Kapang Endofit dari Tumbuhan Pesisir Sarang Semut (Hydnophytum formicarum) dan Potensinya sebagai Antihiperglikemik

KAPANG ENDOFIT DARI TUMBUHAN PESISIR
SARANG SEMUT (Hydnophytum formicarum) DAN
POTENSINYA SEBAGAI ANTIHIPERGLIKEMIK

RITA SAHARA

DEPARTEMEN TEKNOLOGI HASIL PERAIRAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul kapang endofit dari
tumbuhan pesisir sarang semut (Hydnophytum formicarum) dan potensinya
sebagai antihiperglikemik adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi
pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi
mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan
maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan
dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Oktober 2013
Rita Sahara
NIM C34090015

ABSTRAK
RITA SAHARA. Kapang Endofit dari Tumbuhan Pesisir Sarang Semut
(Hydnophytum formicarum) dan Potensinya sebagai Antihiperglikemik.
Dibimbing oleh IRIANI SETYANINGSIH dan KUSTIARIYAH TARMAN.
Tumbuhan epifit sarang semut Hydnophytum formicarum merupakan salah
satu tumbuhan pesisir yang digunakan sebagai obat tradisional oleh masyarakat
pedalaman. Mikroba endofit dapat menghasilkan senyawa metabolit sekunder
yang mirip dengan senyawa yang dihasilkan oleh tumbuhan inangnya. Tujuan
penelitian ini untuk menentukan aktivitas penghambatan ekstrak kapang endofit
dari tumbuhan sarang semut terhadap enzim α-glukosidase. Tahapan penelitian
yang dilakukan meliputi isolasi kapang endofit, karakterisasi, uji antagonisme,
kultivasi, ekstraksi, dan pengujian aktivitas antihiperglikemik. Hasil isolasi
endofit diperoleh 7 isolat yaitu 1A,1B, 2A, 2B, 3, 6A dan 6B dengan karakterisasi
yang berbeda. Kapang 3 dan kapang 6B merupakan isolat kapang terpilih dalam

uji antagonisme. Pola pertumbuhan kapang menunjukkan bahwa kapang mencapai
fase stasioner pada hari ke-21 sampai hari ke-24. Ekstrak media kultur dan
miselium mengandung flavonoid dan fenol hidrokuinon. Hasil uji inhibisi ekstrak
media kultur terhadap aktivitas enzim α-glukosidase pada konsentrasi 20000 ppm
sebesar 72.63%.
Kata kunci: aktivitas enzim α-glukosidase, kapang endofit, tumbuhan sarang
semut

ABSTRACT
RITA SAHARA. Endophytic Fungi from Sarang Semut (Hydnophytum
formicarum) and the Prospect as Antihyperglycemic. Supervised by IRIANI
SETYANINGSIH and KUSTIARIYAH TARMAN
Epiphytic plant sarang semut Hydnophytum formicarum is one of the coastal
plants that used as traditional medicine. Microbial endophytic can produce
secondary metabolite compounds similar to compounds produced by plants of its
host. The purpose of this research was to determine the activity of the endophytic
fungi extracts to inhibit α-glucosidase. This research included isolation,
cultivation, extraction, characterization, and assay the antihyperglycemic activity.
The results showed 7 types of endophytic isolates included 1A, 1B, 2A, 2B, 3, 6A
and 6B with a different characterization. Endophytic fungus 3 and 6B were the

selected isolate based on antagonism test. A fungal growth patterns showed that
the stationary phase of the fungus was on the 21th day until 24th day.
Phytochemical test on extracts of mycelium and culture media showed that the
extracts containing flavonoids and phenols hydroquinone. The screening results
showed that the fungal broth extract with concentration of 20000 ppm had αglucosidase inhibitor activity 72.63%.
Keywords: antihyperglycemic, endophytic fungi, sarang semut, α-glucosidase
enzyme activity

KAPANG ENDOFIT DARI TUMBUHAN PESISIR
SARANG SEMUT (Hydnophytum formicarum) DAN
POTENSINYA SEBAGAI ANTIHIPERGLIKEMIK

RITA SAHARA

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Perikanan pada
Departemen Teknologi Hasil Perairan

TEKNOLOGI HASIL PERAIRAN

FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

Judul Skripsi : Kapang

Endofit dari Tumbuhan Pesisir Sarang Semut
(Hydnophytum
formicarum)
dan
Potensinya
sebagai
Antihi perglikemik
: Rita Sahara
Nama
: C34090015
NIM
Program Studi: Teknologi Hasil Perairan


Disetujui oleh

Dr Ir Iriani Setyaningsih, MS
Pembimbing I

Dr Kustiariyah Tarman, SPi, MSi
Pembimbing II

MPhil

Tanggal Lulus:

111

OCT 2013

Judul Skripsi : Kapang Endofit dari Tumbuhan Pesisir Sarang Semut
(Hydnophytum
formicarum)
dan

Potensinya
sebagai
Antihiperglikemik
Nama
: Rita Sahara
NIM
: C34090015
Program Studi : Teknologi Hasil Perairan

Disetujui oleh

Dr Ir Iriani Setyaningsih, MS
Pembimbing I

Dr Kustiariyah Tarman, SPi, MSi
Pembimbing II

Diketahui oleh

Dr Ir Ruddy Suwandi MS, MPhil

Ketua Departemen

Tanggal Lulus:

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Penelitian
ini dilaksanakan pada bulan Januari hingga Juli 2013 dengan judul “Kapang
Endofit dari Tumbuhan Pesisir Sarang Semut (Hydnophytum formicarum) dan
Potensinya sebagai Antihiperglikemik”.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Dr Ir Iriani Setyaningsih, MS dan
Dr Kustiariyah Tarman SPi, MSi selaku dosen pembimbing serta Dr Desniar SPi,
MSi selaku dosen penguji, yang telah banyak memberi kritik, saran dan
bimbingannya. Terima kasih juga penulis sampaikan kepada Mama, Bapak, dan
adik-adikku tersayang Janah, Iky dan Bapak Udin Fabanyo beserta keluarga yang
telah memberikan semangat, doa dan dukungannya. Penghargaan penulis
sampaikan kepada Ibu Ema, Mbak Dini, Mbak Wiwi, Mbak Ina, Ibu Dewi, Pak
Eman yang telah membantu penulis selama penelitian di Laboratorium serta
teman seperjuangan Tim Mikrobiologi (Wenny Tiara, Ayu Puspita, Dwi Safitri, Ia
Arga, Dhani Aprianto, Cholila), Tika Ayu, Detti Pujiyanti serta THP 46 (Alto)

atas segala bantuan dan motivasinya.
Semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang
memerlukannya.
Bogor, Oktober 2013
Rita Sahara

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

vi

DAFTAR GAMBAR

vi

DAFTAR LAMPIRAN

vii

PENDAHULUAN

Latar Belakang

1
1

Perumusan Masalah

2

Tujuan Penelitian

2

Manfaat Penelitian

2

Ruang Lingkup Penelitian

2


METODE
Bahan

3
3

Alat

3

Prosedur Analisis Penelitian

3

Preparasi sampel

5

Isolasi kapang endofit dari umbi tumbuhan pesisir sarang semut

(Hydnophytum formicarum)

5

Karakterisasi isolat kapang endofit

6

Seleksi kapang endofit

6

Kultivasi isolat kapang antagonis

6

Ekstraksi media kultur isolat kapang antagonis

7

Uji inhibitor enzim α-glukosidase tahap 1

7

Kultivasi dan Penentuan kurva pertumbuhan kapang endofit terpilih

8

Kultivasi dan optimasi kapang endofit terpilih

8

Ekstraksi senyawa aktif media kultur dan miselium
kapang endofit terpilih

8

Uji fitokimia

9

Uji inhibitor enzim α-glukosidase tahap 2
HASIL DAN PEMBAHASAN
Isolat dan morfologi kapang endofit tumbuhan pesisir sarang semut
(Hydnophytum formicarum)
Hasil seleksi kapang endofit

10
9
10
15

Ekstrak media kultur kapang 3 dan kapang 6B

17

Aktivitas Inhibitor Ekstrak Media Kultur Kapang 3 dan Kapang 6B terhadap
Enzim α-Glukosidase (Uji Tahap 1)
18
Pertumbuhan kapang 3

20

Ekstrak Media Kultur dan Ekstrak Miselium Kapang 3

21

Aktivitas Inhibitor Ekstrak Media Kultur dan Ekstrak Miselium Kapang 3
terhadap Enzim α-Glukosidase (Uji Tahap 2)

22

Komponen Aktif Ekstrak Media Kultur dan Ekstrak Miselium Kapang 3

24

SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan

25
25

Saran

26

DAFTAR PUSTAKA

26

LAMPIRAN

30

RIWAYAT HIDUP

39

DAFTAR TABEL
1
2
3
4

Sistem reaksi enzim untuk satu sampel
Isolat kapang endofit
Nilai rendemen ekstrak etil asetat kapang 3 dan kapang 6B
Penghambatan ekstrak kapang 3 dan 6B terhadap aktivitas enzim αglukosidase pada kondisi statis dan shaking dengan masa inkubasi 7 hari

8
10
17

19
5 Penghambatan ekstrak media kultur dan ekstrak miselium kapang
terhadap aktivitas enzim α-glukosidase dengan masa inkubasi 21 hari
6 Penghambatan akarbose terhadap aktivitas enzim α-glukosidase
7 Komponen aktif ekstrak media kultur dan miselium

22
23
24

DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5
6

Diagram alir penelitian tahap 1
Diagram alir penelitian tahap 2
Hasil uji antagonisme kapang pada umur 7 hari
Persamaan reaksi enzimatis α- glukosidase
Kurva pertumbuhan kapang 3
Ekstrak kasar media kultur dan miselium kapang 3

4
5
16
18
20
22

DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4
5
6

Perhitungan rendemen ekstrak eti asetat media kultur kapang 3 dan 6B
Hasil penimbangan bobot kering miselium kapang 3
Kultivasi kapang 3 selama 27 hari
Perhitungan rendemen ekstrak kapang
Hasil uji inhibisi ekstrak media kapang 3 terhadap enzim α-glukosidase
Hasil uji inhibisi ekstrak media miselium kapang 3 terhadap enzim αglukosidase
7 Hasil uji inhibisi ekstrak akarbose terhadap enzim α-glukosidase
8 Hasil uji fitokimia

30
31
32
34
35
36
37
38

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Keanekaragaman hayati hutan mangrove di Indonesia yang tinggi
merupakan aset yang sangat penting mulai dari manfaat ekologi sampai dengan
sebagai sumber pangan dan obat tradisional (Darsono 1999). Salah satu tanaman
obat yang belum banyak diteliti pemanfaatannya adalah tumbuhan sarang semut.
Menurut Soeksmanto et al. (2010), tumbuhan sarang semut hidup sebagai
tumbuhan epifit pada beberapa tanaman inang seperti kayu putih (Melalueca),
cemara gunung (Casuarina), kaha (Castanopsis) dan pada beberapa tanaman
inang yang hidup di pesisir (Nothophagus). Pemanfaatan tumbuhan sarang
semut sebagai pengobatan tradisional telah dilakukan secara turun-temurun oleh
masyarakat pedalaman Papua karena dianggap mampu mengobati beberapa
penyakit seperti, maag, ambeien, mimisan, sakit punggung, alergi, gangguan
asam urat, stroke, jantung koroner, TBC, tumor, kanker, serta penstimulasi
produksi air susu (Subroto dan Hendro 2008).
Diabetes mellitus merupakan salah satu penyakit hiperglikemia yang
ditandai oleh kurang responsifnya sel-sel tubuh terhadap insulin. Beberapa
faktor yang menyebabkan penyakit diabetes mellitus diantaranya faktor hidup
yang kurang sehat, genetik, virus, gangguan hormonal atau penyebab lainnya
(Corwin 1996). Waring (2007) menyatakan bahwa mekanisme pengobatan
diabetes mellitus antara lain melalui tiga cara, yaitu penambahan insulin dari
luar, merangsang sekresi insulin, dan menurunkan kadar glukosa darah melalui
penghambatan aktivitas α-glukosidase. Penderita diabetes di berbagai belahan
dunia, baik negara berkembang dan negara maju tiap tahunnya meningkat dan
hal inilah yang menjadi masalah besar dalam dunia kesehatan saat ini. Wild et al.
(2004) melaporkan bahwa prevalensi diabetes untuk semua kelompok usia di
seluruh dunia pada tahun 2000 sebesar 2.8% dan diperkirakan meningkat
menjadi 4.4% pada tahun 2030. Prevalensi diabetes mellitus di Indonesia
berkisar 1.5–2.5%, kecuali daerah Manado yang prevalensinya mencapai 6%
(DEPKES RI 2005).
Pemanfaatan yang berlebihan pada tanaman induk dikhawatirkan dapat
mengakibatkan penurunan populasi alami dalam waktu yang cepat (Radji 2005).
Salah satu cara yang dilakukan untuk memenuhi kebutuhan sekaligus menjaga
kelestarian tanaman induk adalah dengan mengembangkan bioteknologi kapang
endofitnya. Pengembangan bioteknologi kapang endofit memberikan beberapa
keuntungan yaitu menghasilkan senyawa bioaktif secara cepat, memproduksi
senyawa bioaktif yang tidak terbatas jumlahnya serta pertumbuhannya tidak
tergantung cuaca atau musim karena pertumbuhannya dilakukan pada media yang
khusus dan cocok sebagai media pertumbuhannya (Ramdanis et al. 2012).
Mikroba endofit adalah mikroorganisme yang berada dalam jaringan
hidup tanaman inang yang dapat menghasilkan senyawa bioaktif yang potensial
sebagai bahan obat-obatan (Strobel dan Daisy 2003). Menurut Tan dan Zou
(2001), mikroba endofit dapat menghasilkan senyawa metabolit sekunder yang
mirip dengan senyawa yang dihasilkan oleh tumbuhan inangnya. Beberapa
penelitian telah berhasil membuktikan kemampuan kapang endofit dalam

2
menghambat aktivitas enzim α-glukosidase. Artanti et al. (2012) berhasil
membuktikan bahwa ekstrak media cair dan ekstrak miselium kapang endofit
Colletotrichum sp. yang diisolasi dari Taxus sumatrana telah terbukti mampu
menghambat aktivitas enzim α-glukosidase sebesar 79.5% dan 18.2%. Hasil
penelitian Ramdanis (2012) menunjukkan bahwa ekstrak etil asetat isolat kapang
endofit dari biji mahoni mengandung flavonoid. Lukacinova et al. (2008)
melaporkan bahwa senyawa golongan flavonoid menunjukkan sifat antidiabetes.
Oleh karena itu, kapang endofit tumbuhan sarang semut diharapkan dapat
menghasilkan metabolit sekunder yang memiliki khasiat antidiabetes yang sama
dengan metabolit yang dihasilkan tumbuhan inangnya.

Perumusan Masalah
Masalah yang diangkat dalam penelitian adalah meningkatnya jumlah
penderita penyakit diabetes mellitus menjadi masalah besar dalam dunia
kesehatan Indonesia. Timbulnya efek samping yang kurang baik akibat
penggunaan obat-obat konvensional dalam pengobatan diabetes menyebabkan
banyak penderita yang beralih ke pengobatan tradisional. Penggunaan tumbuhan
sarang semut secara terus-menerus dan berlebihan dikhawatirkan dapat
mengurangi ketersediaan tumbuhan sarang semut di alam karena belum adanya
teknik budidaya tumbuhan ini dikarenakan masih hidup secara liar. Oleh karena
bioteknologi kapang endofit dari tumbuhan sarang semut patut dikembangkan
sebagai bahan obat antihiperglikemik.

Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah mendapatkan isolat kapang endofit dari
tumbuhan sarang semut (Hydnophytum formicarum), mendapatkan kapang
terseleksi dari uji antagonisme, menentukan senyawa aktif pada ekstrak kapang
endofit sarang semut dengan menggunakan uji fitokimia, dan menentukan
aktivitas penghambatan ekstrak kapang endofit terhadap enzim α-glukosidase.
Manfaat Penelitian
Penelitian ini dapat memberikan informasi mengenai senyawa metabolit
sekunder yang terkandung dalam kapang endofit tumbuhan sarang semut yang
berpotensi sebagai senyawa inhibitor enzim α-glukosidase.
Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup penelitian ini adalah isolasi kapang endofit dari tumbuhan
pesisir Hydnophytum formicarum, uji antagonisme kapang endofit, uji fitokimia
dan uji inhibitor enzim α-glukosidase.

3
METODE

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari sampai dengan Juli 2013.
Isolasi, kultivasi, ekstraksi dan uji fitokimia kapang endofit dilakukan di
Laboratorium Mikrobiologi Hasil Perairan, Departemen Teknologi Hasil
Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Proses
evaporasi sampel dilakukan di Laboratorium Kimia Analitik, Fakultas
Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor serta
pengujian aktivitas penghambatan enzim α-glukosidase dilakukan di
Laboratorium Pusat Studi Biofarmaka.

Bahan
Bahan utama yang digunakan dalam penelitian adalah isolat kapang
endofit yang diisolasi dari umbi tumbuhan pesisir sarang semut (Hydnophytum
formicarum). Medium yang digunakan terdiri dari Potato Dextrose Agar (PDA)
untuk media isolasi kapang endofit, Potato Dextrose Broth (PDB) untuk media
kultivasi dan penentuan kurva pertumbuhan kapang endofit. Pelarut yang
digunakan dalam proses ekstraksi yaitu etil asetat dan metanol. Bahan yang
dipakai untuk uji fitokimia adalah pereaksi Wagner, pereaksi Meyer, pereaksi
Dragendorff, H2SO4 pekat, etanol 70%, larutan FeCl3 5%, serbuk Mg, larutan
amil alkohol. Bahan uji inhibitor enzim α-glukosidase adalah p-nitrofenil-α-Dglukopiranosa (Sigma), serum bovine albumin, enzim α-glukosidase (Sigma),
bufer fosfat (pH 7), Glukobay, Dimethyl Sulfoxide (DMSO), HCl 2N, dan
Na2CO3.

Alat
Alat-alat yang digunakan untuk preparasi dan isolasi sampel adalah pisau,
laminar air flow, autoklaf, cawan petri, Bunsen, lemari pendingin. Alat yang
digunakan untuk karakterisasi adalah mikroskop. Alat yang digunakan untuk
kultivasi dan ekstraksi adalah labu Erlenmeyer, timbangan analitik, kertas saring,
kertas pH, aluminium foil, gunting, shaker incubator, soxhlet (Schott Duran),
rotary evaporator (Heidolph VV2000). Alat yang digunakan untuk uji fitokimia
adalah tabung reaksi, labu Erlenmeyer, corong gelas, sudip, dan pipet tetes. Alat
yang digunakan untuk uji inhibitor enzim α-glukosidase adalah microplate
(Nunc), pipet mikro (Eppendorf), inkubator (Binder), spektrofotometer UV-Vis
(Epoch).

Prosedur Analisis Penelitian
Penelitian ini terdiri dari beberapa tahapan yaitu preparasi sampel umbi
tumbuhan sarang semut, isolasi kapang endofit, uji antagonisme kapang endofit,
karakterisasi kapang melalui pengamatan makroskopis dan mikroskopis,

4
penentuan kurva pertumbuhan kapang endofit selama 27 hari, kultivasi kapang
endofit, ekstraksi, uji fitokimia, dan penentuan aktivitas daya hambat kapang
endofit terhadap enzim α-glukosidase. Diagram alir penelitian dapat dilihat pada
Gambar 1 dan Gambar 2.
Tumbuhan sarang semut

Preparasi sampel ukuran 0.5x0.5 cm

Isolasi kapang endofit dalam media
PDA selama 5-7 hari, 27-29°C

Isolat kapang endofit
makroskopis
Karakterisasi kapang endofit
mikroskopis
Seleksi kapang endofit
(uji antagonisme)

Isolat kapang antagonis

Kultivasi isolat kapang
antagonis selama 7 hari dengan
perlakuan shaking dan statis

Pemanenan media kultur

Ekstraksi

Ekstrak media kultur

Uji inhibitor enzim α-glukosidase
(Tahap 1)

Gambar 1 Diagram alir penelitian Tahap 1

5
Isolat kapang
terpilih

Kultivasi selama 27 hari

Penentuan kurva pertumbuhan

Kultivasi dan optimasi isolat
kapang terpilih

Pemanenan

Media

Miselium

kultur
Ekstraksi

Ekstrak

Uji inhibitor enzim
α-glukosidase (Tahap 2)

Uji fitokimia

Alkaloid
Fenol Hidrokuinon
Flavonoid

Gambar 2 Diagram alir penelitian Tahap 2
Preparasi sampel
Sampel yang digunakan adalah tumbuhan epifit sarang semut
(Hydnophytum formicarum) yang diperoleh dari hutan bakau di pesisir
Kecamatan Seget, Kabupaten Sorong, Papua Barat. Sampel dalam bentuk segar
kemudian dikirim ke Bogor dan dipreparasi di Laboratorium Mikrobiologi Hasil
Perairan.
Isolasi kapang endofit dari umbi tumbuhan pesisir sarang semut
(Hydnophytum formicarum)
Teknik isolasi kapang endofit dari umbi tumbuhan sarang semut
(Hydnophytum formicarum) dilakukan dengan metode langsung (direct
innoculation) (Noverita et al. 2009). Sebelum dilakukan isolasi kapang endofit,
terlebih dahulu dilakukan proses sterilisasi permukaan. Caranya adalah umbi
tumbuhan sarang semut dicuci dengan air mengalir kemudian dipotong menjadi
ukuran 0.5 cm x 0.5 cm. Potongan sampel disterilkan dengan cara dicelupkan
dalam alkohol 70% selama 1 menit, kemudian dicuci dengan aquades steril ± 1
menit diulang dua kali. Potongan sampel yang sudah kering ditransfer dalam
media kultur agar potato dextrose agar (PDA), lalu diinkubasi selama 5-7 hari

6
pada suhu ruang (27oC). Koloni yang mempunyai bentuk yang berbeda dengan
koloni lainnya dapat dianggap sebagai isolat yang berbeda kemudian diisolasi
sampai diperoleh isolat murni dengan cara sebagai berikut. Kapang endofit yang
telah tumbuh pada media isolasi PDA kemudian dipindahkan ke dalam media
PDA lainnya dengan cara mengambil sedikit hifa dengan ose dari setiap koloni
endofit yang berbeda dan diinkubasi selama 5-7 hari pada suhu 27 oC hingga
diperoleh isolat murni. Koloni yang berbeda bentuk maupun warna disubkultur
lagi pada media PDA baru (Ramadhan 2011).
Karakterisasi isolat kapang endofit (Gandjar et al. 2000)
Isolat kapang endofit terseleksi kemudian dikarakterisasi secara
makroskopis dan mikroskopis. Pengamatan koloni secara makroskopis
dilakukan dengan cara pengamatan langsung berdasarkan ciri-ciri morfologi
meliputi pengamatan warna permukaan dan tepian koloni, ada atau tidak adanya
garis-garis radial serta lingkaran-lingkaran konsentris. Karakterisasi secara
mikroskopis dilakukan dengan cara membuat preparat terlebih dahulu.
Pembuatan preparat yaitu dengan membersihkan kaca obyek dan kaca penutup
dengan mengunakan alkohol. Kemudian, satu tetes gliserol diteteskan di tengah
kaca obyek. Sebanyak satu ose miselium kapang endofit diletakkan pada gliserol
yang telah diteteskan di kaca obyek. Kaca penutup preparat kemudian diletakkan
di atas kaca obyek sebagai penutup. Preparat lalu diamati dibawah mikroskop
dengan perbesaran 40x10 meliputi pengamatan pada bentuk hifa, ada atau
tidaknya septa serta bentuk konidia dan konidiofor dan dicocokkan dengan buku
identifikasi kapang endofit menurut Gandjar et al. (2000).
Seleksi kapang endofit (Sudantha dan Abadi 2011)
Isolat kapang endofit yang telah diisolasi dari tumbuhan sarang semut
dilakukan uji antagonisme untuk memperoleh kapang endofit terseleksi yang
akan digunakan pada tahap penelitian selanjutnya. Uji antagonisme dilakukan
dengan cara menumbuhkan beberapa buah kapang di dalam satu cawan petri
yang diinkubasi di dalam suhu ruang. Pengamatan dilakukan terhadap
pertumbuhan koloni kapang endofit dan adanya zona hambatan di antara koloni
kapang endofit yang beroposisi. Kapang endofit yang menunjukkan daya
hambatan terbesar terhadap pertumbuhan kapang lainnya adalah kapang endofit
yang mampu beroposisi dan bertindak sebagai antagonis dan dipilih sebagai
sampel untuk uji selanjutnya.
Kultivasi isolat kapang antagonis (Artanti et al. 2011)
Prekultur dilakukan dengan cara memindahkan isolat kapang endofit ke
dalam labu Erlenmeyer yang berisi 50 mL media PDB dan diinkubasi dalam
suhu ruang selama 2-3 minggu. Sebanyak 5% inokulum isolat kapang endofit
yang telah diprekultur kemudian dipindahkan ke dalam 200 mL media PDB dan
diinkubasi selama 7 hari pada suhu 27oC. Kultivasi dilakukan pada inkubator
goyang dengan kecepatan 120 rpm dan statis (keadaan tidak digoyang).
Pemanenan dilakukan terhadap media kultur yang selanjutnya diekstraksi.

7
Ekstraksi senyawa aktif media kultur kapang antagonis (Artanti et al. 2011)
Produksi senyawa aktif dari kapang endofit diperoleh dari proses ekstraksi.
Ekstraksi media kultur kapang hasil uji antagonisme dilakukan dengan metode
maserasi. Metode maserasi digunakan untuk mengekstraksi sampel yang relatif
mudah rusak oleh panas. Metode ini dilakukan dengan mencampur sampel dan
pelarut etil asetat dengan perbandingan 1:1 kemudian dilakukan pengocokkan
atau pengadukan selama 3x24 jam tanpa proses pemanasan. Proses pengocokan
dilakukan sebanyak 3x24 jam dengan asumsi maserasi sudah tidak efektif
mengekstraksi komponen aktif yang terkandung di dalam sampel. Pemisahan
media kultur dan hasil ekstrak etil asetat dilakukan dengan corong pisah dan
didiamkan beberapa saat sampai fase antara media kultur dan ekstrak etil asetat
memisah dengan jelas.
Ekstrak yang diperoleh selanjutnya dipekatkan menggunakan rotary
evaporator pada suhu 40oC. Suhu ini digunakan agar ekstrak tidak kehilangan
senyawa aktif yang tidak tahan panas (Restasari 2008). Ekstrak media kultur
yang diperoleh merupakan sampel yang akan digunakan pada uji tahap 1 enzim
α-glukosidase.
Uji inhibitor enzim α-glukosidase tahap 1 (Sancheti et al. 2009)
Campuran reaksi dalam uji ini meliputi larutan kontrol blanko (B0), larutan
blanko (B1), larutan kontrol sampel (S0) dan larutan sampel (S1). Persiapan
larutan kontrol blanko (B0) dan blanko (B1) dilakukan dengan pembuatan
substrat dengan cara melarutkan p-nitrofenil α-D-glukopiranosa dalam bufer
fosfat 0.1 M pH 7.0 dan pembuatan larutan enzim α-glukosidase dengan cara
melarutkan 1 mg α-glukosidase dalam 100 mL bufer fosfat (pH 7). Campuran
reaksi blanko terdiri dari 10 µL larutan dimetil sulfoksida (DMSO), 50 µL bufer
fosfat 0.1 M (pH 7.0), 25 µL p-nitrofenil α-D-glukopiranosa sebagai substrat,
dan 25 µL larutan enzim α-glukosidase. Perbedaan antara blanko dan kontrol
blanko, pada kontrol blanko tidak menggunakan enzim α-glukosidase.
Campuran reaksi kemudian diinkubasi pada suhu 37°C selama 30 menit. Reaksi
dihentikan oleh penambahan 100 µL larutan natrium karbonat 0.2 M, kemudian
diukur pada panjang gelombang 400 nm dengan spektrofotometer.
Persiapan larutan kontrol sampel (S0) dan sampel (S1) dilakukan dengan
melarutkan ekstrak kapang dalam bufer. Campuran reaksi sampel terdiri dari 10
µL ekstrak kapang, 50 µL bufer fosfat 0.1 M (pH 7.0), 25 µL p-nitrofenil α-Dglukopiranosa 0.5 mM sebagai substrat, dan 25 µL larutan enzim α-glukosidase.
Perbedaan antara sampel dan kontrol sampel, pada kontrol sampel tidak
menggunakan enzim α-glukosidase. Campuran reaksi kemudian diinkubasi pada
suhu 37°C selama 30 menit. Reaksi dihentikan oleh penambahan 100 µL larutan
natrium karbonat 0.2 M. Absorban dari p-nitrofenol diukur pada panjang
gelombang 400 nm dengan spektrofotometer. Sampel dilakukan dalam tiga
ulangan.
Konsentrasi larutan acarbose 1% sebagai pembanding yang digunakan
dibuat dari tablet Glucobay yang dilarutkan dalam akuades dan HCl 2N (1:1)
dengan konsentrasi 1% (b/v) digunakan sebagai standar, kemudian disentrifugasi
dan supernatan diambil sebanyak 10 µL dan dimasukkan ke dalam campuran
reaksi seperti dalam sampel. Reaksi enzim selengkapnya untuk satu sampel
dapat dilihat pada Tabel 1.

8
Tabel 1 Reaksi inhibisi enzim α-glukosidase
Ekstrak kapang endofit
DMSO
Buffer
Substrat
Enzim
Na2CO3

B0 (µL)
B1 (µL)
10
10
50
50
25
25
25
Inkubasi 37°C selama 30 menit
100
100

S0 (µL)
10
50
25
-

S1 (µL)
10
50
25
25

100

100

Pengujian daya hambat ekstrak terhadap aktivitas α -glukosidase dihitung
dalam % inhibisi dengan rumus :

% inhibisi =
x 100%
Keterangan :
K = Absorbansi terkoreksi dari blanko (B1) dikurangi kontrol blanko (B0)
S0 = Absorbansi terkoreksi dari kontrol sampel
S1 = Absorbansi terkoreksi dari sampel
Ekstrak media kultur kapang yang menunjukkan nilai inhibisi enzim αglukosidase terbesar dijadikan sebagai kapang terpilih yang digunakan untuk uji
selanjutnya.
Kultivasi dan Penentuan kurva pertumbuhan kapang endofit terpilih
(Tarman 2011)
Isolat kapang terpilih hasil uji inhibitor enzim -glukosidase tahap 1
kemudian dikultivasi untuk menentukan kurva pertumbuhannya. Sebanyak 5%
isolat kapang endofit diinokulasi ke dalam labu Erlenmeyer berisi 250 mL media
PDB kemudian dikultivasi dalam keadaan statis pada suhu ruang selama 27 hari.
Penentuan kurva pertumbuhan isolat kapang terpilih dilakukan dengan cara
pengambilan sampel setiap 3 hari sekali untuk mengetahui pertumbuhan dari
isolat kapang tersebut. Hasil fermentasi kapang disaring dan ditimbang
biomassanya kemudian dibuat kurva pertumbuhan antara waktu pengambilan
sampel dengan bobot biomassa.
Kultivasi dan optimasi kapang endofit terpilih
Kultivasi isolat kapang endofit dilakukan setelah diketahui waktu
pertumbuhan kapang optimal. Kultivasi dilakukan dengan cara 5% isolat kapang
diinokulasikan ke dalam labu Erlenmeyer 500 mL yang berisi medium cair PDB
250 mL kemudian diinkubasikan pada suhu 27°C sesuai dengan waktu optimasi
yang dihasilkan pada penentuan kurva pertumbuhan.
Ekstraksi senyawa aktif media kultur dan miselium kapang endofit terpilih
Ekstraksi kapang endofit terpilih meliputi ekstraksi media kultur (broth)
dan ekstraksi miselium kapang endofit (Artanti et al. 2011). Ekstraksi media
kultur menggunakan pelarut etil asetat yang dimaserasi selama 3x24 jam.
Perbandingan antara media kultur dan etil asetat yaitu 1:1.
Proses ekstraksi miselium menggunakan metode soxhlet. Soxhletasi
merupakan salah satu metode penyaringan yang menggunakan pelarut yang

9
selalu baru dan dilakukan dengan alat khusus sehingga proses penyaringan
terjadi secara kontinyu dengan jumlah pelarut relatif konstan dengan adanya
pendingin balik. Miselium yang telah disaring kemudian dikeringkan
menggunakan freeze dryer dan diekstraksi dengan pelarut metanol. Sampel
kering yang telah ditimbang kemudian dimasukkan ke dalam selongsong yang
terbuat dari kertas saring. Selongsong kemudian dimasukkan ke dalam alat
ekstraksi soxhlet dan diekstraksi hingga larutan berwarna jernih. Lama proses
ekstraksi miselium 3-4 jam. Ekstrak yang diperoleh selanjutnya dipekatkan
untuk mengetahui rendemen. Pemekatan dilakukan dengan menggunakan rotary
evaporator pada suhu 40oC. Suhu ini digunakan agar ekstrak tidak kehilangan
senyawa aktif yang tidak tahan panas (Restasari 2008). Hasil ekstrak media
kultur dan miselium digunakan sebagai sampel untuk uji fitokimia dan uji
inhibitor enzim α-glukosidase tahap 2.
Uji Fitokimia (Harborne1987)
Uji fitokimia pada ekstrak kapang endofit tumbuhan sarang semut yang
dilakukan meliputi pemeriksaan senyawa alkaloid, flavonoid, dan fenol
hidrokuinon.
1) Uji alkaloid
Sebanyak 0.05 gram sampel dilarutkan dalam 10 tetes asam sulfat 2 N
kemudian disaring menggunakan kertas saring dan diuji dengan tiga pereaksi
alkaloid yaitu, pereaksi Dragendorff, pereaksi Meyer, dan pereaksi Wagner.
Hasil uji dinyatakan positif bila dengan pereaksi Meyer terbentuk endapan putih
kekuningan, endapan coklat dengan pereaksi Wagner dan endapan merah hingga
jingga dengan pereaksi Dragendorff.
Prinsip dari metode analisis ini adalah reaksi pengendapan yang terjadi
karena adanya penggantian ligan.Atom nitrogen yang mempunyai pasangan
elektron bebas pada alkaloid dapat mengganti ion iodo dalam pereaksi-pereaksi
tersebut. Pereaksi Meyer mengandung merkuri klorida dan kalium iodida.
Pereaksi Dragendorf mengandung kalium iodida dan bismuth subnitrat dalam
asam asetat glasial. Pereaksi Wagner mengandung iod dan kalium iodida. Dalam
pengujian ini yang terbentuk endapan adalah dengan pereaksi dragendorf.
Diduga hal ini disebabkan oleh karena kandungan senyawa alkaloid yang sedikit
pada sampel sehingga hanya satu pereaksi yang sensitif bereaksi terhadap
sampel.
2) Uji flavonoid
Sebanyak 0.05 gram sampel ditambahkan serbuk magnesium 0,10 mg
dan 0.40 mL amil alkohol dan 4 mL alkohol kemudian campuran dikocok.
Warna merah, kuning atau jingga yang terbentuk pada lapisan amil alkohol
menunjukkan adanya flavonoid. Penambahan serbuk magnesium dan asam
klorida pada pengujian flavonoid akan menyebabkan tereduksinya senyawa
flavonoid yang ada sehingga menimbulkan reaksi warna merah yang merupakan
ciri adanya flavonoid pada sampel.
3) Uji fenol hidrokuinon
Sebanyak 0.05 gram sampel ditambahkan dengan 20 mL etanol 70%.
Larutan yang dihasilkan diambil sebanyak 1 mL kemudian ditambahkan 2 tetes

10
larutan FeCl3 5%. Warna hijau atau hijau biru yang terbentuk menunjukkan
adanya senyawa fenol dalam bahan.
Uji inhibitor enzim α-glukosidase tahap 2 (Sancheti et al. 2009)
Metode yang dilakukan pada uji inhibitor enzim α-glukosidase tahap 2
sama dengan uji inhibitor enzim α-glukosidase tahap 1. Nilai konsentrasi sampel
dan persen inhibisinya diplot masing-masing pada sumbu x dan y pada
persamaan regresi logaritmik. Persamaan regresi linear yang diperoleh dalam
bentuk persamaan y = a ln(x) + bx digunakan untuk mencari nilai Inhibitor
Concentration 50% (IC50) dari masing-masing sampel dengan menyatakan nilai
y sebesar 50 dan nilai x yang akan diperoleh sebagai IC50. Nilai IC50 menyatakan
besarnya konsentrasi larutan sampel yang dibutuhkan untuk menghambat
aktivitas enzim α-glukosidase sebesar 50%.

HASIL DAN PEMBAHASAN
Isolat dan Morfologi Kapang Endofit dari Tumbuhan Pesisir Sarang Semut
(Hydnophytum formicarum)
Hal terpenting yang harus diperhatikan dalam melakukan proses isolasi
kapang endofit yaitu proses sterilisasi permukaan. Sterilisasi permukaan sampel
dilakukan untuk menghindari terjadinya kontaminasi mikroorganisme yang
dapat tumbuh saat isolasi kapang endofit berlangsung. Pada penelitian ini
digunakan larutan alkohol 70% sebagai desinfektan pada proses sterilisasi
permukaan. Mekanisme kerja alkohol sebagai desinfektan yaitu dapat
mendenaturasi protein dan melarutkan lemak pada membran protein mikroba
sehingga dapat merusak sel mikroba kontaminan (Siswandono 1995).
Media yang digunakan dalam proses isolasi kapang juga merupakan faktor
utama yang harus diperhatikan. Media isolasi yang digunakan yaitu media yang
dapat memenuhi kebutuhan nutrisi kapang endofit untuk tumbuh. Pada
penelitian ini media isolasi yang digunakan adalah Potato Dextrose Agar (PDA).
Media PDA merupakan media yang umum digunakan untuk menumbuhkan
kapang dan sebagai media isolasi (Kumala et al. 2006). Selain itu, media PDA
juga dapat digunakan sebagai media pemurnian dan peremajaan kapang endofit
karena mudah dicerna oleh kapang endofit dalam proses pertumbuhannya
(Gandjar et al. 2006). Hasil isolasi kapang endofit dari sampel umbi tumbuhan
sarang semut (Hydnophytum formicarum) menghasilkan 7 isolat kapang endofit
(Tabel 2).

11
Table 2 Isolat kapang endofit
Kode
isolat

Pengamatan makroskopik
dan mikroskopik

1A

Ciri morfologi kapang endofit
Makroskopik
Warna miselium: merah
Permukaan miselium: tidak rata,
menghasilkan eksudat berwarna
merah dengan bentuk permukaan
menyerupai serbuk-serbuk kasar
berwarna hijau keabu-abuan.
Koloni bagian bawah berwarna
merah.

konidia

Mikroskopik
Pengamatan mikroskop dengan
perbesaran 40x10 menunjukkan
konidia berbentuk bulat saling
menempel dan membentuk rantai.
Pertumbuhan isolat ini terjadi saat
3 hari inkubasi, kemudian pada
usia 7 hari menghasilkan eksudat
berwarna merah. Isolat kapang
diduga merupakan Penicillium sp.

1B

Makroskopik
Warna
miselium:
abu-abu
Permukaan isolat: seperti beludru,
permukaan menggunung dan
tepian tidak rata disertai adanya
garis-garis lingkaran konsentris
berwarna putih dari pusat hingga
ke tepian. Koloni bagian bawah
berwarna abu-abu kehitaman.

konidia
konidiofor

Mikroskopik
Pengamatan di bawah mikroskop
perbesaran 40x10 menunjukkan
konidia berbentuk bulat dengan
konidiofor pendek.
Waktu tumbuh isolat terlihat saat
3 hari inkubasi. Isolat diduga jenis
Aspergillus sp.

12
Kode
isolat

Pengamatan makroskopik dan
mikroskopik

2A

Ciri morfologi kapang endofit
Makroskopik
Warna miselium: putih Permukaan
miselium: permukaan seperti
kapas berwarna putih, hifa
menyebar dengan tepian rata.
Koloni bagian bawah berwarna
putih namun terlihat ada bintikbintik
hitam
kecil
yang
mengelilingi miselia.

konidiofor

2B

Mikroskopik
Pengamatan di bawah mikroskop
dengan
perbesaran
40x10
menunjukkan
konidiofor
bercabang pendek.
Dalam waktu sehari pertumbuhan
isolat mulai menyebar, setelah 3
hari inkubasi hifa mulai lebat.
Isolat belum teridentifikasi.

Makroskopik
Warna miselium: putih
Permukaan miselium: tumbuh
lebat dengan bentuk tepian rata.
Koloni bagian bawah berwarna
putih.

konidia

konidiofor

Mikroskopik
Pengamatan di bawah mikroskop
dengan
perbesaran
40x10
menunjukkan konidia berbentuk
lonjong dengan konidiofor yang
panjang.
Dalam waktu tumbuh sehari hifa
sudah mulai menyebar dan lebat.
Isolat belum teridentifikasi.

13
Kode
isolat

Pengamatan makroskopik dan
mikroskopik

3

Ciri morfologi isolat kapang
Makroskopik
Warna miselium: bagian tengah
berwarna cokelat dan dibagian
tepih berwarna putih.
Permukaan miselium: miselia
seperti kapas dan berwarna putih
dengan tepian rata, menghasilkan
pigmen warna cokelat kehitaman
di dalam media agar.

konidiofor
konidia

Mikroskopik
Hasil pengamatan mikroskop
perbesaran 40x10, terlihat bahwa
konidiofor bersepta pendek dan
konodia berbentuk bulat.
Dalam waktu tumbuh 1 hari, hifa
mulai menyebar dan memenuhi
cawan
petri.
Isolat
belum
teridentifikasi.

6A

Makroskopik
Warna
miselium:
kuning
kecokelatan.
Permukaan
miselium:
isolat
berbentuk
serbuk
berwarna
cokelat keemasan dengan tepian
tidak
rata.
Sebalik
koloni
berwarna kuning kecokelatan.

konidia
konidiofor

Mikroskopik
Pengamatan di bawah mikroskop
dengan
perbesaran
40x10
menunjukkan konidia berbentuk
semi bulat dan konidiofor kecil
dan pendek.
Waktu tumbuh isolat selama 6 hari
menunjukkan hifa mulai menyebar
dan berwarna kuning. Isolat
diduga jenis Aspergillus sp.

14
Kode
isolat

Pengamatan makroskopik
dan mikroskopik

6B

Ciri morfologi kapang endofit
Makroskopik
Warna miselium: putih
Permukaan miselium: bentuk seperti
kapas dengan tepian yang rata, garisgaris lingkaran konsentris yang
mengelilingi miselia hingga ke tepian
terlihat dengan jelas. Koloni sebalik
berwarna putih kekuningan.
Mikroskopik
Pengamatan di bawah mikroskop
dengan
perbesaran
40x10
menunjukkan konidiofor berbentuk
panjang dan bersepta.

konidiofor

Pertumbuhan isolat sangat cepat,
dalam waktu 1 hari hifa mulai
menyebar dan lebat. Isolat belum
teridentifikasi.

Pertumbuhan kapang dapat dilihat dari penampakannya yang berserabut
seperti kapas yang mula-mula berwarna putih, tetapi jika spora timbul maka
akan terbentuk berbagai warna tergantung dari jenis kapang tersebut (Fardiaz
1992). Setiap isolat memiliki ciri-ciri dan waktu tumbuh yang berbeda. Hasil
penelitian menunjukkan waktu tumbuh isolat kapang ada yang kurang dari 5 hari
dan ada yang lebih dari 5 hari. Menurut Ramadhan (2011) ciri-ciri koloni kapang
yang dianggap kapang endofit yaitu memiliki waktu tumbuh lebih dari 5 hari,
tumbuh di sekitar sampel umbi tumbuhan yang ditanam pada media PDA dan
memiliki morfologi yang berbeda-beda. Pujiyanto dan Rejeki (2010) juga
mempertegas bahwa mikroba endofit yang ditanam pada media agar memiliki
waktu tumbuh 3-5 hari.
Kapang 1A diduga merupakan isolat kapang jenis Penicillium sp. Hal ini
sesuai dengan ciri morfologi isolat kapang menurut Gandjar et al. (2006) bahwa
Penicillium purpurogenum memiliki permukaan seperti beludru kasar dengan
tepian koloni yang rata, miselia berwarna putih atau merah muda, konidia lebat
berwarna hijau keabu-abuan dan menghasilkan eksudat berwarna merah serta
koloni bagian bawahnya berwarna merah tua hingga hitam. Mendez et al. (2011)
berhasil memproduksi dan mendapatkan pigmen merah alami dari eksudat isolat
kapang Penicillium purpurogenum yang berpotensi sebagai pewarna alami
dalam industri makanan.
Kapang 1B dan 6A diduga merupakan isolat kapang jenis Aspergillus sp.
Koloni isolat 1B memiliki permukaan seperti beludru berwarna abu-abu dengan
tepian yang rata dan sebalik koloni berwarna hijau kehitam-hitaman. Hal ini
sesuai dengan Gandjar et al. (2006) yang telah mengidentifikasi isolat kapang

15
Aspergillus fumigatus memiliki ciri-ciri berwarna hijau tua dengan konodiofor
dan yang lebat. Konidia bulat hingga semibulat berwarna hijau. Koloni 6A
memiliki isolat koloni dengan permukaan tidak rata berwarna cokelat keemasan
menyerupai serbuk kasar dan sebalik koloni berwarna kuning kecokelatan.
Sesuai dengan identifikasi Raper dan Fennel (1965) terhadap isolat Aspergillus
unguis yang memiliki ciri-ciri berwarna kuning, saat fungi berumur tua koloni
berubah menjadi warna kecokelatan serta bentuk permukaan koloni tidak rata.
Isolat kapang 2A, 2B, 3 dan 6B merupakan jenis isolat yang belum
teridentifikasi.

Hasil Seleksi Kapang Endofit
Uji seleksi kapang endofit dilakukan melalui uji antagonisme (Sudantha
dan Abadi 2007). Uji antagonisme dilakukan untuk memperoleh kapang yang
bertindak sebagai antagonis. Mekanisme antagonis pada mikroba dapat terjadi
melalui tiga cara yaitu parasitisme secara langsung, antibiosis dengan
menghasilkan metabolik sekunder yang bersifat toksin dan kompetisi dalam hal
ruang dan kebutuhan nutrisi (Pradana et al. 2013).
Hasil uji antagonisme menunjukkan bahwa kapang 3 dan kapang 6B
memiliki pertumbuhan yang lebih dominan daripada kapang lainnya (Gambar 3).
Hasil uji antagonisme menunjukkan interaksi antara kapang 3 terhadap kapang
1A dan kapang 2B menunjukkan pola interaksi parasitisme, yaitu kapang 3
mampu tumbuh di atas koloni kapang 1A dan 2B (Gambar 3.A.iii). Kapang 3
juga menunjukkan pola interaksi kompetisi terhadap kapang 6A dan kapang 2B
(Gambar 3.B.iv) serta kapang 6B dan 2A (Gambar 3.B.v), kompetisi yang terjadi
adalah kompetisi ruang dan makanan artinya kapang 3 mampu mengambil ruang
dan nutrisi yang tersedia dalam media dengan menghambat pertumbuhan kapang
lainnya.
Kapang 6B memiliki pertumbuhan yang dominan terhadap kapang 1A dan
6A (Gambar 3.A.i). Kapang 6B mampu tumbuh di atas kapang 6A dan
menghambat pertumbuhan kapang 6A, pola interaksi ini adalah parasitisme. Pola
interaksi yang terbentuk antara kapang 6B dan 1A adalah antibiosis, dimana
kapang 1A menghasilkan eksudat berwarna merah sebagai resisten diri selama
proses uji anatagonisme berlangsung. Widyastuti (2008) menyatakan bahwa
fungi dan mikroorganisme lain memproduksi substansi kimia yang dalam bentuk
metabolit sekunder, enzim, toksin, senyawa organik maupun senyawa organik
sebagai bentuk pertahanan diri dalam kompetisi. Hal ini juga dilaporkan oleh
Sudantha dan Abadi (2007) bahwa isolat jamur endofit Trichoderma spp. dan
Rhizoctonia spp. mampu menghambat pertumbuhan F.oxysporum dengan cara
fisik (kompetisi ruang dan mikoparasit) dan mengeluarkan antibiotik yang
didifusikan ke dalam medium agar.

16

6A

2A

6B

3
1A

1A

1B

1A

2B
3

6B

1A

1A

1B
1A

6A

2B

2A

(i)

(ii)
(A)

(iii)

2B

2A

3
6A

2B

6B

3

2A

6A

3
6B
3
(iv)

(v)
(B)
Gambar 3 Hasil uji antagonisme kapang pada umur 7 hari
Keragaman tingkat penghambatan kapang 3 dan kapang 6B terhadap
kapang lainnya diduga erat kaitannya dengan kemampuan dari kapang 3 dan
kapang 6B berkompetisi dengan kapang lain terutama sebagai mikoparasit dan
kecepatan tumbuh. Widyastuti (2007) juga mempertegas bahwa kemampuan
mikoparasit merupakan kemampuan mikroba memproduksi enzim ekstraseluler
untuk merusak dinding sel fungi lain yang kemudian digunakan sebagai sumber
makanan. Kejadian seperti ini dilaporkan oleh Papavizas (1985) dalam Sudantha
dan Abadi (2007), bahwa mekanisme mikoparasitisme dimulai dengan
pelunakan sel inang jamur lainnya oleh enzim yang dihasilkan oleh mikoparasit
Trichoderma sebelum kerusakan dan kematian sel inang jamur lainnya. Ismed et
al. (2011) melaporkan bahwa Trichoderma hamatum memproduksi enzim b-1,3-

17
glukanase dan kitinase yang dapat menyebabkan eksolisis hifa inang.
Trichoderma harzianum strain 1295-22 juga menghasilkan antibiotik volatil
yang mampu mengurangi pertumbuhan miselium Rhizoctonia solani.
Kapang endofit yang lebih dominan terhadap pertumbuhan kapang endofit
lain adalah kapang endofit yang bertindak sebagai antagonis. Hasil seleksi
antagonisme menunjukkan kapang 3 dan 6B bersifat antagonis terhadap kapang
lain selanjutnya untuk menyeleksi kapang terpilih dilakukan uji pendahuluan
penghambatan enzim α-glukosidase Tahap 1.

Ekstrak Media Kultur Kapang 3 dan Kapang 6B
Ekstraksi adalah metode pemisahan suatu komponen cair dari
campurannya menggunakan sejumlah massa pelarut sebagai tenaga pemisah.
Beberapa faktor yang berpengaruh dalam proses ekstraksi adalah temperatur,
waktu kontak, perbandingan solute, faktor ukuran partikel, pengadukan dan
waktu dekantasi (Yasita dan Intan 2009). Sampel yang diekstrak yaitu media
kultur kapang 3 dan kapang 6B hasil pemanenan dengan masa inkubasi 7 hari
dengan perlakuan shaking dan statis. Ekstraksi media kultur kapang 3 dan
kapang 6B dilakukan dengan maserasi menggunakan etil asetat sebagai pelarut.
Kelebihan metode maserasi adalah relatif sederhana, yaitu tidak
memerlukan alat-alat yang rumit, relatif mudah, murah dan dapat menghindari
rusaknya komponen senyawa akibat panas (Meloan 1999). Etil asetat digunakan
karena memiliki polaritas sedang (semi polar) sehingga mampu melarutkan
senyawa-senyawa yang bersifat polar maupun non polar. Selain itu, etil asetat
tidak bercampur dengan media kultur sehingga mudah dipisahkan dengan media
kultur (Nursid 2010). Semua filtrat yang diperoleh dari hasil ekstraksi kemudian
diuapkan menggunakan rotary evaporator sehingga diperoleh rendemen ekstrak
kental etil asetat kapang 3 dan kapang 6B.
Hasil evaporasi dari ekstrak media kultur kapang 3 dan kapang 6B dengan
pelarut etil asetat menghasilkan sifat yang berbeda. Ekstrak etil asetat kapang 3
berwarna cokelat kehitaman dan berbentuk pasta dengan tekstur kasar,
sedangkan ekstrak etil asetat kapang 6B berwarna kuning kecokelatan dan
berbentuk pasta dengan tekstur keras. Perbedaan rendemen disebabkan
kemampuan pelarut dalam proses ektraksi untuk memperoleh zat aktif dalam
sampel, dan kelarutan zat aktif dalam pelarut yang berbeda (Adewole et al.
2006). Nilai rendemen (% b/v) ekstrak etil asetat kapang 3 dan kapang 6B dapat
dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3 Nilai rendemen ekstrak etil asetat kapang 3 dan kapang 6B
Jenis sampel
Ekstrak media kultur kapang 3 Shaking

Rata-rata rendemen
(% b/v)*
9.5

Ekstrak media kultur kapang 3 Statis

7.83

Ekstrak media kultur kapang 6B Shaking

8.5

Ekstrak media kultur kapang 6B Statis

7.5

*dihitung terhadap 300 mL media kultur

18
Nilai rendemen ektrak etil asetat kapang 3 dan kapang 6B dengan
perlakuan shaking dan statis menghasilkan nilai rata-rata rendemen yang
berbeda-beda. Nilai rendemen ekstrak dengan perlakuan shaking (keadaan
goyang) menghasilkan nilai lebih besar daripada rendemen ekstrak dengan
perlakuan statis (tidak digoyang). Adewole et al. (2006) menyatakan bahwa
perbedaan rendemen disebabkan kemampuan pelarut dalam proses ektraksi
untuk memperoleh zat aktif dalam sampel, dan kelarutan zat aktif dalam pelarut.
Rendemen ekstrak yang diperoleh dipengaruhi oleh kondisi alamiah senyawa
aktif pada bahan, metode ekstraksi, waktu ekstraksi, ukuran partikel sampel,
serta pelarut sampel (Harborne 1987). Hasil ekstrak etil asetat kapang 3 dan
kapang 6B digunakan sebagai sampel pada uji inhibitor enzim α-glukosidase
tahap 1.

Aktivitas Inhibitor Ekstrak Media Kultur Kapang 3 dan Kapang 6B
terhadap Enzim α-Glukosidase (Uji Tahap 1)
Alfa glukosidase merupakan enzim yang berfungsi memecah karbohidrat
menjadi glukosa dan monosakarida lainnya di dalam saluran pencernaan
manusia (Kim et al. 2008). Senyawa yang dapat menghambat aktivitas enzim
tersebut menunjukkan indikasi sebagai inhibitor enzim α-glukosidase. Penelitian
uji daya hambat aktivitas α-glukosidase secara in vitro ini menggunakan ρnitrofenil-α-D-glukopiranosida sebagai substrat.
Prinsip pengujian penghambatan α-glukosidase adalah terjadinya
perubahan warna substrat yang berubah menjadi warna produk. Menurut
Sugiwati et al. (2009) daya hambat terhadap aktivitas α-glukosidase dipelajari
secara pseudo-substrat dengan mengetahui kemampuan sampel untuk
menghambat reaksi hidrolisis glukosa pada substrat p nitrofenil-α-D
glukopiranosida sehingga substrat akan terhidrolisis menjadi α-D-glukosa dan p
nitrofenol yang berwarna kuning (Gambar 4). Hasil hidrolisis tersebut dapat
diukur absorbansinya dengan spektofotometer UV-Vis. Rahman et al. (2011)
menyatakan bahwa semakin besar kemampuan inhibitor untuk menghambat maka
produk yang dihasilkan semakin sedikit atau warna larutan setelah inkubasi lebih
cerah dibandingkan dengan larutan tanpa inhibitor.

Gambar 4 Persamaan reaksi enzimatis α- glukosidase
Sumber: Sugiwati et al. (2009)

Uji tahap 1 dilakukan untuk menentukan besar penghambatan ekstrak
media kultur kapang 3 dan kapang 6B. Masa inkubasi dilakukan selama 7 hari
dengan perlakuan kondisi statis dan shaking dengan kecepatan 120 rpm.

19
Penelitian pendahuluan ini mengacu pada Artanti et al. (2011) yang melakukan
pengujian ekstrak kapang endofit terhadap aktivitas enzim α-glukosidase dengan
masa inkubasi 7 hari. Ekstrak diuji pada konsentrasi 625 ppm; 1250 ppm; 2500
ppm; 5000 ppm dan 10000 ppm. Aktivitas penghambatan ekstrak media kultur
kapang 3 dan 6B terhadap enzim α-glukosidase dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4 Penghambatan ekstrak kapang 3 dan 6B terhadap aktivitas enzim αglukosidase pada kondisi statis dan shaking dengan masa inkubasi 7 hari

Sampel
Ekstrak media kultur kapang 3
Shaking
Ekstrak media kultur kapang 3
Statis
Ekstrak media kultur kapang
6B Shaking
Ekstrak media kultur kapang
6B Statis
Akarbose

Konsentrasi (ppm)
2500
5000

625

1250

10000

-0.356%

-3.629%

-8.426%

-9.591%

-9.196%

-1.564%

8.934%

4.745%

-2.427%

-25.134%

-2.774%

8.276%

4.947%

4.835%

2.453%

3.288%

-0.622%

-2.872%

3.050%

2.294%

89.462%

91.989%

91.989% 91.514%

90.475%

Hasil uji tahap 1 menunjukkan bahwa secara umum ekstrak media kultur
kapang 3 dan 6B yang diinkubasi selama 7 hari pada kondisi shaking (digoyang)
dan statis (tidak digoyang) tidak menunjukkan adanya aktivitas penghambatan
enzim α-glukosidase (Tabel 4). Namun, pada beberapa sampel dengan
konsentrasi tertentu menunjukkan aktivitas penghambatan enzim α-glukosidase .
Ekstrak media kultur kapang 3 dengan perlakuan statis dengan konsentrasi 1250
ppm dan 2500 ppm menunjukkan nilai inhibisi adalah sebesar 8.943% dan
4.745%. Ekstrak media kultur kapang 6B dengan perlakuan shaking pada
konsentrasi 1250 ppm, 2500 ppm, 5000 ppm dan 10000 ppm berturut-turut
menunjukkan nilai inhibisi adalah sebesar 8.276%, 4.947%, 4.835% dan 2.453%.
ekstrak media kultur kapang 6B dengan perlakukan statis dengan pada
konsentrasi 625 ppm, 5000 ppm dan 10000 ppm berturut-turut adalah sebesar
3.288%, 3.050% dan 2.294%. Hal ini diduga saat dipanen pada hari ke-7 kedua
kapang belum menghasilkan metabolit sekunder yang mampu menghambat
aktivitas enzim α-glukosidase.
Menurut Powthong et al. (2012), beberapa faktor yang mempengaruhi
keberadaan senyawa bioaktif dari suatu kapang endofit saat kultivasi yaitu,
tingkat inokulum, pemilihan medium kultur, periode inkubasi dan pelarut yang
digunakan untuk ekstraksi. Penelitian Artanti et al. (2011) menunjukkan bahwa
ekstrak media kultur kapang yang diiisolasi dari tumbuhan Taxus sumatrana
memiliki penghambatan aktivitas enzim α-glukosidase pada 2 jenis kapang yaitu
sebesar 18.2% dan 18.6%. Sathiyaseelan dan Stella (2012) juga melaporkan
bahwa ekstrak media kultur isolat Actinomycetes sp. yang diinkubasi selama 7
hari menunjukkan dari 8 isolat Actinomycetes sp, hanya 1 jenis yang
menunjukkan aktivitas penghambatan enzim α–glucosidase yang signifikan.
Hasil uji tahap 1 menunjukkan kapang 3 sebagai kapang terpilih karena
memiliki aktivitas inhibitor enzim lebih tinggi dari pada kapang 6B sehingga

20
kapang 3 merupakan isolat kapang yang akan digunakan sebagai sampel dalam
pengujian selanjutnya.
Pertumbuhan Kapang 3
Pengukuran pH dilakukan untuk mengetahui perubahan suasana pH media
yang telah ditumbuhi kapang selama proses fermentasi. Hasil pengamatan
selama proses fermentasi, nilai pH media kultur kapang 3 turun dari 5 menjadi 4
selama 27 hari masa inkubasi. Nilai pH media kultur dari hari ke-0 sampai hari
ke-12 sebesar 5. Nilai pH kemudian mengalami penurunan pada hari ke-15
sampai hari ke-27 yaitu 4. Perubahan pH yang terjadi menunjukkan terjadinya
pertumbuhan kapang dan menghasilkan suatu senyawa yang bersifat a