Sebaran Pareto Terampat Untuk Menentukan Curah Hujan Ekstrim (Studi Kasus: Curah Hujan Periode 2001-2010 pada Stasiun Darmaga)

RINGKASAN
MUHAMMAD IRFAN. Sebaran Pareto Terampat untuk Menentukan Curah Hujan
Ekstrim (Studi Kasus: Curah Hujan Periode 2001-2010 pada Stasiun Darmaga).
Dibimbing oleh AJI HAMIM WIGENA dan ANIK DJURAIDAH.
Beberapa tahun terakhir, perubahan cuaca sering tidak menentu sehingga menyebabkan
peristiwa cuaca ekstrim seperti hujan badai, banjir, dan tanah longsor. Studi mengenai
cuaca ekstrim perlu dilakukan untuk mengantisipasi kerugian yang mungkin terjadi di
masa yang akan datang. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji data curah hujan
ekstrim menggunakan Sebaran Pareto Terampat (Generalized Pareto Distribution,
GPD). Data yang digunakan berupa data sekunder, diperoleh dari Badan Meteorologi
Klimatologi dan Geofisika (BMKG) berupa curah hujan harian periode 2001-2010.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori nilai ekstrim berupa GPD.
Tingkat Pengembalian (Return Level) digunakan untuk meramalkan curah hujan
maksimum pada periode tahunan dan musim hujan. Hasil penelitian ini menunjukkan
nilai ramalan untuk periode musim hujan memiliki hasil ramalan yang lebih baik dari
periode tahunan. Nilai Rata-rata Kesalahan Absolut Relatif (Mean Absolute Percent
Error, MAPE) pada periode tahunan untuk 2, 3, dan 6 bulan ke depan secara berturutturut sebesar 28.53%, 19.13%, dan 19.4%. Sementara Nilai MAPE pada periode musim
hujan untuk 2, 3, dan 6 bulan ke depan sebesar 18.02%, 6.79%, dan 14.04%.
Berdasarkan nilai MAPE maka periode musim hujan untuk 3 bulan ke depan memiliki
hasil ramalan lebih baik dari semua periode analisis yang digunakan.
Kata Kunci : curah hujan maksimum, GPD, MAPE, tingkat pengembalian


PENDAHULUAN
Latar Belakang
Cuaca dan iklim merupakan faktor utama
yang sangat berpengaruh terhadap berbagai
aktifitas kehidupan. Aktifitas manusia yang
semakin meningkat mengakibatkan timbulnya
perubahan pada komponen biofisik lingkungan.
Seperti peningkatan konsentrasi gas-gas rumah
kaca di atmosfer yang merupakan penyumbang
utama terjadinya pemanasan dan perubahan iklim.
Salah satu unsur cuaca dan iklim yang sangat
bervariasi adalah curah hujan. Indonesia yang
mayoritas penduduknya bekerja sebagai petani,
curah hujan merupakan faktor utama untuk
memperoleh hasil produksi pertanian yang
optimal. Kondisi perubahan cuaca dan iklim yang
tidak menentu atau berubah setiap saat
mengakibatkan kerugian di berbagai sektor,
khususnya pertanian. Akibat yang paling penting

dari proses perubahan cuaca dan iklim ini adalah
timbulnya peristiwa ekstrim seperti hujan badai,
banjir, atau tanah longsor yang semakin sering
terjadi akhir-akhir ini di Indonesia.
Oleh karena itu, diperlukan penanganan
untuk penyimpangan iklim tersebut. Prang (2006)
telah mengkaji fenomena curah hujan dengan
menggunakan sebaran Nilai Ekstrim Terampat
(Generalized Extreme Value, GEV) serta
menyimpulkan bahwa pemodelan dengan GEV
sangat bermanfaat untuk meramalkan curah hujan
ekstrim tiga bulan ke depan. Dalam penelitiannya
menyarankan untuk menggunakan sebaran nilai
ekstrim terampat yang lebih spesifik untuk
pengkajian lebih lanjut. Oleh karena itu, Sebaran
Pareto
Terampat
(Generalized
Pareto
Distribution, GPD) akan digunakan untuk

mengkaji lebih lanjut fenomena curah hujan
ekstrim.
Tujuan
Tujuan dari penelitian ini adalah mengkaji
data curah hujan ekstrim menggunakan GPD.
TINJAUAN PUSTAKA
Cuaca Ekstrim
Cuaca adalah keadaan sesaat dari atmosfer,
serta perubahan dalam jangka pendek (kurang
dari satu jam hingga 24 jam) di suatu tempat atau
wilayah tertentu (Nasir 1993). Sementara iklim
adalah sintesis dari perubahan nilai unsur-unsur
cuaca dalam jangka panjang di suatu tempat atau
pada suatu wilayah. Sintesis tersebut dapat
dikatakan pula sebagai nilai statistik yang
meliputi rata-rata, maksimum, minimum,
frekuensi kejadian atau peluang kejadian.

Menurut World Meteorology Organitation
(WMO) diacu dalam Ismaini (2006) menyatakan,

cuaca ekstrim adalah keadaan cuaca saat terjadi
hujan sangat lebat secara terus menerus dengan
jumlah di atas 50 mm/jam. Sedangkan iklim
ekstrim merupakan keadaan dimana nilai dari
unsur-unsur iklim menyimpang di atas atau di
bawah nilai normal.
Berdasarkan informasi yang diperoleh dari
Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika
(BMKG), curah hujan harian di Indonesia
dikategorikan ekstrim jika jumlah curah hujan
harian memiliki nilai di atas 50 mm/hari.
Penentuan nilai-nilai ekstrim menurut Gilli dan
Kellezi (2003) dapat dilakukan dengan dua cara
yaitu:
1. Mengambil nilai-nilai maksimum dalam
suatu periode, misalnya periode mingguan
atau bulanan, pengamatan dari nilai-nilai ini
dianggap sebagai nilai-nilai ekstrim.
2. Mengambil nilai-nilai yang melampaui suatu
nilai ambang (threshold) , seluruh nilainilai yang melampaui nilai ambang u

dianggap sebagai nilai-nilai ekstrim.
Dalam penelitian ini, nilai curah hujan ekstrim
diambil dengan menggunakan nilai ambang u.
Sebaran Pareto Terampat
Sebaran pareto terampat adalah salah satu
metode alternatif dalam menganalisis nilai
ekstrim. Sebaran ini termasuk dalam kelompok
sebaran GEV. Sebaran GEV pertama kali
diperkenalkan oleh Jenkinson pada tahun 1955
sedangkan GPD diperkenalkan oleh Pickands
pada tahun 1975 (Samuel dan Sarelees 2000).
Misalkan
adalah peubah acak saling
bebas
dan
identik,
statistik
tataan
} yang merupakan nilai{
nilai ekstrim akan mengikuti sebaran GEV

dengan fungsi sebarannya dapat dinyatakan
sebagai berikut:


{

(1)

dengan µ adalah parameter lokasi, σ adalah
parameter skala, dan ξ adalah parameter bentuk.
Jika pengambilan nilai ekstrim diperoleh dari
nilai yang melampaui ambang u maka
akan mengikuti sebaran GPD dengan fungsi
sebarannya dapat dinyatakan sebagai berikut:

={

̃




(2)

̃

1

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Cuaca dan iklim merupakan faktor utama
yang sangat berpengaruh terhadap berbagai
aktifitas kehidupan. Aktifitas manusia yang
semakin meningkat mengakibatkan timbulnya
perubahan pada komponen biofisik lingkungan.
Seperti peningkatan konsentrasi gas-gas rumah
kaca di atmosfer yang merupakan penyumbang
utama terjadinya pemanasan dan perubahan iklim.
Salah satu unsur cuaca dan iklim yang sangat
bervariasi adalah curah hujan. Indonesia yang
mayoritas penduduknya bekerja sebagai petani,

curah hujan merupakan faktor utama untuk
memperoleh hasil produksi pertanian yang
optimal. Kondisi perubahan cuaca dan iklim yang
tidak menentu atau berubah setiap saat
mengakibatkan kerugian di berbagai sektor,
khususnya pertanian. Akibat yang paling penting
dari proses perubahan cuaca dan iklim ini adalah
timbulnya peristiwa ekstrim seperti hujan badai,
banjir, atau tanah longsor yang semakin sering
terjadi akhir-akhir ini di Indonesia.
Oleh karena itu, diperlukan penanganan
untuk penyimpangan iklim tersebut. Prang (2006)
telah mengkaji fenomena curah hujan dengan
menggunakan sebaran Nilai Ekstrim Terampat
(Generalized Extreme Value, GEV) serta
menyimpulkan bahwa pemodelan dengan GEV
sangat bermanfaat untuk meramalkan curah hujan
ekstrim tiga bulan ke depan. Dalam penelitiannya
menyarankan untuk menggunakan sebaran nilai
ekstrim terampat yang lebih spesifik untuk

pengkajian lebih lanjut. Oleh karena itu, Sebaran
Pareto
Terampat
(Generalized
Pareto
Distribution, GPD) akan digunakan untuk
mengkaji lebih lanjut fenomena curah hujan
ekstrim.
Tujuan
Tujuan dari penelitian ini adalah mengkaji
data curah hujan ekstrim menggunakan GPD.
TINJAUAN PUSTAKA
Cuaca Ekstrim
Cuaca adalah keadaan sesaat dari atmosfer,
serta perubahan dalam jangka pendek (kurang
dari satu jam hingga 24 jam) di suatu tempat atau
wilayah tertentu (Nasir 1993). Sementara iklim
adalah sintesis dari perubahan nilai unsur-unsur
cuaca dalam jangka panjang di suatu tempat atau
pada suatu wilayah. Sintesis tersebut dapat

dikatakan pula sebagai nilai statistik yang
meliputi rata-rata, maksimum, minimum,
frekuensi kejadian atau peluang kejadian.

Menurut World Meteorology Organitation
(WMO) diacu dalam Ismaini (2006) menyatakan,
cuaca ekstrim adalah keadaan cuaca saat terjadi
hujan sangat lebat secara terus menerus dengan
jumlah di atas 50 mm/jam. Sedangkan iklim
ekstrim merupakan keadaan dimana nilai dari
unsur-unsur iklim menyimpang di atas atau di
bawah nilai normal.
Berdasarkan informasi yang diperoleh dari
Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika
(BMKG), curah hujan harian di Indonesia
dikategorikan ekstrim jika jumlah curah hujan
harian memiliki nilai di atas 50 mm/hari.
Penentuan nilai-nilai ekstrim menurut Gilli dan
Kellezi (2003) dapat dilakukan dengan dua cara
yaitu:

1. Mengambil nilai-nilai maksimum dalam
suatu periode, misalnya periode mingguan
atau bulanan, pengamatan dari nilai-nilai ini
dianggap sebagai nilai-nilai ekstrim.
2. Mengambil nilai-nilai yang melampaui suatu
nilai ambang (threshold) , seluruh nilainilai yang melampaui nilai ambang u
dianggap sebagai nilai-nilai ekstrim.
Dalam penelitian ini, nilai curah hujan ekstrim
diambil dengan menggunakan nilai ambang u.
Sebaran Pareto Terampat
Sebaran pareto terampat adalah salah satu
metode alternatif dalam menganalisis nilai
ekstrim. Sebaran ini termasuk dalam kelompok
sebaran GEV. Sebaran GEV pertama kali
diperkenalkan oleh Jenkinson pada tahun 1955
sedangkan GPD diperkenalkan oleh Pickands
pada tahun 1975 (Samuel dan Sarelees 2000).
Misalkan
adalah peubah acak saling
bebas
dan
identik,
statistik
tataan
} yang merupakan nilai{
nilai ekstrim akan mengikuti sebaran GEV
dengan fungsi sebarannya dapat dinyatakan
sebagai berikut:


{

(1)

dengan µ adalah parameter lokasi, σ adalah
parameter skala, dan ξ adalah parameter bentuk.
Jika pengambilan nilai ekstrim diperoleh dari
nilai yang melampaui ambang u maka
akan mengikuti sebaran GPD dengan fungsi
sebarannya dapat dinyatakan sebagai berikut:

={

̃



(2)

̃

1

dan ̃
dengan y > 0, (1+
̃
Nilai y adalah nilai yang melebihi nilai ambang u
yang dirumuskan dengan
, adalah
data asli pengamatan. Misalkan ,…, dengan
k adalah banyaknya nilai yang melampaui
ambang u. Fungsi kepekatan peluang (fkp) untuk
sebaran
GPD
dapat
diperoleh
dengan
menurunkan fungsi sebarannya. Rumus untuk fkp
dari sebaran GPD dapat dinyatakan sebagai
berikut:
{

(3)

Pendugaan parameter dapat dilakukan dengan
beberapa metode seperti momen, momen
terboboti, entropi maksimum dan kemungkinan
maksimum. Berdasarkan hasil studi simulasi
Singh dan Guo (1995) menyatakan bahwa metode
kemungkinan maksimum memiliki nilai penduga
terbaik dari ketiga metode yang lainnya. Oleh
karena itu, dalam penelitian ini metode
kemungkinan maksimum akan digunakan untuk
melakukan pendugaan parameter. Pendugaan
untuk parameter GPD menggunakan metode
kemungkinan
maksimum.
Fungsi
log
kemungkinan dari
dapat dinyatakan
sebagai berikut:

{
(Mallor et al. 2009).

∑(

⁄ )



Pemilihan Nilai Ambang
Penentuan nilai-nilai ekstrim dengan nilai
ambang u dalam sebaran GPD merupakan suatu
hal yang sulit. Kondisi ini serupa dengan
penentuan ukuran blok dalam sebaran GEV.
Kedua kasus tersebut mengakibatkan penduga
yang bias dan keragaman yang besar. Jika nilai
ambang u terlalu rendah maka data yang
melampaui nilai ambang u akan menghasilkan
penduga yang bias. Disisi lain, jika nilai ambang
u yang dipilih terlalu tinggi maka tidak akan
cukup data untuk menduga model, sehingga
menghasilkan ragam yang besar. Oleh karena itu,
diperlukan suatu metode dalam menentukan nilai
ambang u untuk meminimumkan bias dan
keragaman tersebut. Ada beberapa metode untuk
menentukan nilai ambang u diantaranya adalah

Mean Residual Life Plot (MRLP) dan metode
yang disarankan oleh Chavest-Demoulin pada
tahun 1999 yaitu dengan kuantil 10%.
MRLP merupakan salah satu metode untuk
menentukan nilai ambang u. Metode MRLP ini
berdasarkan pada rataan dari nilai-nilai ekstrim
GPD. Namun metode MRLP ini memerlukan
pengalaman dan keahlian dalam menentukan nilai
ambang u. Sedangkan penentuan nilai ambang u
dengan metode kuantil lebih praktis dan mudah
diterapkan dibanding dengan metode MRLP.
Berdasarkan hasil studi simulasi yang ekstensif,
Chavez-Demoulin
pada
tahun
1999
merekomendasikan mengambil nilai-nilai ekstrim
kurang lebih 10% nilai tertinggi dari data analisis
yang digunakan. Kemudian berdasarkan hasil
studi analisis sensitivitas pada tahun 2004,
Chavez-Demoulin dan Embrechts menyatakan
penggunaan metode kuantil 10% ini jika terjadi
perubahan pada nilai u, dugaan parameter yang
dihasilkan tidak akan terpengaruh oleh perubahan
tersebut (Chavez dan Sardy 2006).
Pemeriksaan Model
Jika sebuah model untuk nilai
telah
memenuhi asumsi yaitu menyebar sesuai sebaran
teoritisnya maka untuk u lebih dari
model
akan menyebar sesuai sebaran teoritisnya yaitu
GPD. Pemeriksaan asumsi sebaran untuk nilai u
yang telah ditentukan, dapat dilakukan dengan
melihat kekonsistenan nilai dugaan parameter
dan σ. Plot peluang dan plot kuantil-kuantil dapat
digunakan untuk melihat kekonsistenan nilai
dugaan parameter untuk nilai u yang dipilih. Plot
peluang dapat dibentuk dengan koordinat titik
sebagai berikut:
(4)


Nilai
merupakan nilai-nilai ekstrim yang
menyebar GPD dengan i=1,…,k. Sedangkan
untuk plot kuantil-kuantil, dapat dibentuk dengan
prosedur sebagai berikut:
1. Urutkan data menjadi
, dengan
data terkecil,
data urutan ke-i dan
data
terbesar.
2. Untuk setiap
tetapkan nilai
dengan
.


3.

Selanjutnya membuat plot kuantil dengan
rumus sebagai berikut:
(5)
dengan i= 1,…,k dan persamaan
dapat
dinyatakan sebagai berikut:

{

(

)

2

Jika plot peluang dan plot kuantil-kuantil
membentuk garis lurus atau linier maka dapat
disimpulkan bahwa model telah memenuhi
asumsi (Mallor et al. 2009).
Tingkat Pengembalian
Dalam praktik, besaran atau kuantitas yang
menjadi perhatian bukan hanya tertuju pada
pendugaan parameter itu sendiri, tetapi pada
tingkat pengembalian (return level) dari penduga
GPD. Tingkat pengembalian merupakan nilai
maksimum yang diharapkan akan dilampaui satu
kali dalam jangka waktu m pengamatan dengan
periode tertentu. Peluang tidak bersyarat untuk
peubah acak X yaitu P{X>x} diperlukan untuk
memperoleh nilai tingkat pengembalian, dengan
merupakan nilai maksimum yang diharapkan
dari tingkat pengembalian (x>u). Misalkan
melambangkan peluang P{X>u} dan peluang
bersyarat X dengan syarat X>u dapat dinyatakan
dengan persamaan sebagai berikut :

}=
P{
(6)
dengan mensubstitusikan persamaan (6) terhadap
akan diperoleh peluang P{X>x} dengan
persamaan sebagai berikut :


}
P{
(7)
untuk mendapatkan persamaan nilai tingkat
pengembalian diperlukan persamaan sebagai
berikut:


(8)
Nilai
dapat
diperoleh
dengan
menyelesaikan persamaan (8) sehingga akan
diperoleh persamaan
sebagai berikut:
(
)
(9)

dengan
dapat diduga dengan ̂
⁄ ,
(Mallor et al. 2009). Pengukuran tingkat
kesalahan antara nilai aktual dengan nilai tingkat
pengembalian (ramalan) dapat menggunakan
Rata-rata Kesalahan Absolut Relatif (Mean
Absolute Percent Error,MAPE) yang dirumuskan
sebagai berikut:


100% (10)
MAPE
Semakin kecil nilai MAPE maka hasil ramalan
semakin mendekati nilai sebenarnya (Chatfield
1984).
METODOLOGI
Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini
berupa data sekunder yang diperoleh dari Badan
Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG).
Periode data curah hujan harian yang digunakan

dari tahun 2001-2010 pada stasiun pengamat yang
berada di daerah Darmaga, Bogor.
Metode
Langkah-langkah yang dilakukan dalam
penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Melakukan eksplorasi data curah hujan harian
untuk mengidentifikasi adanya curah hujan
ekstrim.
2. Menentukan nilai ambang u menggunakan
kuantil 10% nilai tertinggi dari data analisis
yang digunakan untuk mengambil nilai-nilai
ekstrim.
3. Melakukan pendugaan parameter GPD
menggunakan
metode
kemungkinan
maksimum.
4. Pemeriksaan model menggunakan plot
kuantil-kuantil, plot peluang, dan uji
Kolmogorov Smirnov.
5. Meramalkan nilai tingkat pengembalian curah
hujan maksimum.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Eksplorasi Data Curah Hujan
Secara eksplorasi curah hujan harian periode
tahunan untuk tahun 2001-2010 pada stasiun
pengamat di daerah Darmaga, menunjukkan
adanya nilai-nilai ekstrim seperti yang terlihat
pada Gambar 1. Sementara untuk mengetahui
adanya curah hujan ekstrim pada periode musim
hujan (Oktober-Maret), variasi jumlah hari hujan
serta kisaran tinggi curah hujan dapat ditunjukkan
oleh Gambar 2 dan Tabel 1. Gambar 2
menunjukkan adanya curah hujan ekstrim pada
periode musim hujan. Sementara Tabel 1
menunjukkan bahwa pada selang tahun 20012010 banyaknya hari hujan per tahun di atas 50
%, sedangkan rata-rata banyaknya hari hujan per
bulan di atas 51%. Hal ini menunjukkan pula
bahwa secara rata-rata daerah Darmaga sering
turun hujan dengan variasi curah hujan yang
cukup tinggi. Kisaran curah hujan tertinggi terjadi
pada tahun 2007 dengan curah hujan 156 mm,
sedangkan pada tahun 2010 memiliki waktu
terpanjang terjadinya turun hujan harian dalam
waktu 1 tahun.
Berdasarkan informasi yang diperoleh dari
BMKG, keadaan curah hujan dikatakan musim
kering jika curah hujan kurang dari 50 mm/10
hari (< 50 mm/10 hari) dan musim hujan jika
curah hujan mencapai lebih dari atau sama
dengan 50 mm/10 hari (≥ 50 mm/ 10 hari).
Sementara kriteria hujan dalam sehari dibedakan
menjadi 4 kriteria, yaitu ringan (5-20 mm/hari),
normal (>20–50 mm/hari), lebat (>50-100
mm/hari), dan sangat lebat (> 100 mm/hari).
Lampiran 1 memberikan gambaran 4 kriteria

3

Jika plot peluang dan plot kuantil-kuantil
membentuk garis lurus atau linier maka dapat
disimpulkan bahwa model telah memenuhi
asumsi (Mallor et al. 2009).
Tingkat Pengembalian
Dalam praktik, besaran atau kuantitas yang
menjadi perhatian bukan hanya tertuju pada
pendugaan parameter itu sendiri, tetapi pada
tingkat pengembalian (return level) dari penduga
GPD. Tingkat pengembalian merupakan nilai
maksimum yang diharapkan akan dilampaui satu
kali dalam jangka waktu m pengamatan dengan
periode tertentu. Peluang tidak bersyarat untuk
peubah acak X yaitu P{X>x} diperlukan untuk
memperoleh nilai tingkat pengembalian, dengan
merupakan nilai maksimum yang diharapkan
dari tingkat pengembalian (x>u). Misalkan
melambangkan peluang P{X>u} dan peluang
bersyarat X dengan syarat X>u dapat dinyatakan
dengan persamaan sebagai berikut :

}=
P{
(6)
dengan mensubstitusikan persamaan (6) terhadap
akan diperoleh peluang P{X>x} dengan
persamaan sebagai berikut :


}
P{
(7)
untuk mendapatkan persamaan nilai tingkat
pengembalian diperlukan persamaan sebagai
berikut:


(8)
Nilai
dapat
diperoleh
dengan
menyelesaikan persamaan (8) sehingga akan
diperoleh persamaan
sebagai berikut:
(
)
(9)

dengan
dapat diduga dengan ̂
⁄ ,
(Mallor et al. 2009). Pengukuran tingkat
kesalahan antara nilai aktual dengan nilai tingkat
pengembalian (ramalan) dapat menggunakan
Rata-rata Kesalahan Absolut Relatif (Mean
Absolute Percent Error,MAPE) yang dirumuskan
sebagai berikut:


100% (10)
MAPE
Semakin kecil nilai MAPE maka hasil ramalan
semakin mendekati nilai sebenarnya (Chatfield
1984).
METODOLOGI
Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini
berupa data sekunder yang diperoleh dari Badan
Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG).
Periode data curah hujan harian yang digunakan

dari tahun 2001-2010 pada stasiun pengamat yang
berada di daerah Darmaga, Bogor.
Metode
Langkah-langkah yang dilakukan dalam
penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Melakukan eksplorasi data curah hujan harian
untuk mengidentifikasi adanya curah hujan
ekstrim.
2. Menentukan nilai ambang u menggunakan
kuantil 10% nilai tertinggi dari data analisis
yang digunakan untuk mengambil nilai-nilai
ekstrim.
3. Melakukan pendugaan parameter GPD
menggunakan
metode
kemungkinan
maksimum.
4. Pemeriksaan model menggunakan plot
kuantil-kuantil, plot peluang, dan uji
Kolmogorov Smirnov.
5. Meramalkan nilai tingkat pengembalian curah
hujan maksimum.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Eksplorasi Data Curah Hujan
Secara eksplorasi curah hujan harian periode
tahunan untuk tahun 2001-2010 pada stasiun
pengamat di daerah Darmaga, menunjukkan
adanya nilai-nilai ekstrim seperti yang terlihat
pada Gambar 1. Sementara untuk mengetahui
adanya curah hujan ekstrim pada periode musim
hujan (Oktober-Maret), variasi jumlah hari hujan
serta kisaran tinggi curah hujan dapat ditunjukkan
oleh Gambar 2 dan Tabel 1. Gambar 2
menunjukkan adanya curah hujan ekstrim pada
periode musim hujan. Sementara Tabel 1
menunjukkan bahwa pada selang tahun 20012010 banyaknya hari hujan per tahun di atas 50
%, sedangkan rata-rata banyaknya hari hujan per
bulan di atas 51%. Hal ini menunjukkan pula
bahwa secara rata-rata daerah Darmaga sering
turun hujan dengan variasi curah hujan yang
cukup tinggi. Kisaran curah hujan tertinggi terjadi
pada tahun 2007 dengan curah hujan 156 mm,
sedangkan pada tahun 2010 memiliki waktu
terpanjang terjadinya turun hujan harian dalam
waktu 1 tahun.
Berdasarkan informasi yang diperoleh dari
BMKG, keadaan curah hujan dikatakan musim
kering jika curah hujan kurang dari 50 mm/10
hari (< 50 mm/10 hari) dan musim hujan jika
curah hujan mencapai lebih dari atau sama
dengan 50 mm/10 hari (≥ 50 mm/ 10 hari).
Sementara kriteria hujan dalam sehari dibedakan
menjadi 4 kriteria, yaitu ringan (5-20 mm/hari),
normal (>20–50 mm/hari), lebat (>50-100
mm/hari), dan sangat lebat (> 100 mm/hari).
Lampiran 1 memberikan gambaran 4 kriteria

3

Jika plot peluang dan plot kuantil-kuantil
membentuk garis lurus atau linier maka dapat
disimpulkan bahwa model telah memenuhi
asumsi (Mallor et al. 2009).
Tingkat Pengembalian
Dalam praktik, besaran atau kuantitas yang
menjadi perhatian bukan hanya tertuju pada
pendugaan parameter itu sendiri, tetapi pada
tingkat pengembalian (return level) dari penduga
GPD. Tingkat pengembalian merupakan nilai
maksimum yang diharapkan akan dilampaui satu
kali dalam jangka waktu m pengamatan dengan
periode tertentu. Peluang tidak bersyarat untuk
peubah acak X yaitu P{X>x} diperlukan untuk
memperoleh nilai tingkat pengembalian, dengan
merupakan nilai maksimum yang diharapkan
dari tingkat pengembalian (x>u). Misalkan
melambangkan peluang P{X>u} dan peluang
bersyarat X dengan syarat X>u dapat dinyatakan
dengan persamaan sebagai berikut :

}=
P{
(6)
dengan mensubstitusikan persamaan (6) terhadap
akan diperoleh peluang P{X>x} dengan
persamaan sebagai berikut :


}
P{
(7)
untuk mendapatkan persamaan nilai tingkat
pengembalian diperlukan persamaan sebagai
berikut:


(8)
Nilai
dapat
diperoleh
dengan
menyelesaikan persamaan (8) sehingga akan
diperoleh persamaan
sebagai berikut:
(
)
(9)

dengan
dapat diduga dengan ̂
⁄ ,
(Mallor et al. 2009). Pengukuran tingkat
kesalahan antara nilai aktual dengan nilai tingkat
pengembalian (ramalan) dapat menggunakan
Rata-rata Kesalahan Absolut Relatif (Mean
Absolute Percent Error,MAPE) yang dirumuskan
sebagai berikut:


100% (10)
MAPE
Semakin kecil nilai MAPE maka hasil ramalan
semakin mendekati nilai sebenarnya (Chatfield
1984).
METODOLOGI
Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini
berupa data sekunder yang diperoleh dari Badan
Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG).
Periode data curah hujan harian yang digunakan

dari tahun 2001-2010 pada stasiun pengamat yang
berada di daerah Darmaga, Bogor.
Metode
Langkah-langkah yang dilakukan dalam
penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Melakukan eksplorasi data curah hujan harian
untuk mengidentifikasi adanya curah hujan
ekstrim.
2. Menentukan nilai ambang u menggunakan
kuantil 10% nilai tertinggi dari data analisis
yang digunakan untuk mengambil nilai-nilai
ekstrim.
3. Melakukan pendugaan parameter GPD
menggunakan
metode
kemungkinan
maksimum.
4. Pemeriksaan model menggunakan plot
kuantil-kuantil, plot peluang, dan uji
Kolmogorov Smirnov.
5. Meramalkan nilai tingkat pengembalian curah
hujan maksimum.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Eksplorasi Data Curah Hujan
Secara eksplorasi curah hujan harian periode
tahunan untuk tahun 2001-2010 pada stasiun
pengamat di daerah Darmaga, menunjukkan
adanya nilai-nilai ekstrim seperti yang terlihat
pada Gambar 1. Sementara untuk mengetahui
adanya curah hujan ekstrim pada periode musim
hujan (Oktober-Maret), variasi jumlah hari hujan
serta kisaran tinggi curah hujan dapat ditunjukkan
oleh Gambar 2 dan Tabel 1. Gambar 2
menunjukkan adanya curah hujan ekstrim pada
periode musim hujan. Sementara Tabel 1
menunjukkan bahwa pada selang tahun 20012010 banyaknya hari hujan per tahun di atas 50
%, sedangkan rata-rata banyaknya hari hujan per
bulan di atas 51%. Hal ini menunjukkan pula
bahwa secara rata-rata daerah Darmaga sering
turun hujan dengan variasi curah hujan yang
cukup tinggi. Kisaran curah hujan tertinggi terjadi
pada tahun 2007 dengan curah hujan 156 mm,
sedangkan pada tahun 2010 memiliki waktu
terpanjang terjadinya turun hujan harian dalam
waktu 1 tahun.
Berdasarkan informasi yang diperoleh dari
BMKG, keadaan curah hujan dikatakan musim
kering jika curah hujan kurang dari 50 mm/10
hari (< 50 mm/10 hari) dan musim hujan jika
curah hujan mencapai lebih dari atau sama
dengan 50 mm/10 hari (≥ 50 mm/ 10 hari).
Sementara kriteria hujan dalam sehari dibedakan
menjadi 4 kriteria, yaitu ringan (5-20 mm/hari),
normal (>20–50 mm/hari), lebat (>50-100
mm/hari), dan sangat lebat (> 100 mm/hari).
Lampiran 1 memberikan gambaran 4 kriteria

3

160
140

Curah hujan (mm)

120
100
80
60
40
20
0
2001

2002

2003

2004

2005
2006
Tahun

2007

2008

2009

2010

Gambar 1. Diagram kotak garis curah hujan periode tahunan 2001-2010.
curah hujan tersebut dengan jumlah hari
terjadinya turun hujan dalam waktu 1 tahun di
daerah Darmaga. Curah hujan normal untuk
periode tahun 2001-2010 rata-rata terjadi turun
hujan sebanyak 47 hari, sedangkan untuk curah
hujan tidak normal secara rata-rata terjadi 183
hari dengan curah hujan di bawah normal ratarata terjadi 163 hari dan di atas normal rata-rata
20 hari. Dalam penelitian ini, curah hujan di atas
normal akan dikaji lebih lanjut untuk mengurangi
kerugian di masa yang akan datang. Data tahun
2001-2008 akan digunakan sebagai data analisis
sedangkan data tahun 2009 dan 2010 akan
digunakan sebagai data validasi.
Pendugaan Parameter GPD
Sebelum melakukan pendugaan parameter
GPD, terlebih dahulu dilakukan penentuan nilai
ambang u menggunakan grafik MRLP seperti
yang ditunjukkan oleh Gambar 3. Penentuan nilai
ambang u dapat dilakukan menggunakan grafik
pada Gambar 3, nilai u dipilih dengan cara
melihat pola grafik yang membentuk garis lurus
atau linier pada u. Ketika pola grafik sudah tidak
beraturan maka nilai u dapat dipilih pada titik

awal terjadinya perubahan pola tersebut. Seperti
yang ditunjukkan oleh garis putus-putus pada
Gambar 3, nilai u masih sulit untuk ditentukan.
Oleh karena itu, dalam penelitian ini nilai ambang
u akan dipilih dengan metode yang disarankan
oleh Chavez-Demoulin yaitu dengan mengambil
10 % nilai tertinggi dari data analisis yang
digunakan. Proses penentuan nilai ambang u
dengan metode kuantil 10% ini dapat ditunjukkan
pada Gambar 4.
Setelah data diurutkan dari nilai tertinggi
sampai nilai terendah maka akan diperoleh nilai
ambang u yang akan dipilih. Pada Gambar 4,
penentuan nilai ambang u ditunjukkan oleh garis
putus-putus. Berdasarkan pada Gambar 4, nilai
ambang u yang terpilih untuk data analisis 1
Januari 2001- 31 Desember 2008 adalah 36.
Sementara periode untuk data analisis yang
lainnya mempunyai proses yang sama dalam
penentuan nilai ambang u. Dalam penelitian ini,
pendugaan parameter dilakukan untuk dua
periode analisis yaitu pada periode tahunan dari
bulan Januari – Desemeber dan periode musim
hujan dari bulan Oktober – Maret.

Gambar 2. Diagram kotak garis curah hujan periode musim hujan tahun 2001-2010

4

Tabel 1. Jumlah hari hujan dan kisaran curah hujan tahun 2001-2010
Banyaknya hari Rata-rata banyakanya hari
Kisaran tinggi
Tahun
hujan (hari)
hujan per bulan(hari)
curah hujan (mm)
2001
226
18.83
0 – 107
2002
213
17.75
0 – 127
2003
234
19.50
0 – 123
2004
205
17.08
0 – 142
2005
260
21.67
0 – 127
2006
184
15.33
0 – 136
2007
229
19.08
0 – 156
2008
251
20.92
0 – 105
2009
233
19.42
0 – 115
2010
267
22.25
0 - 145
dimungkinkan variasi curah hujan lebih beragam
dibandingkan dengan periode 1 Januari 2001 – 30
Juni 2010. Nilai ambang u untuk setiap periode
secara keseluruhan memiliki nilai 35 dan 36.
Parameter bentuk ξ untuk semua periode pada
Tabel 2 mempunyai nilai dugaan ξ < 0. Hal ini
menunjukkan fungsi peluangnya mempunyai titik
ujung kanan yang terhingga. Berdasarkan
persamaan (2) dan hasil analisis pada Tabel 2
maka dapat diperoleh fungsi sebaran GPD untuk
periode 1 Januari 2001 – 31 Desember 2008
sebagai berikut:

(11)
dengan menurunkan persamaan (11) maka akan
diperoleh fkp untuk periode 1 Januari 2001 – 31
Desember 2008 sebagai berikut:
(12)

Mean Ekses

Hasil pendugaan parameter untuk menentukan
ramalan curah hujan maksimum periode tahunan
untuk 2 bulan ke depan dapat dilihat pada Tabel
2. Interpretasi terhadap parameter skala σ
menggambarkan bentuk dari fungsi peluangnya
atau menyatakan pola keragaman data.
Sedangkan parameter ξ menggambarkan perilaku
titik ujung kanan dari fungsi peluangnya. Jika ξ <
0 maka fungsi peluangnya akan mempunyai titik
ujung kanan yang terhingga dengan batas
dan jika ξ ≥ 0 maka fungsi peluangnya akan
mempunyai titik ujung kanan yang tak terhingga
(Mallor et.al 2009). Tabel 2 untuk periode
tahunan menunjukkan nilai dugaan parameter
skala σ yang paling besar pada periode 1 Januari
2001 – 30 Juni 2009 dengan nilai sebesar 27.75
dan nilai terkecil pada periode 1 Januari 2001 –
30 Juni 2010 dengan nilai sebesar 26.83. Pada
periode 1 Januari 2001 –
30 Juni 2009

u
Gambar 3. Grafik MRLP.

5

1600
1400

Frekuensi

1200
1000
800
600
400
200
0
0

20

Q(0.1)40

60
80
100
Curah hujan (mm)

120

140

Gambar 4. Histogram data curah hujan dan nilai kuantil 10%.
Berdasarkan persamaan (12) maka grafik fkp
untuk periode 1 Januari 2001- 31 Desember 2008
dapat dilihat pada Gambar 5 yang menunjukkan
bahwa grafik yang terbentuk mengindikasikan
nilai ekstrim yang terambil memiliki sebaran
GPD. Sementara fkp untuk data analisis periode
yang lainnya dapat dilihat pada Lampiran 2 dan 3.
Hasil dugaan parameter untuk menentukan
ramalan curah hujan maksimum periode tahunan
untuk 3 bulan ke depan diberikan dalam Tabel 3.
Pada Tabel 3 menunjukkan nilai ambang u yang
diperoleh 35, 36, dan 37, sedangkan nilai ξ < 0
serta nilai σ berada di sekitar 26.83 - 27.75.
Sementara nilai dugaan parameter untuk ramalan
curah hujan maksimum periode tahunan untuk 6
bulan ke depan dapat dilihat dalam Tabel 4. Pada
Tabel 4 menunjukkan nilai ambang u yang
diperoleh sebesar 35 dan 36, sementara nilai ξ