Analisis Kesediaan Membayar Konsumen Beberapa Komoditi Sayuran Organik (Studi Kasus: Giant Hypermarket, Botani Square, Kota Bogor).

ANALISIS KESEDIAAN MEMBAYAR KONSUMEN
BEBERAPA KOMODITI SAYURAN ORGANIK
(Studi Kasus: Giant Hypermarket, Botani Square, Kota Bogor)

NATASYA CELONA

DEPARTEMEN AGRIBISNIS
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Analisis Kesediaan
Membayar Konsumen Beberapa Komoditi Sayuran Organik (Studi Kasus: Giant
Hypermarket, Botani Square, Kota Bogor) adalah benar karya saya dengan arahan
dari dosen pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada
perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya
yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam
teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Desember 2015

Natasya Celona
NIM H34134064

ABSTRAK
NATASYA CELONA. Analisis Kesediaan Membayar Konsumen Beberapa
Komoditi Sayuran Organik (Studi Kasus: Giant Hypermarket, Botani Square,
Kota Bogor). Dibimbing oleh YANTI NURAENI M.
Masyarakat mulai sadar dan menjalani pola hidup sehat dan alami dengan
mengkonsumsi produk makanan organik salah satunyasayuran organik. Sayuran
organik merupakan salah satu produk konsumsi yang ramah lingkungan dan baik
untuk menjaga kesehatan Tujuan penelitian ini adalah 1)Menganalisis faktor
utama yang menjadi pertimbangan konsumen dalam membeli sayuran organik;
2)Menentukan harga WTP konsumen yang bersedia dibayarkan terhadap sayuran
organik menggunakan Contingent Valuation Method (CVM); 3)Menganalisis
faktor yang mempengaruhi WTP pelanggan sayuran organik dengan analisis
regresi logistik. Berdasarkan hasil yang diperoleh, faktor yang menjadi

pertimbangan utama konsumen dalam membeli sayuran organik adalah kemasan,
kesegaran sayuran, dan logo halal. Harga yang ingin dibayarkan oleh konsumen
untuk masing-masing sayuran yang dijadikan obyek penelitian adalah untuk
produk kangkung Rp7 159/100 gr; Bayam Rp6 955/100 gr; dan caisim Rp6
928/100 gr. Sedangkan faktor-faktor yang mempengaruhi WTP sayuran organik
bagi konsumen meliputi usia, jenis kelamin, dan status pernikahan.
Kata kunci : preferensi konsumen, sayuran organik, willingness to pay

ABSTRACT
NATASYA CELONA. Analysis of Consumer Willingness to Pay for Organic
Vegetables (Case Study: Giant Hypermarket, Botani Square, Bogor). Supervised
by YANTI NURAENI M.
People have begun to realize and live for a healthy lifestyle by consuming
organic food products, one of them is organic vegetable’s. Organic vegetable’s
consumption is one of the products that are environmentally friendly and good for
maintaining health. The purpose of this study were 1) To analyze the main factors
that are considered by consumers to buy organic vegetables; 2) Determine the
price consumers are willing to pay WTP for organic vegetables using CVM;
3)Analyze the factors affecting WTP organic vegetable customers with logistic
regression analysis.Based on the results, the factors factors to be considered a

major consumer in buying organic vegetables are packaged, the freshness of
vegetables, and the halal logo. Willingness to pay by the consumer for each
vegetable is Rp7 159/100 gr for kale; Rp6 955/100 gr for spinach; and Rp6
928/100 gr for mustard.While the factors whoaffecting WTP organic vegetables
for consumers include age, gender, and marital status.
Keyword :consumer preferences, organic vegetables, willingness to pay

ANALISIS KESEDIAAN MEMBAYAR KONSUMEN
BEBERAPA KOMODITI SAYURAN ORGANIK
(Studi Kasus: Giant Hypermarket, Botani Square, Kota Bogor)

NATASYA CELONA

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Ekonomi
pada
Departemen Agribisnis

DEPARTEMEN AGRIBISNIS

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang
dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Maret 2015 sampai
November 2015 ini ialah Kesediaan membayar konsumen atau Willingness to Pay
(WTP), dengan judul Analisis Kesediaan Membayar Konsumen beberapa
Komoditi Sayuran Organik (Studi Kasus: Giant Hypermarket, Botani Square,
Kota Bogor).Terima kasih penulis ucapkan kepada Yanti Nuraeni, SP. MAgribuss
sebagai pembimbing, Tintin Sarianti, SP. MM sebagai dosen evaluator kolokium,
Anak Agung Made Ayu Astri Shinta Dewi sebagai pembahas pada seminar,
Dr.Ir.Anna Fariyanti, Msi dan Eva Yolynda Aviny, SP. MM sebagai dosen
penguji yang sudah memberikan saran dan kritik yang sangat bermanfaat.
Disamping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada kepala HRD dan
pegawai Giant Hypermarket yang telah membantu selama pengumpulan data.
Selain itu penulis juga ingin mengucapkan terima kasih kepada Nintya Putri

Wardani SE, Resti Wira Kartika SE, Junita Heryanti SE, Anggie Puspita SE, dan
Merlien Lestari atas dukungannya. Ungkapan terima kasih juga disampaikan
kepada ayah, ibu, serta seluruh keluarga, atas segala doa dan kasih sayangnya.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Desember 2015

Natasya Celona

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perumusan Masalah
Tujuan Penelitian
Ruang Lingkup Penelitian
TINJAUAN PUSTAKA
Pertanian Organik

Produk Organik
Perubahan Pola Hidup Masyarakat
Kesedian Membayar
Analisis Willingness to Pay
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kesedian Membayar
KERANGKA PEMIKIRAN
Kerangka Pemikiran Teoritis
Teori Permintaan
Hukum Permintaan
Konsep Willingness to Pay (WTP)
Karakteristik Konsumen
Regresi Logistik
Kerangka Pemikiran Operasional
METODE PENELITIAN
Lokasi dan Waktu Penelitian
Jenis dan Sumber Data
Metode Pengumpulan Data
Metode Pengambilan Data
Metode Pengolahan dan Analisis Data
Contingent Valuation Method (CVM)

Regresi Logistik
GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN
Sejarah Perusahaan
Visi dan Misi Perusahaan
Organisasi Perusahaan
Supplier Giant
Bauran Pemasaran Giant
Product
Price
Place
Promotion

vi
vi
vi
1
1
3
5
5

6
6
6
7
8
9
9
10
10
10
11
13
14
14
15
16
16
16
17
17

18
18
19
22
22
22
23
24
25
25
26
26
26

HASIL DAN PEMBAHASAN
27
Faktor Pertimbangan Pembelian Sayuran Organik
27
Sumber Informasi Konsumen Terhadap Sayuran Organik
27

Alasan Konsumen dalam Pembelian Sayuran Organik
28
Nilai Rata-rata WTP
28
Karakteristik Responden
30
Analisis WTP
32
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kesediaan Membayar
35
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kesediaan Membayar Diatas Harga Ratarata WTP
36
Faktor-fator yang Mempengaruhi Kesediaan Membayar untuk Masing-masing
Komoditi Sayuran Organik
37
Strategi STP
40
Implikasi Manajerial
41
SIMPULAN DAN SARAN

42
Simpulan
42
Saran
43
DAFTAR PUSTAKA
43
LAMPIRAN
45

DAFTAR TABEL
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16

Data jumlah pengunjung Giant yang membeli sayuran organik (orang)
Data penjualan sayuran organik di Giant periode 2014-2015
Jenis, rincian, dan sumber data yang diperoleh
Distribusi harga yang ingin dibayarkan oleh konsumen
Sebaran konsumen berdasarkan jenis kelamin
Sebaran konsumen berdasarkan usia
Sebaran konsumen berdasarkan status pernikahan
Sebaran konsumen berdasarkan tingkat pendidikan
Sebaran konsumen berdasarkan pekerjaan
Sebaran konsumen berdasarkan pendapatan
Tabulasi silang karakteristik responden dengan WTP
Hasil analisis logistik biner pada tabel variables in the equation
Hasil analisis logistik biner pada tabel variables in the equation
Hasil analisis logistik biner pada tabel variables in the equation
Hasil analisis logistik biner pada tabel variables in the equation
Hasil analisis logistik biner pada tabel variables in the equation

4
5
16
29
30
31
31
31
32
32
34
35
37
38
39
40

DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13

Perkembangan luas area pertanian organik Indonesia (2007-2011)
Kurva Permintaan
Pergerakan kurva Permintaan
Kerangka operasional
Produk-produk sayuran organik di Giant Hypermarket
Display sayuran organik di Giant Hypermarket
Faktor pertimbangan pembelian sayuran
Sumber informasi konsumen
Alasan konsumen dalam pembelian sayuran organik
Sebaran konsumen bauran harga kangkung yang bersedia membayar
Sebaran konsumen bauran harga bayam yang bersedia membayar
Sebaran konsumen bauran harga caisim yang bersedia membayar
Kesediaan membayar lebih mahal untuk sayuran organik

1
12
12
15
25
26
27
27
28
29
29
30
33

DAFTAR LAMPIRAN
1

2
3
4
5
6
7
8

Kuisioner penelitian analisis kesediaan membayar konsumen beberapa
komoditi sayuran organik (Studi kasus: Giant Hypermarket, Botani
Square, Kota Bogor)
Hasil perhitungan WTP
Hasil perhitungan regresi logistik
Hasil perhitungan regresi logistik kesedian membayar diatas harga ratarata WTP
Hasil perhitungan regresi logistik kesedian membayar kangkung
Hasil perhitungan regresi logistik kesediaan membayar bayam
Hasil perhitungan regresi logistik kesediaan membayar caisim
Struktur organisasi Giant Hypermarket

45
48
49
50
51
52
53
55

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perkembangan zaman menuntut segala sesuatu serba cepat, sehingga
masyarakat beralih pada pola hidup yang tidak sehat. Guna menghemat waktu,
masyarakat cenderung menyukai makanan siap saji atau instan. Makanan siap saji
identik dengan proses memasak dan waktu makan yang relatif cepat. Masyarakat
Indonesia belakangan ini dimanjakan oleh berbagai jenis makanan siap saji,
contohnya fast food dan mie instan. Selain makanan siap saji, ada pula makanan
jenis lain yang mengandung kalori tinggi yang berasal dari lemak hewani, daging
dan roti-rotian1. Makanan berlemak tinggi dan bervitamin rendah tersebut dapat
menambahkan racun dan tidak memberikan nutrisi kedalam tubuh. Pola hidup
tersebut mendorong timbulnya penyakit yang berbahaya bagi kesehatan.
Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar (2012) dalam Priambodo (2013) serangan
jantung, obesitas, hipertensi, diabetes, dan kanker serta berbagai macam penyakit
degeneratif lainnya menyebabkan kematian di Indonesia sebesar 60 persen.
Seiring berjalannya waktu masyarakat semakin sadar akan bahaya yang
ditimbulkan oleh makanan siap saji. Selain itu, masyarakat pun semakin sadar
bahwa makanan yang dikonsumsi akan berpengaruh terhadap kesehatan 2 .
Berdasarkan hal tersebut, masyarakat menjadi semakin bijaksana dalam memilih
makanan. Dalam beberapa tahun terakhir terjadi perubahan pola konsumsi
masyarakat. Akibat meningkatnya kesadaran masyarakat untuk menerapkan pola
hidup sehat. Sehinga saat ini gaya hidup sehat dengan slogan “back to nature”
telah banyak bermunculan dan mendorong masyarakat untuk meninggalkan
makanan berbahan baku kimia dan beralih ke pertanian organik.
Pertanian organik modern di Indonesia diperkenalkan oleh Yayasan Bina
Sarana Bakti (BSB), dengan mengembangkan usahatani sayuran organik di Bogor,
Jawa Barat pada tahun 1984 (Prawoto and Surono 2005; Sutanto 2002) dalam
Aliansi Organis Indonesia (AOI). Berdasarkan Gambar 1, pada tahun 2006,
terdapat 23 605 petani organik di Indonesia dengan luas area 41 431 ha, itu artinya
0.09 persen dari total lahan pertanian di Indonesia digunakan untuk lahan
pertanian organik (Internasional Federation Organization Agriculture Movements
(IFOAM) 2008).
300000
208 535

200000

238 872

214 985

225 063
Ha

100000
0

40 970
2007

2008

2009

2010

2011

Gambar 1 Perkembangan luas area pertanian organik Indonesia (2007-2011)
Sumber: SPOI 2011

1

http://www.kolomsehat.com/kebiasaan-dan-gaya-hidup-penyebab-penyakit/23 november 2015
04:19 pm
2
www.swa.co.id/23 november 2015 04:30 pm

2
Pada tahun 2007 luas areal pertanian organik di Indonesia adalah 40 970 ha
dan pada tahun 2008 meningkat sebesar 409 persen menjadi 208 535 ha. Pada
tahun 2010 luas pertanian organik meningkat 10 persen dari tahun sebeluumnya
yaitu sebesar 238 872 ha. Semakin luasnya pertanian organik, diharapkan mampu
memberikan manfaat yang lebih luas dalam memenuhi permintaan masyarakat
akan pangan yang sehat dan alami. Pertanian organik saat ini telah berkembang
secara luas, baik dari sisi budidaya, sarana produksi, jenis produk, pemasaran,
pengetahuan konsumen dan organisasi atau lembaga masyarakat yang memiliki
minat pada pertanian organik. Tujuan utama pertanian organik adalah
menyediakan produk-produk pertanian, terutama bahan pangan yang aman bagi
kesehatan produsen dan konsumennya serta tidak merusak lingkungan.
Masyarakat yang menaruh minat terhadap pertanian organik atau produk
yang berbahan baku organik ini disebut dengan Green Consumerism. Green
Consumerism, merupakan kelanjutan dari gerakan konsumerisme global yang
dimulai dari adanya kesadaran konsumen akan hak-haknya untuk mendapatkan
produk yang layak dan aman yang muncul sekitar tahun tujuh puluhan, muncul
dari konteks situasi di atas sehingga tuntutan terhadap produk yang ramah
lingkungan (enviroment friendly) semakin kuat. Green Consumerism didefinisikan
sebagai “penggunaan preferensi konsumen individu untuk mempromosikan
produk dan jasa yang tidak merusak lingkungan” (Smith, 1998). Artinya Green
consumerism timbul dari kesadaran yang muncul dari setiap individu.
Menurut Inawati (2011), berkembangnya produsen dan komoditas organik
ini disebabkanoleh pengaruh gaya hidup masyarakat sebagai konsumen yang
mulai memperhatikan pentingnya kesehatan dan lingkungan hidup dengan
menggunakan produk organik yang tidak menggunakan bahan-bahan kimia
sintetis buatan. Salah satunya adalah dengan membeli Green Product. Green
Product (produk yang berwawasan lingkungan) merupakan suatu produk yang
dirancang dan diproses dengan suatu cara untuk mengurangi efek-efek yang dapat
mencemari lingkungan, baik dalam produksi, pendistribusian dan
pengkonsumsiannya. Perusahaan tentunya akan berlomba-lomba untuk
menyatakan bahwa dirinya “green” agar menarik pembeli.
Berkembangan komoditas produk organik bukan saja karena pengaruh gaya
hidup tetapi juga karena mulai berkembangnya bisnis produk organik. Sehingga
sekarang banyak perusahaan yang menggunakan konsep Green Marketing.
Menurut American Marketing Association, Green Marketing adalah pemasaran
suatu produk yang diasumsikan sebagai produk yang ramah lingkungan. Green
marketing juga dapat diartikan sebagai konsep strategi pemasaran produk oleh
produsen bagi kebutuhan konsumen yang peduli lingkungan hidup salah satunya
adalah Giant Hypermarket. Giant merupakan Hypermarket yang menjual produkproduk berkualitas sesuai dengan kebutuhan pelanggannya. Produk tersebut
sebagian besar berasal dari produk lokal. Salah satunya adalah sayuran organik.
Menurut Widiastuti (2004) dalam AOI, prospek usaha sayuran organik
sebenarnya selama 10 tahun kedepan diperhitungkan sangat prospektif. Seperti
yang sudah dijelaskan sebelumnya bahwa hal ini disebabkan karena meningkatnya
kesadaran masyarakat dalam memilih makana yang sehat dan juga semakin peduli
terhadap lingkungan dengan memilih sayuran organik. Meningkatnya minat
konsumen terhadap berbagai macam jenis sayuran organik menjadi peluang bisnis
yang bagus bagi pasar-pasar modern. Akan tetapi data-data yang menunjukan

3
perkembangan permintaan konsumen akan sayuran organik belum tersedia dipusat
statistik manapun.
Meskipun masyarakat Indonesia sudah banyak yang peduli dan sadar akan
sayuran organik, tetapi menurut Christhoper Emile Jayanata (2015), Ketua Umum
Komunitas Organik Indonesia, saat ini makanan organik termasuk bahan bakunya
seperti sayuran organik masih dianggap oleh sebagian besar masyarakat Indonesia
sebagai makanan impor dan memiliki harga yang tinggi. Oleh karena itu,
berdasarkan latar belakang tersebut maka fokus penelitian ini adalah Willingness
To Pay sayuran organik guna mengetahui kesediaan membayar untuk sayuran
organik oleh masyarakat.

Perumusan Masalah
Walaupun sudah banyak bermunculan organisasi ataupun lembaga serta
barang-barang hasil produksi organik, namun banyak juga masyarakat kita yang
tidak tahu dengan apa yang dimaksud dengan sayuran organik itu sendiri. Sayuran
organik berbeda dengan sayuran anorganik, sayuran anorganik adalah sayuran
yang sudah biasa berada dipasaran dan biasanya menggunakan zat-zat kimia
berbahaya untuk merangsang pertumbuhan ataupun untuk membasmi hama
tanaman. Sedangkan sayuran organik lebih sehat dan ramah lingkungan karena
sayuran organik menggunakan sistem pertanian yang mempertahankan dan
mendaur ulang kesuburan tanah tanpa menggunakan pestisida dan pupuk yang
beracun dan mengandung banyak bahan kimia.
Sayuran organik memiliki rasa yang lebih manis, renyah dan segar. Hal ini
disebabkan kandungan air dalam sayur tidak terlalu banyak. Selain itu, kandungan
air yang sedikit dibandingkan dengan sayuran non organik membuat sayur
organik ini lebih tahan lama dari proses pembusukan. Sayuran organik tidak
dibentuk menggunakan pupuk kimia, pestisida kimia serta bahan kimia lain
sehingga tidak merugikan tubuh manusia. Dibutuhkan setidaknya kurang lebih
tiga tahun untuk peralihan dari tanah non-organik ke tanah organik, pada masa ini
biasanya tingkat produksi rendah sehingga menyebabkan harga produk meningkat.
Selain itu sayuran organik juga menggunakan kemasan khusus agar tetap higienis
dan bersertifikat halal maupun organik. Hal-hal tersebut yang membuat sayuran
organik menjadi relatif mahal. Manfaat sayuran organik ini untuk mencegah atau
mengurangi masuknya zat – zat kimia dari pupuk buatan maupun pestisida dalam
sayuran ke tubuh. Zat kimia yang terdapat dalam sayuran anorganik bisa
membahayakan dan menyebabkan berbagai penyakit berbahaya. Dampak-dampak
buruk yang diakibatkan oleh sayuran anorganik menyebabkan masyarakat mulai
beralih ke produk-produk organik salah satunya sayuran organik.Perubahan
preferensi masyarakat yang mulai beralih ke gaya hidup sehat menyebabkan
banyak hypermarket yang mulai menjual produk organik, salah satumya adalah
Giant Hypermarket.
Giant hypermarket merupakan anak perusahaan dari PT. Hero Supermarket
Tbk. Gerai Giant yang pertama kali dibuka di Indonesia adalah Giant
Hypermarket yang berada di Villa Melati Mas, Serpong, Tangerang pada tanggal
26 Juli 2002. Latar belakang berdirinya Giant adalah karena adanya tuntutan dari
konsumen yang mengharapkan sebuah one-stop shopping yang menjual berbagai

4
produk yang berkualitas, tempat yang nyaman, dan juga harga yang terjangkau.
Salah satu visi Giant adalah menyediakan produk-produk sesuai dengan
kebutuhan pelanggan, hal ini juga sejalan dengan mottonya yaitu “Banyak pilihan
harga lebih murah” sehingga Giant menyediakan sekitar 35 000 – 55 000 item,
yang mana 90 persen produk-produk tersebut berasal dari produk lokal untuk
memuaskan pelanggan.
Salah satu contoh produk lokal yang ada di Giant adalah sayuran organik.
Sayuran-sayuran organik yang tersedia di Giant berasal dari perkebunanperkebunan organik yang berada di sekitar Bogor. Harga sayuran organik di Giant
Hypermarket tidak berbeda jauh dengan harga sayuran organik yang berada di
hypermarket lainnya. Harga sayuran organik di Giant sendiri berkisar dari
Rp16.990 – Rp21 000. Sedangkan harga sayuran organik yang digunakan dalam
penelitiaan ini berkisar dari Rp16 990/200 gr untuk caisim, dan Rp17 990/200 gr
untuk kangkung dan bayam hijau. Harga tersebut ditetapkan oleh pihak Giant,
karena untuk produk fresh seperti sayuran organik keuntungannya tidak boleh
lebih dari 10 persen, karena jika Giant menentapkan harga diatas itu maka Giant
akan kalah bersaing dengan supermarket-supermarket lain yang menjual dengan
harga murah.
Sedangkan untuk di supermarket seperti All Fresh harga sayuran organiknya
sendiri Rp17 950/200 gr untuk kangkung, dan Rp17 950/200 gr untuk bayam
hijau dan Rp17 890/200 gr untuk caisim. Hal ini mungkin karena supermarket All
Fresh bukan merupakan jenis supermarket yang menjual berbagai macam produk
atau mass product, tetapi lebih ke niche market, yang menjual produk-produk
khusus seperti buah dan sayuran. Oleh karena itu harganya lebih mahal
dibandingkan dengan Giant, kebanyakan konsumen yang berbelanja disana
memang untuk membeli buah dan sayuran organik. Berbeda dengan pelanggan
Giant yang biasanya berbelanja untuk kebutuhan rumah tangga sehari-hari
Giant Hypermarket Botani Square memiliki sekitar 2 500 - 3 000 orang
pengunjung perhari pada hari biasa dan 4 000 orang pengunjung pada akhir pekan.
Diantara para pengunjung tersebut sekitar 3000 orang membeli sayuran organik
setiap bulannya. Jumlah pengunjung Giant yang membeli sayuran organik ini bisa
menjadi salah satu peluang yang potensial untuk meningkatkan konsumsi sayuran
organik di Kota Bogor. Berikut merupakan data pengunjung Giant yang membeli
sayuran organik.
Tabel 1 Data jumlah pengunjung Giant yang membeli sayuran organik (orang)
Jenis Sayuran yang
Dibeli
Kangkung
Bayam Hijau
Caisim
Tomat
Total Pengunjung

2014
Desember
991
990
990
140
3111

Sumber : Giant Hypermarket, Botani Square (2015)

Januari

2015
Februari

Maret

990
991
991
147
3119

990
990
990
146
3116

990
990
990
119
3089

5
Tetapi seperti yang dapat dilihat dari Tabel 1 diatas, jumlah pengunjung
sayuran organik di Giant setiap bulannya menurun. Ini juga mengakibatkan pada
penjualan sayuran organik yang menurun. Seperti yang dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2 Data penjualan sayuran organik di Giant periode 2014-2015
Uraian

Des-14
Harga
Kuantitas
(Rp/200g)
1 960
17 990

Jan-15

Feb-15

Mar-15
Harga
Kuantitas
(Rp/200g)
1 451
17 990

1 614

Harga
(Rp/200g)
17 990

1 499

Harga
(Rp/200g)
17 990

Caisim

2 029

16 990

1 883

16 990

1 412

16 990

992

16 990

Bayam

1 054

17 990

1 283

17 990

1 028

17 990

1 022

17 990

Tomat

640

21 000

589

21 000

643

21 000

548

21 000

Kangkung

Kuantitas

Kuantitas

Sumber : Giant Hypermarket, Botani Square (2015)

Hal ini menurut Giant diakibatkan oleh ketesediaan produk yang terbatas
dan juga jenis-jenis produk yang masih sedikit. Tetapi selain itu juga, berdasarkan
hasil wawancara penulis dengan konsumen sayuran organik di Giant, banyak yang
mengatakan bahwa alasan konsumen tidak membeli sayuran organik adalah
karena harganya yang mahal. Menurut konsuemen tidak ada perbedaan antara
sayuran organik dan anorganik sehingga mereka tidak menginginkan harga yang
mahal untuk sayuran organik. Berdasarkan uraian diatas maka dapat dirumuskan
permasalahan sebagai berikut:
1. Apa faktor utama yang menjadi pertimbangan konsumen saat membeli sayuran
organik ?
2. Berapa harga yang bersedia dibayarkan pelanggan untuk manfaat tambahan
yang terdapat dalam sayuran organik ?
3. Faktor apa saja yang mempengaruhi tingkat kesedian membayar konsumen
terhadap sayuran organik ?

Tujuan Penelitian
Berdasarkan perumusan masalah tersebut, maka tujuan dari penelitian ini
adalah :
1. Menganalisis faktor utama yang menjadi pertimbangan konsumen dalam
membeli sayuran organik.
2. Menentukan harga WTP konsumen yang bersedia dibayarkan terhadap sayuran
organik.
3. Menganalisis faktor yang mempengaruhi WTP pelanggan sayuran organik.

Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini memiliki berbagai batasan-batasan agar dapat lebih terarah
dan tidak menyimpang dari permasalahan yang ada. Ruang Lingkup dari
penelitian ini adalah:

6
1. Lingkup kajian masalah yang diteliti dalam penelitian ini adalah mengenai
kesedian membayar konsumen dan faktor yang mempengaruhi kesedian
membayar konsumen terhadap sayuran organik.
2. Pengambilan sample dilakukan di Giant Hypermarket yang merupakan salah
satu Hypermarket yang menjual sayuran organik di Kota Bogor.
3. Komoditi yang dijadikan obyek pada penelitian ini adalah kangkung, bayam,
dan caisim. Komoditi ini dipilih karena ketiga sayuran ini paling banyak
peminatnya. Hal ini didasarkan dari hasil wawancara dengan pihak Giant yang
menyebutkan bahwa ketiga komoditi ini memiliki hasil penjualan yang paling
baik.
4. Penelitian ini menggunakan α maksimal lima persen.

TINJAUAN PUSTAKA
Pertanian Organik
Pertanian organik adalah suatu sistem pertanian yang mendorong tanaman
dan tanah tetap sehat melalui cara pengelolaan tanah dan tanaman yang
disyaratkan dengan pemanfaatan bahan-bahan organik atau alamiah sebagai input,
dan menghindari penggunaan pupuk buatan dan pestisida kecuali untuk bahanbahan yang diperkenankan (International Asociation of Sound and Audiovisual
Archive (IASA) 1990). Dapat disimpulkan bahwa pertanian organik yaitu dalam
arti sempit adalah pertanian yang bebas dari bahan – bahan kimia. Mulai dari
perlakuan untuk mendapatkan benih, penggunaan pupuk, pengendalian hama dan
penyakit sampai perlakuan pascapanen tidak sedikiti pun melibatkan zat kimia,
semua harus bahan alami. Sedangkan pertanian organik dalam artian luas, adalah
sistem produksi pertanian yang mengandalkan bahan-bahan alami dan
menghindari penggunaan bahan kimia sintetis. Dengan tujuan untuk menyediakan
produk – produk pertanian yang aman bagi kesehatan produsen dan konsumen
serta menjaga keseimbangan lingkungan dengan menjaga siklus alaminya.

Produk Organik
Organik memiliki arti berasal dari tanah asli, alami, tidak tercemar dan lainlain. Menurut USAD Consumer Brochure, definisi produk pertanian organik
adalah produk yang dihasilkan dengan mengutamakan penggunaan sumbersumber terbarukan (renewable resources) serta terdapat konservasi lahan dan air
untuk meningkatkan kualitas lingkungan bagi generasi mendatang. Produk
organik adalah produk yang dihasilkan tanpa memakai pestisida, pupuk kimia,
hormon, antibiotik maupun bahan-bahan kimia tambahan lainnya dan diharapkan
setidaknya 95 persen menggunakan bahan-bahan organik.Untuk menjaga kualitas
dari produk akhir, makanan organik minimal diproses tanpa bahan buatan,
pengawet, atau iradiasi3.
3

www.organic-nature-news.com/16 november 2015 01:00 pm

7
Bapak teori organik, Dr. Henry Chang (1994) menyatakan bahwa produk
organik, berarti seluruh produk pertanian yang bebas dari pupuk kimia, bahan
kimia atau bahan tambahan sejak permulaan, yaitu seluruhnya dilakukan secara
alami. Beberapa contoh cara-cara bertani tersebut termasuk membajak tanah
secara tradisional, menggunakan pupuk alami atau tanah yang memang subur,
atau memasukkan cacing kedalam tanah untuk menggemburkan tanah melalui
kegiatan penggalian lubang yang alami. Hal ini menyebabkan tanah
teroksidasikan, sehingga meminimalkan pencemaran tanah, udara, dan air di
kawasan tanah tersebut. Jadi, dapat disimpulkan bahwa produk pertanian organik
adalah suatu sistim pengolahan pertanian yang mendukung penghijauan dengan
memperhatikan ekologikal produksi, biodiversitas, siklus biologikal dan aktivitas
biologikal tanah sehingga tidak merusak tanah pertanian.
Produk organik yang dijual di Indonesia bisa dibilang masih tergolong
mahal, hal ini disebabkan karena stoknya yang masih sangat terbatas. Belum
banyak petani yang beralih menjadi petani organik. Ongkos produksi relatif tinggi
karena membutuhkan tenaga kerja yang cukup banyak. Selain itu butuh waktu
untuk menyehatkan atau menyuburkan tanah kembali. Hasil pasca panen lebih
sedikit, karena buangan lebih banyak, tergantung kualitas produk seperti apa yang
dibutuhkan distributor. Proses transportasinya mempunyai perlakuan khusus,
karena produk organik tidak boleh dicampur dengan produk bukan organik, di
samping jarak tempuh yang biasanya cukup jauh. Lahan organik
memperhitungkan benih, air bersih, cara menangani hama dan penyakit tanpa
bahan kimiawi sintetis dan dibutuhkan buffer zone apabila disekitarnya ada lahan
yang menggunakan sistem konvensional. Petani organik baru bisa mencapai
keuntungan yang maksimal setelah 3-4 tahun, karena butuh waktu untuk
menyehatkan tanah dan menghilangkan residu-residu bahan kimia yang terdapat
dalam tanah. Selain itu harga produk organik bisa naik, tetapi tidak fluktuatif.
Namun meskipun produk organik masih tergolong mahal karena
produksinya yang masih minim dan prosesnya yang lebih rumit dibandingkan
dengan produk biasa, permintaan terhadap produk organik meningkat cukup tajam,
dan jauh lebih tinggi dari industri makanan pada umumnya baik di negara
berkembang maupun negara yang sedang berkembang.

Perubahan Pola Hidup Masyarakat
Beberapa tahun terakhir, terjadi banyak perubahan pada masyarakat. Salah
satu perubahan masyarakat Indonesia yaitu mulai menyadari pentingnya
pendidikan. pada tahun 2011-2013 terlihat adanya peningkatan angka partisipasi
sekolah di Indonesia (BPS 2015), data tersebut mendukung adanya kesadaran
masyarakat mengenai pentingnya pendidikan. Pendidikan yang semakin tinggi
tersebut melatarbelakangi pola pikir, dimana pola pikir ini ikut merubah pola
hidup masyarakat.
Masyarakat menyadari bahwa apa yang selama ini mereka konsumsi dapat
menimbulkan penyakit degenerative (Priambodo, 2013). Pada akhirnya, pola
hidup sehat menjadi salah satu ukuran standar kualitas hidup masyarakat masa
kini. Tidak hanya menyeimbangkan antara kesibukan dan olahraga, tetapi pola
hidup sehat bisa dimulai dengan mengkonsumsi makanan sehat (Harahap, 2014).

8
Semakin jauh makanan dari kandungan obat-obatan kimia atau pestisida,
kemungkinan untuk meningkatkan standar hidup semakin tinggi (Hidayati, 2013).
Hal tersebut menyebabkan, perubahan konsumsi ke produk pertanian yang bebas
unsur pestisida atau lebih dikenal dengan istilah organik.
Perubahan pola hidup dengan mengkonsumsi produk organik menurut
Christdavina, 2013; Hidayati, 2013; Priambodo, 2013 didominasi oleh masyarakat
berpendidikan tinggi dan berusia dewasa. Pada usia tersebut, konsumen produk
organik telah memiliki pekerjaan tetap dan berpenghasilan tinggi. Orientasi
hidupnya adalah menjaga kesehatan guna kehidupan dimasa mendatang.

Kesedian Membayar
Konsep kesediaan membayar atau Willingness to Pay (WTP) menghasilkan
nilai ekonomi yang didefinisikan sebagai pengukuran jumlah maksimum
seseorang ingin mengorbankan barang atau jasa untuk memperoleh barang atau
jasa lainnya (Priambodo, 2013). WTP juga dapat didefinisikan sebagai kesediaan
individu untuk membayarsuatu kondisi lingkungan atau penilaian terhadap
sumberdaya alam dan jasa alami dalam rangka memperbaiki kualitas lingkungan
(Hidayati, 2013). WTP dihitung untuk mengetahui seberapa jauh kemampuan
setiap individu atau masyarakat secara agregat untuk membayar, atau
mengeluarkan uang dalam rangka memperbaiki kondisi lingkungan agar sesuai
dengan standar yang diinginkan.
Metode yang digunakan untuk mengetahui jumlah maksimum yang bersedia
dibayarkan oleh konsumen adalah metode Contingent Valuation Method (CVM)
(Chirstdavina 2013; Hidayati 2013; Lee dan Yoon 2011; Priambodo 2013; Phillip
dan Diplou 2010; O. Coulibaly 2011). Tahap operasional pendekatan CVM
meliputi membuat hipotesis pasar, mendapatkan nilai lelang (bids), menghitung
rataan WTP, memperkirakan kurva lelang (bid curve), mengagregatkan data dan
melakukan evaluasi pelaksanaan CVM (Chirstdavina 2013; Hidayati 2013;
Priambodo 2013).
Terdapat empat metode yang digunakan untuk menghitung WTP meliputi
metode tawar-menawar (Bidding Game), pertanyaan terbuka (Open Ended
Question), kartu pembayaran (Payment Card) dan pertanyaan pilihan dikotomi
(Dichotomous Choice). Penelitian Phillip dan Diplou (2010) dalammenganalisis
Willingness to Pay terhadap sayuran organik pada masyarakat Abeokuta di
Nigeria menggunakan metode pertanyaan pilihan dikotomis dan pertanyaan WTP
maksimal. Dalam pertanyaan pilihan dikotomis, konsumen ditanyai apakah
mereka bersedia membayar untuk membeli sayuran organik daripada sayuran nonorganik. Konsumen dapat menjawab YA jika mereka bersedia membayar lebih
untuk sayuran organik atau sebaliknya. Konsumenkemudian diminta memberikan
harga. Berapa nominal yang bersedia mereka keluarkan untuk membayar sayuran
organik. Berbeda dengan penelitian mengenai Willingness To Pay Sayuran
Organik di toko All Fresh Kota Bogor yang menggunakan metode pertanyaan
terbuka (Open Ended Question) dalam penelitiannya. Metode ini dilakukan
dengan menanyakan langsung kepada responden berapa jumlah maksimal uang
yang ingin dibayarkan atas produk yang ingin dikonsumsi (Hidayati, 2013).
Penelitian Priambodo (2013) dan Christdavina (2013) pun menggunakan metode

9
pertanyaan terbuka guna memperoleh informasi mengenai kesediaan konsumen
membayar suatu produk. Berdasarkan penelitian tersebut, diketahui bahwa
informasi untuk memperoleh nilai kesediaan membayar dapat dilakukan dengan
pertanyaan terbuka yang langsung dapat ditanyakan kepada konsumen.

Analisis Willingness to Pay
Hidayati (2013) dalam menganalisis Willingness To Pay Sayuran Organik
di toko All Fresh Kota Bogor, dengan responden sebanyak 100 orang terdapat 90
persen responden menyatakan bersedia untuk membayar dengan harga lebih
mahal terhadap sayuran organik. Sedangkan sisanya sebanyak 10 persen
menyatakan tidak bersedia membayar. Tidak jauh berbeda dengan penelitian
mengenai kesediaan membayar (Willingness To Pay) dan faktor-faktor yang
mempengaruhinya (Priambodo 2013), sebanyak 134 orang atau 95.70 persen
bersedia membayar untuk peningkatan kualitas sayuran menjadi organik. Sisanya
sebanyak enam orang atau sebanyak 4.30 persen tidak bersedia membayar atas
peningkatan kualitas tersebut dengan jumlah responden 140 orang.
Responden menyatakan bahwa tidak mampu membayar atas peningkatan
harga yang ada akibat peningkatan kualitas, serta sayuran konvensional yang
dibeli saat ini sudah dapat memuaskan kebutuhan fisiknya saat ini, sehingga tidak
perlu meningkatkan daya belinya pada produk yang dianggap sebagai produk
sejenis. Sedangkan nilai rata-rata maksimum WTP untuk untuk setiap kilogram
komoditas kol adalah sebesar Rp18 738; selada sebesar Rp30 048; brokoli sebesar
Rp40 250; pakchoy sebesar Rp24 368; dan wortel sebesar Rp19 820 (Priambodo,
2013). Begitu pula penelitian yang dilakukan oleh Chirstdavina (2013), bahwa
dari 54 reponden, sebesar 91 persen responden bersedia untuk membayar dan 9
persen responden tidak bersedia untuk membayar dan nilai rata-rata maksimum
WTP untuk setiap kilogram komoditi wortel adalah sebesar Rp22 989 80; selada
keriting sebesar Rp33 744 90; kol/kubis sebesar Rp21 989 80; kembang kol
sebesar Rp36 989 80; brokoli sebesar Rp42 989 80 dan pakchoy sebesar Rp27
989 80.

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kesedian Membayar
Konsumen sebagai pengguna akhir dari produk ini hanya menikmati produk
dalam bentuk siap konsumsi, sehingga tidak mengetahui dengan pasti terhadap
kebenaran keorganikan suatu produk organik. Permasalahan yang terjadi di lapang
bahwa produk sayuran organik belum dicantumkan dengan pelabelan organik dari
instansi pemerintahan melainkan hanya dicantumkan label tulisan organik,
sehingga memunculkan ketidakyakinan konsumen terhadap produk tersebut.
Kurang yakinnya konsumen akan produk organik yang beredar
mempengaruhi nilai kesediaan membayar atas produk tersebut. Faktor-faktor yang
mempengaruhinya diformulasikan berdasarkan model struktural yang terdiri dari
lima variabel yang saling terkait, yaitu Socio Economic Status yang direfleksikan
oleh usia, jumlah anggota keluarga, pendidikan formal terakhir, total pendapatan;
Sikap yang direfleksikan oleh persepsi terhadap kesehatan dan lingkungan,

10
kepecayaan terhadap klaim sayuran organik dan persepsi terhadap atribut sayuran
organik; Hambatan pembelian yang direfleksikan oleh persepsi terhadap biaya dan
kemudahan akses dalam mendapatkan sayuran organik; WTP yang direfleksikan
oleh pembelian produk pada berbagai pilihan, harapan manfaat dari dilakukannya
pembelian, pengorbanan dalam pembelian, dan menunjukkan kekebalan dari daya
tarik produk sejenis dari pesaing; Pembelian yang direfleksikan oleh pembelian
aktual, jumlah aggaran untuk pembelian, perbandingan presentase pilihan
terhadap produk sejenis, tingkat atau daya konsumsi akan produk tersebut (Lee
dan Yoon 2011).
Konsumen memberikan nilai kesediaan membayar berdasarkan model
struktural yang lebih terperinci. Beberapa faktor yang masuk kedalam variabel
Socio Economic Status merupakan karakteristik dari tiap konsumen. Variabelvariabel lain merefleksikan penialain konsumen atas produk yang tersedia.
Terdapat banyak faktor yang masuk kedalam model struktural, antara lain usia,
status perkawinan, pendidikan, jumlah anggota keluarga, pendapatan, sikap peduli
terhadap kesehatan, serta keyakinan akan produk organik yang tersedia di pasaran
(Hidayati, 2013 dan Christdavina, 2013). Faktor-faktor tersebut dianalisis untuk
mengetahui bagaimana pengaruhnya terhadap kesedian konsumen untuk
membayar produk organik. Alat analisis yang digunakan yaitu Regresi Logistik
(Christdavina 2013; Hidayati 2013; Phillip dan Diplou 2010).
Beberapa faktor yang masuk kedalam variabel Socio Economic Status
mempengaruhi nilai kesediaan membayar. Penelitian yang dilakukan Hidayati
(2013) mendapatkan hasil status pernikahan, usia, dan jumlah anggota keluarga
berpengaruh negatif terhadap kesediaan membayar. Semakin meningkatnya
faktor-faktor tersebut dapat mengurangi kesediaan membayar produk sayuran
organik. Begitu pula dengan penelitian Christdavina (2013), jumlah anggota
keluarga berpengaruh negatif terhadap kesediaan membayar. Selain pengaruh
negatif, ada pula faktor yang berpengaruh positif terhadap kesediaan membayar
yaitu sikap peduli terhadap kesehatan (Hidayati, 2013) dan pendapatan
(Christdavina, 2013). Menandakan apabila terjadi peningkatan untuk faktor
tersebut akan meningkatkan kesediaan membayar.

KERANGKA PEMIKIRAN
Kerangka Pemikiran Teoritis
Teori Permintaan
Secara ekonomi, permintaan atau demand dapat didefinisikan sebagai
jumlah keseluruhan dari barang dan jasa yang ingin dibeli atau diminta oleh
konsumen, atau individu dalam waktu tertentu pada berbagai macam tingkat harga
(Sukirno, 2010). Singkatnya permintaan adalah banyaknya jumlah barang yang
diminta pada suatu pasar tertentu dengan tingkat harga tertentu pada tingkat
pendapatan tertentu dan dalam periode tertentu.
Permintaan timbul akibat adanya kebutuhan seseorang terhadap barang
tertentu dan barang yang diminta pada umumnya berbeda-beda.Dalam konsep

11
Permintaan tersebut terdapat dua variabel yaitu variabel jumlah permintaan dan
variabel tingkat harga, variabel jumlah barang yang diminta atau yang akan dibeli
dan tingkat harga menunjukkan adanya hubungan satu dengan yang lainnya.
Sedangkan variabel waktu dianggap konstan. Variabel harga merupakan vaiabel
yang mempengaruhi jumlah permintaan barang, atau disebut sebagai variabel
bebas, atau independent variable, sedangkan jumlah barang yang diminta sebagai
variabel yang dipengaruhi atau variabel terikat, atau dependent variable. Faktorfaktor yang mempengaruhi permintaan:
1. Harga barang itu sendiri
Jika harga suatu barang semakin murah, maka permintaan terhadap barang itu
akan bertambah.
2. Harga barang lain yang terkait
Berpengaruh apabila terdapat dua barang yang saling terkait yang
keterkaitannya dapat bersifat subtitusi (pengganti) dan bersifat komplemen
(penggenap).
3. Tingkat pendapatan perkapita
Dapat mencerminkan daya beli. Semakin tinggi tingkat pendapatan, maka daya
beli semakin kuat, sehingga permintaan terhadap suatu barang meningkat.
4. Selera atau kebiasaan
Tinggi rendahnya suatu permintaan ditentukan oleh selera atau kebiasaan dari
pola hidup suatu masyarakat.
5. Jumlah penduduk
Semakin banyak jumlah penduduk yang mempunyai selera atau kebiasaan akan
kebutuhan barang tertentu, maka semakin besar permintaan terhadap barang
tersebut.
6. Perkiraan harga di masa mendatang
Bila kita memperkirakan bahwa harga suatu barang akan naik, akan lebih baik
jika membeli barang tersebut sekarang, sehingga mendorong orang untuk
membeli lebih banyak saat ini guna menghemat belanja di masa depan.
7. Distribusi pendapatan
Tingkat pendapatan perkapita bisa memberikan kesimpulan yang salah bila
distribusi pendapatan buruk. Jika distribusi pendapatan buruk, berarti daya beli
secara umum melemah, sehingga permintaan terhadap suatu barang menurun.
8. Usaha-usaha produsen meningkatkan penjualan.
Bujukan para penjual untuk membeli barang besar sekali peranannya dalam
mempengaruhi masyarakat. Usaha-usaha promosi kepada pembeli sering
mendorong orang untuk membeli banyak daripada biasanya.
Hukum Permintaan
Hukum permintaan menjelaskan bahwa jumlah barang yang diminta akan
selalu berbanding terbalik dengan harga barang yang diminta. Kedua besaran
berkorelasi negatif Artinya jika harga barang cenderung naik, misal akibat inflasi,
maka jumlah barang yang diminta akan cenderung berkurang. Sebaliknya, jika
harga barang cenderung turun, maka jumlah barang yang diminta akan cenderung
bertambah.
Hukum permintaan tersebut berlaku jika keadaan yang lain ceteris paribus
atau keadaan lainnya di luar harga harus dianggap tetap. Keadaan lain yang
dimaksud adalah pendapatannya tetap, seleranya tetap, harga barang yang lain

12
tetap, dan tidak ada barang substitusi atau barang pengganti. Terdapat tiga jenis
permintaan, yaitu:
1. Permintaan efektif atau effective demand adalah permintaan terhadap suatu
barang yang disertai dengan kemampuan untuk membayar harga barang
tersebut.
2. Permintaan absolut atau absolute demand adalah permintaan terhadap suatu
barang yang tidak disertai dengan kemampuan untuk membayar harga barang
tersebut.
3. Permintaan potensial atau potential demand adalah permintaan yang memiliki
kemampuan membeli namun todak dengan segera melaksanakan pembelian.
Keadaan ini merupakan potensi permintaan.
Kurva Permintaan dapat didefinisikan sebagai suatu kurva yang
menggambarkan sifat hubungan antara harga suatu barang tertentu dengan jumlah
barang tersebut yang diminta para pembeli (Ahman H dan Rohmana, 2007).

Gambar 2 Kurva Permintaan
Sesuai dengan hukum permintaan, maka bentuk kurva permintaan adalah
miring atau membentuk lereng, dari kiri atas ke kanan bawah atau dari kanan
bawah ke kiri atas seperti ditunjukkan pada gambar di bawah. Kurva yang
demikian disebabkan oleh sifat hubungan antara harga dan jumlah yang diminta
yang mempunyai sifat hubungan terbalik seperti yang ditunjukan Gambar 2.
Sesuai dengan hukum permintaan, Kurva permintaan dapat bergeser ke
kanan atau ke kiri, jika keadaan lain yang ceteris paribus tidak dipenuhi. Apabila
pendapatan seseorang bertambah, maka permintaan barang cenderung bertambah,
sehingga kurva bergeser ke kanan. Sebaliknya apabila pendapatan seseorang
turun, maka permintaan juga turun, hal ini akan menggeser kurva ke arah kiri
(Ahman H dan Rohmana, 2007). Dapat dilihat pada Gambar 3.

Gambar 3 Pergerakan kurva Permintaan

13
Konsep Willingness to Pay (WTP)
Kesediaan untuk membayar adalah harga tertinggi yang bersedia dibayarkan
konsumen untuk beberapa barang atau jasa. Berapa banyak konsumen bersedia
untuk membayar tergantung pada nilai ekonomi yang dirasakan dan pada
manfaatnya (Breidert, 2006). Kesediaan konsumen untuk membayar (Willingness
To Pay) juga didefinisikan sebagai jumlah uang yang ingin diberikan oleh
seseorang untuk memperoleh suatu peningkatan kondisi lingkungan (Yakin, 1997)
dalam Hidayati (2013).
Penghitungan WTP dapat dilakukan secara langsung (direct method) dengan
melakukan survei, dan secara tidak langsung (indirect method), yaitu
penghitungan terhadap nilai dari penurunan kualitas lingkungan yang telah terjadi.
Terdapat empat metode bertanya (Elicitaion Method) yang digunakan untuk
memperoleh penawaran besarnya nilai WTP responden (Hanley dan Barbier,
2009), yaitu:
1. Metode tawar menawar (bidding game)
Metode ini dilaksanakan dengan menanyakan kepada responden apakah
bersedia membayar sejumlah uang tertentu yang diajukan sebagai titik awal
(starting point). Jika “ya”, maka besarnya nilai uang dinaikan sampai ke
tingkat yang disepakati.
2. Metode pertanyaan terbuka (open-ended question)
Metode ini dilakukan dengan menanyakan langsung kepada responden berapa
jumlah maksimal uang yang ingin dibayarkan atas perubahan. Sehingga
diketahui secara pasti berapa besar responden bersedia membayar.
3. Metode kartu pembayaran (payment card)
Metode ini menawarkan kepada responden suatu kartu yang terdiri dari
berbagai nilai kemampuan untuk membayar dimana responden tersebut dapat
memilih nilai maksimal atau minimal yang sesuai dengan preferensinya. Untuk
menggunakan metode ini, diperlukan pengetahuan statistik yang relatif baik.
4. Metode pertanyaan pilihan dikotomi (dichotomous choice)
Metode ini menawarkan responden sejumlah uang tertentu dan menanyakan
apakah responden mau membayar atau tidak sejumlah uang tersebut untuk
memperoleh peningkatan kualitas lingkungan tertentu.
5. Metode Contingent Ranking
Metode ini responden tidak ditanya secara langsung berapa nilai yang ingin
dibayarkan, tetapi responden diperlihatkan ranking dari kombinasi kualitas
lingkungan yang berbeda dan nilai moneternya kemudian diminta mengurut
beberapa pilihan dari yang paling memungkinkan sampai yang paling tidak
memungkinkan.
Adapun tahapan dalam melakukan CVM (Hanley dan Barbier 2009):
1. Membangun pasar hipotetis
2. Memunculkan atau menghasilkan nilai tawaran (bid)
3. Menduga nilai rata-rata WTP
4. Menduga kurva nilai tawaran (bid curve)
5. Agregasi data total WTP
6. Evaluasi

14
Karakteristik Konsumen
Menurut Engel et al (1995), karakteristik konsumen atau pengaruh individu
yang mampu mempengaruhi proses pengambilan keputusan adalah usia, jenis
kelamin, tingkat pendapatan, pendidikan, dan pekerjaan.
1. Usia
Usia seseorang biasanya mempengaruhi persepsinya dalam melakukan
pengambilan keputusan dan mempengaruhi selera terhadap produk/jasa yang
ditawarkan.
2. Jenis Kelamin
Dasar segmentasi pasar yang digunakan dalam berbagai produk umumnya
berdasarkan jenis kelamin. Wanita dan pria dianggap memiliki perbedaan
selera terhadap produk dan jasa yang ditawarkan.
3. Tingkat Pendapatan
Tingkat pendapatan konsumen mempengaruhi besar kecilnya produk dan jasa
yang akan digunakannya untuk memenuhi kebutuhan dan keinginan. Semakin
tinggi tingkat pendapatan maka semakin besar pula produk dan jasa yang
dikonsumsinya, sebaliknya semakin rendah tingkat pendapatan maka akan
semakin sedikit produk/jasa yang dibelinya.
4. Tingkat Pendidikan
Seseorang yang memiliki tingkat pendidikan lebih tinggi cenderung lebih kritis
dalam memilih produk/jasa dan mengedepankan kualitas, dibandingkan dengan
seseorang yang berpendidikan rendah.
5. Pekerjaan
Pekerjaan adalah kewajiban atau rutinitas yang dilakukan oleh seseorang untuk
mendapatkan imbalan berupa materi maupun non materi. Pekerjaan seseorang
juga dapat mempengaruhi barang dan jasa yang dibelinya.
Regresi Logistik
Menurut Schimdt, regresi logistik atau yang lebih dikenal dengan LOGIT
merupakan bagian dari analisis regresi. Analisis ini mengkaji hubungan pengaruh
peubah (-peubah) penjelas (X) terhadap responden (Y) melalui model persamaan
matematis tertentu (Firdaus M dan M.A Farid, 2008). Apabila peubah y
merupakan peubah dengan data numerik maka dapat menggunakan metode
kuadrat terkecil biasa, namun dalam beberapa kondisi tertentu, peubah y dapat
berupa peubah kategorik. Apabila peubah y berupa peubah kategorik maka
analisis yang digunakan adalah analisis regresi logistik.
Alat analisis ini digunakan ketika variabel dependen berupa variabel
dikotomi yang hanya memiliki dua nilai dan mewakili kemunculan atau tidaknya
suatu kejadian yang biasanya diberi angka 0, atau 1. Regresi logisik tidak
mengaumsikan hubungan antara variabel independen dan dependen secara linier
tetapi secara non linier sehingga tidak memerlukan asumsi-asumsi klasik
sebagaimana pada regresi linier.

15
Kerangka Pemikiran Operasional
Perubahan preferensi masyarakat negara maju terhadap produk organik
secara tidak langsung mempengaruhi preferensi masyarakat di negara-negara
berkembang termasuk Indonesia. Gaya hidup sehat yang demikian telah meluas
secara internasional yang mensyaratkan jaminan bahwa produk pertanian organik
harus beratribut aman dikonsumsi, kandungan nutrisi tinggi dan ramah lingkungan
Dengan semakin berkembangnya sayuran organik di indonesia, tidak
sebanding dengan permintaan masyarakat akan sayuran organik. Masyarakat
Indonesia masih banyak yang mengeluhkan tentang harga sayuran organik.
Willingness To Pay dalam hal ini digunakan sebagai metode untuk mengetahui
nilai maksimum yang bersedia dibayarkan oleh konsumen dari peningkatan
kualitas sebuah produk. Berikut merupakan kerangka berpikir yang peneliti
lakukan pada penelitian ini dan disajikan pada Gambar 4.

1. Pertimbangan utama konsumen dalam membeli sayuran organik
2. Harga yang ingin dibayarkan oleh konsumen untuk sayuran organik
3. Karakteristik yang mempengaruhi kesediaan membayar konsumen
terhadap sayuran organik

Atribut Produk

X1 : Kesegaran sayuran
X2 : Ramah Lingkungan
X3 : Kemasan
X4 : Logo Halal

Microsoft Excel

Nilai Willingness To Pay
(WTP)

WTP Kangkung
WTP Bayam
WTP Caisim

: Rp8 995/100 gr
: Rp8 9950/100 gr
: Rp8 495/100 gr

Contingent Valuation
Method (CVM)

Karakteristik
konsumen yang
mempengaruhi
WTP
X5: Usia
X6: Jenis Kelamin
X7: Status
X8: Pendidikan
X9: Pekerjaan
X10: Pendapatan

AnalisisRegresi
Logistik

Rekomendasi
Gambar 4 Kerangka operasional
Penelitian ini menggunakan Contingent Valuation Method (CVM) untuk
mengetahui nilai kesediaan membayar maksimum yang bersedia dibayar
konsumen dan analisis regresi logistik untuk mengetahui faktor karakteristik
konsumen apa saja yang mempengaruhi kesediaan membayar konsumen tersebut.

16
Hipotesis yang digunakan dalam penelitian ini yaitu 0 = konsumen tidak bersedia
membayar lebih mahal dari harga aktual untuk manfaat yang diberikan sayuran
organik dan 1 = konsumen bersedia membayar lebih mahal dari harga aktual
untuk manfaat yang diberikan sayuran organik. Dalam penelitian ini diuji juga
faktor-faktor yang mempengaruhi kesediaan membayar diatas harga rata-rata
WTP dengan hipotesis yang digunakan adalah 0 = konsumen bersedia membayar
diatas harga rata-rata WTP 1= konsumen bersedia membayar dibawah harga ratarata WTP. Selain itu penelitian ini juga menguji faktor-faktor yang mempengaruhi
kesedian membayar konsumen untuk masing-masing komoditi.

METODE PENELITIAN
Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini akan dilakukan di Giant Hypermarket, Botani Square yang
berlokasi di Jl. Raya Pajajaran No. 69-71. Pemilihan lokasi dilakukan dengan
teknik sengaja (Purposive Sampling) dengan pertimbangan bahwa Giant
Hypermarket merupakan salah satu Hypermarket yang menjual ber