Uji Imunomodulator Ekstrak Etanol Jinten Hitam (Nigella sativa L.) Terhadap Jumlah Total Leukosit, Persentase Limfosit, Persentase Monosit Dan Kadar Interleukin-1β Pada Mencit BALB/c

(1)

UJI IMUNOMODULATOR EKSTRAK ETANOL

JINTEN HITAM (

Nigella sativa

L.) TERHADAP

JUMLAH TOTAL LEUKOSIT, PERSENTASE

LIMFOSIT, PERSENTASE MONOSIT DAN KADAR

INTERLEUKIN-

1β PADA MENCIT BALB/c

SKRIPSI

ZIKRIAH

NIM.108102000069

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

PROGRAM STUDI FARMASI

JAKARTA

MEI 2014


(2)

UJI IMUNOMODULATOR EKSTRAK ETANOL

JINTEN HITAM (

Nigella sativ

a L.) TERHADAP

JUMLAH TOTAL LEUKOSIT, PERSENTASE

LIMFOSIT, PERSENTASE MONOSIT DAN KADAR

INTERLEUKIN-

PADA MENCIT BALB/c

SKRIPSI

Diajukan sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Farmasi (S.Far)

ZIKRIAH

NIM.108102000069

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

PROGRAM STUDI FARMASI

JAKARTA

MEI 2014


(3)

(4)

(5)

(6)

Program Studi : Farmasi

Judul : Uji Imunomodulator Ekstrak Etanol Jinten Hitam (Nigella sativa L.) Terhadap Jumlah Total Leukosit, Persentase

Limfosit, Persentase Monosit Dan Kadar Interleukin-1β

Pada Mencit BALB/c

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efek imunomodulator ekstrak etanol jinten hitam yang diberikan pada mencit BALB/c dengan dosis 125 mg/kgBB, dosis 250 mg/kgBB dan dosis 500 mg/kgBB melalui parameter jumlah total leukosit, persentase limfosit, persentase monosit dan kadar interleukin 1β. Uji total leukosit, limfosit dan monosit dilakukan dengan cara mencit diberikan ekstrak etanol jinten hitam selama 14 hari berturut - turut. Sampel darah diambil pada hari ke – 7, hari ke – 14 dan hari ke – 21. Hasil penelitian menunjukkan pemberian ekstrak etanol jinten hitam pada mencit mampu mempengaruhi jumlah total leukosit dan persentase limfosit dengan hasil berbeda nyata (p<0,05) tetapi tidak mampu mempengaruhi persentase monosit. Uji interleukin 1β dilakukan dengan cara mencit diberikan ekstrak etanol jinten hitam selama 5 hari berturut – turut. Pada hari kelima, dua jam setelah pemberian ekstrak etanol jinten hitam diberikan LPS 20 μg/mencit dan 6 jam kemudian diambil sampel darah. Hasil dari penelitian menunjukkan dosis 250mg/kg mampu menekan kadar interleukin 1β

yang diinduksi lipopolisakarida tetapi secara uji statistik Kruskal-Wallis

menunjukkan hasil tidak berbeda nyata (P>0,05). Kata kunci: jinten hitam, leukosit, interleukin 1β


(7)

Name : Zikriah

Nim : Pharmacy

Title : Immunomodulatory Effect Of Black Cumin Ethanol Extract (Nigella sativa L.) in Levels Of Leukocytes , Lymphocytes,

Monocytes And Interleukin - 1β In Mice BALB/c

This aims of this study was to determine the immunomodulatory effects from ethanol extract of black cumin in mice. Mice are given ethanol extract of black cumin dose 125 mg/kgBB, 250 mg/kg and 500 mg/kgBB through parameters the total number of leukocytes ,percentage of lymphocytes, percentage of monocytes and levels of interleukin 1β. The test of total leukocytes, percentage of lymphocytes and percentage of monocytes was done by using mice that given ethanol extract of black cumin for 14 days. Blood samples were taken 7th day, 14th day and 21th day. The results showed that ethanol extract of black cumin in mice were able to influence the total number of leukocytes and the percentage of lymphocytes with results significant different (p<0.05) but not able influence the percentage of monocytes. Test interleukin 1β was done by using mice that given ethanol extract of black cumin for 5 consecutive days. On the fifth day, two hours after administration of ethanol extract, mice are given LPS 20 μg/mice and 6 hours later blood sample was taken. The results showed that dose 250 mg/kg suppressed levels of interleukin 1β induced by lipopolysaccharide but the statistical analisis Kruskal-Wallis were not significant different (P>0.05)

Keyword: black cumin, leukocytes, interleukin 1β


(8)

berkat dan Rahmat-Nya, Saya dapat menyelesaikan skripsi ini. Penulisan skripsi ini dilakukan dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk mencapai gelar Sarjana Farmasi pada Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

Saya menyadari bahwa tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak, dari masa perkuliahan sampai penyusunan skripsi ini, sangantlah sulit bagi saya untuk menyelesaikan skripsi ini. Oleh Karena saya mengucapkan terima kasih kepada :

1) Ibu Farida Sulistiawati, M.Si, Apt selaku pembimbing pertama dan Ibu drh. Rr. Bhintarti S. Hastari, M.Biomed selaku pembimbing kedua, yang memiliki andil besar dalam proses penelitian dan penyelesain tugas akhir saya, semoga segala bantuan dan bimbingan ibu mendapat imbalan yang baik dari ALLAH SWT.

2) Kementrian Agama RI selaku pemberi beasiswa, sehingga penulis dapat menempuh pendidikan di Program Studi Farmasi Fakultas kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

3) Bapak Prof. DR. (hc) dr. M.K Tadjudin Sp.And, selaku Dekan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Univeritas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

4) Bapak Drs Umar Mansur M.Sc, selaku ketua Program Studi Farmasi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Univeritas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

5) Bapak dan Ibu dosen dan karyawan yang telah memberikan bimbingan dan bantuan selama saya menempuh pendidikan di Program Studi Farmasi Fakultas kedokteran dan Ilmu Kesehatan Univeritas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta

6) Kak Eris, drh. Dewi, mbak Rani serta staf laboratorium Farmasi yang telah membantu dan membimbing selama penelitian


(9)

yang selalu memberikan inpirasi dan kebahagian.

8) Teman – teman farmasi, rekan – rekan CSS MoRA 2008, dan sahabat – sahabatku Fafa, Aam, Mamyu, Vany, Eva, Aye dan Nia yang selalu menjadi sahabat disaat suka duka dimasa perkuliahan.

Penulis menyadari bahwa masih ada kekurangan dalam penyusunan skripsi ini sehingga kritik dan saran dari para pembaca sangat diharapkan untuk menjadikan skripsi ini lebih baik lagi. Akhir kata, saya berharap Allah Swt membalas segala kebaikan, semua pihak yang telah membantu. Semoga skripsi ini membawa manfaat bagi pengembangan ilmu.

Ciputat, Februari 2014 Penulis


(10)

(11)

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ... ii

HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS ... iii

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... iv

HALAMAN PENGESAHAN ... v

ABSTRAK ... vi

ABSTRACT ... vii

KATA PENGANTAR ... viii

HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI ... xi

DAFTAR ISI ... xii

DAFTAR TABEL ... xiv

DAFTAR GAMBAR ... xv

DAFTAR LAMPIRAN ... xvi

BAB 1. PENDAHULUAN ... 1

1.1Latar Belakang ... 1

1.2Rumusan Masalah ... 3

1.3Hipotesis ... 3

1.4Tujuan Penulisan ... 3

1.5Manfaat Penulisan ... 4

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA ... 5

2.1Jinten Hitam (Nigella sativa L.) ... 5

2.2Sistem Imun ... 9

2.3Sitokin ... 13

2.4Interleukin – 1β ... 13

2.5Leukosit ... 15

2.6ELISA ... 18

2.7Lipopolisakarisa ... 20

BAB 3. METODOLOGI PENELITIAN ... 22

3.1Tempat dan Waktu Penelitian ... 22

3.2Bahan... 22

3.3Alat ... 22

3.4Hewan Uji ... 22

3.5Prosedur Penelitian... 23

3.5.1 Pembuatan Suspensi Na-CMC ... 23

3.5.2 Aklitimasi Hewan Uji ... 23

3.5.3 Uji Peningkatan Total Leukosit, Limfosit dan Monosit... 23

3.5.4 Uji Kadar Interleukin 1β ... 23

3.5.5 Pengambilan Darah ... 25

3.5.6 Perhitungan Total Leukosit ... 25

3.5.7 Analisa Persentase Monosit dan Persentase Limfosit ... 26

3.5.8 Pengukuran Kadar IL-1β ... 26

3.5.9 Analisa Statistik ... 27

BAB 4. PEMBAHASAN ... 28

4.1Leukosit ... 27

4.2Monosit ... 32

4.3Limfosit ... 35


(12)

4.4Interleukin 1β ... 36 BAB 5. KESIMPULAN DAN SARAN ... 40 DAFTAR PUSTAKA ... 41


(13)

DAFTAR TABEL

2.1Kandungan kimia biji Nigella sativa L secara umum ... 8

2.2Kandungan kimia minyak Nigella sativa L ... 9

2.3Kandungan biji nutrisi biji Nigella sativa L per 100 gram ... 9

3.1 Data perlakuan hewan uji untuk uji total leukosit, limfosit dan monosit... 22

3.2 Data Perlakuan untuk uji kadar interleukin IL - 1β ... 23

5.1Hasil Jumlah Total Leukosit (per mm3) ... 27

5.2Hasil Persentase Monosit (per mm3) ... 30

5.3Hasil Persentase Limfosit (per mm3) ... 33

5.4Rata – Rata Kadar IL-1β ... 36


(14)

DAFTAR GAMBAR

2.1 Nigella sativa L ... 6

2.2Struktur kimia kandungan aktif minyak Nigella sativa L ... 7

2.3Struktur Thymoquinone ... 11

2.4Gambaran umum sistem imun ... 15

3.1Skema pembacaan diferensiasi leukosit ... 25

5.1Perbandingan nilai total leukosit setiap kelompok... 29

5.2Perbandingan nilai differensial monosit setiap kelompok ... 31

5.3Perbandingan nilai differensial limfosit setiap kelompok ... 33

5.4Perbandingan kadar Interleukin 1β ... 35


(15)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Surat Keterangan Hewan Uji ... 48

Lampiran 2. Alat dan Bahan yang digunakan ... 49

Lampiran 3. Alur Penelitian ... 51

Lampiran 4. Pembuatan Larutan Uji ... 52

Lampiran 5.Kegiatan Penelitian ... 54

Lampiran 6. Gambar Pemeriksaan Total Leukosit, Monosit dan Limfosit... 55

Lampiran 7. Jumlah Total Leukosit, Persentase Monosit Dan Limfosit Hari 7 ... 56

Lampiran 8. Jumlah Total Leukosit, Persentase Monosit Dan Limfosit Hari 14 ... 63

Lampiran 9. Jumlah Total Leukosit, Persentase Monosit dan Limfosit Hari 2 ... 70

Lampiran 10. Hasil Uji Normalitas Total Leukosit Hari 7 ... 71

Lampiran 11. Hasil Uji Nonparametik Kruskal-Wallis Data total leukosit hari 7 ... 72

Lampiran 12. Hasil Uji Uji Mann-Whitney Data total leukosit hari 7 ... 73

Lampiran 13. Hasil Uji Normalitas Total Leukosit Hari 14 ... 74

Lampiran 14. Hasil Uji Homogenitas Data total leukosit hari 14 ... 75

Lampiran 15. Hasil Uji Nonparametik Kruskal-Wallis Data total leukosit hari 14 ... 76

Lampiran 16. Hasil Uji Mann-Whitney Data Total Leukosit hari 14 ... 71

Lampiran 17. Hasil Uji Normalitas Total Leukosit Hari 21 ... 75

Lampiran 18. Hasil Uji Homogenitas Data total leukosit hari 21 ... 76

Lampiran 19. Hasil Uji ANOVA Data Total Leukosit Hari 21 ... 77

Lampiran 20. Hasil Uji Post Hoc Data Total Leukosit hari 21 ... 78

Lampiran 21. Hasil Uji Normalitas Monosit Hari 7 ... 79

Lampiran 22. Hasil Uji Homogenitas Data monosit hari 7 ... 80

Lampiran 23. Hasil Uji ANOVA Data Monosit hari 7 ... 81

Lampiran 24. Hasil Uji Normalitas Monosit Hari 14 ... 82

Lampiran 25. Hasil Uji Homogenitas Data Monosit Hari 14 ... 83

Lampiran 26. Hasil Uji ANOVA Data Monosit hari 14 ... 84

Lampiran 27. Hasil Uji Normalitas Monosit Hari 21 ... 85

Lampiran 28. Hasil Uji Homogenitas Data Monosit Hari 21 ... 86

Lampiran 29. Hasil Uji ANOVA Data Monosit hari 21 ... 87

Lampiran 30. Hasil Uji Post Hoc Data Monosit Hari 21 ... 88

Lampiran 31. Hasil Uji Normalitas Limfosit Hari 7 ... 89

Lampiran 32. Hasil Uji Homogenitas Data limfosit hari 7 ... 90

Lampiran 33. Hasil Uji Nonparametik Kruskal-Wallis Data limfosit hari 7 ... 91

Lampiran 34. Hasil Uji Mann-Whitney Data Limfosit hari 7 ... 92

Lampiran 35. Hasil Uji Normalitas Limfosit Hari 14 ... 95

Lampiran 36. Hasil Uji Homogenitas Data limfosit hari 14 ... 96

Lampiran 37. Hasil Uji Nonparametik Kruskal-Wallis Data limfosit hari 14 ... 97

Lampiran 38. Hasil Uji Mann-Whitney Data Limfosit hari 14 ... 98

Lampiran 39. Hasil Uji Normalitas Data Limfosit hari 21 ... 102

Lampiran 40. Hasil Uji Homogenitas Data limfosit hari 21 ... 103

Lampiran 41. Hasil Uji ANOVA Data Limfosit hari 21 ... 104

Lampiran 42. Hasil Uji Post Hoc Data Limfosit hari 21... 105

Lampiran 43. Hasil Uji Normalitas Total Leukosit Kontrol ... 106

Lampiran 44. Hasil Uji Nonparametik Kruskal-Wallis Total Leukosit Kontrol ... 107

Lampiran 45. Hasil Uji Normalitas Total Leukosit Dosis Rendah ... 108

Lampiran 46. Hasil Uji Homogenitas Data Total Leukosit Dosis Rendah ... 109

Lampiran 47. Hasil Uji ANOVA Data Total Leukosit Dosis Rendah ... 110


(16)

Lampiran 48. Hasil Uji Normalitas Total Leukosit Dosis Sedang ... 111

Lampiran 49. Hasil Uji Homogenitas Data total Leukosit Dosis Sedang ... 112

Lampiran 50. Hasil Uji ANOVA Data Total Leukosit Dosis Sedang ... 113

Lampiran 51. Hasil Uji Post Hoc Data Total Leukosit Dosis Sedang ... 114

Lampiran 52. Hasil Uji Normalitas Total Leukosit Dosis Tinggi ... 115

Lampiran 53. Hasil Uji Homogenitas Data Total Leukosit Dosis Tinggi ... 116

Lampiran 54. Hasil Uji ANOVA Data Total Leukosit Dosis Tinggi ... 117

Lampiran 55. Hasil Uji Normalitas Monosit Kontrol ... 118

Lampiran 56. Hasil Uji Homogenitas Data Monosit Kontrol ... 119

Lampiran 57. Hasil Uji Nonparametik Kruskal-Wallis Data Monosit Kontrol ... 120

Lampiran 58. Hasil Uji Mann-Whitney Data Monosit Kontrol ... 121

Lampiran 59. Hasil Uji Normalitas Monosit Dosis rendah ... 123

Lampiran 60. Hasil Uji Homogenitas Data Monosit Dosis Rendah ... 124

Lampiran 61. Hasil Uji Nonparametik Kruskal-Wallis Monosit Dosis Rendah ... 125

Lampiran 62. Hasil Uji Normalitas Monosit Dosis Sedang ... 126

Lampiran 63. Hasil Uji Homogenitas Data Monosit Dosis Sedang ... 127

Lampiran 64. Hasil Uji ANOVA Data Monosit Dosis Sedang ... 128

Lampiran 65. Hasil Uji Normalitas Monosit Dosis Tinggi ... 129

Lampiran 66. Hasil Uji Homogenitas Data Monosit Dosis Tinggi ... 130

Lampiran 67. Hasil Uji Nonparametik Kruskal-Wallis Monosit Dosis Tinggi ... 131

Lampiran 68. Hasil Uji Normalitas Limfosit Kontrol ... 132

Lampiran 69. Hasil Uji Homogenitas Data Limfosit Kontrol ... 133

Lampiran 70. Hasil Uji Nonparametik Kruskal-Wallis Data Limfosit Kontrol ... 134

Lampiran 71. Hasil Uji Normalitas Limfosit Dosis Rendah ... 135

Lampiran 72. Hasil Uji Homogenitas Data Limfosit Dosis Rendah ... 136

Lampiran 73. Hasil Uji ANOVA Data Limfosit Dosis Rendah... 137

Lampiran 74. Hasil Uji Normalitas Limfosit Dosis Sedang ... 138

Lampiran 75. Hasil Uji Homogenitas Data Limfosit Dosis Sedang ... 139

Lampiran 76. Hasil Uji ANOVA Data Limfosit Dosis Sedang ... 140

Lampiran 77. Hasil Uji Post Hoc Data Limfosit Dosis Sedang ... 141

Lampiran 78. Hasil Uji Normalitas Limfosit Dosis Tinggi ... 142

Lampiran 79. Hasil Uji Homogenitas Data Limfosit Dosis Tinggi ... 143

Lampiran 80. Hasil Uji ANOVA Data Limfosit Dosis Tinggi ... 144

Lampiran 81. Uji Interleukin 1 β ... 145


(17)

1.1 Latar Belakang

Indonesia merupakan negara kepulauan yang tersusun dari 17.508 pulau beriklim tropis heterogen berada di antara dua benua dan dua samudra juga kaya akan fauna dan flora. Iklim tropis juga sangat cocok untuk pertumbuhan berbagai makhluk hidup termasuk bakteri dan agen pembawa penyakit lainnya. Adanya agen pembawa penyakit ini menyebabkan sistem imun melemah sehingga menimbulkan berbagai penyakit (Sukowati, 2010).

Sistem imun merupakan sebuah mekanisme yang digunakan tubuh untuk mempertahankan keutuhan tubuh sebagai perlindungan terhadap bahaya yang ditimbulkan berbagai benda asing atau antigen. Sistem imun adalah gabungan sel, molekul dan jaringan yang berperan dalam resistensi terhadap infeksi. Sistem imun diperlukan untuk mempertahankan keutuhan tubuhnya terhadap bahaya yang dapat ditimbulkan berbagai bahan dalam lingkungan hidup (Baratawidjaja, 2009).

Pemakaian obat tradisional masih banyak digunakan dalam meningkatkan kesehatan masyarakat di Indonesia meski sekarang sudah banyak orang menggunakan obat–obatan modern sebagai pelengkap tetapi obat tradisional masih mempunyai kedudukan khusus dalam masyarakat. Pengobatan secara tradisional berdasarkan pada upaya untuk mengembalikan dan memperkuat penyembuhan secara alami (Donatus, 1983).

Salah satu tanaman yang dipercaya dapat meningkatkan sistem imun adalah jinten hitam (Nigella sativa L.) atau yang lebih dikenal di

masyarakat dengan habbatus saudah dan merupakan spesies famili

Ranunculaceae yang berasal dari mediterrania. Minyak jinten hitam mengandung thymoquinon (TQ), dithymquinon (DTQ), nigellon, thymohydroquinon (THQ), dan thymol (THY). Kandungan lainnya adalah saponin, alkaloid, lemak, karbohidrat, protein, mineral, vitamin dan sembilan asam amino essensial. (Salem et al., 2005).


(18)

Selama berabad-abad biji dari tanaman jinten hitam telah digunakan sebagai obat herbal untuk meningkatkan kesehatan dan melawan penyakit terutama di Timur tengah dan Asia Tenggara (Gilani et al., 2004). Jinten hitam dikenal sebagai salah satu herbal dalam

pengobatan nabi atau thibun nabawi. Dalam kitab Shahih Bukhari Muslim,

Abu Hurairah r.a. berkata bahwa dia pernah mendengar Rasullah S.A.W. bersabda sebagai berikut :

Hadits riwayat Abu Hurairah Radhiyallahu’anhu: Rasulullah Shallallahu alaihi wassalam bersabda: Sesungguhnya pada jinten hitam itu terdapat obat untuk segala macam penyakit kecuali kematian.

Beberapa penelitian telah dilakukan mengenai efek imunomodulator dari ekstrak etanol jinten hitam, salah satunya adalah penelitian Suhatri et al. (2010) dimana pemberian ekstrak etanol biji jinten

hitam (Nigella sativa L.) tehadap mencit yang telah diberikan antigen

suspensi eritrosit kambing 5% dapat meningkatkan titer antibodi dengan dosis 50 mg/kg BB, 100 mg/kg BB, dan 200 mg/kg BB dan dapat meningkatkan jumlah limfosit, dan monosit serta menurunkan jumlah neutrofil segmen dengan sangat signifikan (P<0,01).

Pada penelitian Suhatri pemberian ekstrak etanol jinten hitam dilakukan terhadap mencit yang telah diinduksi antigen, sementara itu belum diketahui data pengujian efek imunomodulator ekstrak etanol jinten hitam terhadap mencit tanpa pemberian antigen. Pada penelitian ini dilakukan uji imunomodulator dengan pemberian ekstrak etanol jinten hitam tanpa pemberian antigen dengan melihat parameter jumlah total leukosit, persentase limfosit dan persentase monosit.

Penelitian lain mengenai ekstrak etanol jinten hitam adalah penelitian Michel et al. (2010) yang menunjukkan bahwa ekstrak etanol

jinten hitam dapat menurunkan kadar IL-1β pada mencit yang diinduksi


(19)

kerusakan hati dengan CCl4. Interleukin-1β (IL-1β) sangat poten sebagai sitokin pro inflamasi dan terlibat pada berbagai respons melawan antigen. Pada proses inflamasi sistem imun akan melepaskan sitokin pro inflamasi yaitu : IL-1β, Il-6 dan TNF-α. (Omar, 2001).

Pada penelitian ini akan dilihat pengaruh ekstrak etanol jinten

hitam terhadap efek penekanan interleukin 1β pada mencit yang diinduksi

dengan lipopolisakarida. Lipopolisakarida merupakan komponen dinding sel bakeri yang menstimulasi respons inflamasi dengan mengaktivasi sitokin pro inflamasi (Manu dan Kuttan, 2008).

1.2 Perumusan Masalah

1. Apakah ekstrak etanol jinten hitam dapat mempengaruhi jumlah total leukosit, persentase limfosit, persentase monosit serta kadar IL- 1β? 2. Berapa dosis ekstrak etanol jinten hitam yang dapat mempengaruhi

jumlah total leukosit, persentase limfosit, persentase monosit serta kadar IL- 1β?

1.3 Hipotesis

Ekstrak etanol jinten hitam dapat mempengaruhi jumlah total leukosit, persentase limfosit, persentase monosit serta kadar IL- 1β.

1.4 Tujuan Penelitian

Mengetahui pengaruh pemberian ekstrak etanol jinten hitam terhadap jumlah IL- 1β pada mencit yang diberi lipopolisakarida dan mengetahui efek imunomodulator ekstrak etanol jinten hitam yang diberikan pada mencit BALB/c melalui parameter total leukosit.


(20)

1.5 Manfaat Penelitian

1. Mengetahui respon sistem imun mencit melalui gambaran total leukosit, persentase limfosit dan persentase monosit yang diberi ekstrak etanol jinten hitam.

2. Menyiarkan pengobatan thibun nabawi dan menjadi acuan untuk

pengembangan sediaan imunostimulant dari ekstrak etanol jinten hitam.


(21)

2.1 Deskripsi Jinten Hitam (Nigella sativa L.) 2.1.1 Klasifikasi

Berdasarkan ilmu taksonomi, klasifikasi tanaman jinten hitam adalah sebagai berikut (Depkes RI, 1979):

Kingdom : Plantae Subkingdom : Traceabionta Divisi : Spermatophyta Subdivisi : Magnoliophyta

Kelas : Magnoliopsida dicotyledon Subkelas : Magnoliidae

Ordo : Ranunculales Famili : Ranunculaceae Genus : Nigella Linn.

Spesies : Nigella sativa.

Nama lain Nigella sativa L. adalah : Kalonji (bahasa Hindi),

Kezah (Hebrew), Hamushka (Rusia), Habbatus Sauda’ (Arab), Siyah daneh (Persian), Fennel Flower / Black Carraway / Nutmeg Flower / Roman Coriander / Black Onian Seed (English), atau Jinten Hitam (Indonesia).

2.1.2 Morfologi

Jinten hitam merupakan tanaman herba tahunan, tegak, dengan tinggi berkisar antara 30 sampai 60 cm. Daun berbentuk lanset, linearis,

ujung lancip. Daun berwarna hijau keabu-abuan, halus dan berbulu. Bunga berwana hijau pucat ketika muda dan biru terang ketika masak, kemudian menjadi biru pucat atau putih. Daun bagian bawah bertangkai dan bagian atas duduk. Daun membalut bunga kecil. Kelopak bunga ada lima, bundar telur, ujungnya agak meruncing sampai agak tumpul, pangkal mengecil membentuk sudut yang pendek dan besar. Mahkota bunga pada umumnya


(22)

delapan, agak memanjang, lebih kecil dari kelopak bunga, berbulu jarang dan pendek.

Gambar 2.1 Jinten Hitam

Bibir bunga dua, bibir bagian atas pendek, lanset, ujung memanjang berbentuk benang, ujung bibir bunga bagian bawah berbentuk tumpul. Benang sari banyak, gundul. Kepala sari jorong dan sedikit tajam, berwarna kuning. Buah berbentuk bulat telur atau agak bulat. Buah memiliki kapsul nektar yang banyak, umumnya 10 dan berbentuk seperti saku. bulat. Biji hitam, trigonal, panjang 1,5-3 mm dengan permukaan kasar dan bagian dalam berwarna putih berminyak. Biji memiliki rasa sedikit pahit dan pedas dengan tekstur renyah (Peter, 2004).

2.1.3 Budidaya, Ekologi dan penyebaran (Depkes, 1979)

Tanaman ini diperbanyak dengan biji. Di Indonesia tanaman ini belum dibudidayakan secara umum. Tumbuh dari daerah Levant ke arah timur Samudra Indonesia sebagai gulma semusim. Bagian tanaman yang digunakan biji.

2.1.4 Kandungan Kimia

Kandungan kimia dari biji jinten hitam minyak atsiri (0,5 – 1,6 %) meliputi nigellon, thymoquinon (TQ), thymol, carvacrol, α dan β-pipene, d-limoene, d-citronellot, thymohydroquinon, dithymoquinon, 4 - terpineol dan p-cymene. Asam lemak (35.6 – 41,6 %) yaitu asam linoleat, asam


(23)

linolenat, asam miristat, asam arakidonat, asam palmitat, asam oleat, sterol dan asam stearat. Protein (22.7%) Asam amino meliputi albumin, globulin, lisin, leusin, isoleusin, valin, glisin, alanin, fenilalanin, arginin, asparagin, cystine, asam glutamat, asam aspartat, prolin, serin, treonin, triptopan dan tirosin. Mineral seperti Fe, Na, Cu, Zn, P, dan Ca.

Gambar 2.2 Struktur kimia kandungan aktif minyakjinten hitam TQ, DTQ, THY, dan THQ (Salem, 2005)

Jinten hitam mengandung vitamin seperti asam askorbat, tiamin, niasin, piridoksin, asam folat dan gizi (Gilani et al., 2004). Alkaloid

meliputi indazol nigellicine, isoquinolin nigellimin dan N – Oksidannya dan indozol alkaloid nigellidin (Tahir, 2006). Monosakarida dalam bentuk glukosa, ramnosa, xilosa dan arabinosa (Salem et al., 2005)

Tabel 2.1 Kandungan kimia biji jinten hitam secara umum

Kandungan % (w/w)

Oil 3 – 35,5

Protein 16-19,9

Karbohidrat 33-34

Serat 4,5-6,5

Kadar Abu 3,7-7


(24)

Saponin 0,013

Kadar Air 5-7

Sumber : Tahir dan Bakeet, 2006

Tabel 2.2 Kandungan kimia minyak jinten hitam

Kandungan % (w/w)

Asam Linoleat 44,7-56

Asam Oleat 20,7-24,6

Asam Linolenat 0,6-1,8

Asam Arakidonat 2-3

Palmitoleic Acid 3

Eicosadienoic Acid 2-2.5

Asam Palmitat 12-14,3

Asam Stearat 2,7-3

Asam Miristat 0,16

Sumber: Tahir dan Bakeet, 2006)

Tabel 2.3 Kandungan nutrisi biji jinten hitam per 100 gram

Kandungan Biji Eropa Biji Etopia

Kadar Air (g) 4 6,6

Protein (g) 22 13,8

Lemak (g) 41 32,2

Karbohidrat (g) 17 –

Serat (g) 8 16,4

Kadar Abu (g) 4,5 7,5

N (g) – 2,2

Na (g) 0,5 –

Kalium (g) 0,5 –

Kalsium (g) 0,2 0,5

P (g) 0,5 0,6

Besi (mg) 10 17

Vitamin B1 (mg) 1,5 0,62

Niacin (mg) 6 9,5

Sumber: Peter, 2004


(25)

2.1.5 Farmakologi

Berdasarkan penelitian – penelitian yang telah dilakukan jinten hitam memiliki aktivitas farmakologi sebagai berikut :

a. Sistem imun

Berdasarkan penelitian Suhatri et al., (2008) pemberian ekstrak

etanol biji jinten hitam dapat meningkatkan titer antibodi pada mencit dengan dosis 50 mg/kg BB, 100 mg/kg BB, dan 200 mg/kg BB dan dapat meningkatkan jumlah limfosit dan monosit serta menurunkan jumlah neutrofil segmen dengan sangat signifikan (P<0,01), namun tidak terhadap sel eosinofil dan neutrofil batang.

b. Anti histamin

Minyak jinten hitam yang dapat menurunkan kadar IgE, jumlah eosinofil dan kortisol endogen di dalam plasma dan urin pada penderita asma (Salem et al., 2005)

c. Anti atherogenik

Jinten hitam menghasilkan efek antiatherogenic dengan menurunkan LDL secara signifikan dan meningkatkan kadar HDL kolesterol pada tikus (Buriro et al., 2011).

d. Anti mikroba

Hasil penelitian menunjukkan 90.3 % dari methichilin-resistant

Sthaphylococcus aureus (MRSA) sensitif terhadap ekstrak jinten hitam

dengan konsentrasi 5 mg/dics. Hal ini mengindikasikan jinten hitam dapat menghambat efek dari MRSA (Aslam et al., 2011).

2.2 Sistem Imun

Sistem imun adalah gabungan sel, molekul, dan jaringan yang berperan dalam resistensi terhadap infeksi. Imunitas adalah resistensi terhadap penyakit terutama infeksi. Reaksi yang dikoordinasi sel – sel, molekul – molekul dan bahan lainnya terhadap mikroba disebut respons imun. Sistem imun tubuh diperlukan untuk mempertahankan keutuhannya terhadap bahaya yang dapat ditimbulkan berbagai bahan dalam lingkungan hidup (Baratawidjaja, 2009).


(26)

Imunitas (kekebalan) merupakan terminologi yang digunakan untuk respons spesifik dari sistem imun. Kekebalan terhadap infeksi, baik yang terbentuk mengikuti paparan organisme penyebab maupun yang dapat dirangsang secara buatan dengan imunisasi terutama untuk resiko paparan. (Underwood, 1996).

Mekanisme sistem imun diklasifikasikan menjadi sistem imun non spesifik dan sistem imun spesifik

2.2.1 Sistem imun non spesifik a. Pertahanan fisik

Pertahanan fisik terdiri dari kulit yang utuh dan epitel lapisan mukus yang dalam kondisi normal tidak dapat ditembus mikrobial. Disamping itu, gerakan dapat membuang mikroorganisme, seperti pada reflek batuk, bersin dan muntah, bersama – sama dengan gerakan yang konstan seperti bergetarnya silia pada traktus respiratorius dan peristaltik usus (Underwood, 1996).

b. Pertahanan biokimia

Lisozim dalam keringat, ludah, air mata dan air susu ibu melindungi tubuh terhadap berbagai kuman gram positif dapat menghancurkan lapisan peptidoglikan dinding bakteri. Air susu ibu mengandung laktosidase dan asam neuraminik yang bersifat antibakteri terhadap E. coli dan asam dalam saluran pencernaan oleh enzim proteolitik

dan cairan empedu dalam usus halus; dan oleh asiditas vagina. Zat kimia ini membentuk lingkungan yang tidak nyaman untuk bakteri yang bukan flora normal (Baratawidjaja, 2009).

c. Pertahanan humoral

Sistem imun nonspesifik menggunakan berbagai molekul larut. Molekul larut tertentu diproduksi di tempat infeksi atau cedera dan berfungsi lokal. Molekul tersebut antara lain adalah peptide antimikroba seperti defensing, katelisidin dan IFN dengan efek antiviral. Faktor larut lainnya diproduksi di tempat yang lebih jauh dan dikerahkan ke jaringan sasaran melalui sirkulasi seperti komplemen, protein fase akut, mediator


(27)

asal fosfolipid dan sitokin seperti IL-1, IL-6, dan TNF – α (Baratawidjaja, 2009).

d. Pertahanan Selular

Fagosit, sel NK, sel mast dan eosinofil berperan dalam sistem imun nonspesifik selular. Sel – sel sistem imun tersebut dapat ditemukan dalam sirkulasi atau jaringan. Fagositosis adalah garis pertahanan kedua tubuh terhadap agen infeksius. Pertahanan ini terdiri dari proses penelanan dan pencernaan mikroorganisme serta toksin setelah berhasil menembus tubuh (Baratawidjaja, 2009).

2.2.2 Sistem Imun Spesifik a. Humoral

Pemeran utama dalam sistem sel imun spesifik humoral adalah sel B atau limfosit B. Sel B berasal dari sel asal multipoten di sumsum tulang. Sel B yang dirangsang oleh benda asingkan berpoliferasi, berdiferensiasi dan berkembang menjadi sel plasma yang memproduksi antibodi. Antibodi yang dilepaskan dapat ditemukan di dalam serum (Baratawidjaja, 2009). b. Selular

Limfosit T atau sel T berperan pada sistem imun spesifik selular. Sel T berasal dari sumsum tulang tetapi proliferasi dan diferensiasinya terjadi dalam timus atas pengaruh berbagai faktor asal timus. Sel T terdiri dari beberapa subset sel dengan fungsi yang berlainan yaitu CD4+ (Th1,

Th2), CD8+ ( CTL/Tc ) dan Ts ( sel Tr / Th. )


(28)

Gambar 2.4 Gambaran umum sistem imun (Baratawidjaja, 2009) Fungsi sistem imun spesifik selular adalah pertahanan terhadap bakteri yang hidup intraselular, virus, jamur, parasit dan keganasan. Sel CD4+ mengaktifkan sel Th yang selanjutnya mengaktifkan makrofag

untuk menghancurkan mikroba. Sel CD8+ memusnahkan sel terinfeksi.

(Baratawidjaja, 2009) 2.2.3 Imunomodulator

Imunomodulator adalah obat yang diharapkan dapat mengembalikan, memperbaiki dan mengembalikan ketidakseimbangan sistem imun yang fungsinya terganggu atau menekan fungsinya yang berlebihan. Imunorestorasi dan imunostimulasi disebut imunopotensiasi atau up regulation, sedangkan imunosupresi disebut down regulation.

Imunorestorasi ialah suatu cara untuk mengembalikan fungsi sistem imun yang terganggu dengan memberikan berbagai komponen sistem imun, seperti immunoglobulin dalam bentuk ISG, HSG, plasma, plasmapheresis, leukopheresis, transparansi sumsum tulang, hati dan timus (Baratawidjaja, 2009).

Imunostimulan atau imunopotensiasi adalah cara memperbaiki fungsi sistem imun dengan menggunakan imunostimulan yaitu bahan yang merangsang sistem imun. Bahan yang disebut imunostimulator yaitu UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


(29)

hormon timus, limfokin, interferon, antibodi monoklonal, ekstrak leukosit, bahan asal bakteri dan jamur juga bahan sintetik seperti levamisol, isoprinosin, muramil dipeptida dan lain-lain. Imunosupresi merupakan suatu tindakan untuk menekan respons imun. Kegunaannya di klinik terutama pada transplantasi untuk mencegah reaksi penolakan dan pada berbagai penyakit inflamasi yang menimbulkan kerusakan atau gejala sistemik, seperti autoimun atau autoinflamasi. Bahan yang berfungsi sebagai imunosupresi seperti steroid (glukokortikoid dan kortikosteroid), cytosan, metotreksat dan lain-lain. (Baratawidjaja, 2009).

2.3 Sitokin

Sitokin merupakan protein pemberi sinyal intraselular yang bekerja secara lokal dengan parakrin atau autokrin dengan terikat pada reseptor yang memiliki afinitas dan memacu reaktivitas sistem imun, baik pada imunitas spesifik atau nonspesifik. Sitokin diproduksi oleh makrofag atau monosit (monokin), limfokin (limfosit), sel – sel endotel, hepatosit, sel – sel epitel keratinosit, dan firoblas. Sitokin jika dijumpai dalam sirkulasi, biasanya terdapat dalam konsentrasi pikogram permililiter (pg/mL) (Baratawidjaja, 2009; Isselbacher et al., 1999).

Sitokin berperan dalam imunitas nonspesifik dan spesifik dan mengawali, mempengaruhi dan meningkatkan respon nonspesifik. Makrofag diransang oleh IFN-γ, TNF-α, dan IL – 1 disamping juga memproduksi sitokin – sitokin tersebut. IL – 1, IL – 6, TNF-α, merupakan sitokin proinflamasi dan inflamasi spesifik (Baratawidjaja, 2009).

2.4 Interleukin – 1 (IL – 1 )

Pada tahun 1970 diketahui bahwa makrofag penyaji antigen juga melepaskan sebuah faktor telarut, interleukin-1, yang mengaktifkan limfosit – T dan menginduksi produksi sebuah faktor sekunder, interleukin-2, yang meransang proliferasi dan produksi immunoglobulin oleh limfosit – B. Pembebasan faktor – faktor ini berfungsi untuk melipatgandakan dan menunjang respon imun (Bloom, 1994).

Interleukin-1 dahulu dikenal sebagai leukocyte activating factor

(LAF), B cell activator factor (BAF), mononuclear cell factor (MCF),


(30)

leucocyte endogenous mediator (LEM), hemeopoetin-1 dan sejumlah

nama lain, tetapi dengan ditemukan antibodi terhadap IL-1 dan rekombinan IL-1, saat ini nama IL-1 diberikan pada subtansi ini. Monosit atau makrofag yang disebut sel kupffer, sel Langerhans, sel dendritik maupun makrofag yang terdapat dalam paru – paru, limpa atau tempat lain, merupakan sumber utama IL-1. IL-1 juga dapat disintesis oleh hampir semua sel berinti yang lain, tetapi tidak oleh eritrosit. Saat ini sudah diketahui bahwa fungsi utama IL-1 adalah mediator respons inflamasi pejamu pada imunitas bawaan (Kresno, 1996)

Interleukin adalah bagian dari sitokin yang disintesis oleh limfosit, monosit dan sel – sel lain yang merangsang pertumbuhan sel T, sel B dan sel hematopoiesis. Interleukin 1 sampai interleukin 18 mempunyai fungsi biologis yang variasi (Cruse dan Lewis, 2003). IL-1 adalah sitokin yang diproduksi terutama dengan aktivasi mononuklear fagosit yang berfungsi sebagai mediator inflamasi pada respon imun nonspesifik, meningkatkan proliferasi sel Th dan pertumbuhan serta diferensiasi sel B (Abbas dan Licthtman, 2004)

Interleukin – 1 terdiri dari dua bentuk yaitu α dan β. Keduanya berikatan pada reseptor yang sama dan memiliki aktivitas biologi yang sama termasuk berinteraksi dengan sel endotel untuk meningkatkan pengaturan ekspresi molekul adhesi pada sel endotel, menstimulasi produksi kemokin oleh sel endotel dan makrofag juga menginduksi sintesis protein fase akut oleh hepar. IL α dan β mempunyai kesamaan berat molekul umum kurang lebih 17,5 kDa dan mempunyai 26 % asam amino yang homolog (Abbas dan Licthtman, 2004; Isselbacher et al.,

1999)

Fungsi utama IL – 1 adalah sama dengan TNF, yaitu mediator terhadap infeksi dan ransangan lain. IL – 1 bersama TNF berperan pada imunitas nonspesifik. Sumber utama IL – 1 yaitu fagosit mononuklear yang diaktifkan, makrofag, sel – sel endotel, sel dendritik, sel – sel Langerhans. Efek biologis IL – 1 sama seperti TNF yang tergantung dari jumlah yang diproduksi (Baratawidjaja, 2009; Johnson et al., 2011).


(31)

Dampak biologis IL-1 bergantung pada jumlah sitokin yang dilepaskan pada kadar rendah fungsi utamanya adalah sebagai mediator inflamasi lokal, misalnya berinteraksi dengan sel endotel untuk meningkatkan koagulasi dan meningkatkan ekspresi molekul permukaan yang membantu adhesi leukosit. Dalam kadar tinggi IL-1 masuk ke dalam sirkulasi dan melancarkan efek endokrin, misalnya menyebabkan demam, menginduksi sintesis protein fase akut oleh hepar dan mengawali kakeksia. IL-1 berfungsi meningkatkan pertumbuhan dan diferensiasi limfosit, disamping itu IL-1 merangsang secara nonspesifik ekspresi berbagai reseptor antigen pada permukaan sel sehingga secara tidak langsung meningkatkan respons imun spesifik. (Kresno, 1996)

Daya kerja imunologik utama interleukin – 1 yaitu meransang reseptor IL-2 muncul dalam sel – sel T, meningkatkan pengaktifan sel B, menginduksi timbulnya demam, reaktan fase akut dan IL – 6. Meningkatkan resistensi nonspesifik, (Johnson et al., 2011).

Interleukin-1β sangat poten sebagai sitokin pro inflamasi dan terlibat pada berbagai respons melawan antigen. Pada proses inflamasi sistem imun akan melepaskan sitokin pro inflamasi yaitu : IL-1β, Il-6 dan TNF-α. (Omar, 2001). IL-1β dikeluarkan oleh peripheral blood mononuklear jika terkena agen inflamasi. Ketika dikeluarkan ke dalam

darah IL-1β memiliki aktivitas yang luas dan berperan dalam penyakit inflamasi (Haq et al., 1999). IL-1β, tetapi tidak IL-1α berpotensi ssebagai

aktivator respons imun humoral dan dan IL-Ra mempunyai peran penting dalam mengatur fungsi sistem imun (Nakae et al., 2001).

2.5 Leukosit

Leukosit merupakan sel darah yang memiliki nukleus dan tidak bewarna dalam keadaan segar. Bentuknya bulat dalam peredaran darah, tetapi berupa sel ameboid pleimorfik dalam jaringan, atau pada substrat padat invivo. Leukosit terdiri dari leukosit leukosit granular atau leukosit nongranular. Leukosit granular terdiri dari eosinofil, basofil, dan neutrofil. Leukosit bergranular terdiri dari dari limfosit dan monosit. Jumlah leukosit dalam sirkulasi berkisar antara 5000 sampai 9000 permilimeter kubik


(32)

darah, tetapi jumlah ini bervariasi sesuai umur, bahkan pada waktu yang berbeda sepanjang hari. Jumlah leukosit dalam jaringan dan organ sangat besar tetapi tidak dapat dihitung. Variasi kecil jumlah leukosit tidak mempunyai arti klinik, tetapi adanya infeksi dalam tubuh, meningkatkan leukosit sampai 20.000 bahkan 40.000 permilimeter kubik darah. Jumlah relatif berbagai jenis leukosit, disebut hitung jenis leukosit, biasanya cukup konstan: neutrofil 55-60%; eosinofil 1-3%; basofil 0.07%; limfosit 22-33% dan monosit 3-7% . (Bloom, 1994).

Leukosit berfungsi untuk melindungi tubuh terhadap invasi benda asing, termasuk bakteri dan virus. Sebagian besar aktivitas leukosit berlangsung dalam jaringan dan bukan dalam aliran darah. Pelepasan zat kimia oleh jaringan yang rusak menyebabkan leukosit bergerak mendekati (kemotaksis positif) atau menjauhi (kemotaksis negatif) sumber zat. Semua lekosit adalah fagositik, tetapi kemampuan ini lebih berkembang pada neutrofil dan monosit. Setelah diproduksi di sumsum tulang, leukosit bertahan kurang lebih satu hari dalam sirkulasi sebelum masuk ke jaringan. Sel ini tetap dalam jaringan selama beberapa hari, beberapa minggu, atau beberapa bulan, bergantung jenis leukositnya. Infeksi atau kerusakan jaringan mengakibatkan peningkatan jumlah leukosit. (Sloane, 1995)

2.6 Limfosit

Sebanyak 20% dari semua leukosit dalam sirkulasi darah orang dewasa merupakan limfosit yang terdiri dari sel B dan sel T yang merupakan kunci pengontrol sitem imun. Biasanya sel limfosit hanya memberikan reaksi terhadap zat asing tetapi tidak terhadap selnya sendiri (Baratawidjaja, 2009).

Struktur limfosit mengandung nukleus bulat bewarna biru gelap yang berkeliling lapisan tipis sitoplasma. Ukurannya bervariasi; ukuran

terkecil 5 μm sampai 8 μm; ukuran terbesar 15 μm. Limfosit berasal dari sel – sel batang sumsum tulang merah, tetapi melanjutkan differensiasi dan proliferasinya dalam organ lain. (Sloane, 1995)


(33)

Tabel 2.4 Limfosit yang berperan dalam respon imun spesifik (Baratawidjaja, 2009)

Jenis Sel Fungsi Sel Produk Fungsi Produk B Produksi antibodi

Presentasi antigen

Antibodi Neutralisasi Opsonisasi Lisis sel

Th2 Meningkatkan

prosuksi antibodi oleh sel B

Meningkatkan Tc Aktif

Sitokin 3, IL-4, IL-5, IL-10, IL-13

Membantu sel B dan Tc

Th1 Mengawali dan

meningkatkan inflamasi

IL-2, IFN γ , TNF

Mediator inflamasi

Tr Menurukan produksi

antibodi sel B

Menurunkan sel T aktif Faktor suppressor Suppress Th akibatnya mensupress B dan Tc juga

Tc Lisis sel target

antigenic

IFN γ

Perforin

Meningkatkan ekspresi MHC Aktivasi sel NK Merusak

Membran sel target

NKT Pemusnahan sel

sasaran

IL-4,IFN γ

2.7 Monosit

Monosit mencapai 3 % sampai 8 % dari jumlah total leukosit dan merupakan sel darah terbesar, diameternya rata – rata berukuran 12 μm – 18 μm. Nukleus besar berbentuk telur atau seperti ginjal, yang dikelilingi sitoplasma bewarna biru keabuan pucat. Monosit sangat aktif. Sel ini siap UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


(34)

bermigrasi melalui pembuluh darah. Jika monosit telah meninggalkan aliran darah, maka sel ini menjadi histiosit jaringan (makrofag tetap) (Sloane, 1995). Monosit berperan sebagai APC, mengenal, menyerang mikroba, dan sel kanker dan juga memproduksi sitokin, mengerahkan pertahanan sebagai respon terhadap infeksi (Baratawidjaja, 2009).

2.8 Enzyme Linked Immunosorbent Assay ( Elisa )

Elisa adalah pemeriksaan yang praktis dan sensitif untuk menemukan antibodi. Antigen mula – mula diikat benda padat kemudian ditambah antibodi yang dicari. Setelah itu ditambahkan lagi antigen yang bertanda enzim, seperti peroksidase dan fosfatase. Akhirnya ditambahkan subtrat kromogen yang bila bereaksi dengan enzim dapat menimbulkan warna. Perubahan warna yang terjadi sesuai dengan jumlah enzim yang diikat dan sesuai pula dengan kadar antibodi yang dicari (Baratawidjaja, 2009; Johnson et al., 2011).

Prinsip dasar teknik ELISA adalah interaksi total antara antigen dan antibodi yang teradsorpsi secara pasif pada permukaan fase padat (permukaan microwellplate) yang terbuat dari plastik (polipropilen atau

polietilen). Hasil interaksi yang berupa lapisan monomolekuler tersebut kemudian direaksikan dengan enzim peroksidase yang telah dikonyugasikan dengan avidin. Enzim peroksidase yang terikat kemudian akan bereaksi dengan larutan 2,2’-azino-bis-3ethylbenzothiozoline-6-sulfonic acid (ABTS) yang ditambahkan dan membentuk warna hijau. Warna hijau ini intensitasnya dapat diukur secara visual atau dengan alat spektrofotometer. Makin banyak antigen yang berinteraksi dengan antibodi makin tinggi intensitas warnanya. (Sumartini et al., 2002)

Interaksi antara antigen dan antibodi dapat terjadi karena ikatan hidrogen antara gugus – gugus bermuatan yang terdapat pada keduanya, selanjutnya terjadi ikatan elektrostatik yang timbul karena muatan listrik yang muncul kemudian karena interaksi keduanya. Ikatan Van Der Waals

juga timbul karena muatan listrik yang muncul kemudian karena interaksi keduanya. Ikatan Van Der Waals juga timbul karena muatan positif dan

negatif antara kelompok gugus pada antigen dan antibodi. Hasil interaksi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


(35)

antigen dan antibodi ini akhirnya akan menghasilkan molekul air. Jadi agar interaksi terjadi maksimum maka molekul air dalam microwellplate

sedapat mungkin dihindarkan keberadaannya. Setiap tahapan reaksi tersebut diatas selesai maka selalu diikuti dengan pencucian larutan garam jadi kelebihan pereaksi antibodi atau antigen akan terbuang bersama larutan garam. Oleh karena itu bila tidak ada antigen dan antibodi yang berinteraksi secara spesifik, reaksi selanjutnya takkan terjadi dan warna yang diharapkan timbul tak ada (Sumartini et al., 2002)

1. Direct ELISA

Antigen ditambahkan sehingga teradsorbsi pada fase padat selama proses inkubasi. Setelah diikunbasi, antigen yang tidak terikat pada fase padat dicuci. Antibodi yang spesifik terhadap antigen yang telah dilabel dengan enzim (konjugasi) ditambahkan dan diinkubasi. Konjugat akan berikatan dengan antigen pada fase padat. Selanjutnya konjugat yang tidak terikat dicuci. Kemudian ditambahkan substrat atau kromogen. Sehingga menghasilkan warna melalui proses katalisis enzim. Perubahan warna yang terjadi diukur menggunakan spektrofotometer (Crowther, 2001).

2. Indirect ELISA

Antigen ditambahkan sehingga teradsorbsi pada fase padat selama proses inkubasi. Antibodi ditambahkan dan diinkubasi kemudian antibodi akan mengikat antigen spesifik pada fase padat. Antibodi yang tidak terikat dengan antigen fase padat dicuci. Kemudian Antibodi yang telah dilabel enzim (konjugat) berupa antibodi antispesies ditambahkan, sehingga semua antibodi yang terikat dengan antigen akan diikat selanjutnya diinkubasi dan konjugat yang berlebih dicuci. Substrat ditambahkan untuk mengikat konjugat dan setelah terjadi perubahan warna, reaksi dihentikan. Kemudian warna yang terjadi dibaca pada spektrofometer (Crowther, 2001)


(36)

3. Direct Sandwich ELISA

Antibodi ditambahkan sehingga teradsorbsi pada fase padat selama proses inkubasi Antibodi yang bebas dicuci. Kemudian antigen ditambahkan lalu diinkubasi sehingga antigen berikatan dengan antibodi selama proses inkubasi dan antigen yang tidak terikat dicuci. Kemudian ditambahkan konjugat antibodi yang sama atau berbeda dengan antibodi pada fase padat. Setelah ditambahkan konjugat diinkubasi, konjugat bebas dicuci. Penambahan substrat sampai terjadi perubahan warna kemudian reaksi dihentikan dan diukur kuantitas warnanya menggunakan spektrofotometer (Crowther, 2001).

4. Indirect Sandwich

Antibodi ditambahkan sehingga teradsorbsi pada fase padat selama proses inkubasi. Antibodi yang bebas dicuci selanjutnya ditambahkan antigen. Antigen akan berikatan dengan antibodi pada fase padat selama proses inkubasi lalu antigen yang tidak terikat dicuci. Selanjutnya ditambahkan antibodi (Ab2) yang berbeda dengan antibodi pada fase padat. Kemudian diinkubasi, Ab2 bebas dicuci. Konjugat antispesies ditambahkan yang dapat mengikat serum yang berasal dari spesies yang sama dengan Ab2 tetapi tidak dapat bereaksi dengan antibodi fase padat. Lalu ditambahkan substrat sampai terjadi perubahan warna kemudian reaksi dihentikan dan diukur dengan spektrofotometer (Crowther, 2001).

2.9 Lipopolisakarida

Lipolisakarida merupakan salah satu lapisan dinding sel bakteri Gram negatif yang tersusun atas dua lapisan lipid, polisakarida, dan protein. Lipid dan polisakarida terikat pada lapisan luar dari membrane terluar membentuk struktur lipopolisakarida. Polisakarida dalam LPS tersusun atas dua bagian, yaitu polisakarida inti dan O-polisakarida. Bagian lipid dalam lipopolisakarida disebut dengan lipid A. Bagian lipid A tersebut merupakan bagian yang toksik dalam lipopolisakarida (Madigan, 2003).


(37)

Lipopolisakarida merupakan komponen dinding sel bakeri yang menstimulasi respons inflamasi dengan mengaktivasi sitokin pro inflamasi (Manu dan Kuttan, 2008)


(38)

3.1 Tempat dan Waktu Peneltian

Laboratorium Farmasi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Proses penelitian dimulai sejak bulan September hingga Desember 2013.

3.2 Bahan

Bahan – bahan yang digunakan dalam penelitian adalah Na CMC 0,5%, kit ELISA untuk IL-1β (Boster Biological Technology), ekstrak etanol jinten hitam (Arifiani AA. 2012), lipopolisakarida (Sigma-Aldrich), larutan Giemsa, larutan Turk, minyak emersi, methanol, dan aquades.

3.3 Alat

Alat – alat yang digunakan yaitu timbangan hewan, kandang mencit beserta tempat makan dan minum, sonde, sentrifugator (Hettich Zentrifugen), timbangan, alat gelas, mikropipet, tabung EDTA 1ml, tabung Eppendorf, hemositometer yang terdiri dari pipet pengencer dan kamar hitung Neubauer, gelas objek, cover glass, kotak preparat, dan

mikroskop cahaya.

3.4 Hewan Uji

Hewan uji yang digunakan dalam penelitian ini adalah mencit galur BALB/c berumur 6 – 8 minggu dengan berat badan 20 – 23 gram yang diperoleh dari UGM.

Diberikan makan berupa berupa butiran (pellet) dan minuman ad libitum.


(39)

3.5 Prosedur Penelitian

3.5.1 Pembuatan Supensi Na-CMC 0.5 %

Lima ratus miligram Na-CMC ditimbang, kemudian dilarutkan dalam sebagian akuades hangat, diaduk dan ditambah akuades sambil terus diaduk memakai batang pengaduk. Setelah larut semua sisa akuades ditambahkan sampai didapatkan volume larutan Na-CMC 100 ml dengan memakai labu takar 100 ml.

3.5.2 Aklitimasi Hewan Uji

Hewan uji terlebih dahulu diadaptasikan (aklitimasi) terhadap lingkungan selama 2 minggu. Hewan uji terdiri dari mencit galur BALB/c setiap kelompok terdiri dari 5 hewan uji. Menurut WHO minimal hewan uji untuk satu kelompok uji adalah 5 ekor.

3.5.3 Uji Peningkatan Total Leukosit, Persentase Limfosit dan Monosit Mencit BALB/c sebanyak 24 ekor dibagi dalam 4 kelompok perlakuan berdasarkan dosis ektrak etanol jinten hitam yang diberikan. Pemberian ekstrak diberikan selama 14 hari berturut secara oral. Setiap hari ke – 7, hari ke 14 dan hari ke 21. Darah diambil melalui pleksus retro orbital mata mencit.

Tabel 3.1. Kelompok untuk uji total leukosit, limfosit dan monosit

No Kelompok Perlakuan Pengambilan

Darah 1. Kontrol diberikan Na-CMC 0.5% 0.5

ml/kgBB selama 14 hari berturut - turut

Hari ke - 7, ke - 14, dan Ke 21 2. Dosis

Rendah

diberikan ekstrak etanol jinten hitam 125 mg/kgBB selama 14 hari berturut – turut

Hari ke - 7, ke - 14, dan Ke 21 3. Dosis

Sedang

diberikan ekstrak etanol jinten hitam 250 mg/kgBB selama 14 hari berturut – turut

Hari ke - 7, ke - 14, dan Ke 21 4. Dosis

Tinggi

diberikan ekstrak etanol jinten hitam 500 mg/kgBB selama 14 hari berturut – turut

Hari ke - 7, ke - 14, dan Ke 21


(40)

3.5.4 Uji Kadar Interleukin 1β (IL-1β)

Pada uji kadar IL-1β dilakukan pemberian ekstrak etanol jinten hitam secara oral dengan dosis 125 mg/kgBB, 250 mg/kgBB dan 500 mg/kgBB. Selanjutnya pada hari ke – 5, dua jam setelah pemberian ekstrak etanol jinten hitam diberikan LPS 20 μg/mencit. Darah mencit diambil 6 jam kemudian, melalui pleksus retro orbital mata mencit (Manu dan Kuttan, 2008).

Tabel 3.2 Data Perlakuan untuk uji kadar IL - 1β

No Kelompok Perlakuan Pengambilan

darah 1. Kontrol diberikan Na-CMC 0.5% 0.5

ml/kgBB selama 5 hari berturut - turut

Hari ke – 5

2. LPS Diberikan LPS 20 μg/mencit pada

hari ke 5

Hari ke – 5

3. Ekstrak

Etanol Dosis Rendah

diberikan ekstrak etanol jinten hitam 125 mg/kgBB selama 5 hari berturut - turut. Hari ke – 5 dua jam setelah pemberian ekstrak, diberikan LPS 20 μg/mencit

Hari ke – 5

4. Ekstrak

Etanol Dosis Sedang

diberikan ekstrak etanol jinten hitam 250 mg/kgBB selama 5 hari berturut - turut. Hari ke – 5 dua jam setelah pemberian ekstrak, diberikan LPS 20 μg/mencit

Hari ke – 5

5. Ekstrak

Etanol Dosis Tinggi

diberikan ekstrak etanol jinten hitam 500 mg/kgBB selama 5 hari berturut - turut. Hari ke – 5 dua jam setelah pemberian ekstrak, diberikan LPS 20 μg/mencit

Hari ke – 5


(41)

3.5.5 Pengambilan darah

Darah diambil dari setiap hewan uji melalui pleksus retro orbital mata mencit. Sampel darah untuk uji total leukosit dimasukkan ke dalam tabung vacutainer EDTA dan sampel darah untuk uji IL-1β dimasukkan ke tabung vacutainer EDTA yang berbeda. Darah untuk uji IL-1β disentrifus pada 3000 rpm selama 20 menit, plasma yang muncul dimasukkan ke dalam tabung Eppendorf disimpan pada suhu – 20oC sampai waktu

pemeriksaan IL-1β dengan ELISA.

3.5.6 Perhitungan Total Leukosit

Penghitungan jumlah leukosit total dilakukan menggunakan hemositometer dengan pengenceran 1:20. Untuk memperoleh pengenceran 1:20 sampel darah dihomogenkan, kemudian dihisap dengan menggunakan pipet leukosit dan aspirator sampai tera 0,5. Selanjutnya, larutan Turk dihisap hingga tera 11, aspirator dicabut kemudian dihomogenkan secara manual, yaitu dengan cara memutar membentuk angka 8. Selanjutnya sampel dibuang sekitar 2-3 tetes, setelah itu dimasukkan ke dalam kamar hitung Neubauer dan ditutup dengan gelas penutup kemudian diperiksa dengan mikroskop perbesaran 40 x 10. Leukosit dihitung pada empat kotak besar di tiap sudut tiap sisi kamar hitung. Sel yang menempel di garis pemisah sebelah kiri dan di garis atas kotak persegi ikut dihitung, sel yang menempel di kedua sisi kotak lain tidak ikut dihitung (Anandika, 2011).

Karena kedalaman kamar kamar hitung Neubauer adalah 0,1 mm dan luas adalah 4 mm2 (terdiri dari 4 kamar masing-masing dengan luas 1

mm2 jadi total 4 mm2). Maka volume kotak adalah 0,4 mm3(Kulisic, 2006)

Jumlah total leukosit per mm3 = N x faktor pengenceran Volume Kotak = Nx20

0,4 ��3 = 50 N

N : Jumlah total leukosit dari 4 kamar hitung


(42)

3.5.7 Analisa Persentase Monosit dan Limfosit

Sampel darah segar diteteskan pada gelas objek dan dibuat preparat apus. Setelah dibiarkan mengering di udara, preparat apus kemudian difiksasi dengan methanol selam 5 menit. Preparat kemudian diwarnai dengan pewarna Giemsa dengan pengenceran 1 : 9 selama 30 menit.. Selanjutnya preparat dicuci menggunaan aquades dan dibiarkan mengering. Setelah kering preparat diperiksa dibawah mikroskop dengan pembesaran 100 x dengan dibubuhi minyak emersi pada permukaan sediaan apus tersebut. Pertama – tama dihitung sampai 100 sel leukosit, kemudian dari 100 sel leukosit dihitung jumlah monosit dan limfosit. Lalu ditentukan persentase monosit dan limfosit dari total 100 leukosit tersebut dengan rumus sebagai berikut (Handajani dan Dharmawan , 2009).

% Limfosit = ∑ ��������100 � 100 % % Monosit = ∑ �������

100 � 100 %

Gambar 4.1 Skema pembacaan diferensiasi leukosit

3.5.8 Pengukuran kadar IL-1β dengan ELISA

Sebanyak 0.1 ml sampel, kontrol dan standar dimasukkan ke dalam

microplate yang telah dilapisi anti - mouse IL - 1β antibodi kemudian

diinkubasi selama 90 menit pada suhu 370C lalu membuang isi plate dan

keringkan menunggunakan handuk, Tambahkan 0.1 ml biotinylated anti mouse IL - 1β antibody inkubasi pada suhu 370C selama 60 menit lalu

mencuci microplate dengan 0.01M PBS sebanyak 3 kali. Tambahkan

0,1ml larutan ABC diinkubasi pada suhu 370C selama 30 menit lalu

mencuci microplate dengan 0.01M PBS sebanyak 5 kali.


(43)

Menambahkan 90 ul dengan TMB Color developing agen dan

didiamkan selama 30 menit pada suhu ruangan di tempat yang gelap. Ditambahkan 0.1 ml TMB stop solution. Dibaca optical density absorbasi

dengan ELISA reader yang diatur pada 450 nm.

3.5.9 Analisa Statistik

Analisa jumlah total leukosit, presentase monosit, presentase limfosit dan kadar IL-1β menggunakan ANOVA (Analysis Of Variance)

dengan menggunakan program SPSS 17,0 for windows taraf kepercayaan

sebesar 95% dengan (α= 0,05).


(44)

4.1 Leukosit

Hasil dari perhitungan jumlah total leukosit hari 7, hari 14 dan hari 21 pada mencit BALB/c yang diberikan ekstrak etanol jinten hitam dosis rendah (125 mg/kgBB), dosis sedang (250 mg/kgBB) dan dosis tinggi (500 mg/kgBB) didapatkan hasil sebagai berikut :

Tabel 5.1 Hasil Jumlah Total Leukosit (per mm3)

Hasil penelitian menunjukkan jumlah total leukosit kelompok kontrol hari 7, 14 dan 21 berada dalam kisaran normal. Kisaran normal jumlah total leukosit pada mencit BALB/c adalah 4 - 12 x 103 per mm3

(Arrington, 1972). Jumlah total leukosit hari 7 kelompok ekstrak etanol jinten hitam dosis rendah, dosis sedang dan dosis tinggi lebih tinggi dibandingkan kelompok kontrol. Jumlah total leukosit meningkat seiring meningkatnya dosis ekstrak etanol jinten hitam yang diberikan. Kelompok ekstrak etanol jinten hitam dosis tinggi memiliki jumlah total leukosit paling tinggi.

Jumlah total leukosit hari 7 dianalisis dengan menggunakan SPSS 17. Hasil uji normalitas dengan menggunakan Saphiro-Wilk menunjukan

bahwa jumlah total leukosit tidak terdistribusi normal (p>0,05) kemudian dilakukan tranformasi agar didapatkan data yang normal tetapi hasil yang diperoleh jumlah total leukosit tetap tidak terdistribusi normal. Syarat

Kelompok Mencit Rata – rata jumlah total leukosit ( x103 per mm3)

Hari ke – 7 Hari Ke – 14 Hari ke 21

Kontrol 4,3 ± 0,8 5,0 ± 1,9 4,8 ± 0,9

Dosis Rendah 6,3 ± 2,5 8,3 ± 1,4 9,1 ± 2,2 Dosis Sedang 7,6 ± 0,8 12,7 ± 1,0 11,2 ±2,2 Dosis Tinggi 11,1 ± 2,1 11,0 ± 3,5 11,3 ±3,5


(45)

normalitas tidak terpenuhi sehingga jumlah total leukosit harus dianalisis dengan statistik non parametik Kruskal Wallis. Hasil uji Kruskal Wallis

menunjukan terdapat perbedaan bermakna dengan nilai signifikan p=0,03 (p<0,05) maka dilanjutkan dengan uji Mann Whitney. Hasil uji Mann Whitney menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang bermakna antara

kelompok kontrol dengan kelompok dosis sedang (p=0,009), kelompok kontrol dengan kelompok dosis tinggi (p=0,009) dan kelompok sedang dengan kelompok dosis tinggi (p = 0,009)

Jumlah total leukosit hari 14 kelompok pemberian ekstrak etanol jinten hitam dosis rendah, dosis sedang dan dosis tinggi lebih tinggi dibandingkan kontrol tetapi masih berada dalam kisaran normal. Jumlah total leukosit meningkat seiring meningkatnya dosis ekstrak etanol jinten hitam yang diberikan. Kelompok ekstrak etanol jinten hitam dosis sedang memiliki jumlah total leukosit paling tinggi.

Jumlah total leukosit hari 14 dianalisis dengan menggunakan SPSS 17. Hasil uji normalitas dengan menggunakan Saphiro-Wilk menunjukan

bahwa jumlah total leukosit terdistribusi normal (p>0,05). Selanjutnya dilakukan uji homogenitas menggunakan Levene test. Hasil uji

homogenitas menunjukan bahwa jumlah total leukosit tidak bervariasi homogen (p<0,05) kemudian dilakukan tranformasi data agar diteroleh data yang homogen tetapi hasil yang diperoleh jumlah total leukosit tidak bervariasi homogen. Syarat homogenitas tidak terpenuhi sehingga jumlah total leukosit harus dianalisis dengan statistik non parametik Kruskal Wallis.

Hasil uji Kruskal Wallis menunjukan terdapat perbedaan bermakna

dengan nilai signifikan 0,005 (p<0,05) maka dilanjutkan dengan uji Mann Whitney. Hasil uji Mann Whitney menunjukkan bahwa terdapat perbedaan

yang bermakna antara kelompok kontrol dengan kelompok dosis rendah (p = 0,028), kelompok kontrol dengan kelompok dosis sedang (p = 0,009), kelompok kontrol dengan kelompok dosis tinggi (p=0,016) dan kelompok rendah dengan kelompok dosis sedang (p = 0,009).


(46)

Pengambilan darah hari 21 (pemberian ekstrak dihentikan sejak hari 14 sampai hari 21), jumlah total leukosit kelompok ekstrak etanol jinten hitam dosis rendah, dosis sedang dan dosis tinggi lebih tinggi dibandingkan kontrol tetapi masih berada dalam kisaran normal. Jumlah total leukosit meningkat seiring meningkatnya dosis ekstrak etanol jinten hitam yang diberikan. Kelompok ekstrak etanol jinten hitam dosis tinggi memiliki jumlah total leukosit paling tinggi.

Jumlah total leukosit hari 21 dianalisis dengan menggunakan SPSS 17. Hasil uji normalitas dengan menggunakan Saphiro-Wilk menunjukan

bahwa jumlah total leukosit terdistribusi normal (p>0,05). Selanjutnya dilakukan uji homogenitas menggunakan Levene test. Hasil uji

homogenitas menunjukan bahwa jumlah total leukosit bervariasi homogen (p>0,05). Data terdistribusi normal dan bervariasi sama, maka syarat uji anova terpenuhi. Berdasarkan uji anova diperoleh nilai probabilitas sebesar 0,002 (P<0,05) artinya ada perbedaan signifikan rata – rata total leukosit pada kelompok kontrol, dosis rendah, dosis sedang dan dosis tinggi. Untuk mengetahui adanya perbedaan yang bermakna antara masing – masing kelompok dilanjutkan dengan uji Post Hoc. Berdasarkan uji Post Hoc kelompok yang berbeda adalah kelompok kontrol dengan kelompok dosis sedang (p = 0,04) dan kelompok kontrol dengan kelompok dosis tinggi (p=0,04).

Perbandingan total leukosit antara hari 7, 14 dan 21 menggunakan uji anova menunjukkan hanya kelompok dosis sedang yang memiliki perbedaan yang signifikan antara hari 7, 14 dan 21 p= 0,00. Untuk mengetahui adanya perbedaan yang bermakna antara masing – masing kelompok dilanjutkan dengan uji Post Hoc. Berdasarkan uji Post Hoc kelompok yang berbeda adalah kelompok hari 7 dan hari 14.


(47)

Gambar 5.1 Perbandingan nilai total leukosit antara Mencit BALB/c yang diberikan ekstrak etanol jinten hitam dan Mencit BALB/c yang tidak diberikan ekstrak etanol jinten hitam

Jumlah total leukosit tertinggi terdapat pada hari ke 14 kelompok dosis sedang 12700 per rmm3. Peningkatan jumlah total leukosit masih

dalam kisaran normal dan tidak mengindikasi adanya infeksi. Indikasi adanya infeksi jumlah total leukosit adalah 20,000 bahkan 40,000 permilimter kubik darah (Bloom dan Fawcett 1994). Pada hari ke 21 atau setelah pemberian ekstrak etanol jinten hitam dihentikan selama 7 hari jumlah total leukosit tetap lebih tinggi dibandingkan kelompok kontrol.

Tousson et al, (2011) menyebutkan bahwa konstituen darah kelinci

yang diberikan biji jinten hitam menunjukkan peningkatan yang signifikan dalam persentase hemoglobin, hematokrit, rata-rata korpuskula hemoglobin dan jumlah sel darah putih.

Hasil dari penelitian data jumlah total leukosit berada pada batas tinggi normal menurut Vieira (2011) jumlah total leukosit yang berada pada batas tertinggi normal menunjukkan sistem imun memproduksi jumlah total leukosit yang cukup dalam sirkulasi darah untuk melawan infeksi. Peningkatan jumlah total leukosit menunjukkan kemampuan sistem imun untuk melawan infeksi atau benda asing. Leukosit yang merupakan sistem imun alamiah (spesifik) berperan penting dalam melindungi tubuh dari serangan mikroorganisme. Penggunaan ekstrak

0 2000 4000 6000 8000 10000 12000 14000

Hari ke 7 Hari Ke -14

Hari ke 21

Kontrol Dosis Rendah Dosis Sedang Dosis Tinggi


(48)

etanol biji jinten hitam sangat efektif untuk meningkatkan sistem imun atau imunostimulan (Suhatri dan Aldi, 2010).

Jumlah total leukosit pada hari 7, hari 14 dan hari 21 menunjukkan perbedaan yang signifikan (p<0,05) terhadap setiap kelompok perlakuan.

4.2 Monosit

Hasil perhitungan persentase monosit hari 7, hari 14 dan hari 21 pada mencit BALB/c yang diberikan ekstrak etanol jinten dosis rendah (125 mg/kgBB), dosis sedang (250 mg/kgBB) dan dosis tinggi (500 mg/kgBB) didapatkan hasil sebagai berikut :

Tabel 5.2 Hasil Persentase Monosit (per mm3)

Kelompok Mencit

Rata – rata monosit (x 103 per mm3)

Hari ke – 7 Hari Ke – 14 Hari ke 21 Kontrol

0,25 ± 0,14 0,30 ± 0,29 0,03 ± 0,03 Dosis Rendah

0,48 ± 0,41 0,15 ± 0,13 0,22 ± 0,06 Dosis Sedang

0,37 ± 0,18 0,21 ± 0,20 0,44 ± 0,33 Dosis Tinggi

0,19 ± 0,15 0,13 ± 0,10 0,25 ± 0,27 Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa persentase monosit kelompok kontrol pada hari 7 dan 14 berada dalam kisaran normal sedangkan pada hari 21 persentase monosit menurun. Kisaran normal persentase monosit pada mencit BALB/c adalah 60 – 600 per mm3

(Research Animal Resources, University of Minnesota).

Pada hari 7 persentase monosit kelompok ekstrak etanol jinten hitam dosis rendah dan dosis sedang lebih tinggi dibandingkan kontrol sedangkan kelompok ekstrak etanol jinten hitam dosis tinggi memiliki persentase monosit yang lebih rendah dibandingkan kontrol.

Persentase monosit hari 7 dianalisis dengan menggunakan SPSS 17. Hasil uji normalitas dengan menggunakan Saphiro-Wilk menunjukan

bahwa persentase monosit terdistribusi normal (p>0,05). Selanjutnya


(49)

dilakukan uji homogenitas menggunakan Levene test. Hasil uji

homogenitas menunjukan bahwa persentase monosit bervariasi homogen (p>0,05). Data terdistribusi normal dan bervariasi sama, maka syarat uji anova terpenuhi. Berdasarkan uji anova diperoleh nilai probabilitas sebesar 0.281 (P>0,05) artinya tidak ada perbedaan signifikan rata – rata persentase monosit pada kelompok kontrol, dosis rendah, dosis sedang dan dosis tinggi.

Pada hari 14 persentase monosit kelompok ekstrak etanol jinten hitam dosis rendah, dosis sedang dan dosis tinggi lebih rendah dibandingkan kontrol. Persentase monosit hari 14 dianalisis dengan menggunakan SPSS 17. Hasil uji normalitas dengan menggunakan

Saphiro-Wilk menunjukan bahwa persentase monosit terdistribusi normal

(p>0,05). Selanjutnya dilakukan uji homogenitas menggunakan Levene test. Hasil uji homogenitas menunjukan bahwa persentase monosit

bervariasi homogen (p>0,05). Data terdistribusi normal dan bervariasi sama, maka syarat uji anova terpenuhi. Berdasarkan uji anova diperoleh nilai probabilitas sebesar 0.519 (P>0,05) artinya tidak ada perbedaan signifikan rata – rata persentase monosit pada kelompok kontrol, dosis rendah, dosis sedang dan dosis tinggi

Pada hari 21 persentase monosit kelompok ekstrak etanol jinten hitam dosis rendah, dosis sedang, dan dosis tinggi lebih tinggi dibandingkan kontrol. Kelompok dosis sedang memiliki persentase monosit paling tinggi.

Persentase monosit hari 21 dianalisis dengan menggunakan SPSS 17. Hasil uji normalitas dengan menggunakan Saphiro-Wilk menunjukan

bahwa persentase monosit terdistribusi normal (p>0,05). Selanjutnya dilakukan uji homogenitas menggunakan Levene test. Hasil uji

homogenitas menunjukan bahwa persentase monosit tidak bervariasi homogen (p>0,05) maka dilakukan tranformasi data hasil yang diperoleh persentase monosit bervariasi homogen. Data terdistribusi normal dan bervariasi sama, maka syarat uji anova terpenuhi. Berdasarkan uji anova diperoleh nilai probabilitas sebesar 0,00 (P<0,05) artinya ada perbedaan


(50)

signifikan rata – rata persentase monosit pada kelompok kontrol, dosis rendah, dosis sedang dan dosis tinggi. Untuk mengetahui adanya perbedaan yang bermakna antara masing – masing kelompok dilanjutkan dengan uji Post Hoc. Berdasarkan uji Post Hoc kelompok yang berbeda adalah kelompok kontrol dengan kelompok dosis rendah (p=0,002), kelompok kontrol dengan kelompok dosis sedang (p=0,00) dan kelompok kontrol dengan kelompok dosis tinggi (p=0,00)

Perbandingan data monosit dari hari 7, 14 dan 21 menunjukkan hanya kelompok kontrol yang memiliki perbedaan yang signifikan dari hari 7, 14 dan 21 dengan uji Kruskal Wallis p=0,018. Untuk mengetahui

adanya perbedaan yang bermakna antara masing – masing kelompok dilanjutkan dengan uji Mann Whitney. Berdasarkan uji Mann Whitney

kelompok yang berbeda adalah kelompok hari 7 dengan hari 21 dan kelompok hari 14 dan 21.

Gambar 5.2 Perbandingan persentase monosit antara Mencit BALB/c yang diberikan ekstrak etanol jinten hitam dan Mencit BALB/c yang tidak diberikan ekstrak etanol jinten hitam

Monosit berperan sebagai sel yang mampu mengenal, menyerang mikroba, serta sel kanker dan juga memproduksi sitokin, mengerahkan pertahanan sebagai respon terhadap infeksi (Baratawidjaja, 2009). Persentase monosit yang tinggi didalam darah berperan penting dalam

0 100 200 300 400 500 600

Hari ke - 7 Hari Ke - 14 Hari ke 21

Kontrol Dosis Rendah Dosis Sedang Dosis Tinggi


(51)

melindungi tubuh dari serangan mikroorganisme. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ekstrak etanol jinten hitam dosis rendah (125 mg/kgBB), dosis sedang (250 mg/kgBB) dan dosis tinggi (500 mg/kgBB) tidak mampu mempengaruhi persentase monosit pada mencit BALB/c. Secara statistik persentase monosit pada hari 7, hari 14 dan hari 21 menunjukkan tidak ada perbedaan signifikan persentase monosit antar kelompok perlakuan.

4.3 Limfosit

Hasil dari perhitungan persentase limfosit pada hari 7, hari 14 dan hari 21 pada mencit BALB/c yang diberikan ekstrak etanol jinten hitam dosis rendah (125 mg/kgBB), dosis sedang (250 mg/kgBB) dan dosis tinggi (500 mg/kgBB) didapatkan hasil sebagai berikut :

Tabel 5.3 Hasil Persentase Limfosit (per mm3)

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa persentase limfosit kelompok kontrol pada hari 7, 14 dan hari 21 memiliki persentase limfosit yang berada dalam kisaran normal. Kisaran normal persentase limfosit pada mencit BALB/c adalah 3.300 – 14.250 per mm3 (Research Animal

Resources, University of Minnesota). Kelompok ekstrak etanol jinten hitam dosis rendah, dosis sedang dan dosis tinggi pada hari 7 persentase limfosit lebih tinggi dibandingkan kontrol. Persentase limfosit meningkat seiring dengan meningkatnya dosis ekstrak etanol jinten hitam yang diberikan.

Persentase limfosit hari 7 dianalisis dengan menggunakan SPSS 17. Hasil uji normalitas dengan menggunakan Saphiro-Wilk menunjukan

Kelompok Mencit Rata – rata limfosit ( x103 per mm3)

Hari ke – 7 Hari Ke – 14 Hari ke 21 Kontrol 3,79 ± 0,84 4,21 ± 2,30 4,82 ± 0,94 Dosis Rendah 5,74 ± 2,10 8,09 ± 1,50 8,72 ± 2,23 Dosis Sedang 7,12 ± 0,67 12,34 ± 0,96 10,72 ± 2,61 Dosis Tinggi 10,92 ± 2,14 10,85 ± 3,41 10,91 ± 3,21


(52)

bahwa persentase limfosit terdistribusi normal (p>0,05). Selanjutnya dilakukan uji homogenitas menggunakan Levene test. Hasil uji

homogenitas menunjukan bahwa persentase limfosit tidak bervariasi homogen (p<0,05) kemudian dilakukan tranformasi data hasil yang diperoleh persentase limfosit tidak bervariasi homogen. Syarat homogenitas tidak terpenuhi maka persentase limfosit dianalisis dengan statistik non parametik Kruskal Wallis. Hasil uji Kruskal Wallis

menunjukan terdapat perbedaan yang bermakna dengan nilai signifikan 0,003 (p<0,05 ) maka dilanjutkan dengan uji Mann Whitney. Hasil uji Mann Whitney menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang bermakna

antara kelompok kontrol dengan kelompok dosis sedang (p = 0,009), kelompok kontrol dengan kelompok dosis tinggi (p=0,009) dan kelompok rendah dengan kelompok dosis tinggi (p = 0,016).

Pada hari 14 persentase limfosit kelompok pemberian ekstrak etanol Jinten hitam dosis rendah, dosis sedang dan dosis tinggi lebih tinggi dibandingkan kontrol tetapi masih berada dalam kisaran normal. Persentase limfosit meningkat seiring dengan meningkatnya dosis ekstrak etanol jinten hitam yang diberikan. Persentase limfosit paling tinggi berada pada kelompok dosis sedang.

Persentase limfosit hari 14 dianalisis dengan menggunakan SPSS 17. Hasil uji normalitas dengan menggunakan Saphiro-Wilk menunjukan

bahwa persentase limfosit terdistribusi normal (p>0,05). Selanjutnya dilakukan uji homogenitas menggunakan Levene test. Hasil uji

homogenitas menunjukan bahwa persentase limfosit tidak bervariasi homogen (p<0,05) kemudian dilakukan tranformasi data hasil yang diperoleh persentase limfosit tidak bervariasi homogen. Syarat homogenitas tidak terpenuhi sehingga persentase limfosit harus dianalisis dengan statistik non parametik Kruskal Wallis.

Hasil uji Kruskal Wallis menunjukan nilai signifikan 0,005

(p<0,05) maka dilanjutkan dengan uji Mann Whitney. Hasil uji Mann Whitney menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang bermakna antara

kelompok kontrol dengan kelompok dosis rendah (p=0,028), kelompok


(53)

kontrol dengan kelompok dosis sedang (p=0,009), kelompok kontrol dengan kelompok dosis tinggi (p=0,016) dan kelompok rendah dengan kelompok dosis sedang (p=0,009).

Persentase limfosit hari 21 (pemberian ekstrak dihentikan sejak hari 14 sampai hari 21), kelompok ekstrak etanol jinten hitam dosis rendah, sedang dan dosis tinggi lebih tinggi dibandingkan kontrol tetapi masih berada dalam kisaran normal. Persentase limfosit meningkat seiring dengan meningkatnya ekstrak etanol jinten hitam yang diberikan. Persentase limfosit paling tinggi berada pada kelompok dosis tinggi.

Persentase limfosit hari 21 dianalisis dengan menggunakan SPSS 17. Hasil uji normalitas dengan menggunakan Saphiro-Wilk menunjukan

bahwa persentase limfosit terdistribusi normal (p>0,05). Selanjutnya dilakukan uji homogenitas menggunakan Levene test. Hasil uji

homogenitas menunjukan bahwa persentase limfosit bervariasi homogen (p>0,05). Data terdistribusi normal dan bervariasi sama, maka syarat uji anova terpenuhi. Berdasarkan uji anova diperoleh nilai probabilitas sebesar 0,003 (P<0,05) artinya ada perbedaan signifikan rata – rata persentase limfosit pada kelompok kontrol, dosis rendah, dosis sedang dan dosis tinggi. Untuk mengetahui adanya perbedaan yang bermakna antara masing – masing kelompok dilanjutkan dengan uji Post Hoc. Berdasarkan uji Post Hoc kelompok yang berbeda adalah kelompok kontrol dengan kelompok dosis sedang (p=0,008) dan kelompok kontrol dengan kelompok dosis tinggi (p= 0,006).

Perbandingan data limfosit dari hari 7, 14 dan 21 menggunakan uji anova menunjukkan hanya kelompok dosis sedang yang memiliki perbedaan yang signifikan dari hari 7, 14 dan 21 dengan p=0,01. Untuk mengetahui adanya perbedaan yang bermakna antara masing – masing kelompok dilanjutkan dengan uji Post Hoc. Berdasarkan uji Post Hoc kelompok yang berbeda adalah kelompok hari 7 dengan hari 14.


(54)

Gambar 5.3 Perbandingan persentase limfosit antara Mencit BALB/c yang diberikan ekstrak etanol jinten hitam dan Mencit BALB/c yang tidak diberikan ekstrak etanol jinten hitam

Mekanisme jinten hitam terhadap sistem imun belum jelas diperkirakan dengan cara meningkatkan aktivasi limfosit dan poliferasi atau meningkatkan makrofaq dan limfosit T – helper (Banaceraf dan Unanue, 1979)

Peningkatan limfosit dapat dindikasikan bahwa ekstrak etanol jinten hitam mempunyai aktivitas imunostimulator. Limfosit merupakan sel yang terlibat pada aktivitas respon imun spesifik Limfosit merupakan kunci utama sistem kekebalan yang mampu melawan agen asing. Ada dua jenis kekebalan, yaitu kekebalan humoral dan seluler. Kekebalan humoral melibatkan peranan antibodi yang bersirkulasi sebagai gamma globulin, yang dilakukan oleh limfosit B. Sedangkan kekebalan seluler adalah sistem pertahanan yang dilakukan oleh limfosit T, bertanggung jawab terhadap reaksi alergi tertunda (delayed allergy reaction) dan penolakan transplantasi jaringan asing, membentuk pertahanan utama terhadap infeksi virus, jamur dan beberapa bakteri (Ganong, 2003).

Persentase limfosit pada hari 7, hari 14 dan hari 21 menunjukkan terdapat perbedaan yang signifikan (p<0,05) terhadap setiap kelompok perlakuan.

0 2000 4000 6000 8000 10000 12000 14000

Hari ke - 7 Hari Ke - 14 Hari ke 21

Kontrol Dosis Rendah Dosis Sedang Dosis Tinggi


(55)

4.4 Interleukin 1 β (IL -1β)

Hasil pemeriksaan kadar IL-1β dengan menggunakan ELISA pada mencit yang diinduksi dengan lipolisakarida didapatkan hasil sebagai berikut :

Tabel 5.4 Rata – Rata Kadar IL-1β

Kelompok Rata – Rata

IL-1β (ρg/ml)

Kontrol 7,8 ± 0

Lipopolisakarida 78,5 ± 117,0

Dosis Rendah 123,8 ± 211,8

Dosis Sedang 70,0 ± 62,4

Dosis Tinggi 164,4 ± 202,7

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa rata – rata kadar IL-1β pada kelompok kontrol adalah 7,8 ρg/ml. Kadar IL-1β pada kelompok LPS meningkat dibandingkan dengan kelompok kontrol. Peningkatan kadar

IL-1β dikarenakan pemberian lipopolisakarida. Lipopolisakarida merupakan komponen dinding sel bakteri yang menstimulasi respons inflamasi dengan mengaktivasi sitokin pro inflamasi (Manu dan Kuttan, 2008). Pada proses inflamasi sistem imun akan melepaskan sitokin pro inflamasi yaitu : IL-1β, Il-6 dan TNF-α. (Omar, 2001). IL-1β sangat poten sebagai sitokin pro inflamasi dan terlibat pada berbagai respons melawan antigen. IL-1β merupakan sitokin pro inflamasi yang akan dikeluarkan oleh peripheral blood mononuklear jika terkena agen inflamasi. Ketika dikeluarkan ke

dalam darah IL-1β memiliki aktivitas yang luas dan berperan dalam

penyakit inflamasi (Haq et al., 1999).

Dampak biologis IL-1 bergantung pada jumlah sitokin yang dilepaskan pada kadar rendah fungsi utamanya adalah sebagai mediator inflamasi lokal, misalnya berinteraksi dengan sel endotel untuk meningkatkan koagulasi dan meningkatkan ekspresi molekul permukaan yang membantu adhesi leukosit. Dalam kadar tinggi IL-1 masuk ke dalam sirkulasi dan melancarkan efek endokrin, misalnya menyebabkan demam, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


(56)

menginduksi sintesis protein fase akut oleh hepar dan mengawali kaheksia (Kresno, 1996)

Kadar IL-1β pada kelompok dosis rendah (125 mg/kgBB) dan dosis tinggi (500 mg/kgBB) lebih tinggi dibandingkan kelompok LPS menunjukkan bahwa etanol dosis rendah (125 mg/kgBB) dan dosis tinggi (500 mg/kgBB) tidak mampu menurunkan kadar IL-1β. Kadar IL-1β pada kelompok dosis sedang lebih rendah dibandingkan dengan LPS, kelompok dosis rendah, dan kelompok dosis tinggi hal ini menunjukkan bahwa dosis sedang (250 mg/kgBB) mampu menurunkan kadar IL - 1β. Penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa ekstrak etanol jinten hitam mengandung timoquinon sebesar 0,2575% (Arifiani, 2012).

Aziz (2011) menyatakan timoquinon mampu menurunkan IL-1β

pada mencit BALB/c yang diinduksi dengan lipopolisakarida sehingga adanya kandungan IL-1β dalam ekstrak etanol jinten hitam sehingga dapat menurunkan kadar IL-1β yang diinduksi oleh lipopolisakarida. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dosis sedang (250 mg/kgBB) adalah dosis yang terbaik dalam menurunkan kadar IL-1β yang distimulasi oleh lipopolisakarida.

Data IL-1β dianalisis dengan menggunakan SPSS 17. Hasil uji normalitas dengan menggunakan Saphiro-Wilk menunjukan bahwa IL-1β

tidak terdistribusi normal (p>0,05). Syarat anova tidak terpenuhi sehingga jumlah total leukosit harus dianalisis dengan statistik non parametik

Kruskal Wallis. Hasil uji Kruskal Wallis menunjukan tidak terdapat

perbedaan bermakna dengan nilai signifikan 0.121 (p<0,05 ).


(57)

Gambar 5.6 Perbandingan kadar IL-1β antara kelompok kontrol, Kelompok lipopolisakarida dan dan kelompok yang diberikan lipopolisakarida diiringi ekstrak etanol Jinten Hitam.

Hasil data IL-1β memiliki standar deviasi yang tidak memenuhi syarat sehingga tidak bisa dijadikan sebagai referensi. Hal ini dikarenakan beberapa sampel plasma darah yang diperoleh tidak terbaca oleh elisa reader akibat hemolisis.

0 20 40 60 80 100 120 140 160 180

Kontrol LPS Dosis Rendah +

LPS

Dosis Sedang +

LPS

Dosis Tinggi +

LPS

Nilai

Kontrol LPS

Dosis Rendah + LPS Dosis Sedang + LPS Dosis Tinggi + LPS


(58)

5.1 Kesimpulan

1. Ekstrak etanol jinten hitam dosis 125mg/kgBB, 250 mg/kgBB dan 500 mg/ kgBB mampu mempengaruhi jumlah total leukosit dan mempengaruhi persentase limfosit

2. Ekstrak etanol jinten hitam dosis 125mg/kgBB, 250 mg/kgBB dan 500 mg/ kgBB tidak menunjukkan pengaruh terhadap persentase monosit dan kadar IL-1β

3. Ekstrak etanol jinten hitam dosis 125mg/kgBB, 250 mg/kgBB dan 500 mg/ kgBB mampu mempengaruhi jumlah total leukosit dan persentase limfosit

5.2 Saran

Dilakukan uji lanjutan untuk melihat lama penurunan jumlah total leukosit setelah pemberian ekstrak etanol jinten hitam.


(1)

Kelompok No Interleukin 1β

per mm3 Rata – Rata

Standar deviasi

kontrol

1 7.8 7.8 0

2 7.8

3 7.8

4 7.8

5 7.8

LPS

1 6 78.54 117.0

2 4.4

3 284

4 55.2

5 43.1

Dosis Rendah

1 25 123.84 211.8

2 7.8

3 500

4 14.1

5 72.3

Dosis Sedang

1 47.6 69.96 62.4

2 9.7

3 107

4 160

5 25.5

Dosis Tinggi

1 41.8 164.4 202.7

2 209

3 63.4

4 7.8

5 500


(2)

2. Hasil Elisa Reader Interleukin 1β Parameters

Fit to : Assay

Fit type : Four Parameter Logistic

Wavelenght : 450

Concentration transform : Linear Measurement transform : Linear

Markers : Mean

Formula : y = d + (a - d)/(1 + (x / c)^b

Parameter a : 0.29489

Parameter b : 0.888088287412139 Parameter c : 1138.040557333319 Parameter d : 4.31853842156026 Coefficient R2 : 0.9512

Graph

Plate Well Sample Conc Original Abs

Fitted Abs

Residual Cal_0001 0 0.295 0.295 0.000 200913 A01 Cal_0001 1/2 0 0.324 0.295 0.029 200913 A02 Cal_0001 2/2 0 0.266 0.295 - 0.029

Cal_0002 7.8 0.4 0.347 0.052 200913 B01 Cal_0002 1/2 7.8 0.434 0.347 0.086 200913 B02 Cal_0002 2/2 7.8 0.366 0.347 0.018 Cal_0003 15.6 0.425 0.39 0.036


(3)

Plate Well Sample Conc Original Abs

Fitted Abs

Residual 200913 C01 Cal_00031/2 15.6 0.412 0.39 0.022 200913 C02 Cal_0003 2/2 15.6 0.439 0.39 0.049 Cal_0004 31.2 0.479 0.465 0.014 200913 D01 Cal_0004 1/2 31.2 0.465 0.465 0.000 200913 D02 Cal_0004 2/2 31.2 0.492 0.465 0.028 Cal_0005 62.4 0.592 0.594 - 0.002 200913 E01 Cal_0005 1/2 62.4 0.586 0.594 - 0.008 200913 E02 Cal_0005 2/2 62.4 0.598 0.594 0.003

Cal_0006 124.8 0.792 0.81 - 0.018 200913 F01 Cal_0006 1/2 124.8 0.803 0.81 - 0.007 200913 F02 Cal_0006 2/2 124.8 0.781 0.81 - 0.029 Cal_0007 249.6 1.17 1.15 0.028 200913 G01 Cal_0007 1/2 249.6 1.16 1.15 0.018 200913 G02 Cal_0007 2/2 249.6 1.18 1.15 0.038 Cal_0008 499.2 1.61 1.62 - 0.010 200913 H01 Cal_0008 1/2 499.2 1.58 1.62 - 0.041 200913 H02 Cal_0008 2/2 499.2 1.64 1.62 0.021 3. Uji Anova Interleukin 1β

a. Hasil Uji Normalitas

Tujuan : Untuk melihat data interleukin 1β terdistribusi normal atau tidak. Hipotesis :

Ho : Data interleukin 1β terdistribusi normal. Ha : Data interleukin 1β tidak terdistribusi normal. Pengambilan keputusan :

Jika nilai signifikansi ≥ 0.05, maka Ho diterima. Jika nilai signifikansi ≤ 0.05, maka Ho ditolak.


(4)

Hasil Uji Normalitas Hasil Uji Normalitas Interleukin 1β

Tests of Normality

Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk

Statistic df Sig. Statistic df Sig.

TotalILB .307 25 .000 .627 25 .000

a. Lilliefors Significance Correction

Keputusan : Data interleukin 1β tidak terdistribusi normal sehingga dilakukan uji non parametik Kruskal-Wallis.

b. Hasil Uji Nonparametik Kruskal-Wallis Data interleukin 1β

Tujuan : Untuk mengetahui ada atau tidaknya perbedaan data interleukin

1β.

Hipotesis :

Ho : Data interleukin 1β tidak berbeda secara bermakna Ha : Data interleukin 1β berbeda secara bermakna Pengambilan Keputusan :

Jika nilai signifikansi ≤ 0,05 Ho ditolak, berarti terdapat perbedaan. Jika nilai signifikasi ≥ 0,05 Ho diterima, berarti tidak terdapat perbedaan. Tabel 33. Hasil Uji Nonparametik Kruskal-Wallis Data interleukin 1β

Test Statisticsa,b

TotalILB

Chi-Square 7.307

df 4

Asymp. Sig. .121

a. Kruskal Wallis Test

b. Grouping Variable: Kelompok Sampel

Keputusan : Data interleukin 1β berbeda secara bermakna.


(5)

4. Metode Uji Elisa

Pada ELISA Kit terdapat beberapa komponen, yaitu:

• Lyophilized recombinan mouse IL-1β standard: 10 ng /tube • One well 96 well plate precoated with anti-mouse IL-1β

antibody.

• Sampel diluent buffer 30 ml.

• Biotinylated anti-mouse IL-1β antibody: 130 µl, dilution 1 :

100.

• Antibody diluent buffer

• Avidin-biotin-peroxidase complex (ABC) : 130 µl, dilution 1 : 100.

• ABC diluent buffer : 12 ml.

• TMB color developing agent : 10ml.

• TMB stop solution: 10 ml.

Dalam pelaksanaan uji menggunakan ELISA melalui beberapa tahap sebagai berikut :

a. Preparasi

1. Tahap pengenceran : Karena serum yang dihasilkan berkisar antara 500-5000 pg/ml. Pengenceran dilakukan sebanyak 1:10 (tambahkan 10 ul sampel kedalam 90 ul sampel diluent buffer).

2. Persiapan reagen :

• Larutan standar 500 pg/ml IL-1β mencit : tambahkan 0.05 ml larutan standar IL-1β 10 ng /ml diatas ke dalam 0.95 ml pelarut buffer sampel dan campur merata. ( Catatan : sebaiknya preparasi dilakukan tidak lebih dari 2 jam sebelum pengerjaan)

• Preparasi biotynillated anti-mouse IL-1β anti-body. i. Total semua larutan harus 0,1 dikali banyak

sumur yang akan digunakan.


(6)

ii. biotynillated anti-mouse IL-1β anti-body harus di larutkan pada 1 : 100 dengan anti-body diluet buffer dan dicampur merata.

• Reparasi Avidin-biotin-peroxidase complex (ABC) : i. Total volume harus sama dengan 0,1 ml dikali

jumlah sumuran yang digunakan.

ii. Avidin-biotin-peroxidase complex harus dilarutkan pada 1 : 100 dengan larutan buffer ABC. Dan dicampur merata.

b. Prosedur Pelaksanaan Uji

1. Memasukkan 0.1 ml standar, kontrol dan sampel dimasukkan ke dalam microplate yang telah dilapisi anti - mouse IL - 1β antibodi kemudian diinkubasi selama 90 menit pada suhu 370C.

2. Buang isi plate dan keringkan menunggunakan handuk 3. Tambahkan 0.1 ml biotinylated anti mouse IL - 1β antibody

inkubasi pada suhu 370C selama 60 menit

4. Cuci microplate dengan 0.01M PBS sebanyak 3 kali

5. Tambahkan 0,1 ml ABC working Solutions diinkubasi pada suhu 370C selama 30 menit.

6. Cuci microplate dengan 0.01M PBS sebanyak 5 kali.

7. Ditambahkan 90 ul dengan TMB Color developing agen dan didiamkan selama 30 menit pada suhu ruangan di tempat yang gelap.

8. Ditambahkan 0.1 ml TMB stop solution.

9. Dibaca O.D absorbasi dengan ELISA reader yang diatur pada 450 nm.