Pengaruh Media Pertumbuhan terhadap Potensi Antibakteri dan Antihiperglikemik Kapang Endofit Tumbuhan Pesisir Sarang Semut Hydnophytum formicarum

PENGARUH MEDIA PERTUMBUHAN TERHADAP POTENSI
ANTIBAKTERI DAN ANTIHIPERGLIKEMIK KAPANG
ENDOFIT TUMBUHAN PESISIR SARANG SEMUT
Hydnophytum formicarum

NURLAILA FIRDANI FAJRI

DEPARTEMEN TEKNOLOGI HASIL PERAIRAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

ii

iii

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER
INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul “Pengaruh Media
Pertumbuhan terhadap Potensi Antibakteri dan Antihiperglikemik Kapang Endofit

Tumbuhan Pesisir Sarang Semut Hydnophytum formicarum” adalah benar karya saya
dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun
kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari
karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan
dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.

Bogor, Desember 2014

Nurlaila Firdani Fajri
NIM C34100031

iv

ABSTRAK
NURLAILA FIRDANI FAJRI. Pengaruh Media Pertumbuhan terhadap Potensi
Antibakteri dan Antihiperglikemik Kapang Endofit Tumbuhan Pesisir Sarang Semut
Hydnophytum formicarum. Dibimbing oleh KUSTIARIYAH TARMAN dan DESNIAR.
Tumbuhan sarang semut memiliki potensi sebagai antibakteri dan

antihiperglikemik. Tujuan penelitian ini adalah membandingkan aktivitas antibakteri dan
penghambatan enzim α -glukosidase oleh ekstrak media kultur kapang endofit tumbuhan
sarang semut yang dikultur menggunakan media yang berbeda. Biomassa miselium pada
media PDB memberikan hasil yang lebih tinggi dibandingkan dengan pada media
Hagem, nilai pH media kultur pada masing-masing media kultur berada pada kisaran pH
4-5. Hasil terbaik uji aktivitas antibakteri terhadap bakteri Escherichia coli dan
Staphylococcus aureus, dihasilkan oleh ekstrak media kultur dengan pada media PDB
kultivasi 18 hari, dengan besar nilai hambatan pada masing-masing bakteri sebesar 17,6
mm dan 16,5 mm. Hasil uji inhibitor α-glukosidase terbaik diperlihatkan oleh ekstrak
media kultur pada media Hagem, yaitu dengan nilai %inhibisi yang dihasilkan sebesar
48,71% pada konsentrasi ekstrak 8000 ppm. Nilai IC50 yang diperlihatkan oleh ekstrak
media kultur Hagem lebih baik dibandingkan pada media PDB, dengan nilai IC50 sebesar
9345,777 ppm.
Kata kunci: antibakteri, antihiperglikemik, biomassa, Hydnophytum formicarum, kapang
endofit.

ABSTRACT
NURLAILA FIRDANI FAJRI. The Influence of Culture Media to the Potential of
Endophytic Fungus of Sarang Semut Plant Hydnophytum formicarum as Antibacterial
and Antihyperglycemic. Supervised by KUSTIARIYAH TARMAN and DESNIAR.

Sarang semut plant is traditionally used for medical purposes. The aim of this
research was to observe the antibacterial and α-glucosidase enzyme inhibitor activities of
the fungal extracts isolated from sarang semut plant which was cultivated in different
culture media. The fungus cultivated using PDB medium grew faster in comparison with
one in Hagem medium. During 21 days of cultivation, pH value was 4-5. The best results
of antibacterial activity against Escherichia coli and Staphylococcus aureus were extract
of culture medium with PDB treatment in 18 days cultivation, with inhibitor zone was
17.6 mm and 16.5 mm, respectively. IC50 value for α-glucosidase inhibitor was 9345.777
ppm showed by extract of culture in Hagem medium.
Keywords: antibacterial, antihyperglycemic, biomass, endophytic fungi, Hydnophytum
formicarum.

v

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2014
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan

IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

vi

vii

PENGARUH MEDIA PERTUMBUHAN TERHADAP
POTENSI ANTIBAKTERI DAN ANTIHIPERGLIKEMIK
KAPANG ENDOFIT TUMBUHAN PESISIR SARANG SEMUT
Hydnophytum formicarum

NURLAILA FIRDANI FAJRI

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Perikanan pada
Departemen Teknologi Hasil Perairan


DEPARTEMEN TEKNOLOGI HASIL PERAIRAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

viii

ix

Judul Skripsi : Pengaruh Media Pertumbuhan terhadap Potensi Antibakteri dan
Antihiperglikemik Kapang Endofit Tumbuhan Pesisir Sarang Semut
Hydnophytum formicarum
Nama
: Nurlaila Firdani Fajri
NIM
: C34100031
Program Studi : Teknologi Hasil Perairan

Disetujui oleh


Dr Kustiariyah Tarman SPi, MSi
Pembimbing I

Dr Desniar SPi, MSi
Pembimbing II

Diketahui oleh

Prof Dr Ir Joko Santoso, MSi
Ketua Departemen

Tanggal Lulus:

x

KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah
memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
skripsi dengan judul “Pengaruh Media Pertumbuhan Terhadap Potensi Antibakteri

dan Antihiperglikemik Kapang Endofit Tumbuhan Pesisir Sarang Semut
Hydnophytum formicarum”.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah
membantu dalam proses penulisan karya ilmiah ini terutama kepada:
1. Dr Kustiariyah Tarman SPi MSi dan Dr Desniar SPi MSi selaku dosen
pembimbing, atas segala bimbingan dan pengarahan yang diberikan.
2. Dr Tati Nurhayati SPi MSi selaku dosen penguji.
3. Prof Dr Ir Joko Santoso MSi selaku Ketua Departemen Teknologi Hasil
Perairan.
4. Ibu dan Ayah yang telah mendoakan dan memberikan motivasi.
5. Ibu Ema Masruroh SSi, Dini Indriani AMd, Saeful Bahri SSi, dan Bapak
Eman yang telah membantu penulis selama penelitian di laboratorium.
6. Ibu Ela dan Ibu Wiwi dan staf Pusat Studi Biofarmaka yang telah
membantu penulis di laboratorium.
7. Teman Laboratorium Mikrobiologi (Feki, Lolita, Annisa, Zeta dan Ismail),
Reza Febriyansyah, kak Dani, kak Wiwid, kak Nabila, kak Zia, kak Tio,
kak Yulia, kak Aulia, keluarga besar THP 47, serta keluargaku “Wisma
Gareulis” atas segala motivasinya.
Penulis menyadari bahwa karya ilmiah ini masih memiliki kekurangan.
Penulis mengharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun untuk

perbaikan. Semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang
memerlukannya.

Bogor, Desember 2014
Nurlaila Firdani Fajri

xi

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL ................................................................................................
DAFTAR GAMBAR ...........................................................................................
DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................................
PENDAHULUAN ...............................................................................................
Latar Belakang ..................................................................................................
Perumusan Masalah ..........................................................................................
Tujuan Penelitian ..............................................................................................
Manfaat Penelitian ............................................................................................
Ruang Lingkup Penelitian.................................................................................
METODE PENELITIAN.....................................................................................

Bahan Penelitian ...............................................................................................
Alat Penelitian ...................................................................................................
Prosedur Penelitian ...........................................................................................
Prosedur Analisis ..............................................................................................
HASIL DAN PEMBAHASAN............................................................................
Komponen Aktif Ekstrak Media Kultur Kapang SR3 ......................................
Pertumbuhan dan Perubahan pH Kapang SR3 dengan Media yang Berbeda...
Aktivitas Antibakteri Ekstrak Kapang SR3 ......................................................
Aktivitas Ekstrak Media Kultur Kapang SR3 terhadap Inhibitor Enzim
α-glukosidase ....................................................................................................
KESIMPULAN DAN SARAN............................................................................
Kesimpulan .......................................................................................................
Saran ................................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA ..........................................................................................
LAMPIRAN .........................................................................................................
RIWAYAT HIDUP .............................................................................................

xii
xii
xii

1
1
2
3
3
3
3
3
4
4
6
8
8
10
11
14
17
17
18
18

22
28

xii

DAFTAR TABEL
1 Reaksi inhibisi enzim α-glukosidase ................................................................ 8
2 Pengujian komponen aktif ekstrak media kultur kapang SR3 ........................... 9

DAFTAR GAMBAR
1 Diagram alir penelitian ......................................................................................
2 Pertumbuhan kapang dan perubahan pH pada media kultur yang berbeda ......
3 Aktivitas antibakteri ekstrak media kultur pada media PDB dan Hagem
terhadap bakteri E. coli ......................................................................................
4 Aktivitas antibakteri ekstrak media kultur pada media PDB dan Hagem
terhadap bakteri S. aureus .................................................................................
5 Hasil uji inhibisi ekstrak media kultur kapang SR3 pada media PDB terhadap
enzim α-glukosidase .........................................................................................
6 Hasil uji inhibisi ekstrak media kultur kapang SR3 pada media Hagem
terhadap enzim α-glukosidase ..........................................................................
7 Hasil uji inhibitor acarbose terhadap enzim α-glukosidase .............................
8 Hidrolisis pNPG oleh enzim α-glukosidase ....................................................

5
10
12
12
14
15
15
17

DAFTAR LAMPIRAN
1Taksonomi tumbuhan sarang semut jenis Hydnophytum formicarum ..............
2 Kapang endofit tumbuhan sarang semut (kapang SR3) ...................................
3 Kultur kapang SR3 pada media PDB dan Hagem ...........................................
4 Hasil uji fitokimia ekstrak media kultur kapang SR3 pada media PDB dan
Hagem ...............................................................................................................
5 PDB Hasil pengukuran pola pertumbuhan kapang SR3 pada media PDB ......
6 Hasil pengukuran pola pertumbuhan kapang SR3 pada media Hagem ............
7 Hasil uji antibakteri ekstrak media kultur kapang SR3 pada media PDB
terhadap bakteri E. coli (Gram negatif) ...........................................................
8 Hasil uji antibakteri ekstrak media kultur kapang SR3 pada media Hagem
terhadap bakteri E. coli (Gram negatif) ............................................................
9 Hasil uji antibakteri ekstrak media kultur kapang SR3 pada media PDB
terhadap bakteri S. aureus (Gram positif) .......................................................
10 Hasil uji aktivitas antibakteri ekstrak media kultur kapang SR3 pada media
Hagem terhadap bakteri S. aureus (Gram positif) ..........................................
11 Hasil ekstrak media kultur kapang SR3 pada media PDB dan Hagem .........
12 Hasil uji aktivitas antibakteri ekstrak media kultur kapang SR3 pada media
PDB dan Hagem terhadap bakteri E. coli dan S. aureus ................................

23
23
23
24
25
25
25
26
26
26
27
27

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Konvensi Hukum Laut Internasional (The Law of the Sea Convention)
pada tahun 1994 menetapkan Indonesia sebagai negara kepulauan yang memiliki
wilayah pesisir yang luas dengan garis pantai mencapai 81.000 km. Hampir di
sepanjang kawasan pesisir tumbuh tersebar tanaman mangrove dan tanaman
pesisir lainnya yang berpotensi untuk dikembangkan. Potensi yang terdapat di
wilayah pesisir salah satunya adalah tumbuhan sarang semut. Tumbuhan sarang
semut (Hydnophytum formicarum) merupakan tumbuhan epifit yang menempel
di pohon-pohon besar, yaitu mangrove pada umumnya jenis Avicennia sp., kayu
putih (Melalueca), cemara gunung (Casuarina), kaha (Castanopsis) dan pada
beberapa tanaman inang yang hidup di pesisir (Nothophagus) yang batang
bagian bawahnya menggelembung berisi rongga-rongga yang disediakan sebagai
sarang semut jenis tertentu terutama semut dari genus Iridomyrmex dan
Ochetellus (Subroto dan Hendro 2008).
Tumbuhan sarang semut berdasarkan hasil pengalaman empiris masyarakat
lokal Papua digunakan untuk pengobatan berbagai kelainan dan penyakit. Air
rebusan sarang semut terbukti dapat menyembuhkan berbagai penyakit berat
misalnya tumor, kanker, jantung, wasir, TBC, rematik, gangguan asam urat,
stroke, maag, gangguan fungsi ginjal dan prostat (Subroto dan Hendro 2008).
Penelitian ilmiah terkait pemanfaatan tumbuhan sarang semut merupakan sesuatu
yang baru. Penelitian yang terkait dengan pemanfaatan tumbuhan sarang semut
diantaranya penelitian yang dilakukan oleh Rahayu (2013) yang membuktikan
bahwa ekstrak metanol sarang semut dapat menghambat enzim α-glukosidase
dengan nilai IC50 sebesar 1.959 ppm. Hasil penelitian Ahmad dan Lestari (2011)
membuktikan bahwa tumbuhan sarang semut dapat berpotensi sebagai
antioksidan. Hasil penelitian Tatukude et al. (2014) membuktikan bahwa air
rebusan sarang semut dapat menurunkan gejala steatosis dan nekrosis sel hati.
Roslizawaty et al. (2013) juga membuktikan bahwa ekstrak etanol dan rebusan
sarang semut dapat berpotensi dalam menghambat pertumbuhan bakteri
Escherichia coli.
Penyakit infeksi merupakan penyebab utama penyakit di dunia terutama di
daerah tropis, misalnya Indonesia, karena temperatur yang tropis, dan kelembaban
tinggi sehingga mikroba dapat tumbuh subur. Infeksi salah satunya dapat
disebabkan oleh bakteri, diantaranya Escherichia coli dan Staphylococcus aureus.
Pengobatan penyakit infeksi dapat disembuhkan dengan antibiotik. Penyakit lain
yang menjadi ancaman bagi penduduk dunia adalah diabetes mellitus. Diabetes
mellitus menduduki peringkat keempat dalam daftar ranking pembunuh manusia.
Badan kesehatan dunia (WHO) memperkirakan pada tahun 2025 jumlah
penderitanya akan melonjak sampai 33 juta jiwa (Mistra 2004). Pengobatan
penyakit ini salah satunya dengan penyuntikan insulin ke dalam tubuh penderita.
Pengobatan kedua penyakit ini banyak menggunakan obat-obat
konvensional, yang apabila dikonsumsi secara berlebih dapat memberikan
dampak negatif bagi penderita sehingga untuk mengatasinya diperlukan pencarian
bahan alami sebagai alternatif pengobatan. Salah satunya dengan memanfaatkan

2

tumbuhan sarang semut sebagai obat. Pemanfaatan yang berlebihan pada tanaman
induk dikhawatirkan dapat mengakibatkan penurunan populasi alami dalam waktu
yang cepat (Radji 2005). Salah satu cara yang dilakukan untuk memenuhi
kebutuhan sekaligus menjaga kelestarian tanaman induk adalah dengan
mengembangkan bioteknologi kapang endofitnya. Pemanfaatan kapang endofit
memiliki beberapa keuntungan diantaranya dapat menghasilkan komponen
bioaktif secara cepat, memproduksi komponen bioaktif yang tidak terbatas
jumlahnya serta pertumbuhannya tidak tergantung cuaca atau musim karena
pertumbuhannya dilakukan pada media yang khusus dan cocok sebagai media
pertumbuhan (Ramdanis et al. 2012). Kemampuan kapang endofit memproduksi
senyawa metabolit sekunder sesuai dengan tanaman inangnya, hal ini sebagai
akibat transfer genetik dari tanaman inang ke dalam kapang endofit (Radji 2005).
Penelitian terkait dengan pemanfaatan kapang endofit sudah banyak
dilakukan, baik itu sebagai antihiperglikemik maupun sebagai antibakteri. Hal ini
dibuktikan oleh Artanti et al. (2012) bahwa ekstrak media cair dan ekstrak
miselium kapang endofit Colletotrichum sp. yang diisolasi dari Taxus sumatrana
mampu menghambat aktivitas enzim α-glukosidase sebesar 79,5% dan 18,2%.
Penelitian Melliawati dan Harni (2009) menjelaskan bahwa kapang endofit
Taman Nasional Gunung Halimun dapat menghambat pertumbuhan bakteri E. coli
dan S. aureus. Pemanfaatan kapang endofit tumbuhan sarang semut sebagai
penghambat enzim α-glukosidase telah dilakukan, terbukti bahwa ekstrak media
kultur kapang endofit sarang semut (SR3) pada media kultur PDB memiliki nilai
inhibisi (IC50) terhadap enzim α-glukosidase sebesar 6.593 ppm, sedangkan nilai
inhibisi ekstrak miseliumnya sebesar 29.020 ppm (Sahara 2013).
Penelitian terkait dengan kemampuan isolat kapang endofit dari tumbuhan
sarang semut sebagai antibakteri dan antihiperglikemik belum banyak diteliti serta
pengaruh penggunaan media kultur berbeda terhadap pertumbuhan dan aktivitas
biologisnya. Penelitian ini ingin membandingkan aktivitas penghambatan enzim
α -glukosidase dan antibakteri ekstrak media kultur kapang endofit dari tumbuhan
sarang semut (kapang SR3) yang dikultur pada media PDB dan media Hagem.

Perumusan Masalah
Masalah yang diangkat dalam penelitian ini adalah penggunaan tumbuhan
sarang semut secara terus-menerus dan berlebihan dikhawatirkan dapat
mengurangi ketersediaan tumbuhan sarang semut di alam karena belum adanya
teknik budidaya tumbuhan ini, sehingga diperlukan pengembangan bioteknologi
kapang endofit dari tumbuhan sarang semut sebagai bahan obat penyakit infeksi
dan hiperglikemik, karena kapang endofit ini menghasilkan komponen aktif
hampir sama seperti tanaman inangnya. Perlakuan terhadap media kultur
dilakukan untuk mengetahui efektivitas penggunaan media kultur terhadap
kemampuan komponen bioaktif dari kapang endofit tersebut.

3

Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah membandingkan aktivitas antibakteri dan
inhibitor enzim α-glukosidase oleh ekstrak media kultur kapang endofit
tumbuhan sarang semut (kapang SR3), menggunakan media kultur yang berbeda,
serta menentukan komponen aktif pada ekstrak media kultur kapang SR3 melalui
uji fitokimia.

Manfaat Penelitian
Penelitian ini dapat memberikan informasi mengenai perbedaan
kemampuan kapang endofit tumbuhan sarang semut (kapang SR3) sebagai
antibakteri dan antihiperglikemik dengan media kultur yang berbeda.

Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup penelitian ini adalah kultivasi kapang endofit tumbuhan
sarang semut (SR3) dengan perlakuan media kultur, ekstraksi media kultur
kapang dari masing-masing perlakuan, pengujian komponen aktif dari kapang dan
pengujian ekstrak media kultur kapang SR3 terhadap aktivitas antibakteri serta
inhibitor enzim α-glukosidase.

METODE PENELITIAN
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan September 2013 sampai Juli 2014.
Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Mikrobiologi Hasil Perairan,
Laboratorium Biokimia Hasil Perairan, Laboratorium Bioteknologi II Hasil
Perairan, Departemen Teknologi Hasil Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu
Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Laboratorium Kimia Analitik, Fakultas
Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, serta Laboratorium Pusat Studi
Biofarmaka, Institut Pertanian Bogor.

Bahan Penelitian
Bahan utama yang digunakan pada penelitian ini adalah kapang endofit
SR3 yang diisolasi oleh Rita Sahara dari umbi tumbuhan sarang semut
Hydnophytum formicarum (taksonomi dapat dilihat pada Lampiran 1). Media
pertumbuhan yang digunakan yaitu potato dextrose agar (PDA) merck Difto,
potato dextrose broth (PDB) merck Difco, media Hagem yang terdiri dari
KH2PO4 merck KGaA, MgSO4. 7H2O merck KGaA, FeCl3 merck KGaA, glukosa
merck KGaA, malt extract merck Difco, akuades. Bahan yang digunakan untuk
analisis komponen bioaktif yaitu reagen fitokimia. Bahan yang digunakan untuk
uji antibakteri meliputi media nutrient agar (NA), nutrient broth (NB), media
Mueller Hinton agar (MHA), akuades, bakteri Gram-positif (S. aureus) dan

4

Gram-negatif (E. coli). Bahan yang digunakan untuk uji inhibitor enzim
α -glukosidase yaitu enzim α–glukosidase, larutan buffer fosfat (pH 7), acarbose
(Glucobay), dimetilsulfoksida (DMSO), HCl 2N, NaCO3, dan p-nitrofenil-α-Dglukopiranosa. Bahan-bahan kimia yang lainnya yaitu etil asetat p.a , NaOH, HCl.

Alat Penelitian
Alat-alat yang digunakan yaitu clean bench (Thermo Scientific 1300 Series
A2), oven, autoklaf (Yamato SM52), shaker, refrigerator, spektrofotometer (UV
Vis UV-2500), inkubator (Thermolyne type 42000), rotary evaporator (Heidolph
VV2000), vortex mixer, microplate (Nunc), pipet mikro (Eppendorf),
spektrofotometer UV-Vis (Epoch), pH meter, dan timbangan digital (Quattro).
Prosedur Penelitian
Penelitian ini terdiri dari dua tahap, tahap pertama yaitu kultivasi kapang
SR3 pada media kultur PDB dan Hagem, selama 21 hari dengan pemanenan
setiap 3 hari. Penghitungan biomassa dan pengukuran pH kultur dilakukan setiap
kali pemanenan. Tahap kedua yaitu ekstraksi dan evaporasi media kultur kapang
SR3 dari masing-masing perlakuan. Ekstrak yang dihasilkan dilakukan pengujian
fitokimia dan pengujian aktivitas antibakteri serta inhibitor enzim α-glukosidase.
Diagram alir penelitian dapat dilihat pada Gambar 1.
Kultivasi Kapang SR3 (Ray et al. 2011)
Isolat kapang strain SR3 (Lampiran 2) dikultur secara in vitro
menggunakan media PDA pada suhu ruang selama 7-14 hari. Miselium yang
diperoleh dari substrat selanjutnya diinokulasi pada labu Erlenmeyer 100 mL yang
berisi media kultur sebanyak 50 mL, diinkubasi pada suhu ruang selama ±10 hari.
Prekultur kapang dipindahkan kedalam labu Erlenmeyer 500 mL dengan media
kerja masing-masing perlakuan sebanyak 200 mL (Lampiran 2), proses ini
dilakukan pada suhu ruang, dengan lama waktu pertumbuhan selama 21 hari
menggunakan shaker. Pemanenan biomassa kapang SR3 dilakukan setiap 3 hari,
proses ini disertai dengan perhitungan nilai pH kultur.
Ekstraksi Media Kultur Kapang SR3 (Nursid et al. 2010)
Ekstraksi dilakukan setelah kapang dipanen dan disaring untuk
memisahkan media kultur dan miselia kapang. Ektraksi media kultur dilakukan
dengan menambahkan pelarut etil asetat p.a dengan perbandingan (1:1) kemudian
dimaserasi pada suhu ruang menggunakan shaker, proses ini dilakukan selama
3x24 jam. Pemisahan media kultur dan pelarut dilakukan dengan corong pisah
hingga terlihat dengan jelas pemisahan antara lapisan etil asetat dan media kultur.
Filtrat hasil ekstraksi selanjutnya dipekatkan menggunakan vacuum rotary
evaporator pada suhu 45 oC agar terpisah dari pelarutnya.

5

Kapang SR3

Kultivasi kapang pada media PDB
dan Hagem dengan perlakuan shaking
selama 21 hari
Pemanenan setiap 3 hari

Penghitungan biomassa
miselia dan pengukuran pH
kultur

Penyaringan

Miselium

Media kultur
Ekstraksi
dengan etil asetat

Filtrat hasil
ekstraksi

Evaporasi

Ekstrak etil
asetat

Uji komponen aktif

Uji aktivitas antibakteri

Hasil terbaik dari
masing-masing
perlakuan media kultur

Uji inhibitor enzim
α-glukosidase

Gambar 1 Diagram alir penelitian.

6

Prosedur Analisis
Pengukuran Biomassa Miselia dan pH Kultur Kapang
Pengukuran biomassa miselium kapang dilakukan dengan cara pengeringan
miselium kapang dan kertas saring menggunakan oven pada suhu 40oC selama 24
jam. Biomassa kapang kering selanjutnya ditimbang hingga konstan. Nilai pH
diperoleh dengan mencelupkan kertas pH pada kultur kapang yang dipanen,
penghitungan biomassa dan pH dilakuan setiap kali pemanenan.
Pengujian Komponen Aktif (Harborne 1987)
Pengujian komponen aktif dilakukan melalui uji fitokimia yang meliputi
pemeriksaan komponen alkaloid, flavonoid, saponin, tanin, fenol hidrokuinon,
dan steroid pada ekstrak media kultur kapang SR3.
(1) Alkaloid
Sampel 35 mg dimasukkan ke dalam tabung reaksi lalu ditambahkan H2SO4
dan dikocok hingga benar-benar tercampur. Sampel disaring dan ditambahkan
pereaksi Meyer lalu diamati terbentuknya endapan putih, pereaksi Wagner dengan
melihat endapan coklat dan pereaksi Dragendorff dengan endapan jingga, jika
terdapat endapan tersebut maka sampel dikatakan positif.
(2) Flavonoid
Sampel 35 mg ditambahkan serbuk Mg sebanyak 0,05 mg, setelah itu
ditambahkan 0,2 mL amil alkohol dan 4 mL alkohol. Hasil uji dinyatakan positif
bila larutan berwarna merah, kuning atau jingga pada lapisan amil alkohol.
(3) Saponin
Uji saponin dapat dideteksi dengan uji busa dalam air panas. Sampel 35 mg
diletakkan dalam tabung reaksi, selanjutnya ditambahkan air panas dan dikocok.
Diamkan selama 30 menit dan tambahkan HCl 2 N sebanyak 1 tetes. Hasil positif
uji saponin ditunjukkan dengan adanya busa yang stabil.
(4) Tanin
Sampel 35 mg diseduh dengan air panas yang telah dididihkan selama 3
menit, sampel tersebut disaring setelah itu ditetesi dengan FeCl3 1%. Hasil uji
positif jika larutan bewarna biru tua atau hijau kehitaman.
(5) Fenol hidrokuinon
Sebanyak 35 mg sampel dimasukkan ke dalam tabung reaksi, lalu
tambahkan 0,25 mL etanol dan 5% FeCl3 sebanyak 2 tetes. Reaksi positif
ditunjukkan dengan terbentuknya warna hijau atau hijau biru.
(6) Steroid/Terpenoid
Sebanyak 35 mg sampel ditambahkan kloroform dan anhidrida asam asetat
sebanyak 5 tetes, lalu ditambahkan H2SO4 sebanyak 3 tetes. Hasil uji steroid
positif bila warna larutan berubah menjadi biru, sedangkan hasil uji terpenoid
positif bila terbentuk warna merah kecoklatan pada lapisan permukaan sampel.
Uji Aktivitas Antibakteri (Moorthy et al. 2007)
Uji aktivitas antibakteri dilakukan melalui uji sensitivitas antibakteri
dengan metode difusi sumur agar (agar well diffusion) yang mengacu pada
penelitian Moorthy et al. (2007). Uji ini diawali dengan menumbuhkan bakteri
dalam media NA dan diinkubasi selama 24 jam pada suhu 37 oC, kemudian
dari NA bakteri dipindahkan ke dalam media NB sebanyak ± 1 ose dan diinkubasi

7

selama 24 jam pada suhu 37 oC. Bakteri yang tumbuh dalam media NB dilakukan
pengukuran OD menggunakan spektrofotometer UV-Vis pada panjang gelombang
600 nm. Bakteri dimasukkan ke dalam media MHA sebanyak 20 µL, media MHA
yang mengandung bakteri uji dihomogenisasi menggunakan vortex kemudian
dituang pada cawan petri steril. Media didiamkan hingga memadat, selanjutnya
dibuat 5 lubang (sumur) dengan diameter 6 mm. Ekstrak kapang dari masingmasing perlakuan dimasukkan ke dalam sumur dengan konsentrasi yang berbedabeda yaitu 2 mg, 1 mg dan 0.5 mg. Kontrol positif diisi menggunakan antibiotik
kloramfenikol dengan konsentrasi 300 µg/sumur. Kontrol negatif diisi pelarut etil
asetat sebanyak sebanyak 20 µL/sumur. Cawan diinkubasi pada suhu 37 oC
selama 24 jam dan dilakukan pengukuran zona hambat yang terbentuk di
sekeliling sumur setiap 3 jam dengan menggunakan penggaris (mm). Daya
hambat antibakteri diukur dengan cara mengurangi diameter zona hambat yang
terbentuk dengan diameter lubang sumur (6 mm).
Uji Daya Hambat Enzim α-glukosidase (Sancheti et al. 2009).
Uji daya hambat enzim α-glukosidase terdiri dari beberapa campuran
reaksi diantaranya larutan kontrol blanko (B0), larutan blanko (B1), larutan kontrol
sampel (S0) atau α-glukosidase assay dan larutan sampel (S1). Pembuatan larutan
kontrol blanko (B0 ) dan blanko (B1) dilakukan dengan pembuatan substrat dengan
cara melarutkan p-nitrofenil α-D-glukopiranosa dalam buffer fosfat 0,1 M pH 7,0
dan pembuatan larutan enzim α-glukosidase dengan cara melarutkan 1 mg
α-glukosidase dalam 100 mL buffer fosfat (pH 7,0). Campuran reaksi blanko
terdiri dari 10 µL larutan dimetil sulfoksida (DMSO), 50 µL bufer fosfat 0,1 M
(pH 7,0), 25 µL p-nitrofenil-α-D-glukopiranosa sebagai substrat, dan 25 µL
larutan enzim α-glukosidase. Perbedaan antara blanko dan kontrol blanko, pada
kontrol blanko tidak terdapat enzim α-glukosidase. Campuran reaksi kemudian
diinkubasi pada suhu 37 oC selama 30 menit. Persiapan larutan kontrol sampel
(S0) atau disebut juga sebagai α-glukosidase assay dan sampel (S1) dilakukan
dengan melarutkan ekstrak kapang SR3 dalam bufer. Campuran reaksi sampel
terdiri dari 10 µL ekstrak kapang, 50 µL bufer fosfat 0,1 M (pH 7,0), 25 µL
p-nitrofinil α-D-glukopiranosa 0,5 mM sebagai substrat, dan 25 µL larutan enzim
α-glukosidase. Perbedaan antara sampel dan kontrol sampel, pada kontrol sampel
tidak menggunakan enzim α-glukosidase. Campuran reaksi yang sudah
ditempatkan dalam cawan selanjutnya diinkubasi pada suhu 37oC selama 30
menit. Reaksi dihentikan dengan penambahan 100 µL larutan natrium karbonat
0,2 M, kemudian diukur pada panjang gelombang 410 nm dengan
spektrofotometer. Sampel dilakukan dalam tiga ulangan.
Konsentrasi larutan acarbose 1% sebagai pembanding yang digunakan
dibuat dari tablet 1gram Glukobay yang dilarutkan dalam 100 mL akuades dan
HCL 2N (1:1) dengan konsentrasi 1% (b/v), kemudian disentrifugasi sehingga
diperoleh natan dan supernatannya, selanjutnya supernatant diambil sebanyak
sebanyak 10 µL dan dimasukan ke dalam campuran reaksi seperti pada sampel.
Reaksi enzim selengkapnya untuk satu sampel dapat dilihat pada Tabel 1.

8

Tabel 1 Reaksi penghambatan enzim α-glukosidase
B0 (µL)
B1 (µL)
Ekstrak media kultur kapang SR3
DMSO
10
10
Bufer
50
50
Substrat
25
25
Enzim
25
o
Inkubasi 37 C selama 30 menit
Na2CO3
100
100

S0 (µL)
10
50
25
-

S1 (µL)
10
50
25
25

100

100

Pengujian daya hambat ekstrak terhadap aktivitas α-glukosidase dihitung
dalam % inhibisi dengan rumus:
Inhibisi (%) =



x 100%

Keterangan:
K = Absorbansi terkoreksi dari kontrol (B1-B0)
S0 = Absorbansi terkoreksi dari kontrol sampel (α-glukosidase assay)
S1 = Absorbansi terkoreksi dari sampel.

HASIL DAN PEMBAHASAN
Komponen Aktif Ekstrak Media Kultur Kapang SR3
Komponen aktif merupakan istilah yang umum dipakai untuk senyawasenyawa tertentu yang dalam konsentrasi rendah dapat menguntungkan atau
merugikan organisme hidup. Pengujian fitokimia ini dilakukan pada ekstrak
media kultur kapang SR3 yang dikultur dalam media PDB dan Hagem. Pengujian
fitokimia ini berdasarkan metode Harborne (1987). Hasil uji komponen aktif
media kultur kapang SR3 dapat dilihat pada Tabel 2 dan dokumentasi hasil pada
Lampiran 3.
Perbedaan media kultur yang digunakan mempengaruhi komponen aktif
yang dihasilkan. Tabel 2 memperlihatkan hasil bahwa kapang SR3 pada media
PDB mengandung komponen aktif yang terdiri dari tanin, fenol hidrokuinon, dan
flavonoid. Kapang pada media Hagem positif mengandung alkaloid, fenol
hidrokuinon, dan flavonoid.
Alkaloid merupakan golongan senyawa yang bersifat basa, mengandung
satu atau lebih atom nitrogen yang seringkali terdapat dalam cincin heterosiklik
(Robinson 1995). Metabolit ini seringkali memiliki sifat beracun sehingga
digunakan secara luas dalam bidang pengobatan (Harborne 1987). Alkaloid
memiliki kemampuan sebagai antibakteri. Mekanisme penghambatan bakteri oleh
komponen ini diduga dengan cara mengganggu komponen penyusun
peptidoglikan pada sel bakteri sehingga lapisan dinding sel tidak terbentuk secara
utuh dan menyebabkan kematian sel tersebut (Robinson 1995). Senyawa ini juga
dapat berperan sebagai antihiperglikemik (Shukla et al. 2012), hal ini diduga
karena senyawa alkaloid dapat menghambat penyerapan glukosa di dalam usus.
Hasil pengujian komponen aktif menunjukkan bahwa senyawa alkaloid hanya

9

dimiliki oleh ekstrak media kultur kapang pada media Hagem. Hal ini diduga
karena dalam media Hagem salah satu bahan penyusunnya adalah malt ekstrak
yang kaya protein sebagai sumber nitrogen, yang merupakan salah satu unsur
penting penyusun senyawa alkaloid. Roberts dan Wink (1998) menyatakan
bahwa alkaloid tersusun oleh nitrogen yang terdapat pada cincin sikliknya.
Tabel 2 Pengujian komponen aktif ekstrak media kultur kapang SR3
Komponen

Parameter

Alkaloid
Dragendorff
Meyer
Wagner
Tanin
Saponin
Fenol hidrokuinon
Flavonoid
Steroid
Terpenoid
Keterangan

Terbentuk endapan
merah
Terbentuk terbentuk
endapan kuning
Terbentuk endapan
coklat
Warna hijau
Tidak ada busa
Warna hijau biru
Lapisan warna
merah
Warna hijau biru
Warna merah

Media
PDB

Media
Hagem

-

+

-

+

-

+

+
+
+

+
+

-

-

: (-) = Tidak terdeteksi
(+) = Terdeteksi

Ekstrak media kultur kapang SR3 positif mengandung senyawa fenolik dan
flavonoid. Flavonoid merupakan komponen fenol yang banyak terdapat pada
tumbuhan. Komponen ini bersifat larut air dan dapat diekstraksi menggunakan
etanol, yang berperan sebagai faktor pertahanan alami, misalnya mencegah
serangan bakteri (Harborne 1987). Senyawa ini dapat juga berperan sebagai
antihiperglikemik, penelitian Ganugapati et al. (2012) dapat membuktikan bahwa
senyawa flavonoid yang diisolasi dari bunga pisang dapat berpotensi sebagai
alternatif pengobatan diabetes mellitus.
Tanin merupakan senyawa yang memiliki gugus fenol, banyak digunakan
sebagai zat antibakteri, antioksidan, antitumor, antivirus, dan antimutagenik.
Akiyama et al. (2001) menyatakan bahwa tanin mempunyai daya antibakteri
dengan cara merusak membran sel bakteri. Komponen tanin dapat menginduksi
pembentukan kompleks komponen ikatan terhadap enzim atau substrat mikroba
dan pembentukan suatu kompleks ikatan tanin terhadap ion logam yang
menambah daya toksisitas tanin itu sendiri. Penelitian terkait dengan kemampuan
tanin sebagai antihiperglikemik dibuktikan oleh Prameswari dan Widjanarko
(2014), yang membuktikan bahwa senyawa bioaktif tanin yang terkandung dalam
ekstrak air daun pandan wangi diketahui dapat memacu metabolisme glukosa dan
lemak sehingga timbunan kedua sumber kalori ini dalam darah dapat dihindari,
selain itu tanin mempunyai aktivitas hipoglikemik yaitu dengan meningkatkan
glikogenesis, dan juga berfungsi sebagai astringent atau pengkhelat yang dapat
mengerutkan membran epitel usus halus sehingga mengurangi penyerapan sari
makanan dan sebagai akibatnya menghambat asupan gula dan laju peningkatan
gula darah tidak terlalu tinggi.

10

Pertumbuhan dan Perubahan pH Kultur Kapang SR3 dengan Media yang
Berbeda
Pertumbuhan kapang SR3 dan perubahan pH selama kultivasi pada media
PDB dan Hagem dapat dilihat pada Gambar 2.

Gambar 2

Pertumbuhan kapang dan perubahan pH selama 21 hari dengan
perlakuan media kultur yang berbeda (
) biomassa kapang
(PDB), (
) biomassa kapang (Hagem), (
) nilai pH (PDB),
(
) nilai pH (Hagem).

Hasil penelitian ini memperlihatkan bahwa nilai pH selama proses
kultivasi kapang SR3 pada media PDB dan Hagem mengalami penuruan. Nilai pH
pada awal kultivasi sebesar 5 dan berubah menjadi pH 4 pada akhir kultivasi.
Peran pH media cukup penting untuk pertumbuhan kapang, karena mempengaruhi
ketersediaan mineral, aktivitas enzim dan fungsi membran. Kapang pada
umumnya dapat hidup dalam berbagai pH meskipun sebagian besar media yang
digunakan untuk pertumbuhan kapang bersifat asam, hal ini sesuai dengan
penelitian Maharshi dan Thaker (2012) dari tujuh jenis isolat kapang yang
digunakan, lima diantaranya dapat tumbuh baik pada kondisi pH media sedikit
asam, sedangkan dua jenis lainnya hidup pada kondisi pH netral sedikit basa.
Gandjar et al. (2006) juga menjelaskan bahwa secara umum kapang hidup pada
lingkungan dengan nilai pH di bawah 7. Rentang pH 4-7 merupakan pH optimum
untuk pertumbuhan kapang, perubahan pH yang terjadi memperlihatkan adanya
pertumbuhan kapang yang menghasilkan suatu senyawa yang bersifat asam atau
basa, dihasilkan nya senyawa ini sangat berkaitan dengan aktivitas metabolisme
dari isolat kapang tersebut (Srikandace et al. 2007)
Gambar 2 juga memperlihatkan pertumbuhan kapang pada masing-masing
perlakuan, kurva pertumbuhan kapang SR3 yang ditumbuhkan pada media PDB,
biomassa tertinggi dihasilkan oleh kapang dengan waktu kultivasi 15 hari yaitu
sebesar 1,373±0,02 g (Lampiran 4). Kapang SR3 yang ditumbuhkan dalam media
Hagem, biomassa tertinggi diperoleh pada kultivasi 21 hari yaitu sebesar
0,4865±0,02 g (Lampiran 5). Hasil tersebut memperlihatkan bahwa besar

11

biomassa yang dihasilkan pada media PDB lebih tinggi dibandingkan pada media
Hagem. Hasil ini diduga kerena kandungan nutrisi yang terdapat di dalam media
PDB ini sesuai untuk pertumbuhan kapang. Kandungan yang terdapat dalam
media PDB yaitu potato starch yang dapat mendorong pertumbuhan kapang, dan
dextrose sebagai sumber karbon dan energi, nilai pH dari media ini sekitar 5,1±0,2
kondisi pH seperti ini merupakan pH yang optimum untuk pertumbuhan kapang
(AOAC 1995).
Ravimannan et al. (2014) membuktikan dalam penelitiannya bahwa
perbedaan sumber nutrisi, salah satunya protein dalam suatu media kultur akan
mempengaruhi pertumbuhan dari kapang itu sendiri. Media kultur berperan dalam
memasok nutrisi yang dibutuhkan untuk pertumbuhan kapang. Hasil penelitian ini
memperkuat pendapat tersebut bahwa perbedaan media kultur yang digunakan
akan memberikan pengaruh yang berbeda terhadap pertumbuhan suatu kapang.
Srikandace et al. (2007) menyatakan bahwa waktu mempunyai hubungan
yang erat dengan fase pertumbuhan kapang. Sejalan dengan itu produksi metabolit
sekunder pada kapang endofit berfluktuasi dan berhubungan dengan tahap
pertumbuhannya. Gandjar et al. (2006) menjelaskan bahwa metabolit sekunder
yang dihasilkan oleh kapang dapat dipanen pada fase stasioner dari pertumbuhan
kapang tersebut, hal tersebut dikarenakan banyaknya jumlah sel yang bertambah
sama dengan banyaknya jumlah sel yang mati. Hal ini didukung oleh penelitian
Melliawati dan Wulandari (2008) yang menyatakan bahwa produk metabolit
sekunder mulai dihasilkan kapang pada saat akhir fase eksponensial atau awal
fase stasioner, dengan intensitas terbesar pada awal fase stasioner hingga akhir
fase kematian, dimana beberapa sumber nutrisi mulai terbatas. Srikandace et al.
(2007) menyatakan bahwa sumber utama sintesis yang mulai terbatas diantaranya
gula sebagai sumber karbon dan protein sebagai sumber asam amino atau
nitrogen. Hal ini dapat menyebabkan terjadinya pelepasan zat-zat hasil proses
katabolisme yang merupakan metabolit sekunder.

Aktivitas Antibakteri Ekstrak Kapang SR3
Uji aktivitas antibakteri dilakukan menggunakan ektrak media kultur
dengan dua perlakuan, pengujian ini dilakukan terhadap bakteri E. coli dan
S. aureus. Aktivitas antibakteri terhadap bakteri E. coli pada media kultur PDB
dan Hagem dapat dilihat pada Gambar 3. Uji aktivitas antibakteri terhadap bakteri
E. coli pada media PDB dan Hagem, memperlihatkan hasil bahwa aktivitas
penghambatan tertinggi dilhasilkan oleh ekstrak media kultur pada media kultur
PDB yaitu pada kultivasi 18 hari, sedangkan aktivitas penghambatan terendah
pada media PDB terjadi pada kultivasi 3 hari (Lampiran 6).

12

Aktivitas zona hambat (mm)

30
25
20
15
10
5
0
3

6

9
12
15
Lama kultivasi (hari)

18

21

Gambar 3 Aktivitas antibakteri oleh ekstrak media kultur kapang SR3 pada media
PDB ( ) 0,5 mg ( ) 1,0 mg ( ) 2,0 mg dan pada media Hagem ( )
0,5 mg ( ) 1,0 mg ( ) 2,0 mg serta aktivitas antibakteri oleh
kloramfenikol (kontrol positif) ( ) 300 µg pada bakteri E. coli.
Perlakuan media Hagem memberikan hasil yang berbeda, aktivitas
penghambatan tertinggi terdapat pada ekstrak dengan waktu kultivasi 9 hari,
sedangkan aktivitas penghambatan terendah terdapat pada kultivasi 15 hari
(Lampiran 7). Ekstrak media kultur kapang pada media PDB memperlihatkan
aktivitas antibakteri lebih tinggi dibandingkan dengan media Hagem. Aktivitas
antibakteri ekstrak media kultur kapang terhadap bakteri S. aureus pada media
PDB dan Hagem dapat dilihat pada Gambar 4.
Aktivitas zona hambat (mm)

30

25
20
15
10
5
0
3

6

9
12
15
18
21
Lama kultivasi (hari)
Gambar 4 Aktivitas antibakteri oleh ekstrak media kultur kapang pada media PDB
( ) 0,5 mg ( ) 1,0 mg ( ) 2,0 mg dan media Hagem ( ) 0,5 mg ( )
1,0 mg ( ) 2,0 mg serta aktivitas antibakteri oleh kloramfenikol
(kontrol positif) ( ) 300 µg pada bakteri S. aureus.

13

Aktivitas penghambatan ekstrak media kultur pada media PDB dan Hagem
terhadap bakteri S. aureus memperlihatkan hasil bahwa aktivitas penghambatan
tertinggi terdapat pada ekstrak media kultur PDB, pada waktu kultivasi 18 hari,
sedangkan aktivitas terendah pada media PDB terjadi pada kultivasi 9 hari
(Lampiran 8). Hasil berbeda diperlihatkan oleh ekstrak pada media Hagem.
Aktivitas penghambatan tertinggi terdapat pada kultivasi 9 hari sedangkan
aktivitas terendah terdapat pada kultivasi 18 hari (Lampiran 9). Ekstrak media
kultur pada media PDB memperlihatkan aktivitas antibakteri lebih tinggi
dibandingkan pada media Hagem dengan zona hambat yang terbentuk pada
bakteri E.coli sebesar 17,6±0,71 mm dan pada S. aureus sebesar 16,5±3,54 mm.
Zona hambat terbesar terdapat pada kontrol positif sebesar 25±0,14 mm. Aktivitas
antibakteri yang terbentuk oleh ekstrak kapang SR3 dikategorikan kuat. Menurut
Davis dan Stout (1971), ada empat kategori daya hambat antibakteri, yaitu
kategori sangat kuat (≥20 mm), kuat (10-20 mm), sedang (5-10 mm), dan lemah
(≤5 mm).
Tarman et al. (2013) mengemukakan bahwa ekstrak media kultur memiliki
daya hambat yang lebih besar terhadap pertumbuhan bakteri dibandingkan dengan
ekstrak miseliumnya. Aktivitas penghambatan bakteri oleh ekstrak media kultur
ini diduga berhubungan dengan kandungan komponen bioaktif dalam ekstrak
tersebut. Produksi komponen bioaktif merupakan suatu proses akibat interaksi
dengan lingkungan biotik dan abiotik. Peningkatan aktivitas pertahanan terhadap
kondisi lingkungan merangsang proses metabolisme sekunder. Peningkatan
metabolisme sekunder tersebut merupakan bentuk pertahanan diri secara kimiawi.
Kelman et al. (2000) membuktikan bahwa senyawa metabolit sekunder berfungsi
sebagai pencegah infeksi bakteri patogen.
Kurva pertumbuhan kapang SR3 (Gambar 2) pada media PDB diduga
mengalami fase pertumbuhan stasioner sejak kultivasi 15 hari, sedangkan pada
media Hagem diduga sejak kultivasi 6 hari, pada fase ini aktivitas antibakteri
memperlihatkan aktivitas tertinggi terutama pada media PDB terjadi saat kultivasi
18 hari dan pada media Hagem saat kultivasi 9 hari. Produk metabolit sekunder
diduga banyak dihasilkan oleh kapang pada fase ini baik pada media kultur PDB
ataupun Hagem.
Kapang SR3 pada fase stasioner menghasilkan aktivitas antibakteri terbaik
pada bakteri E. coli dan S. aureus. Hal ini diduga pada fase ini kapang
menghasilkan senyawa metabolit sekunder yang tinggi. Schmidt (1994)
membuktikan bahwa fase stasioner salah satunya ditandai dengan adanya tekanan
parsial oksigen rendah, dan timbunan produk metabolisme toksik sehingga
merangsang peningkatan aktivitas pertahanan yang akan meningkatkan proses
metabolisme sekunder.
Melliawati dan Wulandari (2008) menyatakan bahwa produk metabolit
sekunder mulai dihasilkan kapang pada saat akhir fase eksponensial atau awal
fase stasioner, dengan intensitas terbesar pada awal fase stasioner hingga akhir
fase kematian, dimana beberapa sumber nutrisi mulai terbatas. Hal ini didukung
oleh penelitian Tarman (2011) pada fase puncak eksponensial menuju fase
stasioner, kandungan metabolit sekunder tertinggi diproduksi oleh kapang
Veronaea sp. KT19.
Hasil pengujian komponen aktif (Tabel 2) memperlihatkan bahwa
kandungan komponen bioaktif dalam ekstrak media kultur kapang dari kedua

14

perlakuan diantaranya alkaloid, flavonoid, fenol dan tanin. Robinson (1995)
menjelaskan bahwa alkaloid memiliki kemampuan sebagai antibakteri.
Mekanisme penghambatan bakteri oleh komponen ini diduga dengan cara
mengganggu komponen penyusun peptidoglikan pada sel bakteri sehingga lapisan
dinding sel tidak terbentuk secara utuh dan menyebabkan kematian sel tersebut.
Harborne (1987) menjelaskan bahwa fenol dan flavonoid dapat juga berperan
sebagai antibakteri. Akiyama et al. (2001) membuktikan juga bahwa tanin
mempunyai daya antibakteri dengan cara merusak membran sel bakteri.

Aktivitas Ekstrak Media Kultur Kapang SR3 sebagai Inhibitor Enzim
α-Glukosidase
Alfa-glukosidase merupakan enzim yang berfungsi memecah karbohidrat
menjadi glukosa dan monosakarida lainnya di dalam saluran pencernaan manusia
(Kim et al. 2008). Uji inhibitor α-glukosidase dilakukan pada ekstrak terbaik hasil
uji antibakteri dari masing-masing perlakuan media, dan juga pada acarbose
sebagai kontrol positif. Nilai persen inhibisi dari masing-masing perlakuan dapat
dilihat pada Gambar 5, 6, dan 7. Nilai rata-rata IC50 dari masing-masing perlakuan
di peroleh dengan menggunakan rumus (ln x= y+b/a), dimana nilai a dan b
diperoleh dari persamaan persen inhibisi (y= a.ln(x)-b)).
90
80

y = 15.831ln(x) - 98.687
R² = 0.9214

70

Inhibisi (%)

60
y = 16.083ln(x) - 101.49
R² = 0.9094

50
40
30

y = 15.038ln(x) - 91.169
R² = 0.8921

20
10
0
0

10000

20000

30000
40000
ppm

50000

60000

70000

Gambar 5 Hasil uji inhibisi ekstrak media kultur kapang SR3 pada media PDB
terhadap enzim α-glukosidase.

Inhibisi (%)

15

80
70
60
50
40
30
20
10
0

y = 12.128ln(x) - 60.709
R² = 0.9928
y = 10.833ln(x) - 48.828
R² = 0.954
y = 12.008ln(x) - 60.035
R² = 0.9737
0

10000

20000

30000
40000
ppm

50000

60000

70000

Gambar 6 Hasil uji inhibisi ekstrak media kultur kapang SR3 pada media Hagem
terhadap enzim α-glukosidase.
120
100
Inhibisi (%)

y = 16.231ln(x) + 64.654
R² = 0.918

y = 16.276ln(x) + 63.639
R² = 0.9385

80
y = 15.755ln(x) + 65.831
R² = 0.9382

60
40
20
0
0

2

4

6
ppm

8

10

12

Gambar 7 Hasil uji inhibitor acarbose terhadap enzim α-glukosidase
Nilai persen inhibisi enzim α-glukosidase oleh ekstrak media kultur
dengan media Hagem pada konsentrasi 10.000 ppm, sebesar 52,640%, sedangkan
nilai inhibisi ekstrak media kultur PDB pada konsentrasi yang sama menunjukkan
nilai inhibisi sebesar 49,088%. Hasil ini memperlihatkan bahwa ekstrak media
kultur pada media Hagem lebih baik dalam menghambat aktivitas enzim αglukosidase dibandingkan dengan PDB. Perbedaan ini diduga akibat perbedaan
kandungan komponen bioaktif dari masing-masing perlakuan.
Nilai IC50 acarbose yang dihasilkan sebesar 0,401 ppm. Nilai IC50 ekstrak
media kultur kapang SR3 pada media kultur PDB memiliki nilai IC50 sebesar
12087,498 ppm dan ekstrak pada media kultur Hagem memiliki nilai IC50 sebesar
9345,777 ppm. Zulhipri et al. (2007) menyatakan bahwa jika suatu ekstrak sampel
memiliki nilai IC50 lebih kecil dari 50 ppm, maka sampel tersebut dinyatakan aktif
memiliki daya hambat enzim α-glukosidase. Hasil pengujian ini memperlihatkan
bahwa kedua ekstrak ini tidak memiliki aktivitas yang baik dalam menghambat
kerja enzim α-glukosidase, namun jika dibandingkan antara media PDB dan
Hagem, media Hagem menghasilkan nilai IC50 yang lebih baik dibandingkan
dengan media PDB.
Hasil ini diduga karena adanya faktor-faktor yang menyebabkan
keberadaan komponen bioaktif dari kapang endofit saat dikultivasi.
Powthong et al. (2012) mengemukakan faktor-faktor yang mempengaruhi

16

diantaranya adalah tingkat inokulum, pemilihan media kultur, periode inkubasi
dan pelarut yang digunakan untuk ekstraksi. Penelitian Mun’im et al. (2013)
membuktikan bahwa kapang endofit dari daun Cassia siamea yang dikultivasi
pada media corn meal malt agar, PDA, dan Water Agar, kemudian dikultur pada
media potato dextrose yeast broth, ketika diuji aktivitas penghambatan terhadap
enzim α-glukosidase, hasil terbaik diperlihatkan oleh ekstrak etil asetat dari
kapang endofit daun Cassia siamea yang dikultivasi pada media PDA, dengan
nilai IC50 sebesar 28,40 ppm, lebih kuat dibandingkan dengan acarbose dengan
IC50 sebesar 503,91 ppm. Hasil ini memperlihatkan penggunaan media yang
berbeda, berpegaruh terhadap komponen bioaktif yang dihasilkan, sehingga
diduga kandungan senyawa dalam media Hagem dapat mempengaruhi produksi
komponen bioaktif penghambatan enzim α-glukosidase.
Hasil uji kandungan komponen aktif dari ekstrak media kultur kapang SR3
diperoleh bahwa pada ekstrak media kultur Hagem positif mengandung
komponen bioaktif yang lebih banyak dibandingkan dengan media PDB. Ekstrak
media kultur kapang pada media Hagem, mengandung senyawa alkaloid, dengan
unsur utama penyusunnya adalah nitrogen. Kandungan malt ekstrak didalam
media Hagem yang kaya dengan protein sebagai sumber nitrogen, merupakan
salah satu unsur penting penyusun senyawa alkaloid. Komponen bioaktif lain
yang terkandung dalam ekstrak media kultur dari kedua perlakuan yaitu fenol,
tanin, dan flavonoid.
Sahara (2013) membuktikan bahwa ekstrak media kultur kapang SR3 pada
media PDB positif mengandung fenol hidrokuinon dan flavonoid, dalam
penelitiannya membuktikan senyawa flavonoid berperan sebagai inhibitor ezim
α-glukosidase. Kemampuan flavonoid sebagai inhibitor enzim α-glukosidase juga
dibuktikan oleh Hartika (2009) dalam penelitian nya membuktikan bahwa ekstrak
buah mahkota dewa dapat menghambat kerja enzim α-glukosidase. Poeloengan et
al. (2007) membuktikan senyawa flavonoid yang diekstrak dari batang bungur
dapat berperan dalam menghambat pertumbuhan bakteri E. coli dan S. aureus.
Roslizawaty et al. (2013) juga membuktikan bahwa ekstrak etanol pada
konsentrasi 25% dan 50% dan rebusan sarang semut memiliki efektivitas dalam
menghambat bakteri E. coli, hal ini menjadi alasan pengujian α-glukosidase
dilakukan dari hasil terbaik uji antibakteri.
Obat sintetik sebagai antidiabetes yang sering digunakan salah satunya
adalah acarbose. Acarbose atau dengan nama komersial Glukobay merupakan
obat yang dapat mengurangi kadar gula dengan mengintervensi penyerapan sari
pati dalam usus, sehingga acarbose termasuk golongan inhibitor α-glukosidase
(Lehninger et al. 2004). Pengujian aktivitas daya hambat terhadap enzim
α-glukosidase dapat dilakukan secara in vitro. Metode spektrofotometri banyak
digunakan dalam pengujian in vitro menggunakan pseudo-substrat, misalnya
p-nitrofenil-α-D-glukopiranosida dan enzim α-glukosidase bebas, atau juga secara
pseudo in vivo menggunakan sel pankreas penghasil enzim α-glukosidase
(Matsumoto et al. 2002).
Prinsip pengujian penghambatan α-glukosidase adalah terjadinya perubahan
warna substrat yang berubah menjadi warna