Aktivitas Antibakteri dan Antihiperglikemik Kapang Endofit RS-6B dari Sarang Semut pada Perlakuan Media Berbeda

v

AKTIVITAS ANTIBAKTERI DAN ANTIHIPERGLIKEMIK
KAPANG ENDOFIT RS-6B DARI SARANG SEMUT PADA
PERLAKUAN MEDIA BERBEDA

ZETA FADILLA INDRA

DEPARTEMEN TEKNOLOGI HASIL PERAIRAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

vi

vii

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul “Aktivitas Antibakteri

dan Antihiperglikemik Kapang Endofit RS-6B dari Sarang Semut pada Perlakuan
Media Berbeda” adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing
dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun.
Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun
tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan
dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.

Bogor, Februari 2015

Zeta Fadilla Indra
NIM C34100039

viii

ix

ABSTRAK
ZETA FADILLA INDRA. Aktivitas Antibakteri dan Antihiperglikemik Kapang

Endofit RS-6B dari Sarang Semut pada Perlakuan Media. Dibimbing oleh
KUSTIARIYAH TARMAN dan IRIANI SETYANINGSIH.
Sarang semut Hydophytum formicarum merupakan salah satu tumbuhan
epifit pada pohon bakau yang digunakan sebagai obat tradisional oleh masyarakat
pedalaman. Tujuan penelitian ini adalah menentukan pengaruh media yang
berbeda terhadap pertumbuhan kapang dan aktivitas antibakteri dan
antihiperglikemik ekstrak kapang. Komponen bioaktif terbanyak dihasilkan pada
hari ke-21 fermentasi. Kapang mencapai fase pertumbuhan stasioner pada hari
ke-9 sampai hari ke-21 pada media kultur PDB dan Hagem. Nilai pH kedua media
berada pada rentang 4-5. Aktivitas antibakteri terbaik diperoleh pada hari ke-12
untuk media PDB dan hari ke-9 untuk media Hagem yang aktif terhadap bakteri
Escherichia coli dengan diameter 16,4 mm dan 13,9 mm dan
Staphylococcus aureus dengan diameter 14,5 mm dan 14,4 mm. Ekstrak terbaik
dari aktivitas antibakteri selanjutnya ditunjukkan dengan aktivitas enzim
α-glukosidase dengan nilai IC50 sebesar 8002,3 ppm.
Kata kunci: aktivitas antibakteri, aktivitas enzim α-glukosidase, antihiperglikemik,
kapang endofit, tumbuhan sarang semut.

ABSTRACT
ZETA FADILLA INDRA. Antibacterial and Antihyperglycemic Activities

Endophytic Fungus RS-6B from Sarang Semut Cultured in Different Media.
Superrvised by KUSTIARIYAH TARMAN and IRIANI SETYANINGSIH.
Sarang semut Hydnophytum formicarum is an epiphyte of mangrove plant that
used as traditional medicine. The purpose of this research was to determine
influence of different media on the fungal growth, antibacterial and
antihyperglycemic activities of fungal extracts. The most bioactive compounds
was obtained 21 days after fermentation. A fungal growth on PDB and Hagem
media reached stationary phase on day 9 until 21. The pH value for two media
during fermentation was 4-5. The best antibacterial activity was obtained on day
12 for PDB medium and day 9 for Hagem medium. The extracts were active
against Escherichia coli with inhibitor zone of 16.4 mm and 13.9 mm,
Staphylococcus aureus 14.5 mm and 14.4 mm respectively. The most active
extracts for antibacterial activity also showed α-glucosidase inhibitor activity with
IC50 value was 8002.3 ppm.
Keywords: antibacterial, antihyperglycemic, endophytic fungi, α-glucosidase
enzyme inhibitor, sarang semut plant.

x

xi


© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2015
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

xii

AKTIVITAS ANTIBAKTERI DAN ANTIHIPERGLIKEMIK
KAPANG ENDOFIT RS-6B DARI SARANG SEMUT PADA
PERLAKUAN MEDIA BERBEDA

ZETA FADILLA INDRA

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Perikanan pada
Departemen Teknologi Hasil Perairan

DEPARTEMEN TEKNOLOGI HASIL PERAIRAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

xiii

Judul Skripsi : Aktivitas Antibakteri dan Antihiperglikemik Kapang Endofit
RS-6B dari Sarang Semut pada Perlakuan Media Berbeda
Nama
: Zeta Fadilla Indra
NIM
: C34100039
Program Studi : Teknologi Hasil Perairan


Disetujui oleh

Dr Kustiariyah Tarman, SPi, MSi
Pembimbing I

Dr Ir Iriani Setyaningsih, MS
Pembimbing II

Diketahui oleh

Prof Dr Ir Joko Santoso, MSi
Ketua Departemen

Tanggal Lulus:

xiv

xv

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia
yang telah diberikan sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Penelitian
ini dilaksanakan pada bulan Februari hingga September 2014 dengan judul
Aktivitas Antibakteri dan Antihiperglikemik Kapang Endofit RS-6B dari Sarang
Semut pada Perlakuan Media Berbeda.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah
membantu dalam penulisan karya ilmiah ini, terutama kepada:
1 Dr Kustiariyah Tarman, SPi, MSi dan Dr Ir Iriani Setyaningsih, MS
selaku dosen pembimbing atas pengarahannya yang telah diberikan
kepada penulis.
2 Dr Desniar, SPi, MSi selaku dosen penguji.
3 Prof Dr Ir Joko Santoso, MSi selaku Ketua Departemen Teknologi
Hasil Perairan.
4 Keluarga tercinta yaitu Mammy, Daddy, dan Ryan yang telah
mendoakan, memberikan motivasi, dukungan, dan semangat tiada henti
kepada penulis.
5 Ibu Ema Masruroh SSi, Dini Indriani AMd, Saeful Bahri AMd, dan
Bapak Eman yang telah membantu penulis selama penelitian di
Laboratorium.
6 Tim Mikrobiologi dan Biokimia (Fajri, Feky, Lolita, Moti, Risvan, Nia,

Mail, Laila, Ka Nabila, dan Ka Zia), Reza Febriansyah dan Keluarga
Besar THP 47 atas segala bantuan, doa, semangat, dan kebersamaannya
selama ini.
7 Teman dan sahabat seperjuangan yaitu Siti Mayang Sari, Emilia Dian
Prabawati, dan Anastasia Mensanie Putri yang tiada henti memberikan
motivasi dan dukungan serta peringatan.
8 Keluarga kecil tersayang yaitu Yosia BSMS Silalahi, Derry Muharram,
Harialyyanto N Ardhi, Andidustin Husna, Sindu Bangun Prasojo, dan
Tiara Aprilia yang selalu memberikan semangat, doa, dan selalu
mengingatkan waktu terus berjalan serta teman-teman BC yang selalu
mendukung penulis.
9 Teman, Sahabat, dan Tim Hore yaitu Annisyia ZP, Erjodi, Fachriadi,
Dyah Ayu Ninda, Fika, Fikra, dan Aras WP.
Penulis menyadari bahwa karya ilmiah ini masih memiliki kekurangan.
Penulis mengharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun untuk
perbaikan. Semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang
memerlukan.

Bogor, Februari 2015


Zeta Fadilla Indra

xvi

v

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL .........................................................................................
DAFTAR GAMBAR ...........................................................................................
DAFTAR LAMPIRAN .........................................................................................
PENDAHULUAN ..................................................................................................
Latar Belakang ...........................................................................................
Perumusan Masalah ....................................................................................
Tujuan Penelitian ........................................................................................
Manfaat Penelitian ......................................................................................
Ruang Lingkup Penelitian ..........................................................................
METODE PENELITIAN .....................................................................................
Bahan .........................................................................................................
Alat ............................................................................................................
Prosedur Penelitian .....................................................................................

Kultivasi Kapang RS-6B .........................................................................
Ekstraksi Media Kultur Kapang RS-6B ...................................................
Prosedur Analisis ........................................................................................
Uji Aktivitas Antibakteri .........................................................................
Uji Inhibitor Enzim α-glukosidase ..........................................................
HASIL DAN PEMBAHASAN .............................................................................
Pertumbuhan dan Perubahan pH Kapang RS-6B dengan Media Berbeda ....
Ekstrak Media Kultur Kapang RS-6B .........................................................
Aktivitas Antibakteri Ekstrak Media Kultur Kapang RS-6B .......................
Aktivitas Inhibitor Enzim α-Glukosidase ....................................................
KESIMPULAN DAN SARAN ..............................................................................
Kesimpulan ................................................................................................
Saran ..........................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................
LAMPIRAN ...........................................................................................................
RIWAYAT HIDUP ................................................................................................

vi
vii
vii

1

1
2
3
3
3
3

3
4
4
4
6
6
6
7
9

9
11
13
16
19

19
19
19
23
32

DAFTAR TABEL
1
2
3
4

Reaksi inhibisi enzim α-glukosidase .......................................................... 8
Bobot ekstrak kasar kapang RS-6B media kultur PDB dan Hagem ............ 11
Nilai inhibisi enzim α-glukosidase ekstrak media kultur RS-6B ................. 17
Nilai inhibisi enzim α-glukosidase acarbose .............................................. 18

vi

DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5
6

Diagram alir penelitian .............................................................................. 5
Kapang endofit RS-6B ............................................................................... 9
Pertumbuhan dan perubahan pH kapang SR-6B selama 24 hari ................. 9
Ekstrak kasar media kultur kapang RS-6B dengan pelarut etil asetat .......... 12
Hasil uji aktivitas antibakteri terhadap bakteri Escherichia coli ................. 13
Hasil uji aktivitas antibakteri terhadap Staphylococcus aureus ................... 14

DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4
5

Kultivasi kapang RS-6B perlakuan media PDB selama 24 hari .................
Kultivasi kapang RS-6B perlakuan media Hagem selama 24 hari .............
Diameter zona hambat terhadap bakteri uji ...............................................
Hasil uji inhibisi ekstrak kapang RS-6B dengan media kultur PDB ...........
Hasil uji inhibisi acarbose terhadap enzim α-glukosidase .........................

24
25
27
30
31

1

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Mangrove merupakan sekelompok jenis tanaman hijau berkayu yang
tumbuh pada daerah pasang surut dan toleran terhadap kadar garam yang tinggi.
Ekosistem hutan mangrove di Indonesia dikemukakan memiliki keanekaragaman
spesies tumbuhan yang tinggi dengan jumlah spesies lebih kurang 202 spesies
yang terdiri atas 89 spesies pohon, 5 spesies palem, 19 spesies liana, 44 spesies
epifit, dan 1 spesies sikas (Indriyanto 2006). Salah satu potensi tanaman epifit
yang terdapat di wilayah pesisir adalah tanaman sarang semut
(Hydnophytum formicarum) yang merupakan tanaman obat yang belum banyak
diteliti pemanfaatannya.
Tumbuhan sarang semut (Hydnophytum formicarum) secara tradisional
telah digunakan oleh penduduk asli Papua untuk mengobati berbagai penyakit
secara turun-temurun (Bonay 2013). Soeksmanto et al. (2010) juga menambahkan
bahwa tumbuhan sarang semut hidup sebagai tumbuhan epifit pada beberapa
tanaman inang misal kayu putih (Melalueca), cemara gunung (Casuarina), kaha
(Castanopsis) dan pada beberapa tanaman inang yang hidup di pesisir
(Nothophagus), yang batang pada bagian bawahnya menggelembung berisi
rongga-rongga yang disediakan sebagai sarang semut jenis tertentu. Secara
empiris tumbuhan sarang semut berkhasiat sebagai antitumor, antikanker, diabetes
dan sebagainya. Karena sifatnya sebagai tumbuhan liar yang tidak mudah untuk
dibudidaya, eksploitasi terhadap tumbuhan sarang semut dapat berakibat
kepunahan, salah satu cara yang dilakukan untuk memenuhi kebutuhan sekaligus
menjaga kelestarian tumbuhan induk adalah dengan mengembangkan
bioteknologi dari kapang endofit tumbuhan induk sebagai penghasil senyawa
metabolit sekunder.
Sejalan dengan hal tersebut, saat ini penyakit hiperglikemia atau diabetes
merupakan salah satu penyakit degeneratif utama di dunia. Hiperglikemia atau
kadar gula yang terlalu tinggi ditandai dengan jumlah glukosa yang terlalu banyak
dalam darah yang dapat menyebabkan penyakit diabetes mellitus. Diabetes
Melitus (DM) merupakan suatu penyakit kelainan metabolik kronis secara serius
yang memiliki dampak signifikan terhadap kesehatan, yang ditandai dengan
tingginya kadar gula darah (hiperglikemia) disertai dengan gangguan metabolisme
karbohidrat, lipid, dan protein sebagai akibat ketidakcukupan fungsi insulin
(Subroto 2006).
Prevalensi diabetes di dunia meningkat dengan cepat. Tahun 2010
dilaporkan sebanyak 221 juta penduduk dunia menderita DM dan pada tahun
2025 diperkirakan meningkat menjadi 300 juta atau lebih di mana kawasan
dengan potensi terbesar berada di Asia dan Afrika. Survei World Health
Oganization (WHO) menempatkan Indonesia pada urutan ke empat dalam jumlah
penderita diabetes terbesar di dunia setelah India, Cina, dan Amerika Serikat
(WHO 2010). Indonesia memiliki persentase sekitar 8,6% dari total penduduk,
pada tahun 1995 terdapat 4,5 juta penderita diabetes dan diperkirakan pada tahun
2025 akan meningkat menjadi 12,4 juta penderita (DEPKES 2005). Selain
penyakit diabetes, penyakit lain yang menjadi penyebab utama penyakit di dunia

2

terutama di daerah tropis, misal Indonesia adalah penyakit infeksi.
Madigan et al. (2000) menyatakan bahwa penyakit infeksi adalah penyakit yang
disebabkan oleh organisme patogen seperti parasit, jamur, bakteri, dan virus.
Penyakit infeksi merupakan masalah yang cukup serius yang sering menyebabkan
kematian dan penanggulangan yang cukup efektif untuk penyakit ini adalah
dengan antibiotik.
Mekanisme pengobatan diabetes melitus antara lain melalui tiga cara, yaitu
penambahan insulin dari luar, merangsang sekresi insulin, dan menurunkan kadar
glukosa darah melalui penghambatan aktivitas α-glukosidase (Waring 2007).
Lee et al. (2007) menyatakan bahwa pengobatan antihiperglikemik yang saat ini
digunakan terdiri atas dua jenis, yaitu suntikan insulin dan obat antidiabetes oral.
Obat anditiabetes oral berguna untuk penderita yang alergi terhadap insulin atau
yang tidak menggunakan suntikan. Obat antidiabetes oral sebagian besar
memberikan efek samping yang tidak diinginkan antara lain diare, sakit kepala,
mual, dan muntah (BPOM 2009). Jumlah penderita diabetes di Indonesia semakin
meningkat, maka diperlukan pengobatan yang efektif dan tanpa efek samping
sehingga semua lapisan masyarakat dapat merasakan manfaatnya.
Mikroba endofit dapat menghasilkan senyawa metabolit sekunder yang
mirip dengan senyawa yang dihasilkan oleh tumbuhan inangnya
(Tan dan Zou 2001). Beberapa penelitian telah berhasil membuktikan kemampuan
kapang endofit dalam menghambat aktivitas antibakteri dan aktivitas enzim
α-glukosidase. Penelitian Melliawati dan Harni (2009) menunjukkan bahwa
kapang endofit dari Taman Nasional Gunung Halimun dapat menghambat
pertumbuhan bakteri Escherichia coli dan Staphylococcus aureus. Penelitian
sebelumnya yang dilakukan oleh Sahara (2013) mengenai pemanfaatan kapang
endofit dari tumbuhan pesisir sarang semut sebagai antihiperglikemik
menunjukkan bahwa hasil uji inhibisi ekstrak media kultur terhadap aktivitas
enzim α-glukosidase pada konsentrasi 20000 ppm sebesar 72,6%. Penelitian yang
dilakukan oleh Artanti et al. (2011) juga telah membuktikan bahwa ekstrak media
cair dan ekstrak miselium kapang endofit Colletotrichum sp. yang diisolasi dari
Taxus sumatrana telah terbukti mampu menghambat aktivitas enzim
α-glukosidase sebesar 79,5% dan 18,2%
Penelitian tentang kemampuan kapang endofit dari tumbuhan sarang semut
sebagai antibakteri dan antihiperglikemik pada perlakuan media berbeda belum
banyak dilakukan. Penggunaan media kultur yang berbeda diduga memberikan
pengaruh yang berbeda pula terhadap komponen aktif dan pertumbuhan kapang
endofit. Hal inilah yang mendorong dilakukannya penelitian mengenai potensi
ekstrak kapang endofit tumbuhan sarang semut dalam menghambat aktivitas
antibakteri dan antihiperglikemik dengan membandingkan penggunaan media
kultur yang berbeda.

Perumusan Masalah
Masalah yang diangkat dalam penelitian ini adalah kasus diabetes yang
masih banyak terjadi di Indonesia. Penyakit ini tidak menyebabkan kematian
secara langsung, tetapi dapat berakibat fatal yang juga menjadi masalah besar di
dunia terutama di daerah tropis seperti Indonesia. Penggunaan tumbuhan sarang

3

semut secara terus-menerus dikhawatirkan dapat mengurangi ketersediaan
tumbuhan tersebut di alam. Oleh karena itu bioteknologi kapang endofit dari
tumbuhan sarang semut patut dikembangkan sebagai bahan obat
antihiperglikemik dan antibakteri yang selanjutnya dapat dimanfaatkan oleh
masyarakat.

Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah menentukan pengaruh media yang berbeda
terhadap pertumbuhan kapang dan aktivitas antihiperglikemik serta antibakteri
ekstrak kapang.

Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian ini adalah untuk mendapatkan komponen bioaktif
kapang
endofit
RS-6B
dari
tumbuhan
pesisir
sarang
semut
(Hydnophytum formicarum) yang berpotensi sebagai senyawa inhibitor enzim
α-glukosidase dan antibakteri dengan penggunaan media pertumbuhan yang
berbeda.

Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup penelitian ini adalah ekstraksi kapang endofit RS-6B dari
tumbuhan sarang semut (Hydnophytum formicarum) adalah kultivasi kapang,
ekstraksi media kultur kapang dari masing-masing media, pengujian aktivitas
antibakteri, dan pengujian inhibitor enzim α-glukosidase.

METODE PENELITIAN
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari sampai dengan September
2014. Kultivasi, ekstraksi dan pengujian antibakteri kapang endofit dilakukan di
Laboratorium Mikrobiologi Hasil Perairan, Departemen Teknologi Hasil Perairan,
Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Proses evaporasi
sampel dilakukan di Laboratorium Kimia Analitik, Fakultas Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor, serta pengujian aktivitas
penghambatan enzim α-glukosidase dilakukan di Laboratorium Pusat Studi
Biofarmaka.
Bahan
Bahan utama yang digunakan pada penelitian ini adalah kapang endofit
RS-6B (Hydnophytum formicarum) yang telah diisolasi dari tumbuhan pesisir
sarang semut yang menempel di pohon api-api atau jenis pohon Avicennia sp.

4

pada penelitian Sahara (2013). Media pertumbuhan yang digunakan terdiri dari
Potato Dextrose Agar (PDA) untuk media peremajaan kapang endofit, Potato
Dextrose Broth (PDB), media Hagem yang terdiri dari KH2PO4, MgSO4, 7H20,
FeCl3, glukosa, malt extract, dan akuades untuk media kultivasi dan penentuan
kurva pertumbuhan kapang endofit.
Pelarut yang digunakan untuk proses ekstraksi yaitu etil asetat p.a. Bahanbahan yang digunakan untuk pengujian aktivitas antibakteri meliputi media
Nutrient Agar (NA), Nutrient Broth (NB), media Mueller Hinton Agar (MHA),
akuades dan bakteri uji yang digunakan yaitu bakteri Gram-negatif (Escherichia
coli) dan bakteri Gram-positif (Staphylococcus aureus). Bahan uji inhibitor enzim
α-glukosidase adalah enzim α-glukosidase, larutan bufer fosfat (pH 7), serum
bovine albumin, p-nitrofenil-α-D-glukopiranosa (pNG), acarbose (Glucobay),
Dimethyl Sulfoxide (DMSO), Na2CO3 dan HCl 2N. Bahan kimia lainnya yaitu
NaOH, HCl, alkohol, dan spiritus.

Alat
Alat-alat yang digunakan yaitu autoklaf (Yamato SM 52 Autoclave),
laminar air flow (Thermo Scientific 1300 Series A2), shaker, rotary evaporator
(Heidolph VV2000), refrigerator, spektrofotometer (UV Vis UV-2500), vortex
mixer, incubator (Thermolyne type 42000), pipet mikro (Eppendorf), incubator
(Binder), spektrofotometer UV-Vis (Epoch), pH meter, timbangan digital
(Quattro), dan microplate (Nunch). Alat-alat lainnya yang digunakan seperti Labu
Erlenmeyer, cawan petri, gelas ukur, tabung reaksi, batang pengaduk, pipet tetes,
botol serum, pisau, pinset, gunting, sudip, beaker glass, alumunium foil, ose, rak
tabung reaksi, penggaris, bunsen, masker, dan sarung tangan.

Prosedur Penelitian
Tahapan penelitian meliputi kultivasi kapang RS-6B pada media cair PDB
dan Hagem yang dilakukan selama 24 hari dengan pemanenan setiap 3 hari,
penentuan kurva pertumbuhan kapang RS-6B (pengukuran biomassa dan pH
kultur), ekstraksi media kultur kapang RS-6B dari masing-masing perlakuan.
Diagram alir penelitian dapat dilihat pada Gambar 1.
Kultivasi Kapang RS-6B (Ray et al. 2011)
Kapang endofit RS-6B dikultur menggunakan media PDA. Miselia yang
diperoleh dari substrat selanjutnya diinokulasikan pada 50 mL media PDB dan
Hagem pada labu Ernlenmeyer 50 mL kemudian prekultur kapang dipindahkan ke
dalam labu Erlenmeyer 500 mL dengan media PDB dan Hagem sebanyak
200 mL. Biomassa kapang RS-6B dipanen setiap 3 hari dengan lama waktu
pertumbuhan selama 24 hari pada suhu ruang dengan menggunakan shaker.
Kultivasi kapang RS-6B perlakuan media PDB dan Hagem selama 24 hari dapat
dilihat pada Lampiran 5 dan 6. Penentuan kurva pertumbuhan kapang RS-6B
meliputi perhitungan berat kering sel kapang (biomassa miselia), pH, dan
komponen bioaktif yang dihasilkan. Pengamatan dilakukan setiap 3 hari mulai

5

Kapang endofit RS-6B

Kultivasi kapang pada media cair
PDB dan Hagem dengan perlakuan
shaking selama 24 hari

Pemanenan kapang dengan
penyaringan setiap 3 hari

Pengukuran pH kultur

Miselia

Filtrat

Pengukuran biomassa
miselia

Ekstraksi dengan etil asetat

Filtrat hasil esktraksi

Evaporasi

Ekstrak etil asetat

Pengujian aktivitas antibakteri

Hasil terbaik dari masingmasing perlakuan

Pengujian inhibitor enzim
α-glukosidase

Gambar 1 Diagram alir penelitian.

6

dari hari 0 sampai dengan hari 24 untuk menetukan pertumbuhan kapang yang
tidak terkontaminasi dalam media sehingga kapang siap untuk dipanen.
Perhitungan berat kering sel kapang diamati dengan cara pengambilan
seluruh biomassa kapang yang telah disaring menggunakan kertas saring
kemudian dikeringkan dengan oven pada suhu 40°C selama 24 jam. Selanjutnya,
biomassa kapang kering ditimbang hingga konstan dengan dua kali pengulangan.
Pengamatan komponen aktif dari kapang dapat diketahui dengan cara melakukan
proses ekstraksi media kultur yang dipanen setiap 3 hari selama 24 hari dengan
perlakuan shaking yang kemudian di ekstrak dengan metode maserasi
menggunakan pelarut etil asetat p.a. Warna ekstrak yang paling pekat
menunjukkan bahwa komponen bioaktif yang dihasilkan pada media kultur paling
banyak pada hari tersebut. Nilai pH diamati menggunakan kertas pH pada media
kultur kapang yang telah dipanen setiap 3 hari selama 24 hari.
Ekstraksi Media Kultur Kapang RS-6B (Nursid et al. 2010)
Ekstraksi terhadap media kultur yang mengandung metabolit dari kapang
dilakukan menggunakan pelarut etil asetat p.a (semi polar) sebanyak 300 mL.
Sebelum diekstrak, media kultur yang akan dipanen disaring menggunakan kertas
saring untuk memisahkan media kultur dan miselia kapang. Ekstraksi media
kultur dilakukan dengan menambahkan pelarut etil asetat p.a dengan
perbandingan (1:1) kemudian dimaserasi pada suhu ruang dengan menggunakan
shaker.
Pemisahan media kultur dan pelarut dilakukan di dalam corong pisah dan
didiamkan beberapa menit sampai lapisan pelarut etil asetat dan media kultur
memisah dengan jelas. Proses ini dilakukan sebanyak 3 kali. Metabolit sekunder
yang terkandung dalam pelarut etil asetat diperoleh menggunakan vacuum rotary
evaporator pada suhu 45°C agar terpisah dari pelarut etil asetat hingga diperoleh
ekstrak kasar dari media kultur.

Prosedur Analisis
Tahapan analisis meliputi pengujian ekstrak media kultur terhadap aktivitas
antibakteri dan penentuan aktivitas inhibitor enzim α-glukosidase. Pengujian
aktivitas antibakteri dilakukan menggunakan bakteri uji Gram-positif
(Staphylococcus aureus) dan Gram-negatif (Escherichia coli).
Uji Aktivitas Antibakteri
Metode pengujian aktivitas antibakteri yang digunakan adalah metode
eksperimental yang dilakukan secara in vitro menggunakan uji sensitivitas
antibakteri dengan metode sumur agar. Hal ini dilakukan dengan tujuan untuk
mengetahui konsentrasi minimal dari suatu larutan antibakteri yang dapat
menghambat pertumbuhan bakteri. Parameter uji yang diamati adalah diameter
zona hambat (mm) dari masing-masing ekstrak kapang RS-6B
Hydnophytum formicarum terhadap bakteri uji. Langkah yang dilakukan pada
penelitian ini meliputi persiapan bakteri uji yaitu peremajaan bakteri dan kultur
bakteri. Kultur bakteri yang telah disiapkan kemudian digunakan dalam pengujian
aktivitas antibakteri menggunakan metode sumur agar.

7

(1)

Peremajaan bakteri uji (Kusmiyati dan Agustini 2007)
Media yang digunakan adalah Nutrient Agar (NA). Media dilarutkan dalam
aquades dan dipanaskan hingga larut sempurna lalu dimasukkan ke dalam tabung
reaksi sebanyak 5 mL dan disterilkan dalam autoklaf pada suhu 121°C dengan
tekanan 1 atm selama 15 menit. Tabung dimiringkan dan didiamkan hingga
memadat. Sebanyak 1 ose biakan bakteri (E. coli dan S. aureus) diinokulasikan
ke dalam media regenerasi kemudian diinkubasi pada suhu 37°C selama 24 jam.
(2) Kultur bakteri uji (Kusmiyati dan Agustini 2007)
Mikroorganisme (Escherichia coli dan Staphylococcus aureus) yang segar
diinokulasikan sebanyak 1 ose ke media Nutrient Broth (NB), diinkubasi pada
suhu 37°C selama 24 jam. Kultur bakteri diukur kekeruhannya secara turbidimetri
dengan menggunakan spektrofotometer pada panjang gelombang 600 nm hingga
mencapai OD 0,5-0,8.
(3) Pengujian aktivitas senyawa antibakteri (Moorty et al. 2007)
Pengujian dilakukan dengan metode difusi sumur agar. Sampel yang
digunakan untuk pengujian aktivitas antibakteri adalah ekstrak kapang RS-6B
yang dihasilkan dari proses ekstraksi maserasi dengan pelarut etil asetat. Proses
pengujian menggunakan metode sumur agar dilakukan dengan memasukkan
mikroorganisme (E. coli dan S. aureus) yang telah diinokulasi ke dalam media
pertumbuhan (NB), masing-masing dimasukkan sebanyak 20 µL ke dalam media
MHA.
Media MHA yang mengandung bakteri uji dihomogenisasi menggunakan
vortex kemudian dituang pada cawan petri steril secara aseptis. Media agar yang
telah memadat kemudian dilubangi sebanyak 5 lubang (sumur) dengan diameter
6 mm secara aseptis dengan menggunakan pipet steril. Konsentrasi ekstrak
kapang RS-6B yang dimasukkan ke dalam lubang yaitu 0,5 mg/sumur,
1 mg/sumur, dan 2 mg/sumur. Perlakuan kontrol positif yaitu menggunakan
larutan antibiotik kloramfenikol sebanyak 20 µL dengan konsentrasi sebesar
30 µg dan perlakuan kontrol negatif menggunakan pelarut yang merupakan
pelarut dari ekstrak sebanyak 20 µL. Selanjutnya, cawan petri diinkubasi pada
suhu 37°C selama 24 jam dan dilakukan pengukuran zona hambat yang terbentuk
di sekeliling lubang menggunakan penggaris (mm). Daya hambat zat antibakteri
diukur dengan mengurangi diameter zona hambat yang terbentuk dengan lubang
(sumur) yaitu 6 mm. Aktivitas antibakteri dinyatakan positif apabila terbentuk
zona bening di sekeliling sumur dan dinyatakan negatif apabila tidak terbentuk
zona bening.
Uji Inhibitor Enzim α-glukosidase (Sancheti et al. 2009)
Campuran reaksi dalam uji ini meliputi larutan kontrol blanko (B0), larutan
blanko (B1), larutan kontrol sampel (S0) dan larutan sampel (S1). Persiapan
larutan kontrol blanko (B0) dan blanko (B1) dilakukan dengan pembuatan substrat
dengan cara melarutkan p-nitrofenil α-D-glukopiranosa dalam bufer fosfat 0,1 M
pH 7 dan pembuatan larutan enzim α-glukosidase dengan cara melarutkan 1 mg
α-glukosidase dalam 100 mL bufer fosfat (pH 7). Campuran reaksi blanko terdiri
dari 10 μL larutan dimetil sulfoksida (DMSO), 50 μL bufer fosfat 0,1 M (pH 7),
25 μL p-nitrofenil α-D-glukopiranosa sebagai substrat, dan 25 μL larutan enzim
α-glukosidase. Perbedaan antara blanko dan kontrol blanko, pada kontrol blanko
tidak menggunakan enzim α-glukosidase. Campuran reaksi kemudian diinkubasi

8

pada suhu 37°C selama 30 menit. Reaksi dihentikan oleh penambahan 100 μL
larutan natrium karbonat 0,2 M, kemudian diukur pada panjang gelombang 400
nm dengan spektrofotometer.
Persiapan larutan kontrol sampel (S0) dan sampel (S1) dilakukan dengan
melarutkan ekstrak kapang dalam bufer. Campuran reaksi sampel terdiri dari
10 μL ekstrak kapang, 50 μL bufer fosfat 0,1 M (pH 7), 25 μL p-nitrofenil α-Dglukopiranosa 0,5 mM sebagai substrat, dan 25 μL larutan enzim α-glukosidase.
Perbedaan antara sampel dan kontrol sampel, pada kontrol sampel tidak
menggunakan enzim α-glukosidase. Campuran reaksi kemudian diinkubasi pada
suhu 37°C selama 30 menit. Reaksi dihentikan oleh penambahan 100 μL larutan
natrium karbonat 0,2 M. Absorban dari p-nitrofenol diukur pada panjang
gelombang 400 nm dengan spektrofotometer. Percobaan dilakukan dalam tiga
ulangan.
Konsentrasi larutan acarbose 1% sebagai pembanding yang digunakan
dibuat dari tablet Glucobay yang dilarutkan dalam akuades dan HCl 2N (1:1)
dengan konsentrasi 1% (b/v) digunakan sebagai standar, kemudian disentrifugasi
dan supernatan diambil sebanyak 10 μL dan dimasukkan ke dalam campuran
reaksi seperti dalam sampel. Reaksi enzim selengkapnya untuk satu sampel dapat
dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1 Reaksi inhibisi enzim α-glukosidase
Ekstrak kapang endofit
DMSO
Buffer
Substrat
Enzim
Inkubasi 37°C, 30 menit
Na2CO3

B0 (µL)
10
50
25
-

B1 (µL)
10
50
25
25

S0 (µL)
10
50
25
-

S1 (µL)
10
50
25
25

100

100

100

100

Pengujian daya hambat ekstrak terhadap aktivitas α-glukosidase dihitung
dalam % inhibisi dengan rumus :
inhibisi

S1 S0

100

Keterangan :
K = Absorbansi terkoreksi dari blanko (B1) dikurangi kontrol blanko (B0)
S0 = Absorbansi terkoreksi dari kontrol sampel
S1 = Absorbansi terkoreksi dari sampel

9

HASIL DAN PEMBAHASAN
Pertumbuhan dan Perubahan pH Kapang RS-6B dengan Media Berbeda
Media pertumbuhan yang digunakan dalam penelitian ini adalah media PDB
(Potato Dextrose Broth) dan Hagem. Tujuan pembuatan kurva pertumbuhan
adalah untuk mengetahui fase stasioner pada perlakuan media kultur yang berbeda
yang selanjutnya akan menentukan waktu panen. Pengukuran pH dilakukan untuk
mengetahui perubahan suasana pH media yang telah ditumbuhi kapang selama
proses fermentasi. Kapang endofit RS-6B dapat dilihat pada Gambar 2.

Gambar 2 Kapang endofit RS-6B secara makroskopik dan mikroskopik.
Kapang endofit RS-6B (Gambar 2) memiliki ciri morfologi warna miselia
berwarna putih, permukaan miselia berbentuk seperti kapas dengan tepian yang
rata, dan garis-garis lingkaran konsentris yang mengelilingi miselia hingga ke
tepian terlihat dengan jelas (Sahara 2013). Kurva pertumbuhan dan perubahan pH
kapang RS-6B dapat dilihat pada Gambar 3.

Gambar 3 Pertumbuhan dan perubahan pH kapang SR-6B selama 24 hari dengan
perlakuan media kultur yang berbeda (
) biomassa kapang PDB
(
) nilai pH PDB (
) biomassa kapang Hagem (
) nilai pH
Hagem.

10

Nilai pH kapang pada proses fermentasi RS-6B dalam media PDB dan
Hagem mengalami penurunan (Gambar 3). Nilai pH pada kedua media kultur
berada pada rentang pH 4-5. Pengamatan nilai pH pada proses fermentasi kapang
dengan media PDB selama 24 hari memperlihatkan adanya perubahan pada
kultivasi hari ke-0 sampai ke-3 yaitu 5 dan mengalami penurunan pada kultivasi
hari ke-6 sampai ke-21 menjadi 4. Hal ini berbeda dengan media kultur Hagem,
nilai pH pada kultivasi hari ke-0 sampai ke-18 yaitu 5 dan mengalami penurunan
pada kultivasi hari ke-21 sampai ke-24 menjadi 4. Kultivasi kapang RS-6B
perlakuan media PDB dan Hagem dapat dilihat pada Lampiran 1 dan 2.
Umumnya kapang hidup pada lingkungan dengan nilai pH dibawah 7
(Gandjar et al. 2006). Hal ini juga sesuai dengan pernyataan
Melliawati dan Wulandari (2008) yaitu pada umumnya pH kapang berkisar pada
nilai pH 3-7. Perubahan nilai pH yang menurun disebabkan oleh terjadinya proses
katabolisme sumber karbon oleh kapang endofit yang menyebabkan
terakumulasinya sejumlah asam dalam medium. Srikandace et al. (2007) juga
mengemukakan bahwa perubahan pH pada media fermentasi disebabkan oleh
aktivitas metabolisme isolat kapang. Kondisi pH media dapat menurun karena
adanya hasil-hasil metabolisme karbohidrat yang bersifat asam-asam karboksilat
(Melliawati dan Wulandari 2008).
Kurva pertumbuhan kapang RS-6B (Gambar 3) menunjukkan pertumbuhan
kapang pada masing-masing perlakuan. Kapang RS-6B dengan media PDB
mengalami fase adaptasi pada kultivasi hari ke-0 sampai ke-3, fase eksponensial
pada kultivasi hari ke-3 sampai ke-9, fase stasioner pada hari ke-9 sampai ke-21
dan fase kematian pada kultivasi hari ke-21 sampai ke-24. Media Hagem
mengalami pertumbuhan adaptasi yang berbeda dengan media PDB yaitu fase
adaptasi dialami hingga kultivasi hari ke-6, fase eksponensial pada kultivasi hari
ke-6 sampai ke-9, fase stasioner pada kultivasi hari ke-9 sampai ke-21 dan fase
kematian pada kultivasi hari ke-21 sampai ke-24.
Hasil penelitian ini membuktikan bahwa perbedaan media kultur yang
digunakan dapat memberikan pengaruh yang berbeda terhadap hasil pertumbuhan
kapang. Media PDB menghasilkan biomassa miselia lebih besar pada kurva
pertumbuhan, hal ini dikarenakan kandungan yang terdapat dalam media PDB
yaitu potato starch yang dapat mendorong pertumbuhan kapang dan dextrose
sebagai sumber karbon dan energi, sedangkan media Hagem memiliki sumber
karbon yang berasal dari glukosa dan malt extract sebagai sumber nitrogen. Nilai
pH dari media PDB sekitar 5,1±0,2 dan kondisi pH tersebut merupakan pH yang
optimum untuk pertumbuhan kapang (AOAC 1995). Kusumaningtyas et al.
(2010) juga menyatakan bahwa kapang endofit Cladosporium sp. tumbuh lebih
baik pada media PDB dengan berat biomassa sebesar 64,06 gram.
Ravimannan et al. (2014) membuktikan dalam penelitiannya bahwa
perbedaan sumber nutrisi, salah satunya protein dalam suatu media kultur akan
mempengaruhi pertumbuhan kapang itu sendiri. Media kultur berperan dalam
memasok nutrisi yang dibutuhkan untuk pertumbuhan kapang. Hasil penelitian ini
memperkuat pendapat tersebut bahwa perbedaan media kultur yang digunakan
akan memberikan pengaruh yang berbeda terhadap pertumbuhan suatu kapang.
Penentuan fase pertumbuhan penting untuk dilakukan karena berkaitan
dengan ketepatan waktu suatu sel kapang menghasilkan metabolit sekunder.
Penelitian Simanjuntak et al. (2002) membuktikan bahwa produk metabolit

11

sekunder mulai dihasilkan kapang dengan intensitas terbesar pada akhir fase
eskponensial atau awal fase stasioner, dimana saat beberapa sumber nutrisi mulai
terbatas sehingga akhirnya memasuki fase kematian.
Kurva pertumbuhan kapang menunjukkan bahwa waktu mempunyai
hubungan yang erat dengan fase pertumbuhan kapang (Srikandace et al. 2007).
Produksi metabolit sekunder pada kapang endofit berfluktuatif dan berhubungan
dengan tahap pertumbuhannya. Gandjar et al. (2006) juga menambahkan bahwa
metabolit sekunder dari kapang dapat dipanen pada fase stasioner pertumbuhan
kapang.

Ekstrak Media Kultur Kapang RS-6B
Ekstraksi merupakan proses penarikan komponen zat aktif dari suatu bahan
dengan menggunakan pelarut. Tujuan dari proses ekstraksi adalah untuk
mendapatkan bagian tertentu dari bahan yang mengandung komponen-komponen
aktif. Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap proses ekstraksi adalah lama
ekstraksi, suhu, dan jenis pelarut yang digunakan (Khopkar 2003). Sampel yang
diekstraksi yaitu sampel hasil pemanenan media kultur PDB dan media kultur
Hagem.
Ekstrak dari kedua sampel memiliki warna yang sama yaitu kuning
kecoklatan berbentuk pasta dengan tekstur keras (Gambar 4). Nilai bobot
ekstrak etil asetat kapang RS-6B dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2 Bobot ekstrak kasar kapang RS-6B media kultur PDB dan Hagem
Jenis sampel
Ekstrak media kultur PDB

Ekstrak media kultur Hagem

Hari ke3
6
9
12
15
18
21
3
6
9
12
15
18
21

Bobot ekstrak (mg)*
25
74
51
116
16
212,5
54,5
17
5,5
37,5
49,5
11
15
34,5

* ekstrak dalam bentuk pasta; diperoleh dari kultur 250 mL

Bobot ekstrak kasar kapang RS-6B media kultur PDB dan Hagem
menghasilkan nilai rata-rata bobot ekstrak yang berbeda-beda. Bobot ekstrak
media kultur PDB menghasilkan nilai lebih besar dibandingkan dengan media
kultur Hagem (Tabel 2). Bobot ekstrak terbesar dari media kultur PDB adalah
212,5 mg dan media kultur Hagem adalah 49,5 mg. Media kapang RS-6B

12

fermentasi PDB memiliki bobot ekstrak kasar kapang terbesar dibandingkan
dengan media fermentasi Hagem, karena dalam media PDB mengandung sumber
karbon yang berasal dari kentang dan dextrose, sedangkan media Hagem
mengandung sumber karbon yang berasal dari glucose. Senyawa karbon
merupakan komponen terpenting dalam media fermentasi, karena berbagai produk
fermentasi sebagian besar terdiri dari unsur hara seperti karbon, selain itu juga
mengandung nitrogen, garam-garam organik serta beberapa vitamin dan mineral
(Kumala dan Muhamad 2008). Media fermentasi PDB merupakan media
fermentasi yang optimal untuk pertumbuhan kapang. Adewole et al. (2006)
menyatakan bahwa perbedaan bobot ekstrak disebabkan kemampuan pelarut
dalam proses ekstraksi untuk memperoleh zat aktif dalam sampel dan kelarutan
zat aktif dalam pelarut.
Faktor-faktor yang mempengaruhi jumlah ekstrak bergantung pada jumlah
pelarut, suhu ekstraksi, ukuran partikel, jenis pelarut, dan waktu ekstraksi
(Bustan et al. 2008). Parhusip (2006) juga menyatakan bahwa rendemen ekstrak
merupakan faktor yang sangat penting karena menunjukkan banyaknya senyawa
organik yang larut dalam pelarut tersebut sesuai dengan polaritasnya. Hasil
ekstrak etil esetat kapang RS-6B selanjutnya digunakan sebagai sampel pada uji
aktivitas antibakteri dan aktivitas inhibitor enzim α-glukosidase. Ekstrak kasar
kapang RS-6B dapat dilihat pada Gambar 4.

(a)

(b)

Gambar 4 Ekstrak kasar media kultur kapang RS-6B dengan pelarut etil asetat
(a) PDB hari ke-12 (b) Hagem hari ke-9.
Pelarut etil asetat digunakan karena memiliki polaritas sedang (semi polar)
sehingga mampu melarutkan senyawa aktif yang bersifat polar maupun nonpolar
(Putri et al. 2010). Etil asetat juga merupakan pelarut yang baik digunakan untuk
ekstraksi karena dapat dengan mudah diuapkan, tidak higroskopis dan tidak
bercampur dengan media kultur sehingga mudah dipisahkan dengan media kultur
(Nursid 2010). Metode ekstraksi yang digunakan pada penelitian ini adalah
ekstraksi dengan metode maserasi. Kelebihan metode maserasi adalah metode ini
paling mudah dilakukan karena pengerjaannya sederhana dan alat-alat yang
digunakan mudah didapat. Metode ini dapat menghindari rusaknya komponen
senyawa akibat panas (Wardhani dan Sulistyani 2012).

13

Aktivitas Antibakteri Ekstrak Media Kultur Kapang RS-6B

Diameter zona hambat (mm)

Aktivitas antibakteri ekstrak media kultur kapang RS-6B dapat diketahui
dengan mengukur diameter zona hambat dari ekstrak media kultur yang sudah
dilarutkan dengan pelarut organik (etil asetat). Bakteri uji dalam penelitian ini
digunakan
Escherichia
coli
sebagai
bakteri
Gram-negatif
dan
Staphylococcus aureus sebagai bakteri Gram-positif untuk melihat zat uji lebih
berperan terhadap bakteri Gram-positif dan Gram-negatif. Selain itu penggunaan
dua bakteri yang berbeda Gram tersebut bertujuan untuk membandingkan
efektivitas zat antimikroba yang terkandung di dalam zat uji lebih aktif
dalam membunuh bakteri Gram-positif atau bakteri Gram-negatif
(Kusumaningtyas et al. 2010). Pengujian ini juga menggunakan kontrol positif
dan kontrol negatif sebagai pembanding aktivitas antibakteri.
Kontrol positif yang digunakan adalah kloramfenikol. Kloramfenikol
merupakan salah satu antibiotik dengan spektrum luas yang aktif terhadap banyak
bakteri dari Gram-positif dan Gram-negatif (Pelczar dan Chan 2008). Kontrol
negatif yang digunakan adalah pelarut dari ekstrak kapang. Penggunaan pelarut
ini adalah sebagai pembanding untuk melihat pengaruh pelarut pada proses
ekstraksi terhadap diameter zona hambat yang dihasilkan ekstrak. Metode yang
digunakan dari penelitian ini adalah metode difusi sumur agar. Hasil uji aktivitas
rata-rata antibakteri ekstrak media kultur kapang RS-6B terhadap bakteri E. coli
dapat dilihat pada Gambar 5.
20
15
10
5
0
3

6

9
12
15
Lama kultivasi (hari)

18

21

Gambar 5 Hasil uji aktivitas rata-rata antibakteri ekstrak media kultur kapang
RS-6B terhadap bakteri Escherichia coli dengan perlakuan media
PDB ( ) 0,5 mg/sumur ( ) 1,0 mg/sumur ( ) 2,0 mg.sumur dan
perlakuan media Hagem ( ) 0,5 mg/sumur ( ) 1,0 mg/sumur
(
) 2,0 mg/sumur dengan 2 kali ulangan pada masing-masing
perlakuan.
Ekstrak kapang media kultur PDB menghasilkan aktivitas antibakteri lebih
tinggi dibandingkan dengan media Hagem pada hasil uji aktivitas antibakteri
terhadap bakteri E. coli (Gambar 5). Diameter zona hambat tertinggi dengan
media PDB terdapat pada konsentrasi ekstrak 2 mg dengan waktu kultivasi

14

Diameter zona hambat (mm)

hari ke-12 dan aktivitas penghambatan terendah terdapat pada konsentrasi 0,5 mg
dengan waktu kultivasi hari ke-3. Ekstrak kapang dari media kultur Hagem
menghasilkan diameter zona hambat tertinggi yang terdapat pada konsentrasi
ekstrak 2 mg dengan waktu kultivasi hari ke-9 dan aktivitas penghambatan
terendah terdapat pada konsentrasi ekstrak 0,5 mg dengan waktu kultivasi hari
ke-6. Hasil uji aktivitas rata-rata antibakteri ekstrak media kultur kapang RS-6B
terhadap bakteri S. aureus dapat dilihat pada Gambar 6.
20
15
10
5
0
3

6

9
12
15
Lama kultivasi (hari)

18

21

Gambar 6 Hasil uji aktivitas rata-rata antibakteri esktrak media kultur kapang
RS-6B terhadap bakteri Staphylococcus aureus dengan perlakuan
media PDB ( ) 0,5 mg/sumur ( ) 1,0 mg/sumur ( ) 2,0 mg.sumur
dan perlakuan media Hagem ( ) 0,5 mg/sumur ( ) 1,0 mg/sumur
( ) 2,0 mg/sumur dengan 2 kali ulangan pada masing-masing
perlakuan.
Perlakuan media PDB memberikan hasil dengan aktivitas penghambatan
tertinggi terdapat pada konsentrasi ekstrak 2 mg dengan waktu kultivasi hari
ke-12, sedangkan aktivitas penghambatan terendah terdapat pada konsentrasi
ekstrak 0,5 dan 1 mg dengan waktu kultivasi hari ke-6 (Gambar 6). Hasil berbeda
diperlihatkan oleh perlakuan media Hagem, diameter zona hambat tertinggi
terdapat pada konsentrasi ekstrak 1 mg dengan waktu kultivasi hari ke-9
sedangkan aktivitas penghambatan terendah terdapat pada konsentrasi ekstrak
2,0 mg dengan waktu kultivasi hari ke-6. Contoh gambar diameter zona hambat
terhadap kedua bakteri uji dapat dilihat pada Lampiran 3.
Bobot ekstrak (Tabel 2) media PDB terbesar adalah 212,5 mg pada kultivasi
hari ke-18 dan terkecil adalah 16 mg pada kultivasi hari ke-15. Sedangkan bobot
ekstrak media Hagem terbesar adalah 49,5 mg pada kultivasi hari ke-12 dan
terkecil adalah 5,5 mg pada kultivasi hari ke-6. Hasil uji aktivitas rata-rata
antibakteri media PDB tertinggi terdapat pada hari ke-12 dan terendah pada hari
ke-3 (bakteri E. coli) dan hari ke-6 (bakteri S. aureus). Hasil uji aktivitas rata-rata
antibakteri media Hagem tertinggi terdapat pada hari ke-9 dan terendah pada hari
ke-6 untuk kedua bakteri.
Bobot ekstrak diduga memiliki pengaruh terhadap aktivitas antibakteri.
Hasil aktivitas antibakteri media PDB dengan bobot ekstrak tertinggi sebesar
212,5 mg pada hari ke-18 memiliki aktivitas antibakteri yang rendah (terhadap

15

kedua perlakuan bakteri), sedangkan aktivitas antibakteri tertinggi yang terdapat
pada hari ke-12 (terhadap kedua perlakuan bakteri) memiliki bobot ekstrak yang
terbilang tinggi yaitu sebesar 116 mg. Hasil aktivitas antibakteri dengan bobot
ekstrak terendah sebesar 16 mg pada hari ke-15 memiliki aktivitas antibakteri
yang rendah pula (terhadap kedua perlakuan bakteri).
Hasil aktivitas antibakteri media Hagem dengan bobot ekstrak tertinggi
sebesar 49,5 mg pada hari ke-12 memiliki aktivitas antibakteri yang tinggi
(terhadap kedua perlakuan bakteri). Bobot ekstrak tertinggi kedua yang dimiliki
oleh media Hagem adalah sebesar 37,5 mg pada hari ke-9, menghasilkan aktivitas
antibakteri tertinggi dibandingkan dengan hari lainnya. Hasil antibakteri dengan
bobot ekstrak terendah adalah sebesar 5,5 mg pada hari ke-6 memiliki aktivitas
antibakteri yang rendah pula (terhadap kedua perlakuan bakteri). Hal ini diduga
semakin banyak bobot ekstrak yang dihasilkan maka aktivitas antibakteri juga
semakin tinggi.
Senyawa metabolit sekunder dari ekstrak kapang memiliki pengaruh
terhadap penghambatan aktivitas antibakteri. Analisis kimia dari tumbuhan
Hydnophytum formicarum menunjukkan bahwa tumbuhan sarang semut
mengandung senyawa-senyawa kimia dari golongan flavonoid dan tanin
(Subroto 2008). Salah satu senyawa kimia yang memiliki aktivitas antibakteri
adalah golongan flavonoid. Senyawa flavonoid dapat menghambat pertumbuhan
bakteri Gram-positif dan Gram-negatif dan dapat berfungsi sebagai bahan
antimikrob dengan membentuk ikatan komplek dengan dinding sel dan merusak
membran sel (Pepeljnjak et al. 2005). Flavonoid yang bersifat lipofilik akan
merusak membran mikroba (Rahman 2008). Poeloengan et al. (2007)
membuktikan senyawa flavonoid yang diekstrak dari batang bungur dapat
berperan dalam menghambat pertumbuhan bakteri E. coli dan S. aureus.
Roslizawaty et al. (2013) juga membuktikan bahwa ekstrak etanol pada
konsentrasi 25% dan 50% dan rebusan sarang semut memiliki efektivitas dalam
menghambat bakteri E. coli
Brook et al. (2001) menyatakan bahwa bakteri Escherichia coli dan
Staphylococcus aureus sudah resisten terhadap antibiotik terutama kelompok
antibiotik β-laktam. Resisten kedua bakteri tersebut disebabkan karena bakteri
tersebut memproduksi enzim β-laktamase, enzim ini dapat memotong cincin
β-laktam sehingga aktivitas antibiotik tersebut menjadi hilang. Bakteri
Escherichia coli diketahui sebagai bakteri yang mampu menghasilkan enzim
β-laktamase, sehingga bakteri ini resisten terhadap antibiotik kelompok β-laktam
(Neneng 2000).
Suatu senyawa dikatakan positif menghambat pertumbuhan mikroorganisme
uji apabila senyawa tersebut dapat membentuk zona hambat sebesar ≥ 3,14 mm
(Brooks et al. 2001) dan senyawa yang dihasilkan dari kapang endofit sarang
semut RS-6B menghasilkan zona hambat sebesar 16,4 mm (konsentrasi 2 mg pada
hari ke-12) pada perlakuan media PDB dan 13,9 mm (konsentrasi 2 mg pada hari
ke-9) pada perlakuan media Hagem untuk bakteri E. coli, dan sebesar 14,5 mm
(konsentrasi 2 mg pada hari ke-12) pada ekstrak kapang media PDB dan 14,2 mm
(konsentrasi 2 mg pada hari ke-9) pada ekstrak kapang media Hagem untuk
bakteri S. aureus. Aktivitas antibakteri yang terbentuk oleh ekstrak kapang RS-6B
dikategorikan kuat. Menurut Davis dan Stout (1971), ada empat kategori daya

16

hambat antibakteri, yaitu kategori sangat kuat (≥20 mm), kuat (10-20 mm),
sedang (5-10 mm), dan lemah (≤5 mm).
Perbedaan zona hambat yang terbentuk dapat dipengaruhi oleh beberapa
faktor, yaitu pH lingkungan, komposisi media, stabilitas senyawa antimikrob,
jumlah (kepadatan) inokulum, lama inkubasi, dan aktivitas metabolik
mikroorganisme (Jawets 2005). Media PDB mengandung sumber karbon yang
berasal dari kentang dan dextrose. Sumber karbon merupakan komponen
terpenting dalam medium pertumbuhan, karena sel-sel mikroba sebagian besar
terdiri dari unsur-unsur karbon dan nitrogen (Kusumaningtyas et al. 2010).
Kurva pertumbuhan kapang RS-6B (Gambar 3) pada media PDB dan
Hagem mengalami fase pertumbuhan stasioner sejak kultivasi hari ke-9. Aktivitas
antibakteri pada fase stasioner memperlihatkan aktivitas tertinggi terutama pada
media PDB saat kultivasi hari ke-12 dan pada media Hagem saat kultivasi hari
ke-9. Produk metabolit sekunder diduga banyak dihasilkan oleh kapang pada fase
ini baik pada media kultur PDB ataupun Hagem.
Fase stasioner pada kapang RS-6B menghasilkan aktivitas antibakteri
terbaik pada bakteri E. coli dan S. aureus. Hal ini diduga pada fase ini kapang
menghasilkan senyawa metabolit sekunder yang tinggi. Schmidt (1994)
membuktikan bahwa fase stasioner salah satunya ditandai dengan adanya tekanan
parsial oksigen rendah, dan timbunan produk metabolisme toksik sehingga
merangsang peningkatan aktivitas pertahanan yang akan meningkatkan proses
metabolisme sekunder. Hal ini juga didukung oleh penelitian Tarman (2011) yang
menyatakan bahwa pada fase puncak eksponensial menuju fase stasioner,
kandungan metabolit sekunder tertinggi diproduksi oleh kapang Veronaea sp.
KT19.
Hari ke-15 dan 18 pada kurva pertumbuhan kapang RS-6B (Gamber 3)
merupakan fase stasioner, dimana produk metabolit sekunder banyak dihasilkan
pada fase ini. Namun, uji aktivitas antibakteri pada media PDB di hari ke-15 dan
18 mengalami penurunan nilai diameter zona hambat. Terjadinya penurunan nilai
diameter zona hambat ini diduga produk metabolit sekunder yang dihasilkan pada
fase stasioner mulai terbatas sehingga produk metabolit
sekunder yang
terkandung dalam ekstrak kapang RS-6B kurang dapat berpotensi
menghambat pertumbuhan bakteri uji tersebut secara optimal. Hal ini didukung
oleh Simanjuntak et al. (2002) yang menyatakan bahwa produk metabolit
sekunder mulai dihasilkan kapang pada saat akhir fase eksponensial atau awal fase
stasioner, dengan intensitas terbesar pada awal fase stasioner hingga awal fase
kematian, dimana beberapa sumber nutrisi mulai terbatas.
Aktivitas Inhibitor Enzim α-Glukosidase
Enzim α-glukosidase adalah enzim yang bekerja dalam pembentukan
g

Dokumen yang terkait

Isolasi, Seleksi, dan Uji Aktivitas Antibakteri dari Kapang Endofit Daun Parijoto (Medinilla speciosa Blume) Terhadap Staphylococcus aureus, Bacillus subtilis, Escherichia coli, dan Shigella dysenteriae

1 15 108

Aktivitas antibakteri kapang endofit dari tanaman kina (cinchona calisaya wedd.)

0 9 8

Kapang Endofit dari Tumbuhan Pesisir Sarang Semut (Hydnophytum formicarum) dan Potensinya sebagai Antihiperglikemik

1 8 54

Pengaruh Media Pertumbuhan terhadap Potensi Antibakteri dan Antihiperglikemik Kapang Endofit Tumbuhan Pesisir Sarang Semut Hydnophytum formicarum

0 7 40

Ekstraksi, Karakterisasi dan Uji Aktivitas Fotoprotektor Pigmen Kapang Endofit Asal Tumbuhan Pesisir Sarang Semut

0 5 40

Fraksinasi Senyawa Antimikroba Kapang Endofit Dari Tumbuhan Pesisir Sarang Semut (Hydnophytum Formicarum)

0 3 58

Uji Aktivitas Antibakteri Isolat Kapang Endofit dari Daun Tanaman Paku Daun Kepala Tupai [Drynaria quercifolia (L.) J. Sm.] terhadap Escherichia coli, Salmonella typhi, Staphylococcus aureus dan Bacillus subtilis

0 21 99

Uji Aktivitas Antibakteri Isolat Kapang Endofit dari Daun Tanaman Paku Daun Kepala Tupai [Drynaria quercifolia (L.) J. Sm.] terhadap Escherichia coli, Salmonella typhi, Staphylococcus aureus dan Bacillus subtilis.

0 11 99

Fraksinasi dan Uji Aktivitas Antibakteri Isolat Kapang Endofit dari Daun Tanaman Iler (Coleus atropurpureus Benth.) terhadap Bakteri Staphylococcus aureus dan Pseudomonas aeruginosa.

1 7 102

Isolasi dan Karakterisasi Kapang Endofit dari Ranting Tanaman Parijoto (Medinilla Speciosa Reinw. ex Blume) dan Uji Aktivitasnya sebagai Antibakteri

8 45 93