Jumlah leukosit, differensiasi leukosit, dan indeks stress Luak Jawa (Paradoxurus hermaphroditus)

JUMLAH LEUKOSIT, DIFFERENSIASI LEUKOSIT, DAN INDEKS
STRESS LUAK JAWA (Paradoxurus hermaphroditus)

Moh. Mursyid Fachrudin
B04080135

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Jumlah Leukosit,
Differensiasi Leukosit, dan Indeks Stress Luak Jawa (Paradoxurus
hermaphroditus) adalah benar karya saya dengan arahan dari pembimbing dan
belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Juli 2013

Moh. Mursyid Fachrudin
B04080135

ABSTRAK
MOH. MURSYID FACHRUDIN. Jumlah Leukosit, Differensiasi Leukosit, dan
Indeks Stress Luak Jawa (Paradoxurus hermaphroditus) dibawah bimbingan
ARYANI SISMIN SATYANINGTIJAS dan NASTITI KUSUMORINI

Luak Jawa (Paradoxurus hermaphroditus) berpotensi untuk dijadikan sebagai
hewan pemilih kopi terbaik di Indonesia, sehingga status kesehatan luak perlu
untuk diketahui. Darah adalah salah satu parameter yang dapat dijadikan sebagai
indikator kesehatan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran leukosit,
differensiasi leukosit, dan indeks stress 8 ekor luak Jawa yang terdiri dari 4 ekor
jantan dan 4 ekor betina. Penelitian dilakukan di laboratorium Fisiologi,
departemen Anatomi, Fisiologi, dan Farmakologi, Fakultas Kedokteran Hewan,
Institut Pertanian Bogor selama 7 minggu, pengambilan darah dilakukan pada

minggu ke 1, 5, 6, dan 7 untuk kemudian dilakukan penghitungan jumlah leukosit,
differensiasi leukosit dan indeks stressnya. Rataan jumlah leukosit luak Jawa
jantan dan betina yaitu (3.33±0.86)x103/mm3 dan (2.83±0.70)x103/mm3, neutrofil
luak jantan dan betina adalah (1.01±0.47)x103/mm3 dan (0.68±0.30)x103/mm3,
pemeriksaan differensiasi luak Jawa tidak ditemukan adanya basofil, didapatkan
jumlah eosinofil luak jantan dan betina yaitu (0.16±0.18)x103/mm3 dan
(0.04±0.05)x103/mm3,
limfosit
luak
jantan
dan
betina
adalah
3
3
3
3
(2.06±0.42)x10 /mm dan (2.05±0.59)x10 /mm , monosit luak jantan dan betina
adalah (0.09±0.06)x103/mm3 dan (0.06±0.06)x103/mm3, dan indeks stress luak
Jawa jantan dan betina adalah (0.49±0.18) dan (0,37±0,22). Secara umum leukosit

luak Jawa jantan lebih banyak daripada luak Jawa betina. Rataan gambaran
leukosit luak Jawa berada dibawah rataan gambaran leukosit luak Thailand.
Kata kunci: Leukosit, Differensiasi
hermaphroditus

leukosit,

Indeks

stress,

Paradoxurus

ABSTRACT
MOH. MURSYID FACHRUDIN. Leukocyte Count, Leukocyte Differentiation,
and Stress Index of Common Palm Civets (Paradoxurus hermaphroditus) under
direction ARYANI SISMIN SATYANINGTIJAS and NASTITI KUSUMORINI

Common palm civets (Paradoxurus hermaphroditus) have the potential to be the
best coffee producing animals in Indonesia. Therefore, their health status is very

important. Health status of common palm civets can be observed through of their
white blood value. This study was aimed to discribe the leukocyte count, it’s
differentiation, and stress index of 8 Java common palm civets, 4 males and
females. The experiment had done at laboratory of Physiology, department
Anatomy, Physiology, and Pharmacology, Faculty of Veterinary Medicine, Bogor
Agricultural University during 7 weeks, sampling was done at weeks 1st, 5th, 6th,
and 7th, then sample were analyzed for their leukocytes, their differentiation, and
their stress index. The average leukocyte count of male and females common
palm civets was (3.33±0.86)x103/mm3 and (2.83±0.70)x103/mm3, neutrophil
amount of male and female Java common palm civets was (1.01±0.47)x103/mm3
and (0.68±0.30)x103/mm3, basophil did not find at leukocyte differentiation of
common palm civets, eosinophil amount of male and female Java common palm
civets was (0.16±0.18)x103/mm3 and (0.04±0.05)x103/mm3, lymphocyte amount
of male and female Java common palm civets was (2.06±0.42)x103/mm3 and
(2.05±0.59)x103/mm3, monocyte amount of male and female Java common palm
civets was (0.09±0.06)x103/mm3 and (0.06±0.06)x103/mm3, and stress index was
(0.49±0.18) and (0.37±0.22). Generally leukocyte count of male Java common
palm civet have higher value than it’s female. The mean of leukocyte count of
Java common palm civets was under average leukocyte count of Thailand
common palm civets.

Keywords: Leukocyte, Differentiation of leukocyte, Stress index, Paradoxurus
hermaphroditus

© Hak Cipta milik IPB, tahun 2013
Hak Cipta dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah, dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
yang wajar IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis
ini dalam bentuk apapun tanpa izin IPB

JUMLAH LEUKOSIT, DIFFERENSIASI LEUKOSIT, DAN
INDEKS STRESS LUAK JAWA (Paradoxurus hermaphroditus)

Moh. Mursyid Fachrudin

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Sarjana Kedokteran Hewan
pada
Fakultas Kedokteran Hewan

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

Judul Penelitian
Nama Mahasiswa
NRP

: Jumlah Leukosit, Differensiasi Leukosit, dan Indeks Stress
Luak Jawa (Paradoxurus hermaphroditus)
: Moh. Mursyid Fachrudin
: B04080135

Disetujui Oleh:


Dr. drh. Aryani Sismin S, M.Sc
19600914 198603 2 001

Dr. Nastiti Kusumorini
19621205 198703 2 001

Diketahui Oleh:
Wakil Dekan Fakultas Kedokteran Hewan

drh. Agus Setiyono M.S, Ph.D
19630810 198803 1 004

Tanggal Lulus:

PRAKATA
Puji sukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia-Nya
sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Judul yang dipilih dalam
penelitian yang dilaksanakan sejak bulan September 2010 ini adalah Jumlah
Leukosit, Differensiasi Leukosit, dan Indeks Stress Luak Jawa (Paradoxurus
hermaphroditus).

Dengan segala kerendahan hati, penulis menyampaikan ucapan terima
kasih kepada:
1. Dr. drh. Aryani Sismin Satyaningtijas M.Sc, AIF dan Dr. Nastiti
Kusumorini, AIF selaku pembimbing yang telah banyak memberikan
bimbingan, arahan, kesabaran, motivasi, dan masukan.
2. Keluarga tercinta, ayahanda Sri Wardoyo, ibunda Wahyuni, adik-adikku
tersayang Moh. Zaenal Abidin Mursyid dan Ahmad Imam Mursyid, serta
pamanku drh. Moh. Anwarul Fu’ad yang telah memberikan dorongan baik
berupa do’a, motivasi, maupun materi.
3. Dr. drh. Yudi M.Si dan drh. Titiek Sunartatie MS, selaku dosen penguji
yang telah memberikan bimbingan, arahan, dan masukan dalam
menyelesaikan skripsi ini.
4. drh. Adi winarto Ph.D dan drh. Andriyanto M.Si yang telah memberikan
motivasi dan bantuan kepada penulis selama belajar di Fakultas
Kedokteran Hewan IPB.
5. Ibu Sri dan ibu Ida dari Laboratorium Fisiologi, Departemen Anatomi,
Fisiologi, dan Farmakologi - Fakultas Kedokteran Hewan, IPB yang telah
membantu penulis dalam pengumpulan data.
6. Adinda Fonny Meta Fernanda yang selalu memberikan dukungan,
semangat, maupun do’anya kepada penulis.

7. Sahabat-sahabat terbaik Purnomo, Marlina Indah, Ricco Syahputra, dan
Zhaviera Fetriza yang telah banyak menghibur penulis, dan memberikan
semangat serta teman-teman keluarga Avenzoar FKH 45 IPB yang telah
menjadi bagian hidup dari penulis selama ini.
8. Anggota Himpunan Keluarga Rembang di Bogor (HKRB) yang selalu
memberikan inspirasi dan telah menjadi keluarga pertama penulis saat
mengawali studi di IPB.
9. Keluarga besar wisma Rizky: Mas Putut (Uut), Pakdhe (Ardhinta), Mas
Rizki, Mas Dian, Sondung (Ferry), Dawing (Danang), Divo, dan Pandu,
keluarga satu atap yang senantiasa memberikan bantuan selama ini.

xiv

10. Mas Wawan dan keluarga serta anggota kru Wawan Copy Center (WCC):
Bian, Supri, Dani, Yasin, Eko, Ede, Nia (Poci) yang telah memberikan
bantuan dalam penyelesaian skripsi ini
11. Semua pihak yang telah membantu secara langsung maupun tidak
langsung dalam penelitian ini
Penulis menyadari penyusunan skripsi ini tidak luput dari kekurangan,
namun penulis masih berharap skripsi ini dapat bermanfaat bagi masyarakat serta

ilmu pengetahuan, khususnya dibidang kedokteran hewan.
Bogor, Juli 2013

Moh. Mursyid Fachrudin

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tujuan
Manfaat
TINJAUAN PUSTAKA
Luak / Common Palm Civet
Darah
Leukosit
Pembentukan Leukosit (Leukositopoiesis)
Neutrofil
Basofil

Eosinofil
Limfosit
Monosit
Gambaran Differensial Leukosit Luak Thailand
METODE PENELITIAN
Waktu dan Tempat Penelitian
Tahap Persiapan dan Adaptasi
Alat dan Bahan Penelitian
Metode Penelitian
Protokol Penelitian
Analisa Data
HASIL dan PEMBAHASAN
Leukosit
Neutrofil
Basofil
Eosinofil
Limfosit
Monosit
Indeks Stress
SIMPULAN dan SARAN
Simpulan
Saran
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
RIWAYAT HIDUP

xvi
xvi
xvi
1
1
1
1
2
2
3
3
3
4
5
5
6
6
7
8
8
8
8
8
9
9
10
10
11
12
12
13
14
15
16
16
16
17
19
25

xvi

DAFTAR TABEL
1. Jumlah Total dan Jenis Leukosit Luak Thailand
7
2. Persentase Differensial Leukosit Luak Thailand
7
3. Rata-rata Jumlah Total dan Jenis Leukosit Luak Jawa Jantan dan Betina 10
DAFTAR GAMBAR
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12
13.
14.
15.
16.
17.
18.

Luak
Skema perkembangan myelosit dan perkembangan limfosit
Neutrofil
Basofil
Eosinofil
Limfosit
Monosit
Protokol Penelitian
Profil leukosit luak Jawa jantan dan betina selama 7 minggu
Neutrofil mamalia dan neutrofil pada preparat ulas darah luak Jawa
dengan perbesaran mikroskop 1000x
Profil neutrofil luak Jawa jantan dan betina selama 7 minggu
Eosinofil mamalia dan eosinofil pada preparat ulas darah luak Jawa
dengan perbesaran mikroskop 1000x
Profil eosinofil luak Jawa jantan dan betina selama 7 minggu
Limfosit kucing/ mamalia dan limfosit pada preparat ulas darah luak
Jawa dengan perbesaran mikroskop 1000x
Profil limfosit luak Jawa jantan dan betina selama 7 minggu
Monosit mamalia dan monosit pada preparat ulas darah luak Jawa
dengan pebesaran mikroskop 1000x
Profil monosit luak Jawa jantan dan betina selama 7 minggu
Indeks stres luak Jawa jantan dan betina selama 7 minggu

2
4
5
5
6
6
7
9
11
12
12
13
13
14
14
15
15
16

DAFTAR LAMPIRAN
1. Hasil analisa 4 ekor luak Jawa jantan (Paradoxurus hermaphroditus)
pada pengambilan darah sebanyak 4 kali
19
2. Hasil analisa 4 ekor luak Jawa jantan (Paradoxurus hermaphroditus)
pada pengambilan darah sebanyak 4 kali
22

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Luak adalah salah satu jenis mamalia liar yang kerap ditemui di sekitar
pemukiman warga. Luak bersifat nokturnal (beraktivitas dimalam hari), dan
pemburu soliter (hidup menyendiri) (Patou et al 2008, Borah & Deka 2011). Pada
malam hari tidak jarang luak terlihat berjalan di atas atap rumah warga, meniti
kabel listrik untuk berpindah dari satu bangunan ke bangunan lain, atau bahkan
juga turun ke tanah di dekat dapur rumah. Hewan ini bersifat arboreal amat pandai
memanjat dan lebih kerap berkeliaran di atas pepohonan, meskipun sering pula
turun ke tanah untuk mencari makanannya. Pada siang hari luak lebih banyak
menghabiskan waktunya untuk beristirahat, kecuali jika dalam keadaan kelaparan
maka luak tersebut akan pergi keluar sarang untuk mencari makanan (Patou et al
2010).
Luak banyak dimanfaatkan oleh masyarakat sebagai hewan pemilih biji kopi
terbaik di Indonesia, biji kopi yang dihasilkan luak mencapai harga jutaan rupiah
per kilogramnya. Luak mampu memilih biji kopi terbaik dari pohonnya untuk
dimakan dan mikroba pada saluran pencernaannya mampu melakukan proses
fermentasi sehingga menambah citarasa yang enak pada kopi tersebut.
Pemanfaatan luak untuk memperoleh biji kopi ini merupakan potensi untuk
menjadikan luak sebagai hewan komoditas yang bernilai mahal. Namun demikian
penelitian mengenai fisiologis luak masih belum banyak dilakukan, terutama
untuk jenis luak yang hidup di Indonesia. Data fisiologis darah normal pada luak
dapat dijadikan dasar tindakan pencegahan maupun pengobatan terhadap penyakit
yang terjadi. Darah merupakan parameter yang dapat dipergunakan untuk melihat
status kesehatan. Sel darah putih merupakan sel yang berperan dalam sistem
kekebalan tubuh dan terdiri dari 5 jenis, yaitu neutrofil, basofil, eosinofil,
monosit, dan limfosit. Penelitian ini dilakukan untuk melihat gambaran sel darah
putih dan jenisnya pada luak Jawa yang didapatkan dari pengepul hewan di pasar
hewan Jatinegara.

Tujuan
Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh gambaran fisiologis leukosit luak
Jawa (paradoxurus hermaphroditus) beserta differensiasinya, yaitu basofil,
eosinofil, neutrofil, limfosit, dan monosit, kemudian dihitung indeks stressnya
dengan rumus rasio antara N/L.

Manfaat
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran leukosit beserta
differensiasi dari darah luak Jawa secara normal dan dapat digunakan sebagai
acuan untuk penelitian luak Jawa lebih lanjut lagi.

TINJAUAN PUSTAKA
Luak/ Common Palm Civet
Ada 11 spesies luak yang terdapat di Asia Tenggara dan 1 dari Afrika.
Hewan ini memiliki tubuh panjang dan kaki yang pendek, dengan moncong lancip
dan ekor sama panjang atau sedikit lebih panjang dari kepala dan tubuhnya.
Common palm civet dikenal juga sebagai Toddy cat. Salah satu yang banyak
dikenal adalah Paradoxurus hermaphroditus (Gambar 1). Luak memiliki warna
bervariasi dari abu-abu sampai coklat dengan 3 garis gelap di punggungnya dan
beberapa titik spot gelap di perut mereka yang kadang-kadang juga membentuk
garis yang kurang jelas (Salakij et al 2007, Navephap & Navephap 1998). Hewan
ini dapat ditemukan dari daratan India sampai Cina Selatan (Borah & Deka 2011).
Menurut Patou et al (2010) Paradoxurus hermaphroditus memiliki
taksonomi sebagai berikut:
Kingdom
: Animalia
Filum
: Chordata
Subfilum
: Vertebrata
Kelas
: Mammalia
Ordo
: Carnivora
Subordo
: Feliformia
Famili
: Viverridae
Subfamili
: Paradoxurinae
Genus
: Paradoxurus
Gambar 1 Luak (Purnomo 2012)
Spesies
: Paradoxurus hermaphroditus
Luak yang memiliki tingkah laku sebagai hewan liar, jika dilakukan
domestikasi atau pengandangan akan merasa tercekam sehingga kondisi ini dapat
meningkatkan tingkat stres pada luak. Menurut Borrel (2001), penangkapan
hewan dari alam liar merupakan faktor penting yang dapat menyebabkan hewan
mengalami stres. Stres adalah respon tubuh non spesifik terhadap setiap tuntutan
beban. Dengan kata lain, perubahan yang terjadi di sekitar tubuh akan membuat
tubuh mengadakan berbagai proses penyesuaian untuk mempertahankan bentuk
dan fungsi alat-alat tubuh. Gejala stres muncul jika perubahan yang terjadi telah
melewati ambang yang dapat ditolerir oleh tubuh (Davis et al 2008).
Parameter yang dapat digunakan sebagai tolak ukur kondisi stres
diantaranya adalah sikap atau tingkah laku luak yang berbeda dari keadaan
biasanya, pada kondisi ini luak akan lebih agresif untuk menyerang benda atau
apapun yang ada di sekitarnya, ataupun bahkan sebaliknya yaitu luak akan
menjadi penakut dengan berdiam terus di pojok kandang. Pada saat terjadinya
cekaman stres, tubuh akan merespon dengan mensekresikan katekolamin
(epinefrin dan norepinefrin) dari medula adrenal sebagai respon cepat terhadap
kondisi stres. Katekolamin berperan sebagai respon aktif tubuh untuk
mempersiapkan diri dalam mengatasi stres, contohnya dengan cara meningkatkan
curah jantung dan meningkatkan tekanan darah (Borrel 2001). Otak memberikan
respon terhadap stres dengan memberikan rangsangan terhadap saraf yang dapat
mengaktifkan sekresi corticotropin-releasing hormon (CRH) yang terdapat pada
inti paraventricular hipothalamus (Johnson et al 1992). CRH dapat merangsang
hipofisa anterior untuk mensekresikan adenocorticotropin hormon (ACTH) yang
kemudian dapat merangsang korteks adrenal untuk mensekresikan kortisol.

3

Berlebihnya hormon kortisol dalam tubuh juga dapat digunakan sebagai tolok
ukur terjadinya kondisi stres pada hewan. Selain tingkah laku dan hormon kortisol
yang berlebih, parameter yang dapat digunakan untuk mengetahui tingkat stres
adalah dengan mengukur perbandingan rasio antara neutrofil dan limfosit yaitu
dengan perbandingan (N/L). Menurut Kannan et al (2000) dilaporkan bahwa
indeks stres dapat ditentukan dari perbandingan antara persentase neutrofil dan
persentase limfosit (N:L ratio), pada hewan yang mengalami stres selalu
mempunyai rasio N:L diatas 1,5. Penghitungan rasio ini akan dapat diketahui jika
nilai neutrofil dan limfosit darah pada hewan telah didapatkan yaitu dengan cara
dilakukan penghitungan differensiasi leukosit terlebih dahulu.
Darah
Komponen darah terdiri dari cairan dan padatan yang berupa sel darah
merah, sel darah putih, dan trombosit. Sel darah merah (eritrosit) berfungsi dalam
transport O2 dan berperan penting dalam keseimbangan pH. Sel darah putih
(leukosit) berfungsi dalam sistem kekebalan tubuh yang diperankan oleh masingmasing jenis, yaitu neutrofil, eosinofil, basofil, monosit, dan limfosit. Platelet
(trombosit) dibutuhkan dalam proses hemostasis. Plasma (cairan darah) berfungsi
sebagai media transportasi elektrolit, nutrisi, metabolit, vitamin, hormon, gas, dan
protein (Despopoulos & Silbernagl 2003). Beberapa kasus penyakit dapat dikenali
dari pemeriksaan morfologi sel darah di bawah mikroskop sehingga dapat menjadi
petunjuk tentang penyakit tertentu (Hiremath et al 2010)
Leukosit
Leukosit merupakan komponen penting untuk sistem pertahanan tubuh,
yaitu mampu melawan agen infeksi yang berupa bakteri, cendawan, virus, dan
parasit (Stock & Hoffman 2000). Ketika terjadi infeksi, leukosit akan segera
bermigrasi dari dalam pembuluh darah menuju pada jaringan yang mengalami
infeksi tersebut dan melakukan proses inflamasi (Yadav et al 2003). Kadar
leukosit dalam tubuh hewan dapat menunjukkan kondisi fisiologis hewan
(Hiremath et al 2010). Leukosit terdiri dari basofil, eosinofil, neutrofil, limfosit,
dan monosit (Nussler et al 1999)
Pembentukan Leukosit (Leukositopoiesis)
Pada awalnya pembentukan darah diawali pada sumsum tulang (Kociba
2000). Pada Gambar 2 dijelaskan differensiasi stem sel menjadi mieloblast dan
limfoblast kemudian myeloblast dan limfoblast ini akan berdifferensiasi melalui
proses berbeda. Mieloblast akan berdifferensiasi menjadi neutrofil, eosinofil,
basofil, dan monosit, sedangkan limfoblast akan berdifferensiasi menjadi limfosit.
Proses yang terjadi pada mielosit diawali dengan pemecahan mielosit menjadi 2
bagian, yaitu promielosit dan monosit mielosit. Promielosit sebagian akan
berdifferensiasi menjadi megakariosit dan sebagian lagi akan pecah menjadi 3
bagian yaitu neutrofil mielosit, eosinofil mielosit, dan basofil mielosit. Neutrofil
mielosit akan terus berdifferensiasi menjadi neutrofil metamielosit muda, “band”
neutrofil, dan kemudian menjadi neutrofil, begitu juga dengan eosinofil mielosit
akan berdifferensiasi menjadi eosinofil metamielosit dan selanjutnya menjadi
eosinofil, pada perkembangan basofil mielosit akan berkembang menjadi basofil,
sedangkan monosit mielosit akan berdifferensiasi membentuk monosit.

4

Perkembangan limfoblast sendiri juga akan terus berdifferensiasi menjadi limfosit
(Guyton & Hall 2006).

Gambar 2 Skema perkembangan myelosit (kiri) dan perkembangan prolimfosit
(kanan).Keterangan: 1. Myeloblast; 2. Promyelosit; 3. Megakaryosit; 4.
Neutrofil myelosit; 5. Neutrofil metamyelosit muda; 6. “band” neutrofil
metamyelosit; 7. Neutrofi; 8. Eosinofil myelosit; 9. Eosinofil
metamyelosit; 10. Eosinofil; 11. Basofil myelosit; 12. Basofil; 13-16.
Pembentukan monosit (Guyton & Hall 2006)

Leukosit yang telah terbentuk dalam sumsum tulang terutama granulosit
akan disimpan dalam sumsum tulang sampai saat dibutuhkan dalam sirkulasi.
Kemudian jika dibutuhkan leukosit granulosit akan dilepaskan ke dalam sistem
sirkulasi tubuh (Guyton & Hall 2006).
Neutrofil
Neutrofil (Gambar 3) adalah jenis leukosit yang banyak terdapat dalam
sirkulasi, memiliki granul pada sitoplasmanya dan nukleus yang berlobus-lobus.
Granulnya berwarna pink yang sulit dilihat melalui mikroskop cahaya, yang
berakibat sitoplasma seperti terlihat bersih atau kosong. Nukleusnya memiliki
beberapa lobus yang dihubungkan oleh garis kromatin. Neutrofil berjumlah
sekitar 50-60% dari jumlah total leukosit (Davis et al 2008). Neutrofil memiliki
fungsi dalam proses fagositosis infeksi kuman patogen seperti bakteri atau zat
asing (seperti kristal asam urea yang dapat ditemukan pada sendi lutut) (Latifynia
et al 2009). Setiap material asing yang difagosit akan didegradasi oleh granul
neutrofil yang mengandung enzim lisozim dan mieloperoxidase (Lee et al 2003).
Neutrofil dikenal sebagai sel darah putih dengan aktivitas amoeboid dan
fagositosis yang tinggi karena daya tarik dan aktivasi bahan kemotaksis. Apabila

5

terjadi peradangan, maka neutrofil mampu keluar dari pembuluh darah menuju
tempat infeksi untuk memfagosit mikroorganisme (Hiremath et al 2010)

Gambar 3 Neutrofil (Hiremath et al 2010)

Basofil
Leukosit dengan persentase terkecil adalah basofil (Gambar 4), yaitu sekitar
0,5-3%, sehingga jarang ditemukan pada preparat ulas darah. Bentuk nukleus
basofil berubah-ubah, berlobus-lobus, atau bersegmen-segmen. Basofil juga
disebut leukosit polimorfonukleus karena nukleusnya yang memiliki bentuk yang
bervariasi. Namun sebutan ini lebih sering digunakan untuk neutrofil (Bacha &
Bacha 2000). Granul pada basofil tidak sebanyak granul pada eosinofil, tetapi
memiliki ukuran yang lebih bervariasi, sedikit padat, dan berwarna biru gelap atau
coklat (Eroschenko 2008).
Basofil memiliki beberapa fungsi penting, namun beberapa diantaranya
belum diketahui dengan pasti. Butir granul basofil mengandung heparin, histamin,
khondroitin sulfat, serotonin, dan beberapa faktor kemotaktik. Bahan-bahan ini
dapat menyebabkan reaksi jaringan dan pembuluh darah setempat yang
menyebabkan timbulnya alergi (Guyton & Hall 2006). Pada permukaan sel basofil
terdapat reseptor antibodi/imunoglobulin (Ig E). Pada reaksi imun, antigen akan
berikatan dengan antibodi tersebut pada permukaan sel basofil. Hal ini akan
mengakibatkan granul sel basofil pecah dan mensekresikan bahan aktifnya yang
berfungsi meningkatkan permeabilitas dan vasodilatasi pembuluh darah dan reaksi
hipersensitivitas kulit pada gigitan serangga.

Gambar 4 Basofil (Stock & Hoffman 2000)

Eosinofil
Eosinofil (Gambar 5) adalah jenis leukosit yang bersifat eosinofilik,
sehingga mudah dikenali dari sitoplasmanya yang berwarna eosinofilik (pink)
dengan granul yang jelas, dan besar. Nukleusnya memiliki 2 lobus, tetapi

6

terkadang juga ditemukan lagi lobus ketiga yang berukuran kecil. Eosinofil
berjumlah sekitar 2-4% dari jumlah total leukosit (Eroschenko 2008). Nukleus
eosinofil hampir menyerupai nukleus neutrofil, tetapi mempunyai jumlah lobus
yang lebih sedikit (Bacha & Bacha 2000). Eosinofil berperan dalam proses
inflamasi dan sistem pertahanan dalam melawan parasit (Davis et al 2008).

Gambar 5 Eosinofil (Stock & Hoffman 2000)

Limfosit
Limfosit (Gambar 6) diproduksi dalam tubuh oleh organ limfogen (Guyton
& Hall 2006) dan lebih banyak terdapat pada pembuluh darah limfatik daripada
dalam plasma darah (Hiremath et al 2010). Pada mamalia limfosit memiliki
jumlah sebesar 20-30% dari jumlah total leukosit. Limfosit memiliki fungsi yang
beragam dalam imunitas tubuh seperti memproduksi imunoglobulin dan
modulator pertahanan imun. Limfosit dapat dibedakan dalam limfosit B dan
limfosit T. Limfosit B berfungsi dalam kekebalan humoral yaitu akan
berdifferensiasi menjadi sel plasma untuk membentuk antibodi, sedangkan
limfosit T berperan dalam kekebalan seluler yaitu akan membentuk limfokin
(Guyton & Hall 2006). Jumlah limfosit dalam tubuh juga dapat dipengaruhi oleh
kadar kortisol dalam tubuh, seiring dengan kenaikan jumlah kortisol dalam tubuh
maka jumlah limfosit akan mengalami penurunan (Davis et al 2008). Kadar
kortisol yang berlebih dalam tubuh dapat menyebabkan immunosupresi, keadaan
ini menyebabkan limfosit akan berkurang dalam sistem sirkulasi, kortisol akan
menghambat sintesis DNA limfosit T dalam sumsum tulang (Kannan et al 2000).

Gambar 6 Limfosit (Prihirunkit et al 2007)

Monosit
Monosit (Gambar 7) memiliki jumlah sekitar 6% dari total leukosit dan
memiliki peran yang unik dalam sistem pertahanan, memilik inti berbentuk
menyerupai ginjal dan tidak bergranul (Hiremath et al 2010). Monosit dapat
mencapai tingkat dewasa pada saat monosit telah berubah menjadi makrofag,
monosit akan berubah menjadi makrofag bila terjadi infeksi yang membuat
monosit bermigrasi keluar dari pembuluh darah dan masuk ke dalam jaringan.

7

Makrofag banyak tersebar dalam organ-organ penting tubuh, seperti pada sinusoid
hati (sel Kupffer), sumsum tulang, alveoli paru-paru, lapisan serosa usus, sinus
limpa, limfonodus, kulit (sel Langerhans), sinovial (sel Synovial A), otak
(Mikroglia), atau lapisan endothel (misalnya glomerulus ginjal) (Despopoulos &
Sibernagl 2003). Monosit mempunyai enzim yang berguna untuk membantu
proses fagosit runtuhan sel jaringan dari reaksi peradangan yang kronik. Monosit
jaringan atau makrofag mempunyai kemampuan fagositosis yang lebih hebat dari
neutrofil, yang bahkan mampu untuk memfagosit 100 sel bakteri (Davis et al
2008))

Gambar 7 Monosit (Hiremath et al 2010)

Gambaran Differrensial Leukosit Luak Thailand
Penelitian yang pernah dilakukan terhadap jenis luak Paradoxurus
hermaphroditus pernah dilakukan terhadap 4 ekor luak di kebun binatang
Khawkeaw Thailand. Gambaran leukosit dan differensiasi luak dari Thailand
tersebut dapat dilihat pada Tabel 1 dan 2 dibawah.
Tabel 1 Jumlah total dan jenis leukosit luak Thailand
Parameter
Leukosit (x 109/l)
Neutrofil(x 109/l)
Band neutrofil
(x 109/l)
Eosinofil(x 109/l)
Basofil(x 109/l)
Limfosit(x 109/l)
Monosit(x 109/l)

4.000
0.800
0

7.70
5.621
0

Rata-rata
luak Jantan
5.85±2.62
3.21±3.41
0

0.640
0
3.120
0.240

0.847
0
0.847
0.385

0.744±0.146
0
1.983±1.607
0.313±0.103

Jantan (N=2)

7.10
2.414
0.071

6.25
2.500
0.062

Rata-rata
luak Betina
6.675±0.601
2.457±0.061
0.067±0.064

0.213
0.071
0.834
0.497

0.375
0.062
2.750
0.500

0.294±0.115
0.067±0.064
1.792±1.355
0.499±0.002

Betina (N=2)

Sumber: (Salakij et al 2007)
Tabel 2 Persentase differensial leukosit luak Thailand
Tipe Sel
Neutrofil
Band neutrofil
Eosinofil
Basofil
Limfosit
Monosit

Jantan (N=2)
20
73
0
0
16
11
0
0
78
11
6
5

Sumber: (Salakij et al 2007)

Betina (N=2)
34
40
1
1
3
6
1
1
54
44
7
8

Rata-rata
41.8±22.5
0.5±0.5
9±5.7
0.5±0.5
46.8±27.8
6.5±1.3

METODE PENELITIAN
Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Fisiologi, Departemen Fisiologi
Anatomi dan Farmakologi, Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor,
selama 7 minggu dari tanggal 2 September 2010 sampai dengan 15 Oktober 2010.
Tahap Persiapan dan Adaptasi
Penelitian ini menggunakan hewan coba luak Jawa Paradoxurus
hermaphroditus berjumlah 8 ekor dimana 4 ekor berjenis kelamin jantan dan 4
ekor lagi berjenis kelamin betina. Luak yang digunakan masih remaja dengan
kisaran umur di bawah 1 tahun dengan bobot badan rata-rata 2-2,5 kilogram. Luak
dapat dikatakan dewasa kelamin setelah berumur 1 tahun atau lebih (Borah &
Deka 2011). Selama penelitian dilakukan, luak dikandangkan di kandang
penelitian SHIGETA. Masing-masing luak dikandangkan terpisah dalam kandang
jepit berukuran 50cm x 75cm x 75cm. Kandang luak selalu dijaga kebersihannya
dengan pembersihan kotoran setiap hari. Luak diberi makanan buah pisang yang
menurut Wall (2006) pisang banyak mengandung asam askorbat, vitamin A, dan
mineral sebanyak 5-7 buah perekor tiap hari, selain buah pisang, luak juga diberi
makanan selingan daging ayam 3-4 potong/ekor tiap 2 hari dan juga diberi minum
ad libitum.
Alat dan Bahan Penelitian
Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu disposable syringes 3
ml, termos es, jarum suntik, gunting, tabung reaksi, pipet leukosit beserta
aspiratornya, objek glass, cover glass, kamar hitung Neubauer, mangkok keramik,
counter, parafilm, dan mikroskop.
Bahan yang digunakan adalah darah luak, giemsa, larutan turk, EDTA
(Ethyldiaminetetraceticacid) (Edward et al 2009), alkohol 70%, alkohol absolut,
methanol, es, minyak emersi, dan larutan xylol.
Metode Penelitian
a. Pengambilan darah
Pengambilan darah dilakukan sebanyak 4 kali dalam kurun waktu 7 minggu
yaitu pada minggu ke-1, 5, 6, dan 7, untuk lebih jelas dapat dilihat protokol
penelitian pada gambar 8. Sebelum dilakukan pengambilan darah, rambut luak
yang menutupi bagian permukaan paha dicukur menggunakan gunting untuk
memudahkan penentuan letak dari vena femoralis. Setelah diketahui letak vena
femoralis, darah diambil sebanyak ± 1 ml menggunakan dysposable syringes dan
kemudian darah dimasukkan ke dalam tabung reaksi yang sudah diberi
antikoagulan EDTA sebelumnya. Setelah itu darah dimasukkan ke dalam termos
es dan dibawa ke Laboratorium Fisiologi untuk dilakukan pemeriksaan lebih
lanjut.
b.

Penghitungan Jumlah Sel Darah Putih
Darah diisap menggunakan pipet leukosit dan aspiratornya sampai batas
garis 0,5 kemudian dilanjutkan dengan penambahan larutan pengencer turk

9

sampai batas garis 11. Campuran dalam pipet ini kemudian dihomogenkan dengan
mengocok pipet membentuk angka 8. Campuran diujung pipet yang tidak ikut
terkocok dibuang terlebih dahulu. Campuran yang sudah homogen tersebut
diteteskan kedalam kamar hitung dengan cara menempelkan ujung pipet pada
pertemuan antara dasar kamar hitung yang ditutup dengan cover glass.
Penghitungan butir-butir darah putih dilakukan pada kelima kotak yang terletak
diagonal pada 4 bujur sangkar besar disudut kamar hitung hasilnya x 50 butir/mm 3
darah (Eggen et al 2001).
c.

Pembuatan Sediaan Apus Darah dan Differensiasi BDP
Darah diteteskan pada ujung salah satu object glass yang telah disediakan,
kemudian ulas dengan object glass yang lain kemudian keringkan dan difiksasi
selama 5 menit dalam methanol. Setelah difiksasi, direndam dalam zat warna
Giemsa selama 30 menit kemudian dicuci dengan air mengalir secara perlahanlahan untuk menghilangkan sisa zat warna yang tidak ikut mewarnai sediaan,
sediaan apus darah kemudian dikeringkan.
Sediaan apus darah yang telah diberi pewarnaan kemudian diamati dibawah
mikroskop dengan perbesaran objektif 100x dan okuler 10x untuk menghitung
jumlah differensiasi sel darah putih hingga jumlah total yang teramati mencapai
jumlah 100. Setelah dilakukan presentase differensiasi leukosit, nilai absolut dari
masing-masing jenis leukosit ditentukan dengan cara mengalikan presentase
tersebut dengan jumlah total leukosit (Eggen et al 2001).
d. Penghitungan Indeks Stress
Setelah diketahui masing-masing jumlah differensiasi leukosit, kemudian
jumlah ini dapat digunakan dalam penghitungan indeks stress luak Jawa dengan
menggunakan perbandingan (N/L) (Kannan et al 2000).
Protokol Penelitian

Gambar 8 Protokol Penelitian
Analisa Data
Data yang diperoleh dianalisa dengan menggunakan analisa sidik ragam
(Anova) kemudian dilanjutkan dengan uji wilayah berganda Duncan (Duncan’s
Multiple Range Test) dengan menggunakan program software SPSS 16.0.

10

HASIL dan PEMBAHASAN
Luak yang digunakan dalam penelitian ini adalah luak Jawa yang
didapatkan dari pengepul hewan di pasar hewan Jatinegara. Selama minggu
pertama sampai ketiga luak terus berada di pojok kandang dan merespon untuk
menyerang saat diberi makan dan dibersihkan kandangnya dengan menabrak dan
menggigit jeruji kandang, kondisi ini diduga luak sedang mengalami kondisi stres.
Selama masa adaptasi dilakukan pengamatan visual dan didapatkan luak masih
memiliki gigi yang berukuran kecil dan berbentuk runcing. Luak dewasa memiliki
empat buah gigi premolar atas dan gigi molar atas, berdasarkan hal tersebut luak
yang digunakan dalam penelitian masih berumur muda dibawah 12 bulan (Patou
et al 2010, Borah & Deka 2011). Pada minggu keempat luak sudah tampak tidak
stres dan sudah mengalami adaptasi ditunjukkan dengan pola tingkah laku luak
tidak lagi berusaha menyerang saat diberi pakan dan nafsu makannya juga mulai
membaik dengan sisa pakan yang sedikit.
Sampel darah diambil saat minggu pertama dan dilanjutkan pada minggu
kelima, enam, dan tujuh saat luak sudah mengalami adaptasi dengan lingkungan
yang baru. Hasil analisa leukosit dan jenis leukosit darah luak Jawa jantan dan
betina disajikan pada Tabel 3.
Tabel 3. Rata-rata jumlah total dan jenis leukosit luak Jawa jantan & betina
Jantan
Betina
Parameter
(N=4)
(N=4)
Leukosit (x103/mm3) 3.33±0.86
2.83±0.70
Neutrofil (x103/mm3) 1.01±0.47
0.68±0.30
Eosinofil (x103/mm3) 0.16±0.18
0.04±0.05
Basofil (x103/mm3)
0.00±0.00
0.00±0.00
3
3
Limfosit (x10 /mm )
2.06±0.42
2.05±0.59
Monosit (x103/mm3)
0.09±0.06
0.06±0.06
Indeks Stres (N/L)
0.49±0.18
0.37±0.22
Leukosit
Pola fluktuasi jumlah leukosit luak Jawa jantan dan betina yang diambil
selama 7 minggu yaitu pada minggu 1, 5, 6, & 7 disajikan pada Gambar 9. Pada
pengambilan darah pertama didapatkan gambaran jumlah leukosit yang cukup
tinggi dibandingkan pengambilan darah kedua, hal ini diduga karena luak berada
dalam tingkat stres yang cukup tinggi akibat proses penangkapan dari alam liar,
stres dapat menaikkan salah satu jenis leukosit yang akibatnya juga akan
menaikkan jumlah total leukosit dalam tubuh luak. Tetapi pada pengambilan
darah kedua jumlah leukosit mulai menurun, penghitungan secara statistik juga
menunjukkan adanya perbedaan nyata antara pengambilan darah pertama dan
kedua ini. Pada pengambilan darah ketiga didapatkan gambaran darah luak yang
mulai naik secara perlahan hingga pengambilan darah keempat, keadaan ini
diduga dapat menunjukkan jumlah yang sama pada kondisi normal luak Jawa
pada umumnya.
Perbandingan keseluruhan rata-rata jumlah leukosit luak Jawa jantan dan
betina berada dibawah rata-rata jumlah leukosit luak jantan dan betina Thailand,

11

yaitu sebanyak 3.33x103/mm3 pada luak Jawa jantan dan 2.83x103/mm3 pada luak
Jawa betina, sedangkan pada luak Thailand jantan memiliki rata-rata 5.85x109/l
dan 6.68x109/l pada luak betinanya. Hal ini dimungkinkan karena terdapat
perbedaan umur pada luak yang diteliti, dimana luak Jawa yang digunakan masih
berumur kurang dari 12 bulan.

Gambar 9 Profil Leukosit
Luak Jawa jantan dan
luak Jawa betina
selama 7 minggu. Keterangan: superskrip dengan huruf yang sama
pada baris yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada taraf
5% (p