Diferensiasi Temulawak, Kunyit, dan Bangle Berdasarkan Interpretasi Kromatografi Lapis Tipis Menggunakan ImageJ

ABSTRAK
SUCI AULIANA FITRIANTI. Diferensiasi Temulawak, Kunyit, dan Bangle Berdasarkan
Interpretasi Kromatografi Lapis Tipis Menggunakan ImageJ. Dibimbing oleh RUDI HERYANTO
dan EDY DJAUHARI.
Tanaman obat, seperti temulawak, kunyit, dan bangle, secara luas digunakan untuk pengobatan
alternatif dan bahan baku kosmetik. Ketiga tanaman tersebut memiliki banyak sekali komponen
kimia. Pola sidik jari kromatografi menunjukkan pemrofilan keseluruhan komponen sehingga
dapat mempresentasikan keragaman komponen yang ada dalam tanaman obat secara menyeluruh.
Teknik kromatografi yang digunakan adalah Kromatografi Lapis Tipis (KLT). Akan tetapi,
pengamatan yang dilakukan terhadap hasil pemisahan dengan KLT ini masih bersifat subjektif
sehingga perlu dilakukan pengembangan metode pengolahan hasil KLT yang dapat menghasilkan
data yang lebih kuantitatif. Pengembangan metode ini antara lain dilakukan dengan kombinasi
perangkat digital. Metode yang digunakan adalah metode DETLC. Pada metode ini digunakan
peranti lunak imageJ yang dapat mengubah citra dari bentuk pita pada pelat KLT menjadi
terkuantifikasi dengan baik yang dikombinasikan dengan teknik pengenalan pola sehingga dapat
mendiferensiasikan ketiga jenis tanaman obat berdasarkan nilai area under curve (AUC) yang
dihasilkan dari interpretasi gambar pita KLT. Proses smoothing yang dilakukan pada gambar
mentah KLT dengan dokumentasi menggunakan sinar tampak, sinar UV (λ 254 nm), dan sinar UV
(λ 366 nm) berturut-turut adalah 8, 9, dan 8 kali. Pengelompokkan terbaik dengan metode PCA
untuk memisahkan tanaman temulawak, kunyit, dan bangle dimiliki oleh data nilai AUC dari
densitogram pita KLT tanpa penyemprotan larutan pendeteksi pita komponen dan data nilai AUC

dari densitogram pita KLT dengan penyemprotan menggunakan larutan vanilina pada visualisasi
sinar UV (λ 254 nm). Kedua perlakuan tersebut mampu menjelaskan variasi total berturut-turut
sebesar 98% dari variasi total (PC1 80%, PC2 = 18%) dan 98% (PC1= 83%, PC2 = 15%).
Analisis PLSDA menghasilkan 1 model terbaik dari 9 model yang dihasilkan, yaitu model nomor
3, model dari nilai AUC gambar pita KLT dengan adanya penyemprotan larutan pendeteksi pita
komponen vanilina dan dokumentasi dengan sinar UV (λ 366 nm) (R2 kalibrasi = 0,9869, R2
prediksi = 0,9921, RMSEC = 0,0540, RMSEP = 0,0419).

ABSTRACT
SUCI AULIANA FITRIANTI. Differentiation of Temulawak, Kunyit, and Bangle Based on
Interpretation of Thin Layer Chromatography Using ImageJ. Supervised by RUDI HERYANTO
and EDY DJAUHARI
Medicinal plants, such as temulawak, kunyit, and bangle, are widely used for alternative
medicine and cosmetic raw materials. It has a lot of chemical components. Chromatographic
fingerprint patterns demonstrate the overall component appearance that can present the diversity of
existing components in medicinal plants as a whole. Chromatographic technique used were Thin
Layer Chromatography (TLC). However, observations made on the results of separation by TLC is
still subjective, so necessary to the development of TLC results processing methods that can
produce more quantitative data. Development of these methods, among others done with a
combination of digital devices. The method used is the DETLC method. In this method used

imageJ software that can change the image of a band on a TLC plate to be quantified properly
combined with pattern recognition techniques so as to differentiate the three types of medicinal
plants based on the value of area under curve (AUC) resulting from the interpretation of the image
band TLC. Smoothing process is performed on the raw image with documentation TLC using
visible light, UV light (λ 254 nm), and UV light (λ 366 nm), respectively, 8, 9, and 8 times. The
best grouping with the PCA method for separating plant of temulawak, kunyit, and bangle is
owned by the AUC value data from the tape densitogram TLC without spraying a solution of
ribbon detection and components data of the AUC value densitogram ribbon TLC by spraying a
solution of the visualization vanilina UV (λ 254 nm ). Both treatments are able to explain the total
variation respectively for 98% of the total variation (PC1 80%, PC2 = 18%) and 98% (PC1 = 83%,
PC2 = 15%). PLSDA analysis produces a model of best of 9 models produced, the model number
3, the model of the AUC value of TLC band image with the spraying solution components vanilina
ribbon detection and documentation with UV light (λ 366 nm) (R2 calibration = 0.9869, R2
prediction = 0.9921, RMSEC = 0.0540, RMSEP = 0.0419).

PENDAHULUAN
Tanaman obat banyak digunakan untuk
pengobatan alternatif dan bahan baku
kosmetik oleh sebagian besar masyarakat di
seluruh dunia. Tanaman tersebut memiliki

banyak sekali komponen kimia, seperti pada
temulawak, kunyit, dan bangle. Banyaknya
komponen kimia dan tingginya tingkat variasi
komponen kimia yang terlibat di dalam
tanaman obat tersebut merupakan faktor
kesulitan untuk menjamin keamanan dan
pengendalian
mutu
serta
konsistensi
produknya dibandingkan dengan obat sintetis
(Reich & Schibli 2008). Seperti yang
ditunjukkan oleh Organisasi Kesehatan Dunia
(WHO), obat tradisional belum secara resmi
diakui oleh banyak negara karena kualitas dan
kuantitas keamanan maupun kemanjuran obat
tersebut kurang memenuhi kriteria yang
dibutuhkan untuk mendukung penggunaannya
di seluruh dunia serta kurang memadainya
metodologi penelitian yang digunakan untuk

mengevaluasi obat tradisional tersebut. Oleh
karena itu, diperlukan suatu metode yang
dapat menunjukkan ciri spesifik tiap tanaman
tersebut. Salah satu teknik analisis yang
banyak digunakan adalah teknik kromatografi.
Beberapa teknik kromatografi yang
digunakan untuk menganalisis tanaman obat,
yaitu kromatografi cair kinerja tinggi
(KCKT), kromatografi gas (KG), dan
kromatografi lapis tipis (KLT). Akan tetapi,
salah satu teknik kromatografi yang banyak
digunakan untuk analisis sidik jari adalah
KLT. Analisis sidik jari menggunakan KLT
ini telah banyak digunakan oleh industri obat
di Amerika, Eropa, dan Cina karena adanya
beberapa keuntungan dalam penggunaannya,
yaitu sederhana, selektif dan sensitif, cepat,
biaya yang relatif murah, dapat mengujikan
beberapa sampel dalam waktu bersamaan,
kromatogramnya dapat dilihat secara visual,

dan penggunaan pelarut yang sedikit
(Liang et al.
2004).
Saat
ini,
telah
dikembangkan metode KLT instrumental
yang menggunakan alat penotol automatis
yang mempunyai kelebihan, yaitu panjang
pita dan volume ekstrak yang ditotolkan dapat
diatur sehingga lebih seragam. Selain itu, cara
deteksi dan dokumentasi pelat KLT dapat
langsung dilihat di bawah lampu sinar tampak
dan UV (λ 254 nm dan 366 nm ) dalam bentuk
gambar digital.
Pola sidik jari kromatografi menunjukkan
pemprofilan keseluruhan komponen karena
dapat
mempresentasikan
keragaman

komponen yang ada dalam tanaman obat

secara menyeluruh (Liang et al. 2004). Akan
tetapi, pengamatan yang dilakukan terhadap
hasil pemisahan dengan KLT ini masih
bersifat subjektif sehingga perlu dilakukan
pengembangan metode pengolahan hasil KLT
yang dapat menghasilkan data yang lebih
kuantitatif, yaitu dilakukan kombinasi dengan
perangkat digital (Hess 2007; Phattanawasin
et al. 2009).
Densitometer/KLT scanner adalah alat
yang digunakan untuk mengukur densitas dari
suatu spot, misalnya pada KLT. Spot pada
KLT akan disinari oleh sumber sinar
kemudian sebagian sinar yang dihasilkan akan
diserap
dan
sebagian
lagi

akan
direfleksikan/diemisikan mengenai detektor
(Braithwaite 1999). Kekurangan dari metode
densitometer ini adalah peralatan yang cukup
kompleks dan harga yang mahal. Kekurangan
ini dapat diatasi menggunakan metode
digitally enhanced thin layer chromatograpy
(DETLC).
Metode DETLC dilakukan dengan
menggunakan peranti lunak pengolah gambar
yang dapat mengubah citra dari bentuk pita
pada pelat KLT menjadi terkuantifikasi
dengan baik. Kelebihan metode ini adalah
dapat menggantikan KLT densitometer
dengan biaya yang murah dan peralatan yang
cukup sederhana (Hess 2007). Peranti lunak
yang digunakan adalah ImageJ. ImageJ
merupakan suatu peranti lunak untuk
mengolah gambar yang berbasiskan program
Java dan dapat diperoleh secara bebas untuk

umum. Program ini dikembangkan oleh
research services branch (RSB), Institut
Nasional Kesehatan Mental (NIMH), bagian
dari Institut Kesehatan Nasional (NIH),
Bethesda, Maryland, USA (Ferreira &
Rasband 2010).
Penelitian ini bertujuan melakukan
diferensiasi temulawak, kunyit, dan bangle
berdasarkan
intensitas
warna
yang
ditimbulkan oleh masing-masing spot pada
hasil dokumentasi gambar pelat KLT dengan
metode DETLC menggunakan peranti lunak
ImageJ.

TINJAUAN PUSTAKA
Temulawak
Temulawak termasuk ke dalam divisi

Spermatophyta, subdivisi Angiospermae,
kelas Monocotyledonae, ordo Zingiberales,
keluarga Zingiberaceae, genus Curcuma, dan
species C. xanthorriza Roxb. (Afifah 2003).

PENDAHULUAN
Tanaman obat banyak digunakan untuk
pengobatan alternatif dan bahan baku
kosmetik oleh sebagian besar masyarakat di
seluruh dunia. Tanaman tersebut memiliki
banyak sekali komponen kimia, seperti pada
temulawak, kunyit, dan bangle. Banyaknya
komponen kimia dan tingginya tingkat variasi
komponen kimia yang terlibat di dalam
tanaman obat tersebut merupakan faktor
kesulitan untuk menjamin keamanan dan
pengendalian
mutu
serta
konsistensi

produknya dibandingkan dengan obat sintetis
(Reich & Schibli 2008). Seperti yang
ditunjukkan oleh Organisasi Kesehatan Dunia
(WHO), obat tradisional belum secara resmi
diakui oleh banyak negara karena kualitas dan
kuantitas keamanan maupun kemanjuran obat
tersebut kurang memenuhi kriteria yang
dibutuhkan untuk mendukung penggunaannya
di seluruh dunia serta kurang memadainya
metodologi penelitian yang digunakan untuk
mengevaluasi obat tradisional tersebut. Oleh
karena itu, diperlukan suatu metode yang
dapat menunjukkan ciri spesifik tiap tanaman
tersebut. Salah satu teknik analisis yang
banyak digunakan adalah teknik kromatografi.
Beberapa teknik kromatografi yang
digunakan untuk menganalisis tanaman obat,
yaitu kromatografi cair kinerja tinggi
(KCKT), kromatografi gas (KG), dan
kromatografi lapis tipis (KLT). Akan tetapi,

salah satu teknik kromatografi yang banyak
digunakan untuk analisis sidik jari adalah
KLT. Analisis sidik jari menggunakan KLT
ini telah banyak digunakan oleh industri obat
di Amerika, Eropa, dan Cina karena adanya
beberapa keuntungan dalam penggunaannya,
yaitu sederhana, selektif dan sensitif, cepat,
biaya yang relatif murah, dapat mengujikan
beberapa sampel dalam waktu bersamaan,
kromatogramnya dapat dilihat secara visual,
dan penggunaan pelarut yang sedikit
(Liang et al.
2004).
Saat
ini,
telah
dikembangkan metode KLT instrumental
yang menggunakan alat penotol automatis
yang mempunyai kelebihan, yaitu panjang
pita dan volume ekstrak yang ditotolkan dapat
diatur sehingga lebih seragam. Selain itu, cara
deteksi dan dokumentasi pelat KLT dapat
langsung dilihat di bawah lampu sinar tampak
dan UV (λ 254 nm dan 366 nm ) dalam bentuk
gambar digital.
Pola sidik jari kromatografi menunjukkan
pemprofilan keseluruhan komponen karena
dapat
mempresentasikan
keragaman
komponen yang ada dalam tanaman obat

secara menyeluruh (Liang et al. 2004). Akan
tetapi, pengamatan yang dilakukan terhadap
hasil pemisahan dengan KLT ini masih
bersifat subjektif sehingga perlu dilakukan
pengembangan metode pengolahan hasil KLT
yang dapat menghasilkan data yang lebih
kuantitatif, yaitu dilakukan kombinasi dengan
perangkat digital (Hess 2007; Phattanawasin
et al. 2009).
Densitometer/KLT scanner adalah alat
yang digunakan untuk mengukur densitas dari
suatu spot, misalnya pada KLT. Spot pada
KLT akan disinari oleh sumber sinar
kemudian sebagian sinar yang dihasilkan akan
diserap
dan
sebagian
lagi
akan
direfleksikan/diemisikan mengenai detektor
(Braithwaite 1999). Kekurangan dari metode
densitometer ini adalah peralatan yang cukup
kompleks dan harga yang mahal. Kekurangan
ini dapat diatasi menggunakan metode
digitally enhanced thin layer chromatograpy
(DETLC).
Metode DETLC dilakukan dengan
menggunakan peranti lunak pengolah gambar
yang dapat mengubah citra dari bentuk pita
pada pelat KLT menjadi terkuantifikasi
dengan baik. Kelebihan metode ini adalah
dapat menggantikan KLT densitometer
dengan biaya yang murah dan peralatan yang
cukup sederhana (Hess 2007). Peranti lunak
yang digunakan adalah ImageJ. ImageJ
merupakan suatu peranti lunak untuk
mengolah gambar yang berbasiskan program
Java dan dapat diperoleh secara bebas untuk
umum. Program ini dikembangkan oleh
research services branch (RSB), Institut
Nasional Kesehatan Mental (NIMH), bagian
dari Institut Kesehatan Nasional (NIH),
Bethesda, Maryland, USA (Ferreira &
Rasband 2010).
Penelitian ini bertujuan melakukan
diferensiasi temulawak, kunyit, dan bangle
berdasarkan
intensitas
warna
yang
ditimbulkan oleh masing-masing spot pada
hasil dokumentasi gambar pelat KLT dengan
metode DETLC menggunakan peranti lunak
ImageJ.

TINJAUAN PUSTAKA
Temulawak
Temulawak termasuk ke dalam divisi
Spermatophyta, subdivisi Angiospermae,
kelas Monocotyledonae, ordo Zingiberales,
keluarga Zingiberaceae, genus Curcuma, dan
species C. xanthorriza Roxb. (Afifah 2003).

2

Gambar 1 menunjukkan tanaman dan rimpang
temulawak.

Gambar 1 Tanaman dan rimpang temulawak.
Temulawak atau koneng gede (Sunda),
temo labak (Madura), temulawas (Malaysia)
merupakan tanaman asli Indonesia yang
penyebarannya banyak terdapat di Ambon,
Bali, dan Jawa (Sutarno & Atmawidjojo
2001).
Rimpang
kering
temulawak
mengandung pati (48-59.64%), kurkuminoid
(1.6-2.2%), dan minyak atsiri (1.48-1.63%).
Kurkuminoid pada temulawak terdiri atas
kurkumin (58-71%) dan demetoksikurkumin
(29-42%). Fraksi minyak atsiri pada rimpang
temulawak terdiri atas senyawa turunan
monoterpena dan seskuiterpena (Sidik et al.
1995).

Sedangkan senyawa kimia nonatsiri yang
terkandung dalam kunyit adalah zat warna
yang banyak terdapat pada senyawa-senyawa
fenolat, antara lain senyawa kurkuminoid.
Senyawa kurkuminoid yang terdapat dalam
kunyit
adalah
kurkumin
(75-81%),
demetoksikurkumin
(15-19%),
dan
bisdemetoksikurkumin
(2.2-6.6%)
(Jayaprakasha et al. 2005). Kunyit juga
mengandung lemak (1-3%), Karbohidrat
(3%), Protein (30%), Pati (8%), Vitamin C
(45-55%), dan garam-garam mineral, yaitu zat
besi, fosfor, dan kalsium.
Bangle
Bangle diklasifikasikan ke dalam divisi
Spermatophyta, subdivisi Angiospermae,
kelas Monocotyledonae, ordo Zingiberales,
keluarga Zingiberaceae, genus Zingiber, dan
species Z. purpureum Roxb. Gambar 3
menunjukkan tanaman dan rimpang bangle.

Kunyit
Klasifikasi kunyit termasuk ke dalam
divisi
Spermatophyta,
subdivisi
Angiospermae, kelas Monocotyledonae, ordo
Zingiberales, keluarga Zingiberaceae, genus
Curcuma, dan species C. longa L. (Purseglove
et al. 1981). Gambar 2 menunjukkan tanaman
dan rimpang kunyit.

Gambar 3 Tanaman dan rimpang bangle.
Bangle atau panglai (Sunda), bengle
(Jawa), pandhiyang (Madura), banggele (Bali)
tumbuh di daerah Asia tropika, dari India
sampai Indonesia. Tanaman ini digolongkan
sebagai rempah-rempah yang memiliki
khasiat obat. Bangle mengandung minyak
atsiri (sineol, pinen), damar, pati, dan
terpenoid (Araujo & Leon 2001).
Kromatografi Lapis Tipis

Gambar 2 Tanaman dan rimpang kunyit
Kunyit merupakan tanaman tahunan yang
tumbuh merumpun dan dapat mencapai tinggi
hingga satu meter. Kunyit atau saffron
(Inggris), kurkuma (Belanda), kunir (Jawa),
koneng (Sunda) berasal dari Asia Tenggara
dan Asia Selatan tetapi banyak dijumpai di
India, Cina, Himalaya, dan Indonesia
(Purseglove et al. 1981).
Senyawa-senyawa kimia yang terkandung
dalam rimpang kunyit bersifat atsiri dan
nonatsiri. Senyawa kimia yang bersifat atsiri
diantaranya adalah golongan seskuiterpena,
turmeron, tumeon (60%), Zingiberena (25%),
felandren, sabinen, borneol, dan sineil.

Kromatografi lapis tipis (KLT) merupakan
bentuk kromatografi planar dengan fase diam
berupa lapisan yang seragam pada permukaan
bidang datar yang didukung oleh lempeng
kaca, pelat aluminium, atau pelat plastik dan
fase gerak berupa cairan yang bergerak
sepanjang fase diam (Sherma 1991).
KLT merupakan teknik pemisahan yang
banyak digunakan dalam proses pemurnian
dan identifikasi senyawa kimia pada tanaman
obat. Prinsip KLT adalah pemisahan
komponen berdasarkan distribusinya pada
fase diam dan fase gerak. Cuplikan atau
contoh diteteskan pada lapisan tipis kemudian
dimasukkan ke dalam wadah pengembangan

3

yang berisi fase gerak sehingga cuplikan
tersebut
terpisah
menjadi
komponenkomponennya (Adnan 1997).
Eluen atau fase gerak pada KLT
merupakan suatu medium angkut yang terdiri
atas satu atau campuran pelarut tunggal. Fase
gerak akan merayap sepanjang fase diam
melalui gaya kapiler. Senyawa diidentifikasi
berdasarkan penampakan dan nilai Rf-nya
(jarak relatif komponen terhadap jarak
pelarut) yang kemudian dibandingkan dengan
spot standar untuk analisis kualitatifnya (Fried
& Sherma 1982).
Saat ini telah dikembangkan metode KLT
semiautomatis Camag linomat V (Gambar 4).
Alat
ini
dikendalikan
oleh
suatu
mikroprosesor yang menyebabkan larutan
ekstrak dapat ditotolkan pada pelat KLT dan
biasanya dalam bentuk pita dengan
mengkompresikan tekanan udara atau
nitrogen sehingga tidak memerlukan kontak
langsung dengan pelat dan dapat mengurangi
kerusakan pelat (Wall 2005; Hahn-Deinstrop
2007).

(a)
Gambar 4

intensitas transimitan, flouresensi, atau
reflektan. Mekanisme yang terjadi adalah
sinar yang mengenai spot akan diserap oleh
molekul untuk tereksitasi, selanjutnya molekul
akan kembali ke keadaan dasar dengan
mengemisikan sinar tersebut (flouresensi) dan
akan ditangkap oleh detektor (Braithwaite
1999). Turunan dari spektra ini dapat
membantu
dalam
mengembangkan
identifikasi komponen yang terlindung baik
secara makro maupun mikro. Pengukuran
dengan alat tersebut memiliki nilai presisi
yang cukup baik dengan standar deviasi 1 %.
Pengukuran kuantitatif yang lebih akurat
dapat menggunakan alat yang memiliki berkas
cahaya ganda untuk mengurangi gangguan
latar belakang. KLT densitometer terdiri atas
peralatan yang penting, yaitu sumber cahaya,
sistem kondensor, sistem fokus, sistem
grating, dan filter yang berfungsi mengatur
panjang gelombang yang masuk (Braitwaite
1999). Skema umum densitometer dapat
dilihat pada Gambar 5.

(b)
Reprostar 3 dengan peranti
lunak WinCATS (a) dan KLT
semiautomatis
Camag
Linomat V (b).

Deteksi komponen hasil pemisahan KLT
dapat dilakukan dengan penyemprotan
menggunakan pereaksi warna, yaitu vanilina
dan anisaldehida dalam asam sulfat yang
bertujuan mendeteksi keberadaan senyawasenyawa terpenoid termasuk minyak atsiri
(Santosa & Hertiani 2005). Sedangkan untuk
dokumentasi pelat KLT hasil pemisahan,
dapat langsung dilihat di bawah lampu sinar
tampak dan sinar UV (λ 254 nm dan λ 366
nm)
dalam
bentuk
gambar
digital
menggunakan sistem dokumentasi Reprostar 3
yang dioperasikan dengan peranti lunak
WinCATS (Gambar 4).
KLT Densitometer
KLT densitometer dapat digunakan untuk
keperluan analisis kuantitatif KLT. Prinsip
percobaan alat tersebut adalah mengukur

Gambar 5 Skema umum densitometer.
KLT densitometer sesuai untuk analisis
kuantitatif. Metode ini dapat digunakan
untuk menetapkan banyaknya komponen
yang terdapat dalam suatu campuran,
mengidentifikasi zat, atau memantau proses
reaksi yang memiliki akurasi cukup tinggi,
contohnya adalah high performance thin
layer chromatography (HPTLC). Akan
tetapi, metode ini membutuhkan banyak
biaya dalam penggunaannya. Mengatasi hal
tersebut, suatu teknik yang lebih murah telah
dikembangkan dan hasil yang didapatkan
tidak kalah dengan HPTLC, metode tersebut
adalah digitally enhance thin layer
chromatography (DETLC) (Hess 2007).
Prinsip dari DETLC ini adalah pelat
KLT yang memiliki sifat dapat berpendar
diterangi
dengan
cahaya
ultraviolet
kemudian gambar dari pencahayaan tersebut
diambil dengan kamera digital. Selanjutnya
dengan komputer, gambar tersebut dapat

4

diolah menggunakan peranti lunak yang
dapat mengolah gambar dari spot pada
lempeng KLT menjadi multispektra,
densitogram, dan kurva kalibrasi (Hess
2007).
ImageJ
ImageJ merupakan suatu peranti lunak
untuk mengolah gambar yang berbasiskan
program Java dan mudah didapatkan secara
bebas
untuk
umum.
Program
ini
dikembangkan oleh research services branch
(RSB), national institute of mental health
(NIMH), bagian dari national institute of
mental health (NIH), Bethesda, Maryland,
USA (Ferreira & Rasband 2010). Gambar 6
menunjukkan fitur dari peranti lunak ImageJ.

Gambar 6 Fitur imageJ.
ImageJ dapat menampilkan, mengedit,
menganalisa, memproses, menyimpan, dan
mencetak 8-bit, 16-bit, dan 32-bit gambar.
Program ini dapat membaca gambar dalam
berbagai format, seperti TIFF, GIF, JPEG,
BMP, DICOM, FITS, dan gambar mentah
(Ferreira & Rasband 2010).
ImageJ
membantu
stacks
(dan
hyperstacks), serangkaian gambar yang
ditampilkan dengan satu jendela (single
window) dan multiurutan (multithreaded),
sehingga memakan waktu operasi, seperti
pembacaan berkas gambar yang dapat
ditunjukkan secara paralel dengan operasi
lainnya. Selain itu, program ini dapat
menghitung nilai area dan piksel dari suatu
gambar yang diinginkan, dapat mengukur
jarak dan sudut, dapat membuat profil dari
densitogram dan garis kurva.
Program ini didukung dengan berbagai
pengatur gambar, seperti pengatur ketajaman,
kehalusan, kecerahan, warna, sudut, dan filter
dari gambar yang akan diolah. Selain itu,
dapat
membantu
dalam
melakukan
transformasi geometris, seperti scaling, rotasi,
dan membalik (Ferreira & Rasband 2010).
Kemometrik
Metode kemometrik berupa analisis
multivariat yang menyediakan metode untuk
mengurangi data berukuran besar yang

diperoleh dari suatu instrumen, seperti
kromatografi. Metode kalibrasi multivariat
dapat berupa
multipel linier regression
(MLR), principal component regression
(PCR), dan artificial neural network (AAN)
(Brereton 2000). Selain itu, analisis
multivariat dapat digunakan untuk pengenalan
pola sampel melalui metode principal
component analysis (PCA), discriminant
analysis,
K-nearest
neighbour,
soft
independent modelling of class anology, dan
cluster analysis (Miller & Miller 2000).
Karena kompleksitas dari sidik jari
kromatografi, irreproducibility instrumen
kromatografi, dan kondisi eksperimental,
pendekatan beberapa kemometrik, seperti
analisis varians, keselarasan puncak, analisis
korelasi, dan pengenalan pola digunakan
untuk
berurusan
dengan
sidik
jari
kromatografi. Algoritma matematika banyak
digunakan untuk pengolahan data dalam
pendekatan kemometrik. Prinsip-prinsip dasar
pendekatan ini adalah variasi penentuan
puncak umum/wilayah dan perbandingan
kesamaan dengan indeks kesamaan dan
koefisien korelasi linear. Kesamaan indeks
dan koefisien korelasi linear dapat digunakan
untuk membandingkan pola umum dari sidik
jari kromatografi yang diperoleh (Giri et al.
2010).
PCA
Principal component analysis (PCA)
merupakan suatu metode analisis peubah
ganda yang bertujuan menyederhanakan
peubah
yang
diamati
dengan
cara
menyusutkan
(mereduksi)
dimensinya.
Menurut Chew et al. (2004), PCA dapat
memudahkan visualisasi pengelompokan data,
evaluasi kesamaan antar kelompok atau kelas,
dan menemukan faktor atau alasan di balik
pola yang teramati melalui korelasi
berdasarkan sifat kimia atau fisika-kimia
contoh. Penyederhanaan peubah dilakukan
dengan cara menghilangkan korelasi diantara
peubah bebas melalui transformasi peubah
bebas asal ke peubah baru yang tidak
berkorelasi sama sekali atau yang biasa
disebut dengan principal component (PC).
Pemilihan PC dilakukan sehingga PC
pertama memiliki variasi terbesar dalam set
data, sedangkan PC kedua tegak lurus
terhadap PC pertama dan memiliki variasi
terbesar selanjutnya. Dua PC pertama pada
umumnya digunakan sebagai bidang proyeksi
untuk inspeksi visual dari data (Miller &
Miller 2000). Setiap peubah baru (skor atau
PC) yang dihasilkan PCA merupakan

kombinasi linier peubah asli pengukuran
(Miller & Miller 2000).

menjaga korelasi antara X dan Y dalam
„hubungan dalam‟ U=BT (Lohninger 2004).

A peubah

K komponen
utama

PT
X

=

T

+

E

N objek

Gambar 7 Bagan prinsip PCA.
Teknik
PCA
berdasarkan
pada
dekomposisi matriks data X (N × K) menjadi
dua matriks T (N × A) dan matriks P (K × A)
yang saling tegak lurus (Gambar 7). Matriks T
disebut
dengan
matriks
skor
yang
menggambarkan
variasi
dalam objek,
sedangkan matriks P yang disebut matriks
loading menjelaskan pengaruh peubah
terhadap komponen utama. Matriks P terdiri
atas data asli dalam sistem koordinat baru.
Galat dari model yang terbentuk dinyatakan
dalam E (Lohninger 2004). Sedangkan nilai A
adalah jumlah PC yang digunakan untuk
membuat model (Brereton 2003).
PLSDA
Partial least square discriminant analysis
(PLSDA) adalah salah satu metode klasifikasi
yang sering diterapkan dalam bidang
kemometrik dengan berlandaskan pendekatan
partial least square (PLS), yaitu memprediksi
peubah yang tidak bebas (Y) dari serangkaian
peubah bebas (X) yang memiliki kolinieritas
tinggi, jumlahnya yang banyak, dan memiliki
struktur sistematik menggunakan regresi
kuadrat terkecil (Brereton 2003). Peubah X
dan Y tersebut didekomposisi menjadi dua
matriks, yaitu matriks skor dan loading.
Metode PLSDA digunakan untuk membangun
suatu model regresi diantara nilai-nilai yang
dibuat dari hasil perhitungan skor dari matriks
X dan Y tersebut.
Gambar 8 menunjukkan bahwa matriks X
diuraikan menjadi matriks skor T, matriks
loading P′, dan matriks galat E, sedangkan
matriks Y diuraikan menjadi matriks skor U,
matriks loading Q′, dan galat F. Kedua
persamaan ini disebut „hubungan luar‟. Hasil
dari T dan P′ mendekati data spektrum,
sedangkan hasil U dan Q′ mendekati
konsentrasi sebenarnya. Tujuan dari algoritma
PLS adalah meminimumkan F dengan terus

Gambar 8 Bagan prinsip PLS
Kebaikan suatu model klasifikasi dalam
metode PLSDA dapat dilihat dari nilai
determination coefficient (R2), root mean
square error of calibration (RMSEC), dan
root mean square error of prediction
(RMSEP). Kasus dua kelompok yang terjadi
dalam PLSDA, misalnya peubah Y untuk
kelompok pertama diberikan nilai 1 dan nilai
0 atau -1 untuk kelompok lainnya.

METODE
Alat dan Bahan
Alat-alat yang digunakan adalah peralatan
gelas, neraca analitik Precisa XT 220A,
bejana KLT dengan ukuran 20×20 cm,
Syringe, sistem KLT Camag (Camag, Swiss)
yang terdiri atas sistem dokumentasi
Reprostar 3 dan KLT aplikator semiautomatis
linomat V dengan spesifikasi:
Gas pembawa
: Nitrogen
Volume syringe : 100 µl
Volume penotolan : 25 µl
Kecepatan dosis : 30 µl/min
Volume pradosis : 0.2 µl
Ukuran pelat
: 10×10 cm
No. Track
:5
No. Sampel
:5
Panjang pita
: 8.0 mm
Posisi X pertama : 12.0 mm
Jarak track
: 15.0 mm
Aplikasi posisi Y : 10.0 mm
Peranti lunak yang digunakan adalah
WinCATS 1.2.3, ImageJ 1.4.3.67, dan The
Unscrambler X 10.0.1 (Trial).
Bahan-bahan yang digunakan adalah
standar kurkumin 70% (C1386-10G), pelat
KLT silika gel Merck 60 F254, 10×10 cm

kombinasi linier peubah asli pengukuran
(Miller & Miller 2000).

menjaga korelasi antara X dan Y dalam
„hubungan dalam‟ U=BT (Lohninger 2004).

A peubah

K komponen
utama

PT
X

=

T

+

E

N objek

Gambar 7 Bagan prinsip PCA.
Teknik
PCA
berdasarkan
pada
dekomposisi matriks data X (N × K) menjadi
dua matriks T (N × A) dan matriks P (K × A)
yang saling tegak lurus (Gambar 7). Matriks T
disebut
dengan
matriks
skor
yang
menggambarkan
variasi
dalam objek,
sedangkan matriks P yang disebut matriks
loading menjelaskan pengaruh peubah
terhadap komponen utama. Matriks P terdiri
atas data asli dalam sistem koordinat baru.
Galat dari model yang terbentuk dinyatakan
dalam E (Lohninger 2004). Sedangkan nilai A
adalah jumlah PC yang digunakan untuk
membuat model (Brereton 2003).
PLSDA
Partial least square discriminant analysis
(PLSDA) adalah salah satu metode klasifikasi
yang sering diterapkan dalam bidang
kemometrik dengan berlandaskan pendekatan
partial least square (PLS), yaitu memprediksi
peubah yang tidak bebas (Y) dari serangkaian
peubah bebas (X) yang memiliki kolinieritas
tinggi, jumlahnya yang banyak, dan memiliki
struktur sistematik menggunakan regresi
kuadrat terkecil (Brereton 2003). Peubah X
dan Y tersebut didekomposisi menjadi dua
matriks, yaitu matriks skor dan loading.
Metode PLSDA digunakan untuk membangun
suatu model regresi diantara nilai-nilai yang
dibuat dari hasil perhitungan skor dari matriks
X dan Y tersebut.
Gambar 8 menunjukkan bahwa matriks X
diuraikan menjadi matriks skor T, matriks
loading P′, dan matriks galat E, sedangkan
matriks Y diuraikan menjadi matriks skor U,
matriks loading Q′, dan galat F. Kedua
persamaan ini disebut „hubungan luar‟. Hasil
dari T dan P′ mendekati data spektrum,
sedangkan hasil U dan Q′ mendekati
konsentrasi sebenarnya. Tujuan dari algoritma
PLS adalah meminimumkan F dengan terus

Gambar 8 Bagan prinsip PLS
Kebaikan suatu model klasifikasi dalam
metode PLSDA dapat dilihat dari nilai
determination coefficient (R2), root mean
square error of calibration (RMSEC), dan
root mean square error of prediction
(RMSEP). Kasus dua kelompok yang terjadi
dalam PLSDA, misalnya peubah Y untuk
kelompok pertama diberikan nilai 1 dan nilai
0 atau -1 untuk kelompok lainnya.

METODE
Alat dan Bahan
Alat-alat yang digunakan adalah peralatan
gelas, neraca analitik Precisa XT 220A,
bejana KLT dengan ukuran 20×20 cm,
Syringe, sistem KLT Camag (Camag, Swiss)
yang terdiri atas sistem dokumentasi
Reprostar 3 dan KLT aplikator semiautomatis
linomat V dengan spesifikasi:
Gas pembawa
: Nitrogen
Volume syringe : 100 µl
Volume penotolan : 25 µl
Kecepatan dosis : 30 µl/min
Volume pradosis : 0.2 µl
Ukuran pelat
: 10×10 cm
No. Track
:5
No. Sampel
:5
Panjang pita
: 8.0 mm
Posisi X pertama : 12.0 mm
Jarak track
: 15.0 mm
Aplikasi posisi Y : 10.0 mm
Peranti lunak yang digunakan adalah
WinCATS 1.2.3, ImageJ 1.4.3.67, dan The
Unscrambler X 10.0.1 (Trial).
Bahan-bahan yang digunakan adalah
standar kurkumin 70% (C1386-10G), pelat
KLT silika gel Merck 60 F254, 10×10 cm

6

dengan tebal 0,2 mm (Damstadt, Jerman),
etanol 96%, diklorometana, kloroform, dan
gambar kromatogram KLT temulawak,
kunyit, dan bangle dari berbagai daerah
(Lampiran 3).
Lingkup kerja
Lampiran 1 menunjukkan bagan alir
penelitian secara umum. Penelitian yang
dilakukan melalui beberapa tahapan, yaitu
melakukan analisis kromatografi lapis tipis
terhadap larutan standar dengan konsentrasi
berbeda, penentuan prosedur terbaik ImageJ
terhadap gambar standar, aplikasi metode
yang telah ditentukan terhadap gambar pelat
KLT hasil pemisahan komponen pada
temulawak, kunyit, dan bangle, serta
diferensiasi ketiga tanaman tersebut melalui
analisis multivariat. Analisis multivariat yang
digunakan adalah principal components
analysis (PCA) dan partial least square
discriminant analysis (PLSDA).
Preparasi Larutan Standar
Standar kurkumin ditimbang sebanyak
0.0025 gram dan dilarutkan dalam etanol 96%
sehingga diperoleh konsentrasi standar
kurkumin sebesar 500 mg/L. Larutan tersebut
diencerkan dengan penambahan kembali
etanol sehingga diperoleh ragam konsentrasi,
yaitu 5 mg/L, 10 mg/L, 50 mg/L, 100 mg/L,
dan 125 mg/L.
Penotolan masing-masing larutan standar
kurkumin pada pelat KLT menggunakan KLT
aplikator semiautomatis, yaitu Camag linomat
V sebanyak 25 µl pada garis awal pelat
dengan panjang pita 8 mm. Pelat KLT yang
digunakan adalah pelat Aluminium dengan
silika gel 60 F254, 10×10 cm dan telah
dimasukkan ke dalam oven selama ±15 menit.
Eluen dibiarkan bermigrasi sampai 8 cm dari
garis awal. Eluen yang digunakan adalah
diklorometana:kloroform (0.52:0.48 v/v)
(Istiqomah 2010). Deteksi pelat KLT
dilakukan menggunakan sistem dokumentasi
di bawah sinar lampu tampak, sinar UV (λ
254 nm), dan UV (λ 366 nm). Penotolan
dilakukan sebanyak 3 kali ulangan.
Penentuan Metode Terbaik pada
Pengolahan Gambar Menggunakan ImageJ
Gambar profil KLT standar kurkumin
hasil dokumentasi dengan Camag Reprostar 3
diolah dengan peranti lunak ImageJ. Gambar
mentah pita KLT ditandai dalam bentuk kotak

penanda yang disediakan oleh imageJ. Proses
penandaan pita komponen dilakukan pada
setiap deret pita yang terpisahkan secara
vertikal. Hal ini dilakukan sampai didapatkan
proses penandaan yang tepat sehingga
menghasilkan densitogram yang stabil untuk
setiap pengulangan. Setelah itu, dilakukan
proses smoothing sebanyak 0-15 kali pada
gambar kromatogram yang telah ditandai.
Setiap kali smoothing akan menghasilkan
bentuk densitogram yang berbeda untuk setiap
pita yang terdeteksi. Selanjutnya, penetapan
juga dilakukan saat pembentukan baseline
terhadap densitogram sampai nilai area under
curve (AUC) yang dihasilkan lebih stabil.
Nilai AUC yang dihasilkan dari standar
kurkumin dengan konsentrasi yang berbeda
diplotkan terhadap konsentrasi standar
kurkumin tersebut. Konsentrasi standar pada
sumbu X dan nilai area atau AUC pada sumbu
Y. Nilai AUC ini dihasilkan berdasarkan
intensitas warna yang ditimbulkan oleh
masing-masing gambar pita KLT. Metode
dikatakan baik apabila memiliki nilai korelasi
yang tinggi dan menghasilkan titik-titik yang
berdekatan sepanjang garis lurus dengan nilai
korelasi mendekati 1 serta stabil untuk setiap
ulangan.
Aplikasi Metode Terbaik pada Gambar
Sampel
Metode terbaik yang didapatkan kemudian
diaplikasikan terhadap gambar sampel yang
terdiri atas gambar hasil pemisahan
temulawak, kunyit, dan bangle dari 8 daerah
berbeda di pulau Jawa (Miftahuddin 2010).
Gambar tersebut dapat dilihat pada Lampiran
3. Dengan demikian, akan didapatkan AUC
untuk masing-masing pita pada hasil
pemisahan komponen dari ketiga sampel
tersebut. Nilai AUC yang didapatkan
berdasarkan pita yang terdeteksi pada setiap
hasil dokumentasi di bawah sinar tampak dan
UV, baik pada panjang gelombang 254 nm
maupun 366 nm serta terhadap tiga perlakuan
deteksi
pelat
KLT,
yaitu
adanya
penyemprotan dengan vanilina, anisaldehida,
dan tanpa penyemprotan larutan pendeteksi.
Diferensiasi Temulawak, Kunyit, dan
Bangle
Data AUC yang diperoleh dari hasil
pengolahan dengan ImageJ kemudian
dianalisis dengan teknik analisis data secara
kemometrik, yaitu PCA dan PLSDA. PCA
digunakan sebagai teknik pengenalan pola,

sedangkan PLSDA untuk mengklasifikasikan
ketiga tanaman sampel ke dalam tiga
kelompok tanaman yang berbeda dalam
bentuk model prediksi. Model tersebut
selanjutnya digunakan untuk memprediksi
ketiga sampel tanaman, yaitu temulawak,
kunyit, dan bangle yang tidak digunakan
dalam pembuatan model. Analisis kemometrik
ini dilakukan menggunakan peranti lunak The
Unscrambler 10.0.1.
Prosedur Penggunaan Peranti Lunak
ImageJ
Hasil dokumentasi menggunakan Camag
Reprostar 3 yang memiliki format “.cna”
diubah terlebih dahulu menjadi format “.jpg”
sebelum pengolahan menggunakan ImageJ.
Gambar yang akan diolah dapat dibuka
dengan menekan “File”, “Open”, dan dipilih
gambar yang diinginkan.
Nilai
AUC
ditentukan
dengan
menampilkan terlebih dahulu densitogram
dari masing-masing gambar pita KLT. Tahaptahap yang perlu dilakukan terlebih dahulu,
yaitu penandaan gambar pita KLT yang akan
diolah menggunakan icon berbentuk kotak
(rectangular). Setelah itu, dipilih menu
“analyze”, “gels”, dan “select first line” atau
dipilih “select next line” untuk pita berikutnya
jika pita yang akan diolah lebih dari satu.
Selanjutnya, dipilih kembali menu “analyze”,
“gels”, dan “plot lane”, yang akan
menampilkan densitogram dari masingmasing gambar pita KLT sesuai intensitas
warna yang diberikan. Pada masing-masing
dasar puncak densitogram yang dihasilkan,
dibuat baseline menggunakan icon berbentuk
garis (straight) kemudian menekan icon
berbentuk tongkat (Wand tool) pada daerah
puncak tersebut, sehingga akan dihasilkan
nilai AUC yang diinginkan secara otomatis.
Proses smoothing dilakukan dengan memilih
menu “process-smooth” atau menekan “CtrlShift-S” pada gambar mentah pelat KLT
untuk memperhalus bentuk densitogram yang
terbentuk.

HASIL DAN PEMBAHASAN
Analisis Komponen Standar Menggunakan
Kromatografi Lapis Tipis (KLT)
Analisis kuantitatif pada KLT dapat
dilakukan dengan dua cara. Pertama, bercak
pada pelat KLT diukur langsung pada
lempeng dengan menggunakan ukuran

luas atau teknik densitometri. Cara
kedua adalah mengerok bercak lalu
menetapkan kadar senyawa tersebut dengan
metode analisis yang lain, misalnya metode
spektrofotometri (Gandjar & Rohman 2007).
Analisis kuantitatif dari suatu senyawa yang
telah dipisahkan dengan KLT biasanya
dilakukan dengan densitometer langsung pada
lempeng KLT tersebut (atau secara in situ).
Akan tetapi, analisis kuantitatif yang
dilakukan pada penelitian ini menggunakan
metode pengukuran luas area tetapi secara
tidak langsung melalui hasil dokumentasi
pelat KLT yang berupa gambar.
Metode KLT yang digunakan dalam
penelitian ini hanya untuk menunjukkan
komponen yang terdapat dalam larutan
standar yang digunakan. Informasi ini
digunakan
untuk
memastikan
bahwa
perbedaan konsentrasi komponen standar
tersebut dapat diinterpretasikan dalam bentuk
densitogram yang dihasilkan dari pengolahan
gambar menggunakan peranti lunak imageJ.

(a)

Gambar 9

Kromatogram
KLT
standar
kurkumin
dengan
berbagai
konsentrasi
pada
berbagai
visualisasi sinar: (a) sinar tampak,
(b) sinar UV (λ 254 nm), (c) sinar
UV (λ 366 nm).

Gambar 9 menunjukkan adanya tiga
komponen yang terdeteksi dalam larutan
standar kurkumin, yaitu kurkumin (Rf 0,24),
dimetoksikurkumin
(Rf
0,08),
dan
bisdimetoksikurkumin (Rf 0,02), baik
visualisasi dengan sinar tampak maupun sinar
UV pada panjang gelombang 366 nm dan 254
nm. Intensitas warna yang dihasilkan dari
gambar pita pada permukaan pelat KLT dapat
mempengaruhi
hasil
pembentukan
densitogram dan secara tidak langsung dapat

sedangkan PLSDA untuk mengklasifikasikan
ketiga tanaman sampel ke dalam tiga
kelompok tanaman yang berbeda dalam
bentuk model prediksi. Model tersebut
selanjutnya digunakan untuk memprediksi
ketiga sampel tanaman, yaitu temulawak,
kunyit, dan bangle yang tidak digunakan
dalam pembuatan model. Analisis kemometrik
ini dilakukan menggunakan peranti lunak The
Unscrambler 10.0.1.
Prosedur Penggunaan Peranti Lunak
ImageJ
Hasil dokumentasi menggunakan Camag
Reprostar 3 yang memiliki format “.cna”
diubah terlebih dahulu menjadi format “.jpg”
sebelum pengolahan menggunakan ImageJ.
Gambar yang akan diolah dapat dibuka
dengan menekan “File”, “Open”, dan dipilih
gambar yang diinginkan.
Nilai
AUC
ditentukan
dengan
menampilkan terlebih dahulu densitogram
dari masing-masing gambar pita KLT. Tahaptahap yang perlu dilakukan terlebih dahulu,
yaitu penandaan gambar pita KLT yang akan
diolah menggunakan icon berbentuk kotak
(rectangular). Setelah itu, dipilih menu
“analyze”, “gels”, dan “select first line” atau
dipilih “select next line” untuk pita berikutnya
jika pita yang akan diolah lebih dari satu.
Selanjutnya, dipilih kembali menu “analyze”,
“gels”, dan “plot lane”, yang akan
menampilkan densitogram dari masingmasing gambar pita KLT sesuai intensitas
warna yang diberikan. Pada masing-masing
dasar puncak densitogram yang dihasilkan,
dibuat baseline menggunakan icon berbentuk
garis (straight) kemudian menekan icon
berbentuk tongkat (Wand tool) pada daerah
puncak tersebut, sehingga akan dihasilkan
nilai AUC yang diinginkan secara otomatis.
Proses smoothing dilakukan dengan memilih
menu “process-smooth” atau menekan “CtrlShift-S” pada gambar mentah pelat KLT
untuk memperhalus bentuk densitogram yang
terbentuk.

HASIL DAN PEMBAHASAN
Analisis Komponen Standar Menggunakan
Kromatografi Lapis Tipis (KLT)
Analisis kuantitatif pada KLT dapat
dilakukan dengan dua cara. Pertama, bercak
pada pelat KLT diukur langsung pada
lempeng dengan menggunakan ukuran

luas atau teknik densitometri. Cara
kedua adalah mengerok bercak lalu
menetapkan kadar senyawa tersebut dengan
metode analisis yang lain, misalnya metode
spektrofotometri (Gandjar & Rohman 2007).
Analisis kuantitatif dari suatu senyawa yang
telah dipisahkan dengan KLT biasanya
dilakukan dengan densitometer langsung pada
lempeng KLT tersebut (atau secara in situ).
Akan tetapi, analisis kuantitatif yang
dilakukan pada penelitian ini menggunakan
metode pengukuran luas area tetapi secara
tidak langsung melalui hasil dokumentasi
pelat KLT yang berupa gambar.
Metode KLT yang digunakan dalam
penelitian ini hanya untuk menunjukkan
komponen yang terdapat dalam larutan
standar yang digunakan. Informasi ini
digunakan
untuk
memastikan
bahwa
perbedaan konsentrasi komponen standar
tersebut dapat diinterpretasikan dalam bentuk
densitogram yang dihasilkan dari pengolahan
gambar menggunakan peranti lunak imageJ.

(a)

Gambar 9

Kromatogram
KLT
standar
kurkumin
dengan
berbagai
konsentrasi
pada
berbagai
visualisasi sinar: (a) sinar tampak,
(b) sinar UV (λ 254 nm), (c) sinar
UV (λ 366 nm).

Gambar 9 menunjukkan adanya tiga
komponen yang terdeteksi dalam larutan
standar kurkumin, yaitu kurkumin (Rf 0,24),
dimetoksikurkumin
(Rf
0,08),
dan
bisdimetoksikurkumin (Rf 0,02), baik
visualisasi dengan sinar tampak maupun sinar
UV pada panjang gelombang 366 nm dan 254
nm. Intensitas warna yang dihasilkan dari
gambar pita pada permukaan pelat KLT dapat
mempengaruhi
hasil
pembentukan
densitogram dan secara tidak langsung dapat

8

mempengaruhi pula nilai area yang
dihasilkan. Oleh karena itu, proses pemisahan
dengan KLT ini harus dilakukan dengan baik
agar menghasilkan kromatogram yang baik
pula, sehingga gambar yang didapatkan pun
akan baik.
Standar dengan konsentrasi 5 mg/L dan 10
mg/L, baik dokumentasi menggunakan sinar
tampak, sinar UV pada panjang gelombang
254 nm, maupun sinar UV pada panjang
gelombang 366 nm tidak terlihat dengan jelas.
Oleh karena itu, gambar pita yang digunakan
hanya pita yang dihasilkan oleh larutan
standar kurkumin konsentrasi 50 mg/L, 100
mg/L, dan 125 mg/L. Hal ini dilakukan karena
dikhawatirkan dapat mempengaruhi hasil
pengolahan gambar dengan imageJ.

densitogram masing-masing pita komponen
dari gambar. Penandaan dilakukan dengan
menggunakan
icon
berbentuk
kotak
(rectangular) pada toolbar imageJ untuk
keseluruhan pita komponen yang terdeteksi
pada setiap penotolan larutan standar
kurkumin secara vertikal (Gambar 11). Hal ini
bertujuan menghasilkan nilai AUC yang dapat
mewakili keseluruhan pita komponen yang
ada untuk tiap penotolan.

Pengolahan Gambar Pelat KLT dengan
ImageJ

Gambar 10 Contoh penandaan pita komponen
KLT standar kurkumin.

Gambar kromatogram KLT yang akan
diolah harus melalui proses seleksi terlebih
dahulu. Gambar yang dipilih adalah gambar
dengan hasil pemisahan KLT paling baik,
yaitu dapat mempresentasikan komponenkomponen yang terkandung di dalam senyawa
uji karena sangat mempengaruhi hasil akhir
pengolahan dengan imageJ.
Pengolahan gambar dengan peranti lunak
imageJ harus memperhatikan beberapa
parameter penting, diantaranya penandaan
gambar pita KLT, proses smoothing gambar
mentah,
dan
normalisasi
densitogram
sehingga dapat diperoleh nilai AUC yang
lebih konsisten untuk setiap pengukurannya.
Pengolahan ketiga parameter ini dilakukan
sampai didapatkan metode terbaik yang
ditunjukkan dengan nilai korelasi terbesar
antara konsentrasi larutan standar dengan nilai
AUC yang dihasilkan. Selain itu, dapat
menghasilkan titik-titik yang berdekatan
sepanjang garis lurus dengan nilai korelasi
mendekati 1 dan stabil untuk setiap ulangan.
Nilai AUC standar yang digunakan pada
penentuan metode terbaik ini adalah nilai
AUC dari pita kurkumin. Nilai AUC (Area
Under Curve) adalah nilai luas area di bawah
kurva puncak densitogram.
Karakterisasi Kotak Saat
Gambar Pita Komponen

Penandaan

Penandaan pita komponen pada gambar
adalah salah satu parameter penting dalam
penentuan nilai AUC. Penandaan ini
dilakukan
agar
dapat
memunculkan

Hasil pengujian ukuran dan letak kotak
penanda pita komponen dan pengaruhnya
terhadap nilai AUC yang dihasilkan dapat
dilihat pada Tabel 1. Berdasarkan pengujian
yang dilakukan untuk tiap ukuran kotak yang
berbeda dapat menyebabkan hasil ukuran
AUC yang berbeda pula. Sedangkan
pelebaran kotak penanda dari ukuran kotak
awal tidak terlalu mempengaruhi nilai AUC
tetapi
perbedaan
tingginya
sangat
mempengaruhi nilai AUC, yaitu nilai yang
jauh menurun.
Tabel 1 Hasil pengujian ukuran kotak
penanda terhadap gambar pita
komponen standar kurkumin.
*

*

Keterangan: *satuan dalam piksel.
Ukuran kotak penanda yang seragam
dengan peletakan kotak yang kurang simetris
sebenarnya tidak terlalu mempengaruhi nilai
AUC tetapi apabila batas pinggir kotak
penanda sampai mengenai atau bahkan
memotong gambar pita yang akan dianalisis,

9

densitogram yang dihasilkan dari intensitas
gambar pita KLT standar kurkumin dengan
dan tanpa proses smoothing terlebih dahulu.

Tabel 2 Letak dan ukuran kotak penanda
pada gambar pita komponen standar
kurkumin yang digunakan dalam
penelitian.

(a)

Arbritary Unit (piksel)

dikhawatirkan akan mengurangi ukuran
densitogram yang terbentuk sehingga dapat
pula mengurangi nilai AUC-nya sendiri.
Sehingga, untuk mencegah hal tersebut
diusahakan peletakan kotak penanda simetris
dengan pita KLT dan setiap pita komponen
yang terpisah dapat tercakup di dalam kotak
penanda tersebut. Oleh karena itu, penentuan
ukuran dan letak kotak penanda perlu
dilakukan agar hasil area yang dihasilkan
lebih konsisten untuk setiap pengulangan yang
bertujuan
meminimalkan
kesalahan
pengukuran.

Arbritary Unit (piksel)

Retardation Factor

Retardation Factor

(b)

Gambar 11 Contoh hasil densitogram dari
gambar pita KLT standar
kurkumin (a) tanpa smoothing,
(b) dengan smoothing.
Keterangan: *satuan dalam mg/L.
Tabel 2 menunjukkan ukuran kotak
penanda gambar pita komponen yang
digunakan dalam penelitian. Ukuran kotak ini
dapat berubah disesuaikan dengan besar dan
tinggi deret pita komponen yang dihasilkan
tetapi posisi diusahakan tetap sama untuk
ulangan pengukuran dengan memperhatikan
posisi kotak penanda yang dapat dilihat dari
nilai koordinat x dan y. Koordinat x dan y ini
dapat langsung dilihat pada tampilan imageJnya sendiri
Penentuan banyaknya proses smoothing
Parameter lain yang harus diperhatikan
adalah adanya proses smoothing. Gambar
kromatogram KLT yang telah diberi kotak
penanda pita komponen kemudian diberi
perlakuan pendahuluan melalui proses
smoothing. Salah satu manfaat dari proses
smoothing ini adalah memudahkan penentuan
baseline pada dasar puncak yang terbentuk.
Semakin banyak smoothing yang dilakukan,
resolusi puncak yang dihasilkan semakin
jelas. Gambar 10 menunjukkan hasil

Banyaknya proses smoothing yang
dilakukan terhadap gambar kromatogram
KLT berbeda, tergantung sinar yang
digunakan saat dokumentasi. Pada penelitian
kali ini menggunakan tiga macam sinar, yaitu
sinar tampak, sinar UV (λ 254 nm), dan sinar
UV (λ 366 nm). Hasil penentuan nilai korelasi
setelah proses smoothing terhadap nilai AUC
yang dihasilkan dapat dilihat pada Lampiran
4. Data tersebut menunjukkan bahwa pada
gambar mentah kromatogram KLT dengan
deteksi sinar UV (λ 366 nm) dan sinar tampak
harus dilakukan smoothing terlebih dahulu
sebanyak 8 kali dan 9 kali untuk deteksi sinar
UV (λ 254 nm) sebelum penentuan nilai AUC.
Pemilihan banyaknya smoothing tersebut
berdasarkan hasil korelasi terbesar antara
ketiga konsentrasi standar kurkumin dengan
nilai AUC yang dihasilkan dari gambar pita
kurkumin dan adanya kenaikan yang stabil
untuk setiap ulangan pengukuran. Dengan
demikian, metode yang telah dibuat dapat
dikatakan cukup baik dan sudah bisa
diaplikasikan terhadap gambar sampel.
Proses
smoothing
yang
dilakukan
sebanyak 4 kali terhadap gambar mentah
kromatogram KLT standar kurkumin dengan

10

deteksi sinar UV (λ 254 nm) juga
mengakibatkan terjadinya kenaikan nilai
korelasi seperti yang terjadi pada proses
smoothing 9 kali. Akan tetapi, banyaknya
proses smoothing ini tidak dipilih karena nilai
kenaikan yang terjadi diperoleh dari nilai
AUC
kurkumin
yang
mengalami
ketidaksesuaian dengan konsentrasi standar
kurkumin, yaitu nilai AUC yang tidak
berbanding lurus dengan besarnya konsentrasi
standar kurkumin yang ada.

Semakin besar konsentrasi komponennya,
semakin tinggi puncak yang dihasilkan karena
intensitas warna gambar yang semakin terang
dan sebaliknya. Hal ini dapat diperkuat
dengan nilai luasan area yang diperoleh.
Dengan demikian, luasan area yang dihasilkan
sangat bergantung pada hasil dokumentasi
pelat KLT sendiri maupun pada proses
pemisahan komponennya. Hal ini dapat
terlihat pada Gambar 12.

Normalisasi Puncak Densitogram

Pita b
Pita c

(A)

Arbritary Unit (piksel)

Normalisasi puncak densitogram dapat
dilakukan dengan menentukan baseline pada
dasar puncak. Penentuan baseline dilakukan
secara manual dengan melakukan penarikan
garis dari titik terendah pada lembah
densitogram sebelum mengalami kenaikan
kembali ke titik terendah lembah lainnya.
Agar penarikan garis stabil untuk pengukuran
berikutnya dan tidak mempengaruhi hasil
pengukuran, cara pembuatan baseline
dilakukan secara konsisten untuk setiap
pengukuran.
Karakterisasi
kursor
yang
dapat
menghasilkan kekonsistenan penarikan garis
untuk setiap pengukuran dapat dilihat pada
Lampiran 5. Kursor berbentuk “+” diusahakan
terletak tepat pada titik terendah puncak
densitogram
yang
ditandai
dengan
berimpitnya titik pertengahan kursor tersebut
dengan titik terendah puncak densitogram.
Kondisi ini dapat terlihat jelas pada
perbesaran 200%, sehingga pada penentuan
baseline ini sebaiknya dilakukan pada
perbesaran 200% untuk memudahkan
penarikan garis dasar puncak densitogram.

Pita a

Retardation Factor

Analisis Hasil Pengolahan Gambar Pita
pada Pelat KLT

(B)

Gambar 12
Nilai AUC dapat keluar secara otomatis
dengan menekan daerah kurva yang ingin
diketahui luasan areanya menggunakan icon
“wand” yang terdapat pada toolbar imageJ.
Nilai luasan area ini tergantung dari besarnya
intensitas warna yang direfleksikan oleh
gambar pita komponen pada pelat KLT.
ImageJ dapat mengubah citra dari bentuk
pita pada pelat KLT menjadi bentuk
densitogram dan terkuantifikasi dengan baik.
Selain
itu,
imageJ
juga
mampu
memperlihatkan besar kecilnya kandungan
suatu komponen di dalam sampel dengan
jelas, terutama pada komponen pencirinya.

Pencitraan pita KLT standar
kurkumin. (A) gambar hasil
pemisahan komponen