Analisis Kesediaan Membayar (Willingness To Pay) Sayuran Organik dan Faktor - Faktor yang Mempengaruhinya (Studi Kasus Kota Bogor, Jawa Barat)

ANALISIS KESEDIAAN MEMBAYAR
(WILLINGNESS TO PAY) SAYURAN ORGANIK DAN
FAKTOR - FAKTOR YANG MEMPENGARUHINYA
(Studi Kasus Kota Bogor, Jawa Barat)

LUTFHAN HADHI PRIAMBODO

DEPARTEMEN MANAJEMEN
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Analisis Kesediaan
Membayar (Willingness To Pay) Sayuran Organik dan Faktor - Faktor Yang
Mempengaruhinya (Studi Kasus Kota Bogor, Jawa Barat) adalah benar karya saya
dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun
kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip
dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah

disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir
skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Agustus 2013

Lutfhan Hadhi Priambodo
NIM H24090009

RINGKASAN
LUTFHAN HADHI PRIAMBODO. Analisis Kesediaan Membayar (Willingness
To Pay) Sayuran Organik dan Faktor - Faktor yang Mempengaruhinya (Studi
Kasus Kota Bogor, Jawa Barat). Dibimbing oleh MUKHAMAD NAJIB.
Perkembangan era modern dan peningkatan PDB per kapita mengubah
perilaku konsumsi masyarakat Indonesia. Telah terjadi pergeseran pola konsumsi
masyarakat dari produk makanan ke produk non makanan. Selain itu, modernitas
menuntut masyarakat untuk bergerak cepat dan mobile, hal ini membuat makanan
cepat saji menjadi alternatif pilihan konsumsi masyarakat. Padahal makanan
tersebut mendorong terjangkitnya penyakit degenerative. Namun dengan semakin
meningkatnya angka penyakit degenerative membuat masyarakat Indonesia

menyadari pentingnya hidup sehat dengan mengkonsumsi sayuran organik.
Kenaikan biaya produksi sebagai akibat dari peningkatan kualitas produk
menyebabkan harga jual sayuran organik di pasaran meningkat.
Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi karakteristik konsumen
yang melakukan pembelian sayuran organik dengan menggunakan analisis
deskriptif, menghitung nilai kesediaan membayar (Willingness To Pay) konsumen
dengan menggunakan metode Contingent Valuation Method (CVM), dan
menganalisa faktor-faktor yang mempengaruhi nilai kesediaan membayar
konsumen dengan menggunakan Structural Equation Modeling (SEM) dengan
LISREL.
Hasil penelitian ini menunjukkan karakteristik konsumen sayuran organik
sebagian besar berjenis kelamin perempuan dengan status sudah menikah. Berada
pada rentang usia 25-34 tahun. Sebagian besar konsumen sayuran organik
memiliki jumlah anggota keluarga sebanyak 3-4 orang dan sudah menyelesaikan
jenjang pendidikan sarjana. Sebagian besar berprofesi sebagai karyawan swasta
dengan pendapatan perbulan diatas Rp 5.000.000,00. Nilai rata-rata maksimum
WTP untuk untuk setiap kilogram komoditas kol adalah sebesar Rp 18.738; selada
sebesar Rp 30.048; brokoli sebesar Rp 40.250; pakchoy sebesar Rp 24.368; dan
wortel sebesar Rp 19.820,00. Hasil analisis Structural Equation Modelling
menunjukan faktor yang mempengaruhi kesediaan membayar konsumen secara

signifikan pada taraf nyata 5% adalah sikap (kepercayaan terhadap klaim sayuran
organik, perhatian terhadap kesehatan dan lingkungan, dan persepsi terhadap
atribut sayuran organik) dan tingkat hambatan pembelian konsumen (persepsi
biaya)
.
Kata kunci : CVM, harga, organik, SEM, WTP

ABSTRAK
LUTFHAN HADHI PRIAMBODO. Analisis Kesediaan Membayar (Willingness
To Pay) Sayuran Organik dan Faktor - Faktor yang Mempengaruhinya (Studi
Kasus Kota Bogor, Jawa Barat). Dibimbing oleh MUKHAMAD NAJIB.
Perkembangan era modern dan peningkatan PDB per kapita mengubah
perilaku konsumsi masyarakat Indonesia. Masyarakat Indonesia menyadari
pentingnya hidup sehat dengan mengkonsumsi sayuran organik. Kenaikan biaya
produksi sebagai akibat dari peningkatan kualitas produk menyebabkan harga jual
sayuran organik di pasaran meningkat. Penelitian ini bertujuan untuk
mengidentifikasi karakteristik konsumen yang melakukan pembelian sayuran
organik dengan menggunakan analisis deskriptif, menghitung nilai kesediaan
membayar (WTP) konsumen dengan menggunakan metode Contingent Valuation
Method (CVM), dan menganalisa faktor-faktor yang mempengaruhi kesediaan

membayar menggunakan Structural Equation Modeling (SEM) dengan LISREL.
Hasil penelitian ini menunjukkan nilai rata-rata WTP untuk kol sebesar Rp 18,738,
selada sebesar Rp. 30,048, brokoli sebesar Rp 40.250, pakchoy sebesar Rp 24,368
dan wortel sebesar Rp 19,820. Sikap dan dan hambatan berpengaruh signifikan
pada WTP sedangkan SES tidak memiliki pengaruh signifikan.
Kata kunci: CVM, harga, organik, SEM, WTP

ABSTRACT
LUTFHAN HADHI PRIAMBODO. Analysis Of Willingness to Pay For Organic
Vegetables and Factors that Contributing (Case Study of Bogor, West Java).
Supervised by MUKHAMAD NAJIB.
The era of modernization and the increasing in GDP per capita have
changed the consumer behavior of Indonesian people. Indonesian people realize
the importance of healthy living by consuming organic vegetables. The increasing
production cost as a result of improving product quality induced the selling price
of organic vegetables in market. This research aims to identify customer
characteristics who made a purchase on organic vegetables by using descriptive
analysis, to estimate consumer willingness to pay (WTP) using Contingent
Valuation Method (CVM) and to analyze factors that influence the Willingness To
Pay using Structural Equation Modeling (SEM) with LISREL. The result of this

research showed the mean of maximum WTP for cabbage commodity is Rp
18.738; lettuce is Rp 30.048; broccoli is Rp 40.250; chinese cabbage (bok choy) is
Rp 24.368 and carrot is Rp 19.820. The attitude and obstacle effect on WTP is
significant, while the effect of SES is not significant.
Key words: CVM, organic, price, SEM, WTP

ANALISIS KESEDIAAN MEMBAYAR
(WILLINGNESS TO PAY) SAYURAN ORGANIK DAN
FAKTOR - FAKTOR YANG MEMPENGARUHINYA
(Studi Kasus Kota Bogor, Jawa Barat)

LUTFHAN HADHI PRIAMBODO

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Ekonomi
pada
Departemen Manajemen

DEPARTEMEN MANAJEMEN

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

Judul Skripsi: Analisis Kesediaan Membayar (Willingness To Pay) Sayuran
Organik dan Faktor - Faktor Yang Mempengaruhinya (Studi Kasus
Kota Bogor, Jawa Barat)
Nama
Lutfhan Hadhi Priambodo
NIM
H24090009

Disetujui oleh

Dr Mukhamad Najib STP MM
Pembimbing

Diketahui oleh


Tanggal Lulus:

2 AUG 2013

Judul Skripsi : Analisis Kesediaan Membayar (Willingness To Pay) Sayuran
Organik dan Faktor - Faktor yang Mempengaruhinya (Studi Kasus
Kota Bogor, Jawa Barat)
Nama
: Lutfhan Hadhi Priambodo
NIM
: H24090009

Disetujui oleh

Dr Mukhamad Najib STP MM
Pembimbing

Diketahui oleh

Dr Ir Jono M Munandar MSc

Ketua Departemen

Tanggal Lulus:

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Judul
penelitian yang dipilih dalam penelitian ini ialah Analisis Kesediaan Membayar
(Willingness To Pay) Sayuran Organik dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya
(Studi Kasus Kota Bogor, Jawa Barat).
Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Bapak Dr Mukhamad Najib,
STP, MM selaku pembimbing skripsi, dosen-dosen Departemen Manajemen FEM
IPB, teman–teman BEM FEM IPB dan manajemen. Di samping itu, penghargaan
penulis sampaikan kepada semua pihak yang telah membantu selama
pengumpulan data. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada ayah, ibu,
serta seluruh keluarga, atas segala doa dan kasih sayangnya.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Agustus 2013
Lutfhan Hadhi Priambodo


DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

vi

DAFTAR GAMBAR

vi

DAFTAR LAMPIRAN

vi

PENDAHULUAN

1

Latar Belakang


1

Perumusan Masalah

2

Tujuan Penelitian

3

Manfaat Penelitian

3

Ruang Lingkup Penelitian

3

TINJAUAN PUSTAKA


3

Kesediaan Membayar / Willingness To Pay

3

Perilaku Konsumen

5

Theory of Reasoned Action

5

Penelitian Terdahulu

6

METODE PENELITIAN

7

Kerangka Pemikiran

7

Hipotesis

9

Lokasi dan Waktu Penelitian

10

Metode Pengumpulan Data

11

Metode Penarikan Sampel

11

Metode Pengolahan dan Analisis Data

12

HASIL DAN PEMBAHASAN

15

Gambaran Umum Pertanian Organik

15

Karakteristik Responden

16

Analisis Kesediaan Membayar / Willingness To Pay Konsumen

19

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kesediaan Membayar

21

Implikasi Manajerial

26

SIMPULAN DAN SARAN

27

Simpulan

27

Saran

27

DAFTAR PUSTAKA

28

RIWAYAT HIDUP

30

DAFTAR TABEL
1 Perbandingan kandungan mineral pada sayuran organik dan non
organik (setiap 100 gram, berat kering)
2 Presentase jumlah responden
3 Sebaran responden menurut jenis kelamin
4 Sebaran responden menurut status pernikahan
5 Sebaran responden menurut usia
6 Sebaran responden menurut tingkat pendidikan
7 Sebaran responden menurut jenis pekerjaan
8 Sebaran responden menurut tingkat pendapatan
9 Sebaran responden menurut jumlah anggota keluarga
10 Sebaran kesediaan membayar responden
11 Sebaran ketidaksediaan membayar responden
12 Distribusi rata-rata WTP responden
13 Nilai total wtp
14 Goodness of fit (GOF)
15 Pengaruh antar variabel laten
16 Pengaruh indikator terhadap laten

2
12
16
16
17
17
17
18
18
19
19
20
21
22
23
23

DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5
6
7

Theory of planned behavior (ajzen 1991)
Kerangka pemikiran penelitian
Model struktural
Perkembangan luas area pertanian organik Indonesia 2007-2011
Kurva willingness to pay komoditas
Koefisien lintas model
Nilai signifikan test (uji-t)

6
8
9
15
20
22
23

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Dewasa ini pola konsumsi masyarakat Indonesia dihadapkan pada
berbagai pilihan pola konsumsi. Perkembangan zaman dan peningkatan
pendapatan per kapita membuat pola konsumsi masyarakat Indonesia bergeser
dari konsumsi produk makanan ke produk non makanan (Pengeluaran untuk
Penduduk Indonesia 2009-2011, BPS). Hal tersebut menjadi sebuah permasalahan
tersendiri, terlebih ritme kehidupan modern menuntut segala sesuatu dilakukan
serba cepat sehingga membuat makanan siap saji menjadi pilihan konsumsi
masyarakat. Pola konsumsi masyarakat yang cenderung memilih makanan cepat
saji mendorong resiko timbulnya penyakit degenaratif yang berbahaya bagi
kesehatan. Tingginya lemak, kolesterol, garam, karsinogen yang terkandung
didalam makanan cepat saji dan juga pola konsumsi yang tidak seimbang dapat
menimbulkan penyakit degeneratif seperti diabetes melitus, stroke, hipertensi,
jantung, obesitas, dan lain-lain.
Berdasarkan data WHO tahun 2011, penyebab kematian di negara-negara
berkembang sebesar 60% diakibatkan oleh penyakit tidak menular. Di Indonesia,
data RISKESDAS (Riset Kesehatan Dasar) tahun 2012 menyebutkan, 60%
kematian diakibatkan oleh penyakit degeneratif.
Kesadaran masyarakat akan bahaya penyakit degeneratif tersebut
meningkatkan kesadaran masyarakat akan pentingnya kesehatan saat ini (Kwak
dan Junes 2001; Siro et al. 2008). Hal ini dimungkinkan terjadi karena kesehatan
menjadi tuntutan utama bagi masyarakat untuk melakukan aktivitasnya yang
dinamis dari hari ke hari. Masyarakat mulai percaya bahwa makanan yang
dikonsumsi berkontribusi terhadap kesehatan (Siro et al. 2008). Hal ini
ditunjukkan dengan adanya perubahan pola konsumsi dimana kecenderungan
mengkonsumsi makanan yang tinggi lemak, garam, karbohidrat, kolesterol, bahan
tambahan pangan (BTP) dan rendah serat telah berubah menjadi kecenderungan
konsumen memilih makanan alami dan sehat yang berfungsi untuk mencegah
penyakit-penyakit yang mungkin muncul (Winarno dan Kartawidjajaputra 2007).
Saat ini menunjukkan tren utama industri pangan mengarah kepada suatu konsep
“Healthy, Functional, and Satisfied Foods” dalam menghasilkan suatu produk.
Produk dengan konsep “Healthy, Functional, and Satisfied Foods”
memperhatikan keseimbangan gizi, kualitas dan juga keamanan bahan baku yang
digunakan. Perbaikan mutu ini telah mendorong tren baru masyarakat di berbagai
negara dan Indonesia untuk kembali ke konsep alam dimana masyarakat mulai
meninggalkan produk–produk pangan berbahan kimia dan juga sintetis. Salah
satu nya adalah dengan memilih bahan baku pangan jenis organik. Jenis bahan
pangan ini bebas residu pestisida dan penggunaan pupuk kimia. Pestisida
digunakan untuk memberantas hama tanaman sehingga bahan baku dari pestisida
adalah bahan beracun seperti timbal, antimon, arsen, merkuri, selenium, thalium,
zinc dan florida. Hal serupa juga terdapat pada pupuk kimia yang mengandung zat
– zat berbahaya. Secara langsung maupun tidak langsung, residu bahan kimia yg
tinggi dalam bahan pangan, khususnya sayur non-organik, dapat berpengaruh
terhadap kesehatan manusia.

2
Perbedaan nyata sayuran organik dan sayuran non organik adalah kadar
mineral yang diperoleh tubuh manusia. Perbandingan kadar mineral tersebut dapat
dilihat pada Tabel 1
Tabel. 1 Perbandingan kandungan mineral pada sayuran organik dan non organik
(setiap 100 gram, berat kering)a
Sayuran
Kubis

Selada

Tomat

Bayam
a

Jenis
Organik
Non
Organik
Organik
Non
Organik
Organik
Non
Organik
Organik
Non
Organik

Kadar
Abu
10,38
6,12

Ca

Mg

K

Na

Mn

Fe

Cu

60
17,5

43,6
13,6

148,3
44,7

20,4
0,8

13
2

94
20

48
0,4

24,48
7,01

71
16

49,3
13,1

175,5
53,7

12,2
0

169
1

516
9

60
3

14,2
6,07

23
4,5

59,2
4,5

148,3
58,5

6,5
0

68
1

1938
1

53
0

28,56
12,38

96
47,5

203,9
46,9

237
48,6

69,5
0

117
1

1584
49

32
0,23

Sumber: International Federation of Organik Agriculture Movements (2005)

Seperti dapat dilhat pada Tabel 1, sayuran organik mengandung mineral
lebih tinggi dibandingkan dengan sayuran non organik. Sayur bayam jenis organik
mengandung kadar mineral Fe sebesar 1584 ppm bahan kering sedangkan pada
sayur bayam jenis non organik hanya mengadung Fe sebesar 49 ppm bahan
kering.
Kecenderungan perubahan konsumsi masyarakat ke pola hidup sehat
membuat permintaan terhadap sayuran organik terus meningkat setiap tahunnya.
Hal ini menjadi motivasi tersendiri bagi perusahaan budidaya sayuran non organik
dan semi organik dalam meningkatkan kualitas dan kuantitas hasil produksinya.
Salah satu bentuk peningkatan kualitas yang dilakukan adalah dengan
menghasilkan sayuran yang sudah tersertifikasi organik. Biaya produksi yang
semakin meningkat sebagai akibat dari peningkatan kualitas produk tentu akan
mempengaruhi harga jual sebuah produk. Willingness To Pay dalam hal ini
digunakan sebagai metode untuk mengetahui nilai maksimum yang bersedia
dibayarkan oleh konsumen dari peningkatan kualitas sebuah produk.

Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang dikemukakan, maka identifikasi
masalah yang akan diajukan oleh peneliti antara lain :
a. Bagaimana karakteristik konsumen sayuran organik di Kota Bogor?
b. Berapa nilai kesediaan membayar (Willingness To Pay) sayuran organik?
c. Faktor apa saja yang mempengaruhi tingkat kesediaan membayar (Willingness
To Pay) sayuran organik?

3
Tujuan Penelitian
Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah yang dikemukakan,
maka tujuan penelitian yang diharapkan peneliti antara lain:
a. Menganalisis karakteristik konsumen sayuran organik.
b. Mengestimasi nilai kesediaan membayar (Willingness To Pay) sayuran
organik.
c. Menganalisis faktor apa saja yang mempengaruhi nilai kesediaan
membayar (Willingness To Pay) sayuran organik.

Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi berbagai pihak,
diantaranya:
a. Perusahaan budidaya sayuran organik, hasil penelitian ini diharapkan
dapat dijadikan sebagai bahan informasi bagi pihak perusahaan mengenai
kesediaan masyarakat dalam membayar sayuran organik dan menjadi
bahan pertimbangan dalam menetapkan harga.
b. Bagi pemerintah, penelitian ini diharapkan dapat memberi gagasan untuk
memajukan program pertanian organik di Indonesia.
c. Pembaca, pihak institusi pendidikan, dan pihak lain yang berkepentingan,
penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumber informasi dan referensi
untuk penelitian-penelitian selanjutnya.
d. Penulis, penelitian ini berguna untuk menambah pengetahuan dan sebagai
media untuk menerapkan ilmu manajemen yang telah diperoleh selama
menempuh pendidikan.

Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup dari penelitian ini dibatasi hanya pada mendeskripsikan
karakteristik konsumen yang ada, mengestimasi nilai kesediaan membayar
(Willingness To Pay) sayuran organik, dan menganalisis faktor apa saja yang
mempengaruhi nilai kesediaan membayar (Willingness To Pay) sayuran organik
tersebut. Fokus penelitian ini meneliti sayuran organik yang dipasarkan di retailretail penjualan Kota Bogor.

TINJAUAN PUSTAKA
Kesediaan Membayar / Willingness to Pay
Dasar dalam merancang strategi harga adalah untuk mengatur harga produk
dalam melihat berapa banyak pelanggan bersedia membayar untuk setiap produk.
Hal ini penting bagi pemasar untuk memprediksi berapa banyak produk yang

4
ditawarkan akan dibeli dengan harga yang berbeda. Memprediksi permintaan
produk yang berbeda pada harga yang berbeda, pemasar membutuhkan
pemahaman yang mendalam dari reaksi pelanggan untuk jadwal harga yang
berbeda. Ada dua konsep berbeda yang menentukan berapa banyak pelanggan
bersedia membayar untuk barang atau jasa yaitu harga maksimum dan ahrga
pemesanan (Breidert 2005)
Willingness To Pay atau kesediaan untuk membayar adalah kesediaan
individu untuk membayar terhadap suatu kondisi lingkungan atau penilaian
terhadap sumberdaya alam dan jasa alami dalam rangka memperbaiki kualitas
lingkungan. WTP menghitung seberapa jauh kemampuan setiap individu atau
masyarakat secara agregat untuk membayar atau mengeluarkan uang dalam
rangka memperbaiki suatu kondisi agar sesuai dengan kondisi yang diinginkan.
(Hanley dan Spash 1993). Yakin (1997) mendefinisikan kesediaan konsumen
untuk membayar (Willingness To Pay) sebagai jumlah uang yang ingin diberikan
oleh seseorang untuk memperoleh suatu peningkatan kondisi lingkungan.
Konsep WTP atau kesediaan membayar menghasilkan nilai ekonomi yang
didefinisikan sebagai pengukuran jumlah maksimum seseorang ingin
mengorbankan barang atau jasa untuk memperoleh barang atau jasa lainnya.
Pengukuran dengan menggunakan konsep WTP ini dapat menerjemahkan
misalnya nilai ekologis ekosistem kedalam bahasa ekonomi dengan mengukur
nilai moneter suatu barang dan jasa. Willingness To Pay juga dapat diartikan
sebagai maksimal seseorang mau membayar untuk menghindari terjadinya
penurunan terhadap sesuatu (Fauzi, 2006).
Beberapa pendekatan yang digunakan dalam WTP untuk menghitung
peningkatan atau kemunduran kondisi lingkungan adalah:
1. Menghitung biaya yang bersedia dikeluarkan oleh individu untuk
mengurangi dampak negatif pada lingkungan karena adanya suatu kegiatan
pembangunan
2. Menghitung pengurangan nilai atau harga dari suatu barang akibat semakin
menurunnya kualitas lingkungan
3. Melalui suatu survei untuk menentukan tingkat kesediaan masyarakat untuk
membayar dalam rangka mengurangi dampak negatif pada lingkungan atau
untuk mandapatkan lingkungan yang lebih baik
Penghitungan WTP dapat dilakukan secara langsung (direct method) dengan
melakukan survei, dan secara tidak langsung (indirect method), yaitu
penghitungan terhadap nilai dari penurunan kualitas lingkungan yang telah terjadi.
Terdapat empat metode bertanya (Elicitaion Method) yang digunakan untuk
memperoleh penawaran besarnya nilai WTP responden (Hanley and Spash, 1993),
yaitu:
1. Metode tawar menawar (bidding game)
Metode ini dilaksanakan dengan menanyakan kepada responden apakah
bersedia membayar sejumlah uang tertentu yang diajukan sebagai titik awal
(starting point). Jika “ya”, maka besarnya nilai uang dinaikan sampai ke
tingkat yang disepakati.
2. Metode pertanyaan terbuka (open-ended question)
Metode ini dilakukan dengan menanyakan langsung kepada responden
berapa jumlah maksimal uang yang ingin dibayarkan atas perubahan.
Sehingga diketahui secara pasti berapa besar responden bersedia membayar.

5
3. Metode kartu pembayaran (payment card)
Metode ini menawarkan kepada responden suatu kartu yang terdiri dari
berbagai nilai kemampuan untuk membayar dimana responden tersebut
dapat memilih nilai maksimal atau minimal yang sesuai dengan
preferensinya. Untuk menggunakan metode ini, diperlukan pengetahuan
statistik yang relatif baik.
4. Metode pertanyaan pilihan dikotomi (dichotomous choice)
Metode ini menawarkan responden sejumlah uang tertentu dan menanyakan
apakah responden mau membayar atau tidak sejumlah uang tersebut untuk
memperoleh peningkatan kualitas lingkungan tertentu.
5. Metode Contingent Ranking
Metode ini responden tidak ditanya secara langsung berapa nilai yang ingin
dibayarkan, tetapi responden diperlihatkan ranking dari kombinasi kualitas
lingkungan yang berbeda dan nilai moneternya kemudian diminta mengurut
beberapa pilihan dari yang paling memungkinkan sampai yang paling tidak
memungkinkan.

Perilaku Konsumen
Menurut Kotler (2004), perilaku kosumen adalah mempelajari cara
individu, kelompok, dan organisasi memilih, membeli, memakai, serta
memanfaatkan barang, jasa, gagasan, atau pengalaman dalam rangka memuaskan
kebutuhan dan hasratnya. Sedangkan Engel, et al. (1994), mendefinisikan perilaku
konsumen sebagai tindakan yang langsung terlihat dalam mendapatkan,
mengkonsumsi, menghabiskan produk dan jasa, termasuk proses keputusan yang
mendahului dan menyusul tindakan ini. Terdapat tiga (3) peubah yang
mempengaruhi perilaku konsumen, diantaranya pengaruh lingkungan, perbedaan
dan pengaruh individual dan proses psikologis. Perilaku konsumen dipengaruhi
oleh beberapa faktor, seperti faktor budaya, sosial, pribadi, dan psikologis (Kotler
dan Amstrong 2008)

Theory of Reasoned Action
TPB adalah model sikap yang dikembangkan dari model sikap TRS (Theory
of Reasoned Action). Model ini dikembangkan oleh Ajzen pada tahun 1985.
Model ini juga dikembangkan dari model atribut Fishbein. TPB adalah model
sikap yang memperkirakan minat atau niat konsumen untuk melakukan suatu
perilaku atau tindakan. Model TPB menjelaskan bahwa faktor utama yang
mempengaruhi perilaku seseorang adalah niatnya atau kecenderungannya untuk
melakukan tindakan tersebut. Menutut Ajzen (1991) dalam Sumarwan (2011),
TPB menyatakan bahwa perilaku manusia terlebih dahulu dipengaruhi oleh minat
(behavior intentions). Minat akan dipengaruhi oleh tiga faktor utama, yaitu sikap
terhadap perilaku (attitude toward behavior), norma subjektif (subjective norms),
dan kontrol perilaku, yaitu bagaimana konsumen memiliki persepsi terhadap
pengendalian perilaku.

6

Attitude toward
behavior

Subjective norms

Intention

Perilaku

Perceived
behavior control

Gambar 1 Theory of Planned Behavior (Ajzen 1991)

Penelitian Terdahulu
Penelitian “Kesediaan Membayar Premium untuk Tomat Aman Residu
Perstisida” oleh Ameriana (2005) menganalisis tingkat Willingness To Pay /
kesediaan konsumen membayar premium untuk tomat aman residu pestisida di
Lembang, Bandung. Penelitiannya menggunakan metode kontingensi valuasi /
CVM menunjukkan bahwa WTP dipengaruhi oleh faktor–faktor umur, jumlah
anggota keluarga, pengeluaran keluarga, kepedulian konsumen, dan keyakinan
konsumen terhadap produk. Dari 162 responden, 59.26% responden menyatakan
bersedia untuk membayar premium bagi tomat aman residu pestisida. Sedangkan
sisanya sebanyak 40.74% menyatakan tidak bersedia membayar premium.
Radam et al. (2010) dalam penelitiannya yang berjudul “Consumer’s
Perception, Attitudes, and Willingness To Pay towards food products with No
Added MSG Labelling” juga menggunakan metode kontingensi valusi / CVM .
Hasil penelitian menunjukkan bahwa WTP memiliki korelasi positif dengan
pendapatan, jenis kelamin, tingkat pendidikan formal, dan memiliki korelasi
negatif dengan faktor harga. Ia dalam penelitiannya mengkaji kesediaan
konsumen di Malaysia untuk membayar produk makanan berlabel “Tanpa
Tambahan MSG”. Dari 200 responden yang diwawancara, 159 responden
menyatakan bersedia untuk membayar produk berlabel “Tanpa Tambahan MSG”
karena sebagian besar responden memiliki persepsi bahwa produk makanan yang
berlabel tanpa MSG tidak berbahaya bagi kesehatan kesehatan dan memiliki
kandungan nutrisi yang baik bagi tubuh. Sisanya, sebanyak 41 responden
menyatakan tidak bersedia untuk membeli dan menyatakan produk tanpa MSG
memiliki rasa yang tidak enak.
Sedangkan Bernard dan Mitra (2007) pada “A Contingent Valuation
Method to Measure Willingness To Pay for Eco-Label Products” menganalisis
kesediaan konsumen di Amerika untuk membayar produk eco-labelling dengan
harga premium. Hasil menunjukkan bahwa sebesar 13% responden bersedia
membayar 10% di atas harga premium, sekitar 27% responden tidak bersedia
membayar di harga premium karena kurangnya informasi yang diperoleh terkait
perhatian terhadap lingkungan dan penggunaan produk ramah lingkungan.
Bernard dan Mitra menggunakan analisis regresi linier untuk menganalisis faktor
yang mempengaruhi WTP terhadap produk eco-labelling. Variabel dependent

7
yang digunakan adalah harga, sedangkan variabel independent adalah umur,
pendidikan, jenis kelamin, kesehatan, gaya hidup, pendapatan, daur ulang,
pemerintah, dan pihak ketiga.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Voon et al di tahun 2011
dengan judul ”Determinants of Willingness To Purchase Organic Food : An
Explanatory Study Using Structural Modeling” menganalisis konsumen Malaysia
dalam mengetahui Willingness to Purchase produk organik di negara tersebut.
Structural equation modeling digunakan sebagai alat analisis untuk mengetahui
apakah attitude, subjective norms, dan affordability (behavioral control) yang
dimodelkannya memiliki berpengaruh terhadap Willingness To Pay (WTP) yang
selanjutnya apakah WTP tersebut berpengaruh terhadap actual purchasing. Hasil
penelitian menyimpulkan bahwa attitude dan subjective norms secara signifikan
berpengaruh positif terhadap WTP. Sedangkan affordability tidak berpengaruh
secara signifikan terhadap WTP. Attitude berpengaruh terhadap subjective norms
dan affordability.

METODE PENELITIAN
Kerangka Pemikiran
Perkembangan zaman membuat pola konsumsi masyarakat Indonesia
bergeser dari konsumsi produk makanan ke produk non makanan. Kehidupan
modern yang menuntut manusia untuk bergerak secara cepat juga mempengaruhi
pola konsumsi untuk cenderung memilih makanan cepat saji yang mendorong
resiko timbulnya penyakit degenaratif. Meningkatnya jumlah penderita penyakit
degenetarif setiap tahunnya membuat kesadaran masyarakat akan perubahan pola
konsumsi sehat meningkat, yaitu memilih makanan alami dan sehat yang dengan
konsep “Healthy, Functional, and Satisfied Foods” dalam menghasilkan suatu
produk. Salah satu nya adalah dengan memilih bahan baku pangan jenis organik.
Perbedaan nyata sayuran organik dan sayuran non organik adalah kadar mineral
yang diperoleh tubuh. Sayuran organik mengandung mineral lebih tinggi
dibandingkan dengan sayuran non organik.
Perubahan konsumsi masyarakat ke pola hidup sehat membuat permintaan
terhadap sayuran organik terus meningkat setiap tahunnya. Hal ini menjadi
motivasi tersendiri bagi perusahaan budidaya sayuran non organik dan semi
organik dalam meningkatkan kualitas dan kuantitas hasil produksinya. Salah satu
bentuk peningkatan kualitas yang dilakukan adalah dengan menghasilkan sayuran
yang sudah tersertifikasi organik. Biaya produksi yang semakin meningkat
sebagai akibat dari peningkatan kualitas produk tentu akan mempengaruhi harga
jual sebuah produk. Willingness To Pay dalam hal ini digunakan sebagai metode
untuk mengetahui nilai maksimum yang bersedia dibayarkan oleh konsumen dari
peningkatan kualitas sebuah produk.
Penelitian ini menggunakan analisis deskripsi untuk mengetahui
karakteristik konsumen sayuran organik, Contingent Valuation Method (CVM)
untuk mengetahui nilai kesediaan membayar maksimum yang bersedia dibayar
konsumen dan analisis Structural Equation Modelling untuk mengetahui faktor

8
apa saja yang mempengaruhi kesediaan membayar konsumen tersebut. Hasil dari
beberapa analisis diatas dapat menjadi rekomendasi bagi perusahaan budidaya dan
distribusi sayuran organik dalam menetapkan bauran pemasaran sayuran organik
khususnya pada aspek harga. Berikut merupakan kerangka berfikir yang peneliti
lakukan pada penelitian ini, peneliti sajikan pada Gambar 2.

 Pergeseran pola konsumsi masyarakat
 Meningkatnya Penyakit Degenaratif





Meningkatnya Kesadaran Pola Hidup Sehat di Masyarakat
Produk dengan konsep “Healthy, Functional, and Satisfied Foods”
Sayur organik menjadi pilihan konsumen

Produsen budidaya sayuran organik menuju proses
sertifikasi organik untuk peningkatan kualitas produk

Analisis Willingness To Pay (WTP) terhadap konsumen
sayuran organik

Analisis

Contingent

Structural Equating

Deskriptif

Valuation Method

Modelling

Karakteristik

Nilai WTP

Faktor – faktor yang
mempengaruhi WTP

Konsumen

Rekomendasi
harga

Gambar 2 Kerangka pemikiran penelitian

9
Hipotesis
Hipotesis yang diajukan peneliti pada penelitian ini adalah sebagai
berikut :
H1
H1a
H2

H2a

H3
H3a
H4
H4a
H5
H5a
H6
H6a

: Socio Economic Status / SES memiliki dampak positif terhadap
kesediaan membayar sayuran organik.
: Socio Economic Status / SES memiliki dampak negatif terhadap
kesediaan membayar sayuran organik.
: Perhatian terhadap kesehatan dan lingkungan, kepercayaan terhadap
klaim sayuran organik, dan persepsi terhadap atribut sayuran organik
bersama–sama membentuk sikap terhadap sayuran organik.
: Perhatian terhadap kesehatan dan lingkungan, kepercayaan terhadap
klaim sayuran organik, dan persepsi terhadap atribut sayuran organik
bersama–sama tidak membentuk sikap terhadap sayuran organik.
: Sikap positif terhadap sayuran organik berdampak positif kesediaan
untuk membayar sayuran organik.
: Sikap positif terhadap sayuran organik berdampak negatif kesediaan
untuk membayar sayuran organik.
: Biaya dan tingkat kesulitan untuk mendapatkan sayuran organik
membentuk persepsi hambatan pembelian sayuran organik.
: Biaya dan tingkat kesulitan untuk mendapatkan sayuran organik tidak
membentuk persepsi hambatan pembelian sayuran organik.
: Hambatan pembelian yang tinggi memiliki dampak negatif terhadap
kesediaan membayar sayuran organik
: Hambatan pembelian yang tinggi memiliki dampak positif terhadap
kesediaan membayar sayuran organik
: Kesediaan membayar sayuran organik yang tinggi memiliki dampak
positif terhadap pembelian aktual sayuran organik
: Kesediaan membayar sayuran organik yang tinggi memiliki dampak
negatif terhadap pembelian aktual sayuran organik

Hipotesis yang dibuat dapat diformulasikan kedalam model struktural pada
Gambar 3 berikut ini.

Gambar 3 Model struktural

10
Berdasarkan gambar 3, Faktor pembeda individu seperti variabel sosio
ekonomi merupakan faktor penting dalam menentukan keputusan pembelian (Kim
2009). Sosio ekonomi / Socio Economic Status (SES) dalam hal ini dapat berupa
pendidikan terakhir individu, total pendapatan individu, usia individu dan jumlah
anggota keluarga.
Sikap individu dalam mengkonsumsi suatu produk merupakan salah satu
anteseden yang paling penting untuk memprediksi dan menjelaskan pilihanpilihan konsumen terhadap produk dan jasa, termasuk didalamnya produk
makanan (Honkanen et al, 2006). Studi sebelumnya telah mengasosiasikan
konsumsi produk organik dengan sikap perilaku seperti perhatian terhadap
kesehatan, perhatian terhadap lingkungan, kepercayaan terhadap klaim produk
organik, dan atribut keinginan terhadap produk organik, seperti rasa, tekstur, serta
kesegaran (Hughner et al, 2007; Gil and Soder 2006; Thogersen 2006).
Munculnya sikap yang postif pada individu, yaitu dengan munculnya kepercayaan
konsumen terhadap suatu produk organik akan mempengaruhi niat untuk
mengkonsumsi produk organik tersebut. (Voon et al 2011).
Kontrol Perilaku (Behavior Control) menyangkut bagaimana konsumen
memiliki persepsi terhadap pengendalian perilaku yang mengacu pada persepsi
kemudahan atau kesulitan melakukan perilaku dan diasumsikan untuk
menggambarkan pengalaman masa lalu serta mengatasi hambatannya (Ajzen
1991). Sejumlah penelitian telah menyimpulkan bahwa hambatan merupakan
bagian dari kontrol perilaku, yang dalam hal ini mempengaruhi niat perilaku
(Thompson dan Thompson 1996; Oh dan Hsu 2001). Hambatan pembelian dalam
definisi konvensional dapat berupa biaya dan kemudahan atau kenyamanan dalam
memperoleh (biaya). AC Nielsen (2005) melaporkan bahwa biaya yang lebih
tinggi dianggap sebagai penghalang utama dalam mengonnsumsi makanan
organik bagi sepertiga responden di Asia Pasifik dan lebih dari 40 persen
konsumen Eropa dan Amerika Utara. Demikian juga, keterbatasan pasokan dan
saluran distribusi dipandang sebagai faktor yang meningkatkan biaya pada
makanan organik.
Dalam studi yang dilakukan oleh Voon et al. (2011) menyatakan bahwa
dimensi Willingness To Pay memiliki karakteristik seperti melakukan pembelian
produk pada berbagai pilihan, harapan manfaat dari dilakukan pembelian,
pengorbanan dalam melakukan pembelian dan menunjukkan kekebalan dari daya
tarik produk sejenis dari pesaing. Studi yang sama juga merefleksikan pembelian
aktual konsumen kedalam beberapa dimensi, seperti jumlah aggaran untuk
pembelian, perbandingan presentase pilihan terhadap produk sejenis dan tingkat
atau daya konsumsi akan produk tersebut.

Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di retail–retail penjualan sayuran organik di Kota
Bogor. Penelitian dilakukan pada bulan Maret hingga Juli 2013.

11
Metode Pengumpulan Data
Pengumpulan data dilakukan cara observasi, wawancara dan penyebaran
kuesioner seperti yang terlampir pada lampiran 1. Data yang digunakan adalah
data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh secara langsung melalui
hasil pengamatan (observasi) lapangan, wawancara langsung yang menggunakan
instrumen kuesioner. Sedangkan data sekunder dalam penelitian ini diperoleh dari
studi literatur berbagai buku, jurnal, artikel dan instansi terkait seperti, Badan
Pusat Statistik, Kementrian Pertanian, dan sumber lainnya yang mendukung topik
penelitian.
Pengumpulan data primer dilakukan dengan dua tahap, yaitu tahap
pertama dilakukan dengan pengamatan langsung dan wawancara dengan
responden untuk pencatatan gejala–gejala yang tampak pada objek penelitian,
kondisi lingkungan responden, serta karakteristik responden.
Tahap kedua dilakukan melalui wawancara tatap muka dengan responden.
Pada tahap ini digunakan instrumen kuesioner dalam memperoleh data yang
dibutuhkan. Kuesioner yang dibuat berbentuk pertanyaan tertutup, semi terbuka,
dan terbuka yang diberikan kepada responden. Pertanyaan tertutup berisi
pertanyaan yang alternatif jawabannya telah disediakan, sehingga responden
hanya memilih salah satu alternatif jawaban yang menurutnya paling sesuai.
Pertanyaan semi terbuka adalah pertanyaan yang selain memberikan alternatif
jawaban juga menyediakan tempat menjawab secara bebas jika jawaban
responden ada di luar pilihan yang tersedia. Sedangkan pertanyaan terbuka adalah
pertanyaan yang memberikan kebebasan responden untuk menjawab.

Metode Penarikan Sampel
Pemilihan sampel dalam penelitian ini menggunakan prosedur penarikan
contoh dengan teknik quota sampling, yakni prosedur dimana peneliti
mengklarifikasi populasi berdasarkan kriteria-kriteria tertentu, kemudian
menentukan posisi atau kuota sampel dari masing-masing klarifikasi tersebut.
Teknik ini dipilih untuk memastikan bahwa beberapa karakteristik populasi
terwakili dalam contoh yang dipilih. Kriteria konsumen yang dijadikan responden
adalah sebagai berikut :
a. Konsumen yang telah membeli sayuran organik minimal 1x
b. Konsumen berumur 17 tahun ke atas (dinilai cukup dewasa untuk
diwawancarai dan mengisi kuesioner)
c. Dalam satu rombongan keluarga hanya satu orang yang menjadi responden
dalam penelitian agar jawaban dalam kuesioner tidak saling mempengaruhi.

12
Dalam penelitian ini responden yang ditetapkan adalah populasi penduduk
Kota Bogor yang terbagi ke dalam enam kecamatan seperti pada Tabel 2 berikut
ini.
Tabel 2 Persentase jumlah responden
Jumlah
a
No
Kecamatan
Jumlah orang
Proporsi (%)
Contoh
(orang)
1.
Bogor Utara
173.732
17,96
25
2.
Bogor Selatan
184.336
19,05
27
3.
Bogor Timur
96.617
9,99
14
4.
Bogor Barat
214.826
22,21
31
5.
Bogor Tengah
102.145
10,56
15
6.
Tanah Sereal
195.742
20,23
28
Jumlah
100
140
a

Sumber: Hasil sensus Penduduk Badan Pusat Statistik (2010)

Kecamatan Kota Bogor terdiri dari Kecamatan Bogor Utara, Kecamatan
Bogor Selatan, Kecamatan Bogor Timur, Kecamatan Bogor Barat, Kecamatan
Bogor Tengah, dan Kecamatan Tanah Sereal. Untuk mengetahui terwakilinya
sebaran populasi maka strategi yang digunakan dalam menentukan jumlah
responden adalah berdasarkan keterwakilan masing-masing kecamatan yang ada
di Kota Bogor. Jumlah contoh yang diambil dalam penelitian ini adalah 140
orang responden dan dibagi sesuai dengan proporsi masing masing kecamatan.
Proporsi setiap kecamatan didapatkan dari hasil perhitungan jumlah penduduk
masing-masing kecamatan dibagi jumlah penduduk Kota Bogor dikali 140.

Metode Pengolahan dan Analisis Data
Uji Validitas
Uji Validitas digunakan untuk menguji sejauhmana alat pengukur
(instrumen) mengukur apa yang ingin diukur oleh peneliti. Uji ini dilakukan
setelah kuesioner akhir tebentuk. (Umar 2010). Uji validitas digunakan untuk
menghitung nilai korelasi (r) antara data pada masing – masing pertanyaan dengan
skor total. Teknik product moment pearson dipakai pada penelitian ini, yaitu

�=

√[� ∑

� ∑
2−



− ∑
2

][� ∑



2

− ∑

2]

…………………………………………(1)

Keterangan : rxy = korelasi antar X dan Y
n = Jumlah responden
X = Skor masing – masing pertanyaan
Y = Skor total
Uji validitas dilakukan pada 40 responden dimana nilai yang dihitung
dinyatakan sahih apabila nilai r lebih dari 0.361. Pengujian uji validitas ini
mengunakaan SPSS 20.0 dan dinyatakan valid seperti terlihat pada lampiran 2.

13
Uji Reliabilitas
Realibilitas sebuah alat ukur perlu diuji apabila sebuah alat ukur
dinyatakan sahih menurut uji validitas. Reliabilitas adalah suatu nilai
menunjukkan konsistensi suatu alat ukur didalam mengukur gejala yang
(Umar 2010). Mengukur reliabilitas dapat dilihat pada lampiran 3 dan ini
dihitung dengan menggunakan teknik Alpha Cronbach, yaitu
� = (


)
�−

Keterangan :



telah
yang
sama
dapat

∑ ��
…………………………………………………………………………
��



��
∑ ��

= reliabilitas instrumen
= banyak butir pertanyaan
= jumlah varians total
= jumlah varians butir

Rumus varians yang digunakan adalah :

� =



2
2 ∑�




Keterangan :


n
X

……………………………………………………………... (3)
= varians (ragam)
= jumlah sampel
= nilai skor

Analisis Deskriptif
Metode Deskriptif menurut Nazir (2005) adalah suatu metode dalam
meneliti status sekelompok manusia, suatu objek, suatu set kondisi, suatu sistem
pemikiran, ataupun suatu kelas peristiwa pada masa sekarang. Tujuan dari
penelitian deskriptif adalah untuk membuat deskripsi, gambaran atau lukisan
secara sistematis, faktual, dan akurat mengenai fakta–fakta, sifat–sifat serta
hubungan antar fenomena yang diselidiki. Pada penelitian ini analisis deskriptif
digunakan untuk menjelaskan karakteristik konsumen umum dari produk sayuran
organik tersertifikasi yang terdiri dari aspek demografi dan karakteristik
pembelian sayuran organik. Teknik pengumpulan data mengenai karakteristik
konsumen sayuran organik ini peneliti lakukan dengan menyebar kuesioner
kepada responden yang bersedia untuk berpartisipasi dalam penelitian ini.
Analisis Valuasi Kontingensi / Contingent Valuation Methode (CVM)
Yakin (1997) mendefinisikan pendekatan CVM adalah metode dengan
teknik survei yang menanyakan secara langsung kepada individu atau rumah
tangga tentang nilai atau harga yang mereka berikan terhadap barang atau jasa
yang tidak memiliki pasar seperti barang lingkungan, jika pasarnya benar-benar
tersedia atau jika terdapat cara-cara pembayaran lain seperti pajak yang diterapkan.
Pendekatan CVM telah dipakai sejak lama untuk menghitung WTP yang
berkaitan dengan faktor-faktor lingkungan seperti kualitas air, kualitas pantai
rekreasi, dan lainnya. Namun dewasa ini CVM telah berkembang tidak hanya

14
digunakan untuk mengkaji faktor–faktor lingkungan, Field (1994) menyatakan
bahwa CVM dapat digunakan pada pengkajian faktor non lingkungan seperti nilai
program pengurangan risiko sakit jantung, nilai informasi harga di supermarket,
dan nilai program perusahaan terdahulu. Tahap operasional pendekatan CVM
menurut Fauzi (2006) meliputi membuat hipotesis pasar, mendapatkan nilai lelang
(bids), menghitung rataan WTP, memperkirakan kurva lelang (bid curve),
mengagregatkan data dan melakukan evaluasi pelaksanaan CVM
Structural Equation Modelling (SEM)
Merupakan generasi kedua teknik analisis multivariate yang memungkinkan
peneliti untuk menguji hubungan antara variabel yang kompleks baik recursive
maupun non-recursive untuk memperoleh gambaran menyeluruh mengenai
keseluruhan model. Tidak seperti analisis multivariate biasa (regresi berganda,
analisis faktor), SEM dapat menguji secara bersama – sama (Ghozali, 2008)
model struktural (hubungan antara konstruk independen dan dependen) dan model
measurement (nilai loading antara indikator dengan konstruk)
Digabungkannya pengujian model struktural dan pengukuran tersebut
memungkinkan peneliti untuk menguji kesalahan pengukuran (measurement
error) sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari SEM dan melakukan analisis
faktor bersamaan dengan pengujian hipotesis.
Penelitiannya ini menggunakan alat analisis SEM dengan bantuan software
LISREL 8.30. Terdapat tujuh langkah dalam pemodelan SEM (Waluyo 2011),
yaitu:
1. Pengembangan model berbasis teori. Dalam pengembangan model teoritis,
dilakukan serangkaian eksplorasi ilmiah melalui telaah pustaka yang
intens guna mendapatkan justifikasi atas model teoritis yang
dikembangkan.
2. Pengembangan diagram alur (path diagram). Model teoritis digambarkan
dalam sebuah diagram alur untuk mempermudah melihat hubungan
kausalitas yang akan diuji.
3. Konversi diagram alur ke dalam persamaan. Diagram alur dikonversi ke
dalam rangkaian persamaan yang terdiri dari persamaan struktural dan
persamaan model pengukuran (measurement model), dalam membuat
persamaan model pengukuran hanya melibatkan indikator dari pengukuran
konstruk.
4. Memilih matriks input dan teknik estimasi. SEM menggunakan matriks
varian atau kovarian sebagai input data untuk estimasi yang dilakukan.
Ukuran sampel juga memegang peranan penting dalam estimasi dan
interpretasi hasil.
5. Menilai problem identifikasi. Problem identifikasi dapat muncul dalam
beberapa kendala.
1. Evaluasi model. Ketepatan model dievaluasi melalui telaah terhadap
berbagai kriteria goodness of fit. Terdiri dari evaluasi ukuran sampel,
evaluasi asumsi normalitas dan linearitas, evaluasi atas outliers, evaluasi
asumsi multikolinearitas dan singularitas, evaluasi atas kriteria goodness
of fit dan analisis efek langsung, efek tidak langsung, dan efek total.
Interpretasi dan modifikasi model. Apabila pada standardized residual
covariances matrix terdapat nilai diluar ring -2.58 ≤ residual ≤ 2.58 dan

15
probabilitas (P) < 0.05 maka model yang diestimasi perlu dilakukan modifikasi
lebih lanjut dengan berpedoman pada indeks modifikasi

HASIL DAN PEMBAHASAN
Gambaran Umum Pertanian Organik
Pertanian organik menurut Departemen Pertanian adalah sistem produksi
pertanian yang holistik dan terpadu, yang mengoptimalkan kesehatan dan
produktivitas agro-ekosistem secara alami, sehingga mampu menghasilkan
pangan dan serat yang cukup, berkualitas dan berkelanjutan. Sedangkan menurut
Pracaya (2004), pertanian organik merupakan sistem pertanian (dalam hal
bercocok tanam) yang tidak mempergunakan bahan kimia (dapat berupa pupuk,
pestisida, hormon pertumbuhan) tetapi menggunakan bahan organik. Jadi
pertanian organik adalah sistem pertanian yang berwawasan lingkungan dengan
tujuan untuk melindungi keseimbangan ekosistem alam dengan meminimalkan
penggunaan bahan-bahan kimia dan merupakan praktek bertani alternatif secara
alami yang dapat memberikan hasil yang optimal. Pertanian organik menurut
IFOAM (International Federation of Organik Agriculture Movements)
didefinisikan sebagai sistem produksi pertanian yang holistik dan terpadu, dengan
cara mengoptimalkan kesehatan dan produktivitas agro ekosistem secara alami,
sehingga menghasilkan pangan dan serat yang cukup, berkualitas dan
berkelanjutan. Pertanian organik adalah sistem pertanian yang holistik yang
mendukung dan mempercepat biodiversitas, siklus biologi dan aktivitas biologi
tanah.
IFOAM (International Federation of Organik Agriculture Movements),
2005, menetapkan prinsip-prinsip dasar bagi pertumbuhan dan perkembangan
pertanian organik. Prinsip-prinsip ini berisi tentang sumbangan yang dapat
diberikan pertanian organik bagi dunia, dan merupakan sebuah visi untuk
meningkatkan keseluruhan aspek pertanian secara global.
Perkembangan pertanian organik semakin berkembang di Indonesia. Hal ini
ditandai dengan semakin meluasnya area pertanian organik yang dapat dilihat
pada grafik pada Gambar 4.
300,000
238,872

214,985

208,535

200,000

225,063

ha

100,000
40,970

2007

2008

2009

2010

2011

Gambar 4 Perkembangan luas area pertanian organik Indonesia 2007-2011
(SPOI 2011)
Luas lahan organik di Indonesia seperti terjadi pada peningkatan dari
40.970 hektar pada tahun 2007 menjadi 225.063 hektar pada tahun 2011.

16
Perkembangan luas area ini juga menimbulkan terjadinya peningkatan dalam
jumlah petani organik, retail penjualan produk organik, serta ekspor produk
organik juga terus meningkat.

Karakteristik Responden
Karaktersitik responden yang diambil adalah konsumen sayuran organik di
Kota Bogor. Karakteristik yang diamati meliputi jenis kelamin, status pernikahan,
usia, tingkat pendidikan, jenis pekerjaan, tingkat pendapatan, dan jumlah anggota
keluarga.
Jenis Kelamin
Responden pada penelitian ini sebagian besar berjenis kelamin wanita.
Persentase jumlah responden pria berbanding wanita adalah 37 orang (26.40%)
dan 103 orang (73.60%). Sebaran jenis kelamin dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3 Sebaran responden menurut jenis kelamin
Jenis kelamin
Wanita
Pria
Jumlah

Responden (orang)
103
37
140

Persentase (%)
73.60
26.40
100

Jumlah responden wanita yang lebih banyak dibandingkan dengan pria
menunjukkan masih adanya kecendurangan peran wanita di Indonesia dalam
proses pengambilan keputusan rumah tangga terkait pembelian kebutuhan pokok.

Status Pernikahan
Presentase tetinggi terjadi pada status pernikahan menikah, yaitu sebesar 82
orang (58.60%) dan untuk status pernikahan belum menikah sebesar 53 orang
(41.40%). Sebaran status pernikahan responden dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4 Sebaran responden menurut status pernikahan
Jenis kelamin
Menikah
Belum Menikah
Jumlah

Responden (orang)
82
58
140

Persentase (%)
58.60
41.40
100

Sebaran yang ada menunjukkan adanya kecendurangan yang tinggi
responden yang sudah menikah untuk membeli sayuran yang merupakan
kebutuhan dasar konsumsi harian keluarga.
Usia Responden
Persentase tertinggi ada pada usia 25 hingga 34 tahun yaitu sebesar 50 orang
(35.70%). Presentase terendah terjadi pada usia diatas 54 tahun yaitu sebesar
enam orang (4.30%). Sebaran usia responden dapat dilihat pada Tabel 5.

17
Tabel 5 Sebaran responden menurut usia
Usia (Tahun)
17 – 24
25 – 34
35 – 44
45 – 54
> 54
Jumlah

Responden (orang)
27
50
24
33
6
140

Persentase (%)
19.30
35.70
17.10
23.60
4.30
100

Sebaran tertinggi yang ada pada kelompok usia 25 hingga 34 tahun tersebut
merepresentasikan responden yang ditemui berada pada usia produktif
Tingkat Pendidikan
Sebagian besar responden memiliki latar belakang pendidikan lulusan
sarjana yaitu sebanyak 78 orang (55.70%). Persentase terendah adalah latar
belakang pendidikan lulusan SMP yaitu sebanyak nol orang (0.00%). Sebaran
pendidikan terakhir responden dapat dilihat pada Tabel 6.
Tabel 6 Sebaran responden menurut tingkat pendidikan
Tingkat Pendidikan
SMP / Sederajat
SMA / Sederajat
Diploma / Sederajat
Sarjana / Sederajat
Pasca Sarjana
Jumlah

Responden (orang)
0
22
29
78
11
140

Persentase (%)
0.00
15.70
20.70
55.70
7.90
100

Responden yang ditemui pada penelitian ini sebagian besar memiliki latar
belakang pendidikan formal yang baik. Hal ini mengindikasikan responden
memiliki pendidikan yang baik sehingga diharapkan memiliki kesadaran
pentingnya sayuran organik bagi kesehatan.

Jenis Pekerjaan
Jenis pekerjaan responden cukup bervariasi, yaitu pelajar atau mahasiswa,
PNS, pegawai swasta, wirausaha, dan lainnya. Responden yang ditemui sebagian
besar memiliki pekerjaan sebagai pegawai swasta, yaitu sebesar 45 orang
(32.10%). Sebaran jenis pekerjaan responden dapat dilihat pada Tabel 7.
Tabel 7 Sebaran responden menurut jenis pekerjaan
Jenis Pekerjaan
Pelajar/Mahasiswa
PNS
Pegawai Swasta
Wirausaha
Lainnya
Jumlah

Responden (orang)
22
25
45
20
28
140

Persentase (%)
15.70
17.90
32.10
14.30
20.00
100

18
Sebesar 28 orang (20%) memiliki pekerjaan lain selain pelajar/mahasiswa,
PNS, pegawai swasta, dan wirausaha, mereka berprofesi sebagai ibu rumah tangga,
guru honorer, pilot dan juga petani.

Tingkat Pendapatan
Berdasarkan data yang dikumpulkan, mayoritas responden memiliki total
pendapatan perbulan antara Rp5 000 000 hingga Rp7 000 000 yaitu sebesar 58
orang (5.70%). Tidak ada responden dalam penelitian ini yang memiliki
pendapatan dibawah Rp1 000 000. Sebaran tingkat pendapatan responden dapat
dilihat pada Tabel 8.
Tabel 8 Sebaran responden menurut tingkat pendapatan
Tingkat Pendapatan
< Rp1 000 000
Rp1 000 001 – Rp 3 000 000
Rp3 000 001 – Rp 5 000 000
Rp5 000 001 – Rp 7 000 000
> Rp7 000 0001
Jumlah

Responden
0
22
29
78
11
140

Frekuensi (%)
0.00
15.70
20.70
55.70
7.90
100

Semakin tinggi tingkat pendapatan diduga maka kesediaan membayar
terhadap sayuran organik semakin besar.

Jumlah Anggota Kelua