Penentuan Ambang Batas Curah Hujan Ekstrim dengan Mean Residual Life dan Threshold Choice (Studi Kasus : Curah Hujan Periode 1977-2010 di Stasiun Pondok Betung)

PENENTUAN AMBANG BATAS CURAH HUJAN EKSTRIM
DENGAN MEAN RESIDUAL LIFE DAN
THRESHOLD CHOICE
(Studi Kasus : Curah Hujan Periode 1977–2010 di Stasiun Pondok Betung)

IMAM WIDYANTO

DEPARTEMEN STATISTIKA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Penentuan Ambang
Batas Curah Hujan Ekstrim dengan Mean Residual Life dan Threshold Choice
(Studi Kasus : Curah Hujan Periode 1977-2010 pada Stasiun Pondok Betung)
adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum
diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak

diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, September 2013
Imam Widyanto
NIM G14090026

ABSTRAK
IMAM WIDYANTO. Penentuan Ambang Batas Curah Hujan Ekstrim
dengan Mean Residual Life dan Threshold Choice (Studi Kasus : Curah Hujan
Periode 1977-2010 di Stasiun Pondok Betung). Dibimbing oleh AJI HAMIM
WIGENA dan FARIT MOCHAMAD AFENDI.
Curah hujan memiliki keragaman tinggi dan berpotensi terjadi curah hujan
ekstrim yang pada umumnya dapat mengakibatkan banjir. Informasi curah hujan
ekstrim perlu diketahui lebih awal untuk mengantisipasi kemungkinan banjir
dengan cara menentukan nilai ambang batas. Nilai ambang batas ini dapat
ditentukan dengan persentil 90, Mean Residual Life (MRL), dan Threshold Choice
(TC) berdasarkan Sebaran Pareto Terampat (Generalized Pareto Distribution,
GPD). Nilai ambang batas di Pondok Betung adalah 61 mm berdasarkan data

curah hujan harian pada peiode 1977-2010. Secara umum kejadian banjir terjadi
ketika curah hujan harian di stasiun Pondok Betung melebihi 61 mm.
Kata Kunci : GPD, MRL, TC

ABSTRACT
IMAM WIDYANTO. Threshold Determination of Extreme Rainfall with
Mean Residual Life and Threshold Choice (Case Study : Rainfall in 1977-2010
period at Pondok Betung Station). Supervised by AJI HAMIM WIGENA and
FARIT MOCHAMAD AFENDI.
Rainfall has a high diversity and potentially extreme rainfall which can
cause flood. Extreme rainfall information needs to be known early to anticipate
the possibility of flooding by determining the threshold value. This threshold
value can be determined by the 90th percentile, Mean Residual Life (MRL), and
Threshold Choice (TC) based on Generalized Pareto Distribution (GPD).
Threshold value in Pondok Betung station is 61 mm, based on daily rainfall data
in 1977-2010. In general, the majority of flood events occur when daily rainfall at
Pondok Betung station above 61 mm.

Key words : GPD, MRL, TC


PENENTUAN AMBANG BATAS CURAH HUJAN EKSTRIM
DENGAN MEAN RESIDUAL LIFE DAN
THRESHOLD CHOICE
(Studi Kasus : Curah Hujan Periode 1977–2010 di Stasiun Pondok Betung)

IMAM WIDYANTO

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Statistika
pada
Departemen Statistika

DEPARTEMEN STATISTIKA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

Judui Skripsi: Penentuan Ambang Batas Curah Hujan Ekstrim dengan Mean

Residual Life dan Threshold Choice (Studi Kasus : Curah Hujan
Periode 1977-2010 di Stasiun Pond ok Betung)
Nama
: Imam Widyanto
: G14090026
NlM

Disetujui oleh

Dr Ir Aji Hamim Wigena, MSc
Pembimbing I

Tanggal Lulus:

1 SEP 2013

Dr Farit Mochamad Afendi, MSi
Pembimbing II

Judul Skripsi : Penentuan Ambang Batas Curah Hujan Ekstrim dengan Mean

Residual Life dan Threshold Choice (Studi Kasus : Curah Hujan
Periode 1977-2010 di Stasiun Pondok Betung)
Nama
: Imam Widyanto
NIM
: G14090026

Disetujui oleh

Dr Ir Aji Hamim Wigena, MSc
Pembimbing I

Dr Farit Mochamad Afendi, MSi
Pembimbing II

Diketahui oleh

Dr Ir Hari Wijayanto, MSi
Ketua Departemen


Tanggal Lulus:

PRAKATA

Alhamdulillah, puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas
segala karunia Nya sehingga penelitian ini berhasil diselesaikan. Tema yang
dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan April 2013 sampai
September 2013 ini ialah ambang batas curah hujan ekstrim, dengan judul
Penentuan Ambang Batas Curah Hujan Ekstrim dengan Mean Residual Life dan
Threshold Choice (Studi Kasus : Curah Hujan Periode 1977-2010 di Stasiun
Pondok Betung).
Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr Ir Aji Hamim Wigena, MSc
dan Bapak Dr Farit Mochammad Afendi MSi selaku pembimbing, serta Bapak
Wido Hanggoro, SSi dan keluarga besar dari Badan Meteorologi Klimatologi dan
Geofisika yang telah banyak memberi saran. Ungkapan terima kasih juga
disampaikan kepada ayah, ibu, keluarga, dan keluarga besar Statistika IPB atas
dukungan, doa, dan kasih sayangnya.
Akhirnya penulis berharap semoga tulisan ini bermanfaat dalam
pengembangan ilmu Statistika khususnya di bidang Meteorologi.
Bogor, September 2013

Imam Widyanto

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

viii

DAFTAR GAMBAR

viii

DAFTAR LAMPIRAN

viii

PENDAHULUAN

1

Latar Belakang


1

Tujuan Penelitian

2

METODE

2

Data

2

Prosedur Analisis Data

2

HASIL DAN PEMBAHASAN


5

Eksplorasi Data Curah Hujan Harian

5

Penentuan Ambang Batas

7

Pendugaan Parameter GPD

11

Peramalan Tingkat Pengembalian

12

Penentuan Ambang Batas u Terbaik Berdasarkan MAPE


14

SIMPULAN DAN SARAN

17

Simpulan

17

Saran

17

DAFTAR PUSTAKA

17

LAMPIRAN


20

RIWAYAT HIDUP

27

DAFTAR TABEL
1 Ukuran pemusatan dan penyebaran data curah hujan harian periode
bulanan tahun 1977–2010 (mm)
2 Nilai dugaan parameter GPD periode analisis 1 Januari 1977–31
Desember 2009
3 Uji Kolmogorov-Smirnov untuk tiap calon ambang batas u
4 Ramalan tingkat pengembalian curah hujan untuk tiap calon ambang
batas u
5 Nilai MAPE untuk tiap calon ambang batas u
6 Kejadian banjir dan longsor periode 1977-2013 di Jakarta
7 Ramalan banyaknya hari dengan curah hujan ekstrim periode ramalan
tahun 2010

7
11
12
13
15
16
16

DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5
6

Histogram curah hujan harian tahun 1977-2010
Diagram kotak garis curah hujan harian periode bulanan 1977-2010
Grafik MRL curah hujan harian selang ambang batas 0–330
Grafik MRL curah hujan harian selang ambang batas 30–90
Grafik MRL curah hujan harian selang ambang batas 70–125
Grafik TC untuk reparameterisasi parameter skala curah hujan harian
selang ambang batas 0-125
7 Grafik TC untuk parameter bentuk curah hujan harian selang ambang
batas 0-125
8 Plot peluang untuk ambang batas u = 61
9 Grafik perbandingan tingkat pengembalian aktual dengan ramalan tiap
ambang batas

6
6
8
9
9
10
10
12
14

DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4
5
6
7
8

Ukuran pemusatan dan penyebaran data curah hujan harian periode
tahunan 1977–2010 di stasiun Pondok Betung
Jumlah hari hujan berdasarkan kategori hujan harian (BMKG 2008)
periode tahunan 1977–2010 di stasiun Pondok Betung
Plot peluang untuk ambang batas u = 21.08
Plot peluang untuk ambang batas u = 39
Plot peluang untuk ambang batas u = 50
Plot peluang untuk ambang batas u = 62
Plot peluang untuk ambang batas u = 90
Grafik MRL curah hujan harian untuk stasiun Kemayoran tahun
1980-2009

20
21
22
22
22
23
23
24

9 Grafik MRL curah hujan harian untuk stasiun Tanjung Priok tahun
1973-2009
10 Grafik MRL curah hujan harian untuk stasiun Cengkareng tahun
1986-2009
11 Grafik TC untuk reparameterisasi parameter skala dan parameter
bentuk curah hujan harian untuk stasiun Kemayoran tahun 1980-2009
12 Grafik TC untuk reparameterisasi parameter skala dan parameter
bentuk curah hujan harian untuk stasiun Tanjung Priok tahun 19732009
13 Grafik TC untuk reparameterisasi parameter skala dan parameter
bentuk curah hujan harian untuk stasiun Cengkareng tahun 19862009
14 Nilai dugaan parameter GPD dan nilai MAPE tiap calon ambang
batas untuk stasiun Kemayoran, Tanjung Priok, dan Cengkareng

24
24
25

25

26
26

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Salah satu unsur cuaca yang memiliki keragaman cukup tinggi adalah curah
hujan. Hal ini dipengaruhi salah satunya oleh pola musim di Indonesia. Curah
hujan akan rendah saat musim kemarau dan akan tinggi saat musim hujan.
Tingginya curah hujan pada musim hujan akan cenderung menghasilkan curah
hujan yang ekstrim.
Curah hujan ekstrim dapat mengakibatkan tanah longsor dan banjir. Jakarta
merupakan salah satu wilayah yang sering dilanda banjir. Banyak faktor yang
menyebabkan banjir di Jakarta selain curah hujan ekstrim, di antaranya adalah
perubahan tutupan lahan, Jakarta yang merupakan hilir dari 13 aliran sungai,
banyaknya sampah di saluran air, dan lain-lain. Berdasarkan kondisi di atas, banjir
disebabkan oleh banyak faktor dan merupakan suatu fenomena yang kompleks.
Informasi ambang batas curah hujan ekstrim di Jakarta perlu diketahui lebih
awal dalam mewaspadai terjadinya banjir. Ambang batas curah hujan ekstrim
menurut BMKG (2008) adalah 50 mm/hari. Ambang batas tersebut tentu tidak
sama untuk tiap daerah begitu pula dengan di Jakarta, karena karakteristik curah
hujan yang berbeda-beda tiap daerah, sehingga diperlukan suatu pendekatan lain
dalam menentukan curah hujan ekstrim di suatu daerah. Menurut Gilli dan K llezi
(2006), penentuan nilai-nilai ekstrim dapat dilakukan dengan dua cara yaitu Block
Maxima dan Peaks Over Threshold (POT). Block Maxima yaitu mengambil nilainilai maksimum dari setiap periode atau blok sebagai nilai ekstrim yang
selanjutnya didekati dengan Generalized Extreme Value (GEV). POT yaitu
mengambil nilai-nilai yang melampaui suatu nilai ambang batas (threshold)
sebagai nilai ekstrim yang selanjutnya didekati dengan Sebaran Pareto Terampat
(Generalized Pareto Distribution, GPD).
Penentuan ambang batas yang tepat pada POT menjadi suatu hal yang
penting dalam pengklasifikasian ekstrim atau tidaknya suatu curah hujan. Menurut
Coles (2001), penentuan ambang batas memerlukan keseimbangan antara bias dan
ragam. Ambang batas yang terlalu rendah akan menghasilkan penduga yang bias
dan ambang batas yang terlalu tinggi akan menghasilkan minimnya amatan yang
dapat melampaui ambang batas tersebut sehingga ragam akan besar. Coles (2001)
menggunakan Mean Residual Life (MRL) dan Threshold Choice (TC) dalam
penentuan ambang batas curah hujan harian daerah barat daya Inggris periode
1914-1962. Selain kedua metode tersebut, Chavez-Demoulin (1999) dalam Irfan
(2011) merekomendasikan persentil 90 sebagai ambang batas nilai ekstrim.
Berdasarkan uraian di atas, penentuan ambang batas merupakan permasalahan
yang tidak mudah. Oleh karena itu ketiga metode tersebut akan digunakan dalam
penentuan beberapa calon ambang batas curah hujan ekstrim agar menghasilkan
banyak pilihan dalam memilih ambang batas terbaik. Pemilihan Ambang batas
terbaik dapat dilakukan berdasarkan nilai Mean Absolute Percentage Error
(MAPE) dari ramalan tingkat pengembalian (return level) dari tiap calon ambang
batas.

2
Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah mengeksplorasi curah hujan harian dan
menentukan ambang batas curah hujan harian ekstrim dengan persentil 90, MRL,
dan TC.

METODE
Data
Data dalam penelitian ini diperoleh dari Badan Meteorologi, Klimatologi,
dan Geofisika (BMKG). Data ini merupakan data curah hujan harian periode
1977–2010 pada stasiun Pondok Betung, Jakarta Selatan. Data tahun 1977-2009
digunakan sebagai data analisis, sedangkan data tahun 2010 digunakan sebagai
data validasi. Satuan curah hujan adalah milimeter. Curah hujan satu milimeter (1
mm) artinya adalah air hujan yang jatuh pada setiap permukaan seluas 1 m2
setinggi 1 mm dengan tidak menguap, meresap atau mengalir (BMKG 2008).

Prosedur Analisis Data
Langkah-langkah dalam penelitian ini adalah :
1. Eksplorasi data curah hujan harian dengan histogram dan diagram kotak
garis
2. Penentuan calon ambang batas menggunakan persentil 90, MRL dan TC
a. Persentil 90
b. Mean Residual Life (MRL)
Mean Residual Life (MRL) merupakan suatu metode yang berlandaskan
pada rata-rata pelampauan ambang batas. Metode ini sering digunakan di
berbagai bidang seperti reliabilitas, analisis survival, studi aktuaria, dan
lain-lain. Omey et al.(2009) menggunakan MRL untuk menentukan
ambang batas kecepatan angin di Schiphol, Belanda. MRL sering juga
dikenal dengan Expected Remaining Life atau Mean Excess.
Misalkan X merupakan peubah acak yang merepresentasikan amatan yang
melebihi ambang batas dengan parameter skala  dan parameter bentuk
. Menurut Coles (2001) nilai harapan dari
yang menyebar GPD
adalah








Misalkan
adalah amatan yang melampaui ambang batas
sebanyak . Misal
adalah nilai terbesar dari
, maka plot MRL
merupakan representasi titik :

3
Plot MRL dilengkapi dengan selang kepercayaan. Selang kepercayaan
pada plot MRL dapat dihitung melalui pendekatan normal dari rataan
contoh. Selain uraian di atas, Abdous dan Berred (2004) melakukan
pendekatan kernel untuk menduga fungsi MRL.
c. Threshold Choice (TC)
Threshold Choice (TC) dikenal juga dengan Parameter Stability atau
Threshold Stability yang merupakan metode dalam menentukan ambang
batas. Menurut Coles (2001), TC merupakan metode lain dalam GPD
untuk suatu rentang ambang batas dan mencari kestabilan dugaan
parameter.
Misalkan X menyebar GPD pada
maka akan menyebar GPD juga pada
. Parameter skala diparameterisasi untuk mempermudah
pendugaan sebagai berikut :


 .
Plot TC menghasilkan dua plot, yang pertama plot  dengan untuk
menduga ambang batas berdasarkan parameter skala  dan plot antara 
dengan untuk menduga ambang batas berdasarkan parameter bentuk .
Plot TC direpresentasikan dengan titik sebagai berikut :
dan


dengan
adalah nilai maksimum dari amatan x. Penentuan selang
kepercayaan untuk  dapat menggunakan matriks ragam peragam V,
sedangkan untuk mendapatkan selang kepercayaan  diperlukan metode
delta yang menyatakan bahwa  bergantung pada  dan . Ragam dari
 adalah


,
dengan








.



3. Pendugaan parameter GPD menggunakan metode kemungkinan
maksimum untuk tiap calon ambang batas
Misalkan
adalah peubah acak dan misalkan
untuk nilai-nilai ekstrim. Menurut Coles (2001) untuk
yang besar
, dengan
mengikuti sebaran GEV,
sebagai berikut :












dengan adalah parameter lokasi,  adalah parameter skala, dan  adalah
parameter bentuk. Kemudian fungsi sebaran dari
dengan
dan u adalah suatu ambang batas, adalah :




adalah sebaran GPD dengan
dan   
.





(1)


dan

,




,

4
Misal adalah banyaknya nilai yang melebihi ambang batas maka
pelampauan ambang batas
akan memiliki fungsi kepekatan peluang
(fkp) sebagai berikut :













Jika 


 , jika 


maka



maka

, dan jika

maka
dan digolongkan ke dalam keluarga eksponensial
dengan parameter  pada persamaan (1).
Pendugaan parameter dapat dilakukan dengan metode kemungkinan
maksimum. Fungsi log kemungkinan menurut Coles (2001) dari
dapat dinyatakan sebagai berikut :
















Pemaksimuman fungsi log kemungkinan tidak dapat dilakukan secara
analitik, maka diperlukan pendekatan numerik dalam penyelesainnya.
4. Pemeriksaan model menggunakan plot peluang dan uji KolmogorovSmirnov
a. Plot Peluang
Menurut Coles (2001) misal ada suatu ambang batas , suatu pelampauan
ambang
...
, dan model dugaan , maka plot peluang :
dimana
dapat dilihat pada persamaan (1).
b. Uji Kolmogorov-Smirnov
Menurut Daniel (1990) hipotesis pada uji ini adalah

dengan
adalah sebaran empirik dari data, sedangkan
adalah
sebaran teoritis. Statistik uji yang digunakan adalah
dengan S(x) adalah frekuensi relatif dari amatan di atas amabang
jika hitung > tabel. Dtabel dengan amatan (n) lebih dari 40
batas u. Tolak
.
didekati dengan
5. Peramalan tingkat pengembalian curah hujan untuk tiap calon ambang
batas
Peramalan tingkat pengembalian (return level) merupakan salah satu
aplikasi dalam GPD. GPD dengan parameter  dan  adalah sebaran yang
tepat untuk pelampauan suatu ambang batas dari variabel . Menurut
Coles (2001) untuk
maka






.

5
Selanjutnya didapatkan persamaan peluang di bawah ini


jika





.

maka

,
(2)
adalah proporsi amatan

. Nilai k adalah
di atas ambang batas u yang diduga dengan
banyaknya amatan di atas ambang batas u dan N adalah total amatan.
Banyaknya pelampauan ambang batas
mengikuti sebaran binomial
( , ). Tingkat pengembalian dinotasikan dengan
yang merupakan
nilai maksimum yang diharapkan akan dilampaui satu kali secara rata-rata
dalam setiap pengamatan. Persamaannya adalah







Solusinya menjadi :










(3)

Plot tingkat pengembalian terdiri dari pasangan
.
adalah
ramalan tingkat pengembalian yang dapat dilihat pada persamaan (3).
6. Penentuan ambang batas terbaik berdasarkan nilai MAPE dari suatu
ramalan tingkat pengembalian
Metode dalam mengukur nilai kesalahan antara nilai ramalan dengan nilai
aktual, menurut Montgomery et al. (2008) dapat menggunakan Mean
Absolute Percentage Error (MAPE) sebagai berikut

pada kasus ini adalah nilai aktual tingkat pengembalian dan adalah
nilai ramalan tingkat pengembalian
. Semakin kecil nilai MAPE
makin baik peramalan yang dilakukan.

HASIL DAN PEMBAHASAN
Eksplorasi Data Curah Hujan Harian
Eksplorasi dengan histogram curah hujan harian tahun 1977-2010
ditampilkan pada Gambar 1. Histogram tersebut memiliki ekor kanan yang
panjang, sehingga diindikasikan terdapat nilai-nilai curah hujan ekstrim pada ekor.
Eksplorasi curah hujan harian periode bulanan tahun 1977–2010 dengan
diagram kotak garis dapat dilihat pada Gambar 2. Setiap bulan terdapat banyak
pencilan, dengan pencilan tertinggi pada bulan Februari, Maret, Desember, dan
Januari. Hal ini disebabkan pada bulan-bulan tersebut merupakan musim hujan.
Pencilan terendah terjadi pada bulan Agustus karena pada bulan tersebut terjadi
musim kemarau.

0

2000

4000

Frekuensi

6000

8000

10000

6

0

50

100

150

200

250

300

350

Curah hujan (mm)

Gambar 1 Histogram curah hujan harian tahun 1977-2010

350

Curah hujan (mm)

300
250
200
150
100
50
0
ri
ua
Jan

ri
ua
br
e
F

M

t
are

ril
Ap

ei
M

ni
Ju

li
Ju

tu
us
Ag

s
S

tem
ep

r
be

r
be
to
k
O

r
be
em
v
No

sem
De

r
be

Bulan

Gambar 2 Diagram kotak garis curah hujan harian periode bulanan 1977-2010
Tabel 1 menunjukkan ukuran pemusatan dan penyebaran curah hujan harian
periode bulanan. Umumnya curah hujan di Indonesia cukup beragam dengan nilai
simpangan baku yang relatif tinggi. Bulan Februari memiliki simpangan baku
terbesar yaitu 21.1 mm. Hal ini disebabkan pada bulan tersebut terdapat banyak
pencilan. Rata-rata curah hujan tertinggi terjadi pada bulan Februari diikuti bulan
Januari. Bulan Februari memiliki nilai curah hujan tertinggi sebesar 339.8 mm
diikuti bulan Maret, Desember, dan Januari. Tiap bulan memiliki nilai minimum
sebesar 0 mm, yang artinya ada hari pada tiap bulan yang tidak terjadi hujan. Nilai

7
rata-rata, simpangan baku, maksimum dan minimum curah hujan, dan banyaknya
hujan per tahun dapat dilihat pada Lampiran 1. Jumlah hari hujan berdasarkan
kategori hujan harian (BMKG 2008) dapat dilihat pada Lampiran 2.
Tabel 1 Ukuran pemusatan dan penyebaran data curah hujan harian periode
bulanan tahun 1977–2010 (mm)
Bulan
Januari
Februari
Maret
April
Mei
Juni
Juli
Agustus
September
Oktober
November
Desember

Rata-rata

Simpangan baku

Maksimum

Minimum

10.7
11.0
7.8
7.0
6.7
3.9
3.1
2.8
3.8
5.3
6.8
7.5

18.1
21.1
18.2
15.2
14.7
11.0
10.9
10.3
12.5
13.3
13.7
16.1

170.0
339.8
330.0
129.0
134.0
128.9
104.5
94.7
120.5
114.4
106.0
173.0

0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0

Penentuan Ambang Batas
Nilai ambang batas ditentukan berdasarkan data curah hujan harian tahun
1977–2009. Scarrot dan MacDonald (2012) melakukan pendugaan ambang batas
menggunakan MRL dan TC dengan menetapkan beberapa calon ambang batas
terlebih dahulu.
Persentil 90
Data curah hujan harian di stasiun Pondok Betung tahun 1977-2009
memiliki persentil 90 sebesar 21.08. Amatan yang melebihi ambang batas tersebut
berjumlah 1206 amatan dan sudah cukup baik untuk pendugaan parameter GPD.
Nilai tersebut dijadikan salah satu calon ambang batas curah hujan ekstrim.
Mean Residual Life (MRL)
Intrepretasi MRL dalam praktik tidak selalu sederhana. Penentuan ambang
batas harus memerhatikan terhadap banyaknya amatan yang melampaui ambang
batas dan pendekatan garis linier yang konsisten setelah ambang batas. Grafik
MRL curah hujan harian selang ambang batas 0–330 yang dilengkapi selang
kepercayaan 95% ditampilkan pada Gambar 3.
Gambar 3 menunjukkan grafik MRL diawali dengan garis yang relatif linier
dari
0 sampai
40, kemudian menaik dengan kemiringan yang kecil
sampai
90. Setelah itu menaik lebih curam dengan kemiringan yang besar
sampai
125. Dari
125 sampai
220 menunjukkan ketidakstabilan
dengan naik turunnya grafik. Kemudian dari
220 grafik menurun secara
curam, linier, dan konsisten.

100
0

50

Mean Excess

150

200

8

0

50

100

150

200

250

300

Threshold

Gambar 3 Grafik MRL curah hujan harian selang ambang batas 0–330
Penentuan ambang batas berdasarkan deskripsi grafik di paragraf
sebelumnya, tentunya akan menuntun pada pemilihan ambang batas
220 jika
dilihat dari pendekatan garis linier yang konsisten setelah ambang batas tersebut,
namun hanya terdapat 2 amatan di atas ambang batas tersebut, sehingga sangat
sedikit untuk pendugaan parameter GPD dan cenderung menghasilkan ragam
yang besar. Ambang batas
125 juga perlu diperhatikan karena garis linier
yang konsisten setelah ambang batas, namun hanya terdapat 11 amatan
pelampauan. Jumlah tersebut juga masih terlalu sedikit untuk pendugaan
parameter GPD, begitu pula dengan calon ambang batas di atasnya seperti
140, 170, 180, dan 210. Berdasarkan uraian tersebut, grafik MRL akan dibatasi
pada selang ambang batas 0-125 seperti pada Gambar 4 dan 5.
Gambar 4 dan 5 menunjukkan beberapa ambang batas yang perlu
diperhatikan karena garis yang relatif linier dan konsisten setelah ambang batas
yaitu ambang batas
40, 60, dan 90. Ambang batas tersebut berturut-turut
memiliki pelampauan sebanyak 507, 198, dan 54 amatan dan cukup untuk
pendugaan parameter GPD. Langkah selanjutnya adalah menentukan lebih detail
dari nilai ambang batas tersebut dengan cara memperkecil selang ambang batas
grafik MRL untuk tiap calon ambang batas tersebut. Ambang batas u 40 dan 60
dijelaskan oleh Gambar 4 dan ambang batas u 90 dijelaskan oleh Gambar 5.
Gambar 4 menunjukkan setelah nilai ambang batas
39, 50, dan 61
grafik mendekati garis relatif linier dan konsisten. Amatan di atas ambang batas
39, 50, dan 61 berturut-turut sebanyak 535, 291, dan 189 amatan. Banyaknya
amatan yang melampaui ketiga ambang batas tersebut sudah cukup untuk
pendugaan parameter GPD sehingga ketiga nilai tersebut dijadikan calon ambang
batas.
Gambar 5 menunjukkan setelah nilai ambang batas
90 grafik mendekati
garis linier dan konsisten. Amatan di atas ambang batas
90 sebanyak 54

9
amatan dan sudah cukup untuk pendugaan parameter GPD. Ambang batas
90
kemudian dipilih menjadi salah satu calon ambang batas. Penentuan ambang batas
curah hujan ekstrim dengan MRL untuk stasiun Kemayoran, Tanjung Priok, dan
Cengkareng dapat dilihat pada Lampiran 8, 9, dan 10.

Gambar 4 Grafik MRL curah hujan harian selang ambang batas 30–90

Gambar 5 Grafik MRL curah hujan harian selang ambang batas 70–125
Threshold Choice (TC)
TC memiliki dua grafik yaitu grafik yang memadankan ambang batas
dengan dugaan reparameterisasi parameter skala  pada Gambar 6 dan dugaan
parameter bentuk  pada Gambar 7. Kedua grafik tersebut dilengkapi dengan
selang kepercayaan 95%. Selain melihat banyaknya amatan pelampauan ambang
batas, pemilihan ambang batas pada TC harus memerhatikan kestabilan atau
kekonstanan parameter skala dan bentuk setelah ambang batas. Khusus untuk
parameter skala, setelah ambang batas harus terdapat garis linier yang lurus dan
konsisten. Berdasarkan banyaknya amatan di atas ambang batas u pada

10
pembahasan MRL, selang ambang batas pada plot TC akan dibatasi hingga
125.

Gambar 6 Grafik TC untuk reparameterisasi parameter skala curah hujan harian
selang ambang batas 0-125

Gambar 7 Grafik TC untuk parameter bentuk curah hujan harian selang ambang
batas 0-125
Gambar 6 dan 7 secara bentuk grafik saling berkebalikan. Kedua gambar
tersebut memiliki titik-titik ambang batas yang perlu diperhatikan yaitu dari
40 sampai
60, karena pada selang ambang batas tersebut memiliki parameter
skala dan bentuk yang hampir sama sehingga menunjukkan kestabilan parameter.
Langkah selanjutnya akan ditelusuri secara lebih detail nilai-nilai pada selang
ambang batas tersebut dengan cara memperkecil selang ambang batas pada grafik
TC. Hasil perbesaran pada masing-masing gambar menuntun untuk memilih
ambang batas pada
39, 50, dan 62 karena setelah ambang batas tersebut,

11
parameter skala dan bentuk yang dihasilkan relatif stabil. Masing-masing ambang
batas tersebut memiliki berturut-turut 535, 291, dan 178 amatan di atas ambang
batas, sehingga cukup untuk pendugaan parameter GPD. Penentuan ambang batas
curah hujan ekstrim dengan TC untuk stasiun Kemayoran, Tanjung Priok, dan
Cengkareng dapat dilihat pada Lampiran 11, 12, dan 13.
Pendugaan Parameter GPD
Pendugaan parameter GPD harus didahului dengan penentuan nilai ambang
batas. Nilai-nilai calon ambang batas yang didapat adalah
21.08, 39, 50, 61,
62, dan 90 yang telah ditentukan pada subbab sebelumnya. Penelitian ini menduga
parameter GPD dengan metode kemungkinan maksimum.
Tabel 2

Nilai dugaan parameter GPD periode analisis 1 Januari 1977–31
Desember 2009

Calon ambang batas
(mm)
21.08
39.00
50.00
61.00
62.00
90.00

Nilai dugaan parameter




20.38
18.61
22.11
19.39
19.93
17.56

0.07
0.15
0.11
0.20
0.19
0.41

Proporsi amatan di atas
ambang batas
(
0.1001
0.0444
0.0241
0.0157
0.0148
0.0045

Tabel 2 menunjukkan nilai dugaan parameter dan proporsi pelampauan tiap
calon ambang batas. Keragaman amatan di atas ambang batas berbanding lurus
dengan parameter skala. Keragaman terbesar dan terendah adalah pada
50
dan u = 90 dengan nilai parameter skala  = 22.11 dan  = 17.56. Ambang batas
21.08, 39, 50, 61, dan 62 memiliki nilai parameter bentuk yang saling
berdekatan, namun berbeda jauh dengan ambang batas u = 90. Semakin besar nilai
ambang batas maka semakin kecil proporsi amatan pelampauannya. Nilai dugaan
parameter GPD tiap calon ambang batas untuk stasiun Kemayoran, Tanjung
Priok, dan Cengkareng dapat dilihat pada Lampiran 14.

Pemeriksaan Model
Pemeriksaan model merupakan hal yang penting setelah pendugaan
parameter GPD. Plot peluang menampilkan perbandingan antara nilai empirik dan
nilai teoritik. Pendugaan parameter GPD dikatakan baik jika nilai empirik sama
atau mendekati dengan nilai teoritiknya. Gambar 8 menunjukkan plot peluang
untuk ambang batas
61. Grafik plot peluang berimpit pada garis diagonal
yang menunjukkan data empirik telah menyebar GPD dengan baik dan didukung
oleh nilai R2 yang cukup besar yaitu 99.68%. Plot peluang untuk ambang batas u
= 21.08, 39, 50, 62, dan 90 dapat dilihat pada Lampiran 3, 4, 5, 6, dan 7.

Teoritik

12

1
0.9
0.8
0.7
0.6
0.5
0.4
0.3
0.2
0.1
0

Teoritik = 1.0051*Empirik
R² = 99.68%

0

0.1

0.2

0.3

0.4 0.5 0.6
Empirik

0.7

0.8

0.9

1

Gambar 8 Plot peluang untuk ambang batas u = 61
Hasil pemeriksaan dengan plot peluang dan plot kuantil-kuantil
menghasilkan interpretasi yang terkesan subjektif, sehingga diperlukan suatu uji
formal yaitu uji Kolmogorov-Smirnov. Uji ini memiliki hipotesis nol:
.
merupakan sebaran empirik sedangkan
merupakan sebaran
teoritis yaitu GPD. Tabel 3 menunjukkan hasil uji Kolmogorov-Smirnov untuk
tiap calon ambang batas u. Tabel tersebut menunjukkan semua ambang batas u
menyebar GPD. Hal ini membenarkan teori bahwa jika suatu pelampauan ambang
batas
menyebar GPD, maka untuk ambang batas
pun menyebar GPD.
Semua calon ambang batas menyebar GPD sehingga dapat dilakukan analisis
lebih lanjut.
Tabel 3 Uji Kolmogorov-Smirnov untuk tiap calon ambang batas u
Calon ambang batas u
(mm)
21.08
39.00
50.00
61.00
62.00
90.00

hitung

Dtabel

Keputusan

0.025
0.028
0.048
0.040
0.045
0.073

0.039
0.059
0.079
0.099
0.102
0.185

Terima H0
Terima H0
Terima H0
Terima H0
Terima H0
Terima H0

Peramalan Tingkat Pengembalian
Peramalan tingkat pengembalian (
merupakan aplikasi GPD yang
menunjukkan besarnya nilai maksimum yang diharapkan akan dilampaui satu kali
secara rata-rata dalam setiap
pengamatan. Penghitungan nilai tingkat
pengembalian dapat dilihat pada persamaan (3). Penentuan tingkat pengembalian
ini menggunakan data curah hujan tahun 1977-2009 sebagai data analisis untuk
meramalkan tingkat pengembalian pada beberapa periode di tahun 2010 yang
ditampilkan pada Tabel 4.

Tabel 4 Ramalan tingkat pengembalian curah hujan untuk tiap calon ambang batas u
Ambang batas
m

31
59
90
120
151
181
212
243
273
304
334
365

Aktual
(mm)

61.0
61.0
61.0
61.0
61.0
61.0
89.8
89.8
108.9
108.9
108.9
108.9

u = 21.08
(mm)

β
(%)

45.1
59.6
69.5
76.4
82.0
86.5
90.5
94.0
96.9
99.7
102.2
104.5

26.1
2.3
14.0
25.3
34.5
41.9
0.8
4.6
11.0
8.4
6.2
4.1

u = 39
(mm)

β
(%)

45.1
58.3
67.7
74.4
80.0
84.5
88.6
92.2
95.3
98.2
100.9
103.3

26.1
4.5
10.9
21.9
31.1
38.6
1.3
2.7
12.5
9.8
7.4
5.1

u = 50
(mm)

β
(%)

43.7
57.9
67.9
74.9
80.7
85.4
89.5
93.1
96.3
99.2
101.8
104.3

28.4
5.0
11.3
22.8
32.3
39.9
0.3
3.7
11.6
8.9
6.5
4.2

u = 61
(mm)

β
(%)

48.0
59.5
67.9
74.1
79.3
83.5
87.4
90.8
93.8
96.6
99.1
101.5

21.3
2.4
11.4
21.5
29.9
36.9
2.7
1.1
13.9
11.3
9.0
6.8

u = 62

u = 90

(mm)

β
(%)

(mm)

β
(%)

47.6
59.3
67.9
74.1
79.3
83.6
87.5
90.9
93.9
96.7
99.2
101.6

22.0
2.7
11.3
21.5
30.0
37.0
2.6
1.2
13.8
11.2
8.9
6.7

66.3
72.0
76.7
80.4
83.7
86.5
89.2
91.6
93.8
95.9
97.8
99.7

8.6
18.1
25.8
31.9
37.3
41.9
0.7
2.0
13.9
12.0
10.2
8.5

Periode ramalan

Januari 2010
Januari-Februari 2010
Januari-Maret 2010
Januari-April 2010
Januari-Mei 2010
Januari-Juni 2010
Januari-Juli 2010
Januari-Agustus 2010
Januari-September 2010
Januari-Oktober 2010
Januari-November 2010
Januari-Desember 2010

14
Tabel 4 menunjukkan ramalan tingkat pengembalian untuk tiap ambang
batas. Tabel tersebut menunjukkan terdapat nilai ramalan yang berada dibawah
ambang batas, padahal seharusnya nilai > u. Berdasarkan persamaan (3) maka
perlu ditambah kendala yaitu






, sehingga dapat ditentukan

minimal nilai m agar
> u. Ramalan terbaik secara umum terjadi pada m = 212
atau 7 bulan ke depan dengan nilai ramalan yang mendekati nilai aktualnya.Tabel
tersebut juga menyajikan kesalahan relatif (β) dari peramalan tingkat
pengembalian untuk berbagai ambang batas. Berdasarkan informasi BMKG dalam
Prang (2006), adanya perbedaan nilai antara dugaan dengan di lapangan sebesar
25-30%, dugaan atau ramalan yang diberikan masih cukup baik. Kesalahan relatif
terbesar terjadi pada peramalan
181 atau 6 bulan ke depan yaitu sekitar 36.941.9% dan kesalahan relatif terkecil terjadi pada peramalan
212 atau 7 bulan
ke depan yaitu sekitar 1.1-4.6%. Ramalan terbaik terjadi pada periode ramalan 7
bulan ke depan diikuti 8 dan 2 bulan ke depan, sehingga disarankan untuk
melakukan peramalan untuk waktu-waktu tersebut.
Grafik perbandingan nilai aktual dan ramalan tingkat pengembalian untuk
berbagai ambang batas ditampilkan pada Gambar 9. Beberapa ramalan tingkat
pengembalian yang mendekati nilai aktualnya terjadi pada saat m = 59, 212, dan
243. Grafik ramalan untuk ambang batas u = 21.08, 39, 50, 61, dan 62 relatif
saling berimpit untuk semua nilai m. Hal ini berbeda dengan grafik ambang batas
u = 90 yang mulai berimpit dari m = 151 sampai m = 365 dengan grafik ramalan
ambang batas yang lain.
120
110

Curah hujan (mm)

100
90
80
70
60
50
40
30
20
10
0
0

30

60

90

120

150

180 210
m

240

270

300

Gambar 9 Grafik perbandingan tingkat pengembalian aktual (
ramalan ambang batas u = 21.08 (
), u = 39 (
(
), u = 61 (
), u = 62 (
), dan u = 90 (

330

360

) terhadap
), u = 50
)

Penentuan Ambang Batas u Terbaik Berdasarkan MAPE
Pemilihan ambang batas u terbaik dalam penelitian ini dilakukan dengan
mencari nilai MAPE terkecil dari ramalan tingkat pengembalian pada tiap ambang

2

15

batas u. Nilai MAPE pada penelitian ini dihitung dari rata-rata kesalahan relatif
peramalan tingkat pengembalian dari beberapa periode tahun 2010 untuk tiap
ambang batas u yang telah dijelaskan pada subbab per tingkat pengembalian. Nilai
MAPE untuk tiap calon ambang batas u ditampilkan pada Tabel 5.
Tabel 5 Nilai MAPE untuk tiap calon ambang batas u
Calon ambang
batas u
21.08
39.00
50.00
61.00
62.00
90.00

MAPE
(%)
14.92
14.32
14.58
14.02
14.08
17.56

Tabel 5 menunjukkan ambang batas u = 21.08, 39, 50, 61, dan 62 memiliki
nilai MAPE yang tidak jauh berbeda, lain halnya dengan ambang batas u = 90
yang memiliki nilai MAPE terbesar. Ambang batas terbaik dipilih berdasarkan
nilai MAPE terkecil. Selain nilai MAPE, hal yang perlu menjadi pertimbangan
adalah ragam atau parameter skala. Tabel 2 menunjukkan ambang batas u = 61
memiliki parameter skala sebesar 19.39. Nilai tersebut merupakan ketiga terkecil
setelah ambang batas u = 90 dan 39. Ambang batas u = 90 tentulah tidak
disarankan untuk dipilih karena nilai MAPE yang besar, sedangkan ambang batas
u = 39 memiliki nilai MAPE yang lebih besar dari ambang batas u = 61 tetapi
memiliki ragam yang lebih kecil. Menurut BMKG (2008), curah hujan ekstrim
harian nilainya lebih dari 50 mm/hari. Hal ini menuntun untuk memilih ambang
batas u = 61 sebagai ambang batas yang lebih baik dibanding ambang batas yang
lain dengan pertimbangan nilai MAPE terkecil dan besarnya ragam masih relatif
kecil. Ambang batas terbaik berdasarkan nilai MAPE tiap calon ambang batas
untuk stasiun Kemayoran (55 mm), Tanjung Priok (80 mm), dan Cengkareng (65
mm) dapat dilihat pada Lampiran 14.
Ambang batas u = 61 akan diverifikasi dengan kejadian banjir di Jakarta.
Hasil yang diperoleh pada Tabel 6 menunjukkan mayoritas kejadian banjir
periode 1977-2013 terjadi ketika curah hujan harian di stasiun Pondok Betung
lebih dari ambang batas u = 61 mm. Nilai curah hujan pada kejadian banjir
tanggal 20 Januari 1977, 23 September 2010, 6 Oktober 2010, dan 14 Oktober
2010 tidak melebihi ambang batas 61 mm, sehingga POT mendefinisikan curah
hujan untuk keempat kejadian banjir tersebut bukan sebagai nilai ekstrim, namun
berdasarkan klasifikasi curah hujan ekstrim BMKG (2008), dua kejadian banjir
yang disebutkan pertama termasuk curah hujan ekstrim karena nilai curah
hujannya lebih dari 50 mm, sedangkan dua kejadian banjir yang disebutkan
terakhir tidak tergolong ekstrim baik menurut POT maupun BMKG (2008).
Persentil curah hujan saat kejadian banjir 3 April 2012 dan 17 Januari 2013 tidak
dapat diketahui karena data curah hujan pada tahun tersebut tidak dimiliki oleh
penulis. Rata-rata persentil curah hujan saat terjadi banjir adalah 99 yang nilainya
di atas persentil ambang batas u = 61 yaitu 98.43, sehingga secara umum curah
hujan saat kejadian banjir merupakan curah hujan yang ekstrim.

3

16
Tabel 6 Kejadian banjir dan longsor periode 1977-2013 di Jakarta

Tanggal
20 Jan 1977a
14 Mei 1984b
22 Sep 1984b
10 Feb 1996c
14 Jan 1997a
28 Jan 2002 d
30 Jan 2002e
02 Feb 2007a
02 Feb 2008f
14 Sep 2010g
23 Sep 2010g
06 Okt 2010g
14 Okt 2010g
25 Okt 2010g
03 Apr 2012h
17 Jan 2013i

Curah hujan Persentil
di stasiun
curah
Pondok
hujan pada
Betung
tahun
(mm)
tersebut
61.0
99.45
122.0
100.00
100.0
99.73
129.5
99.73
94.0
99.73
84.6
99.73
72.2
99.18
339.8
100.00
209.0
100.00
108.9
100.00
50.5
96.99
47.4
96.16
43.5
95.62
103.6
99.73
73.0
76.5
-

Lokasi

Keterangan

Jakarta
Jakarta
Jakarta
Jakarta
Jakarta
Cengkareng
Jakarta
Jakarta
Jakarta
Jaksel
Bintaro
Jakbar, Jaksel, Jaktim
Jaksel
Jabodetabek
Bintaro
Jakarta

Banjir
Banjir
Banjir
Banjir
Banjir
Banjir
Banjir
Banjir
Banjir
Longsor
Banjir
Banjir
Banjir
Banjir
Banjir
Banjir

a

Jakarta dilanda banjir besar sejak 1621 (2011); bJaya (2012); cAfrianti (2013); dSoehoed (2002);
Banjir Jakarta dan solusinya (2007); fTiga orang meninggal dunia akibat bencana banjir di DKI
Jakarta (2008); gBMKG (2010a, 2010b, 2010c, 2010d, 2010e); hBMKG (2012); iBMKG (2013)
e

Tabel 7

m
31
59
90
120
151
181
212
243
273
304
334
365

Ramalan banyaknya hari dengan curah hujan ekstrim periode ramalan
tahun 2010
Banyaknya hari dengan
curah hujan esktrim
( > 61 mm/hari)
Aktual
R m l n (λ)
0
0 (0.477)
0
1 (0.955)
0
1 (1.432)
0
2 (1.909)
0
2 (2.392)
0
3 (2.864)
2
3 (3.316)
3
4 (3.780)
4
4 (4.295)
5
5 (4.725)
5
5 (5.250)
5
6 (5.727)

Peluang terjadi
hujan ekstrim
sebanyak
ramalan
0.6205
0.3675
0.3420
0.2701
0.2616
0.2233
0.2206
0.1941
0.1933
0.1741
0.1744
0.1596

Peluang
terjadi
hujan
ekstrim
0.3795
0.6150
0.7611
0.8518
0.9086
0.9429
0.9637
0.9772
0.9864
0.9911
0.9948
0.9967

Periode
ramalan
Jan 2010
Jan-Feb 2010
Jan-Mar 2010
Jan-Apr 2010
Jan-Mei 2010
Jan-Jun 2010
Jan-Jul 2010
Jan-Agu 2010
Jan-Sep 2010
Jan-Okt 2010
Jan-Nov 2010
Jan-Des 2010

Tabel 7 menunjukkan banyaknya hari dengan curah hujan ekstrim (> 61
mm/hari) yang didekati dengan sebaran Poisson. Peluang terjadi hujan ekstrim
sebanyak ramalan (x) didekati dengan persamaan
, dengan

4

17

λ d l h t -rata banyaknya hari dengan hujan ekstrim dalam selang waktu m.
Peluang terjadi hujan ekstrim dapat dicari dengan persamaan berikut
. Hasil nilai ramalan untuk m = 31 sampai m = 181 jauh berbeda
dengan nilai aktual, sedangkan ramalan terbaik adalah saat m = 273, 304, dan 334,
dengan nilai ramalan sama dengan nilai aktual. Peluang tidak terjadi hujan ekstrim
pada Januari tahun 2010 cukup besar yaitu sebesar 0.6205. Selama tahun 2010
hampir dipastikan terjadi hujan ekstrim yang ditunjukkan dengan nilai peluang
sebesar 0.9967.

SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Curah hujan harian di stasiun Pondok Betung menunjukkan banyak pencilan
di tiap bulan. Hal ini mengindikasikan adanya nilai-nilai curah hujan yang
ekstrim. Nilai-nilai ekstrim tersebut dapat dikaji dengan baik oleh GPD.
Penentuan ambang batas curah hujan ekstrim dapat diduga dengan MRL dan TC
dalam GPD. Selain dengan MRL dan TC, ambang batas juga dapat didekati
dengan persentil 90. Ramalan tingkat pengembalian terbaik terjadi pada periode
ramalan 7 bulan ke depan. Ambang batas u = 61 menjadi ambang batas terbaik
karena menghasilkan nilai MAPE terkecil dari suatu ramalan tingkat
pengembalian dan memiliki ragam yang masih relatif kecil dibanding ambang
batas yang lain. Nilai ambang batas curah hujan ekstrim di tiap daerah di Jakarta
tidak sama. Hasil verifikasi menunjukkan mayoritas kejadian banjir periode 19772013 terjadi ketika curah hujan harian di stasiun Pondok Betung di atas ambang
batas 61 mm.
Saran
Penentuan ambang batas curah hujan ekstrim menggunakan persentil 90,
MRL, dan TC memiliki kelemahan yaitu intrepetasi hasil yang terkesan subjektif,
sehingga penulis menyarankan untuk menggunakan suatu metode yang objektif
dalam menentukan ambang batas. Selain itu, dalam penentuan tingkat
pengembalian diharapkan periode ramalan yang digunakan harus cukup panjang
sehingga nilai tingkat pengembalian melebihi nilai ambang batas.

DAFTAR PUSTAKA
Abdous B, Berred A. 2004. Mean residual life estimation. Journal of Statistical
Planning and Inference [Internet]. [diunduh 2013 Mei 1]; 132 (2005) : 3-19.
Tersedia
pada
:
www.sciencedirect.com/science/article/pii/S0378375804001387/pdfft?md5

18

5

=59b31d3510dc8535554e2f40c7fae4fe&pid=1-s2.0-S0378375804001387main.pdf.
Afrianti D, Ansyari S. 2013 Jan 18. Ancaman banjir Jakarta sampai Februari.
Vivanews.
Rubrik
Nasional.
Tersedia
pada
:
http://metro.news.viva.co.id/news/read/383351-ancaman-banjir-jakartasampai-februari [diakses 2013 Juni 14].
Banjir Jakarta dan solusinya. 2007 Mar 22. BPDAS Citarum-Ciliwung. Rubrik
Berita BPDAS. Tersedia pada : http://bpdasctw.info/?p=300 [diakses 2013
Juni 14].
Tiga orang meninggal dunia akibat bencana banjir di DKI Jakarta. 2008 Feb 5.
Depkes.
Rubrik
Beranda.
Tersedia
pada
:
http://penanggulangankrisis.depkes.go.id/article/view/6/160/TIGAORANG-MENINGGAL-DUNIA-AKIBAT-BENCANA-BANJIR-DI-DKIJAKARTA.htm [diakses 2013 Juni 14].
Jakarta dilanda banjir besar sejak 1621. 2011 Feb. Kumpul Berita. Tersedia pada :
http://www.kumpulberita.com/2011/02/jakarta-dilanda-banjir-besar-sejak1621.html [diakses pada 2013 Juni 14].
[BMKG] Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (ID). 2008. Curah Hujan
dan Potensi Bencana Gerakan Tanah. Jakarta : BMKG (ID). Tersedia pada
http://pirba.hrdpnetwork.com/e5781/e5795/e6331/e15201/eventReport15215/CurahHujan_P
otensiGertan_BMKG.pdf [diakses pada 2013 Mei 6].
[BMKG] Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (ID). 2010a. Analisis
Cuaca Ekstrim Wilayah DKI Jakarta Tanggal 14 September 2010. Jakarta :
BMKG
(ID).
Tersedia
pada
www.staklimpondokbetung.net/publikasi/curah%20hujan%20ekstrim.pdf
[diakses pada 2013 Juni 23].
[BMKG] Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (ID). 2010b. Analisis
Cuaca Ekstrim Wilayah DKI Jakarta Tanggal 23 September 2010. Jakarta :
BMKG
(ID).
Tersedia
pada
www.staklimpondokbetung.net/publikasi/banjir%20bintaro.pdf
[diakses
pada 2013 Juli 14].
[BMKG] Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (ID). 2010c. Analisis
Cuaca Ekstrim Wilayah Jabodetabek Tanggal 06 Oktober 2010. Jakarta :
BMKG
(ID).
Tersedia
pada
www.staklimpondokbetung.net/publikasi/Analisis%20Cuaca%20Ekstrim%
20Jabodetabek.pdf [diakses pada 2013 Juli 14].
[BMKG] Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (ID). 2010d. Analisis
Cuaca Ekstrim Wilayah Jakarta Tanggal 14 Oktober 2010. Jakarta : BMKG
(ID).
Tersedia
pada
www.staklimpondokbetung.net/publikasi/Cuaca%20Ekstrim%20Jakarta%2
014%20Oktober%202010.pdf [diakses pada 2013 Juli 14].
[BMKG] Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (ID). 2010e. Analisis
Cuaca Ekstrim Wilayah Jabodetabek Tanggal 25 Oktober 2010. Jakarta :
BMKG
(ID).
Tersedia
pada
www.staklimpondokbetung.net/publikasi/Analisis%20Cuaca%20Ekstrim%
20Jabodetabek%2025%20Oktober%202010.pdf [diakses pada 2013 Juli 14].

6

19

[BMKG] Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (ID). 2012. Analisis
Kejadian Banjir Wilayah Jakarta Tanggal 2-3 April 2012. Jakarta : BMKG
(ID).
Tersedia
pada
www.staklimpondokbetung.net/publikasi/Banjir%20Jakarta.pdf
[diakses
pada 2013 Juni 23].
[BMKG] Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (ID). 2013. Analisis
Kejadian Banjir DKI Jakarta (17 Januari 2013). Jakarta : BMKG (ID).
Tersedia
pada
www.staklimpondokbetung.net/publikasi/Banjir%20Jakarta%2017%20Janu
ari%202013.pdf [diakses pada 2013 Juni 23].
Coles S. 2001. An Introduction to Statistical Modelling of Extreme Values.
London : Springer.
Daniel WW. 1990. Applied Nonparametric Statistics. Boston : PWS-KENT.
Gilli M, K llezi E. 2006. An application of extreme value theory for measuring
financial risk. Computational Economics [Internet]. [diunduh 2013 Mar 19];
27(1)
:
1-23.
Tersedia
pada
:
http://www.google.co.id/url?sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=1&
cad=rja&ved=0CDIQFjAA&url=http%3A%2F%2Fwww.unige.ch%2Fses%
2Fdsec%2Fstatic%2Fgilli%2Fevtrm%2FGilliKelleziCE.pdf&ei=_PUtUtruN
sS_rgepwYGoDw&usg=AFQjCNER6HePbdwreW9ho9n3DEq98SrnFw&si
g2=tjkrda-a84_8XMTe3b4eaQ&bvm=bv.51773540,d.bmk.
Irfan M. 2011. Sebaran Pareto Terampat untuk Menentukan Curah Hujan Ekstrim
(Studi Kasus : Curah Hujan Periode 2001-2010 pada Stasiun
Dramaga).[Skripsi]. Bogor : Institut Pertanian Bogor.
Jaya A. 2012 Jul 13. Jakarta bebas banjir : mungkinkah ?. Kompasiana. Rubrik
Green.
Tersedia
pada
:
http://green.kompasiana.com/iklim/2012/07/13/jakarta-bebas-banjirmungkinkah-476575.html [diakses 2013 Juni 14].
Montgomery DC, Jennings CL, Kulahci M. 2008. Introduction to Time Series
Analysis and Forecasting. New Jersey : John Wiley & Sons, Inc.
Omey E, Mallor F, Nualart E. 2009. An Introduction to Statistical Modelling of
Extreme Values Application to Calculate Extreme Wind Speeds.
Hogeschool Universiteit Brussel [Internet]. [diunduh 2013 Mei 1]. Tersedia
pada: https://lirias.hubrussel.be/bitstream/123456789/2841/1/09HRP36.pdf.
Scarrott C, MacDonald A. 2012. A review of extreme value threshold estimation
and uncertainty quantification. Statistical Journal [Internet]. [diunduh 2013
Mei
5];
10(1)
:
33-60.
Tersedia
pada
:
http://www.google.co.id/url?sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=1&
cad=rja&ved=0CC8QFjAA&url=http%3A%2F%2Fwww.ine.pt%2Frevstat
%2Fpdf%2Frs120102.pdf&ei=F_ktUvHeJJDrrAfdgYG4Dw&usg=AFQjCN
Gs0-xcZrvb2Fua5QwT4KW4L148g&sig2=9AquG4VUJKkYA1HoO80PHw&bvm=bv.51773540,d.b
mk.
Soehoed AR. 2002. Banjir Ibukota Tinjauan Historis & Pandangan ke Depan.
Jakarta : Djambatan.

7

20
Lampiran 1

Ukuran pemusatan dan penyebaran data curah hujan harian periode
tahunan 1977–2010 di stasiun Pondok Betung

Tahun

Rata-rata

Simpangan
baku

Maksimum

Minimum

Banyaknya
hari hujan

1977
1978
1979
1980
1981
1982
1983
1984
1985
1986
1987
1988
1989
1990
1991
1992
1993
1994
1995
1996
1997
1998
1999
2000
2001
2002
2003
2004
2005
2006
2007
2008
2009
2010

6.0
5.0
5.4
4.9
6.6
3.8
5.5
7.7
6.4
8.2
6.8
6.0
6.5
6.8
5.7
9.7
6.8
4.7
7.1
8.3
4.6
7.4
6.9
5.5
6.3
7.1
5.9
6.2
6.8
5.0
7.4
5.7
5.8
8.0

12.8
12.4
13.6
11.6
16.2
9.6
11.8
15.5
14.1
17.1
15.6
13.3
13.2
15.3
14.2
17.4
14.3
12.8
16.6
17.9
12.1
15.6
21.8
13.4
14.4
15.4
16.6
14.0
15.6
11.6
24.1
16.5
13.8
15.1

71.0
94.0
87.0
88.0
171.0
71.0
75.0
122.0
107.0
173.0
170.0
101.0
86.4
134.0
122.8
129.0
103.0
93.8
128.9
129.5
94.0
123.5
330.0
103.4
104.0
109.2
119.2
94.0
104.5
79.3
339.8
209.0
114.0
108.9

0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0

146
147
116
134
168
119
132
186
173
176
154
163
184
184
154
208
184
129
179
177
127
200
165
163
181
160
153
150
174
133
161
152
161
238

8

21

Lampiran 2 Jumlah hari hujan berdasarkan kategori hujan harian (BMKG 2008)
periode tahunan 1977–2010 di stasiun Pondok Betung
Kategori hujan per hari
Tahun

Sangat
ringan
(< 5 mm)

1977
1978
1979
1980
1981
1982
1983
1984
1985
1986
1987
1988
1989
1990
1991
1992
1993
1994
1995
1996
1997
1998
1999
2000
2001
2002
2003
2004
2005
2006
2007
2008
2009
2010

277
286
287
284
267
298
275
251
267
246
258
275
261
267
278
243
258
293
264
259
299
265
275
279
265
271
289
276
268
286
282
288
279
240

Ringan
(5-20 mm)
47
53
42
51
66
44
55
65
63
68
67
52
68
56
55
59
64
45
65
60
36
56
55
61
65
48
45
53
58
45
44
49
53
83

Sedang
(21-50 mm)
33
20
28
28
22
19
29
39
27
42
31
30
29
34
24
50
34
20
24
31
25
34
26
20
25
34
21
26
27
29
26
22
26
31

Lebat
(51-100 mm)

Sangat lebat
(> 100 mm)

8
6
8
3
8
4
6
10
7
8
8
8
7
7
7
13
8
7
9
14
5
9
7
5
9
11
6
11
11
5
9
6
5
9

0
0
0
0
2
0
0
1
1
1
1
1
0
1
1
1
1
0
3
2
0
1
2
1
1
1
4
0
1
0
4
1
2
2

22

9

Teoritik

Lampiran 3 Plot peluang untuk ambang batas u = 21.08
1
0.9
0.8
0.7
0.6
0.5
0.4
0.3
0.2
0.1
0

Teoritik = 1.0036*Empirik
R² = 99.85%

0

0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 0.7 0.8 0.9

1

Empirik

Teoritik

Lampiran 4 Plot peluang untuk ambang batas u = 39
1
0.9
0.8
0.7
0.6
0.5
0.4
0.3
0.2
0.1
0

Teoritik = 1.0023*Empirik
R² = 99.87%

0

0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 0.7 0.8 0.9

1

Empirik

Teoritik

Lampiran 5 Plot peluang untuk ambang batas u = 50
1
0.9
0.8
0.7
0.6
0.5
0.4
0.3
0.2
0.1
0

Teoritik= 1.0024*Empirik
R² = 99.19%

0

0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 0.7 0.8 0.9
Empirik

1

10

23

Teoritik

Lampiran 6 Plot peluang untuk ambang batas u = 62
1
0.9
0.8
0.7
0.6
0.5
0.4
0.3
0.2
0.1
0

Teoritik = 1.0052*Empirik
R² = 99.60%

0

0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 0.7 0.8 0.9

1

Empirik

Teoritik

Lampiran 7 Plot peluang untuk ambang batas u = 90
1
0.9
0.8
0.7
0.6
0.5
0.4
0.3
0.2
0.1
0

Teoritik = 0.9955*Empirik
R² = 99.01%

0

0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 0.7 0.8 0.9

Empirik

1

24
Lampiran 8

11
Grafik MRL curah hujan harian untuk stasiun Kemayoran tahun
1980-2009

Lampiran 9 Grafik MRL curah hujan harian untuk stasiun Tanjung Priok tahun
1973-2009

Lampiran 10 Grafik MRL curah hujan harian untuk stasiun Cengkareng tahun
1986-2009

12

25

Lampiran 11 Grafik TC untuk reparameterisasi parameter skala (atas) dan
parameter bentuk (bawah) curah hujan harian untuk stasiun
Kemayoran tahun 1980-2009

Lampiran 12 Grafik TC untuk reparameterisasi parameter skala (atas) dan
parameter bentuk (bawah) curah hujan harian untuk stasiun
Tanjung Priok tahun 1973-2009

13

26

Lampiran 13 Grafik TC untuk reparameterisasi parameter skala (atas) dan
parameter bentuk (bawah) curah hujan harian untuk stasiun
Cengkareng tahun 1986-2009

Lampiran 14 Nilai dugaan parameter GPD dan nilai MAPE tiap calon ambang
batas untuk stasiun Kemayoran, Tanjung Priok, dan Cengkareng
Calon ambang
batas u
Stasiun
(mm)
21
40
Kemayoran
55
68
80
25
40
Tanjung
Priok
61
80
38
Cengkareng
62
65

Nilai dugaan
parameter


20.5227 0.1035
22.0439 0.1341
17.9623 0.3033
21.9921 0.2965
31.9295 0.1671
23.3672 0.0779
28.4604 -0.0031
27.8016 0.0197
20.2739 0.2144
20.6972 0.1387
27.3315 0.0747
22.6138 0.1561

Proporsi amatan
di atas ambang
batas u (
0.0752
0.0300
0.0166
0.0087
0.0049
0.0597
0.0303
0.0141
0.0077
0.0314
0.0103
0.0102

MAPE
(%)
13.79
14.19
12.67
12.64
17.64
17.62
18.12
18.02
13.07
20.21
20.37
18.86

14

27

RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Bogor pada tanggal 3 Juni 1991 dari ayah Setyono dan
Ibu Rahina Rosmawati. Penulis adalah putra pertama dari dua bersaudara. Tahun
2009 penulis lulus dari SMA Negeri 1 Bogor dan pada tahun yang sama penulis
lulus seleksi masuk Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Undangan Seleksi
Masuk IPB dan diterima di Departemen Statistika, Fakultas Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam. Selama mengikuti perkuliahan, penulis pernah menjadi
asisten responsi Metode Statistika pada tahun ajaran 2011/2012 dan 2012/2013
dan asisten responsi Perancangan Percobaan I tahun ajaran 2011/2012. Penulis
juga sempat aktif mengajar mata kuliah Fisika TPB di bimbingan belajar Expert.
Bulan Februari-Maret 2013 penulis melaksanakan Praktik Lapangan di Badan
Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) pusat, Kemayoran, Jakarta
Pusat. Penulis juga aktif dalam organisasi Gamma Sigma Beta (GSB) periode
tahun 2012 sebagai staf departemen Data Base Center (DBC). Selain itu juga
penulis pernah mengikuti kepanitiaan Statistika Ria tahun 2010 sebagai anggota
divisi Sponsorship dan tahun 2011 sebagai ketua divisi Humas.