Morfologi Kelenjar Parotis dan Mandibularis Musang Luak (Paradoxurus hermaphroditus)

ABSTRAK
AFDI PRATAMA. Morfologi Kelenjar Parotis dan Mandibularis Musang Luak
(Paradoxurus hermaphroditus). Dibimbing oleh SAVITRI NOVELINA dan
I KETUT MUDITE ADNYANE.
Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari morfologi kelenjar parotis dan
mandibularis musang luak (Paradoxurus hermaphroditus) secara makroskopis
dan mikroskopis serta kandungan dan distribusi karbohidrat pada kelenjar
tersebut. Empat musang dewasa digunakan dalam penelitian. Secara makroskopis,
kelenjar parotis berukuran lebih besar daripada kelenjar mandibularis. Secara
mikroskopis, kelenjar parotis merupakan kelenjar serous murni sedangkan
kelenjar mandibularis merupakan kelenjar campuran. Melalui metode histokimia,
kelenjar parotis memberikan reaksi negatif pada pewarnaan alcian blue pH 2.5,
sedangkan pewarnaan periodic acid Schiff memberikan reaksi positif intensitas
sedang pada asinar serous dan intensitas lemah pada sekreta lumen duktus.
Kelenjar mandibularis memberikan reaksi positif pada kedua pewarnaan, dengan
pewarnaan alcian blue pH 2.5 terdeteksi intensitas kuat pada asinar mukus dan
intensitas lemah pada sekreta lumen duktus. Dengan pewarnaan periodic acid
Schiff terdeteksi intensitas kuat pada asinar serous dan intensitas sedang hingga kuat
terdeteksi pada sekreta lumen duktus. Secara umum karakteristik kelenjar parotis dan
mandibularis musang luak berbeda dengan karnivora lainnya, hal ini diduga akibat
perbedaan pola pakan.

Kata kunci: Paradoxurus hermaphroditus, kelenjar parotis, kelenjar mandibularis

ABSTRACT
AFDI PRATAMA. Morphological Studies of the Parotid and Mandibular Glands
of Asian palm civet (Paradoxurus hermaphroditus). Supervised by SAVITRI
NOVELINA and I KETUT MUDITE ADNYANE.
This research was aimed to describe the morphology of the parotid and
mandibular glands of Asian palm civet (Paradoxurus hermaphroditus). Four adult
civets were used in this research which observed macroscopic and
microscopically. The macroscopic observation had been done by observing the
shape and size of the glands. The microscopic observation was done using
hematoxylin-eosin, alcian blue pH 2.5 and periodic acid Schiff staining method.
The parotid gland was of pure serous glands whereas the mandibular gland was of
mixed gland. By using histochemistry method showed that the parotid gland gave
negative reaction with alcian blue pH 2.5, whereas periodic acid Schiff gave
positive reaction with moderate intensity in the serous acini cells while a weak
intensity the duct lumen secretion. The mandibular glands gave positive reaction
of both stains, a high intensity was detected in the mucous acini cells while a
weak intensity was detected in duct lumen secretion with alcian blue pH 2.5.
Periodic acid Schiff gave a high intensity in the serous acini while a moderate to

high intensity was detected in the duct lumen secretion. In general, the
characteristic of both glands were not similar with that of other carnivores. This
may be caused by diet pattern differences.
Keywords: Paradoxurus hermaphroditus, parotid gland, mandibular gland

MORFOLOGI KELENJAR PAROTIS DAN MANDIBULARIS
MUSANG LUAK (Paradoxurus hermaphroditus)

AFDI PRATAMA

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Morfologi Kelenjar
Parotis dan Mandibularis Musang Luak (Paradoxurus hermaphroditus) adalah
benar karya saya dengan arahan dari pembimbing dan belum diajukan dalam

bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang
berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari
penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di
bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Januari 2013
Afdi Pratama
NIM B04080096

ABSTRAK
AFDI PRATAMA. Morfologi Kelenjar Parotis dan Mandibularis Musang Luak
(Paradoxurus hermaphroditus). Dibimbing oleh SAVITRI NOVELINA dan
I KETUT MUDITE ADNYANE.
Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari morfologi kelenjar parotis dan
mandibularis musang luak (Paradoxurus hermaphroditus) secara makroskopis
dan mikroskopis serta kandungan dan distribusi karbohidrat pada kelenjar
tersebut. Empat musang dewasa digunakan dalam penelitian. Secara makroskopis,
kelenjar parotis berukuran lebih besar daripada kelenjar mandibularis. Secara
mikroskopis, kelenjar parotis merupakan kelenjar serous murni sedangkan

kelenjar mandibularis merupakan kelenjar campuran. Melalui metode histokimia,
kelenjar parotis memberikan reaksi negatif pada pewarnaan alcian blue pH 2.5,
sedangkan pewarnaan periodic acid Schiff memberikan reaksi positif intensitas
sedang pada asinar serous dan intensitas lemah pada sekreta lumen duktus.
Kelenjar mandibularis memberikan reaksi positif pada kedua pewarnaan, dengan
pewarnaan alcian blue pH 2.5 terdeteksi intensitas kuat pada asinar mukus dan
intensitas lemah pada sekreta lumen duktus. Dengan pewarnaan periodic acid
Schiff terdeteksi intensitas kuat pada asinar serous dan intensitas sedang hingga kuat
terdeteksi pada sekreta lumen duktus. Secara umum karakteristik kelenjar parotis dan
mandibularis musang luak berbeda dengan karnivora lainnya, hal ini diduga akibat
perbedaan pola pakan.
Kata kunci: Paradoxurus hermaphroditus, kelenjar parotis, kelenjar mandibularis

ABSTRACT
AFDI PRATAMA. Morphological Studies of the Parotid and Mandibular Glands
of Asian palm civet (Paradoxurus hermaphroditus). Supervised by SAVITRI
NOVELINA and I KETUT MUDITE ADNYANE.
This research was aimed to describe the morphology of the parotid and
mandibular glands of Asian palm civet (Paradoxurus hermaphroditus). Four adult
civets were used in this research which observed macroscopic and

microscopically. The macroscopic observation had been done by observing the
shape and size of the glands. The microscopic observation was done using
hematoxylin-eosin, alcian blue pH 2.5 and periodic acid Schiff staining method.
The parotid gland was of pure serous glands whereas the mandibular gland was of
mixed gland. By using histochemistry method showed that the parotid gland gave
negative reaction with alcian blue pH 2.5, whereas periodic acid Schiff gave
positive reaction with moderate intensity in the serous acini cells while a weak
intensity the duct lumen secretion. The mandibular glands gave positive reaction
of both stains, a high intensity was detected in the mucous acini cells while a
weak intensity was detected in duct lumen secretion with alcian blue pH 2.5.
Periodic acid Schiff gave a high intensity in the serous acini while a moderate to
high intensity was detected in the duct lumen secretion. In general, the
characteristic of both glands were not similar with that of other carnivores. This
may be caused by diet pattern differences.
Keywords: Paradoxurus hermaphroditus, parotid gland, mandibular gland

MORFOLOGI KELENJAR PAROTIS DAN MANDIBULARIS
MUSANG LUAK (Paradoxurus hermaphroditus)

AFDI PRATAMA


Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Kedokteran Hewan pada
Fakultas Kedokteran Hewan

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

Judul Skripsi : Morfologi Kelenjar Parotis dan Mandibularis Musang Luak
(Paradoxurus hermaphroditus)
Nama
: Afdi Pratama
NIM
: B04080096

Disetujui oleh


Dr. Drh. Savitri Novelina, M.Si, PAVet
Pembimbing I

Drh. I Ketut Mudite Adnyane, M.Si, Ph.D, PAVet
Pembimbing II

Diketahui oleh

Drh. Agus Setiyono, MS, Ph.D, APVet
Wakil Dekan

Tanggal Lulus:

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Tema yang
dipilih dalam penelitian yang dilakukan sejak bulan Februari 2012 ini adalah
anatomi musang luak yang berjudul “Morfologi Kelenjar Parotis dan
Mandibularis Musang Luak (Paradoxurus hermaphroditus)”.
Selama penyusunan skripsi ini penulis mendapat begitu banyak bantuan

yang telah diberikan oleh berbagai pihak. Oleh sebab itu penulis ingin
menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:
1. Dr. Drh. Savitri Novelina, M.Si, PAVet sebagai pembimbing utama atas
segala motivasi, kritik, saran, bantuan dan kesabaran yang telah diberikan
selama penelitian hingga penyelesaian skripsi.
2. Drh. I Ketut Mudite Adnyane, M.Si, Ph.D, PAVet sebagai pembimbing
kedua atas segala motivasi, saran, bantuan dan kesabaran yang telah
diberikan.
3. Dr. Drh. Nurhidayat, MS, PAVet, Dr. Drh. Chairun Nisa’, M.Si, PAVet,
Dr. Drh. Heru Setijanto, PAVet(K), dan Drh. Supratikno, M.Si, PAVet
atas bantuan yang telah diberikan selama penulis melakukan penelitian.
4. Dr. Drh. Mokhammad Fahrudin sebagai Pembimbing Akademik yang
telah memberikan bantuan dan dukungan selama penulis menjalankan
studi di tingkat sarjana.
5. Ayah, Bunda dan segenap keluarga besar atas bantuan, semangat, doa dan
motivasi yang telah diberikan.
6. Teman-teman satu penelitian musang luak (Arini Kusumastuti, Fitria
Apriliani, dan Ratih Komala Dewi) dan teman-teman satu laboratorium
(Oki Kurniawan, Hilda Susanti, Agustian Saputra, Arie Wahyuningsih)
atas bantuannya selama ini.

7. Sahabat-sahabat (Jasmine Setyawati, Rindang Khairani dan Isna Lailatur
Rohmah) atas inspirasi, dorongan, doa dan semangat.
8. Staf laboratorium anatomi (Mas Rudi, Pak Holid, Mas Bayu) atas bantuan
yang telah diberikan kepada penulis.
9. Teman-teman satu angkatan dan semua pihak yang turut berpartisipasi
dalam penyelesaian skripsi ini yang tidak dapat disebutkan satu persatu.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, Januari 2013
Afdi Pratama

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

vi

DAFTAR GAMBAR

vi

DAFTAR LAMPIRAN


vi

PENDAHULUAN

1

Latar Belakang

1

Perumusan Masalah

1

Tujuan Penelitian

1

Manfaat Penelitian


1

TINJAUAN PUSTAKA

2

Musang Luak

2

Morfofisiologi Kelenjar Ludah Mamalia

2

Kelenjar Parotis

3

Kelenjar Mandibularis

3

METODE

4

Bahan

4

Alat

4

Prosedur Analisis Data

5

HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil

5
5

Makroanatomi kelenjar parotis dan mandibularis

5

Mikroanatomi kelenjar parotis dan mandibularis

6

Kandungan dan distribusi karbohidrat kelenjar

7

Pembahasan

9

Makroanatomi kelenjar parotis dan mandibularis

9

Mikroanatomi kelenjar parotis dan mandibularis

9

Kandungan dan distribusi karbohidrat kelenjar parotis dan mandibularis
SIMPULAN DAN SARAN

10
11

Simpulan

11

Saran

11

DAFTAR PUSTAKA

11

DAFTAR TABEL
1

Morfometri kelenjar parotis dan mandibularis musang luak

6

2

Intensitas warna rata-rata kelenjar parotis dan mandibularis terhadap
pewarnaan alcian blue (AB) pH 2.5 dan periodic acid Schiff (PAS)

8

DAFTAR GAMBAR
1

2
3

4

Gambaran umum musang luak (Paradoxurus hermaphroditus).
Karakteristik berupa rambut cokelat kehitaman yang menutupi tubuh
dengan bintik hitam pada bagian dorsal tubuh, berekor panjang, rambut
putih pada dahi dan rambut hitam pada wajah bagian lateral.

2

Gambaran makroskopis kelenjar parotis (P) dan mandibularis (M)
musang luak tampak lateral kanan. Bar = 1 cm.

5

Fotomikrograf kelenjar parotis (A) dan mandibularis (B) musang luak.
Asinar serous (as), duktus interkalatus (di), duktus striatus (ds), jaringan
ikat interstisial (ji). Pewarnaan HE. Bar = 30µm.

7

Fotomikrograf kelenjar parotis (A,B) dan kelenjar mandibularis (C,D).
Karbohidrat asam hanya terdeteksi pada asinar mukus dan sekreta
lumen duktus kelenjar mandibularis. Karbohidrat netral ditemukan pada
bagian asinar mukus dan sekreta lumen duktus kedua kelenjar. Asinar
serous (as), asinar mukus (am), epitel duktus (ed), sekreta lumen duktus
(
). Pewarnaan AB pH 2.5 (A,C) dan PAS (B,D). Bar = 50 µm.

8

DAFTAR LAMPIRAN
1

Pewarnaan hematoksilin eosin

15

2

Pewarnaan alcian blue pH 2.5

16

3

Pewarnaan periodic acid Schiff

17

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Musang luak (Paradoxurus hermaphroditus) merupakan salah satu jenis
mamalia Indonesia yang populer karena kemampuannya dalam memilih buah kopi
yang matang dan berkualitas baik untuk dikonsumsi. Biji kopi yang tidak tercerna
dan dikeluarkan bersama feses dikenal sebagai kopi luak. Kopi luak disukai
penggemar kopi karena memiliki cita rasa yang khas (Onishi 2010).
Musang luak digolongkan ke dalam ordo karnivora, famili viverridae
(Vaughan 1978). Berdasarkan pola makan, musang luak dapat digolongkan ke
dalam omnivora karena hewan ini memakan segala jenis pakan. Oleh sebab itu
musang luak memiliki keunikan dibandingkan dengan karnivora lainnya terutama
dari aspek diet yang dapat mempengaruhi morfofungsi organ pencernaan.
Kelenjar ludah merupakan salah satu organ asesori sistem pencernaan yang
berfungsi untuk membantu proses pencernaan makanan. Penelitian ini bertujuan
untuk mempelajari morfologi kelenjar ludah musang luak. Pengetahuan mengenai
morfologi kelenjar ludah dapat mendukung pemahaman mengenai pakan dan
fisiologi sistem pencernaan.
Penelitian serupa mengenai kelenjar ludah telah dilaporkan pada berbagai
hewan antara lain pada tikus (Parks 1961), sapi (Schakleford & Wilborn 1969),
anjing (Nagato & Tandler 1986), tupai (Zainuddin et al. 2000), tupai pohon ekor
halus (Kimura 2005), kambing, kucing, babi (Adnyane 2009) dan muntjak
(Adnyane et al. 2010), burung walet (Novelina 2010) Akan tetapi penelitian
mengenai kelenjar ludah musang luak belum penah dilaporkan sehingga penelitian
ini menarik untuk dilakukan.
Perumusan Masalah
Musang luak adalah hewan multimanfaat yang sangat potensial untuk
dikembangkan, terutama dari segi usaha pengembangan budidaya kopi luak. Kopi
luak sendiri merupakan produk hasil pencernaan, sehingga pengetahuan mengenai
anatomi dan fisiologi saluran pencernaan menjadi sangat dibutuhkan dalam
rangka mendukung usaha budidaya lebih lanjut.
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari morfologi kelenjar parotis dan
mandibularis musang luak secara makroanatomi maupun mikroanatomi yang
mencakup letak topografis, bentuk, ukuran, sel-sel penyusun serta studi histokimia
dengan tinjauan kandungan dan distribusi karbohidrat.
Manfaat Penelitian
Penelitian ini bermanfaat sebagai data dasar bagi penelitian di masa yang
akan datang dan juga memberikan informasi mengenai kelenjar ludah untuk
menunjang budidaya musang luak.

2

TINJAUAN PUSTAKA
Musang Luak
Musang luak dikenal juga dengan istilah Asian palm civet dan Toddy cat
merupakan mamalia yang unik. Panjang tubuh sekitar 50 cm dan berat dewasa
rata-rata 2-5 kg (Corlett 2011). Baker & Kelvin (2008) menyatakan karakteristik
hewan ini secara umum antara lain berambut cokelat gelap dengan bintik-bintik
hitam pada bagian dorsal tubuh, berekor panjang, memiliki rambut putih pada
dahi dan rambut hitam di wajah bagian lateral sehingga menyerupai topeng,
memiliki moncong dengan gigi runcing, karakteristik tersebut diperlihatkan pada
Gambar 1. Musang luak termasuk ke dalam ordo karnivora, famili viverridae
bersama linsang Afrika dan binturong (Schreiber et al. 1989). Musang luak
terdapat secara luas di benua Asia khususnya Asia selatan, Indochina, kepulauan
Philipina dan kepulauan Indonesia bagian barat (Meijaard et al. 2006). Habitat
terutama di hutan hujan tropis, hutan gugur dan daerah dekat pemukiman manusia
(Duckworth et al. 1999). Musang luak memiliki perbedaan mencolok dengan
karnivora pada umumnya, terutama pada aspek diet, musang luak selain
mengonsumsi daging juga dapat mengonsumsi bahan pakan lain seperti serangga
dan bahan nabati seperti buah-buahan manis (Su & Sale 2007). Jothish (2011)
melaporkan berbagai jenis biji buah ditemukan dalam feses musang luak yang
tersebar di hutan Kerala, India dengan tingkat germinasi biji mencapai 100%,
sehingga musang luak dikenal juga sebagai agen permudaan hutan karena dapat
menyebarkan biji melalui feses.

Gambar 1 Gambaran umum musang luak (Paradoxurus hermaphroditus).
Karakteristik berupa rambut cokelat kehitaman yang menutupi tubuh
dengan bintik hitam pada bagian dorsal tubuh, berekor panjang,
rambut putih pada dahi dan rambut hitam pada wajah bagian lateral.

Morfofisiologi Kelenjar Ludah Mamalia
Sistem pencernaan mamalia dilengkapi organ-organ yang berfungsi
membantu proses pencernaan, salah satunya adalah kelenjar ludah. Pada mamalia
kelenjar ludah terbagi menjadi dua jenis yaitu kelenjar ludah mayor dan kelenjar

3
ludah minor. Kelenjar ludah mayor pada kebanyakan mamalia terdiri atas tiga
pasang yaitu kelenjar parotis, mandibularis dan sublingualis. Kelenjar ludah
minor terdiri atas kelenjar pada mukosa bukalis dan lidah (Cunningham 1997).
Hume & Warner (1980) menyatakan mamalia herbivora memiliki ukuran kelenjar
parotis yang relatif lebih besar daripada kelenjar mandibularis, sedangkan
karnivora memiliki kelenjar mandibularis yang lebih besar daripada kelenjar
parotis.
Secara histologis kelenjar ludah merupakan kelenjar yang berbentuk
tubuloasinar dengan modus sekresi merokrin (Dellmann & Brown 1981;
Samuelson 2007). Produksi ludah terjadi di dalam sel-sel asinar kemudian
disalurkan melalui alat penyalur (duktus) menuju rongga mulut (Dyce et al. 2002).
Ludah berfungsi dalam proses pencernaan maupun menjaga higiene rongga mulut,
kandungan air ludah antara lain adalah air, enzim, buffer (Kent & Miller 1997),
laktoferrin, lisozim (Adnyane et al. 2007), dan immunoglobulin-A
(Mohammadpour 2009). Berdasarkan bentuk sekretanya, kelenjar ludah dapat
diklasifikasikan menjadi tiga tipe, yaitu kelenjar serous yang mensekresikan
sekreta encer menyerupai air, kelenjar mukus yang mensekresikan sekreta kental
dan kelenjar seromukus yang mensekresikan sekreta campuran (Bacha & Bacha
2000).
Kelenjar Parotis
Kelenjar parotis merupakan kelenjar yang terletak di ramus mandibula, pada
kebanyakan mamalia, kelenjar ini menghasilkan sekreta serous yang didalamnya
terkandung enzim amilase (Dyce et al. 2002). Pada herbivora, kelenjar ini
berukuran lebih besar daripada kelenjar ludah lainnya (Hildebread & Goslow
2001). Secara histologis, kelenjar parotis tersusun atas bagian asinus dan bagian
duktus. Bagian asinus kelenjar tersusun oleh sel-sel asinar yang dapat bersifat
serous maupun seromukus. Asinar serous dapat ditemukan pada ruminansia
(Habel & Biberstein 1957; Shackleford & Wilborn 1968) dan babi (Adnyane
2009), sedangkan asinar seromukus dapat ditemukan pada kucing (Adnyane 2009),
anjing (Nagato & Tandler 1986) dan tupai (Zainuddin et al. 2000).
Kelenjar Mandibularis
Kelenjar mandibularis terletak di kaudal angulus mandibularis os
mandibula pada kebanyakan mamalia (Aspinall & O’Reilly 2004) dan merupakan
kelenjar penghasil sekreta campuran pada kebanyakan jenis mamalia. Pada masa
terdahulu, kelenjar ini dikenal dengan nama kelenjar submandibularis dan nama
direvisi menjadi kelenjar mandibularis sejak tahun 2005 (ICVGAN 2005). Secara
histologis, kelenjar ini tersusun atas bagian asinus dan duktus, akan tetapi sel
penyusun asinus terdiri atas dua jenis sel yaitu sel asinar serous dan sel asinar
mukus (Dellmann & Brown 1981). Sel asinar serous terdapat di pinggir sel asinar
mukus membentuk struktur yang dikenal sebagai demiluna serous, bentuk sel
asinar serous menyerupai piramida dengan inti di tengah, sedangkan sel asinar
mukus berbentuk piramida dengan inti yang terletak ke arah membran basal
(Habel & Biberstein 1957). Struktur histologis kelenjar mandibularis pada
berbagai hewan relatif tidak berbeda, studi mengenai kelenjar mandibularis telah

4
dilakukan pada berbagai spesies hewan, antara lain tupai (Zainuddin et al. 2000),
kancil, kelinci (Adnyane 2003), sapi (Adnyane et al. 2007) kambing, kucing,
babi (Adnyane 2009) dan burung walet linchi (Novelina 2010).

METODE
Pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan metode eksploratif
melalui eksperimen laboratorium. Adapun langkah kerja adalah sebagai berikut,
hewan dianestesi dengan menggunakan campuran ketamin dan xylazine dengan
dosis 1 mg/kgBB hewan, kemudian dilakukan eksanguinasi sekaligus perfusi
dengan larutan fiksatif paraformaldehida 4%, dilanjutkan dengan insisi daerah
bukalis hingga didapatkan kelenjar parotis dan mandibularis dan dilakukan
pengamatan makroskopis in situ, kemudian organ diambil dan dilakukan
pengukuran morfometri yang meliputi panjang, lebar dan berat. Organ kemudian
dimasukkan ke dalam larutan paraformaldehida 4% untuk difiksasi.
Setelah dilakukan fiksasi organ dipindahkan ke dalam alkohol 70%,
selanjutnya dilakukan dehidrasi dengan alkohol konsentrasi bertingkat dan
penjernihan dengan xylol. Proses selanjutnya adalah penanaman jaringan di dalam
parafin untuk kemudian dijadikan blok parafin. Untuk kemudian dilakukan
pemotongan menggunakan mikrotom, pemotongan dilakukan pada ketebalan
5µm. Hasil potongan diletakkan di gelas objek dan diinkubasi dalam inkubator
selama 1x24 jam. Kemudian dilakukan proses pewarnaan yang diawali dengan
deparafinisasi dan rehidrasi, kemudian dilakukan pewarnaan, dalam penelitian ini
digunakan tiga jenis pewarnaan yaitu hematoksilin eosin untuk mengamati
struktur umum jaringan, alcian blue (AB) pH 2.5 untuk mendeteksi kandungan
karbohidrat asam dan periodic acid Schiff (PAS) untuk mendeteksi karbohidrat
netral (Kiernan 1990). Pengamatan mikroanatomi dilakukan dengan mikroskop
cahaya dan pengambilan gambar fotomikrograf dengan mikroskop cahaya yang
dilengkapi dengan kamera digital.
Bahan
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah kelenjar parotis dan
mandibularis dari empat ekor musang luak (dua pasang jantan dan betina),
ketamin, xylazine, paraformaldehida 4%, alkohol bertingkat (70%, 80%, 90%,
95%, dan 100%), larutan xylol, parafin, gelas objek, gelas penutup, aquadest, air
keran, entellan®, zat pewarna hematoksilin eosin, alcian blue pH 2.5 dan periodic
acid Schiff.
Alat
Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain timbangan digital
perasat bedah minor, peralatan histoteknik, rotary microtome, peralatan fotografi
yang terdiri atas kamera Canon EOS 200D, electronic eyepiece MD 130, dan
mikroskop cahaya Olympus CH30.

5
Prosedur Analisis Data
Analisis data dalam penelitian ini dilakukan secara deskriptif dan metode
skoring intensitas warna dengan nilai negatif (-), lemah (+), sedang (++) dan kuat
(+++) pada bagian kandungan dan distribusi karbohidrat. Hasil penelitian juga
dibandingkan dengan literatur dari hewan lainnya yang berasal dari buku teks dan
hasil penelitian terdahulu.

HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
Makroanatomi kelenjar parotis dan mandibularis
Kelenjar parotis dan mandibularis pada musang luak termasuk ke dalam
kelenjar ludah mayor. Kelenjar parotis terletak di ventral meatus acusticus
externus dan di kaudal m. masseter. Pada musang luak kelenjar parotis ada
sepasang. Kelenjar parotis adalah kelenjar yang berbentuk oval dengan aspek
berlobus-lobus yang dipisahkan oleh jaringan ikat, berwarna merah pucat dan
dilapisi jaringan ikat (Gambar 2). Kelenjar mandibularis terletak tepat di ventral
kelenjar parotis dan di kaudal angulus mandibularis os mandibula. Jumlah
kelenjar ini ada sepasang. Kelenjar ini berbentuk tidak beraturan dengan aspek
berlobus-lobus yang dipisahkan oleh jaringan ikat, berwarna kekuningan dan
dilapisi jaringan ikat (Gambar 2).

Gambar 2 Gambaran makroskopis kelenjar parotis (P) dan mandibularis (M)
musang luak tampak lateral kanan. Bar = 1 cm.
Melalui pengukuran makroanatomi didapatkan ukuran rataan kedua kelenjar
yang meliputi panjang, lebar, tebal dan berat. Pada hewan jantan didapatkan
rataan ukuran kelenjar parotis yaitu panjang 2.75 ± 0.73 cm, lebar 2.00 ± 0.37 cm,
tebal 0.41 ± 0.07 cm dan berat 1.56 ± 0.23 g, sedangkan rataan ukuran kelenjar
mandibularis yaitu panjang 2.30 ± 0.39 cm, lebar 1.88 ± 0.39 cm, tebal 0.40 ±
0.07 cm dan berat 0.71 ± 0.02 g. Pada hewan betina didapatkan rataan ukuran
kelenjar parotis yaitu panjang 3.48 ± 0.29 cm, lebar 2.45 ± 0.31 cm, tebal 0.42 ±

6
0.08 cm dan berat 1.69 ± 0.27 g, sedangkan rataan ukuran kelenjar mandibularis
yaitu panjang 2.20 ± 0.24 cm, lebar 1.98 ± 0.10 cm, tebal 0.44 ± 0.04 cm dan
berat 0.74 ± 0.02 g. Ukuran rataan morfometri kedua kelenjar secara rinci
diperlihatkan pada Tabel 1.

Tabel 1 Morfometri kelenjar parotis dan mandibularis musang luak,
(ukuran ± SD).
Kelenjar

Kiri

Jantan
Kanan

Kiri

Betina
Kanan

Parotis
Panjang (cm)
Lebar (cm)
Tebal (cm)
Berat (g)

2.70 ± 0.57
1.90 ± 0.42
0.38 ± 0.04
1.70 ± 0.28

2.80 ± 1.13
2.10 ± 0.42
0.44 ± 0.09
1.42 ± 0.02

3.65 ± 0.35
2.20 ± 0.14
0.48 ± 0.04
1.92 ± 0.06

3.30 ± 0.00
2.70 ± 0.14
0.36 ± 0.05
1.46 ± 0.01

Mandibularis
Panjang (cm)
Lebar (cm)
Tebal (cm)
Berat (g)

2.15 ± 0.49
1.95 ± 0.35
0.36 ± 0.08
0.69 ± 0.01

2.45 ± 0.35
1.80 ± 0.57
0.45 ± 0.01
0.73 ± 0.01

2.15 ± 0.21
1.95 ± 0.07
0.43 ± 0.05
0.73 ± 0.01

2.25 ± 0.35
1.90 ± 0.14
0.45 ± 0.04
0.75 ± 0.01

Mikroanatomi kelenjar parotis dan mandibularis
Struktur mikroanatomi kedua kelenjar secara umum memiliki kesamaan
yaitu terdiri atas dua bagian utama penyusun yaitu bagian parenkim dan stroma.
Bagian parenkim tersusun atas ujung kelenjar (asinus) dan alat penyalur (duktus),
sedangkan stroma tersusun atas jaringan ikat, pembuluh darah dan saraf. Jaringan
ikat melapisi seluruh permukaan kelenjar dan menyusup ke dalam kelenjar,
jaringan ikat ini memisahkan kelenjar menjadi lobus-lobus, lebih jauh lagi
jaringan ikat yang lebih tipis menyusup ke dalam lobus-lobus dan membagi lobus
menjadi lobulus-lobulus.
Kelenjar parotis memiliki ujung kelenjar yang tersusun atas sel asinar serous
berbentuk piramida dengan inti sel bulat dan terletak di tengah, dengan pewarnaan
hematoksilin eosin, inti sel berwarna ungu gelap sedangkan sitoplasma sel
berwarna merah muda (Gambar 3A).
Kelenjar mandibularis memiliki ujung kelenjar yang tersusun atas dua jenis
sel penyusun yaitu sel asinar mukus dan sel asinar serous. Sel asinar mukus
berbentuk seperti piramida dengan inti sel pipih dan terletak ke arah membran
basal, dengan pewarnaan hematoksilin eosin, inti sel berwarna ungu gelap dan
sitoplasma berwarna biru cerah. Sel asinar serous berbentuk piramida yang
terletak di pinggir kumpulan asinar mukus membentuk demiluna, dengan
pewarnaan hematoksilin eosin, inti sel berwarna ungu gelap dan sitoplasma
berwarna merah gelap (Gambar 3B).

7
Alat penyalur ditemukan pada kedua kelenjar, terdapat tiga jenis alat
penyalur yang ditemukan yaitu duktus interkalatus, duktus striatus dan duktus
ekskretorius yang dibedakan menurut jenis epitel penyusun dan ukuran. Duktus
interkalatus tersusun atas epitel pipih selapis hingga kubus sebaris dan berukuran
paling kecil, duktus striatus tersusun atas epitel silindris sebaris dan berukuran
sedang, duktus eksretorius tersusun atas epitel silindris banyak baris dan
berukuran paling besar.

Gambar 3 Fotomikrograf kelenjar parotis (A) dan mandibularis (B) musang
luak. Asinar serous (as), duktus interkalatus (di), duktus striatus
(ds), jaringan ikat interstisial (ji). Pewarnaan HE. Bar = 30µm.
Kandungan dan distribusi karbohidrat kelenjar
Melalui metode histokimia AB pH 2.5 dan PAS, pada kelenjar parotis hanya
terdeteksi adanya kandungan karbohidrat netral sedangkan pada kelenjar
mandibularis terdeteksi adanya kandungan karbohirdrat asam dan netral. Reaksi
positif ditunjukkan dengan hadirnya warna spesifik dan intensitas warna
merepresentasikan intensitas kandungan karbohidrat. Pada kelenjar parotis
bereaksi negatif (-) terhadap pewarnaan AB pH 2.5 (Gambar 4A) sedangkan
pewarnaan PAS bereaksi positif dengan intensitas sedang (++) pada sel asinar
serous serta intensitas lemah (+) pada sekreta lumen duktus (Gambar 4B). Pada
kelenjar mandibularis, kedua pewarnaan menghasilkan reaksi positif dengan
intensitas bervariasi, pada pewarnaan AB pH 2.5 menghasilkan reaksi positif
dengan intensitas kuat (+++) pada sel asinar mukus dan intensitas lemah (+) pada
sekreta lumen duktus (Gambar 4C). Pewarnaan PAS menghasilkan reaksi positif
dengan intensitas kuat (+++) pada sel asinar serous, intensitas sedang hingga kuat
(++ ~ +++) pada sekreta lumen duktus, intensitas sedang (++) pada sel asinar
mukus dan membran basal duktus, dan intensitas lemah (+) pada epitel duktus
(Gambar 4D). Intensitas karbohidrat pada kelenjar parotis dan mandibularis
diperlihatkan secara rinci pada Tabel 2.

8
Tabel 2 Intensitas karbohidrat pada kelenjar parotis dan mandibularis terhadap
pewarnaan AB pH 2.5 dan PAS.
Kelenjar ludah musang luak

Pewarnaan
AB pH 2.5

PAS

Kelenjar Parotis
Sel-sel asinar serous
Epitel duktus
Membran basal duktus
Sekreta pada lumen duktus

-

++
+

Kelenjar Mandibularis
Sel-sel asinar mukus
Sel-sel asinar serous
Epitel duktus
Membran basal duktus
Sekreta pada lumen duktus

+++
+

++
+++
+
++
++ ~ +++

Keterangan: (-) negatif, (+) lemah, (++) sedang, (+++) kuat.

Gambar 4 Fotomikrograf kelenjar parotis (A,B) dan kelenjar mandibularis
(C,D). Karbohidrat asam hanya terdeteksi pada asinar mukus dan
sekreta lumen duktus kelenjar mandibularis. Karbohidrat netral
ditemukan pada bagian asinar mukus dan sekreta lumen duktus
kedua kelenjar. Asinar serous (as), asinar mukus (am), epitel duktus
(ed), sekreta lumen duktus ( ). Pewarnaan AB pH 2.5 (A,C) dan
PAS (B,D). Bar = 50 µm.

9
Pembahasan
Makroanatomi kelenjar parotis dan mandibularis
Kelenjar ludah merupakan organ asesori pada sistem pencernaan hewan.
Phillips & Tandler (1996) menyatakan bahwa tidak ada suatu deskripsi mengenai
kelenjar ludah yang dapat mewakili seluruh jenis mamalia secara umum. Kelenjar
ludah setiap jenis hewan sangat bervariasi satu sama lain dan hal ini berkaitan
dengan jenis pakan serta pola tingkah laku makan. Kelenjar parotis dan kelenjar
mandibularis merupakan kelenjar ludah mayor pada musang luak. Dari hasil
pengamatan makroanatomi didapatkan letak kelenjar parotis dan mandibularis
pada situs viscerum menyerupai letak kelenjar yang sama pada hewan lainnya
seperti kuda, ruminansia (Getty 1975) dan anjing (Smith 1999).
Dari hasil pengukuran morfometri didapatkan bahwa ukuran kelenjar parotis
dan mandibularis musang luak jantan dan betina tidak memiliki perbedaan ukuran
yang signifikan, sehingga dapat dikatakan bahwa ukuran kelenjar tidak
dipengaruhi oleh jenis kelamin. Melalui pengukuran morfometri juga didapatkan
bahwa ukuran kelenjar parotis relatif lebih besar daripada kelenjar mandibularis.
Hume & Warner (1980) menyatakan bahwa kelenjar mandibularis pada
karnivora biasanya berukuran lebih besar daripada kelenjar parotis. Tetapi pada
musang luak kelenjar parotis lebih besar, hal ini diduga memiliki hubungan
dengan pola diet musang luak yang berbeda dengan karnivora kebanyakan dan
esofagus musang luak yang tidak memiliki kelenjar esofagus (Kusumastuti 2012)
sehingga fungsi lubrikasi sepenuhnya dilakukan oleh kelenjar ludah.
Mikroanatomi kelenjar parotis dan mandibularis
Struktur mikroanatomi kelenjar parotis tersusun atas dua bagian utama yaitu
parenkim dan stroma. Parenkim terdiri dari sel asinar yang berbentuk piramida
dengan inti terletak di tengah, sehingga sel asinar kelenjar parotis musang luak
digolongkan sebagai kelenjar serous murni. Kelenjar serous murni menghasilkan
sekreta cair yang berfungsi untuk melubrikasi makanan yang bersifat kering dan
keras seperti bahan nabati dan serangga, kelenjar parotis yang bersifat serous
murni biasa ditemukan pada hewan herbivora, insektivora dan omnivora seperti
kuda (Bacha & bacha 2000), tupai pohon ekor halus (Kimura 2005), sapi
(Adnyane et al. 2007) kambing, babi (Adnyane 2009) dan muntjak (Adnyane et al.
2010). Musang luak diduga memakan jenis pakan yang memiliki karakteristik
serupa dengan pakan hewan-hewan di atas.
Struktur mikroanatomi kelenjar mandibularis musang luak tersusun atas
bagian parenkim dan stroma. Kelenjar mandibularis musang luak merupakan
kelenjar campuran serous dan mukus. Sekreta campuran berfungsi dalam lubrikasi
makanan yang bersifat halus dan basah seperti daging (Cunningham 1997),
sehingga kelenjar mandibularis merupakan kelenjar ludah yang berkembang pada
hewan karnivora (Hume & Warner 1980). Sifat kelenjar campuran juga ditemukan
pada berbagai hewan lain seperti anjing, kucing (Dellmann & Brown 1981),
kambing, kucing, babi (Adnyane 2009) dan muntjak (Adnyane et al. 2010).
Kelenjar mandibularis tidak memiliki perbedaan signifikan pada sifat kelenjar
terhadap jenis pakan, hal ini terlihat dari sifat kelenjar yang tidak berbeda
walaupun pola dan jenis pakan yang berbeda.

10
Alat penyalur (duktus) merupakan bagian dari parenkim kelenjar ludah yang
berfungsi untuk menyalurkan sekreta ludah ke dalam rongga mulut. Duktus yang
ditemukan antara lain duktus interkalatus, duktus striatus dan duktus eksretorius.
Duktus interkalatus menghubungkan asinus (Habel & Biberstein 1957) dan
bergabung menjadi duktus striatus yang memiliki fungsi untuk kontrol
homeostasis elektrolit dalam sekreta ludah (Tandler et al. 2001), duktus ini
kemudian bersatu menjadi duktus eksretorius yang membawa sekreta ludah ke
dalam rongga mulut.
Kandungan dan distribusi karbohidrat kelenjar parotis dan mandibularis
Karbohidrat merupakan molekul penting dalam kehidupan makhluk hidup,
tersebar di dalam jaringan tubuh, termasuk juga kelenjar ludah. Keberadaan
karbohidrat dalam kelenjar ludah dapat berfungsi sebagai bahan penyusun sel
(Humason 1967) dan komponen sekreta ludah (Dyce et al. 2002).
Dari hasil pendeteksian karbohidrat didapatkan bahwa kelenjar parotis tidak
bereaksi dengan AB pH 2.5 di setiap bagian kelenjar, sedangkan PAS
menghasilkan reaksi positif dengan intensitas lemah hingga sedang pada sekreta
dan sel asinar serous. Dari hasil tersebut dapat dianalisis bahwa kelenjar parotis
musang luak tidak mengandung karbohdirat asam tetapi mengandung serta
mensekresi karbohidrat netral. Produksi karbohidrat netral ini dibuktikan dengan
hadirnya reaksi positif dengan intensitas lemah pada sekreta lumen duktus. Hasil
ini sangat bersesuaian dengan struktur mikroanatomi kelenjar parotis yang bersifat
serous murni, karena pada umumnya sel asinar serous mengandung karbohidrat
netral dan tidak mengandung karbohidrat asam. Hasil ini bersesuaian dengan
hewan-hewan yang memiliki kelenjar parotis bersifat serous murni seperti tupai
pohon ekor halus (Kimura 2005), kambing dan babi (Adnyane 2009) dan berbeda
dengan hewan yang memiliki kelenjar parotis bersifat seromukus, contohnya
adalah tupai (Zainuddin et al. 2000) dan kucing (Adnyane 2009).
Kelenjar mandibularis musang luak bereaksi terhadap kedua jenis
pewarnaan dengan intensitas bervariasi. Pewarnaan AB pH 2.5 memberikan hasil
positif pada sekreta lumen duktus dan asinar mukus dengan intensitas lemah
hingga kuat. Hasil ini memberikan gambaran bahwa asinar mukus mengandung
karbohidrat asam dan merupakan salah satu sumber karbohidrat asam pada air
ludah musang luak, hal tersebut diketahui dari terdeteksinya karbohidrat asam di
sekreta lumen duktus sedangkan epitel duktus tidak bereaksi positif sehingga satusatunya sumber karbohidrat di dalam lumen duktus adalah sel asinar mukus.
Pewarnaan PAS menghasilkan reaksi positif pada seluruh bagian parenkim
kelenjar yaitu pada epitel duktus, asinar mukus, sekreta lumen duktus dan asinar
serous dengan intensitas lemah hingga kuat. Hasil ini memperlihatkan bahwa
kedua asinar kelenjar mandibularis mengandung karbohidrat netral dan diduga
kuat keduanya juga mensekresikan karbohidrat netral ke air ludah. Intensitas
karbohidrat netral paling kuat ditemukan pada asinar serous dan diduga asinar
serous merupakan sumber utama karbohidrat netral di dalam air ludah musang
luak. Pendeteksian karbohidrat pada kelenjar mandibularis menghasilkan reaksi
yang beragam pada setiap jenis hewan (Zainuddin et al. 2000; Kimura 2005;
Adnyane et al. 2007; Adnyane 2009; Adnyane et al. 2010) dan tidak ada satu
literatur yang menunjukkan kemiripan hasil dengan hasil pada musang luak.

11
Perbedaan jenis dan pola distribusi karbohidrat kelenjar parotis dan
mandibularis setiap hewan sangat terkait dengan perbedaan jenis dan pola makan
masing-masing hewan (Pinkstaff 1981). Musang luak adalah hewan omnivora
yang dapat memakan berbagai jenis pakan seperti buah-buahan, serangga dan
daging (Jothish 2011) meskipun hewan ini digolongkan ke dalam karnivora
(Schreiber et al. 1989). Perbedaan diet seperti ini juga terjadi pada beberapa
contoh karnivora lain seperti rubah dan panda raksasa yang memiliki pola diet
berbeda dengan karnivora umumnya (Redaksi Ensiklopedi Indonesia 1992).
Karakteristik morfologi dari suatu organ tentunya harus didukung dengan
penelitian mengenai fisiologi dari organ tersebut, dalam hal ini adalah kelenjar
parotis dan mandibularis. Analisis biokimia air ludah musang luak sekiranya
menjadi penting untuk mengungkap keterkaitan antara morfologi dan fisiologi
kelenjar parotis dan mandibularis musang luak.

SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Kelenjar parotis musang luak berukuran relatif lebih besar dibandingkan
kelenjar mandibularis dan tidak dipengaruhi oleh jenis kelamin. Kelenjar parotis
musang luak merupakan kelenjar serous murni sedangkan kelenjar mandibularis
musang luak merupakan kelenjar campuran. Asinar mukus pada kelenjar
mandibularis mengandung karbohidrat asam dan netral sedangkan asinar serous
pada kedua kelenjar mengandung karbohidrat netral. Perbedaan ini diduga
berkaitan dengan jenis pakan dan pola makan musang luak.
Saran
Disarankan untuk melakukan penelitian lebih lanjut mengenai persebaran
glikokonjugat menggunakan histokimia lektin dan melakukan penelitian analisis
biokimia pada sekreta ludah tiap kelenjar ludah musang luak.

DAFTAR PUSTAKA
Adnyane IKM, Novelina S, Wresdiyati T, Winarto A, Agungpriyono S. 2007. Sel
penghasil lisozim terdeteksi pada kelenjar ludah sapi dengan teknik
imunohistokimia. Jurnal Veteriner. 8(1): 10-15.
Adnyane IKM, Zuki AB, Noordin MM, Agungpriyono S. 2010. Histological
study of the parotid and mandibular glands of barking deer (Muntiacus
muntjak) with special reference to the distribution of carbohydrate content.
Anatomia Histologia Embryologia. 39: 516-520.
Adnyane IKM. 2003. Profil Kelenjar Parotis dan Submandibularis Hewan
Mammalia dengan Tinjauan Khusus pada Kandungan Glikokonjugat dan
Lisozim [Tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

12
Adnyane IKM. 2009. Morfologi kelenjar ludah kambing, kucing dan babi dengan
tinjauan khusus pada distribusi dan kandungan karbohidrat. Jurnal Kedokteran
Hewan. 3(2): 190-195.
Aspinall V, O’Reilly M. 2004. Introduction to Veterinary Anatomy and
Physiology. Edinburgh (GB): Buttenworth Heinemann.
Bacha WJ, Bacha LM. 2000. Color Atlas of Veterinary Histology. 2nd Edition.
Maryland (US): Lippincott Williams & Wilkins.
Baker N, Kelvin L. 2008. Wild Animals of Singapore: A Photographic Guide to
Mammals, Reptiles, Amphibians, and Freshwater Fishes. Singapore (SG):
Vertebrate Study Group, Nature Society.
Corlett RT. 2011. Vertebrate carnivores and predation in the oriental
(Indomalayan) region. The Raffles Bulletin of Zoology. 59(2): 325-360.
Cunningham J. 1997. Textbook of Veterinary Physiology. St. Louis (US): W.B.
Saunders Company.
Dellmann HD, Brown EM. 1981. Textbook of Veterinary Histology. Philadelpia
(US): Lea and Febiger.
Duckworth JW, Salter RE, Khounboline K. 1999. Wildlife in Lao PDR 1999
Status Report. Vientiane (LA): International Union for Conservation of Nature
(IUCN).
Dyce KM, Sack WO, Wensing GJG. 2002. Textbook of Veterinary Anatomy. 2nd
Edition. Philadelpia (US): W.B. Saunders Company.
Getty R. 1975. The Anatomy of The Domestic Animals. Philadelpia (US): W.B.
Saunders Company.
Habel RE, Biberstein EL. 1957. Fundamentals of The Histology of Domestic
Animals. New York (US): Comstock Publishing Associates.
Hildebrand M, Goslow GE. 2001. Analysis of Vertebrate Structure. 5th Edition.
New York (US): John Wiley & Sons, Inc.
Humason GL. 1967. Animal Tissue Techniques. San Fransisco (US): W.H.
Freeman and Company.
Hume ID, Warner AC. 1980. Evolution of microbial digestion in mammals di
dalam Digestive Physiology and Metabolism in Ruminants. 1st Edition. USA
(US): Avi Publishing.
International Committee on Veterinary Gross Anatomical Nomenclature
[ICVGAN]. 2005. Nomina Anatomica Veterinaria. 5th Edition. Hannover (DE):
Editorial Committee.
Jothish PS. 2011. Diet of the common palm civet (Paradoxurus hermaphroditus)
in a rural habitat in Kerala, India, and its possible role in seed dispersal. Small
Carnivore Conservation. 45: 14–17.
Kent GC, Miller L. 1997. Comparative Anatomy of the Veterbrates. Dubuque
(US): Wm. C. Brown Publisher.

13
Kiernan JA. 1990. Histological & Histochemical Methods: Theory and Practice.
Oxford (GB): Pergamon Press.
Kimura J. 2005. Observation of the salivary glands of northern smooth-tailed tree
shrew (Dendrogale murina) and common tree shrew (Tupaia glis) di dalam
Mysterious Arboreal Tupai. Kyoto (JP): Primate Research Institute.
Kusumastuti A. 2012. Morfologi Esofagus dan Lambung Musang Luak
(Paradoxurus hermaphroditus) [Skripsi]. Bogor (ID): Insitut Pertanian Bogor.
Meijaard E, Sheil D, Nasi R, Augeri D, Rosenbaum B, Iskandar D, Setyawati T,
Lammertink M, Rachmatika I, Wong A, Soehartono T, Stanley S, O’Brien T.
2006. Hutan Pasca Pemanenan: Melindungi Satwa Liar dalam Kegiatan
Hutan Produksi di Kalimantan. Bogor (ID): Center for International Forestry
Research.
Mohammadpour AA. 2009. Investigations on the shape and size of molar and
zygomatic salivary glands in short hair domestic cat. Bulgarian Journal of
Veterinary Medicine. 12(4): 221-225.
Nagato T, Tandler B. 1986. Ultrastructure of dog parotid gland. Journal
Submicroscopic Cytology. 18: 67–74.
Novelina S. 2010. Dinamika Perubahan Morfofungsi Gonad dan Kelenjar
Mandibularis Walet Linchi (Collocalia linchi) Selama Masa Berbiak dan
Bersarang [Disertasi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Onishi N. 2010. From dung to coffee brew with no aftertaste [terhubung berkala].
http://www.nytimes.com (4 Juli 2012).
Parks HF. 1961. On the fine structure of the parotid gland of mouse and rat.
American Journal of Anatomy. 108: 303-329.
Phillips CJ, Tandler B. 1996. Salivary glands, cellular evolution, and adaptive
radiation in mammals. European Journal of Morphology. 34(3): 155-161.
Pinkstaff CA. 1981. Histochemical characterization of salivary glands secretion in
saliva and salivation. Advance in Physiology. 28: 141-261.
Redaksi Ensiklopedi Indonesia. 1992. Ensiklopedi Indonesia Seri Fauna:
Mamalia 2. Jakarta (ID): Ichtiar Baru–Van Hoeve.
Samuelson DA. 2007. Textbook of Veterinary Histology. Missouri (US):
Saunders Elsevier.
Schreiber A, Wirth R, Riffel M, Rompaey HV. 1989. Weasels, Civets,
Mongooses, and their Relatives An Action Plan for the Conservation of
Mustelids and Viverrids. Switzerland (CH): International Union for
Conservation of Nature (IUCN).
Shackleford JM, Wilborn WH. 1969. Ultrastructure of bovine parotid gland.
Journal of Morphology. 127: 453-474.
Smith BJ. 1999. Canine anatomy. Philadelpia (US): Lippincott William &
Wilkins.

14
Su S, Sale J. 2007. Niche differentiation between common palm civet
Paradoxurus hermaphroditus and small Indian civet Viverricula indica in
regenerating degraded forest, Myanmar. Small Carnivore Conservation. 36:
30-34.
Tandler B, Gresik EW, Nagato T, Phillips CJ. 2001. Secretion by striated ducts of
mammalian major salivary glands: review from ultrastructural, functional and
evolutionary perspective. The Anatomical Record. 264: 121-145.
Vaughan TA. 1978. Mammalogy. Philadelpia (US): W.B Saunders Company
Zainuddin N, Agungpriyono S, Wresdiyati T, Adnyane IKM, Sari DK. 2000.
Studi histologi dan histokimia kelenjar submandibularis dan kelenjar parotis
tupai (Tupaia glis) dengan tinjauan khusus pada jenis dan distribusi karbohidrat.
Jurnal Primatologi Indonesia. 3: 9-16.

15

Lampiran 1 Pewarnaan hematoksilin eosin
Pewarnaan hematoksilin eosin merupakan pewarnaan standar untuk
mengetahui struktur umum sel maupun jaringan dalam suatu organ. Tahapan
pewarnaan hematoksilin eosin adalah sebagai berikut:
1. Proses deparafinisasi dengan menggunakan larutan xylol I, II, dan III
masing-masing selama 3-5 menit.
2. Proses rehidrasi dengan menggunakan alkohol bertingkat konsentrasi
100% (III, II, dan I), 96%, 90%, 80%, dan 70% masing-masing selama
3-5 menit.
3. Preparat direndam dalam air keran selama 10 menit kemudian
dibersihkan dengan cara direndam dalam aquadest selama 5 menit.
4. Preparat diwarnai dengan haematoksilin selama 30-45 detik kemudian
direndam di dalam air keran selama beberapa saat.
5. Warna yang dihasilkan dikrontrol di bawah mikroskop. Jika warna ungu
yang dihasilkan kurang kontras, maka preparat dicelupkan kembali ke
dalam pewarna haematoksilin selama 3-5 detik. Namun jika warnanya
terlalu ungu maka preparat dapat dicelupkan dalam pemucat
haematoksilin 1-2 kali (0.5% HCl dalam 70% alkohol).
6. Preparat kembali direndam di dalam air keran selama 10 menit lalu
direndam di dalam aquadest selama 5 menit.
7. Preparat diwarnai dengan eosin selama 30-45 detik.
8. Preparat di dehidrasi dengan alkohol bertingkat dimulai dengan
konsentrasi 70%, 80%, 90%, 96%, dan 100% (I, II, dan III) masingmasing 2-4 kali celup.
9. Preparat dijernihkan dengan larutan xylol I, II, dan III masing-masing
selama 5 menit.
10. Proses mounting dilakukan dengan penutupan preparat dengan cover
glass menggunakan entellan®.
Hasil: inti berwarna biru hingga ungu, sitoplasma, kolagen, keratin dan
eritrosit berwarna merah.

16

Lampiran 2 Pewarnaan alcian blue pH 2.5
Pewarnaan AB bertujuan untuk mendeteksi karbohidrat asam pada jaringan.
Pewarna AB dengan pH 2.5 dapat mewarnai mukosubstan sulfat dan nonsulfat.
Menurut Kiernan (1990) prosedur pewarnaan AB adalah sebagai berikut:
1. Proses deparafinisasi dengan menggunakan larutan xylol I, II, dan III
masing-masing selama 3-5 menit.
2. Proses rehidrasi dengan menggunakan alkohol bertingkat konsentrasi
100% (III, II, dan I), 95%, 90%, 80%, dan 70% masing-masing selama
3-5 menit.
3. Preparat direndam dalam air keran selama 10 menit kemudian
dibersihkan dengan cara direndam dalam aquadest selama 5 menit.
4. Penurunan pH dengan merendamkan preparat ke dalam larutan asam
asetat 3% pada suhu kamar selama 5 menit.
5. Preparat diwarnai dengan alcian blue pH 2.5 selama 30 menit.
6. Preparat dicuci dengan asam asetat 3% pada suhu kamar selama 3x @ 5
menit, lalu dibilas dengan aquadest selama 3x @ 5 menit.
7. Preparat dicelupkan dalam counterstain (nuclear fast red). Intensitas
warna dikontrol di bawah mikroskop.
8. Preparat dicuci dengan aquadest pada suhu kamar selama 3x @ 5 menit.
9. Preparat didehidrasi dan clearing pada rak khusus pewarnaan AB-PAS
dan kemudian ditutup dengan kaca penutup.
Hasil: Positif AB = mukopolisakarida asam berwarna biru kehijauan dan
inti berwarna merah.

17

Lampiran 3 Pewarnaan periodic acid Schiff
Pewarnaan PAS digunakan untuk mendeteksi karbohidrat netral, gula
heksosa, dan asam sialit. Prosedur pewarnaan PAS adalah sebagai berikut:
1. Proses deparafinisasi dengan menggunakan larutan xylol I, II, dan III
masing-masing selama 3-5 menit.
2. Proses rehidrasi dengan menggunakan alkohol bertingkat konsentrasi
100% (III, II, dan I), 95%, 90%, 80%, dan 70% masing-masing selama
3-5 menit.
3. Preparat direndam dalam air keran selama 10 menit kemudian
dibersihkan dengan cara direndam dalam aquadest selama 5 menit.
4. Preparat dioksidasi di dalam larutan 0.5-1 periodic acid selama 5 menit
pada suhu kamar. Kemudian dibilas dengan aquadest selama 5 menit
dan aquabidest selama 2x @ 5 menit.
5. Preparat direndam di dalam Schiff’s reagen selama 15-30 menit.
6. Preparat direndam dalam air sulfit selama 3x @ 5 menit dan kemudian
dibilas dengan aquadest selama 3x @ 5 menit.
7. Preparat dicelupkan dalam counterstain (mayer hematoksilin). Intensitas
warna dikontrol di bawah mikroskop.
8. Preparat dicuci dengan air mengalir selama 10-60 menit lalu dibilas
dengan aquadest selama 2x @ menit.
9. Preparat didehidrasi dan clearing pada rak khusus pewarnaan AB-PAS
dan kemudian ditutup dengan kaca penutup.
Hasil: Glikogen, selulosa, mucin, koloid thyroid, matriks kartilago, kitin,
retikula, fibrin dan kolagen berwarna merah magenta.

18

RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 12 November 1991 dari pasangan
Bapak Ade Suprijatna dan Ibu Nofliwati. Penulis merupakan putra pertama dari
dua bersaudara.
Pendidikan formal penulis dimulai dari SD Muhammadiyah Bojonggede,
diselesaikan pada tahun 2002. Kemudian dilanjutkan ke SMP Negeri 73 Jakarta
dan lulus pada tahun 2005. Pendidikan selanjutnya diteruskan di SMA Negeri 6
Kota Bogor dan lulus pada tahun 2008. Pada tahun yang sama, Penulis
melanjutkan pendidikan ke IPB melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB
(USMI) dan mayor yang dipilih Penulis adalah Kedokteran Hewan pada Fakultas
Kedokteran Hewan.
Selama masa perkuliahan, penulis berpartisipasi aktif sebagai asisten mata
kuliah Anatomi Veteriner I, Anatomi Veteriner II, Histologi Veteriner II,
Parasitologi Veteriner (Ektoparasit) dan Patologi Sistemik II. Selain itu Penulis
juga aktif pada beberapa organisasi kemahasiswaan diantaranya Badan Eksekutif
Mahasiswa (BEM) Fakultas Kedokteran Hewan, Himpunan Minat Profesi
Satwaliar dan Komunitas Seni Steril FKH IPB. Dalam Rangka menyelesaikan
tugas akhir, Penulis melakukan penelitian dan menyusun skripsi dengan judul,
“Morfologi Kelenjar Parotis dan Mandibularis Musang Luak (Paradoxurus
hermaphroditus).

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Musang luak (Paradoxurus hermaphroditus) merupakan salah satu jenis
mamalia Indonesia yang populer karena kemampuannya dalam memilih buah kopi
yang matang dan berkualitas baik untuk dikonsumsi. Biji kopi yang tidak tercerna
dan dikeluarkan bersama feses dikenal sebagai kopi luak. Kopi luak disukai
penggemar kopi karena memiliki cita rasa yang khas (Onishi 2010).
Musang luak digolongkan ke dalam ordo karnivora, famili viverridae
(Vaughan 1978). Berdasarkan pola makan, musang luak dapat digolongkan ke
dalam omnivora karena hewan ini memakan segala jenis pakan. Oleh sebab itu
musang luak memiliki keunikan dibandingkan dengan karnivora lainnya terutama
dari aspek diet yang dapat mempengaruhi morfofungsi organ pencernaan.
Kelenjar ludah merupakan salah satu organ asesori sistem pencernaan yang
berfungsi untuk membantu proses pencernaan makanan. Penelitian ini bertuj