan Metodologi Penelitian Hukum Normatif, Cetakan Ketiga (Malang: Bayumedia Publishing, 2007).

I.G. Ray Widjaya, Merancang Suatu Kontrak, Cetakan Kelima (Jakarta: Kesain Blanc, 2008).

Jusuf, Jopie, Analisa Kredit Untuk Account Offiser, Cetakan Kesepuluh (Jakarta : Gramedia Pustaka Utama, 2010)

Kelsen, Hans, Teori Hukum Murni, Terjemahan Pure Theory of Law , Cetakan IV (Jakarta : Penerbit Nusa Media, 2008)

Kansil.C.S.T dan Cristine S.T.Kansil, Seluk Beluk Perseroan Terbatas Menurut Undang-Undang No.40 Tahun 2007, (Jakarta : PT.Rineka Cipta, 2007) Meliala, Djaja. S, Perkembangan Hukum Perdata tentang Benda dan Hukum

Perikatan (Bandung, CV. Nuansa Aulia, 2007).

_______________, Masalah Itikad Baik Dalam KUH Perdata, (Bandung : Penerbit Binacipta, 1987

Miru, Ahmadi, Hukum Kontrak Perancangan Kontrak, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2008).

Naja, HR. Daeng, Pengantar Hukum Bisnis Indonesia (Jakarta : Penerbit Pustaka Yustisia, 2009)


(4)

Nasution, Bahder Johan, Metode Penelitian Ilmu Hukum (Bandung: CV. Mandar Maju, 2008).

Purba, Marisi P. Aspek Akuntansi Undang-Undang Perseroan Terbatas (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2008).

Prasetya, Rudhi, Kedudukan Mandiri Perseroan Terbatas, cetakan ketiga, (Bandung PT. Citra Aditya Bakti, 2001)

Prodjodikoro, Wirjono, Perbuatan Melanggar Hukum Dipandang Dari Sudut Hukum Perdata, (Bandung : CV. Mandar Maju, 2000)

Rido, Ali, Badan Hukum Dan Kedudukan Perseroan, Perkumpulan, Koperasi, Yayasan, Wakaf, cetakan keempat (Bandung : Penerbit Alumni, 1986) Rivai, H.Veithzal Dan Andria Permata Veithzal, Credit Management Handbook,

(Jakarta : PT Raja Grafindo Persada, 2007)

Satrio, J, Hukum Perikatan pada Umumnya, (Bandung: Alumni, 1999)

Shofie, Yusuf, Kapita Selekta Hukum Perlindungan Konsumen di Indonesia, (Bandung : Citra Aditya Bakti, 2008)

Simanjuntak Cornelius Dan Natalie Mulia, Ogan Perseroan Terbatas, (Jakarta : Sinar Grafika, 2009)

Simanungkalit, Parasian, Rapat Umum Pemegang Saham Kaitannya dengan Tanggungjawab Direksi pada Perseroan Terbatas (Jakarta: Yayasan Wajar Hidup, 2006)

Sjahdeini, Sutan Remi, Kebebasan Berkontrak dan Perlindungan Hukum yang Seimbang bagi Para Pihak dalam Perjanjian Kredit Bank di Indonesia (Jakarta: Penerbit Institut Bank Indonesia, 1993).

______________, Hukum Kepailitan, Memahami Faillissementverrodening, Juncto Undang-Undang No.4 Tahun1998, (Jakarta : Pustaka Utama Grafiti, 2002)

Subekti. R, Hukum Perjanjian, Cetakan Kedelapan puluh satu, (Jakarta, Intermasa, 2005).


(5)

_______________, Pokok-pokok Hukum Perdata, Cetakan Keduapuluh sembilan (Jakarta, Intermas, 2001).

_______________, Jaminan-Jaminan Untuk Pemberian Kredit Menurut Hukum Indonesia, Cetakan Ketiga, (Bandung : Alumi, 1996)

_______________, Aneka Perjanjian, cetakan kesepuluh, (Bandung : PT. Citra Aditya Bakti, 1995)

Sutarno, Aspek Hukum Perkreditan pada Bank, Cetakan Ketiga (Bandung: CV. Alfabeta, 2005).

Supramono, Gatot, Kedudukan Perusahaan sebagai Subjek dalam Gugatan Perdata di Pengadilan, (Jakarta : PT. Rineka Cipta, 2007).

Soekanto, Soerjono, Pengantar Penelitian Hukum, Cetakan Ketiga (Jakarta: Universitas Indonesia (IV-Press), 2008.

Tutik, Titi Triwulan, Pengantar Hukum Perdata di Indonesia, (Jakarta : Prestasi Pustaka Publisher, 2006).

Widjaja, Gunawan, Resiko Hukum sebagai Direksi Komisaris dan Pemilik (Jakarta : Forum Sahabat. 2008).

_______________, 150 Pertanyaan tentang Perseroan Terbatas, (Jakarta: Forum Sahabat, 2008).

______________, Memahami Prinsip keterbukaan (Aanvullent Recht) Dalam Hukum Perdata, (Jakarta : RajaGrafindo Persada, 2005)

Widjaya, I.G. Rai, Merancang Suatu Kontrak, Cetakan Kelima (Jakarta: Kesaint Blanc : 2008).

B. Peraturan Perundang-undangan

Indonesia, Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2009, tentang Jabatan Notaris ________, Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007, tentang Perseroan Terbatas. ________, Peraturan Bank Indonesia Nomor 9/14/PBI/2007, tentang Sistem Informasi


(6)

________, Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999, tentang Perlindungan Konsumen ________,Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan

Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan..

Subekti dan Tjitrosudibio, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Cetakan Kesembilan (Jakarta Piradnya Paramita, 1985).

________, Rancangan Undang-Undang ,tentang Perkreditan Perbankan

C. Karya Ilmiah, Makalah, Artikel, Kamus, Internet

Nasution, Bismar , Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 dalam Perseptif Hukum Bisnis, Pembelaan Direksi melalui Prinsip Business Judgment Rule, Disampaikan pada Seminar Bisnis 46 Tahun FE. USU: Pengaruh UU No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas Iklim Usaha Sumatera Utara, Aula Fakultas Ekonomi USU, 24 November 2007.

Badrulzaman, Mariam Darus, Perjanjian Baku (Standart) Perkembangannya di Indonesia, Pidato Pengukuhan Guru Besar, Univeersitas Sumatera Utara, Tahun 1980

Marwan,M & Jimmy.P, Kamus Hukum, Dictionary Law Complate (Surabaya : Reality Publisher,2009)

Legal Manual Bank, PT. Bank Danamon Indonesia Tbk, (Jakarta, 2002) Legal Credit &Practice PT. Bank Danamon Indonesia Tbk